7 minute read

18 Pengelolaan Sampah dan Sekularisme Muhammad Ardhi Elmeidian

18

PENGELOLAAN SAMPAH DAN SEKULARISME

Advertisement

Muhammad Ardhi Elmeidian

Sahabat DPKLTS Ketua Paguyuban Pegiat Magot Nusantara

Persoalan sampah di kota serta upaya pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kota dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut, dengan beragam program. Khususnya Kota Kembang Bandung yang menjadi sorotan berbagai pihak, paska longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah telah mejadi perhatian dari berbagai kalangan. Peristiwa longsornya TPA Leuwihgajah, yang belakangan tanggal harinya dijadikan Hari Perduli Sampah Nasional (HPSN), selain menimbulkan korban jiwa, kerugian material, juga berdampak buruk pada lingkungan.

Definisi

Pentingnya definisi sangat mempengaruhi pola-pola perlakuan hingga penanganan terhadap sesuatu yang didefinisikan, oleh karenanya sebuah definisi sebaiknya memberikan informasi yang jelas mengenai fakta sesuatu serta informasi mengenai fakta tersebut, hubungan fakta dan informasi inilah yang menjadi definisi.

Definisi Limbah menurut pakar sampah Prof. Enri Damanhuri adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 113

berbentuk padat, lumpur (sludge), baik cair maupun gas, yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang–kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku .

Limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan rutin sehari-hari manusia, umumnya dalam bentuk: (1) cair: dari kegiatan mencuci pakaian dan makanan, mandi, kakus berupa tinja dan air seni, menyiram, dan kegiatan lain yang menggunakan air di rumah, (2) padat: dikenal sebagai sampah domestik, demikian menurut Prof. Enri Damanhuri.

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, diamanatkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Jadidefinisisampahsebaiknyasebagai berikurt:sampah adalah bagian dari kehidupan manusia yang pada praktiknya tidak bisa dihindari produksinya seiring dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, maka sampah adalah sebuah sunnatullah atau kausalitas kehidupan, di mana sampah memiliki sifat-sifat alami (qadar) yang wajib (fardhu kifayah) untuk diselesaikan. Mengingat bahwa sampah memiliki sifatsifat alami yang tetap, maka dalam penyelesaiannya akan semakin mudah jika memahami sifat-sifat dasarnya dan bagaimana alam mencernanya.

Perubahan Mendasar

Dalam penanganan problem persampahan sering kita mendengar tentang perubahan pola hidup masyarakat, perubahan pandangan terhadap sampah dan perubahan-perubahan lainnya. Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang didasari kepada pemikiran yang benar tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya, sehingga manusia mampu bangkit kemudian melakukan perubahan mendasar dan menyeluruh. Kemudian diarahkan kepada pemikiran yang baru, sebab pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi terhadap segala sesuatu, selain itu manusia selalu mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan persepsinya terhadap kehidupan. Permasalahan penanganan sampah

114 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021

kota yang tidak pernah mencapai hasil signifikan karena tidak menyentuh akar persoalan, yaitu (1) aspek kesadaran(bahwa sampah adalah merupakan qadar/sifat yang tetap), (2) aspek penanganan(bahwa sampah bukan sesuatu yang sia-sia), (3) aspek penerapan teknologi(riset, pemantauan, dan aplikasi), (4) aspek integrasi dan koordinasi(berbagai elemen untuk menyatukannilainilai).

Pengendalian Sampah: Pakar, UU, Gagasan Zero Waste

Dilihat dari keterkaitan terbentuknya limbah, khususnya limbah padat, ada 2 (dua) pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan akibat adanya limbah, sebagai berikut, pertama: pendekatan proaktif, yaitu upaya agar dalam proses penggunaan bahan akan dihasilkan limbah yang seminimal mungkin, dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin, kedua: pendekatan reaktif, yaitu penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah tersebut terbentuk, demikian menurut Prof. Enri Damanhuri dan Tri Padmi.

