
3 minute read
BRUTALITAS APARAT DAN KAPITALISME DI BALIK TRAGEDI KANJURUHAN
from Pokok Ati Seneng (PKASN), Sepak Bola Antara Supporter dan Culture, Zine Volume 7 tahun 2022
by pkasn zine
Tindakan aparat yang menembakkan gas air mata merespon masuknya beberapa Aremania ke lapangan bola memicu peristiwa yang mengakibatkan 450 orang jatuh korban.
Yaitu 125 orang meninggal dunia, dimana 32 di antaranya adalah anakanak dengan yang termuda adalah balita berusia 2 tahun Sementara itu 21 orang luka berat, dan 302 orang luka ringan, usai pertandingan pekan ke-7 lanjutan liga 1 2022-2023 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang digelar di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang Jawa Timur. Pasalnya gas air mata bukan hanya ditembakkan ke lapangan tapi juga ke arah tribun-tribun penonton. Sementara itu pintu keluar masuk stadion Kanjuruhan Malang yang sempit dan banyak gerbang keluar
Advertisement
Choirul Anam, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan bahwasanya dari total 14 pintu Stadion Kanjuruhan, “Cuma dua pintu terbuka, hiruk pikuknya di pintu yang sama,” sebagaimana dilansir CNN Indonesia. Kepanikan juga merajalela karena aparat melepaskan anjing-anjing penyerang serta menyerang banyak penonton, seringkali tanpa pandang bulu Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, Dr Bobby Prabowo mengungkapkan dugaan ratusan korban berjatuhan dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan karena trauma, terinjak, kemudian juga ada yang sesak napas.
Ironisnya, sebagaimana dilansir Kompas, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan bahwa tembakan gas air mata sudah sesuai prosedur untuk menghalau pendukung Arema FC yang diklaimnya menyerang dan merusuh.
Bukan hanya klaim ini tanpa didahului kronologi hasil investigasi apakah benar beberapa suporter masuk lapangan langsung merusuh ataukah serangan aparat yang justru memicu kemarahan massa Melainkan juga bertentangan dengan aturan FIFA terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Safety dan Security Regulations) yang menyatakan penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan Lebih tepatnya tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan
“No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used (senjata api atau ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan),” Aturan yang sama juga memandatkan bahwasanya bilamana pertandingan berpotensi dimasuki penonton ke lapangan maka baris-baris terdepan harus diisi para petugas Namun cara pencegahan ini pun juga tidak dilakukan. Armuji, Wakil Wali Kota Surabaya, sebagaimana dilansir Antara Jatim, mengomentari Peristiwa Kanjuruhan, “Di Indonesia biasanya kerusuhan itu pemicu utamanya kalau tidak timnya kalah ya fanatisme tim yang berlebihan hingga rusuh antar suporter.
"Namun faktanya pihak Panpel (panitia pelaksana) pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya menjual tiket melebihi kapasitas stadion (kapasitas stadion Kanjuruhan yang berjumlah 30.000 orang sedangkan jumlah tiket yang dijual berjumlah, 42.000).
Selain itu Operator Liga 1 dan Pemegang Hak Siar tetap menyelenggarakan pertandingan malam hari, demi rating hak siar, dengan mengabaikan keamanan bagi suporter PSSI sebagai federasi penyelenggara liga tidak mampu memastikan pertandingan berjalan secara aman dan tidak ada nyawa melayang, mereka tidak memiliki prosedur pengamanan ketika pertandingan. Lalu juga Pihak Aparat yang dengan bringas menembakkan gas air mata ke arah supporter yang tak terlibat rusuh, sehingga memicu kekacauan, banyak yang terinjak-injak untuk mencari tempat aman dan kehabisan oksigen hingga meninggal
Fanatisme bukanlah akar kekerasan dalam sepak bola. Akar kekerasan ada pada tatanan masyarakat kelas yaitu kapitalisme Sistem kapitalisme tidak mengutamakan nyawa manusia, yang diutamakannya adalah keuntungan sebanyak-banyaknya. Mayoritas tim sepakbola yang besar dengan kelompok suporter masif berasal dari kota-kota industri. Basis massanya tentu saja yaitu kelas buruh dan kaum miskin kota yang menghadapi kekerasan kapitalisme setiap harinya