Art Collector’s Show
25 - 30 Oktober 2024
09.00 - 19.00 WIB





25 - 30 Oktober 2024
09.00 - 19.00 WIB
25 - 30 Oktober 2024
Tuti Hadiputranto, S.H., LL.M.
Timbul Thomas Lubis, S.H., LL.M.
Kemalsjah Siregar, S.H.
Utiek R. Abdurachman, S.H., MLI., M.Kn.
Timur Sukirno, S.H., LL.M.
Irwansjah Siregar, S.H.
Wimbanu Widyatmoko, S.H., LL.M.
Eddy D. Soeparno, S.H., M.H.
Dewi Kamaratih Soeharto, S.H.
Iwan Nurjadin, S.H., LL.M.
Daniel Ginting, S.H., LL.M.
Cindy Djojonegoro, S.H., LL.M.
Andre Rahadian, S.H., LL.M., M.Sc.
Ashoya Ratam, S.H., M.Kn.
Diana Arsiyanti, S.H., M.H.
Esti Nurjadin, S.H., M.Kn.
Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M.
Fessy Alwi Asseggaf, S.H., M.Kn.
Dede Fikry, S.H.
Kartika Putri Wohon, S.H.
Ajisatria Suleiman, S.H., LL.M.
Tiza Mafira, S.H., LL.M.
Aryanti Artisari, S.H., M.Kn.
Warga negara Indonesia, lahir tahun 1943 Meraih gelar Sarjana Hukum dari
Universitas Indonesia pada tahun 1970 dan gelar Master of Law dari The University of Washington, Amerika Serikat pada tahun 1981
Beliau adalah Partner Pendiri dari firma hukum Nasution, Lubis, Hadiputranto (1982-1985), Partner Pendiri dari firma hukum Lubis, Hadiputranto, Ganie & Surowidjojo (1985-1989) dan Partner Pendiri dari firma hukum Hadiputranto, Hadinoto Partners (afiliasi dari Kantor Hukum Internasional, Baker & McKenzie) (1989-2016)
Beliau menjadi International Partner dari Law Firm Baker & McKenzie sejak tahun 1989- 2016 (pensiun).Beliau menjadi International Partner dari Law Firm Baker & McKenzie sejak tahun 1989- 2016 (pensiun) Sebelumnya, beliau pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris Bursa Efek Indonesia (2001-2004) dan anggota Komite Disiplin Anggota Bursa Efek Indonesia (2009-2013).
Beliau saat ini menjabat sebagai: Presiden Komisaris Independen PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAP); Komisaris Independen PT Astra International Tbk.; Anggota Audit Komite PT Astra International Tbk ; Direktur Utama PT Bali Turtle Island Development; Penasehat Senior Gajah Tunggal Group; Penasehat Senior PT Morgan Stanley Indonesia.
Aktif di berbagai yayasan/NGO, antara lain: Penasehat di Indonesia National Plastic Action Patnership (NPAP); Penasehat di Yayasan Upaya Indonesia Damai (UID); Dewan Pembina dan Pendiri Yayasan The Conversation Indonesia (TCI); Yayasan Tsinghua Southeast Asia.
“Saya sangat mengagumi pelukis-pelukis senior Indonesia. Saya beberapa kali berkunjung ke rumah pelukis Affandi dan sempat berkenalan dengan istri beliau yang juga seorang seniman yang melukis dengan sulaman. Lukisan yang dibuat oleh Soerono ini langsung memikat hati saya, bukan saja mengenai komposisi dan warna yang sangat cantik, tetapi lukisan ini adalah lukisan dari rumah maestro Affandi di daerah Yogyakarta”.
Angkatan 1969
Timbul Thomas Lubis, S.H., LL.M. (FHUI - UW). Menikah dengan Linda Dorothea Sundah, S.E. Dikarunia, 4 orang putera/puteri:
1
Nathania Amanda Puteri Lubis (Monash - RMIT).
Natasha Ananda Puteri, Lubis. 2. Alm. Nathaniel Alfredo Putera Lubis (1992-2019) (FHUI - USC).
4.
3. Nicholaus Adellardo Putera Lubis (RMIT).
Profesi Hukum - Olahraga: Law Firm: Nasution, Lubis, Hadiputranto, (NLH). Law Firm: Lubis Ganie Soeriowidjojo (LGS). ΚΟΙ (Komite Olimpiade Indonesia). FKI (Federasi Kempo, Indonesia). IKA (International Kempo Association). IKF (International Kempo Federation).
“Lukisan yang berjudul The Past Inside the Present itu merupakan lukisan putriku, Natasha Lubis. Diperoleh setelah menunggu 4 tahun lamanya. Sangat unik dan special dan ketika aku melihat pertama sekali langsung terpikat dan minta dari Tasha, panggilan dari
Natasha, dan aku pajang di ruang tamu menggantikan lukisan Ayam Jago dari pelukis Indonesia terkenal, Popo Iskandar. Ketika tanya kepada Tasha lukisannya aliran apa dan apa penjelasannya, dijawab oleh Tasha sekarang aliran sudah tidak penting/tidak relevant, itu semuanya tergantung dari yang melihat dan menyukai lukisan yang dilihatnya dan penjelasannya silahkan tafsirkan/dijelaskan sendiri, tidak memerlukan penjelasan dari pelukisnya”.
The Past Inside the Present
Acrylic and cut-outs on canvas
130 x 150 cm
2017
Kemalsjah Siregar, S.H.
Angkatan 1978
Angkatan 1981
Kemalsjah Siregar dan Irwansjah Siregar merupakan putra dari Bapak Bismar Siregar, alumnus FHUI '51. Keduanya berprofesi sebagai advokat.
Dikenal sebagai spesialis penanganan permasalahan ketenagakerjaan dan hubungan industrial, Kemalsjah Siregar & saudara-saudaranya menyimpan lebih dari 250 lukisan sang ayah. Menariknya tidak satupun anak yang mewarisi bakat melukis sang hakim agung.
“Saya ingin menikmati lukisan yang merupakan karya Alm. Ayah yang menggambarkan ungkapan perasaannya atas hal-hal yang menjadi tema lukisannya”.
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
60 x 70 cm (Framed)
SAPUAN KUAS ALMARHUM BAPAK BISMAR SIREGAR
Sangat beruntung kita para alumni FHUI dan juga masyarakat yang peduli akan penegakan hukum dapat ikut menyaksikan pendidikan tinggi hukum Indonesia masuk ke usianya yang ke-100.
Dalam kaitannya dengan Peringatan 100 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia, patut untuk mempelajari tokoh-tokoh terdahulu yang berjuang dalam membangun hukum di Indonesia, salah satunya ialah Hakim Agung almarhum Bapak BISMAR SIREGAR.
Keluarga almarhum Bapak BISMAR SIREGAR memamerkan lukisan karyanya yang merupakan salah satu almunus FHUI. Dari tahun 1957 hingga 1961 almarhum Bapak
BISMAR SIREGAR berkarir sebagai jaksa dan beralih menjalankan karir sebagai hakim hingga pensiun pada 2005 sebagai Hakim Agung.
Saat menjalankan tugas sebagai hakim, almarhum Bapak BISMAR SIREGAR diberi julukan dan dikenal sebagai hakim yang kontroversial. Namun, ia selalu mengatakan bahwa ia bukanlah hakim yang kontroversial Putusan-putusannya yang dianggap kontroversial merupakan caranya mengajak sesama hakim agar jangan pernah menjadi hakim yang dogmatis melainkan wajib selalu menggali nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat. Menjalani prinsip yang dipegang teguh, hingga saat ini almarhum Bapak BISMAR SIREGAR menjadi satu-satunya hakim yang berani membuat putusan dengan mengabaikan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang larangan menerapkan lembaga penyanderaan atau geijzeling. Alasan mengabaikan SEMA tersebut adalah sangat sederhana bahwa kedudukan SEMA adalah di bawah UU sehingga SEMA tidak boleh mengesampingkan UU.
Sejak 1966 almarhum Bapak BISMAR SIREGAR mulai melukis dan yang mengagumkan bagi keluarganya adalah bahwa ketrampilan melukis muncul secara otodidak. Sayangnya almarhum Bapak BISMAR SIREGAR tidak pernah membuat catatan tentang lukisan-lukisan yang dibuatnya, sehingga tidak pernah diketahui berapa banyak karya yang lahir dari tangannya Dari lukisan yang masih disimpan oleh keluarganya jumlahnya melebihi 250 lukisan. Melukis adalah caranya mengekspresikan perasaan semata, maka tidak ada karya lukisan yang dijual Yang terjadi adalah lukisan-lukisan tersebut dibagi-bagikan kepada para sahabat dan kenalan, diberikan sebagai hadiah pernikahan dan dilelang untuk pengumpulan dana
Selain melukis almarhum Bapak BISMAR SIREGAR menulis cukup banyak buku yang bukan mengenai hukum tetapi ungkapan pendapat dan perasaannya mengenai bagaimana hukum dipraktikan dan juga mengenai nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Kedalaman ilmu agama yang dipahaminya, membawa almarhum Bapak BISMAR SIREGAR menjadi pendakwah. Sangat sering ia memberikan ceramah keagamaan antara lain di televisi, Lapas Cipinang hingga berkawan akrab dengan almarhum Bapak Subandrio dan almarhum Bapak Oemar Dani, almarhum Bapak Raden Soegeng Soetarto dan di Lemhanas serta berbagai lapisan sosial masyarakat yang mengundangnya. Almarhum Bapak BISMAR SIREGAR juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan mantan Presiden almarhum Bapak Suharto, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan mantan Wakil Presiden almarhum Bapak B J Habibie Garisan kuasnya menceritakan tentang keindahan alam, kerusakan hutan, atau pemandangan Selama hidupnya, hanya satu karya almarhum Bapak BISMAR SIREGAR menggambarkan wajah manusia.
Ketika mendapat serangan stroke, almarhum Bapak BISMAR SIREGAR sedang menyelesaikan lukisan terakhirnya di sanggar pribadi yang terletak di muka kamar tidurnya Lukisan tersebut tidak selesai dan menjadi salah satu karya yang ikut dalam pameran Alumni FHUI Art Collector's Show.
Terima kasih kepada keluarga besar almarhum Bapak BISMAR SIREGAR yang juga keluarga besar FHUI, turut bagian dalam Peringatan 100 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum dan sekaligus memberikan kesempatan kepada para alumni FHUI khususnya untuk mengenang salah seorang almunus FHUI yang dalam kesibukannya sebagai hakim masih mampu mengisi waktu senggang dengan hobi yang lain.
Semoga harapan almarhum Bapak BISMAR SIREGAR agar para hakim akan selalu mampu menjaga kemandirian dirinya terbebas dari segala bentuk pengaruh sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada Tuhan Yang Maha Kuasa setiap mengucapkan irah-irah putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
50 x 60 cm (Framed)
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
64 x 54 cm (Framed)
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
80 x 60 cm (Framed)
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
48 x 48 cm (Framed)
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
48 x 58 cm (Framed)
BISMAR SIREGAR
Oil on Canvas
78 x 73 cm (Framed)
Utiek adalah seorang Notaris PPAT Jakarta berkedudukan di Jakarta Barat sejak tahun 2011 sampai saat ini. Lulus dari Pendidikan Notariat FHUI tahun 2002 dan pertama kali diangkat di Tangerang Selatan Selain fotografi, hobby saya lainnya adalah olah raga outdoor a.l. sepeda MTB Enduro, golfing.
Saya mulai mengkoleksi lukisan berkualitas baik sejak tahun 1988, saat diwarisi buku koleksi lukisan Bung Karno yg terdiri dari 5 seri Berbekal dari buku tsb, saya mulai mengenal karya lukis Istana Negara dan mulai mendapatkannya dari kolektor lama, mantan Kepala Rumah Tangga Istana Negara.
Dari hasil pencairan tsb saya memiliki lukisan karya pelukis lama, antara lain Dullah, Trubus, Koempoel, Sudarso, Rusli, Wakidi Kemudian saya mulai mengkoleksi karya pelukis generasi Persagi yg S Sudjojono melalui istri beliau ibu Pandanwangi Saya juga menyimpan karya lukis Sudjono Abdulah dan Agus Djaja Karya2 pelukis senior lainnya yg saya simpan adalah karya Affandi dan Kartika Affandi, Widajat, Jeihan, Srihadi Soedarsono, Arief Smit, Walter Spies, Van Der Steren, Nyoman Meja, Nyoman Gunarsa, Huang Fong. A. Sadali, AD Pirous, Barli Sasmitawinata
Karya pelukis muda yg saya koleksi, Nasirun, Erica, dan Pupuk DP, Heridono, Djirna Nyoman Erawan, Arifin Neif. Selain lukisan2 saya juga mengkoleksi karya2 patung kuno dan pot2 antik dari Thailand, Birma ( Myanmar), India, China.
Lukisan Ibu dan Anak karya Popo Iskandar ini merupakan lukisan ke 6 karya Popo yg saya miliki dan saya peroleh dari pemilik nya yang terakhir melalui Balai Lelang Larasati pada tahun 1998. Saya mempertahankan frame aslinya sampai saat ini utk menjaga orisinalitasnya. Dari biografinya, Popo membuat lukisan ini saat memasuki periode aliran realis minimalis.
“koleksi favorit selain krn temanya juga merupakan karya terbatas dari Popo Iskandar dari semua karya2 lukis nya yang lainnya yg umumnya bertema binatang”.
Angkatan 1981
Komisaris Utama Garuda 2021-2024
Komisaris Independen Garuda 2024
“Karya kreatif anak bangsa yang menyatukan visual rumah desa di atas pahatan sehingga terkesan hidup dengan warna yg dinamis. Saya menyukai karya ini karena kesederhanaan subjek yang diangkat oleh Amrus karya ini membuat saya menyukai karya Amrus ini”.
AMRUS NATALSYA
Untitled Wood Carving 82 x 72 cm
Angkatan 1983
HHP Law Firm (purna karya), Dosen Hukum Bisnis FEB UI
“Ketertarikan saya dan keluarga terhadap karya ini karena karya ini seolah membawa pesan bagi para wanita bahwa menjadi cantik adalah merasa nyaman untuk menjadi versi terbaik diri sendiri.
Tidak perlu mengikuti standar kecantikan umum yang dibentuk segolongan masyarakat tertentu yang membelenggu dan tidak realistis.”
Powder coated metal
80 x 40 x 35 cm 2012
Eddy D. Soeparno, S.H., M.H.
Angkatan 1984
Lulusan S1 & S2 FHUI yang nyasar ke dunia perbankan dan keuangan, kini banting setir ke dunia politik. Sekjen PAN selama 10 tahun,å anggota DPR RI 2019-2024 dan 2024-sekarang. Kini mengemban amanah sebagai Wakil Ketua MPR RI
“Saya mengkoleksi karya seni berupa lukisan “by accident” karena meneruskan koleksi lukisan dari almarhum kedua orang tua. Sepeninggalan orang tua baru kami mengetahui bahwa sejumlah karya lukis yang selama ini menghiasi dinding rumah merupakan karya lukis ternama dalam negeri seperti Hendra, Dezentje, Dullah, Men Sagan dan Srihadi. Meski belum memiliki lukisannya, saya sangat mengagumi lukisan karya Raden Saleh, Le Mayeur, Lee Man Fong, Basuki Abdullah (pelukis dalam negeri) dan Renoir serta Rembrandt (luar negeri). Namun saya juga mengagumi talenta serta karya lukis dari Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono akhir-akhir ini.
Karya lukis yang saya tampilkan yang saya belum ketahui judul dan tahun pembuatannya. Mengingat lukisan ini terpajang di dinding rumah almarhum orang tua, kami sempat menyimpannya untuk waktu yang cukup lama pasca memindahkan barang-barang peninggalan orang tua ke rumah kami. Setelah renovasi rumah di tahun 2001, lukisan-lukisan kami keluarkan dari ruang penyimpanan dan memasangnya di rumah dan di situlah kami menyadari kualitas dan nilai sejarah yang terkandung di dalam lukisan-lukisan ini. Karya indah pelukis realisme yang juga merupakan kurator seni Istana Kepresidenan era Sukarno”.
Angkatan 1985
Dewi Soeharto seorang profesional dengan lebih dari 35 tahun pengalaman di multi disiplin ilmu. Mahasiswi pertama yang lulus di angkatan 1985 FHUI, beliau sekarang Partner & Co Head Intellectual Property Rights Practice Group group pada law firm Assegaf Hamzah & Partners dan aktif di bidang pendidikan.
25 tahun lalu mendirikan Sekolah Cikal yang dikenal oleh masyarakat sebagai sekolah berbasis kompetensi dengan ribuan program personalisasi dari tingkat prasekolah hingga sekolah menengah atas termasuk lini pendidikan anak berkebutuhan khusus, serta komunitas pelajar sepanjang hayat, yang juga telah membentuk Kampus Guru Cikal & Teach First Indonesia, lembagalembaga pengembangan karier guru serta Sekolah Murid Merdeka, sekolah blended learning pertama di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Di bidang sosial dan seni, beliau Board of Patron Save the Children Indonesia, Bendahara Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) serta Sekretaris Jenderal Yayasan Mitra Museum Jakarta.
“Memilih karya mas Hanafi yang dibuat dan diakuisisi saat pandemi mengingatkan kita bahwa dalam bencana kita bisa menemukan keberkahan, semangat bertahan hidup dengan cara tetap kreatif. Kayu dan bantal dekat dengan kehidupan kita, digunakan sehari hari sebagai penopang rebahan merenung dan tidur, mengingatkan perlunya beristirahat dari kesibukan kita dan sebagai umat Islam saya meyakini petunjuk Al Qur’an bahwa “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya”tanda betapa kecilnya manusia dan besarnya ketergantungan kita pada Allah”.
Iwan Nurjadin adalah salah satu pendiri Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners Law Firm (NSMP) dan saat ini menjabat sebagai managing partner. Lulus dari FHUI pada tahun 1993 dan melanjutkan studinya di Northwestern University School of Law, di mana ia memperoleh gelar LL.M tahun 1997. Iwan juga berkesempatan bekerja di firma hukum di Amerika Serikat dan Singapura
Iwan berfokus pada praktik utamanya di bidang penerbangan, seperti pembiayaan pesawat, pendirian dan restrukturisasi bisnis maskapai penerbangan, manajemen bandara dan bisnis terkait bandara serta bisnis logistik.
Iwan juga memberikan nasihat tentang transaksi M&A lintas negara, investasi langsung asing, restrukturisasi utang, hubungan industrial, dan masalah korporasi umum Selain klien berbasis penerbangan, ia juga telah memberikan nasihat kepada banyak klien dengan latar belakang keuangan. Ia juga secara teratur mewakili klien yang berfokus pada sumber daya alam, pertambangan, dan investasi aset di Indonesia.
Iwan secara aktif berpartisipasi dalam berbagai seminar, lokakarya, dan konvensi lokal serta internasional tentang industri penerbangan dan maskapai penerbangan. Iwan adalah anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan Interpacific Bar Association. Selain karir hukumnya, Iwan memiliki hobi golf, practical shooting, cross country touring.
“Saya menyukai karya-karya Eko Nugroho karena kemampuan si seniman merepresentasikan perpaduan antara identitas lokal dan global, menciptakan dialog antara budaya tradisional dan modern yang sangat relevan dalam konteks seni kontemporer Indonesia. Gaya visual yang khas dari Eko Nugroho, yang memadukan unsur pop art dan street art, menciptakan pengalaman visual yang dinamis dan menarik perhatian”
Angkatan 1989
Daniel Ginting, lulus FHUI 1989, University of Chicago 2000. Founder and Managing Partner Ginting & Reksodiputro 2010. Founder of Ginting Institute 2017
“Lukisan Hendra Gunawan ukuran kecil jarang ditemui. Biasanya Hendra melukis dengan ukuran kanvas yang besar. Tema lukisan ini menunjukkan bahwa Hendra sangat akrab dengan kehidupan rakyat jelata. Mungkin si akang sedang menjual ayam potong tapi bisa juga Ayam sabung yang banyak dimainkan di kampung-kampung. Dengan jenaka, Hendra menggambarkan bahwa di dalam bekerja pun kita bisa "having fun". Lukisan ini mengingatkan saya akan sabung Ayam di masa kecil sekaligus saya tempatkan di ruang kerja untuk mengingatkan (work & fun)”.
Oil on Canvas 98x65cm 1975
Angkatan 1990
Cindy Djojonegoro adalah founder dari firma hukum William Hendrik & Siregar Djojonegoro dan seorang angel investor di berbagai perusahaan rintisan yang inovatif Sebagai seorang atlet yang berdedikasi, ia telah berpartisipasi dalam berbagai perlombaan Spartan dan kompetisi Hyrox, meraih gelar juara di Kejuaraan Asia Pasifik dan Dunia. Dengan kecintaannya pada seni, budaya, makanan, membaca, bepergian, dan mendaki gunung, Cindy memiliki beragam pengalaman. Ia menikah dengan Dharma Djojonegoro dan merupakan ibu dari dua anak perempuan, Sofia dan Aliana.
“Saya langsung tertarik pada lukisan Arin Sunaryo ini karena warna merahnya yang mencolok, yang memberikan energi instan pada lukisan ini. Bentuk abstraknya, bagi saya, menyerupai Star Trooper dan Yoda dari Star Wars, yang saya dan keluarga saya sukai. Kombinasi ini memberikan daya tarik unik pada karya seni ini, yang beresonansi dengan saya secara pribadi. Yang membuat karya ini semakin menarik adalah, bentuk-bentuk ini dibuat tanpa direncanakan, seperti yang terungkap oleh 3D resin. Proses spontan ini membuatnya semakin memikat bagi saya”.
Enlightenment Has Many Faces #1 and #2
Painting: Pigmanted resin and digital print mouted on wooden panel
Sculpture: Pigmented resin
66 x 62 x 5 cm dan 14 x 14,25 x 31 cm
2017
Angkatan 1991
LL.M., M.Sc.
Setelah lulus Sarjana Hukum dari FHUI pada tahun 1996, Andre melanjutkan pendidikan di Boston University, USA dan mendapat gelar Master of Law (LL.M) tahun 1998 dan Master of Science (M.Sc) tahun 1999. Saat ini Andre adalah Equity Partner di Kantor Konsultan Hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (Dentons HPRP) dengan spesialisi bidang Infrastruktur dan Transportasi serta Technology Media & Telecommunication Saat ini juga aktif dalam beberapa organisasi profesional, yaitu Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Regtech dan Legaltech Inonesia (IRLA), Masyarakat Hukum Udara (MHU) dan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa. Andre juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia periode 2019-2022 dan ditunjuk sebagai Koordinator Relawan pada Gugus Tugas Penanganan Covid19 Nasional. “Pertama kali “jatuh cinta” dengan karya Nyoman Nuarta, seorang maestro seniman patung di Indonesia, adalah karya beliau yg berjudul Borobudur. Saat membangun rumah, kami bercita-cita untuk menaruh karya Nyoman Nuarta di foyer rumah kami. Setelah berhasil menemui dan berdiskusi soal konsep, beliau menawarkan untuk membuat karya khusus yang disesuaikan dengan desain rumah kami. “Dawn” sebuah karya Nyoman Nuarta tahun 2003, selain menggambarkan arah rumah kami yang menghadap timur, juga menggambarkan sebuah harapan baik seperti matahari yang terbit mengawali hari. Merupakan kebahagian tersendiri untuk bisa memiliki special piece dari seorang Maestro”.
Angkatan 1991
Ashoya, alumni FHUI ‘91 saat ini berprofesi sebagai seorang Notaris di Jakarta Selatan. Aktif berkecimpung dalam organisasi yang mewadahi alumni UI sejak 2018. Kunjungan ke museum seni di kota-kota yang dihampiri menjadi agenda tetap, karena selalu penasaran untuk menikmati setiap hasil karya lukis yang memiliki cerita nyata sang pelukis dibaliknya.
“Barli Sasmitawinata adalah seorang realis. Bersama Kelompok Lima Bandung, yakni Hendra Gunawan, Sudarso, Wahdi Sumanta, dan Affandi, ia mengembangkan seni rupa modern Indonesia. Begitu melihat karya ini, saya terpukau. Kesederhanaan kehidupan 4 perempuan dalam bingkai ini seolah-olah menggambarkan jalan hidup saya dengan 3 saudara kandung perempuan saya.
Perempuan harus selalu aktif dalam menjalankan perannya, baik sebagai profesi maupun keseharian sebagai ibu rumah tangga. Dalam suatu kebersamaan, perempuan tidak hanya mampu mempererat hubungan yang terjalin diantara mereka namun akan mampu saling mendorong untuk mendapat hak maupun kesempatan yang setara untuk berkontribusi dalam seluruh aspek di masyarakat & berperan dalam pembangunan bangsa.
Jayalah Almamaterku, Jayalah FHUI !”.
