Wings of Time by Inanike Agusta

Page 1


Written by: Sudjud Dartanto Opening by: Wanda Hamidah

SOLO EXHIBITION

Inanike Agusta

Date:

November, 24th - , December, 15th 2024

Venue:

D Gallerie

Jl. Barito I No.3 Kramat Pela, Kebayoran Baru

JakartaSelatan

Writer: Sudjud Dartanto

Opening Exhibition: Wanda Hamidah

November, 24th , 2024, 4 pm

Catalogue:

Solo Exhibition, Inanike Agusta “Wings of Time: Brushstrokes of Airborne Journeys”, 2024

Size:

25 cm X 23 cm

Content:

76 pages

Editor: Sudjud Dartanto

Graphic Designer:

Yose Sulawu

2024 © All rights reserved. No part of this publication may be reproduced without prior permission from the artist.

sayap waktu

Sapuan Kuas Dalam Perjalanan Angkasa - Inanike Agusta

Inanike Agusta adalah sosok yang unik, sumber inspirasi. Seorang seniman dan pramugari yang telah terbang di ketinggian dan mengamati dunia dari kejauhan. Pengalaman lintas benua ini telah memberikan dampak yang mendalam pada kepekaan artistiknya, mengilhami dirinya dengan banyak pengalaman hidup luar biasa yang beresonansi dengan jelas dalam kreasi artistiknya. Pameran ini menampilkan karya-karya yang digunakan Ina untuk merefleksikan pengalamannya sebagai pramugari dan bagaimana hal ini memengaruhi gaya dan tema praktik seninya dari waktu ke waktu. Perjalanan pribadi ini telah mengilhami metafora sayap, warna dan garis dalam “Wings of Time.” Pameran ini menawarkan kesempatan untuk mendapatkan wawasan ke dalam proses kreatif di balik karya Ina, yang dicirikan oleh penggunaan warna yang kaya dan imajinatif.

Perjalanan Artistik

Inanike Agusta lahir dan dibesarkan di Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya dan keindahan alam yang luar biasa. Sejak usia dini, ia menunjukkan kegemaran akan kegiatan artistik dan ketertarikannya pada dunia penerbangan. Kemudian, Ia melanjutkan untuk mengintegrasikan kedua minat ini ke dalam lintasan profesionalnya. Ina mempertimbangkan untuk mengejar karier sebagai pramugari, yang akan memungkinkannya untuk mendapatkan pengalaman internasional sambil singgah dan bekerja di berbagai lokasi. Namun demikian, ia tidak pernah sepenuhnya melepaskan minatnya pada seni. Ketika tidak bekerja di bidang penerbangan, Ina mengejar upaya artistiknya, memanfaatkan kanvas sebagai saluran untuk berbagai pengalaman dan emosi yang membentuk dunia batinnya.

Sebagai seorang pramugari, Ina memiliki kesempatan untuk mendapatkan perspektif yang berbeda tentang kehidupan. Ia berkesempatan untuk melakukan perjalanan melintasi berbagai negara, bertemu dengan beragam budaya, dan mengamati aspek-aspek alam pada ketinggian yang paling mengesankan, semuanya dari ketinggian puluhan ribu kaki. Hal ini berkontribusi pada keterlibatannya di bidang seni, memberinya perspektif tambahan untuk melihat kehidupan. Dari sudut pandangnya, Ina mengamati dunia melalui mata seorang pelancong dan pengamat yang tajam terhadap detail-detail halus. Ia mengikuti transisi dari siang ke malam

dan kembali lagi, mencatat perubahan warna langit dan pergerakan awan. Dari sudut pandangnya di ketinggian, ia juga mengamati lanskap kota yang, dari posisi yang begitu tinggi, tampak seperti model miniatur. Ia menyimpan semua pengalaman ini dan kemuian menerjemahkannya ke dalam lukisannya.

Pameran ini terdiri dari 56 karya, yang disajikan dalam berbagai format dan ukuran. Karya-karya ini menawarkan interpretasi visual yang hanya didasarkan pada simbolisme dan emosi. Sejumlah karyanya menampilkan ciri khas impresionistik yang jelas, yang ditandai dengan warna-warna cerah dan sapuan kuas yang ringan. Judul-judul karya, seperti “Colorful Life” dan “Rainbow Forest”, mengilhami kita dengan rasa penuh harapan dan kecerahan yang semarak. Sebaliknya, karya lainnya menyampaikan gagasan, seperti keterbatasan waktu yang kita miliki untuk merasakan dunia di sekeliling kita, seperti yang terlihat pada “Limited Time to Touch the Ground.” Karya ini dan karya lainnya dalam koleksi ini menunjukkan kehidupan batin yang mendalam. Ketiadaan sayap dan kehadiran emas mengilhami karyakarya ini dengan kualitas pribadi dan spiritual yang sangat menyentuh. Warna-warna yang menonjol dan berani ditampilkan dengan cara yang sama luasnya dalam karya “Dream Space” dan “Spread My Wings.” Tema mimpi, kebebasan, dan dikotomi antara peran pramugari dan seniman secara eksplisit dirujuk dalam karya-karya ini. Dalam banyak karya, sayap dan awan muncul sebagai simbol kerinduan yang jelas dari kerinduan untuk melampaui batasan fisik untuk mencari emansipasi dari batasan duniawi. Itu misalnya juga bisa diihat pada karya instalasi “Bound for the Infinite”, sebagai gambaran perjalanan tanpa batas, dengan sayap yang terbuat dari kain berwarna-warni sebagai simbol kebebasan yang penuh harapan. Awan yang melayang di atasnya mencerminkan mimpi yang tak terbatas, sementara koper di bawahnya mengingatkan kita pada pentingnya keseimbangan antara duniawi dan spiritual. Konsep rumah dan keluarga merupakan tema pemersatu dalam “Wherever I Fly, Always Find My Home”, dengan bola emas sebagai jangkar simbolis. Dalam “The Battle of Dreams and Truth,” Ina menggunakan panel besar untuk menggambarkan konflik antara aspirasi dan kenyataan. Seniman ini menggunakan sapuan kuas yang berani dan warna gelap untuk menyampaikan gejolak emosional yang ia alami selama perjalanannya yang sering kali menantang. Karyanya menggugah sekaligus reflektif, menyeimbangkan kekuatan yang berlawanan antara harapan dan kenyataan.

Dalam karya-karya seperti “Life in Beautiful Chaos World”, “Moment to Reflect” dan “Start from Small Action', bentuk lingkaran secara efektif melambangkan kesinambungan, keutuhan, dan introspeksi. Penggunaan warna yang ekstensif dan komposisi dinamis yang menawan, mengeksplorasi tema yang berkaitan dengan alam lanskap, rasa syukur, dan matahari terbenam yang mengagumkan. Lingkaran melambangkan sifat siklus kehidupan, yang terus berubah dan berkembang. Keempat karya ini merupakan penghormatan rendah hatinya untuk Frida Kahlo, Édouard Manet dan Vincent van Gogh. Dalam menceritakan emosi dan realitas para seniman ini, Ina menggunakan perspektif unik yang berbeda dari akun lainnya. Karya-karya ini mencontohkan keterlibatan Ina dengan narasi emosional dan citra kanon klasik.

Contoh seperti “Switzerland's Calling” dan “Sunset in Christmas” adalah penggambaran indah dari pemandangan yang menakjubkan, yang menggambarkan kekaguman Ina yang mendalam pada beberapa tempat yang paling mengagumkan yang ia temui selama perjalanannya. Lukisan-lukisan ini tidak hanya merupakan representasi visual dari tempat-tempat eksotis, tetapi juga merupakan ekspresi puitis dari perasaan Ina mengenai lanskap. Setiap lokasi didokumentasikan dengan cermat melalui lensa yang mencerminkan suasana yang ditemui. Format multipanel sangat mendukung untuk menyajikan narasi yang lebih kompleks dan beragam, seperti yang dibuktikan oleh karya “The Untold Story of Bali.” Dalam sembilan panel ini, Ina tanpa ragu menceritakan narasi Bali yang sebagian besar belum pernah didengar, sehingga memungkinkan pemirsa untuk memahami sentimen dan pengalamannya di pulau tersebut. Pesan yang disampaikan sangat personal dan memberdayakan, sebagaimana dibuktikan oleh karya-karya sirkularnya yang monumental, seperti “Beyond the Limit” dan “I Let Faith Bigger Than My Fear.” Seperti yang disinggung Ina, hal ini menunjukkan bahwa keyakinan mendorong keberanian, dan pengampunan mengarah pada keberanian. Hal ini juga menunjukkan bahwa permohonan sang seniman bukan hanya sekedar tampilan kebanggaan diri.

Jam terbang Ina mencapai ribuan jam, dan sifat pekerjaannya jauh dari pekerjaan konvensional. Pengamatan ini sangat berharga dan memberikan wawasan yang unik ke dalam pokok bahasan. Dari sudut pandangnya dari jendela pesawat terbang, ia mendapatkan perspektif unik tentang dunia, yang kemudian ia sampaikan kepada orang lain. Lanskapnya meliputi pegunungan yang menjulang tinggi, gurun pasir yang luas, samudra biru yang tak berujung, dan kota-kota yang bersinar dengan kecemerlangan di malam hari. Ia menyerap pengalaman tersebut dengan indranya, menggabungkan detail dan nuansa halus ke dalam representasi artistiknya. Wacana Ina meluas lebih dari sekadar pengamatan dangkal. Ia memperoleh wawasan tentang sifat manusia, dinamika sosial, dan nuansa kehidupan di negara lain. Ia mengamati persamaan dan perbedaan dalam praktik budaya, melihat nilai estetika dari keragaman, dan merenungkan pentingnya kehidupan saat sedang dijalani. Pengalaman semacam itu mengilhami karyanya dengan kekayaan dan kedalaman yang mendalam.

Gerakan Impresionis dan Pasca-Impresionis

Ina melukis dalam gaya Impresionisme atau Pasca-Impresionisme. “Lukisan mewah” menggambarkan karya yang dibuat oleh beberapa seniman Impresionis dan Post-Impresionis terkenal, termasuk Claude Monet, Van Gogh, dan Edgar Degas. Para seniman ini dikenal karena menggunakan sapuan kuas yang cepat dan ringan serta warna-warna cerah untuk menyampaikan efek cahaya dan atmosfer dalam lukisan mereka. Namun, apa yang akan dicapai Ina bukanlah tiruan formal dari Impresionisme. Ia mengembangkan gayanya yang khas, memasukkan makna pribadi melalui penggunaan warna yang lebih berani dan menekankan emosi serta interpretasi individual.

Beberapa karya Ina menunjukkan karakteristik yang terkait dengan gerakan Impresionis. Ia mengilhami subjeknya dengan gerakan dan vitalitas dengan menggunakan teknik sapuan kuas yang cepat dan ringan. Warna-warnanya

cerah dan beragam, mencerminkan keindahan alam yang ia amati selama perjalanannya. Lukisan “Dancing on the Clouds” mengilustrasikan ekspresi Ina saat menikmati pekerjaannya sebagai pramugrari saat berada di atas awan. Seniman ini menyampaikan kesan ketenangan dan ketenteraman melalui warnawarna pastel dan sapuan kuas yang ringan. Namun demikian, terbukti bahwa karya Ina juga menunjukkan pengaruh Post-Impresionisme. Objek yang dilukisnya berfungsi sebagai penyalur emosi, kesan, dan visinya mengenai dunia. Selain itu, ia menggunakan pendekatan warna yang lebih ekspresif dan kadang-kadang bahkan naif, yang mencerminkan kondisi emosinya saat ini. Hal ini dicontohkan dalam lukisan “The Battle of Dreams and Truth,” di mana Ina menggunakan warna gelap yang berani, yang dikontraskan dengan sapuan kuas yang luas untuk mengilustrasikan konflik internal yang ialami oleh subjeknya.

Setelah kedatangan seniman Eropa di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) sejak akhir abad ke-19 dan seterusnya, seni lukis Indonesia mengalami transformasi yang signifikan. Seniman-seniman ini memperkenalkan gaya impresionis dan postimpresionis, yang kemudian dimodifikasi oleh seniman-seniman Indonesia seperti Raden Saleh, Abdullah Suriosubroto, dan Wakidi. Para seniman ini mengintegrasikan elemen-elemen dari kedua gerakan tersebut ke dalam karya-karya buatan tangan yang mencerminkan tradisi lokal. Alih-alih meniru gaya Eropa secara langsung. Dalam tulisannya, seorang sejarawan seni rupa, Roger Fry, menegaskan bahwa “postimpresionisme membebaskan warna dan membuka cakrawala baru yang belum pernah ada sebelumnya” (Brodskaïa, 2010). Fry menyatakan bahwa, seperti yang dicontohkan oleh seniman seperti Georges Seurat dan Vincent van Gogh dalam postimpresionisme, “kita mendapatkan ekspresi kedalaman emosional dan pengalaman subjektif yang melampaui simbol-simbol konvensi akademis.” Teknik pointilis Seurat dalam lukisannya dan sapuan kuas Van Gogh yang berani merepresentasikan dunia, yang dijiwai oleh respons emosional dan suasana hati para seniman. Pendekatan ini secara signifikan memengaruhi para seniman di Indonesia, yang mulai memasukkan warna-warna cerah dan kontras yang lebih menonjol ke dalam penggambaran lanskap tropis dan kehidupan seharihari di Indonesia. Seperti yang diamati oleh sejarawan seni Nathalia Brodskaïa, postimpresionisme “menawarkan kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya untuk penggunaan warna yang lebih personal,” sehingga memungkinkan para pelukis untuk menggunakan warna dengan cara yang sepenuhnya menjadi milik mereka. Hal ini dicontohkan oleh karya-karya seniman Indonesia yang mengambil inspirasi dari postimpresionisme. Mereka meniru teknik-teknik yang sudah ada dan memasukkan elemen-elemen konteks lokal, termasuk penggambaran kehidupan sehari-hari dan lanskap tropis yang menjadi ciri khas Indonesia.

Seniman Indonesia abad ke-19 lainnya, Raden Saleh, adalah salah satu pelukis pertama dan paling penting yang terinspirasi oleh Impresionisme. Raden Saleh terkenal dengan lukisan-lukisannya yang bernuansa sejarah dan aristokratik, namun jelas bahwa ia sangat terpengaruh oleh impresionisme. Hal ini dicontohkan oleh penggambarannya tentang cahaya dan kontras yang berani. Terlepas dari subjek lukisannya yang bersejarah, penggambaran cahaya dan bayangan serta kualitas

atmosfer karyanya menunjukkan prinsip-prinsip impresionisme. Raden Saleh sering memasukkan elemen konteks lokal, seperti lanskap tropis dan tokoh-tokoh Indonesia, sehingga meningkatkan kedalaman dan resonansi karyanya. Seniman Indonesia lainnya, seperti Abdullah Suriosubroto dan Wakidi, tidak diragukan lagi terlibat dengan tema yang lebih lokal, mengeksplorasi aspek kehidupan Indonesia seperti kehidupan pedesaan atau kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Para seniman ini menggambarkan orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dengan ekspresif yang luar biasa. Warna-warna yang tampak sederhana dan objektif berpadu untuk menciptakan kesan yang mencolok dari ciri-ciri subjektif keindahan alam tropis yang membentuk negeri ini. Kualitas pasca-Impresionis dari karya-karya mereka dibuktikan dengan hubungan antara penggambaran dunia luar dan pengalaman serta emosi mereka tentang dunia luar. Karya-karya Abdullah Suriosubroto menggambarkan kehidupan sederhana masyarakat Indonesia melalui warna-warna cerah dan cara cahaya dan bayangan ditangkap dalam lukisan. Demikian pula, karya Wakidi secara dominan menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sederhana, ditandai dengan warna-warna yang tidak terkendali dan cerah. Teknik-teknik ini menggambarkan bahwa seni lukis Indonesia telah berevolusi untuk mengartikulasikan identitas lokal yang kaya dan juga dipengaruhi oleh gerakan seni Eropa.

Pengaruh seniman Indonesia terhadap impresionisme dan pasca-impresionisme menggambarkan bahwa, terlepas dari akar budayanya, bentuk lukisan merupakan entitas yang dinamis. Ia menyerap pengaruh-pengaruh baru dan mengekspresikannya secara lokal, menunjukkan vitalitas yang luar biasa. Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa seniman Indonesia hanya meniru teknik-teknik Eropa. Sebaliknya, mereka membingkai ulang gagasan-gagasan tersebut dengan cara yang lebih bermakna sesuai dengan realitas budaya dan pengalaman hidup mereka. Hasilnya, seni lukis Indonesia pada masa ini memiliki bentuk yang khas lokal dan dicirikan oleh dialog yang kaya dan keragaman pengaruh, termasuk dari gerakan seni rupa Eropa. Debbie Lewer memperjelas bahwa fakta bahwa sekelompok seniman yang dilabeli “Post-Impresionisme” mengikuti estetika yang berbeda dengan para pendahulunya dengan Impresionisme, bukan berarti bahwa gaya yang mereka ikuti tidak mempengaruhi ‘the Old World’. Bahkan, gaya ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap seni rupa di Indonesia. Karya-karya seniman Indonesia menunjukkan bahwa seni dikembangkan dengan memadukan pengaruh dari luar dengan tradisi budaya lokal. Salah satu seniman tersebut adalah Inanike Agusta, yang mewakili kelanjutan tradisi impresionis dan pasca-impresionis Indonesia saat ini. Ia memperkenalkan elemen khas pada karyanya dengan memasukkan elemenelemen dari daerah yang dikunjunginya. Hal ini dibuktikan dengan keluwesan dan nuansa dalam karyanya, yang merupakan karya-karya bernuansa yang dijiwai oleh emosi dan menangkap kesan cahaya dan suasana yang diambil dari tempat yang jauh di berbagai benua.

Fantasi: Percakapan Lintas Budaya

Ina sangat terpesona oleh budaya Eropa. Eropa telah lama dianggap sebagai tempat lahirnya peradaban Barat, benua yang kaya akan sejarah, budaya, dan seni.

Ina menyusuri jalan-jalan di Paris, menikmati pemandangan indah di sepanjang garis pantai Italia, dan menjelajahi museum-museum terpandang di London. Pada akhirnya, ia mendapatkan pengalaman langsung dengan berbagai museum terkemuka di seluruh dunia, dengan kesempatan untuk menjelajahi koleksi mereka. Bentuk dan tekstur yang beragam dari fantasinya tercermin dalam lukisannya, yang menciptakan dialog imajiner lintas budaya antara pengaruh Timur dan Barat. Konsep fantasi merupakan elemen penting dalam kerangka teori psikoanalisis Jacques Lacan, karena konsep ini membangun hubungan antara hasrat dan realitas. Lacan juga mengidentifikasi fantasi sebagai aspek fundamental dari hasrat manusia. Penegasan identitas dan pemeliharaannya dalam dunia simbolik sangat penting dalam proses ini. Fantasi memungkinkan kita untuk menghindari tuntutan yang mendesak untuk memuaskan naluri kita dengan segera. Fantasi memungkinkan kita untuk mengorientasikan realitas dengan lebih baik atau lebih disukai (Lacan, “Écrits: A Selection,” 2001). Dalam mimpinya, Ina membayangkan Eropa dan kemegahannya, dari Menara Eiffel hingga Colosseum. Pikiran dan hatinya dipenuhi dengan visi tentang dunia ideal yang sepenuhnya diciptakan sendiri. Khususnya, apa yang disebut ‘Objek Fantasi’ ini tidak pernah dicapai secara langsung. Keinginan ini terkait erat dengan konsep 'Object petit', yang dapat didefinisikan sebagai Objek keinginan yang pada dasarnya tidak dapat dicapai. Hal ini menunjukkan dinamika hasrat (Lacan, “The Four Fundamental Concepts of Psychoanalysis,” 1977). Namun, perlu dicatat bahwa lanskap Eropa tidak begitu saja ditiru oleh Ina. Selain itu, dapat dikatakan bahwa subjek yang bersangkutan mengilhami pemandangan tersebut dengan nuansa emosionalnya. Ina menggunakan proses Lacanian, di mana ia menciptakan “dunia ideal” dalam fantasi. Ia menggabungkan elemen pribadi, emosional, dan estetika untuk menciptakan lingkungan imajiner di mana realitas dan hasrat bertemu. Ina menciptakan sebuah dunia yang tidak sepenuhnya nyata atau manusiawi untuk merayakan keseiaannya menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, lebih agung, dan lebih kosmik. Meskipun pada akhirnya hal tersebut tidak dapat dicapai, ia menjelaskan bahwa itulah tujuannya.

Dalam beberapa karyanya, Ina menghadirkan nostalgia romantis untuk pemandangan dan arsitektur Eropa. Ia memberikan deskripsi tentang Menara Eiffel, Colosseum di Roma, dan pesona bersejarah Praha dan bangunannya. Namun, tidak tepat jika dikatakan bahwa Ina meniru secara persis adegan-adegan ini. Ia menggabungkan interpretasi dan respons emosionalnya, menciptakan karya yang tidak diragukan lagi berbeda dari lukisan khas Eropa. Ada korelasi Eropa dalam karya Ina yang melampaui visual. Dalam teori psikoanalisis Jacques Lacan, fantasi dipahami sebagai menjembatani kesenjangan antara objek hasrat dan realitas diri. Ia berpendapat bahwa fantasi adalah sebuah ranah di mana ia dapat mengekspresikan keinginannya dan membangun sebuah realitas tertinggi yang mungkin tidak dapat iakses di dunia fisik. Karya Ina mencerminkan aspirasinya akan keindahan dan harmoni di dunia, yang dijiwai dengan sensibilitas Eropa.

Selama perjalanannya yang panjang, ia mengalami rasa kerinduan yang mendalam terhadap tanah airnya, sebuah sentimen yang terangkum dalam lukisannya “Wherever I Fly, Always Find My Home.” Ia adalah seorang pramugari dan sering

tidak berada di tempat tinggalnya untuk waktu yang lama. Ia mempertahankan rasa keterpisahan tetapi tetap terhubung dengan tempat asalnya, di mana pun ia berada. Ina menggunakan pola geografis dalam lukisan ini untuk mengilustrasikan jalur penerbangan yang paling sering dilaluinya. Lukisan ini menggambarkan Ina sebagai entitas dinamis yang melintasi perjalanan yang luas dan tak berujung. Kurva oval membangkitkan kesan gerakan, sementara bayangan yang berpotongan dan garis-garis yang terhubung menunjukkan hubungan alami antara citra dan gerakan. Desain di antara bentuk-bentuk tersebut menciptakan jalur yang menarik perhatian pemirsa ke titik pusat, yang diwakili oleh warna emas yang hangat. Titik fokus ini tidak diragukan lagi mewakili konsep rumah dan lokasi keterikatan emosional dan fisik utama Ina.

