5 minute read

Energi Terbarukan dan Pekerjaan Hijau Sebuah Misi

Next Article
Tim

Tim

Dengan peran Indonesia dalam menangani perubahan iklim ini, menjadi penting bagi masyarakat Indonesia untuk lebih peka terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi.

Indonesia adalah salah satu negara yang bergantung pada sumber daya alam dan pertanian sebagai sektor yang berkontribusi besar dalam pendapatan dan keberlangsungan perekonomian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan tantangan perubahan iklim yang sudah ada di depan mata ini, sudah pastinya penurunan mutu lingkungan ini menjadi ancaman yang berpengaruh terhadap perekonomian.

Advertisement

Dengan demikian, gagasan dalam mengurangi dampak perubahan iklim khususnya penurunan kualitas lingkungan ini menciptakan peluang baru yaitu pekerjaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (green jobs) yang memberikan harapan baru dalam perekonomian dan pemulihan mutu lingkungan.

Green Jobs menurut ILO dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang layak bagi semua, ramah lingkungan, serta berkelanjutan. Dikutip melalui ilo.org, Green Jobs diprakarsai pada tahun 2007 oleh ILO, Program Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme) dan Konfederasi Serikat Pekerja Internasional (International Trade Union Confederation).

Kemudian Organisasi Pengusaha Internasional (International Organization of Employers) bergabung dengan prakarsa ini tahun 2008. Green Jobs ini diluncurkan dalam rangka mengajak berbagai lapisan masyarakat dan pemerintah dalam menciptakan pekerjaan yang layak dan dapat melestarikan lingkungan.

Green Jobs terdiri dari berbagai bidang yang potensial dalam menangani dampak perubahan iklim diantaranya: memulihkan stok dan konstruksi hijau yang ada, pengolahan limbah dan daur ulang, transportasi umum, pertanian dan produksi pangan yang berkelanjutan, kehutanan yang berkelanjutan (bersertifikasi) dan mencegah deforestasi, pengelolaan manufaktur dan rantai pasokan, suplai dan efisiensi energi, pelestarian biodiversitas dan ekosistem.

Dikutip melalui coaction.id (2019) menyatakan bahwa Green Jobs merupakan bisnis yang paling menjanjikan pada abad ke-21 dan menjadi “green” merupakan langkah bisnis yang cerdas dan baik untuk lingkungan. Dengan potensi perkembangan nilai bisnis yang bisa mencapai US$ 1.370 Miliar pada tahun 2020, green jobs menawarkan peluang bisnis yang begitu besar. Kemudian dikutip melalui katadata.co (2019) menurut Laporan World Economic Forum menunjukkan transisi hijau di tiga sistem sosio-ekonomi yaitu pangan, pemanfaatan lahan dan laut; infrastruktur dan lingkungan buatan; serta energi dan industri ekstraktif dapat menghasilkan peluang bisnis senilai US$ 10,1 triliun dan 395 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2030.

Dewa Ayu Agung Utami Sawitri

Melihat perubahan iklim dan pemanasan global yang semakin tak terbendung. Refi Kunaefi berbalik arah. Sebelumnya, Ia bekerja sebagai sebagai insinyur lapangan kemudian manajer operasi lapangan untuk perusahaan jasa minyak & gas terbesar di dunia, Schlumberger. Refi sendiri meraih gelar Magister Manajemen Energi & Lingkungan dengan program beasiswa bergengsi dari Total EP Indonesie di Ecole des Mines de Nantes (Prancis), dan gelar Teknik Mesin dari Universitas Indonesia di bawah Program Kepemimpinan Beasiswa GE.

Membaca dan dan mengikuti perkembangan dunia, Refi memutuskan mundur. Meninggalkan zona nyamannya. Sejak 2013, Ia memilih pindah ke perusahaan yang lebih mendukung ide-ide keberlanjutan dan energi terbarukan. Refi bergabung dengan Akuo Energy Indonesia.

Akuo Energy Indonesia merupakan Independent Power Producer yang fokus hanya dalam pengembangan energi terbarukan. Fokus pengembangan Akuo Energy berpusat pada pengembangan sumber energi terbarukan matahari/solar PV, Angin/wind, Air/Hydro, dan penyimpanan energi/energy storage). Sejak tahun 2012, Akuo Energy bertujuan untuk mendukung program pemerintah dalam mencapai target transisi energi dengan implementasi energi terbarukan (ET) di Indonesia. Pada tahun 2018, Akuo telah membangun pembangkit listrik hibrida terbesar di Indonesia (kombinasi Solar PV - Energy Storage - MicroHydro - dan Diesel Genset) kepada lebih dari 1700 orang di Berau, Kalimantan Timur.

“Hari-hari, Akuo Energy Indonesia fokus dalam aktivitas pengembangan energi terbarukan antara lain: kajian kelayakan proyek –ekonomi, lingkungan, teknis, sosial, proses perizinan proyek, pembiayaan, dan pengoperasian pembangkit Listrik ET,

” terang Refi.

Berbicara mengenai energi terbarukan, Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengelolaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Pada Acara Young Engineer Festival 2021 “Shaping The Future of Indonesia” oleh Forum Insinyur Muda - Persatuan Insinyur Indonesia (FIM-PII), pada 5 Desember 2021, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dr. Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa potensi yang begitu besar tersebut sayangnya masih belum dimanfaatkan dengan baik.

Sebagai contoh Indonesia mempunyai potensi pengembangan energi terbarukan tenaga surya sebesar 3.295 Gigawatt, namun pemanfaatan dari sumber energi ini baru sebesar 194 Megawatt. Begitupun untuk sumber-sumber energi terbarukan lainnya. Data dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan Dan Konservasi Energi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Indonesia sendiri mempunyai potensi sumber energi terbarukan yang cukup beragam. Sebut saja, Tenaga surya, bioenergi, panas bumi, arus laut, energi hidro dan sebagainya. Potensi ini juga tersebar di seantero Indonesia. Misalnya, potensi energi hidro di Kaltara, NAD, Sumbar, Sumut, dan Papua atau potensi energi Surya di NTT, Kalbar, dan Riau.

Selanjutnya, dalam paparan yang sama, Dirjen EBTKE

memaparkan bahwa harga EBT di dunia terus

menurun sehingga bisa kompetitif dengan energi fosil. Berdasarkan laporan McKinsey (2019), harga EBT akan lebih murah dibanding harga fosil di sebagian besar negara di dunia pada tahun 2030. Selain itu, teknologi pemanfaatan energi baru terbarukan semakin berkembang setiap saat. Pengembangan teknologi baru, seperti hydrogen (fuel cell) dan nuklir skala kecil (SMR) akan membuat pemanfaatan potensi EBT yang berlimpah menjadi lebih optimal. Yang penting juga, perihal pendanaan, Green Financing mulai menjadi skema pembiayaan yang mainstream untuk pembangunan infrastruktur di dunia. Sebagai hasilnya, portfolio pendanaan pembangkit energi baru terbarukan, yang bersifat hijau, akan lebih mudah didapatkan.

Melihat potensi yang ada, pengembangan energi terbarukan memang harus terus didorong dan diakselerasi. Pemerintah sebagai stakeholder yang mempunyai peran paling penting harus berperan aktif dalam mengupayakan pengembangan energi baru dan terbarukan. Act Global mencoba bertanya kepada Refi mengapa pengembangan energi terbarukan sulit berkembang di Indonesia. Menurutnya, salah satu yang menyebabkan energi terbarukan susah berkembang di Indonesia adalah karena ketidakkonsistenan dalam implementasi rencana baik yang sudah ada. Selain itu, Indonesia sendiri berencana untuk mencapai Net Zero emission pada tahun 2060. Dan menurut Refi, mengingat pentingnya misi tersebut, semua orang harus urun daya dalam membantu mensukseskan tujuan tersebut.

“Harus tercapai, Net Zero emission by 2060 adalah kewajiban, tugas kita semua untuk mensukseskan agenda bersama tersebut, ” ujar Refi.

Menurut Refi, sebagai masyarakat awam, kita bisa berkontribusi dengan mendukung proyek-proyek terbarukan, berkontribusi sebagai tenaga kerja, membangun kesadaran masyarakat tentang energi terbarukan, konservasi energi, dan pelestarian lingkungan. Dan dalam konteks kehidupan sehari-hari, Refi menyarankan untuk mulai menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Misalnya dengan menghemat penggunaan energi dan sebaik mungkin untuk mengurangi produksi sampah harian.

This article is from: