2 minute read

Koaksi Indonesia, Simpul Jejaring dan Pembelajaran untuk Menciptakan Ekosistem Pengembangan Energi Terbarukan

Kian tahun dampak perubahan iklim terus terasa, salah satu penyebab yakni akibat meningkatnya jumlah emisi karbon di udara. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara penghasil emisi karbon yang terbesar keempat di dunia. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengganti sumber energi dari fosil batu bara dan minyak bumi menjadi energi terbarukan. Yayasan Coaction Indonesia atau Koaksi Indonesia (dalam bahasa Indonesia), menjadi salah satu organisasi nirlaba yang berperan sebagai simpul jejaring dan pembelajaran ide-ide inovatif untuk berkontribusi pada program-program pembangunan berkelanjutan di seluruh nusantara.

Advertisement

Organisasi yang resmi berdiri sejak tanggal 16 Maret 2017 dan berbasis di Jakarta ini didirikan oleh para pendiri yang sebelumnya tergabung sebagai tim ahli dalam Satuan Tugas Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan di bawah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said (20142016). Para pendiri ini sepakat untuk tetap melanjutkan upaya agar pengembangan energi terbarukan tetap dalam terlaksana mencapai target, walaupun masa jabatan mereka telah berakhir di kementerian tersebut.

Adapun target tim ini yaitu untuk merekomendasikan dan mendorong kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan pendanaan dan investasi energi terbarukan, transfer dan penyebaran teknologi energi terbarukan ke seluruh wilayah Indonesia, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan terobosan pendidikan.

Dalam kesempatan ini, Act Global mewawancarai Ibu Verena Puspawardani, selaku Director Program di Koaksi Indonesia. Beliau telah memiliki lebih dari 15 tahun pengalaman kerja dalam isu-isu perubahan iklim dan energi. Dalam wawancara yang telah dilakukan Ibu Verena menjelaskan bahwa ada tiga pendekatan yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia yakni:

1.

2.

3. Advokasi kebijakan yang berhubungan dengan terobosan kebijakan dan pendanaan. Kampanye, dengan tujuan untuk menyadar tahukan masyarakat terutama untuk orang muda menyuarakan dan menggunakan energi terbarukan. Kolaborasi, sebab disadari bahwa untuk membangun ekosistem energi terbarukan tidak mungkin dilakukan secara sendiri.

Kendala terbesar yang dihadapi oleh Koaksi Indonesia yakni dalam hal advokasi, yang mana terkadang diperlukan kajian dan diskusi ulang bersama Pemerintah untuk memperoleh kesepahaman dan kesepakatan. Untuk mendapatkan jalan tengah maka perlu dilakukan diskusi kembali hingga ditemukannya sebuah keselarasan. Selain advokasi kebijakan, adapun hal penting lainnya yakni menyadar tahukan masyarakat mengenai perubahan iklim dan pentingnya perubahan energi menjadi energi terbarukan. Terobosan di bidang SDM menjadi salah satu alasan Koaksi Indonesia akhirnya mengkampanyekan Green Job, sebab apabila kita hendak melakukan terobosan kebijakan maka kita memerlukan orang-orang yang ahli dalam kebijakan, begitu pula dalam hal pengembangan teknologi, sangat diperlukan banyak teknisi-teknisi yang memadai dan menjangkau daerahdaerah lokal atau pelosok oleh sebab itu pengembangan SDM sangatlah penting.

Direktur Program Koaksi Indonesia Verena

mengatakan adapun beberapa hal yang

sampaikan yaitu: Puspawardani, ingin Koaksi

1.

2.

3. Peluang hidup kita akan lebih baik jika sumber energi kita berbasis pada energi terbarukan. Termasuk bagaimana kita dapat menciptakan dan terjun ke dalam industri Green Jobs. Dengan mengetahui isu green jobs sejak dini, maka anak muda memiliki opsi untuk dapat memilih bidang pendidikan maupun pekerjaan yang mempunyai potensi Green Job lebih tinggi. Dimana Indonesia sendiri tengah mengalami bonus demografi dengan 70% populasinya berada di usia produktif, 15-64 tahun. Diharapkan anak muda dapat meraih peluang ini, memilih dan bergerak dengan adanya momentum ini. Teman-teman yang memiliki akses lebih mudah terkait internet dan informasi, juga memiliki pilihan terhadap hidupnya untuk menjadi lebih baik. Selain itu juga, diharapkan bagi kita yang mengetahui isu ini agar dapat menyebarluaskan informasi ini berdasarkan bahasa dan cara yang lebih dekat dengan lingkungan komunitas masing-masing.

This article is from: