5 minute read

Strategi Meningkatkan Kepatuhan Sertifikasi Halal di Indonesia

Melalui pendekatan regulasi yang diperbarui dan sosialisasi intensif, BPJPH terus berupaya memastikan sertifikasi halal menjadi pilar utama dalam mendukung pertumbuhan produk halal di Indonesia.

Jaminan produk halal telah menjadi salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam memastikan keamanan dan kenyamanan konsumen, sekaligus meningkatkan daya saing produk di pasar domestik maupun antarbangsa. Sebagai lembaga yang diberi mandat untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terus memperkuat upayanya melalui kebijakan dan program strategis.

Salah satu langkah penting yang diambil adalah pemberlakuan kebijakan wajib halal bagi pelaku usaha. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan konsumen akan produk yang halal, tetapi juga mendorong pelaku usaha untuk lebih kompetitif di pasar global. “Pelaku usaha sudah mulai paham dengan pentingnya kebijakan wajib halal, tetapi masih ada sebagian yang belum memahami prosedur dan biaya sertifikasi,” ungkap Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik BPJPH, Mohammad Zen.

Untuk memberikan kejelasan lebih lanjut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 sebagai pembaruan dari regulasi sebelumnya. Salah satu poin penting dalam peraturan ini adalah pengunduran tenggat waktu kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil dari Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. Kebijakan ini memberikan waktu tambahan bagi usaha kecil untuk mempersiapkan diri tanpa mengurangi komitmen mereka terhadap sertifikasi halal.

Namun, perjalanan menuju kepatuhan penuh masih menemui tantangan. Minimnya pemahaman sebagian pelaku usaha, terutama pelaku usaha mikro dan kecil, terhadap prosedur dan biaya sertifikasi halal menjadi kendala utama. Dengan latar belakang ini, BPJPH terus menggencarkan sosialisasi dan edukasi agar sertifikasi halal dapat diakses secara merata oleh semua lapisan usaha.

Sosialisasi Kebijakan: Upaya Strategis BPJPH

Sebagai upaya memastikan sertifikasi halal dapat diakses dan dipahami oleh berbagai kalangan, BPJPH telah melakukan sosialisasi kebijakan secara masif dan strategis. Pendekatan ini dilakukan melalui berbagai metode, seperti seminar, pelatihan, lokakarya, serta kampanye halal yang tersebar di ribuan lokasi di seluruh Indonesia. Kampanye ini tidak hanya bersifat edukatif, tetapi juga memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk mendaftar langsung sertifikasi halal melalui berbagai program yang diselenggarakan secara nasional.

Salah satu program utama BPJPH adalah Kampanye Wajib Halal Oktober (WHO) 2024, yang melibatkan 5.040 titik sosialisasi dan pendaftaran langsung di 405 lokasi di 27 provinsi. Program ini juga mencakup pengawasan terpadu di sektor hulu, seperti Rumah Potong Hewan dan Unggas (RPH/U), serta pelaksanaan kampanye sertifikasi halal di 3.000 desa wisata. “Melalui kampanye mandatory halal yang melibatkan ribuan titik ini, BPJPH telah berhasil menciptakan rekor MURI dan mendapatkan penghargaan nasional,” jelas Mohammad.

Selain itu, BPJPH menjalin kolaborasi erat dengan 10 kementerian/lembaga untuk mempercepat proses sertifikasi halal, termasuk pembentukan

80 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dengan lebih dari 1.000 auditor halal, membentuk 279 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) dengan sekitar 106.366 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), serta melatih 13.766 penyelia halal, hingga memaksimalkan publikasi melalui kanal media arus utama, sehingga BPJPH dinobatkan menjadi Lembaga Negara Terpopuler tahun 2024 dari media Jawa Post serta penghargaan Detikcom Award 2024 sebagai Lembaga Inovatif Penggerak Ekosistem Halal. Dalam konteks sosialisasi secara internasional, BPJPH berhasil meraih penghargaan bergengsi seperti GIFA Award 2024 di Maladewa.

