5 minute read

Peran Strategis Pusat Halal UNAIR dalam Penguatan Kesadaran Halal

Komunikasi dan kampanye produk halal semakin menjadi elemen kunci dalam strategi bisnis perusahaan dan UMKM di Indonesia, didorong oleh kesadaran konsumen dan dukungan pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir, tren kampanye produk halal semakin menonjol di Indonesia. Produk halal tidak lagi sekadar memenuhi kewajiban religius, tetapi telah menjadi pilar penting dalam strategi komunikasi dan pemasaran perusahaan. Sertifikasi halal kini dipandang sebagai simbol kualitas, keamanan, dan kepercayaan yang diakui tidak hanya di pasar domestik tetapi juga antarbangsa. Dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin pasar halal global.

Menurut Abdul Rahem, Ketua Pusat Halal Universitas Airlangga, tren ini mencerminkan pergeseran persepsi masyarakat dan pelaku usaha terhadap halal. “Halal itu ada di bagian terakhir dari semua proses produksi, sehingga semua memenuhi syarat dulu baru halal. Artinya, halal itu jauh lebih unggul daripada yang belum halal,” ujar Rahem, menekankan bagaimana konsumen semakin cermat memilih produk bersertifikasi halal.

Secara global, sertifikasi halal telah menjadi elemen penting dalam daya saing produk. Bahkan negara-negara yang mayoritas penduduknya non-muslim, seperti Korea Selatan dan Inggris, aktif memasarkan produk halal untuk ekspor. Di Indonesia, penerapan kewajiban sertifikasi halal

“Masyarakat sudah semakin kritis. Ketika masuk ke swalayan atau mal, mereka mencari produk dengan label halal. Hal ini juga yang mendorong pelaku usaha untuk semakin gencar memasarkan produknya yang bersertifikat halal” yang diatur oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Produk Halal (BPJPH) semakin mempertegas posisi halal sebagai komponen vital dalam perekonomian. Meski demikian, tantangan besar masih menghadang, termasuk kurangnya edukasi masyarakat dan keterbatasan sumber daya di sektor UMKM.

Peran Strategis dan Tantangan Kampanye Halal di Indonesia

Komunikasi halal telah berkembang menjadi kebutuhan strategis bagi pelaku usaha di Indonesia. Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya produk halal, perusahaan menghadapi tekanan pasar untuk tidak hanya memproduksi barang yang sesuai dengan standar halal tetapi juga mengomunikasikannya secara mangkus.

Menurut Rahem, komunikasi halal adalah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. “Bukan sekadar merupakan kewajiban untuk memasarkan halal, tetapi pelaku usaha sudah menganggap ini sebagai kebutuhan,” ujarnya, menggarisbawahi bagaimana konsumen semakin cermat dalam memilih produk bersertifikat halal.

Kampanye produk halal yang dilakukan perusahaan telah terbukti mampu meningkatkan kesadaran masyarakat. Sertifikasi halal sering kali dianggap sebagai jaminan kualitas, keamanan, dan kepatuhan terhadap standar agama. Hal ini memberikan pengaruh signifikan pada preferensi konsumen muslim. “Masyarakat sudah semakin kritis. Ketika masuk ke swalayan atau mal, mereka mencari produk dengan label halal. Hal ini juga yang mendorong pelaku usaha untuk semakin gencar memasarkan produknya yang bersertifikat halal,” jelas Rahem.

Meskipun demikian, efektivitas kampanye ini bergantung pada jangkauan dan intensitasnya. Informasi yang disebarluaskan melalui media sosial, iklan televisi, atau pelantar digital lainnya berperan penting dalam menciptakan resonansi di kalangan konsumen.

Namun, tidak semua pelaku usaha memiliki sumber daya yang sama untuk mengembangkan kampanye komunikasi halal. Usaha mikro secara khusus, menghadapi tantangan signifikan akibat keterbatasan dana dan akses terhadap fasilitas sertifikasi. Rahem menyoroti perlunya pendekatan kreatif untuk mengatasi kendala ini. “Usaha mikro dapat memanfaatkan mekanisme deklarasi mandiri yang difasilitasi oleh pemerintah atau pihak ketiga, seperti Kementerian Perindustrian dan lembaga lokal. Dengan ini, mereka tidak perlu membayar biaya besar, tetapi perlu pendamping untuk memastikan bahan dan prosesnya memenuhi standar halal,” jelasnya.

Solusi kampanye mangkus untuk usaha mikro juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan pelantar gratis, seperti media sosial, atau melalui kolaborasi dengan komunitas lokal dan lembaga halal. Dengan cara ini, UMKM dapat tetap bersaing dalam memasarkan produknya kepada konsumen yang semakin peduli pada aspek halal. Apa pun, sinergi antara pelaku usaha, pemerintah, dan lembaga pendamping sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan kampanye halal di seluruh sektor.

Sinergi Pemerintah dan Lembaga Halal dalam Mendorong Kesadaran Halal

Pemerintah memiliki peran krusial dalam mendorong sertifikasi dan pemasaran produk halal di Indonesia. Kebijakan seperti kewajiban sertifikasi halal untuk makanan, minuman, dan jasa penyembelihan yang diatur oleh BPJPH menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat ekosistem halal.

Selain itu, berbagai program fasilitasi telah diinisiasi untuk mendukung UMKM, seperti mekanisme deklarasi mandiri (self-declare) yang memungkinkan usaha mikro mendapatkan sertifikasi halal tanpa biaya besar. Rahem menyatakan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian, meskipun tantangannya masih besar. “Untuk usaha mikro, pemerintah sudah menyediakan mekanisme fasilitasi. Persoalannya bukan biaya lagi, tetapi apakah pelaku usaha mau memanfaatkan peluang ini,” jelasnya.

Pusat Halal Universitas Airlangga, sebagai salah satu lembaga halal terkemuka, juga memainkan peran penting dalam mendukung kebijakan ini. Melalui program edukasi dan pendampingan, Pusat Halal Universitas Airlangga membantu pelaku usaha memahami proses sertifikasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya produk halal.

“Kami turun ke lapangan untuk mendampingi UMKM, membantu mereka menyiapkan dokumen dan proses agar siap diaudit. Selain itu, kami aktif memberikan edukasi di berbagai daerah, bahkan ke pelosok-pelosok seperti Tabalong di Kalimantan

Selatan, NTB, dan Balikpapan,” ujar Rahem. Pendampingan ini mencakup pelatihan kepada pelaku UMKM serta pendamping lokal, seperti yang dilakukan pada 100 UMKM di Tabalong, yang kemudian berhasil mendapatkan sertifikasi halal.

Sinergi antara pemerintah, lembaga halal, dan pelaku usaha menjadi kunci keberhasilan strategi ini. Regulasi pemerintah perlu didukung oleh pelaksanaan di lapangan yang konsisten, yang mana lembaga seperti Pusat Halal Universitas Airlangga dapat berperan sebagai penghubung antara kebijakan dan implementasi. Sementara itu, pelaku usaha juga diharapkan lebih proaktif memanfaatkan fasilitas dan panduan yang telah disediakan. Dengan kerja sama yang solid, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan kesadaran halal secara nasional, tetapi juga memperkuat posisinya di pasar halal global.

(Andika Priyandana)

This article is from: