4 minute read

M. Taufan Suranto

2

MEMBANGUN BUDAYA RESILIENSI TERHADAP BENCANA DI JAWA BARAT

Advertisement

Taufan Suranto

Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi DPKLTS

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat ancaman dan risiko terhadap bencana alam yang tinggi. Menurut BNPB, total kejadian bencana yang terjadi dari tahun 2013 sampai tahun 2018 di Jawa Barat mencapai angka 6.607 kejadian, terdiri dari 72% bencana hidrometeorologi dan 28% bencana geologi.

Dalam menghadapi ancaman tentu saja tidak cukup hanya dengan menanggulangi kejadian bencananya atau mempersiapkan infrastruktur saja, tetapi harus dibangun pula budaya manusianya agar mempunyai ketangguhan atau daya lenting (resiliensi) dalam menghadapi bencana.

Membangun budaya resiliensi terhadap bencana merupakan salah satu upaya mitigasi yang diperlukan sehingga akan dapat mengurangi risiko korban dan kerugian yang lebih besar. Warga Jepang misalnya, sejak usia dini telah dipupuk budaya resiliensinya sehingga kapan dan di manapun mereka berada akan lebih tangguh dalam menghadapi bencana.

Dalam rangka memperkuat tingkat resiliensi warga Jawa Barat tersebut maka muncul gagasan Jabar Resilience Culture Province (JRCP) pada saat Ridwan Kamil melakukan kampanye Calon Gubernur Jawa Barat pada tahun 2018. Proses penyusunan JRCP mulai dilakukan oleh Tim

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 9

Optimasi dan Sinkronisasi bidang Lingkungan Hidup dan Kebencanaan pada Juli 2018 dengan mencantumkan pembuatan Resilience Center pada matriks perencanaan program Jabar Juara. Langkah progresif kemudian dilakukan oleh BPBD Jabar dengan memulai menyiapkan dokumen cetak biru melalui pembentukan tim penyusun yang beranggotakan para pihak dari stakeholders pentahelix yang kompeten di bidangnya.

Setelah melakukan pembahasan secara internal barulah pada Desember 2018 dimulai acara Kick-off Meeting penyusunan dokumen cetak biru Jabar Resilience Culture Province dengan mengundang stakeholders bidang kebencanaan di Jawa Barat. Proses selanjutnya adalah melakukan serangkaian FGD sebanyak 6 kali yang dibagi dalam bidangbidang. Untuk mencari masukan dari daerah telah dilakukan workshop di 5 wilayah.

Tahapan terakhir penyusunan, selain membuat dokumen adalah menyusun rancangan legal yang disahkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2020 tentang Peningkatan Kapasitas Budaya Masyarakat Tangguh Bencana di Provinsi Jawa Barat.

Penyusunan Cetak Biru JRCP merupakan salah satu upaya dalam manajemen risiko bencana di Jawa Barat sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu Resilience. Sedangkan culture adalah hasil olah rasa dan kebiasaan yang mengakar membentuk sebuah pola yang berulang yang dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama turun temurun, serta bermetamorfosis sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Dalam konteks ini membangun budaya tangguh bencana di Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui pembelajaran ilmu dan kearifan lokal yang telah turun-temurun diajarkan oleh orang tua dalam pengurangan risiko bencana.JRCP adalah provinsi yang mempunyai kemampuan mencegah, tahan, tangguh, beradaptasi dan meminimalkan dampak yang merugikan dan memulihkan diri dari bencana secara tepat dan efisien.

Cetak Biru JRCP

Ruang lingkup Cetak Biru JRCP mencakup seluruh fase dalam siklus penanggulangan bencana. Pada masa pra bencana, yakni pencegahan dan mitigasi, serta kesiapsiagaan. Pada saat bencana terjadi yakni tanggap darurat, dan pasca bencana yakni tahap rehabilitasi dan

10 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021

rekonstruksi. Dalam dokumen Cetak Biru ini, perkembangan ketangguhan diukur melalui indikator-indikator ketangguhan yang berasal dari pemerintah maupun masyarakat. Peningkatan kapasitas diukur melalui Indeks Resiliensi masyarakat dan pengurangan risiko bencana diukur dengan menggunakan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI).

Ketahanan daerah Jawa Barat berhubungan dengan resiliensi yang dikembangkan dalam dokumen Cetak Biru JRCP menitik beratkan pada 6 (enam) inti resiliensi, yaitu:

Pertama: Resilience Citizen. Masyarakat yang sadar risiko bencana, memiliki kesiapsiagaan, tangguh dan mapu pulih segera bila terkena bencana.

Kedua, Resilience Knowledge and Local Wisdom. IPTEK kebencanaan yang andal sekaligus memadukan kearifan lokal dan nilai sosial yang ada di Jawa Barat.

Ketiga: Resilience Infrastructure. Setiap infrastruktur, sarana dan prasarana pembangunan yang tangguh bencana dan sebagai alat mitigasi.

Keempat: Resilience Institutional and Policy. Kerangka regulasi dan kelembagaan yang mumpuni dalam penyelenggaraan penanggulan bencana.

Kelima: Resilience Ecology. Daya dukung lingkungan yang baik, mampu mengurangi risiko bencana dan menjaga keberlanjutan pembangunan.

Keenam: Resilience Financing. Kemampuan pembiayaan yang tangguh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menjaga risiko investasi pembangunan.

Semua hal di atas didukung oleh 2 (dua) sistem penunjang, yaitu:

Pertama: Resilience Center, terkait media untuk pelaksanaan perwujudan JRCP yang berfungsi sebagai pusat komando, informasi, komunikasi, pemberdayan masyarakat, pembelajaran, monitoring dan cadangan logistik wilayah.

Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021 11

Kedua: Resilience Index, terkait alat untuk menilai, mengukur kinerja perwujudan JRCP, dengan indikator yang dikembangkan berupa IRBI dan Resilience Index.

Inti dari Resiliensi adalah menjadikan peristiwa bencana merupakan sebuah proses, bukan sebuah keadaan ketidak-mampuan dalam menghadapinya. Pemulihan yang terjadi melalui core resiliensi di atas akan mempercepat peningkatan daya bangkit pemulihan diri atau percepatan waktu recovery, yang berdampak pada kembalinya kehidupan sosial ekonomi masyarakat seperti dalam keadaan normal dan lebih baik,setelah terjadi bencana. Sosial-ekonomi yang membentuk aset penghidupan masyarakat menciptakan ketahanan daerah yang kuat dan membentuk tatanan budaya tangguh yang berdaya di masyarakat Jawa Barat.

Dalam mengimplementasikan Pergub JRCP ini, BPBD Jabar berkolaborasi dengan para pihak terkait melalui skema pentahelix. DPKLTS sebagai klaster komunitas menjadi salah satu mitra BPBD Jabar dalam bidang Resilience Ecology dan Resilience Knowledge and Local Wisdom. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPBD Jabar dan DPKLTS dilakukan pada peringatan 20 tahun DPKLTS, yang jatuh pada 10 September 2021.***

12 Bunga Rampai - 20 TAHUN DPKLTS - 10 September 2021