Halal Review Edisi 11/Nov-Des/2024

Page 1


From The Editor

Alhamdulillah majalah HALAL REVIEW edisi November telah terbit di tengah pembaca. Pembaca Budiman, pada 17 Oktober 2024 lalu Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan terkait dengan Jaminan Produk Halal (JPH), yaitu PP 42/2024. PP baru ini hadir sebagai penyempurnaan dari PP 39/2021 yang bertujuan memperkuat tata kelola jaminan produk halal dan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha. Banyak faktor yang melatarbelakangi terbitnya PP 42/2024. Namun yang paling utama adalah karena adanya perubahan di tingkat UU 6/2023 tentang Cipta Kerja sehingga aturan di bawahnya perlu menyesuaikan.

Terkait disahkannya PP baru di bidang penyelenggaraan jaminan produk halal ini, maka HALAL REVIEW pada edisi kali ini mengangkat topik utama tentang PP 42/2024 dan urgensinya bagi pelaku usaha. Pada tema ini, HALAL REVIEW mengulas sejauh mana efektivitas peraturan baru ini dapat mempercepat pencapaian tujuan penyelenggaraan JPH sesuai dengan amanat UU, yaitu memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat.

Lebih jauh apa saja hal-hal baru yang tercakup dalam PP 42/2024. Sejauh mana PP baru ini memberi kemudahan bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan memasarkan produk halal, dan bagaimana pandangan para stakeholder halal seperti pelaku usaha, Lembaga Pemeriksa Halal, dan lembaga halal center, dalam menyikapi keluarnya PP 42/2024. Semua isu tersebut menjadi pembahasan dalam topik utama edisi kali ini. Melalui topik ini diharapkan dapat memberi gambaran secara komprehensif bagi pembaca tentang urgensi PP 42/2024 dalam penyelenggaraan JPH.

Selain topik utama, kami juga menyajikan topik lain yang tak kalah menarik. Topik tersebut di antaranya ulasan tentang Berbagi Keringat, Berbagi Berkat. Artikel ini menarik karena dalam ulasannya mengajak pelaku usaha agar melakukan bagi hasil dengan karyawannya dalam sistem numerasinya sehingga terbangun perusahaan strategic halal champion.

Topik berikutnya adalah sosok Siti Aminah, sebagai salah satu tokoh penggerak halal yang memiliki peran strategis dalam pengembangan regulasi dan edukasi halal di Indonesia. Semoga bermanfaat.

Anang Ghozali Editor in Chief

PEMIMPIN UMUM

PEMIMPIN REDAKSI

REDAKTUR AHLI

Evrin Lutfika

Anang Ghozali

Prof. Irwandi Jaswir, M.Sc., Ph.D.v

Prof. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

Dr. Wahyu T. Setyobudi, MM., ATP., CPM.

Ir. Nur Wahid, M.Si Purwono, S.IP

HALAL REVIEW

@HALALREVIEW_

HALAL REVIEW

REDAKTUR

Audia Ari Anidah Mohammad Andika Priyandana Syauqi Ahmad

SEKRETARIS REDAKSI RISET

Tiara Aprilia Rizky

Fachruddin Putra Jaya

FOTOGRAFER DESAIN & LAYOUT

PEMASARAN Tri Hadi Prayitno Novia Putri Sari

KEUANGAN IT

Feby Sabrina Agisna Gusti Ainun

Dinda Yunita

Berlian Dwi Ayu M. Risal Abdilah

Diterbitkan oleh IHATEC Publisher (PT Insan Halal Cendekia)

Alamat:

Bogor Icon Central Office Lt. 3, Bukit Cimanggu City, Jl. Sholeh Iskandar No.1, Cibadak, Tanah Sareal, Bogor 16168

+62811-1145-060 (Whatsapp)

E-Mail : publisher@ihatec.com ISSN 3032-1964

Majalah HALAL REVIEW mengulas tentang potensi halal dalam pengembangan bisnis di pasar Indonesia maupun pasar global, untuk memberikan informasi dan inspirasi bagi pembaca maupun pelaku bisnis dalam menangkap peluang potensi pasar halal dan terbit satu bulan sekali.

Majalah ini dapat diperbanyak sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan pendidikan dan non komersial lainnya dengan tetap mencantumkan sumbernya.

Babak baru dalam penerapan Jaminan Produk Halal telah dimulai. Tepat 10 tahun pasca pertama kali diundangkan, kewajiban sertifikasi halal resmi diterapkan pada 18 Oktober 2024. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024, sebagai pembaruan kerangka penyelenggaraan JPH. Apa saja hal baru yang diatur dalam regulasi tersebut?

12

HALAL INSIGHT

Global Halal Market

Perlu Ada Sosialisasi yang Memadai

Memajukan Sertifikasi Halal bagi UMK

Perlu Kolaborasi dalam Penguatan Sertifikasi Halal

HALAL STRATEGY

Berbagi Keringat, Berbagi Berkat

HALAL BRAND

Halal sebagai Elemen Utama Pemasaran

HALAL BRAND

Komitmen Halal dan Nilai Islami dalam Manajemen

HALAL BRAND

Jalankan Tiga Pilar Utama

HALAL CORPORATE

Bermodal Halal, Incar Pasar Internasional

HALAL LIFESTYLE

Aktif Kampanyekan Gaya Hidup Halal Lewat Media Sosial

HALAL UPDATE

KEPALA BPJPH PERIODE 2024-2029 HAIKAL HASSAN

HALAL TRADE EXPO DUBAI

Halal Kulture Market 2024

HALAL GLOBAL

Sertifikasi Halal di Singapura: Menjaga Kehalalan Produk dalam Beragam Pilihan

HALAL KNOWLEDGE

Coklat Viral Pasti Halal?

Perlu Kolaborasi dalam Penguatan

Sertifikasi Halal

Peran strategis Siti Aminah dalam pengembangan regulasi dan edukasi halal menjadikannya sebagai salah satu tokoh yang berkontribusi besar dalam perjalanan sertifikasi halal di Indonesia.

Di balik pesatnya kemajuan industri halal di Indonesia, terdapat banyak tokoh yang tak henti memberikan dedikasinya dan bekerja keras dalam membangun ekosistem halal di Tanah Air, agar dapat mewujudkan mimpi Indonesia menjadi pusat  halal dunia. Salah satu di antaranya, Siti Aminah.

Sepak terjang Aminah di bidang halal, dimulai sejak dirinya menjadi pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam di tahun 1994. Selanjutnya ia diangkat sebagai Kasi Laboratorium Halal Direktorat Urusan Agama Islam, di tahun 2007, dan Kasi Registrasi dan Sertifikasi Halal tahun 2011. Karirnya terus berkembang, dengan mendapat promosi jabatan sebagai Kasubdit Produk Halal di tahun 2013.

Setelah BPJPH terbentuk di tahun 2017, Aminah ditugaskan menjadi kepala Bidang Pengawasan Jaminan Produk Halal (JPH). Berbagai posisi penting di BPJPH telah diembannya, mulai dari Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal (20172019), Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Produk Halal (2019-2021), Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal (2021-2022), hingga jabatan terakhirnya sebagai Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal (2022-Juli 2024).

Saat bertugas di BPJPH, Aminah memainkan peran penting dalam menyusun regulasi yang menjadi landasan hukum ekosistem halal di

Indonesia. Termasuk UU JPH Nomor 33 tahun 2014, yang mengubah implementasi sertifikasi halal yang sebelumnya bersifat voluntary menjadi mandatory. Dia juga menjadi anggota tim inti penyusunan Perpres 83/2015 tentang struktur BPJPH dan regulasi pelaksana lainnya, serta turut mengawal penetapan tarif sertifikasi halal dan melakukan pengawasan terhadap Lembaga Halal Luar Negeri/LHLN.

Meski kini menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama di UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Aminah tetap aktif dalam memberikan sosialisasi, edukasi dan literasi kepada pelaku usaha dan masyarakat, guna memastikan keberlanjutan program sertifikasi halal di Indonesia.

Dalam wawancara dengan Majalah Halal Review, Aminah menyampaikan pandangannya tentang pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memajukan sertifikasi halal.

Bagaimana perkembangan sertifikasi halal di Indonesia saat ini?

Alhamdulillah, perkembangan sertifikasi halal di Indonesia semakin baik meskipun belum maksimal. Hingga kini, lebih dari 5 juta produk telah bersertifikat halal, baik melalui skema reguler maupun self declare.

Kesadaran para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan pelaku usaha, juga meningkat, terutama dengan adanya program

sertifikasi halal gratis untuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Namun, tantangan seperti keterbatasan dana masih menjadi hambatan, sehingga target sertifikasi halal belum sepenuhnya tercapai.

Seberapa efektif sertifikasi halal diterapkan kepada pelaku UMK?

Dengan jumlah UMK yang mencapai 64 juta pada 2018, angka produk bersertifikat halal yang baru mencapai 5 juta menunjukkan masih banyaknya pelaku UMK yang belum tersentuh sertifikasi. Untuk mengatasi hal ini, BPJPH memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, untuk melibatkan dinas-dinas di daerah.

Ini bertujuan agar sertifikasi halal bisa lebih komprehensif, terutama menjelang 17 Oktober 2024, ketika sertifikasi halal menjadi wajib untuk produk makanan dan minuman bagi usaha menengah dan besar. Dengan dijadikannya BPJPH sebagai badan di bawah Presiden setelah

terbitnya Perpres 153/2024 pada awal November 2024. Diharapkan anggaran BPJPH menjadi lebih besar untuk membantu sertifikasi halal pelaku UMK dan kuotanya ditambah lebih besar, dari yang sebelumnya 1 juta sertifikasi halal gratis. Seberapa maksimal upaya pemerintah untuk meningkatkan kesadaran pelaku UMK terkait pentingnya sertifikasi halal?

Meski kini kesadaran pelaku UMK meningkat, kenyataannya banyak yang masih ragu untuk mendaftar dikarenakan ada persepsi biaya sertifikasi halal mahal dan prosesnya sulit. Mengatasi hal ini BPJPH gencar melakukan sosialisasi, termasuk melalui program Wajib Halal Oktober (WHO) 2024.

Program ini menyasar hingga ke daerahdaerah dengan memanfaatkan media sosial dan pihak-pihak terkait agar pelaku usaha memahami pentingnya sertifikasi halal. Selain itu, masyarakat didorong untuk berperan aktif dengan hanya memilih dan membeli produk bersertifikat halal.

Foto: Istimewa
Siti Aminah, dalam Seminar Sertifikasi Halal di Balikpapan

Dukungan ini diharapkan akan mendorong pelaku usaha untuk segera melakukan sertifikasi. Sanksi apa yang diberikan kepada pelaku usaha yang belum melakukan sertifikasi halal?

BPJPH akan melakukan pengawasan kepada semua pelaku usaha yang memang wajib bersertifikat halal. Bagi pelaku usaha menengah dan besar yang belum melakukan sertifikasi sampai 17 Oktober 2024, akan dikenakan dua sanksi. Pada sanksi pertama masih berupa teguran dari BPJPH. Setelah itu, sanksi kedua berupa larangan produk untuk diedarkan, jika teguran diabaikan.

Sementara bagi pelaku UMK, sesuai aturan PP 42/2024 kewajiban sertifikasi halal UMK diperpanjang hingga Oktober 2026. Dengan memperpanjang masa kewajiban sertifikasi halal, pemerintah memberikan kesempatan bagi pelaku UMK untuk mempersiapkan diri secara matang. Tambahan waktu ini juga merupakan kesempatan bagi BPJPH untuk mengedukasi dan sosialisasi secara terus menerus, serta membangun fasilitas yang lebih optimal untuk membantu UMK.

Apakah standarisasi halal di Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri?

Indonesia telah memiliki Sistem Jaminan Halal (SJH) yang awalnya disusun oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan LPPOM. Kemudian, sistem ini berkembang menjadi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sebagai pedoman nasional. Namun, SJPH saat ini masih berupa standar umum sehingga perlu disesuaikan lebih spesifik untuk berbagai jenis produk.

Selain standar untuk makanan, minuman, dan obat-obatan, BPJPH juga telah menyusun standar untuk rumah potong hewan, logistik, dan transportasi. Tetapi standar ini belum mengakomodir seluruh kebutuhan pelaku usaha di Indonesia maupun mancanegara. Alhasil, masih banyak lagi standar yang harus disiapkan supaya bisa sesuai dengan regulasi yang ada.

Apakah standar halal Indonesia sudah menjadi rujukan halal global?

Standar SJPH tidak hanya digunakan di dalam negeri, tetapi juga diminati oleh pelaku usaha luar negeri. Saat ini, sekitar 200 Lembaga Halal Luar

Negeri (LHLN) telah mengadopsi standar halal nasional sebagai syarat untuk memasuki pasar Indonesia.

Bisa dikatakan standar halal Indonesia kini menjadi salah satu bagian penting dalam perdagangan global, terutama untuk memastikan produk luar negeri sesuai dengan prinsip halal yang diakui di Indonesia.

Terobosan apa yang dilakukan dalam mempercepat proses sertifikasi halal selama menjabat di BJPH?

Banyak terobosan yang dilakukan untuk mempercepat proses sertifikasi halal, salah satunya pembuatan sistem di pusat registrasi pada tahun 2017, agar pelaksanaan sertifikasi halal dilakukan secara online . Implementasi sistem ini membutuhkan waktu karena tidak mudah dalam pengembangannya. Setelah 1-2 tahun kemudian, baru sistem pendaftaran pelaku usaha dilakukan secara online, meski masih secara sederhana.

Selanjutnya penyusunan penjabat pengawas JPH yang memiliki fungsi untuk memastikan berjalannya seluruh sektor JPH, termasuk pengendalian kehalalan produk yang beredar, dikonsumsi, dan digunakan masyarakat. Pembahasan pengawasan sudah dilakukan sejak tahun 2019, meski fungsi pengawasan baru dilaksanakan di Oktober 2024 ini, di mana semua produk akan diawasi dan ada sanksinya.

Dari sisi regulasi, upaya yang kami lakukan dengan menderegulasi aturan pendirian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), yang syaratnya dinilai cukup berat dan menghambat perkembangan LPH. Kehadiran UU Cipta Kerja, mengubah berbagai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU 33/2014 dan PP 31/2019, termasuk pendirian LPH yang lebih mudah, sehingga mendorong bermunculan LPH baru, yang jumlahnya sekarang lebih dari 78 LPH.

Bagaimana peran perguruan tinggi dalam memajukan perkembangan sertifikat halal di Indonesia?

Perguruan tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) memiliki peran yang besar dalam perkembangan halal di Indonesia. Hal ini terlihat dari penambahan jumlah lembaga terkait halal, sebab hampir semua PTN maupun PTS Islam telah memiliki LPH

dan Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). UIN SMH Banten sendiri sudah memiliki LPH dan LP3H.

Yang menarik beberapa perguruan tinggi memiliki Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik yang berkaitan dengan halal. Sebanyak 150 mahasiswa UIN SMH Banten telah mengikuti KKN tematik yang disebar di beberapa kabupaten di Banten, untuk mencari pelaku usaha yang produknya belum bersertifikat halal dan masuk dalam kategori self declare

Setiap mahasiswa yang mengikuti, sebelumnya dibekali pelatihan LP3H selama 3 hari. Jika lulus, akan terdaftar sebagai Pendamping Proses Produk Halal. Rencananya tahun depan, UIN SMH Banten akan menambah jumlah peserta KKN tematik ini hingga 500 mahasiswa supaya bisa menjangkau pelaku UMK di setiap kabupaten di Banten.

Meski sudah tidak di BPJPH, Anda masih aktif dalam pengembangan sertifikasi halal di Indonesia maupun global. Sebutkan aktivitas yang dilakukan sekarang?

Walaupun sudah tidak di BPJPH, saat ini saya masih dilibatkan sebagai pelatih untuk pelatihan pengawas JPH. Selain itu diminta Kementerian Perdagangan dan Badan Standardisasi (BSN) dalam pelaksanaan pelatihan JPH yang pesertanya tidak hanya dari Indonesia saja, tetapi juga berasal negara lain. Sekaligus masih dilibatkan dalam mengasesmen beberapa LHLN dari segi syariat.

Harapan Anda tentang perkembangan sertifikasi halal ke depannya, seperti apa?

Di bidang pendidikan, terkait dengan program S3 yang sedang dijalankan saya sedang menyusun kurikulum untuk Madrasah Aliyah Negeri (MAN) vokasi, jurusan Tata Boga yang fokus pada makanan dan minuman halal. Materi tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) dimasukkan dalam kurikulum tersebut.

Sebagai tahap awal, kurikulum ini diterapkan di MAN 2 Kalimantan Selatan yang menjadi sampel dari penelitian. Setelah dievaluasi, pengembangan kurikulum ini nantinya dilaporkan ke Kementerian Agama, khususnya Dirjen Pendidikan Islam. Harapannya kurikulum tersebut dapat diterapkan di semua MAN di Indonesia.

Keberadaan BPJPH yang kini langsung di bawah Presiden memberikan harapan besar untuk memperluas cakupan dan fasilitas sertifikasi halal. Dengan struktur yang lebih kuat, BPJPH diharapkan mampu mendukung pelaku UMK secara lebih optimal.

Di tingkat internasional, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia harus diiringi dengan peningkatan standar halal yang lebih tinggi, terutama di kawasan ASEAN. Tantangan besar seperti perbedaan standar dan budaya di setiap negara, membutuhkan kerja sama regional yang intensif untuk menciptakan harmonisasi standar halal di kawasan tersebut. (Mohamad)

Foto: Istimewa
Siti Aminah
Salah Satu Tokoh di Indonesia yang Berkontribusi dalam Membangun Ekosistem Halal di Tanah Air

Berbagi Keringat, Berbagi Berkat

Rasio pramusaji dengan pelanggan, ternyata tidak selalu berkorelasi dengan tingkat layanan yang lebih baik. Paling tidak itu yang saya rasakan ketika berkunjung ke sebuah restoran bakmi di rest area. Berkompromi dengan perut yang minta diisi, saya merapat ke sebuah rest area tol di siang yang lumayan terik. Setelah melakukan scanning sesaat terhadap restoran yang berjejeran, saya memilih untuk masuk ke rumah makan bakmi yang nampaknya lengang. Alasannya sederhana, pertama karena brand yang sudah lumayan dikenal, kedua karena suasananya lengang sehingga harapan saya pelayanannya bisa lebih cepat. Di luar dugaan, asumsi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.

Lima karyawan untuk mengurusi kedai sebesar 6 meja dengan masing-masing 4 kursi saja menurut saya terlalu banyak. Dan dengan sepinya toko, mestinya satu pelanggan ini sangat berharga sehingga menjadi fokus perhatian. Tetapi duh, saya melihat kasir masih bisa mengobrol santai dengan koki, sementara dua orang lagi masih sempat-sempatnya mabar (main bareng), menyelesaikan pertempuran mobile legends. Saya sampai berpikir apakah tidak ada supervisor atau CCTV untuk mengawasi? Saya merasa diabaikan.

Keadaannya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan restoran padang di sebelah yang jauh lebih ramai. Pelanggan maupun pramusaji sama-sama sibuk. Berteriak memesan dan hilir mudik mengantarkan piring-piring makanan. Pembersih meja tidak menunggu lama, selepas badan meninggalkan kursi, secepat itu pula meja bersih kembali. Pelayanan, jangan ditanya. Baru duduk, diberi minum. Memilih menu, dikasih teh hangat. Mulai makan, disajikan nasi tambah. Hampir selesai, disiapkan puding, buah dan lainlain. Perfecto.

Dr. Wahyu T. Setyobudi, MM., ATP., CPM. Peneliti Global Business Marketing Binus Business School

Saya berpikir apa yang menyebabkan perbedaan utama antara kedua resto ini. Salah satu yang sangat kentara adalah pada cara pandang karyawan terhadap pelanggan. Di resto bakmi tadi, pelanggan dianggap gangguan. Distraksi atas kegiatan pribadi yang sedang dilakukan. Hal ini nampaknya lazim ditemui pada perusahaan yang berjarak antara owner dengan karyawannya. Perlu diawasi, ditegur, dan sedikit saja pemilik resto abai, karyawan memilih untuk melakukan kegiatan sendiri. Berlama-lama ketika istirahat siang, mementingkan berbincang daripada melayani pelanggan yang datang.

Di restoran Padang kita mengenal praktik bagi hasil antara pemilik dengan karyawan. Pembagian ini menggunakan konsep “ mato ” atau mata, yang bisa dipahami sebagai poin. Misalkan seorang koki senior memiliki mato tujuh, karena posisinya sangat penting dalam restoran. Sementara itu, kasir mato lima, palung (penerima pesanan) mato empat, dan cuci piring diberikan mato dua. Setiap periode, misalnya 100 hari, perhitungan profit dilakukan. Pemilik mendapat bagian 50% sementara sisanya adalah hak karyawan yang dibagi sesuai mato. Nah di sinilah bedanya.

Aplikasi sistem bagi hasil dalam pengupahan, telah membuat karyawan memiliki sense

of ownership yang tinggi. Pelanggan yang melangkah masuk ke toko, dianggap sumber uang yang harus dilayani sebaik-baiknya. Oleh karena itu, semua bergerak, berinisiatif bagaimana caranya agar pembelian lebih banyak, with or without the owner’s presence. Karyawan juga cenderung merasa dihargai pengalamannya, serta terdorong untuk secara aktif memberikan saran-saran pengembangan usaha.

Dalam konsep pengelolaan SDM berbasis kapitalisme barat, karyawan dianggap sebagai salah satu aspek produksi. Oleh karenanya ia disebut sebagai sumber daya. Puluhan tahun, baru kemudian disadari bahwa dengan menempatkan karyawan sebagai sumber daya, maka perusahaan cenderung mengeksploitasi dan kurang memberi ruang untuk kontribusi secara aktif. Belakangan marak didengungkan transformasi menuju human capital atau pengelolaan modal manusia. Karyawan dianggap sebagai aset yang perlu terus menerus dikembangkan sebagai bagian dari pertumbuhan organisasi.

Nampak seperti baru, namun sebenarnya konsep ini sudah lama menjadi bagian bisnis syariah. Dalam perspektif Islam, hubungan pemilik modal dan karyawan pengelola bukanlah sekedar sumber daya atau bahkan aset, yang dalam tanda kutip berada dalam kekuasaan pemilik.

Hubungan dalam bisnis syariah adalah hubungan kemitraan (partnership) . Akad mudharabah mengatur hubungan ini, di mana pemilik modal dan pengelola bersepakat untuk membagi hasil usaha. Dengan demikian karyawan hakikatnya juga memiliki usaha tersebut.

Adopsi sistem remunerasi berbasis bagi hasil memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah, pertama meningkatkan rasa memiliki karyawan. Karyawan akan terdorong untuk membesarkan perusahaan seperti miliknya sendiri. Motivasi untuk berprestasi kemudian akan muncul secara intrinsic, bukan karena dipaksa oleh sistem, atau karena pengawasan yang melekat. Akan muncul intrapreneur-intrapreneur di dalam perusahaan yang gigih dalam mengembangkan perusahaan.

Kedua keuntungan sistem ini adalah menghargai pengalaman dan kompetensi. Banyak karyawan yang bertahun-tahun mengabdi pada perusahaan berujung frustrasi. Sekian lama karyanya seakan tidak diapresiasi. Sistem ini memudahkan perusahaan untuk menyesuaikan kompensasi melalui sistem pengharkatan yang lebih adil. Ketiga , mengoptimalkan customer focus . Bukan rahasia umum perusahaan sulit sekali menjadikan customer focus sebagai budaya kerja. Tidak lain karena fokus ini letaknya ada di

level mindset. Komunikasi yang masif mengenai seberapa pentingnya pelanggan, biasanya hanya masuk telinga kiri, meluber ke telinga kanan, jika tidak ada bukti nyata. Karyawan bisa menganggap komunikasi ini kosong jika tanpa bukti. Bukti terbaik adalah melibatkan karyawan sebagai aspek sentral dari bisnis.

Manfaat keempat dari sistem profit sharing dengan karyawan adalah mendorong pengembangan karyawan. Secara otomatis, karyawan akan menjadikan posisi lebih tinggi sebagai sasaran karier. Secara mandiri karyawan menilai kompetensi apa yang kurang dan kemudian melengkapinya melalui berbagai cara. Bisa melalui belajar sendiri atau otodidak, juga melalui mentorship dalam aktivitas sehari-hari. Kelima, inisiatif-inisiatif inovasi akan muncul disebabkan keinginan untuk bertumbuh dan berkembang.

Demikianlah dalam tulisan sederhana ini, saya ingin mengajak sobat-sobat bisnis untuk mulai melirik sistem bagi hasil dengan karyawan sebagai bagian dari sistem remunerasi. Tentu tidak harus dilakukan secara langsung dan radikal. Mulai dengan hal-hal kecil, unit kerja yang kecil dan kemudian terus disempurnakan. Mari setahap demi setahap, kita bangun perusahaan menjadi strategic halal champion.

Global Halal Market

Pasar halal global saat ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dengan nilai pasar yang diperkirakan lebih dari US$ 7 triliun. Pada tahun 2030 pasar halal diproyeksikan akan mencapai US$ 10 triliun dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 5,5%. Pertumbuhan yang pesat ini tentunya membawa pengaruh besar di sektor ekonomi dunia. Terbukanya peluang bisnis terutama pada produk halal seperti makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, dan pariwisata.

Populasi muslim di dunia yang meningkat juga akan mempengaruhi ekonomi secara global. Menurut Global Halal Market Statistics yang dikeluarkan oleh American Halal Foundation (AHF), pada tahun 2050 populasi muslim global diperkirakan akan mencapai 3 miliar, yang akan mewakili sepertiga dari total populasi dunia. Berikut data negara dengan proyeksi pertumbuhan populasi muslim tertinggi dalam beberapa dekade mendatang.

Berkembangnya pasar halal global juga dipengaruhi oleh halal lifestyle yang semakin populer. Tak hanya konsumen muslim saja, namun juga konsumen non-Muslim semakin banyak yang memilih produk halal. Hal ini karena produk halal dipersepsikan memiliki kualitas dan keamanan yang lebih tinggi. Produk halal sudah pasti bersih dan terhindar dari kotoran serta najis sehingga aman dikonsumsi. Hal ini yang membuat konsumen merasa aman untuk mengonsumsi produk halal. Pelaku industri halal juga perlu melihat ini sebagai sebuah peluang. Untuk itu, perusahaan harus mampu beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen yang semakin mengutamakan produk yang lebih sehat dan berkualitas. Berikut adalah beberapa tren utama yang menggambarkan preferensi konsumen terhadap produk halal.

Pasar makanan halal global didominasi oleh dua kawasan utama; Timur Tengah dan AsiaPasifik. Tabel berikut memaparkan data mengenai estimasi nilai pasar makanan halal pada negara dengan pertumbuhan signifikan, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi. Tak hanya sektor makanan dan minuman saja, pertumbuhan pasar halal di negara-negara tersebut juga menunjukkan adanya potensi pada sektor lainnya, seperti wisata halal. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh AHF ini, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki estimasi nilai pasar makanan halal tertinggi di US$ 200 miliar. Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dapat menjadi produsen halal dunia sebagaimana yang dicita-citakan oleh pemerintah.

Pada data AHF juga dipaparkan mengenai pertumbuhan top industri di sektor halal. Data ini menggambarkan potensi pasar halal global

yang mencakup berbagai sektor. Pada sektor makanan dan minuman halal menjadi sektor terbesar dengan estimasi nilai di US$ 2.000 miliar. Kemudian, sektor wisata halal menjadi sektor terbesar kedua dengan estimasi nilai sebesar US$ 150-200 miliar. Wisata halal juga semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumen muslim akan pengalaman wisata yang ramah muslim ( muslim-friendly ). Farmasi dan suplemen halal serta kosmetik halal juga menunjukkan potensi besar. Keempat sektor ini mencerminkan peluang besar untuk pengembangan ekonomi berbasis halal.

Daya beli konsumen muslim juga semakin meningkat. Data AHF menunjukkan bahwa pada tahun 2023, pengeluaran untuk produk dan layanan halal diperkirakan akan melampaui US$ 2,6 triliun. Beberapa negara dengan populasi muslim terbesar di dunia juga merupakan pasar utama dengan pengeluaran yang signifikan untuk produk halal. Dengan daya beli produk halal yang terus berkembang, akan menjadikan pasar halal semakin mendominasi tren konsumsi global. Berikut adalah perkiraan

pengeluaran konsumen muslim di beberapa negara.

Indonesia menempati urutan ke-4 dengan estimasi pengeluaran sebesar US$ 100 miliar dan merupakan pasar halal terbesar di Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu negara dengan populasi masyarakat muslim terbesar di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan produk halal di Indonesia juga tinggi.

Di era digital ini, pemanfaatan platform digital oleh konsumen muslim telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama dalam penggunaan platform e- commerce untuk membeli produk halal. Masyarakat semakin mengandalkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan produk halal. Hal ini memungkinkan mereka untuk membeli barang tanpa harus pergi ke toko atau swalayan. Dengan kemudahan pemesanan secara online, konsumen dapat mengakses produk halal dengan lebih cepat dan efisien. Ini menunjukkan peran penting teknologi digital dalam mempermudah akses ke pasar halal, baik untuk konsumen domestik maupun internasional. Berikut adalah besaran persentase konsumen muslim yang menggunakan platform digital di beberapa negara.

Indonesia berada di urutan ke-5 dengan persentase sebesar 85% konsumen muslim yang menggunakan platform digital untuk memenuhi kebutuhan mereka akan produk halal. Nilai ini tergolong cukup tinggi. Perusahaan harus dapat melihat hal ini sebagai sebuah peluang untuk memasarkan produknya secara lebih efektif. Dengan adanya perkembangan yang pesat dalam penggunaan platform digital, pemanfaatan teknologi yang tepat memungkinkan perusahaan memasarkan produknya hingga menjangkau konsumen global. Hal ini merupakan peluang besar bagi perusahaan untuk berkembang pada industri halal yang semakin digital. (Audia Ari)

PP 42/2024 dan Urgensinya Bagi Pelaku Usaha

Babak baru dalam penerapan Jaminan Produk Halal telah dimulai. Tepat 10 tahun pasca pertama kali diundangkan, kewajiban sertifikasi halal resmi diterapkan pada 18 Oktober 2024. Pemerintah telah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024, sebagai pembaruan kerangka penyelenggaraan JPH. Apa saja hal baru yang diatur dalam regulasi tersebut?

Wajib halal telah berlaku. Pelaku usaha skala menengah dan besar produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa sembelihan menjadi target pertama dari penerapan kewajiban sertifikasi halal. Pembahasan mengenai bagaimana bentuk pengawasan implementasi JPH hingga prosedur pembaruan sertifikat halal menjadi hal yang banyak dipertanyakan pelaku usaha pasca memperoleh sertifikat halal.

Kehadiran PP 42/2024 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, telah mengakomodir hal-hal baru yang diperlukan dalam implementasi JPH. PP yang disahkan pada 17 Oktober 2024 lalu oleh Presiden Joko Widodo, hadir sebagai penyempurnaan dari PP 39/2021 yang bertujuan memperkuat tata kelola jaminan produk halal dan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha.

Indonesia Halal Training & Education Center (IHATEC), berkesempatan menggelar sosialisasi PP 42/2024 untuk yang pertama kalinya, melalui webinar Halal Expert Talks yang digelar secara daring pada 29 Oktober 2024.

Direktur IHATEC Aditya Yudha Prawira mengemukakan tujuan dari Halal Expert Talks tersebut adalah untuk memfasilitasi dan memberikan pemahaman yang tepat dalam menghadapi perubahan regulasi ini untuk para pelaku usaha, dan para penyelia halal dari berbagai macam industri. “Dengan demikian diharapkan seluruh pihak dapat lebih siap dan selaras dalam menjalankan kewajiban serta memanfaatkan peluang dengan adanya regulasi baru ini,” lanjutnya.

Webinar yang diikuti tak kurang dari 1000 peserta melalui platform Zoom cloud meeting dan streaming dari kanal Youtube IHATEC, dibuka oleh Kepala BPJPH yang baru, Dr. Haikal Hasan ST. MT. Dalam sambutannya, Kepala BPJPH menegaskan kembali komitmen Pemerintah dalam penyelenggaraan JPH, yaitu dengan menjadikan BPJPH sebagai Lembaga setingkat Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Perkuat Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Sepanjang 10 tahun perjalanan JPH di Indonesia, regulasi UU maupun PP yang mengatur

JPH telah tiga kali mengalami perubahan. Regulasi pertama JPH diamanatkan dalam UU 33/2014, dan PP 31/2019 sebagai aturan teknisnya. Seiring pembahasan omnibus law pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, beberapa pasal dalam UU 33/2014 mengalami perubahan bersamaan dengan UU lainnya menjadi UU 11/2020 Tentang Cipta Kerja, aturan turunan terkait JPH dituangkan dalam PP 39/2021. Hingga ditandatanganinya UU 6/2023 yang kemudian mengubah beberapa pasal terkait JPH di dalamnya. Maka kehadiran PP 42/2024 pada Oktober lalu menjadi konsekuensi logis sebagai instrumen untuk melaksanakan amanat UU 6/2023 Tentang Cipta Kerja.

Hal tersebut ditegaskan Kepala Pusat Pembinaan & Pengawasan JPH-BPJPH, Dzikro, A.Pt., M.E yang menjadi salah satu pembicara webinar . “Latar belakang yang paling utama adalah karena adanya perubahan di tingkat UU 6/2023 sehingga aturan di bawahnya perlu menyesuaikan,” jelasnya.

Banyak faktor lain yang juga melatarbelakangi terbitnya PP 42/2024. Selain karena adanya perubahan pasal JPH dalam UU, urgensi penerbitan PP juga untuk mengakomodir peraturan teknis terkait Juru Sembelih Halal (Juleha), Pendampingan PPH, serta pembahasan objek pengawasan, dan lain-lain.

Dinamika perkembangan kewajiban sertifikasi halal di lapangan juga turut menjadi pertimbangan. Seperti masih banyaknya pelaku UMK yang belum mengurus sertifikasi halal hingga batas waktu penahapan berakhir di Oktober 2024 lalu. Hingga akhirnya Pemerintah memundurkan batas waktu kewajiban halal bagi pelaku UMK hingga 17 Oktober 2026, yang diputuskan dalam Rapat Kabinet Terbatas (15/05/2024).

Tak kalah penting, banyak aspirasi dari stakeholder halal yang diutarakan kepada pemerintah sebagai catatan penting dalam perjalanan penerapan JPH.

Hal Baru Pada PP 42/2024

Banyak hal baru yang tercakup dalam total 198 pasal di PP 42/2024. Beberapa hal baru tersebut antara lain; 1) Kedudukan Komite Fatwa Produk Halal, 2) Relaksasi tahapan kewajiban sertifikasi halal, 3) Kemudahan Penyelia Halal bagi pelaku UMK, 4) Pemeriksaan implementasi SJPH, 5) Pembaruan Sertifikat Halal, 6) Pengaturan Juru Sembelih Halal, 7) Pengaturan bentuk keterangan tidak halal, 8) LP3H dan P3H, 9) Kepastian waktu layanan sertifikasi halal di BPJPH, P3H, dan Komite Fatwa, dan 10) Kemudahan pembiayaan sertifikasi halal bagi pelaku UMK.

Hal baru dan penting yang diatur dalam PP 42/2024 salah satunya adalah tentang masa berlaku sertifikat halal dan prosedur pengawasannya. UU 6/2023 menyatakan bahwa sertifikat halal berlaku sejak diterbitkan oleh BPJPH dan tetap berlaku sepanjang tidak terdapat perubahan komposisi bahan dan/atau PPH. Artinya jika pelaku usaha telah memperoleh sertifikat halal untuk produknya, maka tidak perlu lagi diperpanjang karena tidak ada masa berlakunya, sepanjang tidak mengubah komposisi bahan atau prosesnya.

Namun pelaku usaha wajib memperbaharui sertifikat halalnya jika mengganti bahan dalam komposisi produk atau mengubah proses produksinya. Ketentuan pembaruan sertifikat halal diperjelas dalam PP 42/2024 Pasal 51-52, namun implementasinya masih menunggu aturan teknis dari BPJPH.

Pasca memperoleh sertifikat halal, pelaku usaha diwajibkan menjaga kehalalan produknya yang dibuktikan dengan surat keterangan konsistensi kehalalan produk.

“Nah itulah diperlukan pelaku usaha membuktikan konsistensi kehalalan, dengan mengajukan nanti yang namanya pengecekan konsisten kehalalan produk yang kita jadwalkan 4 tahun sekali. Mirip memang dengan pembaruan sertifikat (halal), tetapi tingkat kedalaman ini akan beda. Dan dipastikan juga nanti pembiayaannya itu akan lebih ringan dan murah dibanding pengajuan sertifikat halal,” papar Dzikro.

Dengan kata lain sekalipun sertifikat halal tidak memiliki masa berlaku, namun bukan berarti bebas dari pengawasan. Keberadaan pengecekan konsistensi kehalalan (surveilans) selama 4 tahun sekali menjadi bentuk pengawasan pemerintah

terhadap implementasi JPH oleh pelaku usaha. Harapannya pelaku usaha tetap konsisten menjaga kehalalan produk meskipun tidak ada pembaruan sertifikat halalnya. Kewenangan pelaksanaan surveilans dilaksanakan oleh BPJPH dan bekerja sama dengan LPH.

Bentuk pengawasan lain dalam PP 42/2024 diatur dalam Pasal 111-122 berupa pengawasan JPH (pengawasan reguler). Pengawasan JPH berbeda dengan pemeriksaan konsistensi kehalalan produk. Perbedaannya antara lain objek pengawasan reguler ini telah ditetapkan dalam PP yang meliputi pengawasan terhadap LPH, kehalalan produk, pencantuman label halal maupun keterangan tidak halal, pengawasan terhadap pemisahan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara produk halal dan tidak halal, pengawasan terhadap penyelia halal, seta kegiatan lainnya terkait JPH. Pengawasan JPH merupakan tugas BPJPH juga berkoordinasi dengan Kementerian maupun lembaga terkait lainnya.

Pengawasan reguler tidak melakukan audit terhadap konsistensi kehalalan produk. Sementara dalam surveilans dilaksanakan seperti proses audit, dengan pemeriksaan yang lebih mendalam.

Waktu pelaksanaan pengawasan reguler juga berbeda dengan surveilans. Pasal 120 menyebutkan pengawasan dilakukan secara berkala yaitu 6 bulan sekali dan sewaktu-waktu berdasarkan dugaan adanya pelanggaran. Adapun surveilans dilaksanakan 4 tahun sekali.

Wadahi Aspirasi Pelaku Usaha

Implementasi JPH di Indonesia melibatkan peran banyak stakehoder, salah satunya adalah kalangan pelaku usaha. Dalam beberapa kesempatan GAPMMI sebagai wadah aspirasi kalangan industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia, memberikan masukan berharga terhadap pemerintah terkait implementasi JPH.

Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan antar Lembaga GAPMMI, mengemukakan beberapa hal yang menjadi concern pelaku usaha mamin, salah satunya sertifikasi halal produk impor. Bahan baku maupun produk jadi asal impor diwajibkan memiliki sertifikat halal dari lembaga halal luar negeri yang telah memiliki pengakuan dengan BPJPH.

Rachmat menyoroti kesiapan infrastruktur agar tidak menghambat rantai pasok industri mamin. “Kita benar-benar butuh support dari pemerintah terkait kesiapan infrastruktur dan juga lembaga halal luar negeri yang terkait, karena kalau tidak maka rantai nilai industri makanan dan minuman ini bisa dipastikan akan terhambat,” ungkapnya.

Rachmat juga mengapresiasi pemerintah terkait usulan tidak diwajibkannya label halal pada produk curah yang telah tersertifikasi halal, karena termasuk produk bahan baku yang tidak dijual langsung kepada konsumen. Hal tersebut menjadi concern bagi pelaku usaha karena mampu mereduksi biaya pelabelan. Ketentuan label halal tertuang pada Pasal 109 ayat 1-3.

Hal lainnya yang diakomodir dalam PP 42/2024 adalah dihapuskannya apostile atau pengesahan salinan (legalisir) sertifikat halal luar negeri (SHLN) oleh perwakilan Indonesia di luar negeri. Sehingga proses registrasi SHLN dapat lebih sederhana dan efisien.

“Hal ini menjadi salah satu bentuk bagaimana PP 42/2024 mengakomodir aspirasi dari pelaku usaha sepanjang tidak berdampak serius terhadap jaminan kehalalan produknya,” tegas Dzikro.

Rahmat menambahkan lebih jauh usulan pelaku usaha mamin dalam kaitannya produk bahan baku impor, yang menghendaki penghapusan keharusan registrasi bagi produk impor yang telah memiliki SHLN. “Agar bahan baku impor itu tidak perlu diregistrasi kembali ke BPJPH. Ini adalah usulan kami selama bahan baku tersebut (berupa) bahan penolong atau barang tambahan pangan ataupun kemasan sudah memiliki sertifikat halal dari lembaga luar negeri yang sudah diakui oleh BPJPH. Jadi kami berharap agar bahan baku itu tidak perlu diregistrasi,” harapnya.

Alhasil PP 42/2024 hadir sebagai penyempurnaan karena mencakup hal-hal penting terkait implementasi JPH yang belum diatur secara detail dalam PP 39/ 2021.

Adanya perubahan dalam regulasi JPH adalah ikhtiar pemerintah dalam mencapai tujuan penyelenggaraan JPH sesuai amanat UU, yaitu untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Serta meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual Produk Halal. (Anidah)

Perlu Ada Sosialisasi yang Memadai

Elvina A Rahayu, ketua ALPHI, menyorot perlakuan yang adil dalam pelaksanaan sertifikasi halal reguler dan pernyataan mandiri bagi pelaku UMK.

Sebagai upaya mewujudkan

Indonesia sebagai pusat halal dunia, sertifikasi halal menjadi salah satu langkah prioritas pemerintah. Di balik proses sertifikasi tersebut, terdapat peran penting Asosiasi

Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI) yang bertugas membantu mempercepat pemeriksaan produk halal yang sesuai dengan standar.

Berdiri pada Maret 2023, ALPHI berupaya memaksimalkan peran Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dalam mendukung kebijakan dan regulasi pemerintah terkait Jaminan Produk Halal/JPH.

Di bawah kepemimpinan Elvina Agustin Rahayu sebagai ketua periode 2023-2025, ALPHI berfokus pada peningkatan kompetensi, integritas, dan kerja sama di antara LPH untuk memperkuat ekosistem halal di Indonesia. Namun demikian sejauh ini ALPHI belum bisa melakukan banyak hal selain konsolidasi dan komunikasi pada BPJPH dan MUI. Perubahan aturan di BPJPH dan juga penyamaan persepsi pada ketentuan MUI yang ada di pusat dan di daerah cukup dinamis.

Perjalanan menuju pencapaian tersebut bukan tanpa tantangan, terutama dalam melibatkan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang memiliki keterbatasan finansial dan operasional. Dengan

Foto: Istimewa
Ir. Elvina A. Rahayu
Ketua Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI)

adanya UU Cipta Kerja dan perubahannya, maka skala usaha juga berubah. Saat ini OSS hanya mengenal 2 nomenklatur yaitu UMK dan nonUMK. Di kelompok UMK ada pelaku usaha kecil yang mungkin awalnya di kelompok menengah.

Elvina menyoroti bahwa pelaku usaha mikro dan beberapa pelaku usaha kecil sering kali kesulitan menyesuaikan diri dengan persyaratan sertifikasi yang dianggap memberatkan. “Untuk pelaku UMK, bukan hal mudah menjalani proses sertifikasi ini, terutama pelaku usaha mikro. Bagi mereka, biaya tambahan seperti sertifikasi halal dapat menjadi beban,” ungkap Elvina. Bahkan, menurutnya banyak pelaku usaha yang merasa bahwa kebijakan sertifikasi halal ini tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama di sektor produk yang sudah dianggap halal secara umum.

Dalam konteks ini, ALPHI juga berupaya memberikan masukan agar pelaksanaan sertifikasi halal bagi UMK dengan terlebih dahulu membenahi sektor hulu, seperti masalah penyembelihan dan penjualan hasil sembelihan, serta masalah bahan tambahan pangan yang mayoritas impor dan pelaku UMK hanya bisa membelinya dalam bentuk repack . Hal ini sangat krusial menurut Elvina. Selain itu, Elvina percaya bahwa dukungan dari pemerintah untuk membiayai dan memfasilitasi ketersediaan rantai pasok halal bagi pelaku UMK adalah langkah

penting agar tujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia dapat tercapai.

Mengubah Paradigma dari Pusat Laba ke Pusat Biaya

Dalam konteks sertifikasi halal bagi pelaku UMK di Indonesia, Elvina menekankan bahwa peran BPJPH seharusnya difokuskan pada pelayanan sosial sebagai pusat biaya ( cost center), bukan sebagai pusat laba (profit center). Yaitu dengan mempersiapkan dahulu infrastruktur halal bagi pelaku UMK di hulu. Misalnya bagaimana status hasil sembelihan yang dijual di pasar, keberadaan RPH/U atau TPH/U serta penggilingan daging yang memenuhi persyaratan halal. Jika area ini tidak dibenahi (tentunya BPJPH berkoordinasi dengan K/L terkait), maka akan sulit menjaga keberlanjutan sistem sertifikasi halal, terutama bagi pelaku UMK, karena faktanya mayoritas pelaku industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia adalah UMK.

Prinsip ini, kata Elvina, sangat penting agar jaminan produk halal dapat dirasakan secara merata oleh berbagai pelaku usaha, terutama yang memiliki keterbatasan baik dari akses informasi dan finansial.

Tantangan besar yang dihadapi LPH saat ini adalah pelaksanaan proses sertifikasi dengan waktu yang lumayan lama. Mengapa? Bagi LPH yang mayoritasnya melakukan proses

Foto: Istimewa
Kunjungan Rapat ALPHI ke BPJPH
Setelah Pergantian Kepala Badan Baru, Haikal Hassan

pemeriksaan halal untuk produk UMK akan memakan waktu yang lama karena pelaku UMK juga merasa kesulitan untuk mendapatkan bahan-bahan, terutama hasil sembelihan yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Sehingga proses sertifikasi bisa memakan waktu yang tidak sebentar. Tentunya hal ini selain tidak memenuhi Service Level Arrangement/SLA yang ditetapkan oleh BPJPH, juga menjadi biaya bagi LPH karena masih harus terus berkomunikasi dengan pelaku UMK.

Bagi banyak pelaku UMK, proses sertifikasi halal bisa menjadi beban yang sulit ditanggung karena alokasi dana dan waktu mereka lebih difokuskan pada kebutuhan dasar produksi dan distribusi. Apalagi jika menggunakan hasil sembelihan, terkadang Komisi Fatwa MUI masih meminta untuk uji laboratorium. Meski dapat dipahami hal tersebut untuk menjaga integritas kehalalan, namun jika biaya pemeriksaan lab harus ditanggung oleh pelaku UMK maka semakin menambah beban mereka. Kondisi ini sering kali memaksa pelaku UMK untuk menunda atau bahkan menghindari proses sertifikasi, yang kemudian dapat berdampak pada keterbatasan pasar bagi produk-produk mereka di pasar domestik. Ketidakmampuan UMK untuk menjalani proses sertifikasi inilah yang menimbulkan tantangan tersendiri bagi LPH dalam menjalankan tugasnya.