Saat Bertemu
Oil on Canvas
90 x 70 cm
1996
Empat lukisan potrait, 1997 (Anonim). Alexandra, Ashoya, Almaida & Ken Ardhani
Angkatan 1991
pada tahun 1991 dilanjutkan dengan program Magister pada tahun 2006, dan telah memulai karir sebagai konsultan hukum sejak sebelum menyelesaikan kuliah di FHUI. Kecintaan pada karya seni dan sastra sudah ada sejak lama, yang dimulai dengan mengkoleksi beberapa karya seni dan sastra dari seniman asal Indonesia Saat ini bekerja dan menjabat sebagai Direktur di PT Barito Pacific Tbk. dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk., serta Komisaris di PT Chandra Asri Pacific Tbk.
“Kecintaan terhadap hal-hal yang berbau seni sudah ada sejak kecil. Namun baru bisa mewujudkan keinginan untuk mulai mengumpulkan koleksi seni sejak mulai bekerja sekitar tahun 1996 sampai saat ini.
Tidak ada seniman yang paling dikagumi, karena menurut saya, seni adalah ekspresi seorang seniman yang tidak bisa dibatasi oleh selera. Setiap karya seni memiliki keindahan, keunggulan, ciri, tujuan, dan makna sendiri-sendiri yang bisa berubah dari waktu ke waktu seiring perkembangan alam, dunia, pengalaman, dan peristiwa yang menyertai kelahiran karya seni tersebut”.
Play It Right
Hand-built, stoneware clay, underglaze, gloss glaze, gold luster 22k
16 x 23 x 10 cm 2023
Walked Out
Hand-built, stoneware clay, underglaze, gloss glaze, gold luster 22k
17 x 14 x 14 cm 2023
I Hanami You
Stoneware, hand-thrown, handbuilt, engobe
12 x 12 x 35,5 cm 2020
Angkatan 1991
Esti Nurjadin adalah seorang profesional dengan pengalaman luas dalam industri kreatif dan manajemen galeri seni. Setelah menyelesaikan pendidikan S2 Magister Kenotariatan di FHUI pada tahun 2006, sebagai pemilik dari D Gallerie Esti mengelola berbagai pameran seni di Indonesia dan internasional, bekerja sama dengan seniman lokal dan internasional
Ia memiliki peran penting dalam mengoordinasikan pameran di acara seni bergengsi seperti Art Stage Singapore, Art Dubai, Unseen Photo Fair Amsterdam, Art Taipei, dan Focus Fair New York, serta pameran World Bank-IMF di Washington DC, yang memperluas jaringan klien melalui strategi pemasaran inovatif. Di tengah kesibukannya, Esti saat ini sedang menyelesaikan studi S3 di bidang Museologi di FIB UI
Selain aktif di bidang seni dan budaya, Esti juga memiliki dedikasi besar di bidang kesehatan. Ia menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia untuk periode 2018-2024 dan menjadi Board Member dari World Heart Federation pada periode 2020-2022 Dalam keorganisasian, Esti berfokus pada penggalangan dana, peningkatan kesadaran publik, dan advokasi kepada pembuat kebijakan terkait pentingnya pencegahan dan deteksi dini penyakit jantung Saat ini, Esti masih menjabat sebagai anggota Dewan Pengawas Yayasan Jantung Indonesia. Pengalaman ini mencerminkan komitmennya dalam mendukung inisiatif kesehatan dan budaya serta kontribusinya dalam pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung tercapainya generasi emas di masa depan.
“Drawing di atas kertas oleh S. Sudjojono yang menggambarkan suasana kemacetan jalan kota Jakarta tahun 1981 dengan latar belakang Masjid Istiqlal ini berhasil menangkap dinamika kehidupan ibu kota pada masa itu. S. Sudjojono tidak hanya merekam momen keseharian, tetapi juga menyampaikan pandangan sosialnya tentang Jakarta sebagai pusat perkembangan dan perubahan. Bagi saya, mengoleksi karya ini berarti memiliki potongan sejarah autentik tentang Indonesia, khususnya Jakarta, dan menyimpan jejak visual yang penuh makna dari seorang maestro yang menyisipkan realitas sosial melalui setiap garis dan detailnya”.
26 x 36 cm
70 x 70 cm (Framed)
Angkatan 1995 & 2004
• Politisi / Advokat
• Notaris / Entrepreneur di bid Media
“Kakek dan nenek saya percaya ketika kupu-kupu masuk ke dalam rumah, itu adalah pertanda bahwa seseorang akan datang ke rumah
Anda. Lukisan ini telah menjadi simbol kehangatan kita sebagai tuan rumah dalam menyambut tamu-tamunya”.
Kupu-kupu
Dede Fikry adalah partner dalam praktik M&A korporat di Fikry
Gunawan dengan pengalaman lebih dari 14 tahun memberikan nasihat hukum kepada klien korporat
Indonesia dan internasional serta perusahaan-perusahaan ekuitas swasta dalam investasi asing, usaha patungan, merger dan akuisisi, dan divestasi di Indonesia.
Praktiknya mencakup berbagai sektor, termasuk real estat, kesehatan, perhotelan, barang konsumsi & ritel, jasa keuangan, dan teknologi, media & telekomunikasi.
Sebelum mendirikan Fikry Gunawan, Dede mengembangkan karirnya di kantor-kantor cabang di Indonesia dari firma-firma hukum internasional ternama: Clifford Chance, Allen & Overy, Baker & McKenzie dan Freehills, bekerja bersama tim pengacara internasional dalam transaksi M&A domestik dan lintas batas. Pada tahun 2007, ia bekerja selama satu tahun di pemerintahan sebagai anggota staf khusus Presiden Indonesia untuk urusan luar negeri. Beliau memiliki pengetahuan yang luas tentang pasar Indonesia dan berpengalaman dalam mengelola transaksi di Indonesia.
“Karya ini mengangkat pengalaman para pegiat seni pada periode pasca tragedi G 30S PKI, di mana ruang berkarya dan berkegiatan seni (seperti paduan suara) dibayangi ketakutan karena diasosiasikan dengan LEKRA dan gerakan komunis, menjadi pengingat bahwa kebebasan berkesenian di zaman sekarang merupakan hal yang harus disyukuri”.
IWAN EFFENDI
Tin: Perplexed
Charcoal, soft pastel on paper
56.5 × 76 cm (unframed), 67.3 × 86.5 × 5 cm (framed) 2023
Angkatan 2003
“Intelligence embodies the strength of integrity and the courage to seek truth fearlessly”.
Mix
180
Angkatan 2004 & 2002
S.H. & Tiza Mafira, S.H.
Aji dan Tiza adalah pasangan yang sama-sama lulus dari FHUI. Keduanya sama-sama memilih karir di persimpangan antara hukum dan kebijakan publik. Aji lebih fokus pada sektor teknologi dan digital, sementara Tiza pada lingkungan dan perubahan iklim.
Suatu hari di sekitar tahun 2017an, di tengah kesibukan kerja, Aji menjemput Tiza untuk makan siang di suatu kantor di daerah SCBD. Di sana kebetulan sedang ada lelang lukisan maestro Indonesia. Sejak itu Tiza dan Aji mulai menggemari koleksi lukisan dan menghadiri acaraacara lelang seni. Hobi ini berlanjut dengan rutin menghadiri berbagai pameran-pameran seni sampai sekarang.
“Layaknya Republik Indonesia, Nunung WS adalah simbol kontradiksi. Sosoknya terlihat tradisional dan sederhana, namun karya-karyanya modern dan tidak konvensional. Lagi-lagi, layaknya Republik Indonesia yang ingin keluar dari citra tradisional dan tersematkan identitas global. Tidak banyak perempuan yang mengambil gaya abstrak geometris di Asia. Apalagi yang berkarya hingga lebih dari enam dekade sejak 1970an. Nunung WS adalah anomali yang perlu dirayakan”.
125 x 160 cm
2020
Angkatan 2007
Aryanti Artisari, merupakan lulusan Magister Kenotariatan FHUI
angkatan 2007 Saat ini aktif sebagai Notaris & PPAT di Jakarta Selatan
“Lukisan yang bertemakan panen padi ini merupakan warisan dari almarhum ayah saya. Menurut fengshui, arti dari lukisan ini adalah kemakmuran dan rejeki yang berlimpah.
Saya menyukai lukisan ini karena mengingatkan saya akan jasa para petani dan betapa beratnya menanam padi sampai menjadi beras. Membuat saya merasa bersyukur atas banyak hal dalam hidup”.