
5 minute read
ISLE BALI: Menuju Industri Pariwisata dan Perhotelan Lebih Ramah Lingkungan, Berkelanjutan dan Adil
from Jaga Bumi Zine
by actglobalcic
Lokawarna

Advertisement

Apa itu Isle Bali ?
Isle Bali adalah Indonesian Brand yang didirikan pada tahun 2018. Isle Bali berkomitmen untuk menghadirkan industri pariwisata dan perhotelan yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, adil. Dengan inisiatif CSR (Corporate Social Responsibility), mereka mendukung pengumpulan sampah, proyek pembersihan pantai, sumbangan panti asuhan, fasilitas ruang hijau di properti yang kami kami kelola, dan banyak lagi.

VISI
“Isle Bali percaya bahwa industri pariwisata dan perhotelan dapat lebih dari sekedar berorientasi bisnis tetapi lebih ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal.
MISI
Untuk menghadirkan layanan pariwisata dan perhotelan yang adil kepada mitra bisnis, pelanggan, dan alam
PROFIL PENDIRI
Ahliana (Lia) Sarjana Pendidikan Bahasa Jepang dari Universitas Negeri Surabaya. Lebih dari 15 tahun berkecimpung dalam dunia pariwisata dan perhotelan maupun online travel agent di Bali.
Gede Antara, lulusan D3 Pariwisata STP Nusa Dua. Lebih dari 20 tahun berkarir di dunia pariwisata dan perhotelan termasuk ke Dubai - UEA
Mbak
Ahliana Adventures dan selaku
Founder Isle Bali Hospitality and Environmental Officer di Grand Hyatt Bali mengatakan bahwa hal yang memotivasi beliau untuk mengembangkan pariwisata yang lebih berkelanjutan di Pulau Bali, yakni akibat keprihatinannya melihat Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya yang belum mengaplikasikan pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism) secara maksimal dan optimal. Seperti halnya masalah sampah di darat, sungai, laut dan juga masalah air bersih, sanitasi, dan air bawah tanah yang semakin berkurang.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam menjalankan pariwisata yang berkelanjutan yakni:
01.
02. Kesadaran dan pola pikir masyarakat yang masih acuh tak acuh terhadap pelestarian lingkungan. Banyak yang malas untuk memilah sampah, mengompos, dll
Pemerintah pusat maupun daerah yang kurang
menjalankan Law Enforcement atau
hukum terhadap pelanggar dan/atau
penegakan bisnis-bisnis yang merusak, mencemari, mengotori lingkungan. Tidak adanya hukuman, sanksi, denda yang keras dan mengikat guna mendapatkan lingkungan yang sehat, bersih, berkelanjutan.
03.
Fasilitas dan infrastruktur yang belum menunjang terciptanya pariwisata berkelanjutan. Misal: tidak ada pemilahan sampah yang jelas di tempat-tempat wisata, dll. Sejauh ini yang jauh lebih peduli adalah bisnis atau perusahaan swasta bahkan perusahaan yang didalamnya banyak ekspatriatnya atau pegawai asing. Menurutnya Pemerintah seharusnya lebih mengaplikasikan penegakan hukum untuk warga yang merusak dan/atau mengotori lingkungan. Dengan hukuman yang lebih berat, sanksi atau denda lebih tinggi, kedisiplinan para petugas penjaga lingkungan dan seluruh jajaran pejabatnya, maka negara ini akan bisa lebih bersih, sehat, dan benar-benar menjalankan sistem ekonomi yang berkelanjutan dimana itu juga mencakup pelestarian dan penjagaan lingkungan. 44
Circular Economy atau ekonomi sirkular, dimana daur ulang dan pengurangan penciptaan sampah dilakukan dengan maksimal. Upaya zero waste atau nol sampah sungguh-sungguh dijalankan dan dikawal dengan ketat. Jangan ada ruang untuk korupsi dan kompromi.

Menurut Ahliana untuk potensi pekerjaan hijau bagi pemuda terlebih di bidang pariwisata saat ini sudah mulai bagus. Sudah mulai banyak perusahaan yang mencari posisi: Sustainability Officer atau Manager, Environmental Officer atau Manager, dan posisi lain yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan. Walaupun belum terlalu umum, namun kedepannya akan lebih banyak. Selain itu PBB juga sudah punya SDGs (Sustainable Development Goals) dengan deadline tahun 2030. Ahliana yakin sebelum tahun 2030 akan banyak bisnis yang ingin usahanya lebih Go Green atau environmentally friendly.

Hyatt corporate sendiri sudah mencanangkan 2030 Environmental Goals dengan deadline di tahun 2022. Kita perlu bergerak langsung dan mengajak para pemuda kita untuk ikut terjun langsung mengikuti kegiatan Go Green. Kegiatan sukarela atau volunteering, kemudian juga dapat melakukan penghijauan sederhana di rumah seperti halnya mengompos, memilah sampah, dll.
Sebagai seorang Environmental Officer di Grand Hyatt Bali, beliau melihat bahwa pelan-pelan di Bali sudah mulai sering melakukan aksi-aksi nyata yang berkaitan dengan pariwisata berkelanjutan misalnya Bali’s Biggest Clean Up yang diinisiasi oleh Bye Bye Plastic Bags, Bali Hotels Association (BHA) memiliki Green Champions dari semua membernya yang berjumlah lebih dari 100 hotel di Bali - kegiatan Green Champions ini misalnya: melakukan inisiatif Go Green di hotel-hotel mereka pada acara-acara tertentu seperti World Water Day, Earth Hour, Sustainable Food Festival, dll.

Kemudian ada beberapa NGOs atau small businesses yang mulai mengajak para pelaku pariwisata untuk lebih mencintai lingkungan misalnya: Sungai Watch dengan membersihkan sungai di Bali, Plastic Bank Indonesia dengan program recycling plastiknya, Octopus dengan para pelestariannya, Parongpong dan Ecoworld dengan program Kesan (Kresek Kesadaran) yaitu mendaur ulang masker sekali pakai, Magic Farm dengan pengomposan sisa makanan menggunakan maggot, Eco Enzyme Nusantara yang mengompos sisa makanan segar untuk jadi cairan multiguna, dan masih banyak lagi. Inisiatif-inisiatif diatas dan juga para pelakunya memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kualitas dan aksi nyata pariwisata berkelanjutan. Bukan hanya trend.
Adapun beberapa stigma bahwa gaya hidup berkelanjutan lebih mahal, hal tersebut dibenarkan oleh Ahliana. Karena harga dari barang-barang yang lebih ramah lingkungan faktanya lebih mahal dari yang berbasis bahan-bahan kimia atau sintetis. Tetapi, hal yang harus diingat bahwa bahan-bahan kimia atau sintetis tersebut memang lebih murah dan mudah didapatkan, namun memiliki dampak buruk untuk kesehatan dan lingkungan saat ini maupun di kemudian hari.
Bagaimanamenghapusstigmatersebut?
Menurut Ahliana yakni dengan mencoba alternatif lain yang lebih terjangkau, misalnya: membuat sabun mandi sendiri dari bahan-bahan natural, mengompos sisa makanan untuk dijadikan pupuk sehingga tidak perlu beli pupuk kimiawi, membuat eco enzyme yang bisa dipakai untuk deterjen cuci baju - sabun cuci piring - dsb, mendaur ulang kain atau baju bekas untuk dipakai lagi, memanfaatkan limbah kosmetik kadaluarsa untuk jadi pembersih furniture, menjual jelantah bekas ke Yayasan Lengis Hijau untuk di daur ulang jadi biodiesel, dan masih banyak hal lainnya yang bisa kita lakukan untuk melindungi lingkungan.
Harapan Beliau kedepannya adalah agar pemuda-pemudi di Indonesia bisa ‘membangun’ atau bergerak untuk lebih mencintai dan menjaga bumi ini. Kemudian dari kesadaran pemuda pemudi itu, mereka akan berusaha untuk membangun bisnis yang hijau, menciptakan peluang-peluang yang hijau, dan aktif serta berani untuk mengingatkan bahkan mengkritik pemerintah maupun swasta yang terindikasi merusak lingkungan. Berawal dari kesadaran, kemudian aksi nyata, dan upaya keras untuk berkolaborasi dengan semua pihak untuk menciptakan Indonesia yang lebih hijau, ekonomi berkelanjutan yang menguntungkan semua pihak termasuk alam dan lingkungan. Menuju Circular Economy, berusaha semaksimal mungkin mengaplikasikan zero waste.
Kurnia Wardani M.J