Dalam PP 42/2024, yang menggantikan PP 39/2021, Pemerintah memperkenalkan beberapa perubahan untuk mendukung UMK, seperti relaksasi kewajiban sertifikasi halal. Namun, implementasinya masih menuai kritik karena kurangnya sosialisasi dan perubahan ketentuan lembaga pelatihan. Penyelia Halal di UMK dipersyaratkan harus memiliki sertifikat pelatihan dari lembaga yang ditunjuk atau diakui oleh BPJPH, padahal sebelumnya tidak demikian. Pelatihan untuk Penyelia Halal sebelumnya tidak harus dari lembaga yang ditunjuk BPJPH. “Kebijakan seperti ini tanpa sosialisasi yang memadai justru menambah beban UMK yang seharusnya dipermudah,” ungkap Elvina.

Elvina juga menyarankan agar pemerintah mengambil peran lebih aktif mempersiapkan jaminan halal di hulu sehingga proses sertifikasi menjadi lebih inklusif bagi pelaku UMK. Dukungan tersebut akan memberikan kondisi

yang kondusif juga bagi LPH dalam menjalankan perannya untuk memeriksa kesesuaian halal pada pelaku usaha. “Jika pemerintah berkomitmen menjamin produk halal secara menyeluruh, maka pemerintah memang harus bersifat cost centre dalam hal penyediaan infrastruktur halal dan pengawasannya, khususnya pada pelaku UMK. Namun untuk pelaku usaha non-UMK pengawasan dalam bentuk surveilans bukan ditanggung oleh negara melainkan pelaku usaha sendiri. Hal ini diperlukan untuk terjadinya jaminan produk halal yang sustainable dan juga penting bagi keberadaan LPH,” tambah Elvina.

Mekanisme ini akan meringankan beban UMK dan memungkinkan mereka untuk tetap beroperasi tanpa terkendala oleh proses sertifikasi yang mereka anggap rumit. Selain itu, perubahan paradigma dari pusat laba ke pusat biaya dianggap sebagai langkah penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem halal yang lebih adil bagi semua kalangan usaha di Indonesia.

Menerapkan Prinsip Keadilan dalam Pernyataan Mandiri (Self Declare) Halal

Salah satu tantangan dalam sistem JPH di Indonesia adalah memastikan bahwa proses pernyataan mandiri (self declare) dapat berlangsung secara adil dan sesuai skala usaha, terutama bagi pelaku UMK. Pernyataan mandiri sebenarnya dirancang untuk memberikan kemudahan bagi usaha mikro yang produknya memiliki risiko rendah dalam perspektif kehalalan. Namun, Elvina menyoroti pentingnya keadilan dalam cara pernyataan mandiri diimplementasikan, agar produk yang memang berisiko rendah saja yang masuk ke dalam proses tersebut. Karena proses self declare dilakukan oleh Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) dan diverifikasi oleh Pendamping Proses Produk Halal (P3H). Persyaratan untuk LP3H berbeda sekali dengan Proses pengakuan LPH, sama halnya proses untuk pengakuan auditor LPH dan P3H di LP3H. Persyaratan P3H boleh dengan tamat SMA.

Karenanya menurut Elvina, pelaksanaan pemeriksaan halal melalui self declare seharusnya tidak meluas kategori produknya. Hal ini selain masalah ketidakadilan juga masalah akuntabilitas dari jaminan produk halal yang sampai ke konsumen. Saat ini tidak ada pembeda yang

jelas antara produk halal yang melalui deklarasi mandiri dengan produk yang melewati sertifikasi reguler. Harusnya pembedaan logo halal ini dapat digunakan oleh pemerintah untuk pembinaan bagi pelaku usaha mikro yang ingin naik kelas.

Program self declare perlu didukung dalam kerangka akuntabilitas JPH ke konsumen bagi pelaku usaha mikro dengan produk yang berisiko rendah atau bahkan tidak berisiko namun ada concern pada jaminan proses produk halal dari kontaminan bahan haram. “Keadilan dalam jaminan halal harus melihat konteks dan skala usaha. Tidak semua produk membutuhkan proses sertifikasi reguler,” jelas Elvina.

Elvina menyarankan agar pemerintah menyediakan label atau tanda berbeda untuk produk yang melalui deklarasi mandiri. Pembedaan logo halal ini merupakan proses edukasi sekaligus kontrol sosial bagi produsen. Keberadaan logo halal self-declare , akan mengedukasi konsumen bahwa ada produkproduk yang memang cukup disertifikasi jalur self-declare, dan ada yang melalui jalur mandiri.

Dengan begitu, produk yang telah dianggap halal secara umum, seperti produk nabati, tidak

perlu mengikuti proses sertifikasi yang sama dengan produk-produk kompleks. “Deklarasi mandiri itu diperlukan, tetapi luarannya harus berbeda dari sertifikasi reguler agar ada keadilan bagi pelaku usaha, LPH dan LP3H,” tambah Elvina.

Elvina berharap pemerintah lebih mempertegas aturan terkait dengan pelaksanaan sertifikasi reguler dan s elf declare . “Kami, LPH sangat memerlukan situasi yang kondusif ini agar 77 LPH yang sudah diakui ini bisa bertahan dan berkelanjutan melakukan aktivitas pemeriksaan halal,” lanjutnya.

Elvina menambahkan lagi, bahwa dengan semakin kuatnya posisi BPJPH sebagai badan yang langsung di bawah Presiden, harapannya BPJPH semakin progresif dalam mempersiapkan jaminan produk halal di hulu beserta infrastruktur dan pengawasannya. Ekosistem halal yang kondusif ini sangat diperlukan bagi pelaku usaha dan LPH untuk melakukan proses sertifikasi halal yang dapat dipertanggungjawabkan dan berkelanjutan dalam rangka memberikan jaminan produk halal pada konsumen. Karena pada akhirnya kita semua adalah konsumen. (Andika Priyandana)

Foto: Istimewa
ALPHI Melakukan Kunjungan ke Menko PMK

Memajukan Sertifikasi Halal bagi UMK

Disahkannya PP 42 tahun 2024 sebagai pengganti PP 39 tahun 2021, akan memberi kemudahan bagi UMK untuk melakukan proses sertifikasi halal.

Namun diharapkan kebijakan ini betul-betul tetap dapat menjaga integritas kehalalan produk yang disertifikasi halal.

Prof. Ir. Khaswar Syamsu

Kepala Pusat Sains Halal IPB University

Foto: Istimewa

Berdasarkan data yang ada, masih banyak para pelaku usaha mikro kecil (UMK) yang belum memiliki sertifikasi halal dalam pelaksanaan usahanya. Persoalan ketidaktahuan akan tata cara pengajuan serta pemahaman konsep halal yang minim disinyalir menjadi penyebab utama rendahnya minat pengajuan sertifikasi halal.

Dalam pandangan Prof.Dr. Khaswar Syamsu, Kepala Pusat Sains Halal IPB University, persoalan utama dalam sertifikasi halal UMK di antaranya terletak pada tiadanya jaminan pasokan bahan halal dalam rantai pasok halal untuk bahan-bahan yang digunakan.

Menurutnya, produk halal hanya dapat dihasilkan dari bahan-bahan (bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong) yang halal dan diproses pada fasilitas produksi yang bebas dari cemaran bahan haram dan najis.

“Adalah tidak mungkin mendapatkan produk halal dari UMK yang berada di hilir apabila bahan di hulunya tidak halal,” ujarnya kepada Halal Review.

Ia melanjutkan, karena itu sertifikasi halal perlu diprioritaskan untuk bahan-bahan kategori kritis di hulu yang digunakan oleh UMK di hilir, seperti produk hewan sembelihan, yaitu produk daging dan produk turunan daging.

Kemudian yang kedua adalah soal kapasitas sumber daya manusia (SDM) sebagai penjamin halal, dan yang ketiga adalah aspek pembiayaan untuk sertifikasi halal.

Terkait SDM, Khaswar menilai bahwa ada perbedaan antara UMK dengan badan usaha besar. Di matanya, UMK memiliki keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM. “Untuk menjamin kehalalan produk agar tidak hanya halal ketika audit dilaksanakan, tetapi betul-betul halal secara konsisten dan berkesinambungan, maka diperlukan penyelia halal (halal supervisor) yang kompeten, minimal satu orang untuk setiap UMK halal,” ungkapnya.

Pun juga proses sertifikasi halal tentu saja memerlukan biaya, mulai dari pelatihan penyelia halal sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam proses produksi halal yang konsisten dan berkesinambungan. Kemudian proses audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal berupa pemeriksaan (verifikasi) ke lapangan, dan kadang memerlukan pengujian laboratorium terhadap bahan dan produk, serta biaya administrasi lainnya.

Nah lagi-lagi, berbeda dengan usaha besar, cash flow dan keuntungan UMK relatif lebih kecil. “Dengan alasan tersebut, UMK sering enggan untuk mengurus kewajiban sertifikasi halal produknya atau berkeberatan untuk membayar biaya sertifikasi halal. Padahal kasus ketidakhalalan produk justru lebih banyak ditemui pada UMK dibanding industri besar,” terang Khaswar.

Ketiga hal di atas secara umum merupakan persoalan yang paling sering dijumpai oleh para pelaku industri UMK sehingga perlu adanya semacam badan pusat informasi halal seperti HSC IPB ini yang bisa menengahi kesulitan-kesulitan UMK.

Atas dasar itulah HSC (Halal Science Center)-IPB didirikan dan secara resmi ditetapkan sebagai Pusat Kajian Sains Halal LPPM IPB berdasarkan SK Rektor IPB No.31/IT3/OT/2018 pada tanggal 24 Januari 2018.

Namun sejak 2024 HSC IPB tidak lagi di bawah LPPM IPB karena sudah tidak ada lagi LPPM IPB. “Sebagai pengganti LPPM, IPB membuat LRI (Lembaga Riset Internasional). HSC IPB berada di bawah LRI Pangan, Gizi dan Kesehatan,” jelas Khaswar.

Pada 2024, HSC IPB telah membina sebanyak 103 UMK. Sebanyak 58 UMK dibina oleh HSC IPB bekerja sama dengan Kemenperin, dan 45 UMK lewat jalur Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Sementara itu jumlah Rumah Pemotongan Hewan/RPH yang dibimbing oleh HSC bekerja sama dengan Pemprov DKI sebanyak 59 RPH, terdiri dari 48 RPH Unggas dan 11 RPH Ruminansia.

Foto: Istimewa
Penyerahan Sertifikat Halal kepada RPH Bimbingan HSC IPB di Jakarta

IPB Saat Melakukan Workshop

“Kalau untuk UMK yang telah mendapatkan sertifikat halal jalur self declare melalui HSC IPB sebanyak 461 UMK,” sebut Khaswar. Menyiapkan Sumber Daya Insani yang Kompeten

Tujuan pendirian HSC IPB sebagaimana yang diungkapkan Khaswar selain karena ingin memajukan sertifikasi halal di UMK dan RPH, tapi juga melaksanakan penelitian yang mendukung ekosistem halal, termasuk mencari dan menemukan metode autentikasi halal, pengembangan material halal yang baru dan inovatif serta pengembangan sistem ketertelusuran halal juga rantai pasok halal.

Adapun pelatihan (training) dan pengabdian masyarakat dalam bentuk bimbingan teknis halal hanyalah bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang juga menjadi misi HSC IPB untuk Tri Dharma di bidang Halal.

Dengan keberadaan HSC, IPB secara lembaga pendidikan tinggi dan sesuai dengan misinya adalah ingin membantu penyiapan sumber daya insani yang kompeten sebagai juru sembelih halal dan penyelia halal pada RPH dan UMK.

Selain itu HSC IPB juga membantu pembentukan dan pendirian Pusat Sains Halal di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan

harapan pengembangan ekosistem halal di Indonesia didukung oleh sumber daya insani yang kompeten.

Dengan gerakan ini, ungkap Khaswar saat ini sudah banyak Halal Center yang didirikan oleh berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Sebagian dari Halal Center tersebut telah berkiprah untuk menyiapkan sumber daya insani dan memberikan bimbingan teknis di berbagai pelaku usaha, utamanya UMK di daerah masing-masing.

Sebagian dari Halal Center di Perguruan Tinggi juga berkiprah sebagai Lembaga Pemeriksa Halal untuk sertifikasi halal jalur reguler, atau Lembaga Pendamping Proses Produk Halal untuk sertifikasi halal UMK melalui jalur self delare

Lalu apakah keberadaan Halal Center yang ada sekarang ini, sudah memenuhi kebutuhan untuk mempercepat terlaksananya kebijakan wajib halal? Kata Khaswar, berdasarkan data yang ada, masih banyak pelaku usaha termasuk RPH yang belum mengurus sertifikasi halal walaupun tenggat waktu wajib halal tanggal 17 Oktober 2024 telah terlewati.

Banyak faktor dalam ekosistem halal yang memengaruhi lambatnya pelaku usaha dalam mematuhi regulasi wajib halal. Halal Center dari Perguruan Tinggi dan Lembaga Pelatihan terakreditasi seperti IHATEC telah dan akan tetap

Foto: Istimewa
HSC
Juru Sembelih Halal Ruminansia di Bali

menjalankan misinya untuk menyiapkan sumber daya insani di bidang halal.

Namun lembaga-lembaga ini hanyalah salah satu subsistem dalam ekosistem halal yang tidak bisa berjalan sendiri untuk memenuhi kebutuhan percepatan terlaksananya wajib halal, tanpa gerak langkah bersama dengan komponen-komponen lain pemangku kepentingan dalam ekosistem halal.

Menjaga Integritas Sertifikasi Halal Self Declare

Termasuk dukungan dari pemerintah juga kata Khaswar sangat diperlukan. Dia pun mengapresiasi terkait dikeluarkannya PP 42 tahun 2024 sebagai pengganti PP 39 tahun 2021.

Khaswar menilai ada kemudahan yang diberikan kepada UMK dalam sertifikasi halal yaitu adanya jalur self declare untuk sertifikasi halal UMK yang memenuhi kriteria.

Jalur self declare ini sesuai untuk UMK yang bahan-bahannya positive list materials atau bahan kritis namun secara umum sudah dikenal halal atau sudah memiliki sertifikat halal. Namun jalur self declare akan berisiko bila diterapkan pada UMK yang menggunakan bahan daging atau turunan daging serta produk yang berpotensi menghasilkan alkohol.

Kemudahan kedua adalah sertifikat halal yang tidak memiliki batas masa berlaku. Kebijakan ini cocok untuk UMK yang memang umumnya tidak memiliki R&D dan tidak akan mengembangkan produk baru atau mengubah bahan yang digunakan. Namun sesungguhnya kebijakan ini tidak cocok untuk usaha besar yang memiliki departemen R&D di mana perubahan bahan dan pengembangan bahan dan produk merupakan suatu keniscayaan.

Dengan semua statement perubahan yang telah ada, HSC IPB akan ikut mensosialisasikan PP tersebut sehingga lebih banyak UMK yang disertifikasi halal.

“Kami berharap akan semakin banyak kemudahan yang diberikan kepada UMK dalam proses sertifikasi halal,” harap Khaswar.

Namun secara khusus, melalui tulisan ini HSC IPB menitipkan sejumlah harapan kepada pemerintah agar kebijakan terhadap Jaminan Produk Halal betul-betul tetap dapat menjaga

integritas kehalalan produk yang disertifikasi halal.

Khaswar melanjutkan, beberapa tahun terakhir ditemukan sejumlah kasus di mana produk yang semestinya tidak mendapatkan sertifikat halal, namun faktanya tetap mendapatkan sertifikat halal walaupun kemudian sertifikat halal tersebut dicabut oleh BPJPH. Kalau hal demikian tetap terjadi maka akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sertifikat halal yang diterbitkan pemerintah melalui BPJPH.

Ketetapan Halal yang dikeluarkan oleh Komite Fatwa untuk sertifikasi halal jalur self declare semestinya harus tetap mengacu kepada kriteria SJPH agar tidak menimbulkan keresahan dan kontroversi dalam masyarakat. Tidak boleh lagi ada perbedaan pendapat antara Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa BPJPH.

“Perbedaan pendapat bisa dihindari bila menggunakan acuan yang sama, yaitu 5 kriteria Sistem Jaminan Produk Halal sebagai standar sertifikasi halal Indonesia,” terang Khaswar memberikan saran.

Termasuk pandangan HSC IPB terhadap kebijakan self declare seperti yang diungkapkan Khaswar bahwa kebijakan self declare harus diterapkan dengan sangat hati-hati agar tetap bisa menjaga integritas kehalalan produk yang disertifikasi halal melalui jalur tersebut.

Berhubung UMK yang disertifikasi melalui self declare tidak memiliki penyelia halal sendiri, maka Pendamping Proses Produk Halal (P3H) yang berperan sebagai pengganti penyelia halal harus benar-benar kompeten. Karena itu, P3H juga harus lulus uji kompetensi sebagai penyelia/ pendamping produk halal, atau setidak-tidaknya harus lulus training SJPH.

“Dengan adanya kebijakan self declare akan memerlukan P3H dan LP3H yang banyak. Di sini peran HSC IPB dapat lebih besar untuk melatih P3H agar kompeten dan membina LP3H agar integritas kehalalan produk melalui jalur self declare dapat lebih terjamin, sehingga kasuskasus yang meresahkan dan menimbulkan kontroversi dalam masyarakat terkait Jaminan Produk Halal dapat dieliminasi,” pungkas Khaswar.

Halal sebagai Elemen Utama Pemasaran

Membangun halal brand adalah langkah yang sangat penting dan strategis bagi Momotaro untuk berkembang di pasar Indonesia. Merek biskuit ini memandang sertifikasi halal bukan hanya sebagai pelengkap produk semata, tetapi menjadi elemen utama dalam pemasaran.

IDi TOP Halal Award 2024, Momotaro

Memenangkan Kategori Kukis yang

Membuktikan Momotaro merupakan Produk

Halal yang Sudah Banyak Dikenal Konsumen

ndonesia menjadi pasar yang menjanjikan bagi produk makanan dan minuman berlabel halal. Peluang ini pun telah dimanfaatkan Momotaro melalui penerapan Sistem Jaminan Produk

Halal (SJPH) dan strategi pemasaran yang mengusung konsep produk halal. Dengan pendekatan ini, merek tersebut berupaya mengukuhkan posisinya di pasar serta memenuhi

harapan konsumen akan produk halal yang berkualitas dan sesuai syariat Islam.

“Momotaro selalu menerapkan standar ketat dalam proses produksi untuk memenuhi persyaratan halal, serta terus meningkatkan teknologi produksi, memperbarui formula produk, dan menambah lebih banyak varian rasa agar produk dapat memenuhi kebutuhan lebih banyak konsumen,” kata Johan, Manajer Umum PT Indonesia Bakery Family.

Momotaro pertama kali diluncurkan pada awal Desember 2022 dengan satu varian rasa, yaitu cokelat. Di tahun yang sama pula merek ini memperoleh sertifikat halal, yang menjadi modal penting untuk mendapatkan perhatian dan membangun kepercayaan konsumen di Tanah Air, sejalan dengan meningkatnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk halal.

Menurut Johan sertifikasi halal memberikan dampak positif pada loyalitas konsumen serta memperkuat reputasi merek Momotaro di pasar makanan dan minuman yang sangat kompetitif. Sertifikasi halal sudah menjadi prasyarat bagi konsumen dalam membeli produk. Dengan

Foto: Istimewa

adanya pengakuan halal, konsumen merasa lebih percaya dan yakin untuk memilih produk Momotaro.

“Kami tidak hanya memandang sertifikasi halal sebagai pelengkap produk, tetapi juga sebagai elemen utama dalam strategi pemasaran. Dalam penerapannya, kami secara khusus menonjolkan sertifikat halal, dan mencantumkan logo halal pada semua produk, maupun kegiatan promosi kepada konsumen,” bebernya.

Johan menilai halal tidak hanya mencerminkan aspek religius bagi konsumen muslim, tetapi juga nilai-nilai kepercayaan dan keamanan produk “Logo halal pada kemasan menambah kepercayaan konsumen dan menunjukkan komitmen perusahaan dalam menjaga integritas kehalalan produk,” tambahnya.

Strategi Promosi Halal ke Konsumen

Pelbagai cara dilakukan Momotaro untuk mengomunikasikan kehalalan produknya, di antaranya melalui tim penjualan perusahaan yang mengedukasi pasar tentang sertifikasi halal saat mengunjungi pasar dan membangun kerja sama dengan distributor untuk melakukan promosi.

Selain itu perusahaan juga memanfaatkan berbagai media untuk melakukan promosi, mulai dari media cetak seperti poster dan brosur hingga memanfaatkan platform media digital, yakni media sosial, website dan secara rutin bekerja

sama dengan influencer untuk berinteraksi dengan konsumen dan berpromosi dengan jangkauan yang lebih luas.

“Dengan meraih penghargaan Top Halal Award 2024, perusahaan semakin optimis untuk memperluas jangkauan konsumennya. Penghargaan ini dimanfaatkan secara maksimal dalam pemasaran, mulai dari kemasan hingga promosi di media sosial dan kanal distribusi,” beber Johan.

Konsep halal juga dimanfaatkan Momotaro untuk memperluas pasar, terutama dalam menggarap pasar milenial, yang dikenal memiliki kesadaran tinggi terhadap kesehatan, produk halal dan pentingnya sertifikasi halal serta mengaitkan produk halal dengan tanggung jawab sosial praktik ramah lingkungan dari perusahaan.

“Seiring berkembangnya permintaan produk halal, perusahaan berencana menambah variasi ukuran dan meningkatkan kualitas rasa untuk memberikan pilihan yang lebih banyak kepada konsumen, tak terkecuali konsumen milenial,” ujar Johan.

Tim Khusus Implementasi Halal

Menjaga kehalalan produk, dilakukan perusahaan dengan menetapkan kebijakan halal sebagai komitmen dan tanggung jawab dari seluruh jajaran pimpinan dan pihak yang terlibat dalam proses produksi. Tujuannya

Foto: Istimewa
Pelatihan Halal Momotaro Langkah Awal Menuju
Bisnis Halal yang Berdaya Saing Tinggi

untuk memastikan produk Momotaro yang dihasilkan sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan, sehingga pelanggan merasa aman dan nyaman dalam menggunakan produk tersebut.

Dalam pelaksanaannya perusahaan membentuk Tim Penyelia Halal yang terdiri dari berbagai bagian dalam produksi, yang bertugas mengawasi dan mengkoordinasikan proses produksi agar tetap sesuai standar halal. Tim ini memiliki peran penting dalam menjalankan SJPH secara konsisten, memastikan setiap langkah dalam produksi dipantau dengan baik dan memenuhi syarat halal.

“Perusahaan telah menetapkan Surat Keputusan tentang Tim Manajemen Halal dari berbagai bagian yang terlibat dalam proses produksi yang di ketuai oleh Penyelia Halal. Untuk menjaga konsisten penerapan SJPH, dilakukan audit internal satu kali dalam satu tahun. Hasil dari audit dikomunikasikan dalam Rapat Tinjauan Manajemen yang dihadiri oleh pimpinan perusahaan,” jelas Johan.

Tak hanya itu, perusahaan memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang penerapan SJPH, sehingga setiap individu memahami dan mampu menjalankan proses produksi yang sesuai dengan standar halal.

Johan mengungkap salah satu kunci keberhasilan perusahaan dalam menjaga konsistensi kehalalan produk adalah dengan menerapkan standar Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan melibatkan tim pengendalian kualitas. Setiap tahap produksi diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi standar nasional dan aman dikonsumsi.

“Kami membentuk tim pengendalian kualitas di departemen humas, yang terdiri dari tenaga ahli yang berpengalaman dalam (perizinan) BPOM dan halal sebagai konsultan. Mereka membantu perusahaan menyusun proses produksi yang sesuai dengan standar halal, secara rutin melakukan pemeriksaan di ruang produksi, serta memberikan rekomendasi perbaikan yang kemudian diterapkan oleh kepala produksi untuk

Momotaro Produk Biskuit Halal yang Mencuri Perhatian Banyak Orang dengan Rasanya yang Enak dan Tampilan Berkelas, Meski Murah Meriah

meningkatkan standar produksi,” terangnya.

Selanjutnya perusahaan juga memastikan bahwa bahan-bahan yang digunakan dalam produksinya memiliki kejelasan mengenai kehalalannya, sehingga tidak ada keraguan dalam hal bahan baku, serta menjaga dan memastikan peralatan produksi tetap bersih dan higienis, bebas dari najis.

Johan menyebutkan saat ini Momotaro hanya diproduksi di pabrik yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Namun, kini perusahaan sedang membangun tiga pabrik baru yang direncanakan untuk memproduksi produk dari seri Momotaro. “Kami mengimpor peralatan produksi modern yang mendukung otomatisasi guna mendukung kualitas dan keamanan produk, sehingga menjadikan Momotaro sebagai pilihan biskuit yang aman, sehat, dan halal, serta terjangkau bagi konsumen,” pungkasnya. (Mohamad)

Foto: Istimewa

Komitmen Halal dan Nilai Islami dalam Manajemen

d’BestO menjadi salah satu pelopor ayam goreng lokal di Indonesia yang mengedepankan produk halal dan nilai-nilai Islami sebagai fondasi kesuksesannya.

Salah satu jaringan restoran lokal yang kini dikenal luas di Indonesia, d’BestO, memiliki awal yang sederhana. Evalinda Amir, pemilik sekaligus pendiri PT Evalinda Berkah Mandiri (EBM)—perusahaan yang menaungi d’BestO miniresto ayam goreng—memulai usaha ini pada 1994 dari sebuah gerobak kecil di Warung Jambu, Bogor.

Evalinda Amir

Pemilik Sekaligus Pendiri d'BestO yang Dinaungi oleh PT Evalinda Berkah Mandiri (EBM)

Bagi Evalinda, d’BestO bukan sekadar bisnis, tetapi impian untuk mengubah nasib keluarga. “Saya hanya berpikir, bagaimana caranya mengangkat keadaan keluarga. Berawal dari gerobak, kami perlahan membangun hingga seperti sekarang,” ungkapnya.

Di masa awal, tantangan yang dihadapi sangat besar. Evalinda memulai usahanya dengan

Foto: Istimewa

modal kecil dan menghadapi persaingan ketat dari merek internasional yang sudah mapan. Namun, ia percaya bahwa dengan produk yang berkualitas dan harga terjangkau, d’BestO dapat menarik perhatian pelanggan. “Kami fokus pada rasa yang sesuai dengan lidah orang Indonesia dan selalu berupaya menjaga kualitas. Itu yang membuat kami bertahan,” ujar Evalinda, menggambarkan komitmennya.

Perjalanan d’BestO penuh jatuh bangun. Salah satu titik terberat adalah krisis moneter 1998, ketika daya beli masyarakat menurun drastis. Evalinda bahkan harus menutup beberapa cabang untuk bertahan. Meski begitu, semangat untuk terus mencoba membuatnya bertahan. Dengan fokus pada rasa ayam goreng lokal yang sesuai selera masyarakat Indonesia, Evalinda mulai membangun kembali usahanya, satu langkah kecil demi langkah lainnya.

Kisah Evalinda mengajarkan bahwa keberhasilan tidak datang instan. Ketekunan, keberanian mengambil risiko, dan keyakinan akan produk berkualitas menjadi fondasi d’BestO

berkembang dari gerobak menjadi jaringan restoran yang dikenal hingga kini.

d’BestO Mengukuhkan Posisi Sebagai Pemain Lokal Andal

Dalam hampir tiga dekade, d’BestO telah bertransformasi dari gerobak kecil di Bogor menjadi salah satu jaringan restoran ayam goreng lokal terbesar di Indonesia. Evalinda mengungkapkan kebanggaannya terhadap perjalanan panjang ini. “Apa yang dulu dimulai dengan gerobak kecil, kini menjadi jaringan restoran yang melayani ribuan pelanggan setiap hari. Ini adalah hasil dari kerja keras, komitmen, dan dukungan dari banyak pihak,” tuturnya.

Saat ini, d’BestO memiliki posisi yang kuat sebagai pemain utama di pasar ayam goreng lokal, bersaing dengan merek antarbangsa dan regional. Jangkauan pasarnya mencakup wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, dan terus berkembang ke daerahdaerah lain. Meski mayoritas cabang berada di Jabodetabek, potensi ekspansi ke kota besar lain seperti Banjarmasin dan Manado terus menjadi perhatian perusahaan.

Foto: Istimewa
Salah Satu Menu d'BestO

Ke depan, d’BestO memiliki mimpi besar untuk berekspansi ke luar negeri, termasuk Malaysia, Turki, dan beberapa negara di Afrika. Purwanto Yusdarmanto, d’Besto Corporate Advisor PT Evalinda Berkah Mandiri, menambahkan bahwa ekspansi ini didukung dengan rencana untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) pada 2025. “Kami sedang mempersiapkan seluruh aspek administrasi dan operasional agar siap menghadapi pasar global. IPO menjadi salah satu langkah strategis untuk mendukung pengembangan perusahaan ke arah internasional,” jelas Purwanto.

Dengan visi besar ini, d’BestO tidak hanya fokus pada kualitas produk tetapi juga peningkatan sistem manajemen dan jaringan distribusi. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkokoh posisi d’BestO sebagai merek kuliner lokal yang mampu bersaing secara global.

Sertifikasi Halal dan Upaya Menjaga Kepercayaan Konsumen

Komitmen d’BestO terhadap kehalalan produknya telah menjadi fondasi penting dalam membangun kepercayaan konsumen. Sertifikasi halal pertama kali diperoleh pada 2014, menandai langkah besar perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan muslim di Indonesia. Evalinda menegaskan pentingnya langkah ini. “Kami tidak hanya ingin memberikan makanan yang enak, tetapi juga memastikan bahwa setiap produk kami memenuhi standar halal yang diharapkan oleh konsumen kami,” ujarnya.

Namun, mempertahankan standar halal bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah memastikan seluruh rantai pasok, termasuk bahan baku seperti ayam, berasal dari rumah potong bersertifikasi halal. Evalinda mengungkapkan bahwa perusahaan bahkan sempat harus mendatangkan bahan baku dari kota lain karena keterbatasan fasilitas bersertifikasi di wilayah tertentu.

Untuk menjaga konsistensi, d’BestO telah mengintegrasikan manajemen halal ke dalam Sistem Operasional Prosedur (SOP) berbasis ISO 9001. Hal ini memastikan bahwa setiap proses produksi dan distribusi produk tetap sesuai dengan standar halal yang ketat. “Sistem ISO 9001 ini menjadi pengawas utama kami, sehingga tidak

ada ruang untuk kesalahan dalam pemenuhan standar halal,” jelas Purwanto.

Selain itu, pelatihan dan audit berkala dilakukan untuk memastikan setiap outlet dan mitra d’BestO mematuhi standar tersebut. Langkah ini tidak hanya menjaga kepercayaan konsumen, tetapi juga memperkuat posisi d’BestO sebagai jenama lokal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan.

Nilai Islami Sebagai Kunci Kesuksesan

Pendekatan spiritual menjadi salah satu landasan manajemen d’BestO. Evalinda percaya bahwa rezeki adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan disyukuri. Filosofi ini diterapkan dalam setiap aspek bisnis perusahaan. “Kami bukan hanya membangun bisnis, tetapi juga membangun keberkahan dalam setiap langkah kami,” ujar Evalinda.

Sebagai bagian dari nilai Islami, d’BestO menerapkan berbagai inisiatif berbasis syariah, seperti mengajak setiap karyawan mendirikan sholat tahajud di malam hari atau sholat Dzuha, sistem “kumparan ibadah,” dan penggalangan donasi rutin setiap bulan untuk Palestina, di awali dengan donasi mobil ambulance untuk Palestina pada tahun 2022 lalu. Sehingga Insya Allah pelanggan d’Besto juga mendapatkan keberkahan dalam setiap gigitan ayam d’Besto. Sistem kumparan ibadah, misalnya, mendorong pegawai untuk membaca Al-Qur’an secara bergantian di setiap divisi selama jam kerja. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan suasana kerja yang positif tetapi juga memperkuat hubungan spiritual di tengah karyawan.

Purwanto menambahkan bahwa nilai-nilai Islami ini juga membawa dampak positif terhadap hubungan perusahaan dengan mitra dan konsumen. “Dengan menanamkan spiritualitas dalam manajemen, kami tidak hanya membangun loyalitas karyawan, tetapi juga kepercayaan mitra dan konsumen. Ini menjadi kekuatan utama kami,” jelasnya.

Melalui pendekatan spiritual ini, d’BestO tidak hanya fokus pada kesuksesan bisnis, tetapi juga keberkahan yang dirasakan oleh seluruh ekosistemnya. Filosofi ini menjadikan d’BestO lebih dari sekadar merek, melainkan juga inspirasi bagi komunitasnya. (Andika Priyandana)

Jalankan Tiga Pilar Utama

Dengan komitmen yang kuat, pengawasan yang konsisten, dan kolaborasi yang baik, Tango dapat menjaga kepercayaan konsumen dan memberikan produk halal berkualitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip halal

Tango terus memperkuat posisinya sebagai halal brand , dengan menekankan komitmen pada standar halal. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk yang sesuai dengan prinsip halal, sekaligus membangun kepercayaan di kalangan konsumen muslim dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Christopher Harlim, Marketing Director OT Group, menjelaskan, komitmen ini sejalan dengan nilai-nilai Tango sebagai merek asli Indonesia yang selalu mengutamakan kualitas dan keamanan produk. “Dengan standar halal yang ketat, kami ingin memastikan produk yang dikonsumsi tidak hanya aman dan berkualitas, tetapi juga memberikan rasa tenang dan kepercayaan kepada konsumen,” katanya.

Foto: Istimewa
Wafer Tango Mendapatkan Rekor MURI sebagai
Wafer dengan Lapisan Terbanyak di Indonesia pada Tahun 2023

Tango Berkolaborasi dengan Kuali Merah

Sebelum berkembang menjadi salah satu pemain utama di pasar wafer Indonesia. Tango diperkenalkan pada tahun 1994 sebagai merek permen, kemudian pada tahun 1995 Wafer Tango mulai diproduksi, dan berhasil mendapatkan sertifikat halal sejak 2001, karena didorong oleh kebutuhan konsumen, khususnya umat muslim akan produk halal.

“Potensi pasar halal yang berkembang pesat memberikan dorongan bagi kami untuk terus berinovasi dan berinvestasi dalam proses produksi yang sesuai dengan standar halal yang diakui di Indonesia,” terang Christopher.

Komitmen perusahaan dalam menerapkan standar halal dapat dilihat dari setiap tahapan produksi yang dilakukan, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses produksi yang diawasi dengan ketat agar memenuhi persyaratan halal.

“Kami menjaga kehalalan produk melalui berbagai langkah strategis yang terintegrasi

di seluruh proses produksinya. Komitmen ini dimulai dari pemilihan bahan baku hingga ke tahap akhir, seperti kemasan, untuk memastikan setiap produk yang sampai ke tangan konsumen terjamin kehalalannya,” ujar Christopher.

Agar bahan baku terjamin kehalalannya, Christopher mengklaim perusahaan hanya bekerja sama dengan pemasok yang terpercaya dan telah memiliki sertifikasi halal, sehingga bahan baku yang diperoleh benar-benar memenuhi standar kehalalan. Selain itu, seluruh fasilitas produksi dan peralatan dalam keadaan bersih, bebas dari najis.

Hal ini juga menjadi bagian penting dalam inovasi produk di masa depan, sehingga Tango dapat terus menghadirkan varian produk baru yang menarik dan relevan dengan kebutuhan masyarakat luas. “Upaya ini sekaligus memperkuat posisi Tango sebagai merek yang tidak hanya

Foto: Istimewa
Putih di Timur Indonesia Berbagi Kebahagiaan dengan Masyarakat Papua

berkomitmen pada kualitas, tetapi juga pada nilainilai yang dihargai oleh konsumen Indonesia,” imbuhnya.

Tim produksi juga berperan penting dalam menjaga proses produksi dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap produk yang dihasilkan memenuhi standar halal. Sebabnya mereka secara rutin mengikuti pelatihan dan audit halal untuk memastikan standar halal diterapkan secara konsisten.

Untuk mendukung penerapan standar halal, Tango membentuk tim khusus yang bertanggung jawab di level korporat maupun pabrik. Tim ini memiliki pemahaman mendalam tentang regulasi halal dan memastikan setiap tahapan produksi, mulai dari bahan baku hingga distribusi, berjalan sesuai ketentuan.

Dalam menjaga konsistensi jaminan halal produknya. Christopher mengemukakan ada 3 pilar utama yang dijalankan perusahaan, yakni komitmen, pengawasan ketat, dan kolaborasi. Ada komitmen yang kuat dari seluruh jajaran perusahaan, mulai dari manajemen puncak hingga tim produksi, untuk menjadikan kehalalan sebagai bagian penting dari identitas merek. “Hal ini tercermin dalam kebijakan perusahaan yang menempatkan standar halal sebagai prioritas utama di seluruh rantai produksi,” tambahnya.

Keberadaan pengawasan ketat lewat prosedur dan tim audit internal yang secara rutin memeriksa setiap tahapan produksi. “Kami juga melakukan evaluasi berkala dan audit oleh lembaga sertifikasi halal yang berwenang untuk memastikan bahwa setiap produk yang sampai ke tangan konsumen tetap terjamin kehalalannya,” sambungnya.

Selanjutnya kolaborasi dengan pemasok dan mitra. Di sini perusahaan menjalin kerja sama erat dengan pemasok yang memiliki komitmen serupa terhadap standar halal. Konkretnya, perusahaan hanya bekerja dengan pemasok yang bersertifikat halal, dan melakukan pemeriksaan kualitas secara teratur untuk memastikan bahan baku yang digunakan memenuhi standar yang ditetapkan.

Integral dari Strategi Pemasaran

Dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap pentingnya standar halal, Tango memanfaatkan sertifikasi halal sebagai komponen utama dalam membangun kepercayaan konsumen, khususnya di kalangan muslim. Serta menjadikan halal bagian integral dari strategi pemasaran.

“Kami memahami bahwa konsumen kini semakin selektif, tidak hanya mengutamakan produk yang lezat dan berkualitas, tetapi juga memastikan kehalalan produk tersebut,” ucap Christopher.

Melalui kampanye pemasaran yang edukatif, Tango menekankan bahwa produk-produknya telah melewati proses sertifikasi halal yang ketat. Strategi ini tidak hanya memperkuat citra sebagai merek yang peduli pada kebutuhan konsumen muslim, tetapi juga membuka peluang untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

“Sertifikasi halal menjadi nilai tambah yang memperkuat kepercayaan konsumen muslim terhadap produk Tango. Dengan fokus pada inovasi, kualitas, pemasaran efektif, dan komitmen pada nilai-nilai konsumen, Tango berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu merek wafer terkemuka,” ungkap Christopher.

Kemudian secara aktif kehalalan produk tersebut dikomunikasikan Tango melalui berbagai saluran yang mudah dijangkau oleh konsumen. Logo halal resmi dicantumkan pada setiap kemasan produk, memberikan kepastian langsung kepada konsumen bahwa produk yang mereka pilih telah terjamin kehalalannya. Selain itu, memanfaatkan media digital, seperti situs web resmi dan platform media sosial, untuk menyampaikan informasi lebih mendalam terkait komitmennya terhadap standar halal.

Tak hanya itu, Tango juga mengadakan program edukasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang pentingnya produk halal. Melalui kolaborasi dengan komunitas dan keikutsertaan dalam acara-acara industri, Tango terus menjalin komunikasi terbuka untuk memperkuat rasa percaya dan kenyamanan konsumen. “Dengan cara ini, kami berharap dapat memberikan transparansi dan membangun kepercayaan konsumen,” beber Christopher. (Mohamad)

Bermodal Halal, Incar Pasar Internasional

Fenomenal. Itulah kata yang tepat menggambarkan kiprah rumah makan khas Padang Payakumbuah. Belum lama berdiri, restoran ini berhasil mendapatkan tempat spesial di hati konsumen Indonesia. Kuncinya, menjaga kualitas dan menjamin kehalalan produknya.

Belum genap berusia tiga tahun, keberadaan rumah makan Padang Payakumbuah terus menanjak dan semakin dikenal. Sejak pertama kali membuka gerai RM Payakumbuah di Serpong, Tangerang Selatan pada Juli 2022 lalu, restoran Padang ini langsung diserbu para penggemar dan penikmat nasi Padang. Saat ini restoran Padang Payakumbuah telah berkembang hingga 14 outlet yang menyebar di Jabodetabek, Bandung, Jawa Tengah dan yang terbaru adalah di Malang, Jawa Timur.

Selain karena suguhan rasanya yang otentik dan benar-benar menjaga cita rasa Minang yang sungguh khas, faktor pemilik restoran, yakni Arief Muhammad juga turut berkontribusi besar terhadap bisnis kuliner yang satu ini. Bahkan jika Anda masih ingat, pada pembukaan pertamanya, para pengunjung harus antre berjam-jam untuk bisa makan di sana.

Restoran Payakumbuah sukses menarik perhatian masyarakat karena sejak awal kemunculannya memang sudah viral dengan kehadiran Presiden Jokowi saat pembukaan gerai pertamanya tersebut.

Foto: Istimewa

Kini seiring waktu berjalan, RM Payakumbuah terus memoles performa bisnisnya agar semakin kinclong dan moncer. Redinal Rizki, CEO Payakumbuah, mengungkapkan bahwa perlahan tapi pasti RM Payakumubuah mulai menjajaki banyak terobosan baru dalam pengembangan usaha rumah makan ini.

Menurut data dari CNBC Indonesia jumlah restoran Padang di Indonesia mencapai kurang lebih 2,8 juta restoran. Dari data tersebut, tercatat ada restoran yang premium, menengah hingga yang berkonsep rumah tangga. Dengan kata lain, potensi industri restoran Padang tercatat sangat besar dan bahkan diyakini akan terus bertumbuh.

“Kami melihat sebenarnya ada potensi yang besar juga dari pengembangan restoran Payakumbuah ini utamanya dari sisi kualitas rasa, pengembangan menu, pelayanan yang memuaskan sampai penambahanpenambahan jaringan baru baik di dalam negeri maupun luar negeri,” ungkap Redinal kepada Halal Review.

Manfaatkan Tren Halal

Langkah cerdas dan cermat ditempuh Payakumbuah guna mewujudkan sejumlah harapan di atas. Seperti yang disampaikan Redinal, di antara sekian langkah cerdas tersebut adalah menyediakan jaminan halal melalui raihan sertifikasi halal dari BPJPH.

Semuanya dimulai pada November tahun lalu ketika Payakumbuah mulai mengurus pengajuan sertifikasi halal. Bahkan jauh sebelum itu, sejak awal Payakumbuah didirikan sebagaimana penuturan Redinal, pihaknya sudah membuat SOP yang bertujuan menciptakan standardisasi yang unggul.

“Kami sudah buat SOP untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan baik dari sisi produksi maupun kualitasnya sehingga menjaga standardisasi yang kita keluarkan. Apalagi kami di sini benar-benar menjaga otentitas rasa yang bahan-bahannya didatangkan langsung dari daerah asalnya,” kata Redinal, sapaan akrab pria asli Bandung ini.

Untuk hal yang satu ini, Payakumbuah mengaku sangat serius. Bahan baku dikirim langsung dari Sumatera Barat seperti beras dari Solok, lalu cabai dan santannya. Semuanya itu dikumpulkan dan diolah secara massal di Central Kitchen, baru kemudian didistribusikan ke outletoutlet Payakumbuah.

Dengan menerapkan sistem Central Kitchen, menurut Redinal, ini bisa menjadi salah satu kunci kesuksesan Payakumbuah dalam memberikan kualitas rasa terbaik di setiap sajian makanan di restoran. Mengapa demikian? Karena manajemen selalu melakukan controlling setiap dua bulan sekali sehingga outlet tinggal melaksanakan SOPnya saja. “Jika ada kendala terbesar mungkin di SDM karena terlewat satu tahapan SOP,” pungkas Redinal.

Namun sebagai langkah antisipatif, di akhir tahun ini manajemen akan membuka training center untuk tenaga-tenaga pengisi outlet sehingga bisa lebih terkualifikasi dengan baik.

Kembali ke halal. Redinal mengakui jika potensi pasar halal di Indonesia dengan jumlah penduduk muslimnya yang termasuk terbesar di dunia menjadi sebuah peluang pasar yang besar pula. Redinal menginginkan Payakumbuah hadir dan bisa memberikan rasa aman, tidak hanya bagi konsumen muslim tapi kita juga bagi pasar internasional yang ingin restoran muslim friendly ketika mengunjungi Indonesia.

“Dari situ mereka tidak lagi harus repotrepot mencari rumah makan karena sudah ada Payakumbuah,” redinal melengkapi.

Diceritakan oleh Redinal bahwa setiap tahapan menuju sertifikasi halal dilakukan oleh Payakumbuah. Mulai dari pengecekan ulang semua bahan bakunya apakah sudah halal atau belum, lalu peralatan penunjang produksi sampai kebersihan produksi.

“Kita sampai melakukan investigasi ke pemasok bahan baku. Ke rumah potong hewan ada tidak sertifikat halalnya, lalu pemasok bumbu mereka juga sudah punya dan juga alat-alat yang digunakan di restoran harus halal,” cerita Redinal.

Termasuk ke penguatan secara tim sehingga dibentuk divisi-divisi khusus untuk pengurusan halal. Ada divisi legal, marketing, finance, dan operasional. Hal itu juga sejalan dengan komitmen manajemen yang tinggi.

Semua prosesnya dilalui oleh Payakumbuah hingga akhirnya sertifikat halal resmi didapatkan pada Juli 2024 kemarin. “Jadi memang keluarnya sertifikasi halal selain membuat kita lebih nyaman, juga bisa menambah kepercayaan masyarakat,” imbuh Redinal.

Tidak hanya berhenti di situ, dengan sertifikasi halal ini Payakumbuah juga akan membuat produk dalam kemasan di tahun depan semisal

rendang dan menu khas padang lainnya serta akan dipasarkan secara retail.

Bagi Redinal, sertifikasi halal benar-benar dimanfaatkan untuk membuat produk dan inovasi baru.

Setelah mendapatkan sertifikasi halal, Restoran Payakumbuah seperti penuturan Redinal akan mulai merambah pasar internasional di dua negara yakni Kuala Lumpur dan di wilayah Asia timur seperti Jepang. Juga cita-cita Redinal yang buka outlet di Arab Saudi “Semuanya sudah dimulai dengan konsep Joint Operation karena kita butuh lokal partner yang lebih paham di sana,” tutup Redinal.

Foto: Istimewa
Arief Muhammad
Pemilik RM Payakumbuah Saat Seremoni Halal Payakumbuah

Sertifikasi Halal di Singapura: Menjaga Kehalalan Produk dalam Beragam Pilihan

Singapura telah mengembangkan sistem sertifikasi halal yang komprehensif untuk memenuhi kebutuhan konsumen muslim dalam masyarakat multikultural.

Singapura dikenal sebagai negara dengan keragaman etnis dan budaya yang harmonis, menjadi rumah bagi berbagai komunitas dari berbagai latar belakang agama dan budaya, termasuk komunitas muslim. Di tengah lingkungan multikultural ini, pentingnya sertifikasi halal menjadi semakin relevan, tidak hanya bagi konsumen Muslim lokal tetapi juga bagi wisatawan muslim yang mengunjungi Singapura. Sertifikasi halal memberikan jaminan kehalalan produk, terutama makanan dan minuman, yang menjadi kebutuhan utama bagi konsumen muslim.

Sebagai negara dengan populasi muslim sekitar 15% dari total penduduk (Department of Statistics Singapore, 2020), permintaan akan produk halal di Singapura terus meningkat seiring dengan kesadaran konsumen akan pentingnya produk yang memenuhi standar syariat. Kebutuhan ini telah mendorong perkembangan sistem sertifikasi halal yang dikelola dengan baik, menjadikannya bagian penting dari pasar yang terus berkembang. Dalam konteks ini, sertifikasi halal bukan hanya soal kepatuhan agama, tetapi juga mencerminkan rasa saling menghormati dan inklusivitas dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat di Singapura.

Sertifikasi Halal di Singapura dan Lembaga yang Berwenang

Sertifikasi halal di Singapura diatur oleh Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) – Islamic Religious Council of Singapore, sebuah lembaga pemerintah

yang bertanggung jawab untuk mendukung dan menjaga kepentingan umat Islam di Singapura, terutama dalam aspek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan keagamaan. Dikutip dari laman resmi muis.gov.sg, MUIS didirikan pada tahun 1968, dan berperan sebagai otoritas utama dalam mengeluarkan sertifikasi halal dan memverifikasi kepatuhan halal untuk berbagai produk dan layanan. Di bawah pengawasan MUIS, standar halal yang diterapkan mengikuti pedoman syariah untuk memastikan keamanan dan kepercayaan konsumen muslim dalam mengonsumsi produk yang sesuai dengan aturan Islam.

Sebagai otoritas sertifikasi halal, MUIS memiliki tugas dan tanggung jawab yang komprehensif, mulai dari menetapkan standar halal hingga memastikan kepatuhan industri dan layanan terkait. Tanggung jawab MUIS meliputi penyusunan pedoman, pengujian, inspeksi, dan pelatihan industri untuk memastikan bahwa standar halal dipahami dan diimplementasikan dengan benar. Dalam kapasitas ini, MUIS juga terlibat dalam melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran halal di kalangan konsumen maupun produsen.

Proses sertifikasi halal oleh MUIS di Singapura dilakukan melalui tahapan yang sistematis. Untuk memperoleh sertifikasi halal, perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan yang mencakup informasi lengkap tentang produk atau layanan yang diajukan. Proses ini mencakup pemeriksaan bahan baku dan proses produksi untuk memastikan bahwa tidak ada bahan atau

metode yang bertentangan dengan syariat Islam. MUIS kemudian melakukan audit menyeluruh di fasilitas produksi atau tempat layanan, termasuk inspeksi fisik, analisis bahan baku, dan proses pengolahan untuk memastikan integritas halal.

Setelah melewati audit ini dan semua persyaratan terpenuhi, MUIS akan memberikan sertifikasi halal yang berlaku untuk jangka waktu tertentu.

Pentingnya pengawasan berkelanjutan menjadi bagian dari tanggung jawab MUIS. Setiap perusahaan yang telah memperoleh sertifikat halal diwajibkan untuk memperbarui sertifikasinya secara berkala. Dalam proses pembaruan ini, MUIS kembali melakukan pemeriksaan dan audit untuk memastikan bahwa produk dan layanan tersebut masih memenuhi standar halal. Jika terdapat perubahan dalam bahan baku atau metode produksi, MUIS melakukan pemeriksaan

tambahan guna memastikan kepatuhan tetap terjaga. Sistem ini memberikan jaminan berkelanjutan kepada konsumen beragama Islam, memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi tetap memenuhi standar kehalalan meskipun terjadi perubahan dalam proses produksi atau pengemasan.

Produk Halal dan Kolaborasi antar Badan Sertifikasi

Di Singapura, produk halal tidak terbatas pada makanan dan minuman, tetapi juga mencakup sektor-sektor lain seperti kosmetik, farmasi, dan produk kebersihan, yang kini mengalami peningkatan permintaan. Untuk memenuhi permintaan produk-produk halal tersebut, Singapura tidak hanya memproduksi sendiri, tetapi juga mengimpor dari negara-negara mulai dari Malaysia hingga Amerika Serikat. Hal

ini menempatkan Singapura sebagai salah satu hub penting untuk produk halal di kawasan Asia Tenggara.

Selain mengelola sertifikasi dalam negeri, MUIS aktif dalam bekerja sama dengan lembaga sertifikasi halal internasional untuk menjamin konsistensi dan keterhubungan standar halal di lintas negara. Kerja sama internasional ini mencakup kolaborasi dengan berbagai lembaga halal di kawasan, termasuk kolaborasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Indonesia. Pada 9 Agustus 2024 lalu, BPJPH dan MUIS telah menandatangani Memo Kesepakatan Jaminan Produk Halal. Memo tersebut dimaksudkan untuk memperkuat, memajukan, dan mengembangkan kerja sama mengenai jaminan kualitas produk halal yang melingkupi kerja sama di bidang sertifikasi halal dan logo halal antara kedua lembaga atas dasar kesetaraan dan keuntungan bersama sesuai dengan hukum, peraturan, regulasi, dan kebijakan nasional yang berlaku di negara masing-masing (BPJPH, 2024).

Kolaborasi antar-badan sertifikasi halal internasional sangat penting untuk menjamin kepercayaan konsumen muslim, khususnya di tengah meningkatnya globalisasi produk halal. Dengan adanya pengakuan bersama dan kesesuaian standar antar-negara, produk-produk halal yang diekspor dan diimpor dapat lebih mudah diakses oleh konsumen muslim tanpa keraguan terhadap kehalalannya. Hal ini memberi kepastian yang lebih besar bagi konsumen Muslim lintas negara bahwa produk yang mereka beli aman dan sesuai dengan syariat.

Tantangan dalam menjaga kepercayaan konsumen ini bukanlah hal yang kecil, terutama karena proses produksi dan rantai pasok yang sering kali melibatkan beberapa negara. Namun, peluang dari kerja sama ini juga besar, karena memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk-produk yang diimpor atau diekspor telah melewati proses verifikasi halal yang andal. Dengan demikian, Singapura dapat terus memenuhi kebutuhan konsumsi halal masyarakatnya dan mendukung kepercayaan terhadap produk-produk halal dalam skala internasional. (Andika Priyandana)

Aktif Kampanyekan Gaya Hidup Halal

Lewat Media Sosial

Lewat akun Instagramnya, Rika Ekawati atau lebih populer disapa Teh Rika banyak mengedukasi netizen dengan konten-kontennya seputar dunia halal. Tujuannya, agar masyarakat tahu dan semakin sadar pentingnya memahami titik-titik kritis halal.

Menelusuri unggahan akun Instagram @rikaekawati seakan netizen sedang disuguhkan visualisasi tulisan yang menyenangkan dan seru. Ada rasa sayang untuk melewatkan bagianbagian menarik dari setiap slide yang diunggah oleh Rika Ekawati.

Setiap hal yang dibahas dalam akunnya banyak memuat ilmu dan informasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat luas. Hal itu sejalan dengan profesi yang saat dilakoni oleh Rika sebagai influencer halal.

Dalam wawancaranya dengan Halal Review, sebagai seorang influencer halal, Rika memang berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat mengenai halal awareness. Mengampanyekan gaya hidup halal sebagai bagian dari keseharian dan menyediakan informasi yang edukatif dan inspiratif kepada follower-nya.

“Melalui platform media sosial, saya berbagi panduan tentang produk-produk halal, berbagi informasi mengenai #titikkritishalal mulai dari makanan, kosmetik, hingga obat-obatan, membantu follower saya membuat pilihan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sesuai syariat. Selain itu, saya juga sering melakukan review produk halal untuk memberikan wawasan lebih mendalam kepada audiens mengenai kualitas, keamanan, dan kehalalan produk yang mereka gunakan,” urainya lebar.

Rika juga giat mengedukasi follower tentang gaya hijab syar’i, menjadikannya sebagai bagian dari keseharian. Selain itu, ia juga kerap berbagi tentang halal travel , termasuk rekomendasi destinasi yang ramah muslim dan tips ibadah selama perjalanan.

“Sekedar berbagi pengalaman, beberapa tahun lalu saya bekerjasama dengan Singapore Tourism Board dan Discovery Hongkong untuk campaign halal tourism di negara-negara tersebut. Tidak hanya itu, saya turut mendukung keuangan syariah dengan mengedukasi audiens tentang produk-produk keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam, seperti sukuk dan SBN syari’ah dalam campaign #AkuInvestorSaham,” imbuhnya. Aktivitas Rika di dunia halal memang cukup gencar. Dirinya merasa ada kewajiban dan penting untuk mendorong gaya hidup halal secara holistik, yang meliputi kesehatan, etika, dan sustainability . Tidak berhenti di situ, dia juga mendorong awareness tentang produk yang ramah lingkungan, serta pentingnya menjaga pola hidup sehat. Melalui berbagai konten yang dibagikan, Rika berharap dapat membantu komunitas muslim (terutama) menjalani gaya hidup yang lebih baik dan tetap sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam.

Wajib Tahu Halal

Tren halal saat ini, menurut Rika menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, terutama

di kalangan konsumen global yang semakin peduli pada kualitas, keamanan, dan etika produk yang dikonsumsi termasuk di Indonesia sendiri. Fenomena ini mencakup tidak hanya makanan, tetapi juga berbagai sektor lain, seperti kosmetik, fashion, pariwisata, hingga layanan keuangan.

Rika merinci beberapa tren utama yang muncul adalah seperti adanya ekspansi produk halal non-makanan. Ia mencontohkan tren halal sudah meluas dari industri makanan ke sektor lain, seperti kosmetik dan fashion . Permintaan produk kosmetik halal dan fashion yang sesuai syariah terus meningkat, terutama di kalangan muslim milenial dan Gen Z yang ingin mengintegrasikan prinsip-prinsip agama dengan gaya hidup modern.

Kemudian pariwisata halal yang mencakup hotel halal certified, mushola di tempat wisata,

dan referensi kuliner halal. Kemudian keuangan dan investasi syariah. Katanya, layanan keuangan halal seperti bank syariah, asuransi takaful, dan reksa dana syariah semakin diminati.

“Selebihnya ada kesadaran konsumen terhadap keamanan dan etika produk, teknologi dan inovasi, kemudian standarisasi dan sertifikasi halal global serta saat ini semakin banyak penelitian-penelitian yang dilakukan membahas isu halal.

“Dengan makin besarnya pasar halal, tren ini diharapkan terus berkembang seiring dengan semakin banyaknya konsumen yang mengutamakan produk-produk halal untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup modern yang tetap sesuai dengan prinsip syari’at islam,” imbuhnya.

Lebih jauh, Rika juga melihat jika saat ini awareness masyarakat terhadap produk halal semakin tinggi, baik di kalangan konsumen muslim maupun non-muslim. Dalam pandangannya ada beberapa faktor yang mendorong kesadaran ini antara lain semakin tumbuhnya kesadaran dalam beragama. Lalu kesehatan dan keamanan produk, etika dan kepedulian sosial, globalisasi dan kemudahan akses informasi, juga tingginya pengaruh gaya hidup halal di generasi muda.

“Dan faktor yang paling penting adalah adanya dukungan pemerintah dan institusi sertifikasi. Adanya jaminan dari lembaga-lembaga ini membuat konsumen merasa lebih yakin dalam memilih produk yang bersertifikasi halal,” imbuh Rika lagi.

Dengan semua fakta di atas, menurut Rika sudah seharusnya halal menjadi bagian dari gaya hidup (life style) yang meluas di banyak kalangan, khususnya di komunitas muslim, dan bahkan menarik perhatian konsumen non-muslim.

Foto: Istimewa
Rika Ekawati
Influencer Halal Inspiratif yang Terus Mengedukasi Gaya Hidup Sesuai Syariah

“Utamanya saya melihat harus ada pengaruh media sosial dan komunitas halal yang memiliki peran besar dalam mempromosikan gaya hidup halal serta pendidikan halal dan kesadaran dalam beragama,” sambungnya.

Concern Rika soal halal memang totalitas. Bagaimana dengan kapasitas yang dimilikinya dia benar-benar mendorong pentingnya label halal karena hal itu akan sangat berdampak terhadap keyakinan dan kebutuhan konsumen muslim. Selain itu label halal juga menjadi jaminan keamanan dan kualitas produk dan merupakan bentuk transparansi bagi konsumen sehingga akan menumbuhkan kepercayaan dan kepuasan konsumen.

“Dengan label halal juga bisa terjadinya perluasan pasar dan daya saing global. Ini yang bagi saya bisa membuka peluang ekspor bagi perusahaan, karena banyak negara yang mewajibkan label halal pada produk impor. Selain itu, label halal meningkatkan daya saing produk di pasar,” seru Rika.

Lalu dari manakah masyarakat bisa mendapatkan sumber informasi mengenai kehalalan produk makanan dan minuman? Rika menjawab, informasi mengenai kehalalan produk makanan dan minuman biasanya diperoleh dari beberapa sumber yang terpercaya, antara lain

Rika Ekawati Turut Berpartisipasi dalam

Acara Road to FESyar, Festival Ekonomi Syariah Jawa 2024 Road to ISEF 2024

lembaga sertifikasi halal seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Indonesia atau Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) di Malaysia.

Bisa juga melalui aplikasi halal, label halal pada kemasan produk, situs web dan media sosial brand, forum dan komunitas halal, publikasi dan sumber pemerintah, uji laboratorium dan teknologi block chain, artikel dan media berita dan dari influencer halal.

“Dengan adanya unggahan mengenai info kehalalan suatu produk dari influencer biasanya cenderung lebih cepat sampai ke masyarakat,” Rika melengkapi.

Khusus media sosial, Rika menaruh perhatian khusus bahwa peran media sosial dalam meningkatkan literasi masyarakat di bidang halal sangat signifikan. Media sosial telah menjadi platform utama bagi edukasi halal yang lebih luas, cepat, dan mudah diakses.

Menurutnya, akses informasi yang cepat dan luas adalah alasan pertama efektivitas media sosial. Agar lebih menarik dalam penyampaian tujuan, Rika menyarankan membuat edukasi melalui konten visual dan interaktif. Atau bisa review produk dan rekomendasi terpercaya, kemudian membangun diskusi dan interaksi dengan komunitas terkait halal awareness (Syauqi Ahmad)

Foto: Istimewa

KEPALA BPJPH PERIODE 2024-2029 HAIKAL HASSAN

HHaikal Hassan Resmi Dilantik oleh Presiden RI, Prabowo Subianto Menjadi Kepala BPJPH Periode 2024 - 2029

Dok. Aceh.Disway

aikal Hassan telah resmi dilantik

oleh Presiden RI, Prabowo

Subianto sebagai Kepala Badan

Penyelenggara Jaminan Produk

Halal pada tanggal 22 Oktober 2024 di Istana Kepresidenan.

Dalam masa jabatannya, beliau didampingi oleh Arfiansyah Noor yang turut dilantik sebagai Wakil Kepala Badan Jaminan Penyelenggara Produk Halal.

Pelantikan Kepala BPJPH didasarkan oleh

Keputusan Presiden RI Nomor 74/M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Kepala dan Wakil Kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Dalam pembacaan Keppres oleh Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara, Kepala BPJPH diberikan hak keuangan dan administrasi setingkat Menteri kedua, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 2024 oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.

Haikal menegaskan bahwa dalam 100 hari pertama masa kerjanya, ia akan fokus mengamati situasi dan memastikan adanya langkah-langkah nyata untuk memperbaiki sistem jaminan produk halal di Indonesia. Haikal Hassan yang kerap disapa Babe Haikal menekankan keharusan untuk

menjamin produk halal. Dalam hal ini meliputi makanan, minuman, kosmetik, obat, dan lainnya, bahkan produk fashion.

Haikal Hassan lahir di Jakarta pada 21 Oktober 1968 dan dikenal luas sebagai pendakwah atau dai dengan logat Betawi yang khas. Berdasarkan garis keturunannya, ia merupakan keturunan dari Ahmad Haikal bin Hasan bin Umar bin Salim bin Ali bin Syekh Ali bin Abdullah Baras.

Sebagai Kepala BPJPH, Babe Haikal memiliki tugas untuk terus menggencarkan sertifikasi halal kepada para pelaku usaha di Indonesia. Baik pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) maupun perusahaan besar sebagai produsen, untuk memastikan bahwa produk memiliki sertifikasi halal. Hal ini lantaran penduduk mayoritas di Indonesia beragama Islam yang mewajibkan sesuatu yang digunakan atau dikonsumsi adalah halal.

