Pokok Ati Seneng (PKASN), Sepak Bola Antara Supporter dan Culture, Zine Volume 7 tahun 2022

Page 1

SepakBola antara supporter Dan culture volume 7

Ucapan Terimakasih

Kepada tuhan seluruh alam dan kawankawan yang telah mendukung kami dalam merilis sebah tekad dan semangat, didalam zine pokokatiseneng vol 7 ini. Dalam perancangan zine ini telah melebihi batas standart dengan apa yang telah ditentukan pada timeline Karena faktor-faktor duniawi, mengakibat rilisan zine ini jadi melambat.

Dalam tema yang diusung “Sepak Bola antara supporter Dan culture” tema kali ini akan mengupas tentang dunia supporter bola yang sering menjadi pertanyaan dikepala. Ditambah dengan setiap lika-liku dunia sepak bola yang selalu menciptakan banyak peristiwa dan permasalahan.

Terlebih soal perjuangann yang tiada henti, tiada lelah dalam melakukan kerja-kerja ideologis. Dalam capaian yang luar biasa dan hebat, zine pokok ati seneng berhasil merilis 7volume zine, dalam 12bulan ditahun 2022. Semua ini bukan apa-apa tanpa bantuan dan solidaritas kawan-kawan yang selelu menyertai jalannya zine pokok ati seneng.

TULISAN Membaca Sepak Bola; dari Ideologi, Politik, sampai Budaya Kekerasan 01
KARYAILUSTRASI SASTRA by Ramiz 07 by rudi | larutkopisenja Sebaris Sajak dan Secangkir Kopi 19 Kapitalisme di Balik Tragedi Kanjuruhan 09 by Andika
Pratama Perlawanan pada Penjajahan 15
Petani Telah Mati Kehilangan Generasi, Kita Masih Tak Peduli 20 by nohan
Didera Derita Masa Silam 21 by
Delia
14
Daftar isi
Yudhistira
by Odi Shalahuddin
wijaya
Rhefaldi Ardiansyach
Putra

Team Redaksi

Seluruh aktivitas @pokokatiseneng

atau pkasn, dikemudikan oleh satu

orang yang bernama M Rifki

Kurniawaan, alias rifki. baik

penyusunan zine dan aktivitas media sosial dikelola seorang diri.

Apabila terdapat jadwal yang molor

itu akibat dari kesibukan pribadi yang mengharuskan menunda beberapa saat untuk rilis

AgakNgawurdanUgalUgalan,ituPokokAti Seneng

Singkat dan padat, prinsip pokok ati seneng itu dilandasi dengan hati yang senang,, tentunya bahagia.

M R I F K I K U R N I A W A N

MembacaSepakBola; dariIdeologi,Politik, sampaiBudaya Kekerasan

“Sepak bola lebih serius dari persoalan hidup dan mati” kutipan tersebut diambil dari Bill Shankly legenda Liverpool. Sepak bola tidak sesederhana sebuah olahraga semata, sepak bola punya dunianya sendiri dengan gerakan sosial, budaya bahkan intrik politik yang terbangun dalam sejarah panjangnya.

Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan setidaknya 135 orang menambah catatan kelam. Tragedi kerusuhan terbesar ketiga dalam sejarah sepak bola dunia Dalam memandang sepak bola sebagian orang menganggap sepak bola adalah sebatas olahraga selama 90 menit atau sebuah permainan yang tidak terlepas dari menang dan kalah Maka menjadi keheranan tersendiri jika sepak bola dapat mengambil nyawa orang yang menontonnya. Namun, harus kita akui sepak bola menjadi olahraga paling populer di muka bumi ini

Sudah berapa juta anak di dunia ini yang bermimpi menjadi pemain sepak bola profesional, jutaan lainnya menggantungkan hidup pada sepak bola dan jutaan berikutnya sepak bola dianggap identitas atau harga diri sebuah kota atau negara yang patut untuk diperjuangkan Kemunculannya tidak serta merta lahir begitu saja, sepak bola memiliki sejarah panjang dan rumit. Sepak bola modern mulai muncul ketika industrialisasi sedang mencapai puncaknya pada paruh abad ke-19 di Inggris Kemudian dengan cepat tersebar seantero belahan dunia, lalu mengakar dan membentuk budaya dimana sepak bola tumbuh dengan subur.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 01
Fatah Akrom

AwalMulaSepakBoladanBudayaKekerasan

Sejarah sepak bola tidak terlepas dari revolusi industri, kelas pekerja dan kekerasan Jika ditinjau dari rumah sepak bola modern berasal, pada paruh abad 19 bisa dipastikan setiap kota industri maka disitu ada klub sepak bola. Ketika Liga Sepak Bola Inggris dimulai, setengah dari peserta liga berasal dari wilayah industri, mulai industri gelanggang kapal, perkeretaapian dan lain sebagainya. Tersebar di wilayah seperti Greater Manchester, Greater Merseyside dan Lancashire County Hal tersebut juga dialami oleh kota industri Eropa lainnya seperti Milan, Turin, dan Catalonia. Kota tersebut memiliki karakter yang sama seperti kota Manchester karena dukungan dari para pekerja pendatang.

Lukisan yang menggambarkan awal mula sepakbola modern di Inggris Salah satu permainan populer pada masa Raja Edward II di Britania Raya

Mengutip tulisan dari laman Hooliganfc sepak bola mulai mendapatkan popularitas di Inggris pada abad ke-13 Pada waktu itu pertandingan sepak bola menampilkan pertandingan antar desa pada hari libur keagamaan. Dalam pertandingan tersebut bola yang digunakan berupa kandung kemih babi serta permainan yang kasar. Jauh sebelum sepak bola setenar sekarang Raja Inggris-Edward II sempat khawatir dengan permainan tersebut, karena dapat mengganggu ketenangan umum Pada tahun 1314 Raja Edward II melarang masyrakatnya bermain sepak bola.

Kekhawatiran Raja Edward II terbukti ketika sepak bola Inggris terjadi aksi hooliganisme lebih dari lima abad kemudian Sepak bola pada mulanya hanya sebuah hiburan murah bagi para pekerja lalu mulai menjelma menjadi fanatisme bahkan sampai ekstremisme dalam memberikan dukungan bagi klub sepak bola tertentu Mereka lalu mengorganisir dan memiliki ikatan setiap anggotanya baik itu latar belakang ekonomi, budaya, agama, maupun ideologi. Sebut saja Hooligan di Inggris, Ultras di Italia, Barabravas di Argentina, Mania di Indonesia dan lain sebagainnya, menjadi hal yang tak terlepaskan dari budaya kekerasan di sepak bola.

Sebutan hooliganisme sendiri sudah ada sejak akhir era 1800-an, saat itu sebutan ini dipakai untuk suporter sepak bola saat perang dunia ke-2 yang kerap membuat onar Ada beberpa teori menyebutkan asal usul kata hooligan ini berasal dari sebuah keluarga asal Irlandia yang tinggal di London. Mereka kerap berbuat rusuh yang kemudian menjadi inspirasi lahirnya kata hooligan

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 02

Keluarga tersebut memiliki nama Holy Hands yang terkenal dengan tindakan anarkisnya sehingga kata itu dipakai untuk menyebut nama penjahat.

Kebrutalan dan budaya berkelahi dalam sepak bola bukan hal baru. Merujuk pada latar belakang mayoritas suporter berasal dari kelas pekerja di Inggris Kelas pekerja adalah kelas sosial yang banyak menggemari sepak bola karena relatif murah dari pada cricket atau berkuda yang menjadi tontonan elite pada waktu itu Sejarah juga mencatat kelas pekerja adalah kelas sosial yang sering berkelahi di Inggris selama era 1800-an. Banyak terlihat perkelahian di sudut-sudut kota kecil di Inggris yang berkelahi karena mabuk, hal tersebut akibat menjamurnya banyak Bar

Begitu juga Ultras di Italia, Ultras pertama kali muncul dalam sepak bola Italia pada periode 1960-an, istilah ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap komersialisasi dan invasi kapitalisme dalam dunia sepak bola Bentuk-bentuk perlawanan itu dimunculkan secara eksplisit dengan menonjolkan simbol-simbol kelompok, terutama simbol yang terafiliasi dengan ideologi politik tertentu, seperti swastika dan palu arit. Reputasi Barabavas di Amerika Latin juga cukup mentereng di kalangan pendukung sepak bola. Mereka merasa jauh lebih baik dari pada ultras dan hooligan di Eropa yang hanya mabuk dan bertengkar Barabravas lebih rumit dibandingkan kebanyakan hooligan di Inggris yang kebanyakan adalah orang-orang yang mencari perkelahian di akhir pekan

Sebagai sarana katarsis di Argentina Barabravas lebih memiliki hubungan dengan politisi, polisi dan manajemen klub Pepe Diaz seorang Barabravas Boca Junior pernah mengungkapkan bahwa di Inggris kalian berpikir hooligan itu yang terkuat, tapi mereka tidak bisa dibandingkan dengan kami Yang mereka lakukan adalah minum dan melawan. Kita minum, berjuang dan juga melakukan bisnis. Kami bukan hanya monyetmonyet yang bernyanyi untuk klub di stadion dan kemudian saling membunuh di jalananan. Mereka bisa belajar satu dua hal dari kami.

DariBisnis,Identitas,PolitikbahkanAgama

“Kick Politics out of football.” Ungkapan ini sering kita dengar dalam sepak bola modern, tapi apakah hal tersebut bisa benar-benar terjadi? Dalam perkembangannya sepak bola sedari dulu menjadi ruang memperjuangkan ekspresi politik dari paling kiri hingga paling kanan. Bahkan tidak sedikit klub sepak bola berdiri atas tujuan politik. Jadi, tak ayal sepak bola dapat menggerakkan massa yang besar dan suporter menjadi hal yang sangat sakral. Sampai sakralnya lebih dari ratusan klub mempensiunkan angka 12 sebagai wujud penghormatan terhadap suporter

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 03

Bisnis sepak bola adalah hal yang menggiurkan. Signal Iduna Park adalah contoh kesempurnaan bagaimana sebuah klub mengakomodasi keuntungan suporter. Kapasitas stadion milik Borussia Dortmund 80.000 penonton dengan lebih 24.000 penonton tanpa tempat duduk dikhususkan untuk suporter fanatik Dortmund, di kenal dengan nama The wall. Maka tak dipungkiri jika ada segelintir orang akan tidak jauh dari bisnis dan politik kepentingan untuk kelompok tertentu.

”Catalonia is not spain” adalah salah satu narasi politik yang di bentangkan suporter Barcelona yang menentang otoriterisme Spanyol terhadap bangsa Catalunya

Seperti halnya Barcelona mempunyai slogan yang sangat kontra dengan Real Madrid, “Kita boleh kalah dengan siapa saja, tapi tidak dengan Madrid” FC Barcelona adalah ideologi dan simbol perlawanan bangsa Catalan, seharusnya perlawanan mereka tertuju pada bangsa Castilan dan klub-klub sepak bola pendukung kerajaan Spanyol seluruhnya. Hal tersebut terjadi karena Real Madrid adalah klub dari ibukota Spanyol. Klub dari ibukota Spanyol tidak hanya Real Madrid, ada Atletico Madrid sebuah klub Angkatan Udara yang dalam sejarahnya tentara yang membantai penduduk Catalan saat perang saudara.

Tapi rivalitas Barca dengan Atletico tidaklah sekental dengan El Real. Arti kata Real dan simbol mahkota di atas lambang klub ibu kota tersebut memiliki sejarah dimana pada awal berdirinya, tidak ada nama Real pada klub ibu kota ini, hanya Madrid FC.

Penambahan kata ‘Real’ pada awalan klub ini diberikan oleh Raja Spanyol, Alfonso XIII pada tahun 1920 seperti pemberian sebuah gelar the royal (bangsawan) bagi klub yang mewakili hegemoni sang Raja tersebut.

Bahkan konflik agama menjadi bumbu penyedap di sepak bola Israel, Hapoel Tel Aviv berdiri sejak 1923 yang sangat dekat dengan kaum kelas pekerja Hapoel sendiri berarti pekerja yang dari namanya sudah menggambarkan haluan politiknya, mereka menentang rasisme dan zionisme Di liga Israel, Hapoel punya rival abadi yaitu Beitar Jerusallem FC yang justru sangat rasis dan fasis. Mereka tak pernah mau menerima pemain berkulit hitam, muslim atau berketurunan Arab.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 04

Pernah di tahun 2013 menolak keras 2 pemain baru muslim yang langsung diprotes keras. Berbeda dengan Hapoel yang terbuka untuk semua negara dan agama, mereka anak semua bangsa. Tak hanya di Stadion Hapoel juga mengambil andil dalam demontrasi jalanan bersama buruh dengan menyuarakan isu feminis dan lingkungan.

Sepak Bola, Mulai dari Menghentikan Perang Sampai Menggerakkan

ArabSpring

Didier Drogba, pada hari berakhirnya perang saudara Pantai Gading. Pertandingan Pantai gading melawan Madagaskar digelar di daerah yang dikuasai pemberontak, di mana seluruh masyarakat bersatu untuk menyaksikan laga tersebut.

“Football its not just a simple game, its weapon of the revolution,” ungkapan tersebut dikutip dari Che Guevara Dalam perkembangannya sepak bola bukan cuma hal kotor dan alat politik Karena jikalau memang sepak bola adalah hal yang merusak ia tidak akan pernah bertahan berabad-abad lamanya, tak akan pernah kering cerita mengenai sepak bola Didier Drogba memiliki reputasi yang begitu hebat sepanjang kariernya bermain sepak bola, menjadi legenda Chelsea setelah mengabdi di Stamford Bridge selama sembilan tahun Sang legenda sepak bola Pantai Gading mampu menghentikan perang saudara yang berkecamuk di negara asalnya.

Seperti yang dilaporkan oleh BBC pada tahun 2005, Drogba bermain untuk Pantai Gading melawan Sudan dalam ajang kualifikasi Piala Dunia 2006. Mereka wajib meraih hasil yang lebih baik dari pesaing terdekat, Kamerun yang melawan Mesir pada malam yang sama, untuk bisa melaju.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 05

Pantai Gading memenangkan laga tersebut. Setelah peluit panjang dibunyikan, Kamerun ditahan imbang 1-1 oleh Mesir, dengan hanya beberapa menit tersisa dan mendapatkan penalti. Beruntung bagi Drogba dan kawan-kawan, penyerang Kamerun, Pierre Wome gagal mengeksekusi penalti, sehingga memungkinkan Pantai Gading lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka.

Setelah laga usai Drogba lalu berpidato “Masyarakat Pantai Gading Dari utara, selatan, tengah dan barat, kami membuktikan hari ini bahwa semua warga Pantai Gading dapat hidup berdampingan dan bermain bersama dengan tujuan yang sama, untuk lolos ke Piala Dunia,” ujarnya penuh ketegasan “Kami berjanji kepada anda bahwa selebrasi akan menyatukan semua orang -hari ini kami memohon kepada kalian,” lanjutnya sembari diikuti para pemain yang berlutut “Satu negara di Afrika dengan begitu banyak kekayaan tidak boleh jatuh ke dalam perang. Tolong taruh senjata kalian dan adakan pemilihan,” para pemain kemudian bangkit dan bersorak “Kami ingin bersenangsenang, jadi berhentilah menembakkan senjata kalian!,” tegasnya.

Pidato Drogba itu memiliki efek yang sangat besar, akhirnya membantu dua kubu yang berperang naik ke meja perundingan, gencatan senjata akhirnya ditanda tangani. Setahun berselang, Drogba mengatakan bahwa pertandingan internasional melawan Madagaskar akan diadakan di utara Pantai Gading. Bouake, wilayah yang dulunya dikuasai oleh pemberontak Laga tersebut digelar pada tahun 2007, Pantai Gading menang dengan skor 5-0 atas Madagaskar. Drogba yang turut mencetak gol pada akhir pertandingan diarak keliling lapangan. Momen tersebut kian menyatukan masyarakat Pantai Gading

Kekuatan sepak bola adalah satu-satunya olahraga yang memiliki inner power untuk membangkitkan kebersamaan dalam melakukan perlawanan entah digunakan untuk revolusi atau kudeta, apa yang diucapkan Che Guavara ada benarnya tentang bagaimana sepak bola menjadi motor penggerak Revolusi Mesir. Walaupun fenomena ultras masih baru di Mesir, keberadaan ultas berawal dari tak mampunya partai oposisi menyuarakan haknya

Noam Chomsky dalam buku “Media Control The Spektakuler Achievement Of Propaganda” memaparkan sepak bola adalah cara efektif untuk meredam kaum pandit terlibat aktif dalam politik Teori inilah yang diadopsi oleh rezim Husni Mubarak sampai muncul anekdot “satu-satunya ruang kritis dimana orang bisa mengekspresikan diri adalah Ikwanul Muslimin di masjid dan Ultras di stadion sepakbola”. Suporter di Mesir adalah organisasi independen, mereka hadir saat kebebasan berserikat diberantas habis oleh rezim Mubarok.

Arabian Spring melanda Mesir di penghujung tahun 2010 membuat ultras akhirnya turun ke jalan dan keluar dari jalurnya sebagai suporter. Mereka bergabung bersama jutaan rakyat Mesir lainnya dalam revolusi 25 Januari.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 06

Mereka memaksa mundur Husni Mubarak yang keotoriteriannya sudah berlangsung selama 30 tahun dengan cara memanfaatkan militer dan membuat demokrasi yang semu Jika rezim memasang tentara dan polisi sebagai tameng depan maka ultras lah garda terdepan melindungi demonstrasi rakyat.

Namun, perjuangan para ultras di luar lapangan ini harus dibayar mahal saat rezim Husni Mubrak jatuh Dikarenakan kejatuhannya tidak diiringi antek-anteknya yang masih bercokol dalam jajaran petinggi pejabat militer. Puncak ketidaksukaan rezim terhadap ultras harus di bayar Ultras Al-Ahly dalam tragedi Port Said 2012 silam. Kala itu 74 orang tewas dan 1000 orang terluka akibat kerusuhan antara Ultras Ah-Ahly dengan Al-Masry. Hal tersebut diyakini secara luas bahwa militer ingin memberikan ultras pelajaran serta sebagai gerakan kontra revolusi

SalahLangkahModernisasiSepakBoladiIndonesia

Budaya Hooligan dan Ultras terus berkembang dan sampai di Indonesia. Globalisasi hooligan dan ultras yang begitu cepat menjadi faktor munculnya budaya tersebut. Hendika dan Nuraini dalam artikelnya yang berjudul “Globalisasi Hooliganisme Terhadap Suporter Sepakbola di Indonesia” yang dimuat di Jurnal Hubungan

Banner bertulisan “Stop Pelecehan Seksual Di Stadion” di laga Persib Bandung adalah salah satu dampak positif sepakbola modern sebagai upaya pendewasaan suporter di Indonesia.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 07

Misalnya dalam rivalitas antara suporter PSIM Yogyakarta yaitu Brajamusti dengan

suporter Persis Solo yakni B6 juga kerap terjadi tindakan anarkis bahkan sampai saat ini. Derby Mataram tidak kalah panas dari pertandingan Persib Bandung vs Persija Jakarta

Kebencian suporter Persis lahir dari tragedi balas membalas yaitu Tragedi Menjangan

1998 dan Tragedi Mandala Krida tahun 2000 Kedua suporter hingga kini belum berdamai dan sering terjadi aksi saling sweeping dari kedua belah pihak. Jika kultur hooligans dan ultras tidak segera ditangani serius kerusuhan-kerusuhan besar akan terjadi dimanapun dan kapanpun. Kerusuhan yang terjadi bukan hanya persoalan sepak bola namun merambah ke persoalan lainya seperti rasisme kesukuan, budaya, maupun sosial Tensi yang panas serta dendam yang berkepanjangan akan mudah membuat mereka berbuat anarkis.

Masyarakat Indonesia merasa lelah dan tidak dapat berharap banyak dari federasi sepak bola di negeri ini Jangankan memgusut tuntas dalam mengurus tragedi demi tragedi Konflik internal berkepenjangan, perebutan kursi kekuasaan, mafia bola, pengaturan skor, profesionalitas wasit, sepak bola gajah, dan seabrek pekerjaan rumah lainnya menjadi masalah dan sudah jadi rahasia umum Sepak bola modern di Indonesia akan menjadi dua mata pisau yang sama-sama berbahaya bagi federasi.

Suporter bisa mulai belajar dan berbenah, maka itu akan menjadi alat oposisi yang kuat untuk merombak secara menyeluruh Namun, jika budaya kekerasan ini dibiarkan maka budaya itu akan merebak bak jamur di musim penghujan dan sulit untuk dikendalikan.

Sampai akhir tulisan saya ini, sepak bola tidak pernah kering dalam memberikan kisahkisahnya yang melumpuhkan logika Ia akan tetap menggelinding menyusuri lerung waktu pemain, penonton dan seluruh masyarakat.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 07

"Menyoal tentang represifitas aparat yang menggila tanpa memperhatikan kemanusiaa dan hanya melaksanakan apa yang disebut tugas dan ambisi untuk mendapatkan pujian dari atasan Bahkan tidak hanya disatu Negara saja kelakukan Polisi, bahkan disuluruh dunia sama. Mereka penindas, perampas, benalu"

Tindakan aparat yang menembakkan gas air mata merespon masuknya beberapa Aremania ke lapangan bola memicu peristiwa yang mengakibatkan

450 orang jatuh korban.

Yaitu 125 orang meninggal dunia, dimana 32 di antaranya adalah anakanak dengan yang termuda adalah balita

berusia 2 tahun Sementara itu 21 orang luka berat, dan 302 orang luka ringan, usai pertandingan pekan ke-7 lanjutan

liga 1 2022-2023 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang digelar di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang

Jawa Timur. Pasalnya gas air mata bukan hanya ditembakkan ke lapangan tapi

juga ke arah tribun-tribun penonton.

Sementara itu pintu keluar masuk

stadion Kanjuruhan Malang yang sempit dan banyak gerbang keluar

malah ditutup mengakibatkan kondisi

berdesak-desakan karena massa ingin segera keluar dari kepulan asap

Choirul Anam, Komisioner Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia (HAM)

menyebutkan bahwasanya dari total 14 pintu Stadion Kanjuruhan, “Cuma dua pintu terbuka, hiruk pikuknya di pintu yang sama,” sebagaimana dilansir CNN Indonesia. Kepanikan juga merajalela karena aparat melepaskan anjing-anjing

penyerang serta menyerang banyak

penonton, seringkali tanpa pandang

bulu Direktur Utama Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, Dr Bobby Prabowo mengungkapkan

dugaan ratusan korban berjatuhan

dalam tragedi kerusuhan di Stadion

Kanjuruhan karena trauma, terinjak, kemudian juga ada yang sesak napas.

Pavel Baksla
Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 09

Ironisnya, sebagaimana dilansir Kompas, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan bahwa tembakan gas air mata sudah sesuai prosedur untuk menghalau pendukung Arema FC yang diklaimnya menyerang dan merusuh.

Bukan hanya klaim ini tanpa didahului kronologi hasil investigasi apakah benar beberapa suporter masuk lapangan

langsung merusuh ataukah serangan

aparat yang justru memicu kemarahan

massa Melainkan juga bertentangan

dengan aturan FIFA terkait pengamanan

dan keamanan stadion (FIFA Stadium

Safety dan Security Regulations) yang

menyatakan penggunaan gas air mata

tidak diperbolehkan Lebih tepatnya tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan

“No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used (senjata api atau ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan),” Aturan yang sama

juga memandatkan bahwasanya

bilamana pertandingan berpotensi

dimasuki penonton ke lapangan maka

baris-baris terdepan harus diisi para petugas Namun cara pencegahan ini pun juga tidak dilakukan. Armuji, Wakil

Wali Kota Surabaya, sebagaimana

dilansir Antara Jatim, mengomentari

Peristiwa Kanjuruhan, “Di Indonesia

biasanya kerusuhan itu pemicu

utamanya kalau tidak timnya kalah ya fanatisme tim yang berlebihan hingga

rusuh antar suporter.

"Namun faktanya pihak Panpel (panitia pelaksana) pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya menjual tiket melebihi kapasitas stadion (kapasitas stadion Kanjuruhan yang berjumlah 30.000 orang sedangkan jumlah tiket yang dijual berjumlah, 42.000).

Selain itu Operator Liga 1 dan Pemegang Hak Siar tetap menyelenggarakan pertandingan malam hari, demi rating hak siar, dengan mengabaikan keamanan bagi suporter PSSI sebagai federasi penyelenggara liga tidak mampu memastikan pertandingan berjalan secara aman dan tidak ada nyawa melayang, mereka tidak memiliki prosedur pengamanan ketika pertandingan. Lalu juga Pihak Aparat yang dengan bringas menembakkan gas air mata ke arah supporter yang tak terlibat rusuh, sehingga memicu kekacauan, banyak yang terinjak-injak untuk mencari tempat aman dan kehabisan oksigen hingga meninggal

Fanatisme bukanlah akar kekerasan dalam sepak bola Akar kekerasan ada pada tatanan masyarakat kelas yaitu kapitalisme Sistem kapitalisme tidak mengutamakan nyawa manusia, yang diutamakannya adalah keuntungan sebanyak-banyaknya. Mayoritas tim sepakbola yang besar dengan kelompok suporter masif berasal dari kota-kota industri. Basis massanya tentu saja yaitu kelas buruh dan kaum miskin kota yang menghadapi kekerasan kapitalisme setiap harinya

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 10

Demi bertahan hidup, buruh harus

menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis. Demi memperkaya kapitalis, buruh harus bekerja dengan upah yang murah dan jam kerja yang panjang. Waktu istirahat buruh adalah waktu

untuk memulihkan tenaga kerjanya agar

bisa diperas lagi oleh kapitalis. Buruh

bekerja keras menghasilkan barang

dagangan yang belum tentu bisa

dibelinya sendiri Bila ia memaksa

memiliki di luar kemampuan dan

kebolehan, ia akan menghadapi dua

pilihan kekerasan: kekerasan kemiskinan

makin akut atau kekerasan dari penegak

hukum Sisi lain, kaum miskin kota justru lebih dekat dengan kekerasan. Kaum

miskin kota hidup di tengah hukum jalanan. Mereka kasar karena hanya

dengan kasar mereka bertahan hidup

Mereka keras karena selama ini mereka dikerasi oleh negara.

Dari waktu ke waktu menjadi sasaran penggusuran, penangkapan, dan segala bentuk ‘penertiban’ sesuai standar kapitalisme Begitupun dalam industri sepak bola yang berorientasi pada keuntungan pemilik modal, keselamatan dan keamanan suporter bukanlah

keutamaan. Laba dari karcis dan penjualan atribut resmi, keuntungan dari rating dan hak siar, pendapatan dari iklan, gengsi dan nama besar dari kepengelolaan sepakbola, dan sebagainya sering didahulukan. Sedangkan di sisi lainnya harga karcis nonton terus naik di saat pendapatan riil menurun sementara jarang aspirasi suporter diwadahi apalagi dipenuhi.

Azrul Ananda, mantan CEO Persebaya bahkan pernah terang-terangan menyebut bonek (pendukung Persebaya) hanya konsumen.

Kenyataannya sepakbola bukan hanya sekedar permainan olahraga semata. Berbeda dengan olahraga lainnya, ciriciri tubuh tidak langsung menentukan keunggulan, dan tim besar tidak otomatis bisa selalu menang Banyak legenda sepakbola seperti Pele, bukanlah pemain tinggi besar, dan banyak pertandingan dimana tim kecil justru berhasil menghadang bahkan mengalahkan tim raksasa Bagi kaum muda, kelas buruh, dan kaum miskin kota basis massa dominan suporter bola, yang dalam kapitalisme terus dihisap, ditindas, dipecah-belah, bahkan dihinakan status sosialnya, menjadi bagian dari kelompok suporter memberikan identitas kebanggaan dan kolektivitas/ kebersamaan yang selama ini tidak mereka miliki atau bahkan direnggut dari mereka.

Karenanya soal dukung-mendukung tim sepakbola juga soal harga diri. Bahkan dalam perkembangannya sepakbola bukan sekedar klub lawan klub, tim lawan tim, tapi juga disertai dengan adu dominasi kubu suporter bukan hanya dengan mendukung tim kesayangan tapi juga sebagai alat kampanye terhadap berbagai isu sosial-politik.

Celtic FC misalnya bukan hanya antimonarki tapi juga mendukung Palestina sementara suporter Barcelona banyak menyuarakan kemerdekaan bangsa Catalan.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 11

Pelajaran baik yang bisa diambil adalah seperti apa yang dilakukan oleh kelompok supporter di Turki. Supporter klub Galatasaray, Besiktas, dan Fanarbache yang dulunya rival, bersatu padu dalam aksi massa anti rezim Erdogan yang dipicu Occupy

Gezi.Kelompok supporter diseluruh

Indonesia harus sudah menyadari betapa pentingnya membangun persatuan dan tidak lagi saling baku hantam. Karena dengan bersatunya seluruh supporter di Indonesia kita akan menemukan siapa musuh bersama kita ,yaitu; Tirani!

Brutalitas aparat di Kanjuruhan terkait erat kebiasaan aparat melakukan

kejahatan-kejahatan terhadap

kemanusiaan dan pelanggaran HAM namun bebas atau bahkan kebal hukum alias menikmati impunitas. Ini bisa dilihat bukan hanya dari sejarah panjang

aparat di rezim kediktatoran militer Orde

Baru-Suharto namun juga bagaimana

brutalnya aparat menindas gerakangerakan massa seperti represi terhadap

Reformasi Dikorupsi, gerakan antiOmnibus Law hingga aksi kenaikan harga BBM

Selain kekejian ataupun penganiayaan yang biasa dilakukan aparat polisi

ataupun tentara, dengan pukulan

ataupun tendangan terbang, gas air

mata juga termasuk favorit mereka

gunakan Gas air mata ini sendiri

diklasifikasikan sebagai senjata kimia dan secara internasional dilarang penggunaannya di saat perang.

Gas air mata juga mengandung zat berbahaya yakni Sianida dan Fosgena. Fosgena adalah salah satu senjata kimia yang digunakan pada Perang Dunia I oleh Jerman.

Dilansir dari Kompas.com akibat gas air mata adalah mata berair, gatal, panas seperti terbakar, tidak bisa melihat untuk sementara, hidung dan tenggorokan terasa panas dan gatal, sesak napas, batuk, mual, muntah, diare, juga gangguan kulit dan gangguan kesehatan mental. Penggunaan jarak dekat ataupun dalam jangka dekat, waktu lama dan atau konsentrasi tinggi bisa menyebabkan pendarahan mata, kerusakan mata, katarak, kebutaan hingga kematian. Kepolisian selain memiliki anggaran tertinggi ketiga di APBN 2022 juga mendapatkan anggaran

1 triliun rupiah untuk gas air mata sejak tahun 2014 hingga 2022 Anggaran gas air mata tersebut meningkat di tahun 2019, tahun dimana muncul gerakan Reformasi Dikorupsi.

Aksi Reformasi Dikorupsi, Anti Omnibus Law ataupun kenaikan harga BBM tidak jarang dibombardir dengan gas air mata Sudah begitu, gas air mata expired pula! Aktivis HAM dari Serikat Sindikasi menemukan selongsong gas air mata kadaluarsa dalam aksi di sekitar Gedung

DPR/MPR RI pada September 2019

Selain itu aparat juga sering menembakan gas air mata secara langsung ke peserta aksi, seperti yang

terjadi pada aksi penolakan kenaikan BBM di Pematangsiantar september lalu.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 12

Polisi menembakan gas air mata ke alat kelamin salah satu peserta aksi. Pada Selasa (19/4/2022), Alfatah, bayi laki-laki berusia 5 bulan, mengalami sesak napas akibat gas air mata polisi saat aksi menolak kenaikan harga BBM di Ternate, Maluku Utara. Sang ibu yang ada di lokasi juga tampak marah dan menangis histeris hingga berteriakteriak. Gas air mata ketika digunakan tidak jarang masyarakat sekitar peristiwa juga terdampak.

Penanganan terhadap peristiwa Kanjuruhan juga tipikal bagaimana penguasa mengatasi kejahatan kemanusiaan sebelum-sebelumnya yang dilakukan oleh penguasa Tentunya tidak ada dari mereka yang secara terbuka menyatakan tidak usah mengurusi persoalan Kanjuruhan ini. Mereka akan memberikan gimmick, sogokan, rerepsi, manipulasi penyelidikan ataupun mengabaikannya. Tindakan-tindakan seperti inilah yang membuat kesewenang-wenangan serta kekejian penguasa terus terjadi

Semuanya pada ujungnya akan menyelamatkan kepentingan ekonomi maupun politik penguasa dan para pelaku kejahatan kemanusiaan

Aremania yang merekam kondisi pintu stadiun tertutup dan tribun penuh gas air mata diculik oleh aparat kepolisian Menpora justru mengkhawatirkan sanksi dari FIFA akibat peristiwa Kanjuruhan Kapolri, Listyo Sigit menawarkan anak korban peristiwa Kanjuruhan untuk menjadi anggota Polisi.

Sementara Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dibuat beranggotakan sumber-sumber masalah itu sendiri, yaitu TNI, Polisi serta PSSI. Dipimpin oleh Mahmud MD yang baru-baru ini menjadi Tim Pengarah Tim Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Non-Yudisial.

Dimana pelanggaran HAM tidak akan diselesaikan lewat penyelidikan komprehensif dan keadilan.

Demi melawan kekerasan yang dilakukan aparat negara, demi membersihkan persepakbolaan Indonesia dari para politisi borjuis-aparat

pelanggar HAM-mafia bola-bandar judi yang berkelitkelindan, dibutuhkan persatuan dari berbagai elemen rakyat tertindas

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 13

Delia Putra Ilustrasi

“Dalam dunia sepak bola pasti ada yang namanya gairah semangat antara suporter dan pemain yang saling mendukung dalam pertandingan agar bisa meraih suatu kesuksesan Namun hal tersebut bisa menjadi konflik yang panas apabila ada salah satu diantara mereka saling melakukan tindakan yang diluar batas nilai kemanusian Pandangan inilah yang perlu diperbaiki sebagai visi baru di masa depan nanti agar menciptakan suasana damai dalam dunia sepak bola, tidak ada lagi saling berebut melainkan saling terikat satu sama lain sebagaimana tali yang tak pernah putus selamanya"

Andika Yudhistira Pratama

Menurut Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), sepak bola

ditemukan di masa Cina kuno, tepatnya di masa Dinasti Han pada abad ke-2 dan ke-3 SM. Kegiatan ini awalnya disebut Ts’uh Kúh atau Cuju dan dipraktikan di kota kuno Zibo. Inilah permainan bola dengan kaki pertama yang tercatat dalam sejarah. Tujuan permainan ini adalah untuk

memasukan bola kulit penuh bulu dan rambut ke jaring kecil berdiameter kurang lebih 40 sentimeter yang

dipasang di atas batang bambu setinggi 10 meter (Luciano Wernicke, 2017: 3).

Dalam perkembangannya sepak bola terus mengalami modernisasi, sebelum memasuki periode “modern football” atau “kapitalisasi sepak bola”

terdapat satu masa di mana sepak bola adalah alat perjuangan bangsa. Kalimat “sepak bola adalah alat perjuangan bangsa” masyhur dalam benak rakyat medio dekade kedua abad ke-20 di “Negeri Yang Terperentah” (sekarang Indonesia). Tokoh pergerakan dari “Negeri Yang Terperentah” tidak sedikit yang menggemari olahraga ini; Moh. Hatta, Sjahrir, Tan Malaka adalah salah tiga di antara sekian banyak tokoh pergerakan yang menggemarinya

Tan Malaka dalam Madilog pernah menganalogikan perjuangan bangsa dengan sepak bola sebagaimana tercantum dalam karyanya yang berjudul Madilog,

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 15

“Apabila kita menonton satu pertandingan sepakbola, maka lebih dahulu kita mesti pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak begitu, bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak” (hlm. 45).

Tersirat Tan Malaka memberikan “wejangan” bahwa dalam perjuangan, ketelitian sangat diperlukan untuk mengetahui siapa yang berjalan seirama dan siapa yang menjadi penghalang bagi perjalanan kita Dari sini kita paham ada kedahsyatan tersendiri dalam sepak bola: sepak bola bukan sekedar permainan olahraga melainkan berfungsi sebagai analogi dalam pemikiran

Jika menengok sekilas tentang sepak bola di negeri orang, olahraga ini memiliki daya ledak yang besar, dalam tulisan ini saya kutipkan dua contoh kasus sepak bola sebagai alat perlawan dalam karya Fajar Harimurti “Ketika Tuhan Meninggalkan Kita, Kisah Tidak Biasa Dalam Sepakbola” (2021) Fajar menjelaskan mengenai arti penting sepak bola sebagai alat perlawanan terhadap penindasan dengan mengambil contoh historis peran Maradona di Napoli. Menurutnya, kehadiran Maradona di Napoli sebagai bentuk perlawan wilayah selatan terhadap hegemoni utara di Italia

“Napoli berada di belahan selatan Italia Di negeri itu, selatan merupakan zonasinya kaum paria, sedangkan utara memancarkan aura gemerlap, industrial, dan modern. Dua wilayah ini memang tak pernah rukun Sejak negeri tersebut bersatu pada tahun 1871, selatan dan utara saling baku benci. Ketimpangan ekonomi di antara keduanya menganga lebar, ketidaksukaan satu sama lain banyak berpijak dari sini. Melalui pabrik seperti FIAT di Turin dan Milan yang menjadi sentrum adi busana dunia, Italia utara adalah lanskap kemakmuran. Di Sant’Agata ada perakitan Lamborghini, di Maranello Ferrari bermukim Sementara cerita yang bertolak belakang ada di kutub kebalikan Selatan tampak terbelakang, agraris, kusam, terpapar kemiskinan serta pengangguran yang parah Pernah suatu masa tingkat pengangguran di Napoli melebihi lima puluh persen. Kesenjangan ekonomi yang berlarut-larut pada akhirnya melahirkan banyak stereotip dan aneka prasangka. Penduduk selatan jamaknya dipandang rendah oleh populasi utara Mereka dicap sebagai si Kere yang pemalas, tidak berpendidikan, dan bermentalitas rendahan. Orang-orang Napoli (Napolitani) hidup dalam kultur yang demikian Mereka manusia yang dikalahkan, dilukai martabatnya, dan tak sanggup bersikap lain, kecuali cuma bisa merawat dendam. Orang-orang Napoli ingin sekali menonjok muka arogan kalangan berpunya di utara, tapi mereka tidak tahu kapan bisa melakukannya, setidaknya sampai sebelum tahun itu datang 1984. Tahun ketika Diego Armando Maradona tiba. Pria yang berkesesuaian dengan mimpi Napoletani dan kesumat yang harus dilunasi”

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 16

Maradona pada akhirnya memberika apa yang ingin dimenangkan Napoletani. Gelar Scudetto. tahun 1987 dan kemudian 1990. Perayaan akbar meletus seperti letupan petasan yang tak habis-habis Orang-orang dari segala usia menikmati pesta yang berlangsung di banyak tempat selama sebulan. Mobil membunyikan klakson, penggemar menari di atap bus, remaja tanpa helm menunggangi Vespa mengenakan wig keriting Maradona. Sebagian lain merayakannya dengan mengusung peti mati Juventus di jalan-jalan utama Sebuah pesan tentang dendam dan pembuktian bahwa orang-orang kaya itu pada akhirnya bisa juga dikalahkan. Atas kemenangan tersebut Maradona punya penjelasan:

“Untuk utara yang kuat, apa yang kami lakukan bersama Napoli adalah pukulan yang nyata Itu (terasa) sakit (buat mereka) Tak seorang pun dari selatan pernah memenagkan gelar sebelum kami. Dan mereka tidak hanya mencintaiku di Napoli; semua orang miskin di selatan Italia mencintaiku Aku adalah simbol mereka Seseorang yang mengambil dari Si Kaya untuk memberikan kepada Selatan yang miskin” (hlm. 1317).

Sepak bola sebagai Alat Perlawan Aljazair

Sepak bola sendiri tidak menjadi olahraga yang tersebar di Aljazair sampai setelah Perang Dunia Pertama Pemerintah kolonial Prancis awalnya menginginkan pengembangan olahraga sebagai elemen kontrol dan akulturasi populasi. Di Oran, kota pesisir utama yang terletak di barat laut Aljazair, berdiri liga amatir pada 1919. Setahun berselang, Constantine dan Aljir menghelat kejuaraan setipe Pada tahun 1921 munculah klub pribumi pertama dengan identitas muslim, Mouloudia Club Algérois (MCA).

Selama musim 1923-1924 sudah ada setidaknya empat klub muslim di liga Aljir dan Constantine, serta tak kurang dari sepuluh tim di liga Oran. Klub-klub sepak bola ini menyusun dirinya lebih dari sekedar kesebelasan sederhana. Di dalam diri mereka menjelam menjadi identitas nasional yang kuat. Sikap penentangan terhadap dominasi otoritas penjajah. Di koloni-koloni Prancis yang menjadi objek kontrol akut, klub-klub sepak bola pribumi menjadi sinonim dengan kehendak berlawan.

Seiring waktu, sepak bola mulai melakukan hal-hal yang lebih dari sekedar permainan Sepak bola menawarkan ruang dan tempat warna antikolonial dapat diunjuk secara terbuka Ruang itu yang kemudian diisi oleh ribuan orang Hijau dan merah, dipakai hampir semua tim Aljazair pada zaman itu, demi membedakan diri dengan komunitas Eropa. Stadion Aljazair lantas menjadi tempat yang retak, memisahkan bangsa dan kelas Orang Aljazair dan Pieds-Noirs

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 17

(sebutan orang kulit putih dari Prancis yang tinggal di Aljazair sebelum kemerdekaan Aljazair) berhadap-hadapan. Yang satu memendam dendam, yang lain merendahkan. Yang satu merasa diinjak terlalu lama, yang lain menganggap dirinya pantas mengatur selamanya. Penduduk jajahan lamat-lamat mulai mempertanyakan keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa Menggugat persoalan-persoalan harian, maslah rasialisme dan rupa-rupa isu yang mengarah pada konfrontasi yang membelah secara keras: “mereka atau kami” Bila waktunya tepat dan kemarahan sudah mendidih, bentrokan pun pecah.

Pada tahun 1928 Undang-undang anyar diterapkan Beleid ini menambah voltase ketegangan dan mengemukakan kebencian. Undang-undang menuntut setiap tim wajib memiliki setidaknya tiga pemain eropa Kemudian meningkat menjadi lima pemain pada tahun 1935. Rakyat Aljazair tak suka hal itu. Mereka lelah didikete kembali, setelah belum lama menikmati kebanggaan identitas nasional Di wilayah Jijel di timur laut Aljazair, Jeunessee Sportive Djijelienne menjadi tim yang paling intens memicu benturan. Derby yang mempertemukan Racing Universitaire d’Alger (RUA) --klub paling populer bagi Pieds-Noirs-- melawan Mouloudia Club Algérois (MCA) sering kali menjadi urusan yang rumit dan mencekam. Permusuhan terus meningkat ketika sepak bola dilanjutkan pasca Perang Dunia II Adu pisau dan serangan terhadap polisi menjadi hal yang lumrah, seorang pemain terbunuh di lapangan selama kerusuhan.

Hubungan nasionalisme dan sepak bola pun menjadi semakin intim, kekerasan berdiri di tengah-tengahnya. Olahraga yang awalnya diperkenalkan pihak kolonialis, kini menjadi belati tajam milik kaum nasionalis Sepak bola menjadi medan pertempuran antara penjajah dan yang dijajah. Dia adalah olahraga, dia juga adalah perlawanan.

Dari dua kisah sepak bola yang terjadi di Italia dan Aljazair tersebut sangat jelas kita dapati bahwa sepak bola bukan hanya sekedar olahraga 11 vs 11, lebih jauh dari itu sebagai alat untuk membalaskan dendam dari yang “Terhina” kepada “Yang Menghina” juga dari yang “Terjajah” terhadap “Yang Menjajah”. Bersambung

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 18

rudi | larutkopisenja

Bagiku bagimu katanya hujan adalah berkah, jua bagi para petani dan pekebun, bagi siapa lagi hujan ini berkah?

Bagi para petinggi negeri, hujan ini kudu diwaspadai, karena dampak demam berdarah kolera tifus malaria flu Hatsyi! Hatsyi! Berkali-kali bersin, hidung meler

Terseret waktu

Tak terasa sekarang ini adalah pancaroba

Musim yang beralih

Dari kemarau ke hujan

Semalam tengah bermimpi

Sebangun pagi

Halaman telah basah, dedaunan sisa hujan semalaman. Pun daun-daun kering berguguran

Sepagi ini kusruput seperti lazimnya secangkir kopi

Kopi hitam kental beraroma semangat

Namun tiada sesuatu penganan teman sruput kopi

Hari ini kembali tak bosan-bosannya khabar tentang Covid-19, pandemi yang bersimaharajalela

Petinggi anu petinggi ini hembuskan nafas terakhir

Si anu terkena sampar ini 1111 sekian 2222 sekian

Entah sampai kapan drama ini merajalela, tiada yang mengetahuinya

Hari berganti hari, mendekam di rumah adalah keniscayaan, bertahan sekian bulan

Sebaris sajak telah kugores pagi ini tentang kebosanan, tentang jumlah sekian korban Covid-19, entah kapan berakhir

Dedaunan berguguran sisa hujan semalaman Cuma sebaris sajak.

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 19

Odi Shalahuddin

Jadi petani memang tak bergengsi, tak bisa kaya malah terus merugi

harga-harga naik tinggi, para tengkulaklah yang menikmati

mesin-mesin traktor berbunyi, para sapi menepi

lahan-lahan tergusur tak terkendali, seakan tiada proteksi saat krisis pangan terjadi, ributlah seisi bumi

turunkan harga lagi, apa untung bagi petani?

siapa mau jadi petani?

kaum muda desa pun telah enggan mengangkat jari

pengalaman hidup telah teruji, sawah-ladang tak memberi

janji

dibangkitkan sorga-sorga duniawi, dulu ke kota sekarang luar negeri

sebab di desa tak lagi bisa berburu mimpi kini hanya petani-petani yang telah menua

tetap larut dalam irama kerja

hanya kesetiaan bertahun membuatnya bertahan dasar cinta kepadajalannya kehidupan ah, seandainya mereka bercocok tanam

tersimpan dalam lumbung-lumbung tak terjual demi menjaga hidup diri dan keluarganya masihkah kita tetap membuta dan menuli?

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 20

nohanwijaya

Kitalah yang lahir dari kekeliruan hari kemarin

saat Adam terlalu cinta pada Hawa

sedangkan di sorga ia sedang digoda

bukan untuk memanjakan cinta ataupun mensiasati tubuh manja

tak ada ular yang melingkar

namun nafsu telah keras berkelakar

pada lingkar pohon khuldi

hamba menunggu duka

yang akan saling berkabar sebab, kita ada dari kekeliruan hari kemarin

sepongah cinta Rama-Sintha

sebongkah alasan tegakkan darma

hanya karena istri, mereka lebamkan negeri Alengka

maka masa silam musabab kekeliruan bahkan kehancuran

yang terus tumbuh

dan di tubuh ini kita akan didera hukuman

dari kisah cinta yang berlandaskan nafsu berahi kemaluan

Zine Volume 07Tahun 2022 Halaman 21
Edisi terakhir ditahun 2022 Sampai ketemu lagi ditahun 2023 Pastinya lebih menarik lagi
tak terasa cepat berlalu
Waktu

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.