



Alhamdulillah majalah HALAL REVIEW edisi Juli telah terbit di tengah pembaca. Edisi kali ini HALAL REVIEW mengangkat tema tentang kesiapan pelaku usaha menghadapi kewajiban sertifikasi halal. Tema ini menarik karena sebentar lagi kebijakan wajib halal akan diberlakukan pada 17 Oktober 2024 atau disebut juga WHO (Wajib Halal Oktober).
Lalu bagaimana kesiapan pelaku usaha menghadapi kebijakan ini? Bila melihat perkembangan saat ini, banyak perusahaan menengah dan besar sudah siap menghadapi kewajiban sertifikasi halal. Bahkan beberapa diantaranya sudah lebih dulu melakukan sertifikasi halal untuk produk-produknya jauh sebelum tenggat waktu penerapan wajib sertifikasi halal. Berbeda halnya dengan pelaku usaha mikro kecil (UMK), yang sebagian besar belum melakukan sertifikasi halal. Hal ini tentu menjadi tantangan sendiri bagi pemerintah untuk bisa mendorong para pelaku usaha agar segera melakukan sertifikasi halal untuk produk-produknya.
Jika melihat tingkat urgensitasnya, sertifikasi halal tidak saja untuk kepentingan pemerintah, tetapi juga untuk kepentingan para pelaku usaha. Dengan adanya sertifikasi halal, pelaku usaha dapat memberikan kenyamanan bagi konsumen muslim, dan dengan produk halal pelaku usaha dapat meningkatkan penjualan, serta meningkatkan kepercayaan konsumen.
Sehubungan dengan hal tersebut, topik utama mengulas sejauh mana kesiapan pelaku usaha menghadapi kebijakan wajib sertifikasi halal, serta bagaimana usaha pemerintah dalam mendorong pelaku usaha yang belum bersertifikasi halal untuk segera mendapat sertifikat halal. Apa saja tantangan dan kendala dalam upaya seritifikasi halal. Selain itu, diulas juga bagaimana perusahaan memanfaatkan halal sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnisnya, hingga bagaimana komitmen perusahaan menjaga keberlangsungan produk halalnya.
Selain topik utama, kami juga menyajikan topik lain yang tak kalah menarik. Topik tersebut diantaranya survei tentang sikap konsumen terhadap kewajiban sertifikasi halal. Selain itu menarik disimak ulasan tentang Mengasah Inovasi Pemasaran Produk Halal. Topik berikutnya adalah tokoh dibalik Standar Halal dalam Sistem Sertifikasi Halal. Semoga bermanfaat.
Anang Ghozali Editor in Chief
PEMIMPIN UMUM
PEMIMPIN REDAKSI
REDAKTUR AHLI
Evrin Lutfika
Anang Ghozali
Prof. Irwandi Jaswir, M.Sc., Ph.D.v
Prof. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
Dr. Wahyu T. Setyobudi, MM., ATP., CPM.
Ir. Nur Wahid, M.Si Purwono, S.IP
REDAKTUR
Audia Ari Anidah
Mohammad Andika Priyandana Syauqi Ahmad
SEKRETARIS REDAKSI RISET
Tiara Aprilia Rizky
Fachruddin Putra Jaya
FOTOGRAFER DESAIN & LAYOUT
KEUANGAN IT
PEMASARAN
Tri Hadi Prayitno
Novia Putri Sari
Feby Sabrina Agisna Gusti Ainun
Dinda Yunita
Berlian Dwi Ayu
M. Risal Abdilah
Diterbitkan oleh IHATEC Publisher (PT Insan Halal Cendekia)
Alamat:
@HALALREVIEW_
HALAL REVIEW HALAL REVIEW
Bogor Icon Central Office Lt. 3, Bukit Cimanggu City, Jl. Sholeh Iskandar No.1, Cibadak, Tanah Sareal, Bogor 16168
+62811-1145-060 (Whatsapp)
E-Mail : publisher@ihatec.com ISSN 3032-1964
Majalah HALAL REVIEW mengulas tentang potensi halal dalam pengembangan bisnis di pasar Indonesia maupun pasar global, untuk memberikan informasi dan inspirasi bagi pembaca maupun pelaku bisnis dalam menangkap peluang potensi pasar halal dan terbit satu bulan sekali.
Majalah ini dapat diperbanyak sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan pendidikan dan non komersial lainnya dengan tetap mencantumkan sumbernya.
Penerapan wajib sertifikasi halal selain untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen muslim, juga untuk mempercepat kemajuan industri halal nasional. Tujuan dari kebijakan ini bisa segera terwujud bila ada kepatuhan dan kesadaran para pelaku usaha akan pentingnya sertifikasi halal.
Sikap Masyarakat
Terhadap Kewajiban
Sertifikasi Halal
Strategi BPJPH Meningkatkan Kesadaran
dan Kepatuhan Halal: Menyongsong Wajib Halal 2024
Tantangan Pelaku Usaha Menuju
Wajib Halal Oktober 2024
Memiliki 1.000 Outlet dalam
Tempo Singkat
Menjadikan Halal Sebagai
Etika Bisnis
Jawab Keraguan Atas Kehalalan
Masakan Cina
Siap Masuki Pasar Wajib
Sertifikasi Halal
HALAL STRATEGY
Mengasah Bilah Inovasi Pemasaran Produk Halal
ADVERTORIAL
Danone Komitmen Produksi Produk Halal, Dukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional
HALAL CORPORATE
Halal Sebagai Bagian Dari Strategi Bisnis Perusahaan
HALAL UPDATE
BSI International Expo 2024, Ajang Intensifkan Literasi Perbankan Syariah
Mulai Diterapkan Oktober 2024, ULBI Gelar Seminar Implementasi Sertifikasi Halal bagi Perusahaan Logistik
Universitas Muhammadiyah Makassar Gelar Halal Fest 2024: Pusat Wisata Kuliner dan Edukasi Halal
HALAL KNOWLEDGE HALAL KNOWLEDGE
Prosedur dan Persyaratan Sertifikasi Halal Di Indonesia
Peran Halal Center Membangun Ekosistem Halal di Indonesia
08 12 04 58 54
Lukmanul Hakim: Penggagas Standar Halal dalam Sistem Sertifikasi Halal
44
52 51 53
40
HALAL GLOBAL
Perkembangan Industri
Halal di Korea Selatan: Peluang dan Tantangan
48
HALAL LIFESTYLE
Jadikan Halal Sebagai Lifestyle Terkini
Lukmanul Hakim adalah salah satu tokoh yang berkontribusi besar dalam memajukan sertifikasi halal di Indonesia. Dialah yang menjadikan sertifikasi halal Indonesia diakui oleh internasional. Mantan direktur LPPOM MUI ini juga yang menggagas adanya Standar Sistem Jaminan Halal sehingga standar halal ini diadopsi oleh Lembaga Sertifikasi Halal di luar negeri.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia setelah Pakistan (World Population Review, 2024), memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan produk yang dikonsumsi oleh warganya sesuai dengan prinsipprinsip syariah yang dianut. Sertifikasi halal menjadi elemen krusial dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan konsumen Muslim.
Keberadaan sertifikat halal menunjukkan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka beli dan konsumsi sudah melalui proses yang sesuai dengan syariat Islam. Produk dengan sertifikat halal berarti juga memenuhi
standar kebersihan yang tinggi, yang tidak hanya memastikan kehalalan tetapi juga keamanan dari segi kesehatan. Kepemilikan sertifikat halal juga berarti mendukung praktik yang berkelanjutan dan melibatkan komunitas, yang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga tanggung jawab sosial.
Melalui wawancara eksklusif Halal Review dengan Dr. H. Lukmanul Hakim, M.Si, Staf Khusus Wakil Presiden RI dan Ketua MUI Bidang Ekonomi, kita akan mengungkap perjalanan panjang, tantangan, dan inovasi dalam ekosistem halal di Indonesia.
Sejarah dan Evolusi Sertifikasi Halal di Indonesia
Perjalanan menuju standar halal Indonesia yang diakui internasional adalah proses panjang yang penuh tantangan. Sertifikasi halal di Indonesia dimulai dengan misi yang jelas, yaitu memastikan bahwa produk yang dikonsumsi umat Islam sesuai dengan syariah yang dianut umat Islam di Indonesia. LPPOM MUI didirikan pada tahun 1989 untuk menjadi garda terdepan dalam memastikan kehalalan produk, yang kemudian menjadi Lembaga Sertifikasi Halal pertama di Indonesia dan menerbitkan sertifikat halal pertamanya pada tahun 1991.
Lukmanul menjelaskan, “Konsep awal yang ditetapkan oleh LPPOM MUI adalah sistem ketertelusuran, yang memastikan setiap bahan dan proses produksi dapat ditelusuri kehalalannya.” Beliau juga menambahkan, “Banyak pertanyaan yang muncul mengenai autentikasi produk, tetapi fokus kami tetap pada ketertelusuran untuk memastikan keamanan dan kehalalan produk secara menyeluruh.”
Tantangan awal yang dihadapi termasuk kurangnya pemahaman dan dukungan dari berbagai pihak. “Pada masa itu, banyak yang belum mengerti pentingnya sertifikasi halal, baik dari sisi produsen maupun konsumen. Kami harus
Lukmanul Hakim dalam Acara Launching Cerol versi 3.0 dan Halal bi Halal Perusahaan
Bersertifikat Halal MUI di Jakarta, 27 Juni 2019
bekerja keras untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mereka,” kata Lukmanul yang pernah menjabat sebagai Direktur LPPOM MUI periode 2009-2020.
Peran komisi fatwa sangat penting dalam menentukan keputusan halal. Komisi ini terdiri dari ulama yang memiliki otoritas tertinggi dalam menetapkan standar dan kebijakan halal. “Komisi fatwa berperan sebagai penjaga keaslian produk halal. Keputusan mereka berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang ketat,” tambah Lukmanul. Seiring waktu, sistem sertifikasi halal terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan produsen dengan memanfaatkan inovasi teknologi.
Tantangan dan Pencapaian dalam
Implementasi Sertifikasi Halal
Implementasi sertifikasi halal tidak berjalan
mulus tanpa hambatan. Salah satu tantangan terbesar adalah penolakan dari beberapa perusahaan besar yang awalnya skeptis terhadap nilai tambah dari sertifikasi halal. Lukmanul menceritakan, “Banyak perusahaan yang awalnya tidak terlalu menerima terhadap konsep halal karena mereka menganggap prosesnya mahal dan rumit.” Namun, dengan pendekatan yang persuasif dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan besar, LPPOM MUI berhasil mengatasi hambatan ini. “Kami berusaha meyakinkan mereka bahwa sertifikasi halal bukan hanya tentang memenuhi syarat keagamaan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen dan membuka pasar yang lebih luas,” kata Lukmanul.
Di sisi lain, bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), kewajiban untuk mendapatkan sertifikasi halal dapat menjadi beban yang cukup berat. Banyak dari mereka yang berjuang hanya untuk bertahan hidup, sehingga persyaratan tambahan ini bisa menjadi tantangan besar. “Sertifikasi halal memang penting, tetapi kita harus memastikan bahwa sistem ini adil dan tidak memberatkan UMKM,” ujar Lukmanul.
Lukmanul juga menyoroti pentingnya dukungan bagi UMKM dalam proses sertifikasi. “Kami perlu memberikan dukungan yang memadai bagi UMKM agar mereka bisa mematuhi regulasi halal tanpa merasa terbebani. Ini termasuk bantuan teknis, pelatihan, dan akses ke informasi yang relevan,” jelasnya.
Kolaborasi antara berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan usaha kecil dalam ekosistem halal. “Tidak hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta dan masyarakat harus berperan aktif dalam mendukung UMKM. Dengan kolaborasi yang baik, kita bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan UMKM,” tambah Lukmanul.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, sertifikasi halal Indonesia mulai mendapatkan pengakuan internasional. Ini adalah hasil dari usaha keras berbagai pihak yang bekerja tanpa lelah untuk memastikan standar yang diterapkan di Indonesia sesuai dengan standar internasional.
Stafsus Wapres Dr. Lukmanul Hakim bersama Kepala DEKS
Bank Indonesia M Anwar Bashori meresmikan pilot project
Model Bisnis pengembangan ekosistem halal di Pondok Pesantren Daryssyifa Al-Fitroh Yaspida Sukabumi 28 April 2021
Salah satu tonggak penting adalah ketika standar halal Indonesia diadopsi oleh beberapa negara lain. Lukmanul adalah salah satu pelopor dikeluarkannya buku-buku standar Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) yang pernah dijadikan standar bagi perusahan bersertifikat halal dan referensi bagi Lembaga Sertifikasi Halal luar negeri. “Pengakuan standar halal ini bukan hanya kebanggaan, tetapi juga tanggung jawab besar bagi kita untuk terus menjaga dan meningkatkan standar tersebut,” tambahnya
Kolaborasi dan Inovasi dalam Ekosistem Halal
Kolaborasi antara LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) dan komisi fatwa sangat penting dalam proses sertifikasi halal. LPPOM bertanggung jawab melakukan penelitian dan pemeriksaan, sementara komisi fatwa menetapkan keputusan halal berdasarkan hasil tersebut. “Kami menggabungkan aspek sains dan syariah dalam proses sertifikasi halal. Kolaborasi ini memastikan bahwa setiap aspek dari produk halal diperiksa dengan teliti dan sesuai dengan prinsip syariah,” kata Lukmanul.
Menjaga otoritas ulama dalam menetapkan keputusan halal adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan publik. “Keputusan halal harus berasal dari otoritas
yang memiliki pengetahuan mendalam tentang syariah. Ini penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan konsumen terhadap produk halal,” jelas Lukmanul.
Inovasi dalam sistem halal terus berkembang untuk menjawab tantangan modern. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi proses sertifikasi adalah salah satu contoh inovasi tersebut. Lukmanul adalah pencetus ide dari Sertifikasi Halal Online (CEROL SS23000) yang telah dioperasikan sejak tahun 2012 hingga sekarang dengan tujuan memudahkan perusahaan-perusahaan untuk mendaftar Sertifikasi Halal dengan secara cepat, transparan dan terukur. “Kami terus mencari cara untuk memanfaatkan teknologi dalam memperbaiki sistem sertifikasi halal. Ini termasuk penggunaan blockchain untuk ketertelusuran halal dan aplikasi pencarian produk halal untuk memudahkan akses informasi bagi konsumen,” tambah Lukmanul.
Evolusi sistem halal di Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat untuk memenuhi kebutuhan konsumen Muslim. “Proses berpikir dan inovasi kami selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah. Kami berusaha untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar yang kami pegang,” tutup Lukmanul. (Andika Priyandana)
Entah kenapa, buat saya, jalan-jalan mencari barang elektronik di toko tidak semenarik dulu. Mungkin karena shopping online di rumah memang lebih nyaman, tenang, dan tidak diburu-buru, atau karena serabut otot yang dibiasakan mager membuatnya enggan diajak berburu barang baru. Tapi nampaknya tidak buat istri saya. Belanja bukan sekedar mencari barang, namun lebih merupakan waktu me-time atau we-time yang ditunggu-tunggu. Beberapa waktu yang lalu, kita membutuhkan membeli rice cooker yang sudah masanya diganti. Petualangan di rimba elektronik pun dimulai. Sambil safari berbelanja, saya agak terkejut melihat kulkas yang berlabel halal. Baru tahu saya, ternyata barang seperti kulkas juga bisa mengadaptasi label halal. Dan dari bincang singkat dengan SPG, ternyata minat beli kulkas ini sangat besar salah satunya didorong oleh adanya label itu.
Mengadopsi label halal dalam produk elektronik merupakan salah satu inovasi halal yang cerdas. Ia ibarat pedang bermata dua, yang bilah pertamanya mengangkat preferensi konsumen Indonesia yang sebagian besar relijius, sementara bilah keduanya meletakkan standar baru bagi industri. Langkah yang baik, membirukan arena persaingan yang semakin hari makin merah. Disinilah inovasi label halal bisa menjadi game changer, atau order winner. Inovasi memang menjadi salah satu kunci sukses dalam persaingan di era baru, dimana disrupsi di mana-mana, mendorong dinamika bisnis menjadi sangat cepat dan terkadang membingungkan. Turbulensi, demikian kita menyebutnya.
Untuk menggambarkan inovasi seperti apa yang bisa kita lakukan, berikut saya menuangkannya dalam sebuah kerangka pikir sederhana. Menggunakan kerangka ini, kita bisa memahami cakupan inovasi yang mungkin bisa kita aplikasikan, atau mungkin sekedar mencari inspirasi, mengeksplorasi berbagai alternatif pengembangan yang mungkin disemaikan. Pada prinsipnya, terdapat 4 jenis inovasi yaitu inovasi produk, inovasi proses, inovasi pemasaran, dan inovasi berbasis keberlanjutan.
Bagian pertama yang paling dekat dan dengan mudah diperhatikan oleh konsumen adalah inovasi produk. Produk merupakan apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh konsumen, sehingga dampak inovasi biasanya langsung terasa pada peningkatan penjualan. Inovasi produk mencakup penambahan feature baru, atau sering disebut kebisaan produk. Feature seperti antibacteria pada AC, GPS tracker pada smartwatch , antiaging pada kosmetik, dan peningkatan imunitas pada obat herbal, itu semua mengarah pada penambahan kebisaan yang signifikan bagi konsumen. Selain itu, packaging juga bisa menjadi sumber inovasi. Mulai dari tingkat safety -nya, estetika, bahan pembuat packaging , serta penambahan label atau karakter tertentu untuk meningkatkan minat. Untuk melengkapi inovasi produk,
pemasar halal juga bisa menambahkan varian rasa atau jenis, misalkan menambah varian rasa kurma sebagai pelengkap rasa coklat, strawberry, atau vanila yang sudah ada.
Berikutnya tak kalah penting adalah inovasi proses, atau inovasi yang berkaitan dengan produksi produk yang kita hasilkan. Inovasi proses dapat meliputi inovasi pada material yang digunakan untuk produksi, rekayasa proses produksi sehingga mencapai efisiensi yang tinggi, serta inovasi pada kualitas, mendorong hingga level terbaik di industri. Inovasi material perlu dilakukan untuk mendapatkan material terbaik dengan harga yang paling kompetitif. Inovasi bisa juga diarahkan untuk mencari sourcing baru, atau dengan pola kontrak baru dengan provider saat ini. Selain itu, inovasi di sisi proses bisa juga diperkuat pada aspek-aspek detil dari produksi seperti misalkan, penataan gudang sehingga memudahkan akses ambil dan taruh, penggunaan ban berjalan agar flow produksi lebih mengalir, serta sistem kontrol kualitas bertahap untuk mengurangi produk gagal. Intinya penerapan perbaikan berkelanjutan dengan tujuan kualitas dan efisiensi proses produksi.
Selain produk dan proses, ada juga inovasi marketing. Jika ibarat kado, tentu bungkus kado menjadi salah satu komponen penting. Demikian
juga proses pemasaran yang meliputi channeling atau distribusi, komunikasi melalui berbagai media untuk menjangkau audien, inovasi layanan, serta inovasi di bidang penetapan harga. Sebagai contoh, dalam bidang komunikasi, saat ini channel live streaming media sosial sedang hangat-hangatnya. Kesempatan ini jangan disia-siakan. Pemasar dapat membuat berbagai challenge live streaming seusai kreativitas konsumen. Gaya komunikasi semacam ini akan menarik karena bersifat conversational, terbuka, dan mengakomodasi pendapat konsumen secara masif.
Terakhir namun tidak kalah pentingnya, inovasi juga bisa dilakukan pada aspek keberlanjutan, aspek jangka panjang yang menjamin keawetan perusahaan dalam menjalankan bisnis. Kita sadar benar bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, yang artinya keberadaanya memberikan manfaat bagi seluas-luasnya makhluk. Oleh karenanya,
dalam menjalankan bisnis, kita perlu berorientasi pada ESG (environment, social, dan governance). Memelihara lingkungan adalah wajib, dan dalam produksi tidak boleh mencemari lingkungan. Limbah berbahaya jangan dibuang sembarangan ke sungai, asap jangan dibiarkan dihembuskan ke udara tanpa proses pemurnian. Kemudian dalam merancang produk, perlu digunakan konsep D4E (design for environment) dimana sudah dipikirkan dampak produk pada lingkungan.
Demikianlah beberapa tipologi dan cakupan inovasi yang dapat dilakukan untuk mengasah bilah inovasi produk halal. Diharapkan, dengan mendorong inovasi produk, proses, marketing dan sustainability, pemasar produk halal mampu membedakan diri dalam persaingan, dan membangun keunggulan bersaing yang unik dan sulit ditiru pesaing. Salam sukses, berkah, dan pembaharu.
Danone Indonesia menjaga komitmen memproduksi produk-produk halal. Selain mendapatkan kepercayaan konsumen, langkah ini dilakukan sebagai bentuk dukungan Danone terhadap pembangunan ekosistem halal di Indonesia sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.
Pembangunan ekosistem halal di Indonesia memang sedang menjadi fokus pemerintah. Saat ini, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama melakukan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman, bahan pangan, serta produk hasil dan jasa penyembelihan paling lambat pada 17 Oktober 2024.
Kewajiban ini juga berlaku untuk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Para pelaku usaha UMKM diwajibkan memiliki sertifikat halal pada produknya, yang akan diberlakukan pada tahun 2026.
Upaya pemerintah membangun dan memperkuat ekosistem halal ini mendapat
dukungan kuat dari Danone Indonesia. Menurut Head of Regulatory Affairs Danone Indonesia Prima Sehan Putri, Indonesia memiliki potensi pengembangan ekosistem halal yang luar biasa.
“Potensi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan meningkatkan peran industri halal untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Prima.
Prima juga menjelaskan, Danone Indonesia menyadari sektor industri berperan penting dalam menghadirkan produk yang halal, karena permintaan produk makanan dan minuman halal yang terus meningkat. Hal ini juga seiring meningkatnya pemahaman masyarakat akan jaminan produk yang halal.
“Untuk itu, memastikan standarisasi halal dalam berbagai aspek seperti bahan baku, teknologi penunjang, fasilitas pendukung dan sumber daya manusia (SDM) industri menjadi hal yang penting,” katanya.
Danone turut berkontribusi dalam mendukung pembangunan ekosistem halal di Indonesia. Sejauh ini, Danone mengikuti seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia termasuk dalam aspek keamanan pangan melalui sertifikasi label BPOM dan kehalalan yakni sertifikasi Halal.
“Kami berkomitmen untuk menerapkan prinsip halal value chain dalam operasional bisnisnya. Dalam prinsip ini Perusahaan berusaha menerapkan sebuah ekosistem atau rantai
pasok halal yang mencakup beberapa sektor industri dari industri hulu sampai hilir bersama dengan stakeholders terkait seperti mitra maupun konsumen,” tutur Prima.
Dalam operasional bisnisnya, Danone Indonesia menerapkan aspek halal yang mencakup memastikan bahan baku yang digunakan berasal dari sumber yang terpercaya dan aman. Danone Indonesia juga memastikan bahwa fasilitas produksi meliputi peralatan, personel dan proses berada dalam kondisi bersih, terbebas dari kondisi haram atau najis dan dijalankan sesuai dengan peraturan dan syarat halal yang berlaku.
Berbagai upaya lain juga dilakukan Danone untuk membangun ekosistem halal. Di antaranya, melalui pemberdayaan kepada mitra usaha yang bekerja sama dengan LPH KHT (Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Khalalan Thayyiban) Muhammadiyah, melalui pembinaan UMKM untuk sertifikasi halal, pelatihan dan sertifikasi, serta uji kompetensi untuk pelaku UMKM sejumlah 256 pelaku usaha.
“Kami saat ini juga tengah mendukung sertifikasi halal bagi distributor dan mitra kami AQUA Home Service,” papar Prima.
Danone Indonesia juga secara aktif melakukan edukasi terhadap konsumen seputar gaya hidup halal yang mengusung nilai keberlanjutan dan hidup sehat. Adapun edukasi ini terus dilakukan tak terkecuali dalam bulan Ramadhan yang dianggap sebagai waktu yang tepat untuk dapat menyadari esensi pentingnya konsumsi produk yang halal maupun penerapan gaya hidup halal dalam keluarga.
Langkah dan komitmen membangun ekosistem halal di Indonesia juga membuat Danone Indonesia diganjar sejumlah penghargaan seperti Best Social Contribution on Halal Ecosystem oleh LPPOM AWARD 2023 hingga TOP HALAL AWARD oleh Indonesia Halal Training & Education Center (IHATEC) untuk merek mereka, SGM Eksplor.
“Kami percaya bahwa inisiatif Danone Indonesia memiliki dampak positif terhadap industri halal di Indonesia. Dengan memperoleh sertifikasi halal dan menjaga standar kehalalan produk-produknya, Danone Indonesia memberikan kepercayaan kepada konsumen muslim bahwa produk mereka
dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini juga mendorong perusahaan lain untuk lebih fokus pada kehalalan produk mereka, yang pada gilirannya dapat memperkuat industri halal secara keseluruhan,” kata Prima.
Tak hanya fokus pada pembangunan ekosistem halal, Danone Indonesia juga melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satunya, melalui gerakan sosial untuk mencegah stunting dengan hashtag #BERSAMACEGAHSTUNTING. Gerakan ini berfokus pada tiga pilar, di antaranya pola makan, pola asuh, dan sanitasi, sebagai berikut:
a. Pola Makan
Komitmen untuk membangun kebiasaan makan sehat dan gizi seimbang di kalangan ibu, anak dan masyarakat melalui:
1. Sejumlah program terkait edukasi pola makan di antaranya: Isi Piringku, Warung Anak Sehat (WAS), Ayo Minum Air (AMIR).
2. Inovasi produk dari ibu hamil hingga anakanak.
b. Pola Asuh
Danone Indonesia berkomitmen untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya penerapan pola asuh yang tepat untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Hal ini dilakukan melalui pendidikan bagi orang tua, guru PAUD dan remaja.
c. Sanitasi
Berkomitmen untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi bagi stunting melalui pembangunan infrastruktur melalui program Water Access Sanitation and Hygiene (WASH), penguatan kapasitas kader dan menggalakkan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
Sebentar lagi kebijakan wajib halal akan berlaku, tepatnya pada Oktober 2024. Terkait dengan kebijakan ini, IHATEC Marketing Research telah melakukan survei tentang sikap masyarakat terhadap adanya kebijakan ini.
Seperti apa hasil surveinya, menarik disimak dalam tulisan ini.
Indonesia, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, menjadikan kehalalan sebagai aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya logo halal pada suatu produk, menunjukkan bahwa produk tersebut telah terjamin kehalalannya. Untuk dapat mencantumkan logo halal pada kemasan, tentu produk tersebut harus melewati proses sertifikasi halal dan memenuhi ketentuan halal. Produk yang telah memenuhi persyaratan halal akan dinyatakan sebagai produk yang terjamin kehalalannya dan berhak mencantumkan logo halal.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memiliki peran utama dalam mengatur regulasi kehalalan di Indonesia. Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) menetapkan bahwa semua produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Proses implementasi ini dilakukan secara bertahap. Tahap pertama memiliki batas waktu hingga 17 Oktober 2024. Artinya, seluruh produk halal, yang termasuk ke dalam tahap pertama, wajib tersertifikasi halal pada 18 Oktober 2024. Informasi ini juga diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Produk yang masuk pada tahap pertama kewajiban sertifikasi halal yaitu:
1. Produk makanan dan minuman,
2. Bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, dan
3. Produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan
Regulasi mengenai kewajiban sertifikasi produk halal ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk halal yang beredar telah memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan sehingga keamanan konsumen untuk mendapatkan produk halal dapat terjamin. Berdasarkan keterangan BPJPH, penerapan kewajiban sertifikasi halal yang dimulai pada 18 Oktober 2024 merupakan langkah penting untuk mendukung cita-cita Indonesia sebagai pusat industri produk halal dunia. Kewajiban ini berlaku untuk semua skala usaha, baik besar, menengah, maupun kecil. Namun, pemerintah telah memutuskan untuk menunda penerapan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman dari usaha mikro dan kecil (UMK) hingga Oktober 2026.
Sehubungan dengan dekatnya pemberlakuan kebijakan wajib halal, IHATEC Marketing Research tertarik melakukan survei untuk menggali pandangan dan sikap masyarakat terhadap regulasi kewajiban produk halal. Survei ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2024 kepada lebih dari 450 responden di 4 kota besar Indonesia: Jabodetabek, Surabaya, Medan, dan Makassar. Tujuan survei ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kesadaran masyarakat mengenai regulasi kewajiban produk halal, dan untuk mengetahui tingkat kesetujuan mereka terhadap regulasi tersebut. IHATEC Marketing Research juga tertarik untuk mengetahui pendapat masyarakat mengenai produk mana saja yang menurut mereka harus disertifikasi halal.
Dari seluruh responden, separuhnya (51%) mengaku telah mengetahui adanya regulasi tentang kewajiban produk halal. Mayoritas dari mereka memperoleh informasi ini melalui internet atau mesin pencari Google. Selain itu, media sosial dan berita online maupun offline juga berperan penting sebagai sumber informasi mengenai regulasi ini. Dilihat dari persentase yang cukup tinggi yaitu 27,4% untuk media sosial dan 15,5% untuk berita online/offline. Meskipun demikian, ternyata masih ada sebagian besar responden yang belum mengetahui regulasi ini. Diharapkan menjelang batas waktu penerapan kewajiban sertifikasi halal pada 17 Oktober 2024, informasi terkait regulasi ini dapat tersebar lebih luas lagi sehingga lebih banyak masyarakat yang mendapatkan pengetahuan mengenai hal ini.
Kemudian, dalam survei ini ditanyakan juga terkait tingkat kesetujuan masyarakat terhadap adanya regulasi kewajiban produk halal. Hasil survei menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari masyarakat terhadap adanya regulasi kewajiban produk halal. Sebesar 90% responden menyatakan setuju dan sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya kehalalan produk. Oleh karena itu, regulasi ini penting untuk menjamin keamanan konsumen dalam mendapatkan produk halal yang mereka beli.
Mayoritas masyarakat menyatakan setuju dan sangat setuju terhadap kewajiban sertifikasi halal untuk berbagai kategori produk. Dengan total persentase (dari pernyataan setuju dan sangat setuju) tertinggi mencapai 98,0% untuk kategori produk makanan & minuman serta restoran/ cafe . Produk obat-obatan dan multivitamin juga mendapat tingkat persetujuan yang tinggi sebesar 97,8%. Kemudian diikuti oleh produk kosmetik (95,2 %), toiletries (85,8%), dan terakhir produk pakaian/fashion (81,0%).
Hasil ini mencerminkan dukungan yang kuat dari masyarakat terhadap regulasi kewajiban sertifikasi halal. Masyarakat sadar akan pentingnya memastikan kehalalan dari produk yang mereka konsumsi dan gunakan setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat melihat regulasi kewajiban halal sebagai langkah penting untuk menjamin bahwa produk halal yang beredar terbebas dari bahan yang tidak sesuai dengan prinsip halal.
Apabila dilihat dari jawaban yang menyatakan ketidaksetujuan responden terhadap regulasi tersebut, persentase tertinggi dari gabungan pernyataan tidak setuju dan sangat tidak setuju terdapat pada kategori produk pakaian/ fashion (2,0%) diikuti dengan produk toiletries (1,8%). Hal ini mungkin disebabkan karena kedua jenis produk tersebut tidak secara langsung dikonsumsi sehingga beberapa responden melihat urgensi kehalalan produk tersebut tidak sebesar produk yang dikonsumsi langsung seperti makanan dan minuman. Kedua kategori produk tersebut tidak termasuk ke dalam tahap pertama penerapan kewajiban sertifikasi produk halal. Penahapan terkait kewajiban sertifikasi produk halal untuk barang gunaan yang dipakai seperti kategori sandang, penutup kepala, dan aksesoris sampai dengan 17 Oktober 2026. Begitu pula untuk kategori produk kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik juga sampai 17 Oktober 2026. (Audia Ari)
Penerapan wajib sertifikasi halal selain untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen muslim, juga untuk mempercepat kemajuan industri halal nasional. Tujuan dari kebijakan ini bisa segera terwujud bila ada kepatuhan dan kesadaran para pelaku usaha akan pentingnya sertifikasi halal.
Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas muslim yang diajarkan dalam agamanya tentang halal dan haram sebagai pedoman untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan kenyamanan bagi warganya melalui penyediaan produkproduk yang halal. Ini bisa terwujud jika para pelaku usaha berkomitmen untuk menghasilkan atau memproduksi produk yang halal.
Keseriusan pemerintah dalam menyediakan produk-produk halal dilakukan dengan menerbitkan UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal/JPH, yaitu semua produk yang masuk, beredar, dan diperjualbelikan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Selain itu pemerintah juga membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berperan penting dalam memastikan produk-produk yang beredar memenuhi standar halal yang ketat. BPJPH bertanggung jawab untuk mengatur, mengawasi, dan memfasilitasi proses sertifikasi halal di Indonesia.
Melalui UU itu pemerintah secara tidak langsung meminta para pelaku usaha agar melakukan sertifikasi halal untuk produkproduk yang dihasilkannya. Sertifikasi halal ini sifatnya mandatory, sehingga pelaku usaha
wajib melakukan sertifikasi untuk produk yang dipasarkan ke konsumen. Penerapan kewajiban sertifikasi halal dilakukan secara bertahap, tahap 1 telah dimulai pada 17 Oktober 2019 dan akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta hasil sembelihan dan jasa sembelihan, menjadi produk/jasa yang wajib disertifikasi halal pada tahap 1. Sehingga seluruh produk tersebut wajib bersertifikat halal paling lambat pada 17 Oktober 2024.
Kesiapan Pelaku Usaha Terhadap Wajib
Sertifikasi Halal 2024
Lalu bagaimana kesiapan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban sertifikasi halal, terlebih untuk tahun 2024 ini. Kebanyakan pelaku usaha atau perusahaan untuk skala menengah besar sudah dapat memenuhi kewajiban ini. Bahkan mereka ini jauh sebelum tenggat waktu penerapan kewajiban sertifikasi halal telah melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk yang dipasarkan ke konsumen. Saat ini bagi perusahan menengah dan besar halal sudah bukan lagi sebagai compliance untuk memenuhi anjuran pemerintah, tapi ada kesadaran kuat di mereka bahwa halal sudah dijadikan sebagai bagian dari strategi pemasaran, baik untuk meningkatkan brand image maupun untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen. Selain itu, Halal juga sudah dijadikan keunggulan bersaing di pasar global.
Meski demikian, masih ada juga pelaku usaha di skala menegah besar yang hingga pertengahan 2024 ini belum melakukan sertifikasi halal, terutama di restoran dalam hotel, restoran di luar hotel, tempat penyembelihan dan industri lainnya. Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan sertifikasi halal hingga sampai lewat bulan Oktober 2024, BPJPH akan memberikan peringatan untuk segera melakukan sertifikasi halal dalam jangka waktu tertentu. Bila peringatan ini tidak dipatuhi, maka pelaku usaha tersebut bisa diberi sanksi.
Memang tidak mudah menerapkan kebijakan wajib sertifikasi halal, karena setiap industri memiliki karakterisik sendiri dan mata rantai yang berbeda di setiap industri. Di industri makanan dan minuman misalnya, di industri ini melibatkan mata rantai baik lokal maupun luar negeri. Menurut Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan antar Lembaga, Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), terdapat dua tantangan dalam proses sertifikasi produk makanan dan minuman, yaitu pertama, bahan baku impor dan kedua, persoalan jasa logistik (distribusi dan penyimpanan).
Sementara itu, di kelompok usaha skala kecil dan mikro sebagian besar pelaku usaha di skala ini belum melakukan sertifikasi halal. Sehingga penerapan kewajiban sertifikasi halal pada pelaku usaha skala kecil mikro ditunda hingga tahun 2026 mendatang. Kurangnya kesadaran pelaku usaha mikro kecil tentang pentingnya sertifkasi halal, persepsi mereka bahwa mengurus sertifikat itu rumit dan mahal serta jumlah usaha mikro kecil yang begitu banyak adalah penyebab masih kecilnya jumlah pelaku usaha mikro kecil yang melakukan sertifikasi halal untuk produknya. Ini tentunya menjadi tantangan sendiri bagi BPJPH untuk memberikan edukasi dan pemahaman agar pelaku usaha ini mau melakukan sertifikasi halal.
Kesadaran akan Pentingnya Sertifikasi Halal
Sebenarnya kewajiban sertifikasi halal tidak hanya merupakan kepentingan bagi pemerintah saja, tetapi juga merupakan kepentingan bagi pelaku usaha. Melalui kewajiban sertifikasi
halal pemerintah ingin industri halal nasional dapat berkembang lebih cepat lagi sehingga kedepannya dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan ekonomi nasional. Selain itu juga produk-produk yang halal akan mendorong peningkatan ekspor terutama ekspor ke negara-negara Islam. Pasar halal nasional bergerak lebih cepat dan ekspor semakin meningkat tentunya akan berdampak juga pada keberlangsungan bisnis pelaku usaha.
Keberhasilan penerapan kebijakan wajib sertifikasi halal tergantung pada keseriusan pemerintah dalam melaksanakan kewajiban ini dan adanya kesadaran pelaku usaha tentang pentingnya sertifikasi halal. Bagi perusahaan yang sadar akan penting serifikasi halal, banyak di antara merek ini menggunakan halal tidak saja untuk memenuhi kewajiban dari pemerintah, tapi halal sudah dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan atau merupakan investasi untuk keberlangsungan bisnisnya.
Abuba Steak adalah restoran steak yang cukup populer bagi konsumen penggemar steak. Restoran ini sudah mendapatkan sertikat halal sejak tahun 2020. Bagi Abuba Steak, sebagaimana dikatakan oleh Rizal Baydillah, SH.I, MH, Manager HRD dan Pembina/Pengawas ISO & HAS PT ABUBA, keberadaan sertifikasi halal merupakan wujud etika bisnis bagi para pelaku industri yang harus dipenuhi dan sebagai tanda perusahaan menjaga komitmen, dan kenyamaan terbaik bagi konsumennya. Pelanggan Abuba tidak saja dari konsumen muslim, tapi juga dari konsumen non muslim. Mereka yang non muslim ini merasa aman dengan adanya jaminan halal restoran Abuba.
Hal yang sama juga dengan Es Teh Indonesia, mendapatkan sertifikat halal adalah komitmen perusahaan yang mengutamakan prinsip kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Es Teh Indonesia mendapatkan sertifikasi halal tahun 2023. Sertifikat halal ini akan dijadikan sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnisnya.
Sementara itu menurut Anita Setiyowati, Marketing Manager Hanamasa, dengan menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip halal, Hanamasa dapat meningkatkan reputasinya di mata publik. Jadi sertifikasi halal bukan sekedar mengikuti kebijakan saja, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang yang membawa manfaat berkelanjutan bagi roda bisnis perusahaan.
H. Muhammad Aqil Irham, M.Si
Bulan Oktober 2024
adalah tenggat waktu diberlakukannya kebijakan wajib halal. Tentunya tidaklah mudah menerapkan kebijakan ini. Lalu bagaimana
BPJPH menghadapi tantangan yang ada dan bagaimana pula strategi
BPJPH agar proses sertifikasi halal berjalan lancar dan efisien.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian pemerintah terhadap sertifikasi halal di Indonesia semakin meningkat. Di balik upaya ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memegang peran penting dalam memastikan produk-produk yang beredar memenuhi standar halal yang ketat. BPJPH bertanggung jawab untuk mengatur, mengawasi, dan memfasilitasi proses sertifikasi halal di Indonesia. Sebagai lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik
Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dan Kepala
Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, dalam pembukaan Rakornas Pembinaan LP3H yang dilaksanakan di Jakarta, 6-8 Juni 2024
Indonesia, BPJPH memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan, memberikan sertifikasi halal, serta melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang beredar.
Penerapan wajib halal akan diberlakukan pada Oktober 2024, sebuah kebijakan yang menuntut semua produk makanan dan minuman memiliki sertifikasi halal. Tantangan BPJPH dalam pemberlakuan wajib halal ini tidaklah ringan. Mereka harus memastikan bahwa jutaan produk di pasar telah memenuhi standar halal dalam waktu yang relatif singkat. BPJPH juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mempercepat proses sertifikasi dan memastikan bahwa semua produk yang beredar telah memenuhi standar halal.
Dalam wawancara eksklusif dengan Muhammad Aqil Irham, Kepala BPJPH, kami mendalami tantangan dan strategi dalam mengimplementasikan sistem jaminan halal di Indonesia.
Peran Strategis BPJPH dalam Mengawal Kepatuhan Halal
Muhammad Aqil Irham menjelaskan bahwa BPJPH memiliki peran strategis dalam mengawal kepatuhan halal di Indonesia. Salah satu fokus utama BPJPH adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha. “BPJPH itu melayani kliennya untuk daftar. BPJPH jemput bola, tidak menunggu pelaku usaha datang, tetapi kami yang mendekati mereka,” kata Aqil. Ia menekankan pentingnya pendekatan proaktif dalam mendorong pelaku usaha untuk mendaftarkan produk mereka. Menurutnya, BPJPH tidak sekedar berpangku tangan, tetapi juga aktif menjangkau mereka.
Sebagai contoh, BPJPH mendekati pelaku usaha untuk memberikan informasi mengenai proses sertifikasi halal. “BPJPH mendekati pelaku usaha, terutama UMKM, dengan memberikan informasi dan bantuan langsung mengenai
proses sertifikasi halal,” jelas Aqil. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pelaku usaha mendapatkan akses yang sama terhadap informasi dan fasilitas sertifikasi halal.
BPJPH juga bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya para pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri, untuk mempercepat proses sertifikasi. “Kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mempercepat proses sertifikasi,” tambah Aqil. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi kendala administratif dan mempercepat proses sertifikasi, sehingga lebih banyak produk yang dapat memenuhi standar halal.
Tantangan dan Kendala dalam Sertifikasi Halal
Meskipun BPJPH telah melakukan berbagai upaya, proses sertifikasi halal masih menghadapi berbagai tantangan. Aqil Irham mengakui bahwa persepsi pelaku usaha kecil dan mikro menjadi salah satu kendala utama. Banyak pelaku usaha yang masih menganggap proses sertifikasi halal rumit, lama, dan mahal. “Mungkin bayangannya dihantui oleh persoalan perizinan yang rumit, lama, dan mahal,” ungkapnya.
Selain itu, Aqil juga menyoroti kurangnya kesadaran di kalangan pelaku usaha mikro kecil tentang pentingnya sertifikasi halal. Menurutnya, banyak pelaku usaha kecil merasa produk mereka sudah halal tanpa perlu sertifikasi resmi. “Yang mikro kecil seringkali menganggap bahwa produk mereka sudah halal tanpa perlu sertifikasi,” jelas Aqil. Sebagai contoh, Aqil menjelaskan bahwa banyak pelaku usaha mikro yang merasa produk mereka sudah halal karena bahan bakunya adalah bahan yang dianggap halal oleh masyarakat. “Pelaku usaha mikro seringkali merasa bahwa produk mereka sudah halal karena menggunakan bahan baku yang dianggap halal oleh masyarakat,” ujarnya. Namun, tanpa sertifikasi resmi, kehalalan produk tersebut tidak dapat dijamin sepenuhnya.
BPJPH terus berupaya untuk mengubah persepsi ini melalui literasi dan edukasi yang intensif. “Kami berupaya meningkatkan literasi dan edukasi kepada pelaku usaha tentang
pentingnya sertifikasi halal,” kata Aqil. Salah satu caranya adalah dengan memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai proses sertifikasi dan manfaatnya.
Inisiatif dan Program untuk Meningkatkan Standar Halal Indonesia
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BPJPH telah merancang berbagai inisiatif dan program untuk meningkatkan standar halal di Indonesia. Salah satu inisiatif utama adalah kolaborasi dengan berbagai pihak dan partisipasi dalam ajang internasional. Aqil menjelaskan bahwa BPJPH berusaha menunjukkan kemampuan industri halal Indonesia di kancah global. “Kita ingin tunjukkan kepada dunia bahwa produk halal Indonesia memiliki kualitas tinggi,” katanya.
Selain itu, BPJPH juga berfokus pada peningkatan standar halal di sektor makanan, fesyen, dan lainnya. Aqil menargetkan agar Indonesia bisa menjadi pemimpin global dalam industri halal. “Kami menargetkan Indonesia menjadi pemimpin global dalam industri halal,” tegasnya. Ia juga menyebutkan bahwa partisipasi dalam ajang internasional seperti Paris Fashion Week dan London Fashion Week adalah bagian dari strategi BPJPH untuk mengangkat citra halal Indonesia.
BPJPH juga berfokus pada penguatan sinergi dengan lembaga lain. “Kami menguatkan sinergi dengan lembaga lain untuk mempercepat dan mempermudah proses sertifikasi halal,” tambah Aqil. Hal ini mencakup kerja sama dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah, serta para pemangku kepentingan sertifikasi halal di berbagai daerah untuk memastikan proses sertifikasi berjalan lancar dan efisien.
Dalam wawancara ini, terlihat jelas bagaimana BPJPH di bawah kepemimpinan Muhammad Aqil Irham berusaha keras untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan halal di Indonesia. Melalui berbagai strategi dan inisiatif, BPJPH terus bekerja untuk memastikan bahwa produk halal dapat diakses oleh masyarakat luas dan menjadi standar dalam industri. (Andika Priyandana)
Indonesia tengah bersiap dalam pemberlakukan kewajiban halal pada Oktober 2024. Namun kendala masih ditemui para pelaku usaha dalam pengurusan sertifikasi halal produknya. Lantas bagaimana strategi yang perlu dilakukan agar
Wajib Halal Oktober (WHO) 2024 nanti dapat terlaksana?
Wajib Halal Oktober (WHO) 2024
Sejak diundangkan pertama kali, kewajiban sertifikasi halal yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal, akan mulai diberlakukan pada Oktober 2024. Pasal 4 dalam UU JPH tersebut menyebutkan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Maknanya jika masih terdapat produk yang belum bersertifikat halal bisa terkena sanksi.
Penerapan kewajiban sertifikasi halal dilakukan secara bertahap, tahap 1 telah dimulai pada 17 Oktober 2019 dan akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan
bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta hasil sembelihan dan jasa sembelihan, menjadi produk/jasa yang wajib disertifikasi halal pada tahap 1. Sehingga seluruh produk tersebut wajib bersertifikat halal paling lambat pada 17 Oktober 2024. WHO 2024 diusung pemerintah sebagai program yang digencarkan menyambut kewajiban sertifikasi halal pada Oktober 2024 mendatang.
Namun hingga
saat ini masih banyak produk yang belum disertifikasi halal. Hingga Mei 2024, BPJPH sebagai lembaga yang memberikan sertifikasi halal telah mengeluarkan sertifikat halal untuk 4,4 juta produk. Jumlah tersebut masih jauh dari yang ditargetkan yaitu 10 juta sertifikat halal pada tahun 2024. Pemerintah nampaknya membaca kondisi tersebut dan memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan-minuman skala UMK menjadi Oktober 2026. Sementara bagi industri menengah dan besar kewajiban tetap berlaku.
Tantangan Rantai Proses Sertifikasi Halal
Makanan & Minuman di Indonesia
Industri makanan dan minuman di Indonesia merupakan industri dengan pangsa pasar yang besar. Industri ini menjadi bagian penopang
pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 53,18% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023. Didukung pola konsumsi masyarakat Indonesia yang membelanjakan >51% kebutuhannya untuk produk pangan, dan sepertiganya merupakan produk pangan olahan.
Ditinjau dari berbagai aspek, seperti jumlah pelaku usaha, jumlah tenaga kerja, hingga nilai penjualan dan total investasi, sektor industri makanan & minuman merupakan sektor yang penting bagi perekonomian. “Nilai penjualan produk makanan minuman olahan di Indonesia sudah lebih dari Rp2000 triliun setahun, ini artinya sudah seukuran APBN Indonesia”, ungkap Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan antar Lembaga, Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) pada acara Focus Group Discussion (FGD) “Menuju Pemberlakuan Wajib Halal 2024” yang diselenggarakan oleh IHATEC Publisher pada 4 Juli 2024 secara daring. Tak heran industri makanan dan minuman atau yang familiar disebut industri mamin, menjadi industri yang penting untuk penerapan sertifikasi halal. Jumlah konsumen muslim yang mencapai 87% di Indonesia pun menguatkan hal tersebut.
Namun terdapat beberapa tantangan dalam penerapan kewajiban sertifikasi halal pada industri ini. Tantangan ini berasal dari karakteristik industri mamin yang melibatkan mata rantai dari dalam dan luar negeri. Terdapat dua tantangan dalam proses sertifikasi produk mamin, pertama;
bahan baku impor dan kedua; persoalan jasa logistik (distribusi dan penyimpanan).
RSHLN Pada Bahan Baku Impor
Industri mamin memproduksi dua jenis produk berdasarkan asal tempat produksinya, yaitu produk lokal dan produk impor. Pada produk mamin lokal penggunaan bahan bakunya bisa 100% berasal dari lokal, atau ada tambahan bahan impor. Adapun produk mamin impor didatangkan langsung berupa produk jadi dari luar negeri.
Pada produk mamin lokal sertifikasi halal diwajibkan untuk semua bahan yang digunakan dalam produksi baik itu bahan baku, BTP, hingga bahan penolong, juga pada produk akhirnya. Proses sertifikasi halal untuk bahan/produk lokal dilakukan melalui BPJPH.
Produk impor (produk jadi, bahan baku, BTP, bahan penolong) diperbolehkan jika memiliki sertifikat halal dari Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) setempat dengan syarat telah memiliki perjanjian pengakuan bersama atau mutual recognition agreement dengan BPJPH. Namun sertifikat halal luar negeri (SHLN) tersebut tetap perlu dilakukan registrasi di BPJPH, prosesnya dikenal dengan registrasi SHLN (RSHLN). Proses RSHLN inilah yang dinilai sebagai tantangan dan perlu disimplifikasi.
Jika LHLN di negara importir belum memiliki MRA dengan BPJPH, maka sertifikasinya dilakukan oleh LPH asal Indonesia.
Saat ini baru terdapat 37 LHLN dari 17 negara yang telah memiliki MRA dengan BPJPH.
Jumlah tersebut masih perlu untuk ditingkatkan mengingat industri mamin Indonesia yang sangat besar. Seperti diutarakan kembali oleh Rachmat Hidayat, “Harapan kita jumlah LHLN terus ditingkatkan. Karena Indonesia, paling tidak industri makanan dan minumannya adalah bagian dari global value chain, kita itu terhubung dengan ekonomi dunia baik itu bahan baku atau tujuan ekspor, kita sudah ada dalam sistem itu”.
Selain proses RSHN, pelaku usaha juga menyoroti sertifikasi terhadap produk impor yang berupa bahan baku. “Kalau produknya bahan baku itu akan jadi problem juga bagi kita kalau dia dipakai oleh banyak pelaku usaha dalam negeri. Akan terjadi registrasi halal berkali-kali untuk produk yang sama dari produsen yang sama, tentu akan menjadi tidak efisien secara waktu maupun biaya. Dan juga akan menjadi proses yang redundant karena produk akhirnya juga wajib disertifikasi halal”, terang Rachmat.
Menyiasati hal tersebut pelaku usaha mamin mengharapkan produk impor berupa bahan baku, hanya melakukan RSHLN 1x untuk produk yang sama dari supplier yang sama, serta tidak diwajibkan mencantumkan label halal Indonesia. Produk impor yang telah mendapatkan RSHLN ditampilkan di website BPJPH sehingga pelaku usaha yang akan menggunakan bahan tersebut tidak perlu melakukan RSHLN kembali. Harapan tersebut disampaikan Rachmat pada kesempatan yang sama, “Pengakuan LHLN telah ada serangkaian evaluasi sehingga bisa diakui sertifikat halalnya oleh BPJPH, jadi ini juga akan memangkas waktu dan kompleksitas dari pekerjaan pemerintah sendiri”.
Jasa Logistik Produk Makanan & Minuman
Wajib Halal Oktober 2024, selain menyasar produk mamin, juga jasa yang bersangkutan dengan produk mamin seperti jasa pengemasan dan jasa logistik. Jasa logisik mencakup seluruh proses yang di dalamnya terdiri dari pengangkutan (distribusi) hingga penampungan/penyimpanan. Dengan kompleksitas dalam jasa distribusi produk mamin baik lokal maupun impor, tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam memenuhi kewajiban halal.
Tantangan untuk jasa logistik diantaranya; 1) belum ada guideline yang dikeluarkan dari BPJPH terkait proses sertifikasi jasa logistik, terutama
jasa distribusi (transporter, trucking, cargo, dll) dan jasa penyimpanan (Gudang distribution center, Gudang retail, dll); 2) ruang lingkup jasa distribusi yang sangat luas, mulai dari hulu pengiriman bahan baku, hingga di hilir pengiriman produk jadi ke konsumen; 3) belum meratanya kesadaran wajib sertifikasi halal di pelaku usaha jasa logistik.
Tenggat waktu yang kurang dari setahun jelang kewajiban halal, membuat pelaku usaha menghendaki adanya efisiensi penerapan khususnya di jasa logistik produk mamin. Bukan tanpa alasan banyaknya titik pada rantai pasok industri mamin menyebabkan banyaknya pula keterlibatan jasa distribusi dan jasa penyimpanan. Jika sertifikasi halal diwajibkan pada semua titik tersebut tentunya akan berdampak pada upaya dan biaya yang tidak sedikit di tengah waktu yang terbatas.
Pelaku usaha mengharapkan dukungan pemerintah dalam bentuk pengecualian kewajiban sertifikasi halal untuk jasa distribusi dan jasa penyimpanan pangan olahan dan pangan segar yang bukan berasal dari hewan. Usulan tersebut dilandasi 3 hal:
Pertama , produk pangan olahan sudah dikemas dengan menggunakan kemasan primer, sekunder, dan/atau tersier untuk menghindari kontaminasi silang.
Kedua, pemeriksaan kelayakan dan kebersihan jasa transportasi dan penyimpanan telah masuk ke dalam aktivitas kritis SJPH.
Ketiga , Dalam implementasi SPJH pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat dan alat proses produk halal dengan lokasi tempat dan alat proses produk tidak halal. Dalam hal ini proses produk tidak halal yang dimaksud adalah proses produksi yang menggunakan bahan berasal dari babi dan/atau turunannya.
Suksesnya penerapan kewajiban halal pada Oktober 2024 nanti, tentu melibatkan semua pihak mulai dari pemerintah, pelaku usaha, serta masyarakat. Kendala dan tantangan yang dihadapi pelaku usaha khususnya sektor makanan dan minuman perlu dicermati bersama, hingga mampu mengakomodir kebutuhan semua pihak. Kerja cerdas dan efisien perlu diinisiasi oleh pemerintah selaku regulator halal, agar tenggat waktu yang tersedia mampu mengatasi kendala dan tantangan yang ada. (Anidah)
Meski hanya berupa minuman es teh, namun minuman yang dipasarkan oleh Es Teh Indonesia ini ternyata banyak disukai konsumen. Selain karena kualitas produk dan inovasi varian produknya, kekuatan lain dari merek ini adalah komitmennya terhadap produk Halal. Es Teh Indonesia terus berkembang dan telah siap menghadapi wajib halal tahun ini.
Haidhar Wurjanto, Chief Executive Officer Es Teh Indonesia
Foto: Istimewa
Minuman teh merupakan salah satu minuman yang digemari oleh banyak masyarakat Indonesia. Minuman ini selalu ada di hampir rumah tangga maupun di warung makan hingga restoran. Di warung makan atau restoran, minuman teh disajikan sebagai minuman hangat atau dingin atau di banyak menu tertulis es teh. Boleh dikata, minuman teh memiliki potensi pasar yang besar di Indonesia.
Besarnya potensi pasar minuman teh telah memunculkan banyak perusahaan yang mengadu omset di bisnis ini. Saat ini minuman teh yang beredar di pasar disajikan dengan berbagai bentuk kemasan dan inovasi varian produk. Salah satu perusahaan yang turut mengais omset di bisnis minuman teh adalah PT Esteh Indonesia Makmur dengan mengusung Es Teh Indonesia sebagai mereknya Es Teh Indonesia merupakan salah satu bisnis minuman kekinian yang sudah populer di Indonesia.
Berdiri sejak September 2018, cerita awal bisnis minuman Es Teh Indonesia dimulai dari kesepakatan empat orang sahabat yakni Haidhar Hibatullah Wurjanto, Dihya Nur Rifqy, Aussie Andry, Edwin Widy. Menurut cerita Haidhar, masing-masing di antara mereka patungan 2 juta rupiah untuk berjualan es teh gerobak di Kemang Village.
“Bener-bener satu gerobak yang hanya jualan es teh di pameran dengan modal 8 juta kami berempat Co Founder masing-masing 2 juta,” ujar Haidar.
Acara Penyerahan Sertifikat Halal dan Logo Halal di Es Teh Indonesia
Kesan pertama dari usaha yang dijalankan Haidar bersama tiga teman lainnya tersebut ternyata sangat baik karena mendapatkan respon positif dari pasar. “ Pas kita bikin konsep yang bagus dengan gerobak Rp 8 juta ini ternyata malah ramai saat di pameran tersebut,” kenang Haidar.
Haidar sendiri tidak terkejut, karena berkat pengalamannya di dunia FnB selama 13 tahun lebih, ia mendapati jika minuman es teh jadi minuman favorit konsumen Indonesia ke 2 setelah air putih. Termasuk fakta di lapangan bahwa minuman teh selalu menduduki posisi Top Five 5 Sales meski di restoran kopi atau minuman lainnya.
“Jadi ada modal lain selain patungan uang tadi itu, ada juga pengalaman di dunia FnB dan hasil riset lapangan yang menunjang tekad kami untuk membuka bisnis Es Teh Indonesia,” sebutnya.
Dari situ setelah membuktikan jualan es teh di Kemang Village bagus dan meninggalkan kesan yang baik, pelan-pelan usaha minuman Haidar ini mulai melakukan ekspansi dari membuka satu dan dua outlet hingga kini tercatat ada 1.000 outlet yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia pasca menerapkan konsep kemitraan di tengah banyaknya minat dan permintaan akan peluang bisnis tersebut.
“Akhirnya kami memutuskan untuk membuka kesempatan bisnis dengan konsep kemitraan yang disahkan pada 11 September 2019 dimana saat ini mitra kami sampai ada di Sorong, Papua,” Haidar menambahkan.
Merambah Keluar Negeri
Optimisme pun semakin tinggi dirasakan oleh Es Teh Indonesia. Di tengah persaingan yang ketat, Es Teh Indonesia masih akan terus mengembangkan jaringan gerainya yang dalam waktu dekat ini juga akan masuk secara proporsional ke pasar lebih premium yakni mall.
“Kita ini masih ada peluang untuk tumbuh karena berdasarkan riset internal ke konsumen Es Teh Indonesia bahwa 1.000 outlet ini masih stand alone dan mereka mengatakan ini masih kurang karena masih belum bisa nemu Es Teh Indonesia di mall. Maka dari situ rencana kita juga akan ambil atau buka di mall atau pusat perbelanjaan,” beber Haidar.
Termasuk untuk pasar luar negeri, Es Teh Indonesia juga akan membuka gerai pertamanya di Melbourne, Australia di tahun ini. “Di Melbourne yang buka adalah salah satu dari konsumen kita. Sekarag lagi on process, In Syaa Allah tahun ini buka,” ungkapnya.
Mengutamakan Prinsip Kenyamanan Bagi Konsumen
Di industri FnB teh, merek Es Teh Indonesia bisa dibilang merupakan pelopor yang secara serius mengembangkan bisnisnya hingga ke tahapan manajerial yang profesional dan mumpuni. Hal itu ditunjukan Haidar melalui upaya perusahaan mengejar proses sertifikasi halal sebagai bagian dari pengembangan bisnis Es Teh Indonesia.
“Kami sangat serius mengembangkan bisnis ini sampai kita juga serius kejar sertifikasi halal disamping selalu berinovasi dan berkreasi,” tegas Haidar.
Es Teh Indonesia sendiri mendapatkan sertifikasi halal pada Maret 2023 lalu. Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Es Teh Indonesia akhirnya menerima sertifikasi jaminan produk halal. Dengan adanya sertifikasi halal ini, tentu makin menegaskan bahwa produk minuman teh Es Teh Indonesia beserta seluruh outlet-nya yang mencapai 1.000 buah ini telah memenuhi persyaratan kehalalan.
“Dengan ini kami merasa senang dan bangga serta menunjukkan kepada konsumen kami bahwa semua produk minuman teh Es Teh Indonesia telah memenuhi standar kehalalan dan menjamin kualitas dan keamanan bagi mereka,” jelas Haidar.
Rasa bangga ini yang dirasakan oleh Haidar karena proses untuk mendapatkan sertifikasi tidaklah mudah, terlebih melibatkan mitra, vendor bahan baku hingga proses produksi. Namun perusahaan berusaha keras untuk memenuhi persyaratan kehalalan yang ketat dan menjamin kualitas produknya.
Terkait sertifikasi halal ini Haidar mengutamakan prinsip kenyamanan dan rasa aman bagi konsumen saat mengkonsumsi produk Es Teh Indonesia. Apalagi Haidhar menyebutkan perusahaan yang dinaunginya itu sangat mengutamakan kualitas dan keamanan produknya dan telah memperoleh banyak penghargaan dari berbagai lembaga dan organisasi.
Satu Cabang Es Teh Indonesia
Dengan sertifikasi halal ini, Es Teh Indonesia benar-benar menjaga konsistensi produknya agar selalu halal dengan membentuk tim khusus halal internal yang bertugas memastikan bahwa semua proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku, vendor, outlet dan audit harus sesuai dengan apa yang kita sepakati, yakni berdiri di atas prinsip jaminan produk halal
Adapun cara komunikasinya melalui keberadaan logo halal di setiap outlet dan media komunikasi. Hal ini dirasa perlu disampaikan ke konsumen, calon mitra atau mitra sendiri karena merupakan bagian tanggung jawab dari perusahaan. Dengan target pasar anak muda yang secara riset mayoritas pembeli kebanyakan dari usia 18-26 tahun dan selebihnya 27 sampai 40 tahun, maka kampanye tentang produk Es Teh Indonesia yang sudah dijamin halal ini benar-benar menjadi startegi yang baik untuk menumbuhkan rasa nyaman bagi konsumen.
(Syauqi Ahmad)
Penerapan sertifikasi halal bagi Abuba Steak tidak hanya merupakan
kewajiban usaha yang harus dilakukan. Lebih dari itu, halal telah menjadi etika bisnis yang menunjukkan komitmen Abuba Steak sebagai restoran yang siap menghadapi wajib halal.
Rizal Baydillah, SH.I, MH
Manager HRD PT ABUBAPembina/Pengawas ISO & HAS
Pada tahun 90-an mungkin makanan berbahan full daging seperti steak belum seramai sekarang. Tapi siapa sangka jika sebenarnya sudah ada pemain lokal yang menggebrak selera kuliner masyarakat Indonesia dengan hidangan menu utama berupa potongan daging ber-slice cukup tebal. Kemudian disajikan utuh dengan beberapa sayuran segar di sampingnya.
Kalau Anda menyebut Abuba Steak, yup berarti Anda adalah penggemar makanan mewah yang berasal dari bangsa Skandinavia ini. Dari penjelasan Rizal Baydillah, SH.I, MH, Manager HRD dan Pembina/Pengawas ISO & HAS PT ABUBA saat wawancara dengan Halal Review, bahwa Abuba Steak merupakan makanan steak Eropa dengan cita rasa Indonesia yang menyajikan kualitas terbaik namun dengan harga terjangkau.
Rizal menuturkan Abuba Steak berdiri sejak 1992 dan diambil dari nama pemiliknya, yakni Abu Bakar . Pada perjalanannya, Abuba Steak semakin berkembang dan kini telah memiliki 29 cabang yang tersebar di Jabodetabek dengan total 600 karyawan. Restoran ini memiliki diversifikasi bisnis lain yakni usaha coffe shop dan UMKM binaan di bawah manajemen Abuba Steak. Abu Bakar sendiri telah menyerahkan tongkat estafet perusahaannya pada putranya yakni Muhamad Ali Ariansyah sebagai Direktur Utama.
Sejak awal kemunculannya, Abuba Steak menurut Rizal memang ingin menjadi pemimpin pasar ( market leader ) di Indonesia. Apalagi sebagai pionir di bisnis ini, kiprah Abuba Steak cukup mentereng bagi para pecinta makanan steak . Untuk itu perusahaan selalu memiliki
Ima Indah Hermayani, S.I.A
Quality Assurance PT ABUBA
Penyelia Audit Halal Abuba Steak
program jangka pendek, dan menengah-panjang sebagai bagian dari upaya mengembangkan jaringan perusahaan di tengah makin maraknya pemain lain.
“Kami terus berkembang dengan cara melakukan penetrasi pasar lebih luas lagi seperti kampus dan sekolah. Fase kita berikutnya adalah di luar kota sehingga ketika semua sudah siap, maka tidak menutup kemungkinan kami bisa juga masuk pasar luar negeri,” harap Rizal.
Abuba Steak adalah salah satu kiblat kuliner makanan steak di Indonesia. Restoran yang nyaman, menu yang beragam, harga yang terjangkau serta cita rasa yang lezat adalah sebagian dari kunci kekuatan Abuba Steak. Namun, yang paling berharga saat ini dari semua keunggulan Abuba Steak adalah adanya jaminan sertifikasi halal bagi restoran ini.
Abuba Steak resmi menerima Sertifikat Halal untuk seluruh menu, fasilitas restoran, dapur, dan warehouse (gudang) pada Oktober 2020 lalu. Sertifikat Halal yang didapatkan dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) ini memiliki masa berlaku hingga 28 Februari 2027.
Halal bagi Abuba adalah kunci serta etika bisnis yang harus dijunjung tinggi. “Bagi Abuba, halal itu juga merupakan komitmen kami yang merupakan mandatory dari pemerintah sehingga kita lakukan itu,” sebut Rizal. Selain itu, dengan adanya dukungan dan komitmen penuh dari pihak manajemen untuk mengurusi masalah halal, membuat Abuba Steak semakin dikenal sebagai restoran steak halal.
Dikatakan oleh Rizal, konsep halal sendiri sebenarnya sudah dilakukan sejak awal beroperasi yang merupakan satu paket dengan sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability ), Keamanan Pangan ISO 22000, Lingkungan 14001, dan Mutu ISO 9001. Namun sebagai wujud komitmen, sertifikasi halal untuk Abuba tetap dilakukan.
Di kesempatan yang sama, Ima Indah Hermayani, S.I.A, Quality Assurance Abuba sekaligus Penyelia Audit Halal Abuba Steak juga menegaskan akan kesipaan perusahaan tentang penerapan sertifikasi halal.
Indah menceritakan bagaimana semuanya dimulai sejak 2019 dengan mendaftarkan ke BPJPH dan dukungan dari manajemen. Semua prosesnya pun diikuti mulai dari training dari LPPOM, lalu penyusunan dokumen-dokumen yang dibutuhkan sampai proses telusur daging.
“Kita susun dokumen semua yang dibutuhkan serta aktifitas lain seperti program telusur utamanya telusur daging karena ada aturan tersendiri,” cerita Indah.
Adapun yang menjadi tantangannya adalah keberadaan vendor penyuplai daging Abuba Steak yang berasal dari berbagai negara. Bahkan di satu negara saja ada beberapa peternakan. “Jadi kita ada vendor dari berbagai negara. Termasuk beberapa peternakan dari satu negara. Kita periksa apakah logo halal mereka sudah disetujui oleh LPPOM MUI atau belum. Setelah itu kita susun semuanya dan semua dokumen harus disetujui oleh auditornya,” terang Indah.
Indah menyebutkan, dari semua tantangan dan kendala, kendala terbesar berasal dari peternakan dalam negeri. Mengapa? “Karena daging lokal kita dari peternakan daerah seperti Cirebon dan Boyolali dokumennya tidak serapih luar negeri. Saya kira saya akan terhambat dari dokumen luar negeri, ternyata dalam negeri belum tertata rapih,” jelas Indah.
Hebatnya, Abuba Steak yang memang sedari awal sudah komitmen tentang halal ini sampai membuat keputusan jika peternakan tidak lengkap dokumen sampai proses pengurusan
selesai, maka akan diputus kontraknya. “Kami sampai mencari lagi peternakan lokal yang rapih dokumennya. Bahkan direktur langsung turun tangan dan akhirnya dapat di Cianjur,” imbuh Indah.
Adanya sertifikat halal, pelanggan Abuba Steak yang sebagian besar muslim akan merasa nyaman berkunjung di restotan ini. Tidak hanya konsumen muslim saja, Rizal bahkan menyebutkan jika pasar non muslim pun merasa aman dengan jaminan halal dari Abuba Steak. Karena mereka juga memerhatikan bahwa halal itu bergerak dari hulu hingga hilir, mulai dari prosesnya, penyimpanannya serta yang paling penting adalah higienitasnya pasti terjaga.
“Bagi kami keberadaan sertifikasi halal merupakan wujud etika bisnis bagi para pelaku industri yang harus dipenuhi dan sebagai tanda perusahaan menjaga komitmen, konsistensi dan kenyamaan terbaik bagi konsumennya,” pungkas Rizal. (Syauqi Ahmad)
Imperial Kitchen & Dimsum telah mengantongi sertifikat halal untuk memenuhi kebutuhan konsumen muslim akan makanan halal. Sekaligus menjawab kekhawatiran dan keraguan atas kehalalan restoran Cina dan masakan yang dihasilkan.
Hidangan ala Cina sangat digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia, karena kelezatan dan kekhasan rasanya yang bisa diterima lidah banyak orang. Restoran Cina pun telah menjamur di seluruh pelosok negeri, satu diantaranya Imperial Kitchen & Dimsum, merek restoran dari Imperial Group, yang menyajikan berbagai macam chinese food.
Sejak membuka outlet pertama di Cilandak Town Square pada tahun 2008, restoran ini sangat diminati pecinta kuliner dan telah berkembang pesat dengan memiliki lebih dari 115 outlet yang terdiri dari Imperial Kitchen & Dimsum dan Imperial Kitchen & Dimsum Signature. Lokasinya tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Kepulauan Riau, Sulawesi dan Kalimantan.
“Restoraan kami memiliki target market kalangan menengah ke atas yang menyukai kuliner chinese food , seperti dimsum, bakpao, ayam ala kung pao, nasi goreng yang chow, mie dengan ayam panggang merah serta berbagai hidangan ala cina lainnya,” ujar Regina Wardani S, Public Relations, Imperial Group.
Meskipun terkenal dan digemari, namun restoran-restoran yang menyuguhkan hidangan Cina menghadapi tantangan yang cukup berat untuk bersaing di pasar kuliner Tanah Air, salah satunya memastikan kehalalan makanan tersebut. Lantaran banyak bahan baku dan metode memasak makanan Cina yang tidak memenuhi persyaratan halal. Padahal kehalalan masakan menjadi salah satu pertimbangan penting bagi konsumen, khususnya konsumen muslim.
Imperial Kitchen & Dimsum merupakan restoran Cina yang telah mengambil langkah konkret untuk memastikan bahwa masakan yang ditawarkan halal. Resmi memperoleh sertifikasi halal dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), restoran ini memberikan jaminan kepada konsumen muslim makanan yang tersajikan memenuhi persyaratan halal.
“Alhamdulillah sertifikat halal kami terbit pada tanggal 13 Desember 2023. Dengan adanya sertifikat halal ini kami siap menjawab kebutuhan bagi seluruh konsumen food and beverage (F&B) di Indonesia,” kata M. Ramdhani Syarif, Regulatory Manager Imperial Group.
Tak dimungkiri Ramdhani, dalam melakukan proses pendaftaran sertifikasi halal pihaknya mengalami sejumlah kendala, terutama ketika mencari bahan yang memenuhi persyaratan proses sertifikasi halal. Sebab bahan baku impor yang kerap digunakan lembaga penerbit sertifikat halalnya belum diakui di Indonesia
“Sebagai solusi kami mencari bahan baku halal yang sama tanpa mengurangi kualitas dan citarasa dari masakan yang dihasilkan. Sedangkan untuk bahan yang sulit ditemukan, kami bekerjasama dengan chef untuk dapat menghasilkan produk makanan dengan citarasa yang sama menggunakan bahan halal yang sudah ada,” bebernya.
Potensi Pasar Halal di Industri Kuliner Cina
Keberadaan sertifikasi halal membuka peluang pasar yang lebih luas bagi pelaku bisnis kuliner, karena Indonesia memiliki populasi muslim yang signifikan dan kesadaran masyarakatnya pun akan produk halal terus meningkat . Restoranrestoran yang dapat memenuhi kebutuhan ini, seperti Imperial Kitchen & Dimsum akan memiliki keuntungan kompetitif di pasar.
Regina melihat sertifikasi halal sangat penting dalam dunia kuliner Indonesia. Seperti diketahui beberapa restoran khas Cina menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan halal dalam proses produksinya. Imperial Kitchen & Dimsum hadir menjawab keraguan masyarakat akan masakan Cina yang halal.
Dengan meningkatnya kesadaran konsumen muslim akan produk halal, adanya sertifikasi halal akan memberikan jaminan dan menjaga rasa aman konsumen baik masyarakat muslim
M. Ramdhani Syarif
Regulatory Manager
Imperial Kitchen & Dimsum
maupun non muslim yang ingin menikmati hidangan khas Cina tanpa merubah citarasa yang sudah ada.
Regina menilai pemberlakuan wajib halal akan memberikan peluang yang besar bagi Imperial Kitchen & Dimsum, menimbang industri F&B merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat potensial. Terlebih restoran ini punya daya tarik tersendiri dari segi kualitas makanan maupun pelayanan.“Sertifikat halal yang kami kantongi dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan bisnis perusahaan,” jelasnya.
Alhasil, sertifikasi halal bukan hanya sebuah keharusan, tetapi juga menjadi bagian dari strategi pemasaran dari Imperial Kitchen & Dimsum. Pasalnya, dengan memiliki sertifikasi halal, perusahaan dapat meningkatkan reputasi positif dan membangun kepercayaan konsumen secara jangka panjang.
Persiapan sertifikasi halal sendiri sebetulnya sudah dilakukan Imperial Kitchen & Dimsum sejak beberapa tahun lalu, namun sempat tertunda karena adanya pandemi Covid-19. “Sertifikasi halal memegang peranan penting dalam dunia kuliner. Kami berkomitmen untuk memastikan seluruh proses dan produk yang dihasilkan telah mendapatkan sertifikasi halal sebelum regulasi wajib halal diterapkan pada Oktober 2024,” lanjutnya.
SOP Halal dan Sosialisasi Berkala
Memastikan kehalalan makanan adalah langkah penting untuk menarik lebih banyak pelanggan dan memperkuat posisi di pasar kuliner Indonesia. Sebagai salah satu pemain utama dalam bisnis ini, Imperial Kitchen & Dimsum memiliki komitmen kuat dalam memastikan setiap produk yang mereka sajikan memenuhi standar kehalalan. Ini ditunjukkan dengan mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) halal secara ketat.
Ramdhani menyebutkan, SOP ini mencakup setiap tahap dari pengadaan bahan baku hingga penyajian makanan. Sosialisasi halal juga dilakukan secara berkala dan menyeluruh kepada personel yang terlibat untuk memastikan setiap individu dalam rantai produksi memahami pentingnya kehalalan dan mematuhi standar yang telah ditetapkan.
Dalam memastikan bahan-bahan yang digunakan telah terdaftar dan aman, serta memenuhi standar kehalalan yang disyaratkan. Imperial Kitchen & Dimsum bekerjasama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang kompeten dan terpercaya. “Monitoring terhadap bahan baku dan dokumen pendukung menjadi bagian integral dari proses menjaga kehalalan. Kami juga bekerjasama dengan LPH terkait pengembangan menu agar menu baru yang disajikan sudah tersertifikasi halal,” bebernya.
Kemudian dalam memaksimalkan penerapan halal, Imperial Kitchen & Dimsum telah membentuk departemen khusus yang terdiri dari regulatory dan tim manajemen halal. Departemen ini bertanggung jawab dalam mengawasi dan memastikan standar halal diterapkan di setiap lini, baik di kantor pusat maupun di outlet. Langkah ini bertujuan memfasilitasi dan mendorong departemen lain agar aktif dalam memaksimalkan penerapan halal. (Mohamad)
Dengan komitmen dan kerja keras, Hanamasa berhasil mengatasi tantangan proses mendapatkan sertifikasi halal dan memastikan semua cabang restorannya memenuhi kewajiban sertifikasi halal pada Oktober 2024 mendatang.
Kepedulian masyarakat terhadap makanan halal sekarang ini kian meningkat. Alhasil, restoran berlabel halal dan telah tersertifikasi halal lebih dicari dan dipilih masyarakat. Pasalnya, sertifikasi halal tidak hanya memberikan jaminan makanan yang dikonsumsi bebas dari bahan-bahan haram, tetapi juga mencerminkan komitmen pelaku usaha restoran terhadap kualitas dan kebersihan produk yang ditawarkan.
Hanamasa, sebagai restoran Jepang pertama di Indonesia yang mengusung konsep self-service menganggap sertifikasi halal penting dilakukan
untuk memberikan kepastian kepada konsumen muslim agar mereka dapat menikmati makanan dengan nyaman, tanpa rasa khawatir akan kehalalan bahan dan proses pembuatannya.
Marketing Manager Hanamasa, Anita Setiyowati, mengemukakan, Hanamasa berdiri sejak tahun 1987, dan berhasil mendapatkan sertifikasi halal pada September 2022 dengan proses yang tidak mudah. Utamanya dalam memastikan semua bahan baku berasal dari sumber yang halal dan seluruh proses produksi, mulai dari penyimpanan, pengolahan, hingga penyajian makanan, sesuai dengan prinsipprinsip halal.
“Prosesnya melibatkan berbagai upaya, termasuk mengganti beberapa bahan baku yang diimpor dari Jepang karena tidak ada dokumen pendukung sertifikat halal, dengan mencari pengganti bahan baku yang telah bersertifikat halal. Sehingga memerlukan usaha ekstra dalam mencari pemasok yang memenuhi standar halal. Kami hanya menggunakan bahan baku yang sudah bersertifikat halal, menjaga proses dan tempat produksi yang halal,” ungkap dia.
Untuk menjaga komitmen kehalalan produknya, restoran yang namanya diambil dari bahasa Jepang yang artinya “Bunga Yang Terus Berkembang” ini membentuk tim khusus yang bertugas mengawasi penerapan sistem jaminan produk halal. Tim ini bertanggung jawab untuk mengecek bahan baku, mengawasi proses produksi, dan menjaga tempat produksi halal.
“Agar memahami dan menerapkan konsep halal secara konsisten diperlukan pelatihan dan edukasi bagi seluruh staf restoran. Kami membentuk tim khusus halal di kantor
pusat maupun di 19 cabang yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Bali, Semarang, dan Medan,” sebut Anita.
“Untuk meningkatkan kemampuan dan kompentensi tim halal, kami melakukan pelatihan internal dengan materi pengetahuan halal haram, pengetahuan benda najis, pengetahuan sertifikasi halal dan penerapan sistem jaminan halal,” imbuhnya.
Jadi Keunggulan Kompetitif
Adapun sertifikasi halal yang dilakukan Hanamasa, selain memenuhi kewajiban bersertifikasi halal yang mulai diberlakukan Oktober 2024 ini, tujuannya untuk menjaga kepercayaan konsumen dan memberikan jaminan kepada konsumen muslim bahwa makanan yang disajikan sesuai dengan prinsipprinsip syariat Islam.
“Konsumen Hanamasa mayoritas muslim dengan segmen menengah ke atas yang sadar dengan memilih produk halal, yang mana ini menjadi daya tarik tersendiri untuk mereka
Hanamasa Menyajikan Berbagai Pilihan Makanan
Daging Olahan untuk Pilihan Konsumen
datang ke restoran kami. Seluruh outlet kami sudah siap memasuki pasar wajib sertifikasi halal,” terang Anita.
Tak hanya menjaga kepercayaan konsumen, dengan sertifikasi halal, restoran dapat membuka peluang memperluas pangsa pasar dan meningkatkan penjualan. Sebab dapat menarik lebih banyak pelanggan dari kalangan muslim yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia. Termasuk konsumen non muslim yang peduli terhadap aspek kebersihan dan kualitas makanan.
Anita menambahkan memiliki sertifikasi halal memberikan nilai tambah yang signifikan dibandingkan dengan restoran yang belum memiliki sertifikasi halal. Faktanya restoran yang bersertifikat halal cenderung lebih dipilih oleh konsumen karena dianggap sudah terjamin
kehalalannya dan lebih terpercaya dalam menjaga kualitas dan kebersihan makanan. Tentunya ini akan menjadi keunggulan kompetitif di tengah persaingan yang ketat dalam industri kuliner.
Tingkatkan Reputasi Hanamasa
Sertifikasi halal tidak hanya memberikan dampak positif bagi konsumen, tetapi juga membawa berbagai manfaat bagi Hanamasa sendiri, diantaranya meningkatkan citra dan reputasi perusahaan di mata konsumen. Memiliki sertifikasi halal dianggap lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap kebutuhan konsumennya, sehingga mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat.
Menurut Anita, dengan menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip halal, Hanamasa dapat meningkatkan reputasinya di mata publik. Jadi sertifikasi halal bukan sekedar mengikuti kebijakan saja, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang yang membawa manfaat berkelanjutan bagi roda bisnis perusahaan.
Dampak lainnya, sertifikasi halal membuka peluang Hanamasa untuk bekerjasama dengan berbagai pihak, baik di tingkat lokal maupun internasional, yang peduli terhadap produk halal. Ini tentunya dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan eksposur dan meraih peluang bisnis baru.
“Kami telah memasukan konsep halal ke dalam strategi pemasaran, karena konsumen muslim merupakan pasar yang sangat besar, dan masyarakat semakin sadar akan produk halal, serta dalam era globalisasi konsumen muslim bisa mengetahui produk halal dari berbagai negara yang memenuhi standar kebutuhan konsumen muslim,” pungkas Anita. (Mohamad)
Korea Selatan semakin serius menggarap pasar halal, mengubah tantangan menjadi peluang emas bagi pengembangan industri halal.
Sejarah awal mula produk halal di Korea Selatan dimulai sebagai respon terhadap peningkatan jumlah wisatawan dan populasi muslim di negara tersebut. Pemerintah
Korea Selatan mulai melihat industri halal sebagai peluang bisnis yang potensial, terutama sebagai bagian dari strategi globalisasi dan diversifikasi ekonomi. Langkah awal ini menunjukkan kesadaran Korea terhadap kebutuhan pasar internasional, terutama di negara-negara mayoritas muslim (Saung Korea, 2023).
Perkembangan industri halal di Korea Selatan didorong oleh berbagai inisiatif dan kebijakan pemerintah. Kerjasama dengan lembaga seperti Korea muslim Federation (KMF) dan Korea Halal Association (KHA), membantu mengembangkan sistem sertifikasi halal yang komprehensif. KMF dan KHA memiliki peran penting dalam mengatur dan menjamin kualitas produk halal di Korea, termasuk makanan, minuman, dan layanan lainnya (Saung Korea, 2023).
Tokoh-tokoh halal seperti Saifullah Jo, Ketua Asosiasi Halal Korea, juga berkontribusi dalam mempromosikan produk halal di Korea Selatan. Jo, seorang warga negara Korea Selatan yang juga mualaf, mendirikan perusahaan konsultan Islam dan telah menerjemahkan buku tentang halal ke dalam bahasa Korea. Peran tokoh-tokoh seperti Jo sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat Korea tentang kebutuhan pasar halal
dan mengembangkan industri halal di negara ini (Subekti, 2024).
Korea Selatan telah mengambil langkah strategis untuk merangkul dan melayani kebutuhan pasar halal global. Pemerintah Korea Selatan telah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan pariwisata melalui upaya gastrodiplomasi, memperkenalkan kebudayaan mereka dengan makanan yang sudah dijamin kehalalannya atau korean halal food. Gastrodiplomasi ini bertujuan untuk meningkatkan sektor pariwisata dan meningkatkan hubungan diplomatik dengan negara-negara muslim (Nihayati dkk., 2022).
Ekosistem Halal di Korea Selatan: Upaya dan inisiatif
Menyadari potensi pasar halal global, pemerintah Korea Selatan secara aktif mendukung pengembangan ekosistem halal domestik, termasuk menerapkan kebijakan dan peraturan yang memperlancar proses sertifikasi halal. Kolaborasi dengan organisasi sertifikasi halal internasional yang mapan seperti di Malaysia (JAKIM) dan Indonesia (BPJPH), memastikan standar yang diakui secara internasional. Otoritas Halal Korea (KHA) berfungsi sebagai badan utama yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan sertifikat halal di negara tersebut (Park & Jamaludin, 2018).
Namun, menavigasi proses sertifikasi bisa menjadi tantangan bagi perusahaan yang baru mengenal industri halal. Memahami prinsip-
prinsip Islam dan mematuhi pedoman produksi yang ketat sangatlah penting. Usaha memahami ini semakin sulit karena adanya perbedaan penerapan hukum produk halal di negaranegara mayoritas muslim. Lembaga sertifikasi seperti KHA memainkan peran penting untuk menemukan titik tengah dan memastikan produk serta layanan memenuhi standar halal melalui audit dan inspeksi, antara lain untuk keperluan konsumsi domestik (Park & Jamaludin, 2018).
Sektor swasta juga aktif dalam mengembangkan produk dan layanan halal. Banyak perusahaan makanan dan minuman yang mulai menawarkan produk halal untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat, khususnya ke negara-negara mayoritas Islam seperti Indonesia. Tidak hanya itu, restoran dan hotel dengan sertifikasi produk halal juga mulai bermunculan, menawarkan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan muslim. Pengembangan ini tidak hanya berfokus pada makanan, tetapi juga pada penyediaan fasilitas ibadah dan akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan muslim.
Korea Selatan Memenuhi Kebutuhan Produk Halal di Negara Mayoritas Muslim
Ambisi Korea Selatan memenuhi kebutuhan pasar halal melampaui batas negaranya. Menyadari besarnya basis konsumen muslim di luar Korea Selatan, perusahaan Korea secara aktif mengadaptasi produk mereka untuk melayani pasar tersebut. Tindakan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang persyaratan halal dan kolaborasi erat dengan mitra lokal di negara-negara mayoritas muslim, misal JAKIM di Malaysia dan BPJPH di Indonesia.
Produk konsumen Korea Selatan yang populer seperti mie instan, semakin banyak menerima sertifikasi halal sesuai dengan negara tujuan ekspor, membuka pintu bagi segmen pelanggan baru. Misalnya, raksasa mie instan Nongshim telah berhasil memperkenalkan versi halal dari merek Shin Ramyun yang populer di Indonesia dan Malaysia. Strategi ini tidak hanya memperluas jangkauan pasar mereka tetapi juga memperkuat citra Korea sebagai pemasok produk halal
berkualitas tinggi yang dapat diandalkan (Park & Lee, 2021).
Kesuksesan upaya ini sering kali didorong oleh tokoh-tokoh terkemuka dalam komunitas muslim Korea. Individu-individu ini bertindak sebagai jembatan antara perusahaan Korea dan konsumen muslim, memastikan kepekaan budaya dan kesesuaian produk. Keahlian mereka memainkan peran penting dalam mengembangkan produk yang sesuai dengan halal yang beresonansi dengan konsumen muslim di luar negeri. Tokohtokoh tersebut antara lain Saifullah Jo dan Han Duck-soo.
Saifullah Jo, Ketua Asosiasi Halal Korea, telah berkontribusi dalam mengembangkan sistem sertifikasi halal yang komprehensif di Korea Selatan. Ia juga mendirikan sebuah perusahaan konsultan Islam dan telah menerjemahkan buku tentang halal ke dalam bahasa Korea. Han Ducksoo, Pemimpin KITA (Korea International Trade Association), telah berperan dalam perumusan strategi yang berfokus pada potensi pasar halal di Asia Tenggara dan Timur Tengah. KITA juga telah berupaya meningkatkan ekspor halal Korea ke negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam).
Tantangan dan Peluang Korea Selatan Mengembangkan Pasar Halal
Meskipun telah mengalami kemajuan yang signifikan, pengembangan pasar halal di Korea Selatan masih menghadapi rintangan. Kurangnya kesadaran publik tentang prinsip halal dapat menyebabkan skeptisisme dan
menghambat pertumbuhan pasar. Farrah Sheikh (2019) menyoroti resistensi sosial dari sebagian masyarakat Korea Selatan yang memandang populasi muslim di negaranya dengan sikap apatis dan paling buruk, dengan rasa takut, sehingga menyoroti perlunya inisiatif pendidikan untuk mengatasi kepekaan budaya, termasuk batasan diet agama.
Dalam konteks pengembangan pasar halal di luar Korea Selatan, persaingan dari pemain halal yang sudah mapan di Asia Tenggara membutuhkan upaya berkelanjutan untuk membangun pengenalan merek Korea Selatan di pasar tersebut.
Lebih lanjut, tantangan logistik dan distribusi masih ada. Memastikan rantai pasokan halal yang mulus yang mengikuti peraturan ketat lintas batas internasional memerlukan infrastruktur yang kuat dan kolaborasi dengan mitra yang dapat diandalkan.
Kesepakatan antara Korea Selatan dan Indonesia tentang Jaminan Produk Halal menunjukkan upaya melayani pasar muslim Indonesia sebaik mungkin dan menawarkan manfaat signifikan. Manfaat tersebut antara lain kemudahan produk Korea Selatan memasuki pasar Indonesia setelah mendapatkan sertifikat halal, kolaborasi mendorong pertukaran keahlian dalam praktik halal, sehingga akhirnya meningkatkan kualitas dan integritas keseluruhan ekosistem halal di kedua negara (BPJPH, 2023).
(Andika Priyandana)
Bagi PT Santos Jaya Abadi, kehalalan bukan hanya soal sertifikat, tetapi juga komitmen dan strategi bisnis yang memperkuat kepercayaan konsumen dan ekspansi global.
Dalam beberapa tahun terakhir, tren produk halal di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan, khususnya karena dorongan kebijakan Pemerintah Indonesia. Semakin banyak konsumen yang peduli dengan kehalalan produk yang mereka konsumsi, dan semakin rutin pula pemerintah mengingatkan mengenai pentingnya sertifikasi halal, hingga mendorong industri untuk menerapkan standar halal yang ketat.
PT Santos Jaya Abadi, sebagai salah satu pemain utama di industri kopi Indonesia, telah menjawab tantangan ini dengan menerapkan sistem jaminan halal yang komprehensif. Hendra Tanumihardja, QA Manager PT Santos Jaya Abadi, mencatat, “Tren halal saat ini semakin meningkat. Banyak perusahaan yang sudah mulai menerapkan halal dengan baik, tidak hanya pada industri besar, bahkan UMKM dan industri kecil.”
Potensi Pasar Produk Halal di Indonesia dan Global
Pasar produk halal di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, produk halal menjadi pilihan utama bagi konsumen. Hal ini menciptakan peluang besar bagi industri untuk berkembang dan memenuhi permintaan yang terus meningkat. Hendra
menegaskan, “Halal diwajibkan bagi industri pangan olahan di Indonesia. Mengingat mayoritas masyarakat yang lebih fokus bijak memilih produk yang terjamin kehalalan produknya.”
Selain pasar domestik, produk halal juga memiliki potensi besar di pasar global. Beberapa negara mewajibkan produk yang masuk ke pasar mereka memiliki sertifikat halal, membuka peluang ekspor bagi perusahaan yang telah memenuhi standar ini. Misalnya, di negara-negara seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Uni Emirat Arab, sertifikat halal adalah persyaratan wajib untuk berbagai produk pangan dan minuman. Hal ini menciptakan peluang besar bagi perusahaan seperti PT Santos Jaya Abadi untuk memperluas jangkauan pasar mereka ke wilayahwilayah tersebut.
Di Arab Saudi, sebagai contoh, produk-produk yang bersertifikat halal sangat dihargai karena mayoritas penduduknya adalah muslim yang mengikuti aturan diet halal. Produk-produk pangan yang tidak memiliki sertifikat halal mungkin tidak akan diterima di pasar ini. Begitu pula di Malaysia, yang memiliki populasi muslim yang signifikan dan pemerintah yang ketat dalam mengawasi kehalalan produk yang beredar di pasar. Sertifikat halal tidak hanya menjadi syarat
Hendra Tanumihardja Quality Assurance Manager
masuk tetapi juga menjadi faktor penentu dalam preferensi konsumen.
Hendra menyatakan, “Potensi pasar dengan penerapan halal juga bisa menjamin produk tersebut masuk di pangsa pasar global karena beberapa negara yang juga menerapkan dan mewajibkan produk yang masuk harus memiliki sertifikat halal.” Dengan adanya sertifikat halal, PT Santos Jaya Abadi tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumen domestik tetapi juga mampu bersaing di pasar internasional, menjadikan produk mereka lebih kompetitif dan terpercaya di mata konsumen global.
Implementasi dan Dampak Kehalalan di PT
Santos Jaya Abadi
PT Santos Jaya Abadi telah menerapkan sistem jaminan halal dengan penerbitan sertifikat halal pertama oleh LPPOM MUI pada 4 September 2014, dan penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH pada 30 April 2021. Sejak itu, perusahaan terus meningkatkan komitmen mereka terhadap kehalalan produk. “Halal yang diterapkan PT Santos Jaya Abadi memberikan dampak positif yang sangat banyak terutama dalam memberikan kepercayaan pada konsumen bahwa produk yang dihasilkan dan perusahaan yang mengoperasikan
sudah memiliki sertifikasi Sistem Jaminan Produk Halal dan Sertifikat Halal Produk,” jelas Hendra.
Sejak menerapkan sistem jaminan halal, PT Santos Jaya Abadi telah melalui berbagai proses dan tahap untuk memastikan semua produknya memenuhi standar halal yang ketat yang melibatkan audit menyeluruh terhadap seluruh rantai pasokan, dari bahan baku hingga proses produksi dan distribusi. Setiap bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan halal dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga berwenang.
Selain itu, perusahaan juga menerapkan kebijakan ketat di fasilitas produksi. Setiap pabrik (PT. Santos Jaya Abadi Sidoarjo, PT. Santos Jaya Abadi Karawang, PT. Santos Jaya Abadi PanjunanSidoarjo dan PT. Santos Jaya Abadi Semarang) memiliki Tim Manajemen Halal yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua prosedur operasional standar (SOP) sesuai dengan prinsipprinsip halal. Hendra menambahkan, “Kami selalu menjaga konsistensi dengan memilih bahan baku bersertifikat halal dan memastikan semua fasilitas produksi kami memenuhi persyaratan kehalalan”, imbuh Hendra.
Saat ini, lebih dari 400 produk PT Santos Jaya Abadi telah bersertifikat halal, termasuk kopi
bubuk, kopi biji, kopi instan, kopi RTD (Ready to Drink), dan krimer dengan berbagai merek seperti Kapal Api, ABC, Good Day, Excelso, Pikopi, Fresco, Ya, Kapten, dan Krim Kafe. Keberhasilan ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan konsumen domestik tetapi juga membuka pintu bagi produk-produk mereka untuk memasuki pasar global yang lebih luas.
Kehalalan telah menjadi bagian integral dari strategi bisnis PT Santos Jaya Abadi. Dengan sertifikasi halal yang sifatnya wajib bagi industri makanan dan minuman di Indonesia, perusahaan melihat kehalalan sebagai cara untuk meningkatkan citra merek dan menjaga kepercayaan konsumen.
Dengan menjaga konsistensi dalam memilih bahan baku yang bersertifikat halal dan memastikan bahwa fasilitas produksi memenuhi persyaratan kehalalan, PT Santos Jaya Abadi berhasil mempertahankan kepercayaan konsumen dan memperkuat posisi mereka di pasar. “Brand image produk halal akan selalu dicari oleh konsumen Indonesia, dan akan terwujud dengan cara menjaga dan memilih bahan baku yang sudah tersertifikasi halal,” tutur Hendra. (Andika Priyandana)
BAGAIMANA MEREK ANDA BISA
MERAIH TOP HALAL AWARD ?
MERAIH TOP HALAL AWARD ?
Survei yang melibatkan responden milenial di 5 kota
Prilaku dan preferensi milenial dalam pembelian
Persepsi milenial terhadap produk halal
Merek halal yang paling diingat milenial
0812 9059 4266
ihatecmr
Dapatkan laporan lengkap hasil survei TOP Halal Index 2024, seperti :
Merek halal yang paling banyak dibeli milenial
Loyalitas milenial terhadap merek halal
Dan informasi penting lainnya
HUBUNGI KAMI!
Bogor Icon Center O ce 3rd Floor, Bukit Cimanggu City Jl. Sholeh Iskandar No.1, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor 16168
Sikap nyata ditunjukkan Anca Syah terhadap misinya menginformasikan prinsip halal bagi industri makanan di Indonesia yang dilakukan melalui platform Instagramnya. Kerja kerasnya membuahkan hasil, Bang Anca, sapaan akrab pria ini masuk dalam 40 figur muslim inspirasi dari akun @halaltrip.
Bang Anca
Halal Lifestyle Enthusiast, Selalu Membagikan Informasi Inspiratif Terkait Gaya Hidup Halal
Perkembangan industri kuliner di Indonesia memang bertumbuh sangat tinggi dan cepat. Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan, sepanjang kuartal 1 tahun 2023 saja kenaikan industri ini mencapai 5,33% yang ditandai dengan semakin maraknya gerai-gerai makanan baru yang buka.
Keramaian tersebut tentu perlu dihargai mengingat fakta bahwa pasar Indonesia memang menjanjikan, seksi dan potensial. Tak hanya kuliner dalam negeri saja yang berjaya, beberapa produk makanan dari luar negeri pun juga turut mengalami kesuksesan besar. Animo pasarlah yang membuat usaha-usaha makanan dan minuman tersebut bisa eksis dan bertahan di Indonesia.
Namun, di tengah hiruk pikuknya keragaman industri kuliner tersebut, terkuak satu kekhawatiran bagi konsumen atau pasar yakni terkait aspek halal dari makanan atau minuman yang disajikan oleh restoran. Nah, soal halal inilah yang kemudian menjadi concern tegas bagi Anca yang terus ia kampanyekan melalui laman media sosialnya.
Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di
dunia. Dengan fakta demikian, persoalan halal di Indonesia sudah menjadi hal yang wajib yang tidak boleh diabaikan dan tidak ditaati. “Indonesia adalah negara yang sangat memerhatikan betul soal halal bagi setiap pelaku industri utamanya makanan dan minuman,” ujar Anca kepada Halal Review.
Mengapa halal begitu penting di Indonesia?
Anca merinci, pertama karena mayoritas konsumen di Indonesia adalah muslim. Sehingga mau tidak mau halal harus diterapkan di setiap restoran. Kedua, halal ternyata tidak hanya diminati oleh pasar muslim saja. Pasar global pun juga memiliki antusiasme yang sama tingginya dengan pasar muslim terkait produk halal sehingga muncul rasa aman bagi konsumen.
Ketiga, halal sudah menjadi tren yang terbukti membawa banyak maslahat dan kebaikan, baik bagi konsumen maupun para pelaku industrinya sendiri.
Lebih lanjut Anca memaparkan, saat ini ada banyak ragam faktor tentang pertimbangan konsumen muslim dalam membeli produk makanan. Di antaranya terdapat logo halal
yang dimiliki oleh restoran. “Dengan terlihat adanya logo halal, konsumen tentu akan menjatuhkan pilihan pada restoran tersebut,” katanya.
Lalu konsumen juga mempertimbangkan hal informasi kandungan makanan secara jelas, sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman ketika dikonsumsi. Termasuk apakah produk yang dibeli memenuhi kebutuhan mereka serta bagaimana dengan kemasannya apakah ramah lingkungan atau tidak.
“Faktor-faktor tersebut seharusnya sudah bisa dipenuhi oleh produsen makanan demi menjaga kepercayaan konsumen,” tegas Anca.
Lebih Dekat dengan Anca
Bagi Anda pecinta kuliner dan kerap berburu makananmakanan dengan cita rasa autentik seperti makanan Jepang, tentu nama Bang Anca bisa dijadikan salah satu rujukan mendapatkan informasi kehalalan produknya melalui sejumlah postingannya di Instagram.
Cerita itu semua bermula ketika Anca bersama isteri, 11 tahun yang lalu suka berkunjung ke restoran Jepang yang memang menjadi favorit keduanya. “Saya dan isteri 11 tahun yang lalu suka makanan Jepang dan rutin dari satu restoran ke restoran lain,” katanya.
Sampai akhirnya suatu ketika istri Anca harus bedrest saat hamil dan muncul rasa kangen makanan Jepang hingga akhirnya mulai coba buat sendiri. Ia kumpulkan bahan-bahan untuk membuat jenis serupa, ternyata ada beberapa bahan yang tidak halal dalam proses pembuatannya tersebut seperti Mirin dan Sake. Begitu tahu, Anca akhirnya memutuskan stop mengkonsumsi makanan Jepang.
“Dari situ akhirnya muncul titik kritis terhadap makanan dengan bahan non halal dan susah sekali mendapatkan informasi halal kala itu,” kenangnya.
Sadar akan keterbatasan informasi halal yang belum ramai, akhirnya tujuh tahun lalu Anca baru mulai aktif di IG dan postingan awalnya baru sekitar kegiatan travel. Di waktu yang sama, dunia instagram juga tengah booming-boomingnya foodies atau konten makanan. “Sayangnya, orang hanya bilang makanan ini enak, restoran ini enak saja tapi belum ada penggiat kuliner yang fokus ke halal,” sebut Anca.
Anca melihat ada kekurangan informasi yang disampaikan para selebgram tentang halal dan membuat Anca belajar soal halal. Di antara yang Anca pelajari adalah teknologi pangan, bahan makanan/masakan dan fikih tentang halal. “Saya berpikir harus ada orang yang muncul membahas detail ini dengan bahasa yang santai dan diterima melalui sosial media,” bebernya.
Menurut Anca, masalah halal di Indonesia ini orang tahunya bahwa yang non halal ini hanya babi dan turunannya. Padahal sejatinya banyak juga bahan-bahan lain dan turunannya yang non halal pula seperti Mirin, Sake, Rum, Gelatin dan Angsiu misalnya. Masyarakat harus benar-benar mengetahui hal seperti itu dengan tidak ragu bertanya kepada pengelola resto.
Dalam Talk Show "Halal Product and Healthy Lifestyle", Bang Anca menjadi Pembicara yang Menginspirasi Hidup sehat dan Halal
namanya disebut-sebut oleh netizen tatkala ia menanyakan kehalalan produk makanan Popcorn dengan merek Garret Popcorn.
“Itu viral banget sampai masuk ke mediamedia dan saya diserang netizen sampai berpikir mundur aja deh,” kenangnya.
“Saya baru melakukan survei bersama temanteman untuk masyarakat yang tidak tersentuh media sosial hasilnya masih banyak di antara mereka itu bahkan tidak tahu soal pentingnya memerhatikan aspek halal dari sebuah makanan,” ungkit Anca.
Soal kegigihan Anca tentang kampanye halal memang patut diacungi jempol. Aksinya banyak menginspirasi para influencer halal yang akhirnya mendorong pihak restoran menyadari bahwa banyak demand dari konsumen sendiri untuk makanan dan bahan halal. Termasuk ketika
Berkat ikhtiarnya tersebut, Anca mendapatkan penghargaan sebagai 40 Muslim Inspirasi dunia dari Halal Trip. “Saya juga tidak kebayang dapat awarding ini apalagi ini kan skalanya dunia ya,” kata Anca.
Terakhir Anca berpesan agar menjadikan halal sebagai lifestyle dalam kehidupan seharihari. “Teman-teman sebagai muslim harus menjalankan syariat tentang halal dan jadikan sebagai lifestyle sehingga menjadi kebutuhan bukan lagi kewajiban” pungkasnya. (Syauqi Ahmad)
BDirektur Utama BSI Hery Gunardi
Menutup Dengan Bangga BSI International Expo 2024
Foto: BSI
SI International Expo 2024, yang diselenggarakan oleh PT Bank
Syariah Indonesia Tbk (BSI)
dari 20-23 Juni 2024, di Jakarta Convention Center, bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi perbankan syariah. Acara ini mencakup seminar dan talkshow yang diharapkan dapat membantu masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang ekosistem syariah, dari mulai perbankan syariah, pendidikan, hingga produk-produk halal.
Wakil Direktur Utama BSI, Bob Tyasika Ananta, mengatakan bahwa literasi dan inklusi perbankan syariah masih menjadi tantangan untuk BSI dalam mengembangkan ekosistem halal di Indonesia, masing-masing di angka 12,12% dan 9,14% menurut Survei OJK di tahun 2022, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan perbankan umum yang berada di angka 85,1% dan 49,68%. Ia juga menyoroti ketidakcocokan antara supply dan demand dalam keuangan syariah.
Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Rifki Ismal, mendukung baik acara ini. Rifki menyebutnya sebagai upaya penting untuk mengembangkan ekonomi syariah bersama-sama. Menurut Rifki, BI tidak bisa sendirian dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia dan membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak yang terlibat pada industri perbankan syariah.
Direktur Keuangan & Strategi BSI, Ade Cahyo Nugroho yang mengisi seminar di BSI International Expo, mengajak anak muda berinvestasi di BSI untuk menghindari pinjaman online ilegal dan melindungi harta dari inflasi. Cicil Emas BSI, lanjut Cahyo, dapat menjadi pilihan investasi yang mudah dan murah bagi anak muda. Dirinya menyebut BSI ingin mengajak anak muda untuk tidak hanya mengeluarkan uang untuk sesuatu yang konsumtif, tapi juga hal-hal yang bersifat jangka panjang dan bermanfaat. Produk Cicil Emas BSI dimulai dari Rp100 ribu per bulan. Deputi 2 bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS, Imdadun Rahmat, menyatakan BSI berperan besar dalam perekonomian umat juga kesejahteraan masyarakat melalui Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (Ziswaf). Pada 2023, BSI menyerahkan zakat sebesar Rp222,7 miliar, yang digunakan oleh Baznas untuk 2 hal penting, pertama adalah menaikkan kesejahteraan umat dan kedua untuk pengembangan ekonomi umat. Melalui Ziswaf, masyarakat yang belum sejahtera dapat tertolong dalam memenuhi keburuhan primer, kesehatan dan pendidikan dasar. (Tiara Aprilia)
Seminar Halal Logistik “Menjelang Wajib Halal 2024” sukses digelar pada Senin, 24 juli 2024. Acara yang merupakan kolaborasi dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI) dengan Asosiasi Halal Logistik Indonesia, bertempat di Aula Kampus ULBI, Bandung.
Seminar dihadiri perwakilan perusahaan dan asosiasi logistik di Indonesia, dosen dan staf akademik ULBI, serta peserta lainnya.
Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting dan pakar logistik seperti Direktur Operasional PT. Pos Indonesia Hariadi, CEO LBB International Marco Tieman, Rektor ITL Trisakti Yuliantini, Ketua Dewan Pakar ALI Nofrisel, Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati, dosen dari Universitas Prasetiya Mulya Nurhayati, serta VP Corporate Transformation Group Angkasa Pura II dan Ketua IKA ITL Trisakti KRAT Tommy Ariesdianto.
Rektor ULBI Prety Diawati menyatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal bagi perusahaan logistik di Indonesia sangat relevan dan penting seiring meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk halal dan regulasi pemerintah yang semakin ketat. Beliau menekankan bahwa sertifikasi halal tidak hanya tentang kepatuhan
terhadap peraturan tetapi juga tentang komitmen terhadap kualitas dan integritas, serta tanggung jawab moral dan etika dalam menyediakan produk dan layanan yang aman dan terpercaya bagi konsumen.
Rektor ULBI juga berterima kasih kepada Dr. Marco Tieman, seorang ahli logistik halal dari Malaysia, dan para pembicara lainnya yang telah hadir dan berbagi pengetahuan serta pengalaman mereka.
Dalam acara ini, Andriawan Subekti dari LPPOM MUI menyatakan bahwa logistik halal wajib dipenuhi sesuai aturan pemerintah yang berlaku Oktober 2024. Perusahaan logistik harus memastikan produk bersertifikat halal tetap bebas dari kontaminasi selama proses pengangkutan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Halal Indonesia Rizki Utomo menambahkan bahwa seminar ini bertujuan meningkatkan pemahaman dan penerapan halal logistik di Indonesia, mengingat saat ini kurang dari 100 perusahaan logistik memiliki sertifikat halal dari ribuan perusahaan yang ada. Mengacu pada PP Nomor 33 Tahun 2014 mengharuskan semua perusahaan logistik memiliki sertifikat halal paling lambat 17 Oktober tahun ini. (Tiara Aprilia)
Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar kembali menyelenggarakan acara tahunan bertema Unismuh Halal Fest 2024. Acara ini berlangsung selama lima hari dari 10 hingga 14 Juni 2024 di Pelataran Kolam Air Mancur Unismuh Makassar dan terbuka untuk umum dengan bebas biaya masuk. Acara ini merupakan wujud komitmen Halal Center Unismuh/HCU dalam mendukung dan mengembangkan ekosistem industri halal serta UMKM di Sulawesi Selatan.
Halal Fest 2024 dibuka oleh Rektor Unismuh, Prof Ambo Asse, pada hari pertama acara menghadirkan berbagai kegiatan menarik termasuk pelatihan Juru Sembelih Halal (Juleha), pelatihan Pendamping Proses Produk Halal (PPH), pendaftaran produk halal gratis, lomba konten kreatif, panggung edukasi dan seni, serta donor darah PMI. Halal Fest 2024 juga merupakan bagian dari rangkaian pre-event Milad Unismuh ke-61 dan Makassar Islamic Fair (Muhammadiyah – MUI Fair) 2024. Rektor Prof Ambo Asse menyampaikan apresiasinya dan rasa syukur atas terselenggaranya Halal Fest yang sukses menghadirkan 25 UMKM.
Tujuan utama gelaran acara ini adalah untuk Road To Milad ke-61 Unismuh, Makassar Islamic Fair,
dan untuk membangun ekosistem industri halal di Unismuh. Selain itu, acara ini memberikan manfaat bagi UMKM dengan keuntungan dari penjualan mereka, mengingat banyaknya mahasiswa yang hadir.
Pelatihan Juleha yang menjadi unggulan utama acara ini dilaksanakan untuk membantu para penyembelih hewan yang belum memiliki sertifikat Juru Sembelih Halal. Sementara pelatihan Pendamping PPH diikuti oleh siapa saja yang ingin menjadi Pendamping PPH.
Proses pendaftaran sertifikat halal gratis dapat dilakukan dengan menghubungi Halal Center . Syaratnya adalah memiliki produk makanan dan minuman serta nomor induk berusaha (NIB). Pendaftaran ini akan didampingi oleh Pendamping PPH yang akan menjawab beberapa pertanyaan, dan sertifikat halal diharapkan keluar dalam waktu satu bulan.
Strategi promosi dilakukan melalui jaringan Halal Center, media sosial, dan media komunikasi lainnya. Promosi ini mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya peminat yang ingin berpartisipasi. Sejak dibuka pada pukul 07.00 hingga pukul 15.00 WITA di hari pertama, omset penjualan tertinggi mencapai Rp2.000.000 dan terendah Rp 45.000. “Total omset hari ini dari 25 stand mencapai Rp20.654.000,” ungkap Syafri.
Kegiatan ini terselenggara berkat dukungan pimpinan universitas dan sejumlah sponsor, antara lain Bank Indonesia, Sosro Grup, dan lainnya. (Tiara Aprilia)
Sejak disahkannya UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal/ JPH, semua produk yang masuk, beredar, dan diperjualbelikan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Penerapan UU tersebut baru dilakukan lima tahun kemudian dengan beberapa penahapan. Meski dalam perkembangannya UU tersebut mengalami perubahan namun tak mengubah esensi kewajiban untuk sertifikasi halal.
Terdapat 11 jenis produk yang wajib disertifikasi halal yang secara detail diatur dalam Keputusan Menteri Agama/KMA Nomor 748 Tahun 2021. Namun tidak semua produk wajib untuk
disertifikasi halal. BPJPH menetapkan regulasi bahan yang tidak dikenakan kewajiban sertifikasi halal (positive list) dalam KMA Nomor 1360 tahun 2021 Tentang Bahan yang Dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal.
Sertifikat halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang diterbitkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis atau penetapan kehalalan produk oleh MUI, MUI Propinsi, MUI Kabupaten/Kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal. Sehingga dalam proses sertifikasi halal melibatkan beberapa pihak, yaitu BPJPH, LPH, LP3H, MUI, dan Komite Fatwa Produk Halal.
Prosedur sertifikasi halal dibedakan menjadi dua, yaitu jalur reguler dan jalur self declare . Perbedaan jalur reguler dengan self declare adalah terkait jenis usaha, jenis produk, fasilitas produksi, biaya, pemeriksaan kehalalan produk, dan proses fatwa.
Dirangkum dari buku “Regulasi Halal Di Indonesia” yang diterbitkan IHATEC Publisher (2024) terdapat beberapa tahapan/prosedur proses sertifikasi halal.
Prosedur Sertifikasi Halal Jalur Reguler
Sertifikasi halal jalur reguler diwajibkan bagi pelaku usaha menengah ke atas, juga UMK yang tidak dapat mengajukan sertifikasi halal melalui skema self declare.
1. Persiapan
Tahap persiapan merupakan awal persiapan untuk memastikan seluruh kriteria dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) telah terpenuhi. Pada tahap ini pelaku usaha perlu;
a. Menunjuk Penyelia Halal dan Tim Halal yang akan terlibat dalam proses sertifikasi halal. Tugas Penyelia Halal membutuhkan kompetensi di bidang halal, karenanya kompetensi seorang Penyelia Halal
ditetapkan melalui SKKNI oleh Depnaker RI. Penyelia Halal perlu mengikuti pelatihan dan uji kompetensinya. Dokumen resmi yang menunjukkan bahwa pelaku usaha memiliki penyelia halal yang kompeten juga perlu disiapkan.
b. Menyusun dokumen SJPH kemudian menerapkannya. Dokumen SJPH mencakup prosedur, formulir atau catatan lainnya yang berkaitan dengan implementasi SJPH. Lingkup prosedur yang disiapkan antara lain prosedur terkait pelatihan, audit internal, kaji ulang manajemen, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, seleksi bahan baru, produksi, penyimpanan bahan, penyimpanan produk, transportasi produk, pengembangan produk baru, kemampuan telusur, dan penanganan produk yang tidak sesuai.
c. Menyiapkan dokumen persyaratan pendaftaran sertifikasi halal. Terdiri dari Dokumen terkait bahan (Daftar bahan yang digunakan dalam proses produksi, Dokumen yang menyatakan kehalalan tiap bahan, serta Matriks penggunaan bahan dalam produk), Diagram Alir Proses Pengolahan Produk, Data Produk (Daftar
nama dan jenis produk), dan terakhir Data Pelaku Usaha.
d. Memiliki NIB Berbasis Risiko. Untuk pelaku usaha di luar negeri, harus memiliki kantor perwakilan resmi di Indonesia atau menunjuk importir yang akan mendaftar sertifikasi halal ke BPJPH.
2. Pendaftaran
Semua pengajuan permohonan dilakukan secara online melalui aplikasi SIHALAL dengan membuat akun, mengunduh dan mengisi surat permohonan serta formulir pendaftaran. Dokumen yang telah diisi kemudian diunggah bersamaan dengan dokumen legalitas izin kerja (NIB), data pelaku usaha, data penanggung jawab usaha, data pabrik/outlet, manual SJPH, dokumen penyelia halal, serta dokumen pendafataran yang telah disiapkan (Poin 1c).
Di tahap ini pelaku usaha diperbolehkan memilih LPH berdasarkan aspek pelayanan, kualitas auditor, harga, lokasi dan lainnya. LPH dapat melakukan verifikasi awal terkait produk yang akan disertifikasi halal, apakah sesuai dengan lingkup layanan LPH tersebut.
Verifikasi dilakukan BPJPH dengan memeriksa kesesuaian data dan kelengkapan dokumennya. Sementara LPH yang dipilih akan menghitung besaran biaya pemeriksaan halal.
Pasca proses verifikasi dan perhitungan biaya pemeriksaan selesai, BPJPH akan menerbitkan invoice yang terdiri dari biaya permohonan dan biaya pemeriksaan, biaya ini belum termasuk biaya pengujian laboratorium jika diperlukan. Pelaku usaha perlu melakukan pembayaran dan mengunggah buktinya melalui aplikasi SIHALAL. Setelah pembayaran terkonfirmasi, BPJPH menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD).
Sampai di sini pelaku usaha bisa menunggu permohonan diproses dan bersiap menerima kunjungan auditor ke lokasi usaha. Semua proses dapat dipantau di SIHALAL hingga nanti diterbitkannya sertifikat halal.
3. Pemeriksaan/Audit Kehalalan Produk
LPH yang telah dipilih kemudian melakukan pemeriksaan atau audit ke tempat fasilitas usaha sesuai dengan waktu yang disepakati. Audit yang dilakukan meliputi audit bahan, fasilitas,
produk, dan penerapan SJPH. Pelaksanaan audit dilakukan oleh minimal satu orang auditor halal ke lokasi produksi. Proses audit dilakukan saat pelaku usaha sedang melakukan proses produksi, karena auditor akan memeriksa kesesuaian dokumen SJPH dengan bukti penerapannya langsung di tempat usaha.
Jika produk memerlukan uji laboratorium, maka pelaku usaha membayar biaya pengujian laboratorium secara terpisah. Laporan hasil pemeriksaan/audit selanjutnya dilaporkan kepada Komisi Fatwa dengan mengunggah Laporan Pemeriksaan di SIHALAL.
4. Sidang Fatwa
Komisi Fatwa MUI melakukan Sidang Fatwa untuk membahas laporan pemeriksaan dari LPH dan menetapkan kehalalan produk. Jika hasil sidang fatwa terhadap laporan pemeriksaan dinyatakan halal, akan diterbitkan Surat Ketetapan Halal/SKH yang diunggah oleh Komisi Fatwa di SIHALAL.
5. Penerbitan Sertifikat Halal
Sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH berdasarkan hasil sidang fatwa. Pelaku usaha dapat mengunduh sertifikat halal di SIHALAL. Sertifikat halal berlaku sejak diterbitkan oleh BPJPH dan tetap berlaku sepanjang tidak terdapat perubahan komposisi bahan dan/atau proses produk halal. Jika terdapat perubahan, pelaku usaha wajib memperbaharui sertifikat halal.
Prosedur Sertifikasi Halal Jalur Self Declare
Sertifikasi halal jalur self declare dikhususkan untuk pelaku UMK atau pedagang kecil yang omzetnya kurang dari 500 juta setahun dan hanya mempunyai satu outlet . Jalur ini baru diberlakukan pada tahun 2021 merujuk pada PP Nomor 39 Tahun 2021.
Produk UMKM yang disertifikasi melalui jalur ini tidak boleh jenis produk berisiko, atau hanya menggunakan bahan-bahan yang sudah bersertifikat halal. Jika tidak memenuhi salah satu persyaratan, maka sertifikasi halal diurus melalui jalur reguler.
Pengurusan sertifikasi halal melalui jalur self declare tidak dipungut biaya, alias gratis. Prosedur sertifikasi halal jalur self declare lebih sederhana dibanding jalur reguler. Pelaku Usaha UMK juga mendapat pendampingan
dari Pendamping Proses Produk Halal (PPH) dari Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H).
1. Persiapan
Pada tahap persiapan, pelaku usaha dapat meminta pendampingan sertifikasi ke LP3H yang ada di kota setempat. Setelah itu akan ada 1 orang Pendamping PPH yang ditugaskan untuk membantu pelaku usaha. Pendamping PPH akan melakukan kurasi (seleksi awal) data untuk memastikan pelaku usaha telah memenuhi persayaratan pengajuan melalui jalur self declare. Jika dinilai tidak lolos, maka proses sertifikasi halal harus dilakuakan melalui jalur reguler.
2. Pendaftaran
Pelaku usaha yang lolos seleksi awal oleh
Pendamping PPH, akan dibantu melalukan pendaftaran sertifikasi halal secara online di SIHALAL. Persyaratan dan tata cara pendaftaran sama dengan jalur reguler, namun untuk jalur self declare terdapat template dokumen yang disediakan di sistem seperti surat permohonan, formulir pendaftaran, surat ketetapan Penyelia Halal, dan manual SPJH. Semua dokumen persayaratan diunduh dan diisi.
3. Pemeriksaan atau Verifikasi dan Validasi (Verval)
Pendamping PPH melakukan verval terhadap bahan, produk, proses produk halal (PPH), dan penerapan SPJH. Jika ditemukan ketidaksesuaian, pelaku usaha bersama pendamping PPH melakukan tindakan koreksi. Setelah dinilai memenuhi standar kehalalan produk, Pendamping PPH mengirimkan laporan hasil pendampingan dan rekomendasi hasil verval kepada BPJPH melalui SIHALAL.
4. Penerbitan STTD
BPJPH melakukan verifikasi atas dokumen dari Pendamping PPH secara otomatis di SIHALAL, kemudian menerbitkan STTD.
5. Sidang Fatwa
Pada jalur self declare penetapan kehalalan produk dilakukan bukan oleh Komisi Fatwa MUI, melainkan oleh Komite Fatwa Produk Halal. Penetapan kehalalan dilakukan setelah menerima laporan hasil pendampingan PPH dan melakukan sidang fatwa, kemudian hasilnya diunggah kembali di SIHALAL.
6. Penerbitan Sertifikat Halal
BPJPH menerbitkan sertifikat halal berdasarkan hasil sidang fatwa. Pelaku Usaha dapat mengunduh sertifikat halal di SIHALAL.
Sertifikat halal yang diperoleh dari jalur reguler maupun self declare memiliki kekutan hukum yang sama. Ketika produk/jasa telah mendapat sertifikat halal artinya telah memenuhi semua kriteria dalam SJPH. Kehalalan tersebut dijamin akan tetap dijaga sepanjang sistem tersebut diterapkan. Di samping sebagai bentuk penjaminan untuk konsumen muslim, sertifikat halal produk juga meningkatkan nilai tambah produk/jasa baik di dalam negeri maupun di pasar global. (Anidah)
Jelang Wajib Halal Oktober 2024, masyarakat maupun para pelaku usaha masih banyak yang belum mengetahui kewajiban tersebut. Mencermati perkembangan proses sertifikasi halal tahap 1 yang telah berjalan selama 5 tahun terakhir, BPJPH baru menerbitkan 4,4 juta dari 10 juta sertifikat halal hingga Mei 2024. Pemerintah akhirnya menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal untuk pelaku UMK hingga Oktober 2026. Sementara pelaku usaha menengah dan besar tetap pada tenggat waktu semula.
Survei IHATEC Marketing Research tentang pemahaman dan sikap masyarakat terhadap kewajiban produk halal menunjukkan hampir setengah responden (49%) menyatakan belum
mengetahui kewajiban halal.
Bagi masyarakat yang juga pelaku UMK, banyak juga yang belum mengetahui wajib halal, dan menganggapnya sebagai hal rumit. “Selalu yang terbayang dibenak mereka sulitnya melakukan sertifikasi halal dan biaya besar yang dikeluarkan, begitu ada edukasi ke masyarakat mereka semua menyatakan siap setelah tahu. Jadi masalah sebenarnya adalah ketidaktahuan” jelas Dr. Abdul Rahem, M.kes., Apt., ketua Pusat halal Universitas Airlangga, dalam FGD Menuju Pemberlakuan Wajib Halal 2024, pada 4 Juli 2024 secara daring.
Survei IHATEC Marketing Research yang digelar sepanjang Februari-Maret 2024 dengan melibatkan 450 responden di 4 kota besar di Indonesia mengungkap juga sumber informasi
Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dan Kepala Pusat
Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, dalam pembukaan
Rakor BPJPH dengan Perguruan Tinggi di Jakarta, 5 Juli 2024
halal yang banyak diakses responden adalah dari Internet (dalam hal ini mesin pencari Google). Internet memang menjadi sumber informasi kekinian, semua hal yang kerap dicari hampir semuanya tersedia di internet. Sayangnya tak semua informasi di dunia maya dapat dipertanggungjawabkan. Karenanya sumber informasi yang valid terkait dengan sertifikasi halal sangat diperlukan untuk mengisi kehausan informasi masyarakat. Di sinilah Halal Center dapat mengambil peran.
Halal Center Sebagai One Stop Solution Halal
Halal Center (HC) adalah pusat kajian halal, yang menjadi muara penelitian dan diseminasi informasi halal selain dari pihak pemerintah. Dalam perkembangannya banyak juga HC yang menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H), layanan edukasi, konsultasi, dan pelatihan terkait halal.
Di Indonesia banyak HC yang lahir dari lingkungan kampus. Tak heran, karena universitas telah terlebih dulu memiliki disiplin ilmu terkait pangan, yang menjadi objek penting dalam pembahasan halal. Melalui pendekatan Tri Darma Perguruan Tinggi, kampus dapat mengambil peran melalui pendidikan dan pelatihan halal, penelitian di bilang halal, dan pengabdian kepada masyarakat melalui pendampingan sertifikasi halal.
Penelitian di bidang halal telah jauh dimulai sebelum lahir regulasi kewajiban halal. Banyaknya hasil-hasil penelitian halal seperti teknik identifikasi spesies hewan dengan metode berbasis asam nukleat, telah menjadi dasar
analisis DNA babi pada produk pangan. Metode autentikasi yang mengarah kepada halal forensik juga banyak dikembangkan untuk menguji profil asam lemak hingga komponen golongan alkohol pada produk makanan ataupun minuman. Hingga kini banyak inovasi produk kit ekstraksi maupun kit uji, yang memudahkan pengujian lahir dari inovasi di laboratorium. Inovasi lainnya jelas diperlukan untuk selalu mengimbangi kemajuan teknologi industri pangan, kosmetik, sehingga dapat memberikan kepercayaan terhadap hasilhasil pengujiannya.
Dukungan HC terhadap ekosistem halal, tak hanya melalui penelitian saja. HC juga berkontribusi melalui perannya sebagai lembaga pelatihan halal, konsultan halal, LPH, atapun LP3H. Banyaknya sumber daya yang potensial secara akademik mampu menjadi motor penggerak dalam membantu persiapan penerapan sertifikasi halal di level pelaku usaha. Pendampingan pelaku usaha khususnya skala UMK, akan sangat berdampak pada pencapaian target WHO 2024, karena jumlah UMK pangan di Indonesia yang cukup besar. Industri pangan, yaitu makanan dan minuman, juga jasa terkait pangan seperti jasa sembelihan hingga jasa pengemasan dan logisik produk pangan, menjadi target pertama sertifikasi halal Oktober 2024 mendatang.
Hingga saat ini terdapat 71 LPH yang di-publish di website BPJPH, dan sebanyak 29 diantaranya (40,8%) merupakan LPH asal universitas di Indonesia.
Tak kalah penting diseminasi informasi halal kepada masyarakat perlu lebih ditingkatkan. HC
dapat meneguhkan diri sebagai sumber informasi halal yang valid dan kredibel, untuk mengisi kebutuhan infomasi masyarakat tentang halal. Terutama mengenai proses persiapan sertifikasi halal dan perkembangan regulasi terkait yang saat ini perlu digencarkan untuk mendukung WHO 2024.
Keberadaan HC tak hanya sebatas penguatan eksosistem halal di dalam negeri. The Halal Science Center (HSC) Chulalongkorn University, di Thailand, dapat menjadi contoh metamorfosis HSC hingga mampu melampaui peranannya sebagai pusat halal. HSC Chulalongkorn mampu menjadi pendukung ekspor produk-produk halal Thailand ke sejumlah negara di dunia. Negara tujuan ekspor menaruh kepercayaan besar terhadap produk halal Thailand karena yakin produk tersebut telah benar-benar teruji kehalalannya melalui HSC Chulalongkorn, meski negara Gajah Putih tersebut bukanlah mayoritas muslim.
Keberadaan HSC Chulalongkorn tidak hanya membuat warga muslim di Thailand merasa
terlindungi dalam hal kehalalan produk makanan dan minuman. HSC telah menjadi rujukan utama bagi industri pangan di Thailand untuk memastikan kehalalan produk mereka meskipun HSC bukan merupakan lembaga sertifikasi halal.
Tentunya HSC Chulalongkorn telah menempuh perjalanan panjang sejak didirikan pada 1994. Lahir di negara dengan jumlah muslim yang minoritas, HSC Chulalongkorn telah mampu menggambarkan visi ke depan terkait pasar halal dunia. Nampaknya peluang pasar halal di dalam negeri yang terbatas justru mampu mendorongnya menargetkan pasar halal dunia yang jauh lebih besar.
Dengan demikian HC di Indonesia pun sangat mungkin berperan mendukung potensi ekspor produk halal Indonesia serta untuk meyakinkan negara-negara tujuan ekspor bahwa produk Indonesia benar-benar halal. Hingga pada akhirnya pasar halal domestik hingga pasar halal global akan mampu ditaklukan oleh Indonesia dengan dukungan HC yang ada dan terus berkembang saat ini. (Anidah)