“Dancing on the Clouds” mewakili perayaan semangat dan sensasi yang dialami Ina saat dalam penerbangan. Ia memberikan penjelasan rinci tentang awan, menggambarkan awan yang mengalir dan akrab seolah-olah menari mengikuti suara musik langit. Pesawat terbang tampak kecil di tengah-tengah awan, melintasi formasi bergelombang yang membangkitkan rasa ketenangan dan ketenteraman yang mirip dengan gelombang formasi awan. Penerapan warna pastel yang lembut dan kualitas cahaya yang halus, telah menciptakan suasana yang imajinatif. Penerapan sapuan kuas yang longgar dan mengalir, mengilhami awan dengan kesan pergerakan dan vitalitas. Lukisan ini mendorong pemirsa untuk merasakan kebebasan dan kebahagiaan dari kemampuan Ina untuk terbang bebas di atas tanah, yang melambangkan pelepasan kekhawatiran duniawi.

Dalam “Limited Time to Touch the Ground”, Ina menyadari bahwa perannya sebagai pramugari hanya memberikan kesempatan singkat untuk berinteraksi dengan tanah. Hidupnya ditandai dengan serangkaian perjalanan yang mencakup beragam pengalaman yang ditemui di sepanjang jalan. Pengalaman-pengalaman ini, meskipun penting, sering kali tidak disadari karena pergerakan yang konstan dan terbatasnya waktu yang terseia untuk berinteraksi dengan nuansa budaya di setiap tempat tujuan. Ia membahas konsep waktu, kehidupan, dan dinamika yang melekat padanya. Warna-warna cerah dan sapuan kuas yang berani membangkitkan rasa pergerakan. Pada saat yang sama, garis diagonal yang kontras menarik perhatian pemirsa ke bidang di sudut atas lintasannya, memotong langit, dan dengan demikian, mengesankan kesan ketegangan. Premis dasar lukisan ini adalah bahwa setiap momen yang dihabiskan di Bumi memiliki nilai intrinsik dan tidak boleh disiasiakan.

“Spread My Wings” menyampaikan dedikasi Ina untuk mengejar aspirasi dan otonomi. Oleh karena itu, ia dengan berani menggambarkan sayap yang siap terbang ke arah angin, melayang dan melebarkan sayapnya. Sayap melambangkan keberanian, kekuatan, dan kebangkitan Ina. Sang seniman, Ina, menggunakan sapuan kuas yang berani dan warna-warna cerah untuk mengilhami pernyataannya dengan rasa energi. Lukisan ini menampilkan berbagai elemen tekstur, yang berkontribusi pada kompleksitas visualnya secara keseluruhan. Lukisan “Spread My Wings” berfungsi sebagai seruan keras untuk mengejar aspirasi seseorang dan mengejarnya dengan penuh semangat. Lukisan ini mendorong pemirsa untuk meniru kegigihan dan tekad Ina.

Selain itu, lukisan ini juga dikenal sebagai “The Battle of Dreams and Truth”. Lukisan ini menggambarkan konflik internal yang ialami oleh Ina saat ia berusaha untuk mendamaikan aspirasinya dengan tuntutan realitas. Ia menempati dua dunia yang berbeda: dunia seniman dan dunia pramugari. Terlepas dari ambisinya, ia dihadapkan pada kenyataan hidup yang keras. Penggunaan warna gelap dan sapuan kuas yang kasar dalam lukisan ini menunjukkan kesan ketegangan dan kegelapan. Figur abstrak yang tampak terlibat dalam konflik dengan Ina, melambangkan konflik internal yang dialami oleh Ina. Lukisan ini menggambarkan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang diwarnai dengan kesulitan dan tantangan. Sangat penting untuk menghadapi kenyataan dengan ketabahan sambil mempertahankan komitmen yang teguh terhadap aspirasi dan optimisme.

Dari segi gaya visual dan emosional, karya Inanike Agusta dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Beberapa lukisannya dibedakan oleh penggunaan warna-warna cerah dan sapuan kuas yang mengalir, yang menonjolkan titik-titik cahaya dan menyampaikan kesan suasana. Misalnya pada Lukisan “Dancing on the Clouds” dan “Wherever I Fly, Always Find My Home” menggambarkan pemandangan keindahan alam dan membangkitkan rasa tenang. Sebaliknya, lukisan Ina juga menunjukkan kapasitas ekspresi emosional dan interpretasi pribadi. Warna-warna yang dijiwai dengan resonansi emosional yang lebih besar dan, kadang-kadang, kualitas yang lebih fantastis. Sapuan kuasnya lebih besar dan lebih hidup, sementara subjeknya lebih mendalam dan terhubung secara intim dengan pengalaman sang seniman. Metode lain untuk mengklasifikasikan karyakarya Ina adalah menurut judulnya. Judul-judul yang diberikan Ina pada lukisannya sangat puitis dan metaforis, yang mengindikasikan makna yang ingin ia sampaikan melalui karyanya. “Spread My Wings” melambangkan kebebasan untuk mencapai aspirasi seseorang, sedangkan ‘Limited Time to Touch the Ground’ menyinggung sifat waktu yang fana dan pentingnya menjalani hidup dengan tujuan.

Simbol, Garis, dan Warna

Karya-karya Inanike Agusta sarat dengan simbol, garis, dan warna yang bermakna. Ia dengan cermat memanfaatkan elemen-elemen visual ini untuk mengekspresikan emosi, ide, dan pengalamannya. Simbol: Gambar sayap dalam “Spread My Wings” tidak diragukan lagi melambangkan kebebasan dan mengejar aspirasi seseorang. Warna emas yang hangat dalam “Wherever I Fly Always Find My Home” membangkitkan kehangatan, kenyamanan, dan koneksi ke rumah. Terlepas dari sifatnya yang abstrak, figur-figur dalam “Pertempuran Mimpi dan Kebenaran” tidak diragukan lagi melambangkan konflik internal antara mimpi dan kenyataan. Garis bisa dibilang merupakan elemen grafis paling signifikan yang digunakan Ina. Garis merupakan konsep grafis yang tak terpisahkan dalam karya Ina. Ia menggunakan berbagai jenis garis, termasuk garis lurus, lengkung, dan diagonal, untuk menciptakan komposisi yang dinamis dan menegangkan. Garis-garis iagonal yang mencolok dari lima gambar awal, yang sekali lagi berjudul “Limited Time to Touch the Ground”, mewakili kecepatan pengangkutan dan pengendapan titik-titik di sepanjang lintasan. Sebaliknya, garis lengkung dari “Wherever I Fly Always Find My Home” tidak diragukan lagi, membangkitkan kesan dinamis dan gerak. Penggunaan warna

merupakan aspek integral dari identitas visual Ina, yang digunakan dengan cara yang ekspresif dan menggugah suasana hati dan kondisi pikiran yang diinginkan oleh merek. Menggunakan warna-warna yang berani, terutama kuning, oranye, dan merah, dapat mengilhami sebuah gambar dengan kegembiraan, energi, dan optimisme. Demikian pula, warna-warna terang seperti biru, merah muda, dan ungu diklasifikasikan sebagai warna-warna pastel dan ianggap dapat membangkitkan sentimen kelembutan, ketenangan, dan ketenangan. Penggunaan warna gelap (hitam, abu-abu, dan coklat) secara efektif menciptakan kesan misteri, ketegangan, atau melankolis.

Penutup

Sebagai kesimpulan, Inanike Agusta dapat dianggap sebagai sosok penting dalam konteks Indonesia. Pendekatannya sangat khas dan menyegarkan, karena ia mendapatkan inspirasi dari pengalamannya sebagai pramugari. Karya seninya menunjukkan bagaimana sebuah konsep tunggal dapat berasal dari banyak pengaruh dan pengalaman, yang pada akhirnya menerangi potensi konvergensi budaya melalui meia ini. Lukisan dan objek yang diciptakan oleh Ina menantang batas-batas tradisional. Dalam hal ini, tujuan sang seniman bukan untuk menyajikan representasi realistis dari subjek yang menjadi pokok bahasannya, melainkan untuk menyampaikan respons emosional dan interpretasi pribadi. Sebagai kontributor seni rupa Indonesia, Inanike Agusta mengilhami seni rupa Indonesia dengan kehadirannya yang khas. Selain itu, Ia menggambarkan bahwa seni bukan hanya sebuah profesi, tetapi juga merupakan sarana yang berharga untuk mengekspresikan diri dan pengembangan budaya. Ina menggunakan sapuan kuasnya untuk menyebarkan pengalaman, emosi, dan kesannya terhadap dunia di sekitarnya dengan berani. Pengalaman hidupnya dan fantasi yang ia ciptakan melalui seni sebagai seniman pramugari ini layak untuk kita simak.

Yogyakarta, 10 November 2024 Sudjud Dartanto, Penulis Pameran Pustaka Brodskaïa, N. (2010). Post-Impressionism. Parkstone Press. Lacan, J. (2001). Écrits: A Selection (1st ed.). Routledge. Lacan, J. (1977). The Four Fundamental Concepts of Psycho-Analysis (J. A. Miller, Ed.; 1st ed.). Routledge. Lewer, D. (2005). Post-Impressionism to World War II. Wiley-Blackwell. MacDonald, H. (Ed.). (2013). Impressionism and Post-Impressionism at the Dallas Museum of Art: The Richard R. Brettell Lecture Series. Dallas Museum of Art. Watkins, J. (Ed.). (1989). Masterpieces of Impressionism and Post-Impressionism: The Annenberg Collection. Philadelphia Museum of Art.

wings of time

Brushstrokes of Airborne Journey - Inanike Agusta

Inanike Agusta is a singular figure, a source of inspiration. An artist and a flight attendant who has flown at great heights and observed the world from a distance. This transcontinental experience has profoundly impacted her artistic sensibility, imbuing her with many remarkable life experiences that resonate vividly in her artistic creations. The exhibition features works through which Ina reflects on her experience as a flight attendant and how this influenced the style and themes of her art practice over time. This personal journey has inspired both wings, colors, and lines in her work, reflected in "Wings of Time." This exhibition offers an opportunity to gain insight into the creative process behind Ina's work, characterized by a rich and imaginative use of color.

The Artistic Journey

Inanike Agusta was born and raised in Indonesia, an archipelago with high cultural diversity and natural beauty. From an early age, she displayed a penchant for artistic pursuits and a keen interest in aviation. Subsequently, she proceeded to integrate these two interests into her professional trajectory. Ina considered pursuing a career as a flight attendant, which would have allowed her to gain international experience while stop by and working in various locations. Nevertheless, she never entirely relinquished her interest in art. When not engaged in aviation, Ina pursued her artistic endeavors, utilizing the canvas as a conduit for the myriad experiences and emotions that shaped her inner world.

As a flight attendant, Ina had the opportunity to gain a distinctive perspective on life. She had the chance to travel across countries, encounter diverse cultures, and observe aspects of nature at their most impressive heights, all from thousands feet. This contributed to her apprenticeship in the arts, affording her an additional perspective through which to perceive life. From her vantage point, Ina observed the world through the eyes of a traveler and a keen observer of subtle details. She followed the transition from day to night and back again, noting the changing hues of the sky and the movement of clouds. From her vantage point at great height, she also surveyed cityscapes that, from such an elevated position, appeared to be miniature models. She retained this entire experience and subsequently translated it into her paintings.

The exhibition comprises 56 pieces, presented in various formats and sizes. These works offer a visual interpretation based solely on symbolism and emotion. A number of his works display an unmistakable impressionistic signature characterized by vibrant colors and light brushstrokes. The titles of the works, such as "Colorful Life" and "Rainbow Forest," imbue us with a sense of hopefulness and vibrant brightness. In contrast, other pieces convey ideas such as the limited time we have to experience the world around us, as seen in "Limited Time to Touch the Ground." This piece and others in the collection evinces a deep inner life. The absence of wings and the presence of gold imbue these works with a profoundly moving personal and spiritual quality. The prominent, bold colors are rendered in a similarly expansive manner in the works "Dream Space" and "Spread My Wings." Themes of dreams, freedom, and the dichotomy between the roles of flight attendant and artist are explicitly referenced in these works. In many works, wings and clouds emerge as unmistakable symbols of a longing to transcend corporeal constraints in search of emancipation from earthly bounds. This can also be seen in the installation "Bound for the Infinite", which depicts an infinite journey, with wings made of colourful fabric as a symbol of hopeful freedom. The clouds floating above reflect the infinity of dreams, while the suitcase below reminds us of the importance of balance between the mundane and the spiritual. The concept of home and family is a unifying theme in Ina's "Wherever I Fly, Always Find My Home," with the golden ball as a symbolic anchor. In "The Battle of Dreams and Truth," Ina employs a large panel to depict the conflict between her aspirations and reality. The artist uses bold brushstrokes and dark tones to convey the emotional turbulence experienced during her often challenging journeys. The work is both evocative and reflective, balancing opposing forces of hope and reality.

In works such as “Life in Beautiful Chaos World”, “Moment to Reflect” and “Start from Small Action,” the circular form effectively symbolizes continuity, wholeness, and introspection. Her extensive use of color and dynamic compositions are captivating, exploring themes related to the nature of landscapes, gratitude, and awe-inspiring sunsets. The circle represents the cyclical nature of life, which is in a constant flux and expansion state. The four pieces are small-scale tributes to Frida Kahlo, Édouard Manet, and Vincent van Gogh. In recounting the emotions and realities of these artists, Ina employs a unique perspective distinct from other accounts. These works exemplify Ina's engagement with the emotional narratives and imagery of the classical canon.

Examples such as "Switzerland's Calling" and "Sunset in Christmas" are exquisite depictions of breathtaking vistas, illustrating Ina's profound admiration for some of the most awe-inspiring locales she encountered during her travels. These paintings are not merely visual representations of exotic locales but poetic expressions of Ina's sentiments regarding the landscape. Each location is meticulously documented through a lens that reflects the ambiance encountered. The multipanel format is conducive to presenting more complex and multifaceted narratives, as evidenced by the work "The Untold Story of Bali." In these nine panels,

Ina unreservedly recounts the largely unheard narrative of Bali, enabling the viewer to comprehend her sentiments and experiences on the island. The message conveyed is notably personal and empowering, as evidenced by her monumental circular works, such as "Beyond the Limit" and "I Let Faith Bigger Than My Fear." As alluded by Ina, this suggests that faith fuels courage, and forgiveness leads to fearlessness. It also indicates that the artist's plea is not merely a display of self-aggrandizement.

The hours Ina flies are in the thousands, and the nature of the work is far from that of a conventional job. These observations are invaluable and provide a unique insight into the subject matter. From her vantage point from the window of an aircraft, she gains a unique perspective on the world, which she then conveys to others. The landscape encompassed towering mountains, vast deserts, endless blue oceans, and cities that shone with a nocturnal brilliance. She absorbed the experience with her senses, incorporating the subtle details and nuances into her artistic representation. Ina's discourse extended beyond mere superficial observations. She gained insight into human nature, social dynamics, and the nuances of life in other countries. She observed similarities and differences in cultural practices, discerned the aesthetic value of diversity, and contemplated the significance of life while it was being lived. Such experiences imbued her work with a profound richness and depth.

The Impressionist and Post-Impressionist Movements

Ina painted in either Impressionism or Post-Impressionism. "luxury paintings" describe works created by some of the most renowned Impressionist and Post-Impressionist artists, including Claude Monet, Van Gogh, and Edgar Degas. These artists are known for using rapid and light brushstrokes and vibrant colors to convey the effects of light and atmosphere in their paintings. However, what Ina was about to achieve was not a formal imitation of Impressionism. She cultivated her distinctive style, incorporating personal meanings through a bolder use of color and emphasizing emotion and individual interpretation.

Several of Ina's works exhibit characteristics associated with the Impressionist movement. He imbues her subjects with movement and vitality by employing a rapid and light brushstroke technique. Her colors are bright and diverse, reflecting the natural beauty she observes during her travels.

The painting "Dancing on the Clouds" illustrates illustrates Ina's expression of enjoying her job as a flight attendant while on the clouds. The artist conveys a sense of calm and tranquility through pastel colors and light brushstrokes. However, it is evident that Ina's work also demonstrates the influence of PostImpressionism. The objects she paints serve as a conduit for her emotions, impressions, and vision of the world. Additionally, she uses a more expressive and occasionally even naïve approach to color, reflecting her current emotional state. This is exemplified in the painting "The Battle of Dreams and Truth," in which Ina employs a bold use of darkness contrasted with broad brushstrokes to illustrate the internal conflict experienced by the subject.

Following the arrival of European artists in the Dutch East Indies (present-day Indonesia) from the late 19th century onwards, Indonesian painting underwent a significant transformation. These artists introduced the impressionist and postimpressionist styles, subsequently modified by Indonesian artists such as Raden Saleh, Abdullah Suriosubroto, and Wakidi. These artists integrated elements from the two movements into handcrafted pieces that reflected local traditions. Instead of directly copying European styles. In his writings, an art historian, Roger Fry, asserted that "postimpressionism set color completely free and opened new, unknown horizons" (Brodskaïa, 2010). Fry posits that, as artists such as Georges Seurat and Vincent van Gogh exemplify postimpressionism, "we gain an expression of emotional depth and subjective experience that transcends the mere symbols of academic convention." Seurat's small dot technique in his paintings and Van Gogh's bold brushstrokes represent the world, imbued with the artists' emotional responses and moods. This approach significantly influenced artists in Indonesia, who began incorporating vibrant hues and more pronounced contrasts into their depictions of tropical landscapes and Indonesian daily life. As art historian Nathalia Brodskaïa observes, postimpressionism "offered unprecedented opportunities for the more or less personal use of color," thereby allowing painters to utilize color in a manner that was entirely their own. This is exemplified by the works of Indonesian artists whose art draws on post-Impressionism for inspiration. They emulated established techniques and incorporated elements of the local context, including depictions of daily life and tropical landscapes characteristic of Indonesia.

Another 19th-century Indonesian artist, Raden Saleh, was among the first and most significant painters to be inspired by Impressionism. Raden Saleh is most renowned for his historical and aristocratic paintings, yet it is evident that he was profoundly influenced by impressionism. This is exemplified by his portrayal of light and bold contrasts. Despite the historical subject matter of his paintings, the artist's rendering of light and shadow and the atmospheric quality of his work exemplify the principles of impressionism. Raden Saleh frequently incorporated elements of the local context, such as tropical landscapes and Indonesian figures, thereby enhancing the depth and resonance of his work. Other Indonesian artists, such as Abdullah Suriosubroto and Wakidi, undoubtedly engaged with more local themes, exploring aspects of Indonesian life such as rural life or the social life of Indonesians. The artists depict Indonesians in their everyday lives

with remarkable expressiveness. The seemingly simple and objective colors merge to create a striking impression of the subjective features of tropical natural beauty that constitute this land. The post-Impressionist quality of their works is evidenced by the relationship between their depiction of the external world and their experiences and emotions about it. Abdullah Suriosubroto's works portray the simple lives of Indonesians through vibrant colors and the way in which light and shadow are captured in the painting. Similarly, Wakidi's oeuvre predominantly depicts the quotidian lives of Indonesians, characterized by uncontrolled and vibrant colors. These techniques illustrate that Indonesian painting has evolved to articulate a rich local identity while also influenced by European art movements.

The impact of Indonesian artists on impressionism and post-impressionism illustrates that, despite its cultural roots, the form is a dynamic entity. It absorbs new influences and expresses them distinctly locally, demonstrating remarkable vitality. It would be inaccurate to suggest that Indonesian artists were merely imitating the techniques of Europe. Instead, they reframed those notions in ways that were more meaningfully aligned with their cultural realities and lived experiences. Consequently, Indonesian painting during this period assumed a form that was both locally distinctive and characterized by a rich dialogue and diversity of influences, including those of European art movements. Debbie Lewer makes it clear that the fact that a group of artists labeled "Post-Impressionism" followed a distinct aesthetic as their predecessors did with Impressionism does not mean that this participating style did not influence the Old World. Indeed, it had a significant impact on art in Indonesia. The work of Indonesian artists demonstrates that art is developed through integrating external influences with local cultural traditions. One such artist is Ina Agusta, who represents the continuation of Indonesia's impressionist and post-impressionist traditions today. She introduces a distinctive element to her work by incorporating elements from the locales she visits. This is evidenced by the fluidity and nuance in her pieces, which are nuanced works imbued with emotion and capturing impressions of light and atmosphere drawn from distant locales across continents.

Fantasy: A Cross-Cultural Conversation

Ina is particularly fascinated by European culture. Europe has long been regarded as the cradle of Western civilization, a continent rich in history, culture, and art. Ina traverse the streets of Paris, bask in the sublime vistas along the Italian coastline, and explore the venerable museums of London. Ultimately, she gained firsthand experience with numerous prominent museums across the globe, with the opportunity to explore their collections. The diverse shapes and textures of her fantasies are reflected in her paintings, which create an imaginary, cross-cultural dialogue between Eastern and Western influences.

The concept of fantasy is a pivotal element within the theoretical framework of Jacques Lacan's psychoanalysis, as it establishes a connection between desire and reality. Lacan also identifies fantasy as a fundamental aspect of human desire. This process's affirmation of identity and its maintenance in the symbolic world

is critical. Fantasy enables us to circumvent the insistent demand to gratify our instincts immediately. It allows us to orient reality more permissibly or preferably (Lacan, "Écrits: A Selection," 2001). In her dreams, Ina envisions Europe and its grandeur, from the Eiffel Tower to the Colosseum. Her mind and heart are imbued with a vision of an entirely self-created ideal world. Notably, this so-called Object of Fantasy has never been achieved directly. The desire is inextricably linked to the 'Object petit' concept, which can be defined as an Object of desire that is inherently unattainable. It evinces the dynamics of desire (Lacan, "The Four Fundamental Concepts of Psychoanalysis," 1977). It should be noted, however, that the landscapes of Europe are not simply copied over to Ina. Additionally, it can be argued that the subject in question imbues the scene with her emotional nuances. Ina employs a Lacanian process whereby she creates an "ideal world" in fantasy. She incorporates personal, emotional, and aesthetic elements to create an imaginary environment where reality and desire converge. Ina makes a world that is not wholly real or human to celebrate her willingness to be part of something greater, grander, and more cosmic. Although the former is ultimately unattainable, she clarifies that it is her objective.

In some of her works, Ina presents a romanticized nostalgia for European scenery and architecture. She provides descriptions of the Eiffel Tower, the Colosseum in Rome, and the historic charm of Prague and its buildings. However, it would be inaccurate to suggest that Ina exactly copied these scenes. He incorporates her interpretations and emotional responses, creating pieces that are unquestionably distinct from the typical European painting. There are European correlations in Ina's work that extend beyond the visual. In Jacques Lacan's psychoanalytic theory, fantasy is understood as bridging the gap between the objects of desire and the reality of the self. She posits that fantasy is a domain wherein she may express her desires and construct an ultimate reality that may not be accessible in the physical realm. Ina's work reflects her aspiration for beauty and harmony in the world, imbued with a European sensibility.

During her extensive travels, she experiences a profound sense of longing for her homeland, a sentiment encapsulated in her painting "Wherever I Fly, Always Find My Home." She was a flight attendant and frequently absent from her residence for extended periods. She maintained a sense of detachment but remained connected to her place of origin, regardless of her location. Ina employs geographical patterns in this painting to illustrate her most frequent flight paths. The painting portrays Ina as a dynamic entity traversing a vast, endless journey. The oval curves evoke a sense of movement, while the intersecting shadows and connected lines suggest a natural connectivity between the imagery and the motion. The design between the forms creates a path that draws the viewer's attention to a central point, represented by a warm gold hue. This focal point unquestionably represents the concept of home and the location of Ina's primary emotional and physical attachment.

“Dancing on the Clouds” represents a celebration of the spirit and the sensations

Ina experienced while in flight. She provides a detailed account of the clouds, describing them as flowing and intimately encountered as if dancing to the sound of sky music. The aircraft appears diminutive amidst the clouds, traversing undulating formations that evoke a sense of tranquility and serenity akin to the undulations of cloud formations. The application of soft pastel colors and light, ethereal quality, has created an imaginative setting. The application of loose, flowing brushstrokes imbues the clouds with a sense of movement and vitality. The painting encourages the viewer to experience the freedom and happiness of Ina's ability to fly freely above the ground, symbolizing the release of earthly concerns.

In "Limited Time to Touch the Ground," Ina realizes that her role as a flight attendant affords her only a brief opportunity to interact with the ground. Her life is characterized by a series of journeys encompassing the diverse tapestry of experiences encountered along the way. These experiences, while significant, often remain unnoticed due to the constant movement and the limited time available to engage with the cultural nuances of each destination. She addresses the concept of time, life, and its inherent dynamics. The vibrant hues and bold brushstrokes evoke a sense of movement. At the same time, the contrasting diagonal lines draw the viewer's attention to the plane in the upper corner of its trajectory, cutting across the sky, thereby suggesting a sense of tension. The fundamental premise of this painting is that each moment spent on Earth is of intrinsic value and should not be squandered.

"Spread My Wings" conveys Ina's dedication to pursuing aspirations and autonomy. Consequently, she boldly depicts wings poised to take flight into the wind, to soar and spread them. The wings symbolize Ina's courage, strength, and ascension. The artist, Ina, employs bold brushstrokes and bright colors to imbue their statements with a sense of energy. The painting features various textural elements, contributing to its overall visual complexity. The painting "Spread My Wings" serves as a clarion call to pursue one's aspirations and pursue them vigorously. It encourages the viewer to emulate Ina's tenacity and determination. Additionally, the painting is known as "The Battle of Dreams and Truth". It depicts the internal conflict experienced by Ina as she attempts to reconcile her aspirations with the demands of reality. She occupies two distinct realms: that of the artist and that of the flight attendant. Despite her ambitions, she is confronted with the harsh realities of life. The use of dark colors and rough brushstrokes in this painting suggests a sense of tension and darkness. The abstract figures, which appear to be engaged in conflict with Ina, symbolize the internal conflict experienced by the latter. This painting illustrates that life is a journey characterized by adversity and challenge. It is imperative to confront reality with fortitude while maintaining an unwavering commitment to aspirations and optimism.

In terms of visual and emotional style, Ina Agusta's work can be grouped into several categories. Some of her paintings are distinguished by the use of vibrant colors and fluid brushstrokes that accentuate points of light and convey

impressions of the atmosphere. For example, the paintings "Dancing on the Clouds" and "Wherever I Fly, Always Find My Home" depict scenes of natural beauty and evoke a sense of calm. Conversely, Ina's paintings also demonstrate a capacity for emotional expression and personal interpretation. The hues are imbued with a greater emotional resonance and, at times, a more fanciful quality. The brushstrokes are larger and more animated, while the subjects are more profound and intimately connected to the artist's experience. Another method of classifying Ina's works is according to their titles. The titles that Ina assigns to her paintings are highly poetic and metaphorical, indicating the meaning she wishes to convey through her work. "Spread My Wings" symbolizes the freedom to achieve one's aspirations, whereas "Limited Time to Touch the Ground" alludes to the transitory nature of time and the necessity of living one's life with a sense of purpose.

Symbols, Lines, and Colors

The works of Inanike Agusta are replete with meaningful symbols, lines, and colors. He meticulously utilizes these visual elements to express her emotions, ideas, and experiences. Symbols: The image of wings in "Spread My Wings" unquestionably symbolizes freedom and pursuing one's aspirations. The warm gold in "Wherever I Fly Always Find My Home" evokes warmth, comfort, and connection to home. Despite their abstract nature, the figures in "The Battle of Dreams and Truth" unquestionably symbolize the internal conflict between dreams and reality. The line is arguably the most significant graphic element Ina employs. The line constitutes an indispensable graphic concept in Ina's oeuvre. She uses various line types, including straight, curved, and diagonal, to create dynamic and tense compositions. The markedly diagonal lines of the initial five, once more titled "Limited Time to Touch the Ground," represent a conveyance speed and the deposition of dots along a trajectory. Conversely, the curvilinear lines of "Wherever I Fly Always Find My Home" unquestionably evoke a sense of dynamism and motion. The use of color is an integral aspect of Ina's visual identity, employed in a manner that is both expressive and evocative of the brand's desired mood and state of mind. Using bold colors, mainly yellow, orange, and red, can imbue an image with excitement, energy, and optimism. Similarly, light colors such as blue, pink, and purple are classified as pastel colors and are perceived to evoke sentiments of tenderness, tranquility, and calmness. Using dark colors (black, grey, and brown) effectively creates an impression of mystery, tension, or melancholy.

Closing

In conclusion, Inanike Agusta can be considered a importance figure within the Indonesian context. Her approach is distinctive and refreshing, as she draws inspiration from her experiences as a flight attendant. Her art demonstrates how a single concept can be derived from many influences and experiences, ultimately illuminating the potential for cultural convergence through this medium. The images amd objects created by Ina challenge the traditional boundaries. In this instance, the artist's objective is not to present a realistic representation of the subject matter but to convey a particular emotional response and personal interpretation.

As a contributor to Indonesian art, Inanike Agusta imbues it with her distinctive presence. Additionally, he illustrates that art is not merely a profession but also a valuable means of self-expression and cultural development. Ina employs her brushstrokes to boldly disseminate her experiences, emotions, and impressions of the world around her. Her life experiences and the fantasies she creates through art as a flight attendantartist is worthy of our attention.

Yogyakarta, November, 10th, 2024

Sudjud Dartanto, Exhibition Writer

References Brodskaïa, N. (2010). Post-Impressionism. Parkstone Press. Lacan, J. (2001). Écrits: A Selection (1st ed.). Routledge. Lacan, J. (1977). The Four Fundamental Concepts of Psycho-Analysis (J. A. Miller, Ed.; 1st ed.). Routledge. Lewer, D. (2005). Post-Impressionism to World War II. Wiley-Blackwell. MacDonald, H. (Ed.). (2013). Impressionism and Post-Impressionism at the Dallas Museum of Art: The Richard R. Brettell Lecture Series. Dallas Museum of Art. Watkins, J. (Ed.). (1989). Masterpieces of Impressionism and PostImpressionism: The Annenberg Collection. Philadelphia Museum of Art.

inanike agusta

Born in Salatiga in 1986, Inanike Agusta is an artist whose work reflects a courageous and introspective approach, often incorporating elements of impressionism and abstraction. Her creative process is shaped by her life experiences and the unique perspective she gains as a flight attendant. Her extensive travels across continents have provided her with a wealth of inspiration, which she draws upon in her paintings and installations. These works explore themes such as personal identity, unconscious impulses and psychological depth.

Inanike's art seeks to capture and transform the nuances of her travels into visual narratives, where themes of freedom, self-exploration, and cultural encounters come alive. Her works are characterised by vibrant textures, dynamic lines, and contrasting colours, each element contributing to the overall effect and inviting viewers to engage with her pieces on an emotional level.

Inanike Agusta's work offers an inspiring example of how art can serve as a powerful medium for self-expression and cross-cultural exploration. It beautifully blends her life in the skies with her passion for abstraction and introspective themes. Her exhibitions reflect a diverse journey, engaging audiences with her vibrant approach to colour, form and texture.

INANIKE AGUSTA www.Inanikeagusta.com | Instagram.com/inanikeagusta | Inanike70@gmail.com | +6281224422553

Solo Exhibition

2024 • Wings of Time: Brushstrokes of Airborne Journeys, D Gallerie, written by Sudjud Dartanto

Selected Group Exhibitions

2024 • Art Jakarta, JIEXPO Kemayoran, Jakarta

2023 • Indonesia Dream, Asta Tower, Jakarta, presented by Bentara Budaya

• Marvel Art Exhibition with 78 Indonesian Women Artists, Pos Bloc, Jakarta

• International Journey of In-lkike Exhibition, Department of Cultural Affairs, Taoyuan, Taiwan

• Wulan Passir Painting Group Exhibition, in collaboration with WinArt Art Management, Yogyakarta

• Reincarnation of Bali, Moiten Contemporary Art Gallery

• 12th Asia Art Alliance Exhibition, Art VOGUE, Singapore

2022 • Art Jakarta "Again", Jakarta Convention Center, Jakarta

• 20 Women Artists HARKAT - Painting & Group Exhibition, Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta (in collaboration with Artpora and Kampoeng Gallery)

• International Group Exhibition, Art Gallery, Kuala Lumpur - Welcome to The New World

• Kalalantan Exhibition, National Library of the Republic of Indonesia

• She Inspires: Indonesian Women Artists - Sunshine of Life, Moiten Art Gallery, Bandung

2021 • Art Moment Jakarta Virtual, Online Exhibition

2019 • Group Exhibition, Museum Nasional, Jakarta

2018 • Group Exhibition, TAMAN BUDAYA Art Room, Yogyakarta

• APOL Group Exhibition, Tugu Kunstkring Palais, Jakarta

2017 • A Bridge Between Two Worlds (Pour les Étrangers & la rue), French Community, KOI

• Art Exhibition in the Open Air, Taman Budaya, Yogyakarta

2015 • Pesta Seni Rupa Indonesia, Taman Ismail Marzuki, Jakarta

• Metamorfosa Goresan dan Warna, Gandaria City, in collaboration with IWPI Jakarta.

paintings

The Battle of Dreams and Truth
Oil and Mix Media on Canvas 100cm x 147cm (x2 panel) 2024

Wherever I Fly Always Find My Home

Spread My Wings

Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm 2024

Dream Space
Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm 2024

Finding The Normal Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm 2024

Stand Up on My Own Heels

Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm

Love Jumper
Oil and Mix Media on Canvas
110cm X 100cm
Was Born to Fly
Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm 2024

Dancing on The Clouds

Oil and Mix Media on Canvas 110cm X 100cm 2024

Adapting of Circumstances

Oil and Mix Media on Canvas

110cm X 100cm 2024

The

Time of London
Acrylic on Canvas
30cm X 40cm 2017

30cm X 40cm 2017

Historical District Old Jeddah

30cm X 40cm 2018

Acrylic on Canvas
The Canal of Love Venezia
Oil on Canvas

The Sheels of Sydney

30cm X 40cm

Love Street Paris
Oil on Canvas
X 40cm
Oil on Canvas

30cm X 40cm

The Holy Kabah
Oil on Canvas
Toba from Window Shades
Oil on Canvas
X40cm
Glorious of Borobudur Temple
Oil on Canvas
30cm X 40cm 2024
Dreamy Land of Padar Island
Oil on Canvas
30cm X 40cm 2024
Blooming Holland
Oil on Canvas
X 40cm
Civilization of Egypt
Acrylic on Canvas 30cm X 40cm

Switzer Land’s Calling

Oil on Canvas

30cm X 40cm 2021

Oil on Canvas

30cm X 40cm

2021

Yosimite National Park

Oil on Canvas

30cm X 40cm

2021

Oil on Canvas

30cm X 40cm

2021

Frozen Zurich
Rough Beauty of Nevada

Oil on Canvas

30cm X 40cm

2021

Oil on Canvas

30cm X 40cm

2021

Sunset in Christmas
Winter in Amsterdam
Frida Kahlo’s Emotional Pain of Survival
Oil on Canvas
70cm X 60cm (sisi-sisi 35cm) 2018
Manet’s Bloom Garde
Oil on Canvas
70cm X 60cm (sisi-sisi 35cm)
2019
Van Gogh Easy Stroll in The Garden
Oil on Canvas 70cm X 60cm (sisi-sisi 35cm) 2021
Van Gogh’s Room and The Postman
Oil on Canvas 70cm X 60cm (sisi-sisi 35cm) 2022
Celebration a Big Impact
Oil and Mix Media on Canvas
Diameter 120cm
Life in Beautiful Chaos World
Oil and Mix Media on Canvas
Diameter 120cm

Moment to Reflect and Start from Small Action

Oil and Mix Media on Canvas Diameter 120cm
I Let Faith Bigger Than My Fear
Oil on Canvas Diameter 100cm 2024

Beyond the Limit

Oil on Canvas Diameter 100cm 2024

The Confidence

Oil and Mix Media on Canvas Diameter 40cm 2024

The Loyalty

Oil and Mix Media on Canvas Diameter 40cm 2024

The Empathy

and Mix Media on Canvas Diameter 40cm 2024

Oil

In The Warmth of Sunset, I Find My Gratitude

Oil and Mix Media on Canvas Diameter 60cm 2024

Sunset

Bliss, Sealad With a Kiss

Oil and Mix Media on Canvas Diameter 60cm 2024

Chasing Sunsets and Dreams
Oil and Mix Media on Canvas
Diameter 60cm
Rainbow Forest Oil and Mix Media on Canvas50cm X 50cm 2022

Life

Colorfull
Oil on Canvas 50cm X 50cm 2024
Finding Stars
Oil and Mix Media on Canvas 50cm X 50cm 2024

Luck in Every Ways

Oil and Mix Media on

50cm X 50cm 2024

Garden of Thoughts

50cm X 50cm 2024

Canvas
Oil on Canvas

Optimistic Mood

Oil and Mix Media on Canvas

50cm X 50cm 2024

Limited Time to Touch The Ground

Oil on Canvas

50cm X 50cm 2024

A Brave Heart

Oil and Mix Media on

50cm X 50cm 2024

Oil and Mix Media on

50cm X 50cm 2024

Canvas
True Dedication
Canvas
Pray in Silent
Oil and Mix Media on Canvas 50cm X 50cm 2024
Bold Courages
Oil on Canvas 50cm X 50cm 2024
The Untold Story of Bali
Acrylic on Canvas 30cm X 30cm (9 pcs) 2024

I would like to express my deepest gratitude to the following individuals and organizations for their invaluable support and contributions to this exhibition:

special

thanks to:

My Family

• Agus Widodo and Rining Setyaningsih (parents)

• Haitham Hasan Adam (husband)

• Javed Haitham Hasan Adam (son)

Writer

• Sudjud Dartanto

Opening by

• Wanda Hamidah

D Gallerie

• Esti Nurjadin

• Ruditovani

Exhibition Team and Fellow Artists

• Arie Kadarisman

• Bambang Prasadhi

• B. Girindra Rajasawardhana

• Acil Aliancah

• Joko Santoso

• Yuli Setiono

• Yose Sulawu

• Rahman Trijaya Frame

PT Garuda Indonesia Family

• Wamildan Tsani

• Irfan Saputra

• Linda Harahap

• Rina Rienjani

• Nuning Istiningsih

• Marchiano Sebastiano

• All cabin crew and cockpit crew members, whose names I cannot mention individually

Fellow Artists

• Dedy Sufriadi

• Adi Gunawan

• Sogik Primayoga

• Nesar Esar

• Radetyo Itok

• Klowor Waldiyono

• Sri Hardana

• Ve Dhanito

• Krishna Eta

Photographer and Videographer

• Gusshandi Azhar

• Handy Kresna

• Ve Dhanito

Friends

• Maria Chrisna Wijayanti

• Reni Setya

• Ornela Sungkono

• Cecilia Etikawati

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.