

a Solo Exhibition of Iwan Suastika
Written by Ignatia NiluAku melihat cinta di wajah anak anakku
Aku mendengar cinta dari suara hembusan angin yang membuat daun daun jatuh berpelukan
dengan tanah
Aku mencium bau cinta di antara api yang berkobar di lautan
Rasa yang kubawa ini bukan beban, ini bukan sesuatu yang bisa kubuang dan tinggalkan
ini bukan tentang perang yang harus kumenangkan
Ini tentang suara daun gugur dari pohon tua saksi peradaban yang harus ku dengarkan
Ini adalah bau mesiu membakar lautan yang harus
ku tahu arah asapnya
Ini adalah hujan yang harus ku rasakan mengalir diantara tulang, daging dan nadiku
Ini adalah nasib anak anakku di masa depan
Yogyakarta, 9 Agustus 2023
Iwan Suastika
The Man Who Carried a Mountain
Mantra Samasta Antroposentrisme Iwan Suastika
oleh Ignatia Nilu 1
Diduga semenjak awal Revolusi Pertanian (12.000–
15.000 tahun yang lalu) hingga 1960-an terjadi
puncak kejatuhan radionuklida yang diakibatkan
oleh pengujian bom atom selama tahun 1950-an
hingga peledakan bom atom pertama pada 1945 atau
Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Parsial pada
1963; bersamaan dengan revolusi industri adalah titik
awal dimana kita memasuki babak baru peradaban
permulaan Antroposen.
Setelahnya kedatangan Christopher Columbus di Amerika memulai
pertukaran orang, tanaman dan penyakit. Dalam sebuah studi
menunjukkan bahwa salah satu paku emas tersebut menempatkan
awal Anthropocene pada 1610. Para peneliti mengatakan kedatangan
orang Eropa di Amerika 100 tahun sebelumnya adalah awal dari transformasi global yang besar.
Dalam sebuah jurnal dikatakaan1, “Perdagangan global terjadi secara ekstensif paska ekspedisi Colombus. Terjadi migrasi cepat spesies, Jagung dari Amerika Tengah ditanam di Eropa selatan dan Afrika dan China. Kentang dari Amerika Selatan ditanam di Inggris, dan sepanjang Eropa hingga China. Spesies sebaliknya: gandum datang ke Amerika Utara dan gula datang ke Selatan Amerika dan pencampuran spesies yang nyata di seluruh dunia. Sebuah kenyataan yang tengah menempatkan Bumi pada lintasan evolusi baru.”
Fenomena yang tidak kalah penting adalah tes senjata nuklir pada pertengahan abad ke-20 juga meninggalkan sinyal yang jelas tentang dampak manusia terhadap Bumi. Para peneliti juga mengatakan tanggal lain untuk zaman baru bisa jadi tahun 1964, ketika uji coba nuklir pada 1940-an, 50-an dan awal 60-an berakhir setelah larangan diberlakukan. Lonjakan emas diberikan oleh peningkatan karbon radioaktif di atmosfer saat pengujian berlangsung, diikuti oleh penurunan yang sangat tajam saat berhenti.
memikul tanggung jawab besar
yang bersumber dari hasratnya sendiri.”
Pada pertengahan 1960-an, ada perubahan besar di segala sesuatu di planet ini, yang disebut ‘percepatan besar’ —dengan populasi meningkat sebesar 2% per tahun, perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pertanian dan produksi pangan. Serta masih banyak lagi signal yang sekarang diketahui terkait dengan ‘percepatan besar’ pertengahan abad ke-20.”
The Man Who Carried a Mountain Ruangan ini tengah menampilkan sosok manusia dengan kehidupannya di planet Bumi. Planet tercantik di alam semesta, yang sekaligus memiliki dua sisi. Planet dengan segala keindahan dan tantangannya tersediri. Manusia di tengah fenomena dan tantangan ephemeral terjadi di zaman ini. Manusia jelas digambarkan berada pada puncak peradaban, sementara makhluk hidup lainnya berada pada orbit peradaban manusia.
Konsekuensinya manusia wajib memikul tanggung jawab besar yang bersumber dari hasratnya sendiri. Sekaligus untuk membatasi ambisinya yang mungkin belum disadarinya —hasrat antroposentrik.
Melalui narasi dan corak visual surealistik, Iwan menggarap ruang artistik yang liar. Ia bermain-main dalam imajinasi zaman tanpa batas. Kanvas dan patung menjadi mantra samasta atas mimpi dan harapannya akan dunia. Waktu menjadi melingkar, tidak lagi menatap lalu kini dan nanti. Namun menjadi kesinambungan yang
“Konsekuensinya manusia wajib
utuh di narasi karyanya. Ia membawa kita berkelana dalam samasta imaji yang diciptakannya.
Di satu sisi, karya-karyanya menggambarkan alam yang niscaya abadi. Alam yang secara berkala memperbaharui dirinya secara terus-menerus sembari menyajikan fitur-fiturnya yang terkini yang disajikannya dalam serial karya ini. Seperti halnya yang kita saksikan semenjak zaman paleosentrik, zaman es, megalitikum, bumi dan isinya terus berubah. hingga kondisi alam saat ini yang secara ekstrem terancam keberadaannya.
Secara personal ia menyatakan kesadarannya terhadap pergeseran nilai di masa ini. Khususnya nilai dan metode edukasi. Realitas menciptakan pemikiran dan pemikiran menciptakan metode. Manusia terus menerus bersiasat untuk bertahan dengan kondisi alam, tragisnya manusia kerap kali ingin mengakali alam. Realitas alam di masa sebelumnya menciptakan metode untuk kita memahami kehidupan. Sehingga tanpa sadar kita tengah digugat untuk memahami kemana pemikiran generasi selanjutnya akan bersandar dalam memahami sekitarnya yang perlahan tidak lagi menjadi tempat yang aman. Sebuah babak baru yang berpengaruh besar terhadap cetak biru manusia-manusia masa depan.
Karya-karya ini seraya ingin menggulirkan pertanyaan di ruang publik. Apa yang akan kita wariskan kepada generasi penerus/ selanjutnya. Sekaligus membangun diskusi bersama tentang nilainilai kemanusiaan yang sejati dengan perubahan alam yang tidak terhindarkan ini.
“Secara personal ia menyatakan kesadarannya terhadap pergeseran nilai di masa ini.
Khususnya nilai dan metode edukasi.”
Di sepanjang alur garis yang tersaji dalam mantra
karya-karya Iwan Suastika tergariskan sebuah babak
kisah manusia yang berada dalam epos fiksi masa ini dan kedepannya. Melalui karyanya, Iwan Suastika ingin menggambarkan keadaan sekitar yang dilihat maupun dialaminya melalui banyak idiom, simbol dan metafora. Iwan Suastika ingin menghadirkan narasi identitas serta imajinasi apa yang sekiranya terjadi di hari-hari ini— diatas mantra lukisan dan medium
pendukung lainnya sebagai refleksi cermin artistik dari epos yang ditulisnya.
Karyanya layaknya abracadabra yang dituliskan oleh Sanento
Yuliman — Menghadirkan yang mustahil menjadi niscaya. Diibaratkan selayaknya alam yang kontras, laut dan api. Sesuatu yang indah namun kacau, sesuatu yang tidak mungkin bersatu tetapi keadaan menjadi seperti itu. Sementara Ombak-ombak ini memunculkan nuansa yang harmoni tapi sekaligus tak beraturan.
Rintik hujan yang dibuat seolah ceria, meski bagi seniman kisahkisah ini bukanlah kisah yang ceria. Sementara kita tengah menerawang masa depan, yang terkadang berwarna ataupun kelabu.

Carrier
acrylic on canvas / 70 x 70 cm / 2023
KEBERHASILAN ekspedisi manusia ke Bulan adalah salah satu tonggak keberhasilan sains di era modern. Manusia yang berhasil menjelajahi ruang hampa udara adalah mimpi dan hasrat manusia yang dibangun dari alam pikirannya. Alam pikiran yang membawanya pada beban dan resiko yang besar. Bulan dilukiskan sebagai mimpi manusia yang besar dan tiga figur manusia dengan berbagai ekspresi. Ekspresi emosional yang sejatinya tidak terpisahkan dari alam pikirannya.
Traces
acrylic on canvas / 70 x 70 cm / 2023
LUKISAN ini menggambarkan kuda yang berjalan dengan membawa berbagai benda milik manusia yang begitu berat. Kuda kerap kali disimbolkan sebagai peradaban, dari segala jaman kuda sudah memiliki peranan penting hingga sampai saat ini. Performa dan kekuatan kuda menjadi sebuah tolak ukur. Misalnya dijadikan satuan dalam kecepatan, seperti horse power.
Dalam lukisan ini berbagai ikon muncul seperti halnya kasur, hasil panen, dll menyimbolkan sandang, papan, pangan (kebutuhan pokok manusia). Ketika manusia mencari kebutuhan di luar kebutuhan pokok, berarti manusia mencari masalah-masalah yang lebih. Hal-hal yang menjadikan peradaban manusia semakin maju dan maju. Sebuah pemancar hadir sebagai simbol teknologi. Simbol teknologi yang hari-hari ini telah menjadi kebutuhan pokok manusia. Segala aktivitas manusia membutuhkan teknologi untuk beraktivitas dan menjalani kesehariannya.


The Aiming Creature
acrylic on canvas / 70 x 70 cm / 2023
NAPOLEON dikisahkan sebagai pemimpin militer yang sangat revolusioner. Dalam kepemimpinannya ia digambarkan senantiasa memiliki tujuan dan ambisi. Perjalanan mengelilingi dunia diatas kapal dan menguasai dunia. Karya ini terinspirasi kisah kepemimpinan Napoleon yang ambisius. Namun dibalik keberhasilannya muncul konsekuensi yang berbahaya. Seperti halnya bajunya yang dilukiskan dengan simbol target.
Dance Amidst The Disruption Era
acrylic on canvas / 70 x 70 cm / 2023
BERBAGAI hal terjadi tidak sesuai tatanan alam di hari ini. Seperti babak kisah yang tamat dalam sebuah episode acara televisi yang kita saksikan dari waktu ke waktu. Catatan tamat yang diciptakan langsung oleh pengarang kisah kehidupan ini— manusia. Selayaknya pohon yang tercabut dari tanahnya oleh teknologi saat ini.
Akankah manusia ini bisa bertahan di babak ini?


The Mortal
acrylic on canvas / 170 x 200 cm / 2022

KARYA ini merupakan awal mula Iwan Suastika memperkenalkan sosok manusia beratribut selayaknya Astronot dalam pameran ini. Sosok manusia dengan atribut terlengkap. Dia menuliskan “legacy” di tanah menggunakan penanya. Mengkisahkan sebuah gagasan “Apa yang kamu perbuat itulah apa yang kamu wariskan untuk generasi selanjutnya”.
Di dalam karya ini sosok manusia digambarkan berada di depan, menonjol dari spesies non-manusia lainnya. Bahkan harimau yang dikenali sebagai spesies non-manusia terkuat tunduk dan tidak mampu menyaingi kecerdikan manusia.
Terlukis ‘We Are the Universe”, merupakan awal mula dari babak kisah antroposen. Menampilkan alam yang harmoni dan lestari, tetapi tidak menjadi tempat yang lagi ideal bahkan tidak layak untuk dihuni. Seolah manusia menyatakan dirinya adalah penguasa dari alam ini, hingga dirinya lupa bahwa Ia hanya bagian kecil dari Jagad raya ini.
Beauty in a Chaotic Rhythm
acrylic on canvas / 120 x 150 cm / 2023
ALAM ini digambarkan sebagai sebuah bebunyian yang harmoni. Sebuah ensemble yang menghasilkan nada terbaik yang tidak bisa dihasilkan oleh alat musik maupun vokalis manapun. Melodi yang tidak terlupakan. Tumbuhan dilukiskan sebagai alam yang bersuara yang melantun dari piano. Ornamen visual lainnya (jam, waktu, musik) menyajikan narasi akan memori peradaban manusia. Sementara Koi yang selalu hadir di komposisi lukisan Iwan mewujudkan sifat asal makhluk hidup di alam ini yang berinteraksi sosial secara komunal dan harmoni. Sebuah harmoni dari berbagai irama di kehidupan ini.



In Love and War

acrylic on canvas / 120 x 150 cm / 2023
PENGGAMBARAN epos cinta adalah kisah paling universal di dunia pengetahuan manapun. Cinta mewujud dalam personifikasi manusia sebagai simbol entitas paling representatif dan simbolik. Lukisan ini merepresentasi sepasang kekasih yang berpelukan dengan membawa senjata. Sebuah pengkisahan manusia yang mencintai dunia (alam) ini sembari menciptakan perang dan kerusakan alam dari senjata buatannya sendiri. Dua hal yang sangat bertentangan, cinta dan perang.
Billion Dollar Man and The Mad Mad Era

TEMA besar saat ini adalah masa depan. Manusia berlomba-lomba melalui masa
depan dan bertahan di era seperti ini.
Salah satunya adalah realitas akan manusia akan meninggalkan dunia ini. Kehidupan itu fana tapi kematian itu pasti. Dalam
sebuah realitas yang paradoksal, kita kerap
membaca jika orang yang punya uang itu bisa hidup lebih lama daripada orang yang susah ekonominya.
Karya ini menggambarkan ruangan penuh uang, emas dan berbagai kemewahan yang berceceran. Sementara Ia tidak
bisa kemana-mana karena di luar dunia tengah carut-marut. Hanya bisa berdiam
diri dirumah dengan segala apapun yang dimilikinya. Dia hidup abadi, tapi tidak lagi
dapat berinteraksi dengan alam, bahkan
berjarak dari alam. Penggambaran manusia modern yang dihadapkan pada keinginan
diri untuk bertahan hidup lebih lama, Ganti
darah dengan darah generasi emasnya, dan rekayasa genetis yang masih menjadi kontroversi.

The Seed
PENGEMBARAAN sosok manusia di planet “cantik” bumi ini digambarkan tumbuh dari satu benih. Setitik di dalam alam raya yang melahirkan kehidupan. Titik yang meletup dan melahirkan kehidupan. Ada yang tumbuh, hidup dan hancur. Sebuah siklus yang membuatnya terus hidup dan bertumbuah. Alam hayati yang abadi. Manusia bisa bertahan dengan bermetamorfosis dan beradaptasi, seperti kepompong yang bermetamorfosis menjadi kupukupu serasa hinggap di pandangan manusia.

The Grow

The Fall

acrylic on canvas / 60 x 50 cm / 2023
EKSPEDISI manusia di puncak rantai ekosistem ini membawa manusia dalam berbagai kemungkinan. Alam (hayati) telah takluk dalam kekuasaan
manusia. Mungkinkah alam dapat bangkit dari pengaruh manusia. Atau barangkali kita dapat
mendobrak batas antara manusia dan non-manusia, antara masyarakat dan alam. Siklus ekologi ini juga
bukan soal pergeseran dari antroposentrisme ke
ekosentrisme, melainkan sebuah gerakan mengingat
The Cycle
acrylic on canvas / 60 x 50 cm / 2023
yang murni manusia (purely human) dan murni alam (purely natural) itu tidak pernah ada. Hewan atau tumbuhan misalnya, tidak membawa nilainilai intrinsik yang absolut dalam dirinya sendiri, melainkan dalam hubungan-hubungan konstitutif dengan manusia dan non-manusia lainnya. Ia akan senantiasa dinamis. Seperti alam yang melampaui zaman. Selalu ada chaos dan harmoni yang berkelindan dalam ritme siklus kehidupan.


Battle of Mind
acrylic on canvas / 150 x 120 cm / 2023
MANUSIA beratribut astronot digambarkan tengah bercermin di karya ini. Refleksi diri yang ditatapnya tampak berwarna, tapi di luar itu monokrom. Ketika ia mencoba melihat lebih dalam dirinya sendiri, Ia melihat pantulan alam di dirinya. Manusia penuh ambisi dilukiskan tanpa warna seolah Ia tidak lagi mengenal jati dirinya.
We Are Living in a Crazy Mixed Up World
acrylic on canvas / 150 x 110 cm / 2023
KEBUDAYAAN kerap kali ditinggalkan ketika budaya telah lahir sebagai produk kemanusiaan. Seperti halnya karya yang telah usai dihadirkan ke tengah publik, dan berakhir tanpa makna. Tapi tidak sedikit yang kemudian dimaknai dengan nilai tinggi dan pengetahuan.
Paradoks yang menarik ketika manusia mencapai produk pemikiran atau budaya visual yang mencapai puncaknya kemudian ditinggalkan. Kemana perginya nilai-nilai tersebut?
Apakah nilainya turun, nilainya hilang, nilainya berubah secara sosial seolah-olah tidak ada yang baru. Melanggengkan sebuah memori dan pencapaian manusia. Masihkah kita memaknai produk kebudayaan itu. Yang sayangnya akan lenyap menjadi angin lalu jika manusia berhenti memaknainya.
Seperti halnya prasasti, lukisan dan teknologi yang ketika berlalu akan lenyap tanpa makna jika tidak dikelola nilainilainya.


After Us
acrylic on canvas / 150 x 110 cm / 2022
ANAK-ANAK adalah pewaris dan penerus dari peradaban. Dalam lukisan ini mereka digambarkan mengenakan helm hampa udara. Nyaris seperti astronot di dalam planetnya sendiri, Bumi. Mereka membawa kantong plastik berisikan tanaman. Akankah hal ini yang akan terjadi di masa depan?
Masihkah kita terus percaya bahwa alam terus akan berevolusi, bersamaan dengan manusia dan spesies nonmanusia lainnya yang wajib beradaptasi dengan evolusi yang sedang terjadi.
The Mortal


YOGYAKARTA, 16 OCT 1992
Bachelor of Design Indonesian Institute of The Art Yogyakarta
SOLO EXHIBITION
2021 Reflection In Period, Kiniko
Art Gallery, Yogyakarta, Indonesia
2023 The Man Who Carried a Mountain, D Gallerie, Jakarta, Indonesia
SELECTED EXHIBITION
2013 Kelompok Belajar 345, “Bukan
Musik Bukan Seni Rupa”, Gedung
Ajiyasa, ISI Yogyakarta, Indonesia
“Di Antara”, Miracle Corner
ArtSpace, Yogyakarta, Indonesia
2014 “Boon”, GilaPasta Resto & Artspace, Yogyakarta, Indonesia
UOB Painting of the Year Exhibition, Plaza UOB, Jakarta, Indonesia
2015 FTI Art Sparkfest UAJY exhibition, GOR UNY, Yogyakarta, Indonesia
2016 Basoeki Abdullah Art Award, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Indonesia
“Cerdas dan Humanis Di Era
Digital”, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, Indonesia
2017 Bloom in Diversity 2017, Bale
Banjar Sangkring, Yogyakarta, Indonesia
Keep The Fire On #3 (Thinklusif), Survive Garage, Yogyakarta, Indonesia
Iwan Suastika
“N(ART)ure”, Wisdom Park UGM, Yogyakarta, Indonesia
2018 “Ringroad”, Pameran Perupa Muda, Bale Banjar Sangkring, Yogyakarta, Indonesia
2019 “Kekancan”, Kedai Teh Sinau, Yogyakarta
Basoeki Abdullah Art Award 3, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, Indonesia
“Refresh”, Darah Muda #3, Kiniko Art Gallery, Yogyakarta, Indonesia
2020 “Introduksi”, Kiniko Art Gallery, Yogyakarta, Indonesia
Art Jakarta Virtual, Façade Gallery, Jakarta, Indonesia
2021 “Vintage Pop part 2”, White Space Art Asia, Singapore
“WARTA”, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia
Art Moments Jakarta Online 2 and Encounter Moments, CAN’S Gallery, Jakarta, Indonesia
2022 Art Jakarta Gardens, CG Art Space, Jakarta, Indonesia
Art Moments Jakarta Offline Online
3, Art:1 New Museum, Jakarta, Indonesia
“Warta 2”, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia
Art Jakarta, CG Art Space, JCC
Senayan, Jakarta, Indonesia
CREART by AlaCASA x ASTRA
Property, Jakarta, Indonesia
2023 Art Jakarta Gardens, CG Art Space, Jakarta, Indonesia
“Warta 3”, Jogja Gallery, Yogyakarta, Indonesia
SELECTED AWARD
2014 Silver Award UOB Painting Of The Year, Jakarta
2015 1st Winner Tango T-shirt Design Competition, Yogyakarta
1st Winner Rupawa T-shirt Design Competition, Jakarta
1st Winner Mural Competition
Summarecon Serpong, Tangerang
2016 Best Finalist Basoeki
Abdullah Art Award, Jakarta
1st Winner Mural Competition
“Cerdas Dan Humanis Di Era
Digital”, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta
1st Winner Videographic Competition KOMINFO dan Media Indonesia “Konten Digital Indonesia”, Jakarta
2017 3rd Winner Mural Jogja
Bhinneka, Yogyakarta
Runner Up Mural Competition
“N(art)ure”, Wisdom Park UGM, Yogyakarta
2018 3rd Winner National Mural Competition, PT. Pertamina EP
Asset 3 Subang Field, Subang, Jawa Barat
2019 Best Finalist Mural Competition “PEMILU”, KPU DIY, Yogyakarta
Best Finalist Basoeki Abdullah
Art Award 3, Museum Basoeki Abdullah, Jakarta
CATALOGUE FOR The Man Who Carried a Mountain - A Solo Exhibition of Iwan Suastika
WRITER Ignatia Nilu
PUBLISHED BY D Gallerie, Jakarta
August 2023
DESIGNED BY Kotasis 333 www.kotasis.com
EDITION
150 copies
PRINTED IN INDONESIA