Menurut UU18/2008, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah sebagai berikut: Pertama: pengurangan sampah, yaitu pembatasan terjadinya sampah, guna-ulang dan daur-ulang. Kedua: penanganan sampah, yang terdiri dari: (1) pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, (2) pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, (3) pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, (4) pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.

Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste). Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah dapat direalisir. Oleh karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan sebagai semangat dalam pengendalian pencemaran limbah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya untuk meminimalkan terbentuknya limbah atau

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 115

meminimalkan tingkat bahaya dari limbah, bahkan kalau mungkin meniadakannya.

Pengelolaan Sampah

Konsep zero waste adalah utopis karena sampah adalah qadar yang hadir bersamaan dengan hadirnya makhluk, baik makhluk hidup maupun mati, baik bergerak maupun diam. Realitas sampah menjadi eksis karena adanya kehidupan baik secara umum maupun khusus, setiap kehidupan di mana sesama makhluk berinteraksi akan menghasilkan sampah atau dalam bahasa Prof. Enri Damanhuri hanyalahsebagai “spirit”.

Sesuatu yang lebih rasional adalah “managemen” atau pengaturan, jika hari ini sampah bermasalah kemudian pemerintah tidak mampu menyelesaikannya, dan selagi persoalan ini tidak terselesaikan, maka kemudian menjadi tanggungjawab setiap individu untuk melakukan tindakan yang mengarah kepada penyelesaian (fardhu kifayah). Untuk itulah dibutuhkan pemimpin yang mampu mengarahkan energi masyarakat kepada segala sesuatu untuk menyelesaikan masalah, dengan kata lain pemerintah wajib memimpin masyarakat ke arah yang telah ditentukan.

Satu hal yang perlu dipahami bersama bahwasanya fardhu kifayah jika belum tuntas persoalannya, maka fardhu kifayah ini adalah fardhu ain dengan tidak mengubah esensinya. Pertanyaan berikutnya ke arah mana masyarakat akan dibawa?

Fardhu kifayah utamanya adalah kewajiban pemerintah, maka dalam upaya menentukan arah perbaikan juga menjadi kewajiban pemerintah, meskipun metode dan caranya bisa saja diambil dari ahli persampahan atau khalayak biasa, tujuannya adalah meminimalisir sampah yang bertumpuk dengan pengolahan,sehingga sampahyang ditimbun di TPA berkurang.

Dalam hal ini pilihan teknologi menjadi jalan yang bisa mempercepat atau bahkan mungkin memperlambat metode atau cara meminimalisir sampah tersebut. Teknologi memang bukan utama, tapi salah menentukan teknologi akan menjadi pisau bermata dua, satu sisi menyelesaikan, dan sisi lain memicu masalah baru.

116 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021

Dalam menentukan pilihan teknologipun harus memiliki arah yang jelas, sejalan dengan tujuan meminimalisir sampah. Teknologi apa yang mampu dengan cepat dan tanpa dampak untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Teknologi tidak selalu mahal jika kita mampu menguasainya, pilihan teknologi alami misalnya sangat mungkin dilakukan dengan anggaran minim sekalipun. Jika teknologi yang dipilih membutuhkan anggaran yang besar seharusnya tidak masalah juga, karena jika kita menguasainya, maka bargaining position akan kuat di tangan kita, sehingga swasta tidak semena-mena dalam meraup keuntungan.

Menentukan pilihan teknologi mutlak harus dilakukan perbagai percobaan dalam tingkat yang sekecil mungkin untuk meminimalisir biaya namun representatif. Inilah spirit kemajuan teknologi yang tidak akan pernah dimiliki oleh bangsa, suku, bahkan ideologi manapun, kecuali keikhlasan yang menjadi ruhnya. Sehingga bersungguh-sungguh dan konsekwen (istiqamah), pantang menyerah mencari terus menerus hingga ditemukan jawaban yang tepat untuk menjawab setiap persoalan.

Pemerintah wajib menganggarkan kegiatan percobaan dan riset-riset kecil untuk kebutuhan masa kini dan masa datang, kemudian pemerintah pula memimpin masyarakat dalam melakukan apa yang telah di uji-cobakan, sehingga kecil kemungkinan akan terjadi kesalahan. Sekalipun kesalahan itu ada, akan dengan mudah dilakukan perbaikan sehingga tidak berlarut-larut.

Sekularisme Menghilangkan Keikhlasan

Hari-hari belakangan ini pemerintah cenderung melepaskan tanggungjawabnya kepada masyarakat terkait persoalan persampahan ini. Semangat UU Nomor 18 Tahun 2008 adalah menyerahkan porsi yang lebih besar kepada masyarakat untuk melakukan tindakan pengelolaan sampah, bahkan kecenderungannya bagian masyarakat menyelesaikan persoalan sampah ini lebih besar dari pemerintah.

Beberapa tahun berlalu, terbit Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, Peraturan Mentri PU Nomor 3 tahun 2013. Semangat semua peraturan itu adalah melibatkan sebanyak mungkin masyarakat untuk menyelesaikan persoalan persampahan. Melibatkan masyarakat dan memobilisasi masyarakat adalah sah-sah saja, yang menjadi persoalan

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 117

adalah siapa yang memimpin masyarakat dan ke arah mana masyarakat diarahkan? Terbit pula Peraturan Presiden tentang Waste To Energy, meskipun belum membacanya, namun dari judulnya “sampah menjadi energi” jelas membutuhkan investasi tidak sedikit, dan sisi lain internal negeri ini tidak berpengalaman dalam sampah menjadi energiini.

Ke depan sudah dapat diprediksi yang akan terjadi, sebagai berikut, pertama: karena investasi yang besar dan negeri ini tidak berkontribusi dalam penyertaan modal hanya lahan dan bahan baku, dapat diprediksi “negeri ini akan berada di bawah telapak kaki pengusahapengusaha asing”. Kemudian kedua: minim bahkan tanpa pengalaman mengolah sampah menjadi energi akan melemahkan dalam setiap argumentasi,meskipun ada secara terpisah pelaku-pelaku waste to energy sangat sporadis dan rapuh, hal ini akan memuluskan kekuasaan baru energi terbarukan yang dikuasai asing. Ketiga: semua itu dapat dipastikan dibangun di lahan milik negara atau pemerintah daerah. Jika dalam rencana tata ruang tidak layak, kemungkinan besar akan dilayakkan, jika di sekitar dekat lokasi terdapat permukiman dan terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, asing akan dengan mudah meninggalkan lokasi masyarakat yang menanggung derita. Keempat: belum lagi jika ternyata investasi tersebut berisiko, jika risiko terburuk terjadi, makadipastikan rakyat yang akan membayarnya.

Berikut adalah catatan akhir dan masukan kepada para pemimpin: (1) pemimpin bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya di akhirat kelak akan mempertanggungjawabkan setiap tindakkan dan kebijakannya, (2) percaya diri dan menjadi diri sendiri, menggali dan mengelola potensi negeri serta sumber daya manusianya jauh lebih baik dibandingkan menggantungkannya kepada asing, (3) gunakan APBN/D untuk riset dan uji coba yang terukur dan matang, libatkan potensi anak negeri, (4) gunakan APBD/N untuk membuat pilot project di daerah masing-masing dengan tujuan dan visi yang jelas serta tidak mubadzir (menghambur-hamburkan uang), (5) sekali lagi gunakan APBN/D untuk kemashlahatan rakyat untuk merealisasikan pilot-pilot daerah untuk langkah yang lebih besar dengan terarah, (6) jika tidak mampu, lakukan pencarian investasi dengan bargaining yang kuat dan tegas, tidak sebaliknya. Semua untuk kemashlahatan bumi dan isinya.

Wallahu ‘alam …..***

118 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021