Persaingan global untuk menjadi hub halal dunia semakin ketat, dengan Indonesia, Malaysia, dan Thailand berlomba-lomba meraih posisi tersebut. Kepemimpinan Babe Haikal sebagai Kepala BPJPH diharapkan dapat meningkatkan jumlah pelaku usaha yang mendapatkan sertifikat halal dan mewujudkan Indonesia sebagai hub halal dunia. (Tiara Aprilia)

Foto:

HALAL TRADE EXPO DUBAI

Halal Trade Expo Dubai 2024, yang termasuk debut Malaysia International Halal Showcase (MIHAS@Dubai), dilaksanakan pada 18-20 November 2024, di Dubai World Trade Centre. Acara ini bertepatan dengan Pameran Produk Organik dan Alami Timur Tengah dan menyoroti peran strategis Uni Emirat Arab sebagai pusat halal global. Acara ini menghadirkan peserta dari berbagai sektor seperti makanan halal, kecantikan, farmasi, keuangan Islam, dan logistik halal.

Pameran ini menyediakan platform bagi dunia usaha untuk berjejaring, memamerkan produk dan jasa halal, serta menjajaki peluang pasar di Timur Tengah. Diselenggarakan oleh MATRADE Malaysia, MIHAS@Dubai bertujuan untuk memajukan peran Malaysia sebagai pemimpin dalam industri halal global. Malaysia mengincar nilai transaksi ekspor senilai satu miliar ringgit Malaysia (RM), setara dengan lebih dari Rp3,5 triliun, melalui ajang Malaysia International Halal Showcase (MIHAS@ Dubai). Lokasi Dubai di jantung kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA), beserta lingkungannya yang pro-bisnis, diharapkan

dapat meningkatkan upaya MIHAS untuk menghubungkan eksportir Malaysia dengan mitra dan pembeli potensial dari seluruh kawasan. Sebagai salah satu pertemuan terbesar di dunia yang berfokus pada produk halal, MIHAS telah memperoleh pengakuan internasional atas perannya dalam mempromosikan produk bersertifikat halal di seluruh bidang makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, logistik, dan keuangan. Ekspansi ke Dubai ini mencerminkan komitmen jangka panjang Matrade untuk memposisikan Malaysia sebagai pemimpin global dalam ekonomi halal.

MIHAS@Dubai menjadi tuan rumah bagi lebih dari 200 peserta pameran Malaysia, yang masing-masing memamerkan beragam produk halal negara ini, mulai dari makanan organik dan kosmetik berkelanjutan hingga obat-obatan mutakhir dan solusi logistik inovatif. Sektor halal Malaysia yang beragam menonjol karena standar kualitas dan sertifikasinya yang ketat, yang tidak hanya memenuhi persyaratan halal global tetapi juga menyoroti komitmen Malaysia terhadap sumber yang etis, keberlanjutan, dan produksi berkualitas tinggi. (Tiara Aprilia)

Foto: Dok. Halal Expo Dubai 2024
Halal Expo Dubai 2024

Halal Kulture Market 2024

Mumtaz Creative

mempersembahkan Halal

Kulture Market (HaKa) 2024 yang diselenggarakan di ICE BSD. Acara ini berhasil menarik perhatian generasi muda yang antusias untuk mengenal dan mengeksplorasi gaya hidup halal. Acara unik yang berlangsung pada 1–3 November 2024, bertujuan untuk memberdayakan Gen Z dan Milenial dengan menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kreativitas modern. Halal Kulture Market juga merupakan sebuah ekosistem bisnis yang menstimulasi tumbuhnya komunitaskomunitas anak muda kreatif “hijrah” yang kreatif melahirkan produk-produk halal kekinian.

CEO Mumtaz Creative, Agung Paramata, dalam pembukaan Halal Kulture Market menyatakan bahwa perkembangan teknologi digital dan keberagaman platform media sosial yang terus meluas, memiliki dampak signifikan dalam membantu generasi muda muslim mengenal dan mendalami agama. Selain itu, komunitas-komunitas hobi yang semakin banyak bermunculan juga mulai menyisipkan pesan-pesan religius dalam kegiatan mereka, menjadikannya lebih bermakna daripada sekadar ajang berkumpul.

Untuk menjawab kebutuhan Milenial dan Gen Z serta memberikan peluang bagi pelaku bisnis untuk memahami pasar mereka lebih dalam, menjadi inspirasi utama bagi Mumtaz Creative dalam menghadirkan Halal Kulture Market. Terlebih, generasi ini yang kini berjumlah 74,93 juta jiwa atau sekitar 27,94% dari total populasi, tengah berada pada usia produktif dengan daya beli yang terus meningkat.

Halal Kultur Market menghadirkan lebih dari 200 booth yang menawarkan berbagai produk seperti fashion, herbal & farmasi , halal cosmetic, halal travel, education, halal Food & Beverage, finansial syariah, syariah wedding dan multiproduct . Serta, adanya diskon eksklusif hingga 50% mampu menarik banyak pengunjung, serta memberikan kesempatan bagi merek lokal maupun internasional untuk bersinar.

Halal Kulture Market 2024 juga menghadirkan program spesial, salah satunya adanya Talk Show yang menawarkan diskusi inspiratif tentang bagaimana nilai-nilai halal dapat memengaruhi kehidupan modern. Selain kegiatan indoor , pengunjung bisa menikmati suguhan menarik di area luar ruang yang didesain rekreatif. Menjajal pacuan kuda dan panahan bersama dengan The Hub, atau bermain basket dan bersantai sambil menikmati suasana sore ICE BSD. (Tiara Aprilia)

Foto: Dok. Halal Kulture Market 2024
Halal Kulture Market 2024

SEBERAPA BAIK BRAND ANDA

Social Media Monitoring dapat digunakan untuk mengetahui berbagai isu yang dikemukakan di berbagai media online maupun media sosial sehingga perusahaan dapat melakukan antisipasi jika ada keluhan negatif tentang produk atau layanan mereka. Jika terdapat ungkapan kepuasan dari konsumen, Social Media Monitoring bisa digunakan pula sebagai media promosi untuk menaikkan image layanan produk.

Perusahaan perlu menekankan pentingnya monitoring percakapan (positif/negatif) dari berbagai media sosial agar bisa lebih memahami perilaku pelanggan atau calon pelanggan mereka.

Jenis-Jenis Social Media Monitoring

Monitoring Mention Analisis Sentimen

Monitoring Brand

Monitoring

Jumlah Pengikut

Riset Kata Kunci

Monitoring Hashtag

Monitoring Trend

Wordcloud

TOP 10 Positive or Negative

Deteksi Bot (Robot)

SNA (Social Network Analyser)

Asosiasi (Association Rule Mining)

Coklat Viral Pasti Halal?

Unggahan video coklat batangan yang renyah dengan isian lengket dan penuh rasa di platform TikTok menjadi viral. Video bergenre Autonomous Sensory Meridian Response/ASMR saat food influencer Maria Vehera menikmati produk coklat batangan memang berhasil menggelitik sensori rasa. Perpaduan lapisan luar coklat yang crunchy, menghasilkan bunyi renyah saat digigit, disusul dengan lumeran campuran kunafa, pistachio, dan pasta tahini yang segera melengkapi rasa ketika masuk ke mulut. Hingga kini video tersebut telah ditonton lebih dari 101,5 juta kali.

Di Indonesia produk coklat batangan tersebut ramai disebut sebagai coklat Dubai. Tak salah, coklat yang memiliki varian isian unik ini memang berasal dari Dubai, Uni Emirat Arab. Dipelopori oleh pemilik Fix Dessert Chocolatier, Sarah Hamouda, yang ingin menciptakan pengalaman unik memadukan coklat dengan kudapan khas

Timur Tengah. Bahkan kata “Fix” yang menjadi nama dari tokonya merupakan kependekan dari “Freaking Incredible Experience”.

Video tren coklat Dubai menarik banyak influencer serupa untuk membuat video ulasannya sendiri atau membuat panduan resep yang mencoba menirunya di rumah. Alhasil coklat Dubai semakin populer dan dikenal di tingkat global, bahkan turut menginspirasi toko coklat lainnya berkreasi dengan resep serupa.

Coklat Dubai mampu mencuri perhatian karena menawarkan kombinasi rasa yang unik, perpaduan manis, gurih, dan sedikit asin yang sulit ditemukan pada produk serupa. Produk ini pun dibuat handmade dengan lukisan eksklusif di bagian atasnya. Di toko asalnya coklat Dubai dijual dengan 2 varian kemasan, kemasan reguler berisi 6 batang coklat dibanderol setara 1,6 juta rupiah,

dan kemasan mini berisi 10 batang coklat dengan ukuran lebih kecil seharga 800 ribuan rupiah.

Sebagai muslim, kita patut mengerem diri tatkala berhadapan dengan suatu tren. Apalagi tren makanan. Ada konsep halal-haram yang wajib diperhatikan dari sekedar mengikuti tren.

Titik Kritis Coklat Dubai

Coklat batangan sebagai produk camilan ternyata merupakan produk yang memiliki titik kritis ditinjau dari kehalalan. Produk coklat Dubai tak hanya berupa coklat batangan biasa, namun juga memiliki bahan isian di dalamnya. Seperti dilansir dari akun Instagram @fixdessertchocolatier terdapat 6 varian rasa dengan nama unik yang tersedia.

Coklat Dubai yang dibuat Fix Dessert Chocolatier dibuat menggunakan coklat Valrhona

Jivara yang dikenal sebagai coklat susu berkualitas tinggi dengan rasa lembut dan kaya dalam 2 pilihan menu; The Fix Hero Bar dan The Midnight Edition. The Fix Hero Bar dengan total 6 varian, 5 di antaranya menggunakan milk chocolate , 1 varian menggunakan white chocolate. Varian dengan bahan utama milk chocolate antara lain “Cereously Cheswy”, berisi campuran fudge brownies dengan sereal, “Can’t Get Knafeh of it”, berisi kunafa krispi yang dicampur dengan pistachio dan pasta tahini, “Baklawa II The Future”, menggunakan campuran kacang dan filo pastry, “Butter To Be Safe Than Salty”, berisi filo pastry kayu manis panggang dengan karamel dan selai kacang, “Pick Up A Pretzel” dengan isian kunafa krispi dan salted caramel pretzel. Terakhir varian dengan bahan utama white chocolate “Mind Your Own Buiscoff”, berisi crunchy lotus cheesecake .

Sementara The Midnight Edition menawarkan varian “Can’t Get Knafeh of it” dalam balutan dark chocolate.

Titik kritis coklat Dubai ada pada bahan utama coklat batang dan varian isiannya. Coklat batang dibuat dari biji kakao yang sudah difermentasi, dikeringkan, dan dipanggang. Biji kakao dipisahkan dari cangkangnya, untuk selanjutnya digiling hingga menghasilkan cocoa liquor yang kental. Cocoa liquor kemudian diperas secara hidrolik untuk mendapatkan lemak kakao yang akan menjadi bahan baku coklat batang, dan cocoa cakes yang dihaluskan untuk menjadi coklat bubuk. Titik kritis coklat terletak pada proses pencampuran lemak kakao dengan penambahan gula, vanila, susu, dan pengemulsi. Bahan tambahan tersebut perlu dipastikan status kehalalannya. Misalnya jenis pengemulsi apakah berasal dari sumber nabati atau hewani.

Varian isian coklat Dubai yang beragam tentu memerlukan perhatian. Penggunaan bahan kudapan yang merupakan produk jadi seperti brownis, kunafa, dan pretzel menjadi titik kritis lain yang perlu dipastikan kehalalannya. Setiap bahan yang digunakan saat membuat jenis kudapan untuk isian coklat Dubai perlu diketahui dengan seksama untuk menentukan status kehalalannya.

Misalnya fudgy brownis pada isian varian “Cereously Cheswy”, adalah jenis brownis yang memiliki tekstur lembut, lengket dan padat. Pada jenis brownis ini perbandingan antara lemak, butter dan coklat leleh lebih banyak dibanding tepung. Lemak, butter, hingga tepung merupakan bahan kritis dalam brownis.

Butter berasal dari sumber lemak hewani (krim susu sapi) , yaitu lapisan berwarna putih lebih pekat dan berbuih yang terpisah di permukaan susu saat susu dibiarkan dalam rentang waktu tertentu. Pada proses pembuatannya ditambahkan garam, flavor, air, dan mineral. Butter ada yang dibuat melalui tahapan fermentasi dengan penambahan kultur starter bakteri asam laktat, maupun yang tidak difermentasi. Titik kritis pada butter fermentasi dapat berasal dari media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat jika menggunakan bahan yang diharamkan. Titik kritis lainnya adalah pada penambahan bahan aditif flavor yang juga perlu dipastikan kehalalannya.

Foto: instagram.com/fixdessertchocolatier/

Tepung terigu berasal dari gandum dan sudah jelas status kehalalannya. Namun sering kali difortifikasi dengan vitamin dan mineral. Bahan tambahan berupa vitamin dan mineral inilah perlu dipastikan sumbernya, apakah dari produk hewani, nabati, atau mikrobial. Produk hewani hanya halal jika berasal dari jenis hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam. Jika berasal dari produk mikrobial maka perlu diperiksa status kehalalan media produksi yang digunakannya.

Kunafa pada isian varian “Can’t Get Knafeh of it”, dikenal sebagai kudapan khas Timur Tengah hingga Balkan. Kunafa dibuat dengan adonan gandum semolina halus dan direndam dalam sirup berbasis gula, kemudian dilapisi dengan keju. Kunafa juga bisa dilapisi bahan lain tergantung pada tempat makanan ini disajikan. Dalam hal ini keju dapat menjadi titik kritis karena asal bahannya.

Pretzel dalam varian “Pick Up A Pretzel” merupakan jenis kue yang berasal dari Eropa. Kue ini memiliki bentuk khas berupa tiga simpul yang biasanya hadir dalam dua rasa, asin dan manis. Kudapan ini juga telah dikembangkan ke beberapa variasi bentuk dan rasa. Resep tradisional pretzel klasik berasal dari Jerman terbuat dari tepung gandum,  malt , garam, ragi, air, dan jumlah lemak yang bervariasi. Biasanya menggunakan lemak nabati, namun ada juga yang menggunakan butter atau bahkan lemak babi. Tekstur asli roti ini adalah keras, tapi untuk menyesuaikan selera, banyak toko yang menggunakan pelembut atau pelunak tekstur. Selain bahan tepung, lemak dan butter yang menjadi titik kritis pada pretzel, penggunaan ragi juga perlu diperhatikan apakah ragi yang digunakan ditumbuhkan pada media yang halal atau haram.

Adapun untuk bahan isian seperti kacang-kacangan dan tahini, sudah lumrah diketahui sebagai produk dari tumbuhan atau dibuat dari bahan-bahan vegan dan jelas status halalnya. Tahini misalnya, yang merupakan pelengkap makanan di Mediterania dan Timur Tengah, diketahui bersifat vegan, bebas gluten, dengan rasa yang gurih. Tahini dibuat dari biji wijen panggang, minyak nabati (alpukat, minyak zaitun murni, atau minyak sayur), dan garam.

Pilih Halal Bukan Viral

Fenomena kuliner viral bukan kali pertama terjadi. Tren yang dengan cepat menjadi perbincangan publik tak lepas dari peranan media sosial sebagai mesin amplifikasi. Banyak kreator media sosial yang menduplikasi konten serupa untuk mendapatkan atensi yang sama. Pun netizen yang dengan latah segera mencoba karena takut ketinggalan tren. Secara tidak sadar tren telah mendorong keputusan kita dalam mengonsumsi makanan. Padahal sebagai muslim, kelatahan tidak boleh mengalahkan ketaatan. Bagi muslim, setiap keputusan memilih dan mengonsumsi makanan akan senantiasa terikat dengan halal-haram. Jadi, pastikan halal dulu sebelum menikmati apa pun jenis makanannya. (Anidah)

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.