Dalam keterlibatannya secara aktif di panggung internasional, BPJH selain menyelenggarakan forum internasional di dalam negeri seperti IHD dan H20, juga turut menghadiri berbagai macam forum terkait halal di luar negeri baik bilateral, regional, sub regional maupun forum global. Di forum bilateral, BPJPH bertemu dengan beberapa negara secara bilateral di antaranya dalam forum CEPA, dengan beberapa negara. Di forum regional, BPJPH turut hadir dalam pertemuan INA-LAC, dan Working Grup Halal ASEAN (AWGHF). Dalam pertemuan sub regional, BPJPH aktif di pertemuan IMT GT pada working grup HAPAS dan BIMP EAGA. Tahun 2024 lalu BPJPH bahkan menjadi chairman dalam pertemuan WGHAPAS di Langkawi, Malaysia. Sementara dalam pertemuan global BPJPH turut hadir dalam pertemuan WTO, SMIIC, MIHAS, serta forum global lainnya.

Salah Satu Program Wajib Halal Oktober 2024, dari BPJPH untuk Pelaku Usaha Sektor Hulu Penghasil Daging

Masih dalam tataran internasional, aksi BPJPH dalam inisiatif global seperti pertunjukan keliling fesyen halal di lima negara, sosialisasi terhadap lembaga halal luar negeri melalui Forum International Halal Dialogue (IHD), dan penyelenggaraan Forum Halal 20 setiap tahun. Semua program tersebut menjadi bukti komitmen BPJPH dalam memperkenalkan produk halal Indonesia ke kancah internasional. Forum Halal 20 mulai tahun 2022 mengundang 104 LHLN dari 40 negara, di tahun 2023 diikuti oleh 118 LHLN dari 44 negara, tahun 2024 dihadiri oleh 151 LHLN dari 46 Negara. Langkah-langkah ini menegaskan peran BPJPH sebagai garda depan pemerintah Indonesia dalam membangun ekosistem halal yang kuat, baik di dalam negeri maupun di pasar global.

Kolaborasi dan Tantangan Menuju Ekosistem Halal yang Kuat

Membangun ekosistem halal yang kuat di Indonesia membutuhkan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga lembaga halal luar negeri. BPJPH menyadari pentingnya sinergi ini untuk memastikan bahwa kebijakan dan program sertifikasi halal dapat diterapkan secara luas dan merata. “BPJPH melibatkan pelaku usaha, organisasi masyarakat, dan lembaga halal luar negeri untuk memberikan pemahaman lebih dalam tentang proses sertifikasi halal,” jelas Mohammad.

Namun, perjalanan ini bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah minimnya pengetahuan sebagian pelaku usaha mikro dan kecil terkait pentingnya sertifikasi halal dan prosedur yang harus diikuti. Tantangan lainnya adalah menjangkau wilayah terpencil yang memiliki akses terbatas terhadap informasi dan layanan sertifikasi. “Untuk mengatasi kendala tersebut, BPJPH terus memperluas akses informasi melalui pelantar digital, meningkatkan kapasitas LPH, dan memberikan pelatihan intensif kepada pendamping halal,” tambah Mohammad.

Meskipun menghadapi berbagai hambatan, program sertifikasi halal telah membuahkan hasil yang signifikan. Hingga Januari 2025, BPJPH telah menerbitkan 2.104.119 sertifikat halal, mencakup 5.779.352 produk, terutama dalam sektor makanan dan minuman. Sertifikasi ini tidak hanya dipandang sebagai kewajiban, tetapi juga menjadi strategi bisnis yang meningkatkan daya tarik dan kepercayaan konsumen. Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi dan upaya strategis BPJPH mampu mendorong pertumbuhan industri halal yang berkelanjutan di Indonesia.

(Andika)

This article is from: