
3 minute read
Candi Kita Bersama, Candi Borobudur
Oleh Yiu Cen – FIB 2020
Setelah lama Candi Borobudur digunakan untuk kepentingan kebudayaan, pariwisata, dan penelitian sejarah, akhirnya fungsi Candi Borobudur resmi memiliki fungsi spiritual. Hal ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan (MoU) Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian BUMN, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemprov Jateng secara daring dan luring di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta pada Jumat, 11 Februari 2022.
Advertisement
Tidak hanya Candi Borobudur, fungsi spiritual juga ditambahkan pada Candi Prambanan, Candi Pawon, dan Candi Mendut sesuai dengan tujuan didirikannya candi-candi tersebut. Orangorang yang biasanya hanya menikmati keindahan candi sekarang juga dapat memanfaatkan candi sebagai tempat peribadatan umat Hindu dan Buddha dari seluruh dunia.
Meski lebih sering difungsikan sebagai tempat pariwisata dan pendidikan oleh masyarakat, Candi Borobudur telah lama digunakan sebagai salah satu tempat umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak. Sejak tahun 1929, dengan diinisiasi oleh Himpunan Teosofi Hindia Belanda, umat Buddha bersama-sama merayakan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur. Perayaan sempat terhenti karena perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, namun Hari Raya Waisak pada tahun 1953 kembali dilaksanakan di Candi Borobudur. Pada tahun 1973, pusat perayaan dipindahkan ke Candi Mendut karena tengah dilakukan
pemugaran.
Perayaan di Candi Borobudur kembali ditiadakan pada tahun 2020 dan 2021 karena adanya pandemi COVID-19. Namun, pada Hari Raya Trisuci Waisak 2566 BE/Tahun 2022, Candi Borobudur kembali menjadi pusat perayaan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Bersama dengan PERMABUDHI, WALUBI mengadakan perayaan yang telah dirindukan oleh ribuan umat Buddha di Indonesia. Dalam rangka menyambut Waisak 2566 BE, WALUBI melaksanakan bakti sosial dengan membagikan sembako kepada warga yang tinggal di sekitar Candi Borobudur pada 14 Mei 2022. Pada tanggal 16 Mei 2022, lebih dari 1.000 umat Buddha menghadiri detik-detik Waisak pada pukul 11:13:46 WIB. Umat memejamkan mata dan merenungkan sifat-sifat luhur guru agung kita, Sang Buddha.
Tak lama setelah perayaan Waisak 2566 BE, isu naiknya harga tiket naik ke Candi Borobudur hingga Rp750.000,00 per orang mencuat. Wacana ini muncul sebagai upaya pelestarian candi Buddha terbesar di dunia. Hal ini menimbulkan beragam pendapat mulai dari persetujuan hingga penolakan. Beberapa orang menyetujui naiknya harga tiket ini agar hanya orang yang benar-benar ingin beribadah atau mempelajari Candi Borobudur-lah yang naik. Namun, beberapa pihak menyayangkan hal ini karena naiknya harga tiket hanya akan mempersulit umat Buddha.
Menanggapi hal ini, Eric Fernardo, S.I.P., M.Si., alumni KMBUI, mengungkapkan melalui KOMPAS TV bahwa meski ia menyetujui pembatasan wisatawan sebagai upaya pelestarian

cagar budaya, ia berpendapat bahwa pembatasan ini seharusnya tidak dilakukan dengan komersialisasi. Besar harapan umat Buddha agar pengelolaan Candi Borobudur tidak semakin jauh dari fungsi awalnya sebagai tempat ibadah. Menurutnya, kondisi saat ini yang tidak mengizinkan wisatawan naik sudah menjadi langkah yang tepat. Bagi umat yang ingin beribadah di daerah candi, penyertaan surat izin dari Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi diperlukan sehingga hanya umat Buddha-lah yang diperbolehkan naik.
Setelah rapat terbatas di Istana Kepresidenan (14/06), harga tiket Candi Borobudur ditetapkan tidak akan naik. Sebagai bentuk pelestarian, kuota 1.200 orang per hari diberlakukan bagi yang akan naik ke area candi. Keputusan diterapkannya kebijakan ini disambut baik oleh umat Buddha.
Sebenarnya wacana ini muncul bukan tanpa alasan. Banyak wisatawan yang datang tidak menghargai Candi Borobudur sebagai situs bersejarah dan tempat ibadah. Wisatawan meninggalkan sampah, menempelkan permen karet, menduduki stupa hingga mencongkel batu candi. Struktur Candi Borobudur dibangun dari batuan vulkanik di atas struktur bukit alami pada ketinggian 270 meter di atas permukaan laut dan setiap tahunnya, Candi Borobudur terus turun hingga 4 cm per tahun karena banyaknya pengunjung.
Pelestarian Candi Borobudur bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua. Kita sebagai warga yang menghargai sejarah seharusnya ikut melestarikan Candi Borobudur dengan menjaga kebersihan dan mengedukasi sesama wisatawan.
(JAY/NAT)
