Civitas edisi 38

Page 1

Edisi 38/ Thn.IX/ Mei/ 2007

Edisi 38/Thn.IX/Mei/2007


Foto : Dedy/MIUN

Wah!Tak terasa waktu terus berputar dan seiring dengan perputaran waktu, akhirnya Lembaga Pers Mahasiswa Untan telah mengalami pergantian kepengurusan. Di kepengurusan yang baru ini kami pengurus LPM Untan telah mencanangkan seabrek program kerja dari masing-masing divisi yang ada selama satu tahun ke depan. Ya...! mudah-mudahan di kepengurusan tahun ini LPM Untan dapat lebih baik dan dapat memberikan yang terbaik bagi mahasiswa Untan melalui produk-produk yang diterbitkan. Bicara soal terbitan, civitas edisi kali ini adalah produk pertama di kepengurusan periode 20072008. Mau tahu siapa kali ini yang terpilih sebagai Ketua Umum LPM Untan. Dia mahasiswa FKIP lho, namanya Heri biasa dipanggil Ripal. Ia terpilih sebagai ketua setelah melalui pergulatan yang panjang dalam proses pemilihan ketua umum. Nah...! Di kepengurusan yang baru ini juga LPM sedang membuka lowongan bagi mahasiswa Untan untuk menjadi anggota LPM Untan. Bagi yang berminat, ayo.... segera daftarkan dirimu langsung ke sekretariat LPM Untan. Tapi harus memenuhi persyaratan. Mau tahu apa syaratnya ? baca aja lebih lanjut pengumuman rekruitmen di halaman terakhir civitas ini. Dan kamu juga bisa baca pengumuman yang ada di mading-mading kampus kamu. Oh ya, hampir lupa, di edisi kali ini civitas mengangkat rubrik-rubrik yang cukup menggreget untuk para pembaca. Salah satunya adalah masalah manajemen Kopma Untan, kemudian ada juga rubrik tentang catatan kinerja BEM Untan selama setahun. Selain itu, civitas juga mengulas masalah perehaban sekretariat UKM-UKM di Untan. Nah sekarang mau tahu lebih jauh tentang isi civitas ini, silahkan baca ya. Selamat membaca friend s ! []

Untan ‘Pembunuh’ Sepak Bola? Terima kasih kepada Miun, untuk surat pembaca ini. Waktu melewati Rektorat Untan, tepatnya di halaman depan terpancang semacam peringatan untuk tidak bermain bola di halaman tersebut. Cukup menarik saya rasa, karena biasanya tiap sore, cukup banyak mahasiswa juga masyarakat (dulunya) yang menggunakan halaman tersebut untuk main bola. Selanjutnya beberapa waktu terakhir ini, di Stadion Untan yang sebagaimana fungsinya sebagai lapangan untuk main bola, didirikan Taman hiburan ‘Dufan.’ Juga cukup menarik, tempat yang seharusnya untuk main bola tidak bisa lagi digunakan sebagaimana fungsinya. Kemudian, beberapa hari ini, di halaman taman antara Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik yang biasa juga digunakan untuk main bola oleh mahasiswa, juga terdapat larangan yang sama (larangan untuk main bola). Ya, sulit sekali di kampus Untan untuk melihat mahasiswa main bola lagi. Saya fikir, bagaimana mau menunjang prestasi kalau seperti ini. Saya berbenak, tidak cukupkah Untan yang mendapat gelar Universitas Taman Hiburan (Untan), toh ditambah lagi dengan sulitnya untuk berprestasi di bidang sepak bola. Dan yang jelas, sulit membedakan mana fungsi yang sesuai dan yang tidak lagi.[] Yozh, Mahasiswa Untan Pecinta Bola

Stadion Untan Dijadikan Tempat Mesum?! Sedikit uneg dalam hati saya, bergerak untuk mengisi surat pembaca Mimbar Untan. Kekhawatiran mahasiswa akan adanya Dufan didalam dunia pendidikan sekarang terbukti. Stadion Untan tidak hanya dijadikan tempat hiburan tapi juga dijadikan tempat mesum oleh oknum tertentu. Berdirinya Dufan ini atas izin pihak Untan berarti pihak Untan secara tidak langsung mengizinkan adanya tindakan asusila di lingkungan pendidikan. “Apa kata dunia” lingkungan pendidikan dijadikan tempat mesum. Dilantiknya Rektor baru Untan kemarin, saya harapkan dapat menempatkan dengan tepat yang mana dunia pendidikan, hiburan dan tempat mesum. Kapan lagi kalau bukan sekarang, Untan bisa membedakan antara bisnis dengan pendidikan dan asusila.[] Nama dan alamat ada pada redaksi Pemenang TTS Tabloid Mimbar Untan Edisi 12 1. Nama : Herman SS 3. Nama : Aci Wisudiyanti NIM : G21101177 NIM : B11103045 Fakultas : Kehutanan Fakultas : Ekonomi 2. Nama : Firman Syaputra NIM : D03103043 Hadiah dapat langsung diambil Fakultas : Teknik di Sekretariat LPM Untan

buletin Mimbar Untan Civitas Diterbitkan oleh : Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak Ketua Umum : Heri Sekretaris Umum : Henny Kristina Bendahara Umum : Wanty Eka Jayanty Divisi PSDM : Burhanady, Syf Ratih KD, Mardani Divisi Litbang : Rahmanita, Fitri J, Yayan, Ummi Khoisiyah

2

Divisi Penerbitan : Tantra N Andi, Sri Pujiani, Fahmi Divisi Penyiaran : Jamiat Agus Prakoso, Galuh Nurzera, Eru A Divisi Peusahaan : Tati Hariyati, Sudardi, Eka Setiawati Pemimpin Redaksi : Fahmi Sekretaris Redaksi :

Edisi 38/Thn.IX/Mei/2007

Surat Pembaca

Semangat Baru

Burhanadi Redaktur : Tantra N Andi, Sri. P Reporter : Fahmi, Eka, Yayan, Burhan, Wanti Fotografer : M Susiyanto Ide Karikatur : Is_Batista Lay outer : Heri/Ripal

REDAKSI Alamat Redaksi : Jl. Daya Nasional Gedung MKDU Untan, Telepon : (0561) 7068136. e-mail : lpm_untan@yahoo.com atau : gelora_lpmu@yahoo.co.id Percetakan : Artha Grafistama, Jl. Pahlawan No. 20 Telp.(0561) 765000-766000 (Isi diluar tanggung jawab penerbit).

Redaksi menerima tulisan berupa opini, essai, laporan kegiatan kampus, cerpen,hasil investigasi, surat pembaca disertai identitas diri. Tulisan diketik di lembaran folio dengan spasi ganda. Kirimkan ke Sekretariat LPM Untan, langsung. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah makna tulisan.


Civitas Opini Opini Civitas

Pemilu: Demokrasi untuk Para Elite Politik

D

i Indonesia, kata ‘demokrasi’ bagaikan sebuah mantra yang selalu didengungkan oleh publik. Sejak lahirnya rezim reformasi, kata demokrasi seakan telah menghipnotis masyarakat Indonesia sehingga harus selalu hadir dalam setiap sisi kehidupan bangsa. Dan rezim reformasi bersama anaknya rezim demokrasi inilah yang melahirkan gagasan adanya pemilu. Dengan dalil “Demokrasi itu adalah kedaulatan rakyat” pemilu kerapkali dijargonkan oleh para elite politik sebagai “pesta rakyat”. Tapi pada kenyataan di lapangan pemilu hanya dijadikan “pesta pora politik kaum elite”. Pelaksanaan pemilu selama ini tidak jauh dari hanya sekedar menjadi media perwujudan daulat kekuasaan kaum elite politik. Rakyat dibuat benar-benar tidak berdaulat. Inilah ironi yang terjadi dalam pelaksanaaan pemilu di Indonesia. Rakyat diteror dengan kekerasan politik, rakyat diteror dengan berbagai macam janji manis bahkan rakyat harus diteror dengan berbagai macam fitnah yang disebarkan oleh para elite politik yang ingin berkuasa dan melanggengkan kekuasaan. Disinilah benang merah persoalannya. Rakyat selama ini selalu diberikan contoh yang tidak bisa dijadikan teladan dalam berpolitik dan dalam memahami perbedaan pendapat, pilihan yang diambil cenderung diselesaikan bukan di atas meja dialog. Rakyat cenderung diajari menyelesaikan perbedaan dengan cara kekerasaan. Perilaku para elite politik yang begitu ambisi untuk memperoleh kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan seringkali justru menjadi pemicu konflik horizontal di masyarakat. Kalau kalangan elite dengan arogannya menunjukkan sikap permusuhan satu sama lainnya dalam menyongsong pemilu jelas itu akan merem-

POJOK Mahasiswa FKIP setiap pagi rebutan kursi! Wahh, katanya kampus primadona, ngangkut kursi..... Capek deh.....! Kopma Hapus 20,5 juta piutang. Duit semua tuh?! ikutan utang ach!,

Oleh TANTRA NUR ANDI* bet sampai ke kalangan bawah/masyarakat terutama para pendukung masing-masing elite politik. Para elite politik akan semakin menyibukkan diri untuk saling melecehkan, mengintimidasi, dan menyebarkan fitnah dengan tujuan untuk menjatuhkan lawan politiknya ketika dia tahu dan merasa kehilangan kesempatan untuk berkuasa jika dia tidak segera menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Bila maksud tersirat dari demokrasi adalah perwujudan seperti ini, maka betapa rusuh dan tragisnya demokrasi itu. Terus bagaimana masa depan ekonomi dan politik Indonesia ? Jawabnya semua sangat tergantung dari proses pemilu yang akan berlangsung baik itu pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah. Dan baik buruknya proses pemilu juga akan tergantung kepada elemen-elemen partai yang ikut memberikan warna dalam pemilihan umum tersebut. Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah pemilu adalah satu-satunya upaya untuk menyelesaikan masalah di Indonesia? Tidak! Pemilu bukanlah satu-satunya upaya yang dapat menyelesaikan masalah di Indonesia. Pemilu hanya merupakan necessary condition, yang memerlukan tindakan-tindakan konkret dari partai-partai politik yang ikut kontestan pada saat ini. Pemilu hanya menjawab formalitas politik, memberikan landasan dan substansi bagaimana manajemen publik itu dilakukan oleh para elite politik, apakah pelaku-pelakunya mempunyai kapasitas? Akan menjadi satu persoalan besar ketika pemilu hanya dijadikan tempat pertunjukan adu otot dengan menggelar karnaval politik sebanyak-banyaknya dan mengerek bendera sebanyak mungkin, serta pawai yang meriah. Naifnya ada politisi yang bangga dan beranggapan bahwa langkah seperti ini dianggap sebagai karya paling puncak dari pemilu. Ini adalah jebakan demokrasi, yang secara kasat mata sulit untuk dilihat oleh publik. Permainan yang dilakukan oleh para elite politik bersama partai pendukungnya bagaikan pertujukan sandiwara ketika mereka membangun

komunikasi dengan publik. Sebuah pertunjukan yang memberikan impian-impian indah, tetapi lenyap ditelan malam dan hilang tanpa bekas setelah mentari terbit. Formalitas seperti ini yang selalu dilakukan dalam pesta-pesta fisik pemilu, tapi makna dan substansinya dilewatkan. Pendek kata, pasar politik irasional telah terjadi selama proses pemilu di negeri ini. Pasar politik irassional adalah transaksi antara para elite politik yang ingin berkuasa melalui partainya dengan publik atau masyarakat luas. Rakyat atau kelompok masyarakat memilih, agar seusai pemilu berbagai kepentingan masyarakat dapat dipenuhi oleh para elite politik dengan partai politiknya. Itu artinya, elite politik yang terpilih harus memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan kolektif masyarakat melalui program konkret yang bermanfaat bagi masyarakat sebagai konstituen pemilu. Celakanya jika para elite politik dan partai yang memenangkan pemilu tidak dapat memberikan program-program yang baik. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah sesungguhnya motivasi seseorang untuk memenangkan pemilu itu dilandasi keinginan untuk mengemban aspirasi rakyat? Apakah motivasi mereka sesungguhnya adalah merupakan upaya mencari rejeki dengan menganggap biaya yang telah dikeluarkan selama pemilu sebagai investasi? Realitas menjamurnya money politic ini menunjukkan bahwa demokrasi yang berkembang pada dewasa ini adalah demokrasi prosedural, yaitu kulitnya demokrasi, bukan substansinya. Dalam situasi demikian, cara paling sederhana untuk menyelamatkan pemilu terutama Pilkada kedepan agar dapat melahirkan kepala daerah yang mau memikirkan dan memperjuangkan daerah dan rakyatnya adalah dengan cara mencurigai lebih dahulu para balon yang mampu menghamburkan dana. Hampir dapat dipastikan bahwa balon yang demikian akan memiliki idealisme dan komitmen yang rendah kepada daerah dan rakyatnya. Dengan cara ini pemilu diharapkan mampu mewujudkan harapan rakyat, yakni tercapainya masyarakat yang adil dan makmur tanpa KKN.[] *) Penulis adalah mahasiswa FKIP Untan. Edisi 38/Thn.IX/Mei/2007

3


Headline Civitas Civitas Headline

Kopma

Hapus 20,5 Juta Piutang Dengan dalih tanpa bukti transaksi, piutang sebesar Fakultas MIPA mengatakan sesuai de20,5 juta dalam LPJ pengurus periode 2005-2007 pada ngan UU Penyedia Jasa Kontruksi seRapat Anggota Tahunan Kopma dihapuskan. harusnya pengguna jasa diatas 100

Foto : Tantra/MIUN.

Oleh TANTRA NUR ANDI

A

danya pembengkakan anggaran dalam LPJ pengurus Kopma menjadi sorotan pada RAT Kopma 29-31/3 lalu. Salah satu yang menonjol yakni penghapusan piutang sebesar Rp 20.503.177 kepada 24 nama yang tersangkut hutang dengan Kopma. Indra Aminullah, mahasiswa Fakultas MIPA mempertanyakan manajemen keuangan di Kopma Untan sehingga menghapus piutang tersebut. “Mirisnya lagi landasan penghapusan piutang terjadi karena tidak ada bukti transaksi,” ujarnya. Padahal bukti transaksi menjadi pegangan bagi pengurus untuk menagih hutang. “Kenapa bisa tidak ada?” tanyanya. Diungkapkannya selain penghapusan piutang, pembengkakan anggaran belanja di beberapa pos semakin memperlihatkan manajemen keuangan di Kopma kurang sehat. Seperti besarnya biaya operasioanal RAT Kopma yang mencapai Rp 8 juta. “Bayangkan Kopma menghabiskan dana Rp 8 juta hanya dalam waktu 3 hari sedangkan dana sebesar itu dipakai BEM selama 1 tahun. Ini merupakan pemborosan keuangan yang dilakukan Kopma,” ujarnya.

4

Edisi 38/ Thn.IX/Mei/ 2007

Biaya-biaya lain yang tak kalah besar dan diindikasikan adanya mark up adalah biaya reparasi dan pemeliharaan inventaris yang mencapai Rp 6 juta, biaya kebersihan Rp 1 juta, biaya gaji Badan Pengawas (BP) dan pengurus setahun yang mencapai Rp 19.140.000. Padahal jumlah BP 3 orang dan pengurus 7 orang. Kemudian ada penganggaran lain yang dinilai double pos tapi hanya beda nama penganggarannya, seperti biaya konsumsi Rp 2 juta dengan biaya rapat Rp 1,2 juta. “Biasanya yang namanya biaya konsumsi termasuk di dalam biaya rapat.” Pembengkakan anggaran juga terjadi di pos biaya depresiasi umum yang menelan dana Rp 15 juta, biaya pelatihan Rp 7 juta, biaya transportasi Rp 800 ribu dan biaya lain-lain yang mencapai Rp 15 juta. “Besarnya biaya-biaya ini sangat dipertanyakan efisiensi penggunaannya,” ungkap mantan Ketua BEM MIPA ini. Mekanisme Pendirian Kantin Kopma Salahi Prosedur. Bukan hanya manajemen keuangan Kopma yang dianggap bermasalah, proses pendirian kantin Kopma juga dinilai banyak pihak telah menyalahi prosedur. Syahrul Munir, mahasiswa

juta harus menggunakan metode tender. Tapi Kopma justru menggunakan metode penunjukkan langsung kepada Muhammad Isnaini sebagai pelaksana renovasi. “Ini jelas sudah menyalahi mekanisme karena Kopma berbadan hukum No 58/BH/X dan Surat ijin usaha perdagangan SIUP No XIV/07/ 208/R/K/5/85 yang mengatur tentang ijin usaha,” ujar Syahrul. Yang lebih ironis sekali, katanya ada kontroversi fungsi BP Kopma yang seharusnya mengawasi kerja pengurus Kopma tapi justru menjadi panitia pengadaan kantin yang dibawah bentukan pengurus dan bertanggungjawab kepada Ketua Umum Kopma. Menanggapi hal tersebut Juni Wardana, mantan Ketua Kopma menjelaskan, ini dilakukan untuk menghindari pajak sebesar 12% atau sebesar Rp 20 jutaan dari harga kontrak. Selain itu, kata Juni, waktu yang pendek antara rekomendasi yang harus dijalankan dengan waktu kepengurusan Kopma yang sebentar lagi berakhir dan desakan dari rektorat yang meminta Kopma memberikan desain bangunan kantin Kopma juga dijadikan pertimbangan pengurus Kopma dalam menentukan siapa yang akan menjadi kontraktor pengadaan kantin Kopma. “Dan keputusannya kita meminta saudara Isnaini untuk membuat desain,” jelasnya. Lebih lanjut, Juni menjelaskan sesuai dengan kesepakatan BP dan pengurus, kantin Kopma tersebut tidak dapat disewakan kepada pengurus Kopma. “Adanya beberapa mantan pengurus yang memiliki kantin itu karena mereka bekerjasama dengan pihak di luar pengurus yang menyewa lebih dahulu,” ungkapnya. Sementara itu peran BP Kopma di dalam panitia pelaksana pengadaan kantin Kopma, menurut Juni bertujuan hanya sebagai pengontrol pelaksanaan pengadaan kantin dan nantinya bertanggungjawab kepada Ketua Umum Kopma. Rinto Wiarta, BP Kopma membenarkan dirinya terlibat sebagai pengawas dalam kepanitiaan peng-


Civitas CivitasHeadline Headline adaan kantin Kopma. “Ini dilakukan karena ditakutkan ada hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyimpangan dana oleh panitia,” katanya. Mengenai piutang Kopma yang dihapuskan, Juni mengungkapkan beberapa mahasiswa yang berhutang pada Kopma ternyata telah meninggal dunia dan ada juga yang sudah selesai kuliah. “Bukti transaksi yang hilang itu terjadi bukan di kepengurusan saya

tapi di kepengurusan beberapa periode yang lalu,” katanya. Soal RAT yang menghabiskan dana Rp 8 juta, Juni mengakui memang dana yang dialokasikan untuk RAT sebesar itu. Tapi dia mengatakan tidak tahu apakah dana tersebut benar-benar habis digunakan panitia untuk RAT. “Kita lihat saja nanti LPJ Panitia RAT,” katanya singkat. Mengenai penyewaan kantin,

Ketua Kopma yang baru, Ibnu Hajan mengatakan saat ini dirinya akan membentuk pansus dari BEM fakultas yang bertugas untuk menyidik pengadaan kantin. “Kita masih mencari surat izin Kopma dari mantan rektor Asniar yang isinya apakah kantin Kopma untuk UKM atau disewakan yang sifatnya personal,” ungkap Hajan.[]

Sekretariat UKM Direnovasi,

Ke Mana Harus Mengungsi? Akhir Maret lalu beberapa UKM di Untan menerima surat dari rektorat yang isinya untuk segera mengosongkan sekretariatnya hingga akhir Mei 2007 karena awal Juni 2007 akan dimulai perbaikan bangunan.

Oleh FAHMI urat tersebut membuat pengurus UKM-UKM terkejut dan bingung kemana mereka harus pindah. Ketua Pramuka, Prima PM, menganggap surat itu adalah surat pengusiran rektorat kepada UKM karena pihak Untan tidak menyediakan dana untuk pengadaan tempat menyimpan aset-aset yang dimiliki. “Untan tidak memberikan solusi kepada kami,” ungkapnya. Selain itu, Prima mengatakan masih ada persoalan yang harus dijelaskan oleh pihak Untan mengenai pembagian lokasi untuk seluruh UKM nantinya. “Apakah luas ruangan untuk semua UKM itu disamakan atau tetap sama dengan luas ruangan sebelumnya,” tanya Prima. Tanggapan sama juga diutarakan Jayusman, Ketua Mapala Untan. Ia merasa kebingungan untuk mencari sekretariat sementara apalagi pihak

S

Renovasi : Salah satu sudut UKM yang akan direnovasi.

Untan tidak memberikan solusi kepada seluruh UKM. “Jika sampai batas waktu pengosongan kami belum diberikan tempat, maka kami akan tetap bertahan di sekretariat ini,” tegasnya. Sementara itu, Suyono Sadeli, Kabag Kemahasiswaan Untan membantah hal tersebut. Rencananya untuk sekretariat sementara akan ditempatkan di Aula UKM yang baru. “Gedung itu akan disekat-sekat untuk tempat tinggal sementara bagi seluruh UKM,” jelasnya. Suyono menjelaskan rencana perehaban bangunan tersebut bukan dengan merobohkan bangunan lama tapi perbaikan bagian atas bangunan saja. Ini sesuai peraturan yang melarang untuk melakukan perobohan bangunan dan mendirikan bangunan baru karena semua bangunan sudah

Foto :Yayan/MIUN.

terinventarisir. “Kita hanya melakukan perehaban bangunan tersebut dan nantinya akan tetap dimiliki oleh UKM,” papar Suyono. Suyono juga menambahkan kalau dirinya hanya sebagai penyalur informasi ke mahasiswa sedangkan yang berkompeten dalam hal ini adalah bidang yang mengurusi proyek Untan yakni, Kepala BAUK M Hasan dan Herman dari PKUPT. Ketika dikonfirmasi Kepala BAUK, M Hasan menjelaskan perencanaan rehabilitasi UKM akan dikoordinasikan ke Pembantu Rektor III karena keputusan ini belum final. “Kami akan memanggil perwakilan dari UKM untuk membicarakan pengalokasian sekretariat sementara bagi UKM. Tidak mungkin kami akan menelantarkan mereka,” tegas Hasan. []

Edisi 38/ Thn.IX/ Mei/ 2007

5


Civitas Headline

Catatan Kinerja BEM Untan Selama satu tahun kepengurusan BEM Untan periode 2006-2007 banyak catatan penting yang harus diperbaiki kepengurusan BEM mendatang.

Oleh EKA SETIAWATI uhardi, Dewan Penasehat Partai Lingkar Kampus memberi beberapa cacatan kecil terhadap kepengurusan BEM Untan. Pertama, persoalan Adaptasi Mahasiswa Baru (AMB) dinilai tidak mampu memberikan pengenalan maupun pengadaptasian yang signifikan bagi mahasiswa baru, tapi justru menyisakan kekecewaan di beberapa fakultas terkait masalah konsep acara dan pelibatan fakultas yang hampir tidak ada. Catatan kedua, selama satu tahun kepengurusan BEM, kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti seminar-seminar maupun kajian-kajian daerah tidak memiliki targetan-targetan dan follow up yang jelas. Selain itu, bicara soal gerakan yang dilakukan BEM Untan selama ini menurut Muhardi lebih bersifat eksternal. “BEM Untan lebih kosentrasi pada gerakan eksternal daripada internal dan saya menilai BEM Untan mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang jelas-jelas tidak bersentuhan dengan mahasiswa Untan,” katanya.

M

6

Edisi 38/ Thn.IX/Mei/ 2007

Belum adanya format sinergisitas lembaga-lembaga di Untan terutama BEM-BEM fakultas membuat kehadiran BEM Untan di tengah mahasiswa Untan tidak dirasakan sama sekali. Kegagalan lain yang dilakukan BEM Untan, kata Muhardi, tidak adanya program kerja pelatihan yang mengarah pada kepemimpinan mahasiswa menyebabkan mahasiswa Untan miskin akan pengetahuan kepemimpinan mahasiswa. Persoalan manajemen organisasi BEM yang tidak teratur oleh Muhardi juga dirasakan menjadi sebuah kegagalan BEM dalam membagun manajemen organisasi yang baik. “Sampai saat ini proses perencanaan hingga evaluasi sebagai alur standar organisasi tidak berjalan sama sekali,” jelas Muhardi yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas MIPA. Dan yang paling disesalkan dari kepengurusan BEM saat ini menurut Muhardi yang juga mantan Ketua Bidang PSDM HIMAFIS Fakultas MIPA adalah tidak mampunya BEM Untan melakukan advokasi anggaran dana kemahasiswaan di wilayah birokrasi. Terhadap kinerja BEM Untan, Ketua BEM Fakultas Ekonomi, Pipit Sixmam Budi menilai kegiatan yang selama ini dilakukan BEM Untan selama ini masih bersifat insidentil dan terkesan eksklusif dan tidak aspiratif. “BEM Untan sering berjalan sendiri dalam melaksanakan kegiatan. Sehingga banyak perwakilan setiap fakultas tidak hadir karena kurangnya sosialisasi dan koordinasi dari BEM Untan,” kata Budi. Ketua BEM Fakultas Pertanian, Nugroho juga berpendapat sama dengan Budi. Ia mengatakan BEM Untan masih belum bisa mengakomodir aspirasi mahasiswa yang ada di Untan. Contohnya masalah Dufan, BEM Untan tidak banyak berbuat untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa Untan. Selain koordinasi dengan BEM-BEM fakultas yang kurang BEM Untan juga dirasakan kurang melakukan koordinasi dan pendekatan dengan UKM-UKM yang ada. Hal ini dikeluhkan oleh Sutarjo, Komandan Menwa yang mengatakan pengurus BEM Untan jarang melakukan silaturahmi ke UKM-UKM Untan untuk mempererat tali kekeluargaan. Menanggapi sepinya keterlibatan BEM fakultas dalam setiap kegiatan BEM Untan, Ketua BEM Untan, Galih Usmawan mengakui kegiatan yang dilakukan BEM Untan memang kurang mendapatkan respon dari BEM fakultas. “Ini memang kesalahan kami karena tidak dapat bekerjasama dengan baik dan kegiatan yang kami lakukan juga kebanyakan bersifat aksi jalanan,” katanya.[]


Civitas Khusus

Jurnal Penelitian Mandek Oleh HENNY KRISTINA Citra sebuah universitas salah satunya dilihat dari adanya jurnal yang terakreditasi. Namun, menerbitkan sebuah jurnal tidak sekadar mengumpulkan hasil penelitian dan tulisan saja tetapi juga harus didukung oleh banyak pihak, baik itu dosen maupun lembaga yang menaunginya. Sayangnya, tidak semua fakultas di Untan yang menerbitkan jurnal dan hingga kini Untan belum memiliki jurnal yang terakreditasi.

Foto : Yayan/Miun.

Lemlit: Kantor Lembaga Penelitian Untan yang terletak jalan Daya Nasional. Lembaga ini seharusnya mampu mendorong terbitnya jurnal penelitian di Universitas Tanjungpura.

A

da beberapa fakultas di Untan yang rutin menerbitkan jurnal penelitian antara lain FKIP dengan Jurnal Cakrawalanya, Fisipol dengan Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, dan Fakultas Teknik dengan dua jurnalnya yakni Jurnal Teknik Sipil dan Jurnal Teknik Elektro. Sejak tahun 1987 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora yang diterbitkan tiga kali dalam setahun oleh Fisipol ini awalnya bernama Proyeksi. Tetapi di tahun 2005 namanya berubah menjadi Proyeksi Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Menurut Redatin Parwadi, Proyeksi sempat vakum cukup lama dikarenakan para pengurus yang juga dosen Fisipol ada yang melanjutkan sekolah maupun kesibukan lainnya. “Di tahun 1994 kepengurusan kembali aktif dan sejak tahun 2003 sampai sekarang saya dipercayakan menjadi pimpinan redaksi,” ujarnya. Dalam masa penerbitan jurnal tersebut diakui Redatin tidak semudah

yang dipikirkan. Kurangnya perhatian dari pihak fakultas maupun universitas membuat penerbitan jurnal ini sempat tersendat. “Rektor maupun dekan tidak ada perhatian sedangkan waktu terbitan jurnal mesti rutin,” ungkapnya. Masalah dana menjadi hal yang paling krusial dalam penerbitan jurnal. Tapi hal tersebut tidak pernah mendapat perhatian. “Kalau di UGM itu malah sebaliknya, perhatian yang diberikan begitu besar, malahan pengurusnya dibayar,” tambahnya. Namun, hal ini tidak membuat para pengurus Proyeksi berhenti menerbitkan jurnal meskipun biaya yang dikeluarkan dari kantong sendiri. Setelah cukup lama mengajukan permohonan dana akhirnya pihak fakultas mengucurkan dana penerbitan di tahun 2006 lalu. “Dana yang diberikan sejumlah Rp. 3.500.000,” ujarnya. Lain dengan Proyeksi, Cakrawala yang diterbitkan tiga bulan sekali oleh FKIP malah mendapat anggaran 5 sampai 10 juta rupiah. Dekan FKIP, As-

wandi mengungkapkan tidak mungkin fakultas itu tidak mempunyai dana untuk penerbitan jurnal karena yang menganggarkan dana untuk keperluan kampusnya itu adalah fakultas itu sendiri. “Dana buat penerbitan itu paling diutamakan,” tegasnya. Berbeda dengan Fisipol dan FKIP, Fakultas Ekonomi baru akan memulai untuk menerbitkan jurnal. Menurut Pembantu Dekan I Sukma Indra, saat ini sudah dibentuk tim penerbitan jurnal dan sedang dalam tahap pengumpulan tulisan yang sudah ada. Tim tersebut akan membuat strategi guna menerbitkan jurnal secara kontinyu. “Tulisan-tulisan dosen yang sudah ada akan dikumpulkan jadi tidak menunggu tulisan lagi dan begitu seterusnya, sehingga tidak molor dari deadline,” ungkapnya. Mengenai dana penerbitan, Sukma yang enggan menyebutkan nominalnya mengatakan dana awal penerbitan akan dikeluarkan oleh pihak fakultas. Hal senada juga dialami Fakultas Kehutanan yang hingga kini belum memiliki jurnal penelitian. Dekan Fakultas Kehutanan, Abdurrani Muin mengatakan pihaknya baru akan memulai menerbitkan jurnal. Banyak ha sil penelitian dosen maupun mahasiswa yang bisa diterbitkan namun biasanya terkendala pada masalah dana. “Biasanya terbitan itu molor karena dana yang tersendat tapi kita akan coba untuk menganggarkannya,” katanya. Menulis Untuk Naik Pangkat Selain bentuk perhatian dari lembaga yang menaunginya, menerbitkan sebuah jurnal juga harus didukung oleh keinginan yang besar dari para dosen. Jika animo dosen rendah dalam hal menulis, penerbitan jurnal tersebut juga sulit untuk berkembang. Bahkan ada pernyataan yang timbul bahwa dosen menulis hanya untuk Edisi 38/ Thn.IX/ Mei/ 2007

7


Civitas Khusus

naik pangkat saja. Hal ini diakui Dekan FKIP, Aswandi beberapa waktu lalu di Mimbar Untan sebelum memberikan kuliah bagi mahasiswa Akta IV. Sudah merupakan fenomena jika dosen menulis hanya untuk menaikkan pangkat saja, bukan sebagai hal yang harus dibiasakannya sebagai seorang pendidik. Hal senada juga diungkapkan Pembantu Dekan I Fekon, Sukma Indra, “Dosen mau nulis kalau untuk naik pangkat padahal penerbitan jurnal di suatu lembaga merupakan salah satu penilaian kinerja.” Dikatakan juga oleh Pudek I Fakultas Teknik, Junaidi bahwa semua tulisan yang masuk ke dalam jurnal ilmiah itu tujuannya hanya untuk naik pangkat saja. Sementara Pembantu Dekan II fekon Jamaliah melihat pembinaan terhadap dosen yang menulis juga masih kurang. “Dari sekian banyak tulisan dosen yang ada, peluangnya kecil un-

tuk diterbitkan padahal sudah banyak biaya yang dikeluarkan,” ungkapnya. Ia mengusulkan agar adanya kerjasama lembaga penelitian terhadap fakultas untuk memberikan pembinaan terhadap dosen. Belum Ada Yang Terakreditasi Abdurrani Muin yang juga merangkap sebagai Ketua Lembaga Penelitian Untan menilai belum adanya jurnal yang terakreditasi di Untan ini karena jurnal yang sudah ada isinya belum spesifik. “Bidang ilmu dari jurnal harus lebih khusus, waktu penerbitan juga harus rutin baru bisa menuju akreditasi,” ujarnya. Jurnal penelitian Untan sendiri yang sudah berdiri sejak 1991 diakuinya belum mendapatkan akreditasi karena syarat-syarat tersebut belum dapat dijalankan sepenuhnya. Namun pihaknya terus berusaha untuk mendapatkan akreditasi dari Dikti. Sementara Redatin Parwadi, se-

dang mengusahakan mendapatkan akreditasi dari Dikti untuk Proyeksi. “Syarat-syaratnya cukup banyak, salah satunya adanya Mitra Bestari yakni tim editor yang menelaah jurnal dan harus dari tingkat nasional tapi kita akan mengusahakannya karena kita cukup menyayangkan universitas kita belum memiliki jurnal yang terakreditasi,” ujarnya. Padahal jurnal penelitian bagi sebuah fakultas ataupun universitas merupakan satu nilai plus bagi lembaga itu sendiri. Apalagi perguruan tinggi terbesar di Kalimantan Barat, sudah seharusnya mempunyai jurnal yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi universitas lain. Ia berharap rektor lebih memerhatikan penerbitan jurnal yang ada di Untan. “Rektor harus mendukung, memfasilitasi dan membantu penulisan jurnal dan Untan ke depan harus memiliki jurnal yang terakreditasi,” harapnya.[]

Menilik Fasilitas Di Kampus ‘Primadona’ Setiap pagi, tampak beberapa mahasiswa sedang menjinjing, menyeret bahkan memikul kursi untuk digunakan di ruang perkuliahannya. Pemandangan seperti ini lazim terjadi di FKIP, fakultas dengan peminat terbanyak di Untan.

Oleh WANTY EKA JAYANTI

F

akultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, tiga tahun terakhir menjadi fakultas dengan jumlah peminat terbanyak. Ini terbukti dengan melambungnya jumlah pendaftar FKIP dari tahun ke tahun. Dari data yang ada, jumlah mahasiswa baru tahun 2004 berjumlah 307, 2005 berjumlah 484 orang, dan di tahun 2006 berjumlah 514 orang. Namun naiknya pamor fakultas ini tidak diikuti perbaikan fasilitas. Endang Sri, mahasiswi ekstensi prodi Ekonomi mengeluhkan fasilitas yang tidak mendukung perkuliahan. “Di beberapa ruang perkuliahan kipas angin dan lampu banyak yang tidak berfungsi. Padahal lampu sangat diperlukan untuk perkuliahan di malam hari. Belum lagi setiap ada kuliah mahasiswa harus mencari kursi kosong di ruangan lain,” keluh mahasiswi angkatan 2005 ini. “Saat hujan atap-atap kelas juga bocor yang pastinya mengganggu kegiatan perkuliahan, penggunaan infokus juga harus ngantri. Ia mengakui selama ini protes yang disampaikan mahasiswa FKIP sudah cukup sering. Namun belum ada tanggapan dari pihak fakultas,” tambahnya. Senada dengan Endang, Ketua BEM FKIP, Hadidi mengatakan sebenarnya FKIP tidak pantas disebut sebagai kampus primadona karena dari segi fasilitas sangat jauh dari kata ideal. “FKIP kan tulang punggung bangsa, jadi mesti diprioritaskan,” ungkapnya.

8

Edisi 38/ Thn.IX/Mei/ 2007

Ia mengungkapkan kursi dan meja untuk dosen mengajar pun masih belum layak. Seringnya mati lampu yang didukung dengan ketiadaaan genset juga mengganggu jalannya perkuliahan. “Selama ini kan sering padam listrik, kenapa jurusan tidak membeli genset?,” ungkapnya heran. Keluhan lain juga datang dari Aunur Rahman, mahasiswa prodi bahasa Inggris yang mengatakan kelebihan jumlah mahasiswa dalam satu kelas sehingga konsentrasi belajar buyar. “Jumlah mahasiswa dalam satu kelas kadang melebihi jumlah yang seharusnya,” katanya. Laboratorium bahasa yang ada dua pun hanya dapat digunakan satu saja. “Jadi kalo’ ada lab, satu kelas dibagi dua, 20 masuk pertama, 20 lagi masuk jam berikutnya,” jelas Aunur. Menyikapi masalah fasilitas FKIP yang minim, Pembantu Dekan II FKIP Junaidi mengatakan, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk mengatasinya. Misalnya dengan mengajukan permohonan ke pihak universitas, bekerjasama dengan program non reguler, dan dengan dana fakultas. Bantuan tersebut dalam bentuk 200 buah kursi, 20 buah white board, dan 20 buah meja. “Perbaikan genteng yang bocor oleh pihak fakultas merupakan salah satu bukti adanya perhatian pihak fakultas terhadap fasilitas kampus demi kesejahteraan mahasiswa,” jelasnya. Junaidi juga berharap program kerjasama dengan pihak non reguler merupakan harapan yang besar, karena sampai saat ini prodi ekstensi masih menggunakan fasilitas reguler. []


Civitas Kampus

FKIP, Kampus dalam Taman Demi terciptanya pendidikan yang bermartabat, Dekan FKIP Untan, Aswandi canangkan konsep membangun “kampus dalam taman.” Seperti apakah FKIP nantinya? Oleh SRI PUJIYANI

Foto : Yayan/MIUN

Taman FKIP : Salah satu sudut taman FKIP Untan. Kampus ini akan dicanangkan menjadi kampus dalam taman.

R

abu (25/4), persis di bawah pohon-pohon rindang, di sebelah kanan halaman depan kampus FKIP, tampak beberapa mahasiswa sedang duduk-duduk santai. Di sana tersedia bangku-bangku dan meja bulat yang dibuat menyerupai potongan kayu. Biasanya tempat itu digunakan untuk santai ketika tidak ada jam perkuliahan, tapi tidak jarang juga mahasiswa menggunakannya untuk berdiskusi dan mengerjakan tugas perkuliahan. Tidak jauh dari tempat ini, berderet kantin FKIP. Mahasiswa dapat membeli dan membawanya di bawah pohon rindang. Di situ mereka dapat membaca, diskusi, dan melakukan aktivitas lainnya, sembari menikmati makanan. Tempat ini begitu teduh dan sejuk. Tidak heran banyak mahasiswa yang betah duduk di sana. Di kampus FKIP, banyak tersedia tempat duduk yang dilengkapi dengan taman. Tepat berhadapan dengan koperasi dosen dan karyawan FKIP misalnya, telah tersedia empat buah

bangku persegi panjang yang dikelilingi berbagai jenis tanaman dan bunga. Dekan FKIP, Aswandi menyatakan taman yang ada di FKIP saat ini merupakan langkah awal untuk membuat suasana kampus menjadi tempat menyenangkan. Aswandi menyebut konsep tata kampus di FKIP dengan sebutan “Kampus dalam taman.” “Kampus dalam taman beda dengan taman dalam kampus,” ungkapnya. Konsep ini akan menjadikan FKIP berada di tengah-tengah taman bunga dan tanaman. Sedangkan taman dalam kampus seolah-olah taman tersebut berada di tengah-tengah bangunan kampus. Konsep kampus dalam taman ini nantinya akan menciptakan suasana FKIP lebih menyatu dengan alam. Rencananya dinding bangunan perkuliahan akan dibuat dari kayu berbentuk relief dan akan dibuat lebih rendah seperdua dari biasanya. Ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat merasakan semilirnya angin yang masuk. Sehi-

ngga kelas tidak lagi memerlukan pendingin ruangan. Dinding bangunan akan dipadu dengan penutup atas (atap) yang lebih mencorong ke bawah agar air hujan dari luar tidak masuk ke ruangan. Bagian depan kampus, tambah Aswandi, akan dipasangi pagar berwarna jingga. Selain itu di bagian belakang FKIP sedang ditanami tanaman langka dan buah-buahan yang saat ini dikerjakan dengan program bakti mahasiswa. Nantinya bagian belakang ini akan dibuat seperti kelas yang mana mahasiswanya duduk di lantai. “Kelas terpisah di bagian belakang FKIP ini, akan diupayakan untuk menyiasati keterbatasan gedung yang tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa FKIP,” katanya. Aswandi berharap konsep “kampus dalam taman” dapat dilakukan secara bersama dan mesti ada partisipasi dari segenap civitas akademika untuk melaksanakan konsepnya ini. Dimana motto FKIP adalah “Bersama kita FKIP berkualitas.” Upaya menjadikan “kampus dalam taman” ini dilakukan agar mahasiswa FKIP akan lebih betah berada di kampus dan dapat lebih mampu untuk berprestasi. “Karena berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah pakar pendidikan, orang akan lebih berprestasi jika dalam suasana yang menyenangkan baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Konsep “kampus dalam taman” mendapat tanggapan positif dari ketua BEM FKIP, Hadidi. “Saya pikir itu ide yang bagus, hanya saja jika untuk halhal seperti itu (membangun Kampus dalam taman-red), masih sangat jauh untuk bisa dicapai pada tahun-tahun ke depan,” ungkapnya. Ia menyatakan, FKIP akan lebih baik jika seluruh sarana dan prasarana penunjang terlebih dahulu dilengkapi. Karena sarana dan prasarana yang ada sekarang ini tidak memadai dengan jumlah mahasiswa FKIP yang ada. “Apalagi seperti yang kita ketahui bersama, jumlah mahasiswa FKIP tiap tahunnya mengalami peningkatan.”[]

Edisi 38/ Thn.IX/ Mei/ 2007

9


Civitas Iklan

10

Edisi 38 /Thn.IX/Mei/ 2007


Civitas Religius

Hadapi Hidup Apa Adanya Oleh : ABANG INDRIYADI ondisi dunia ini penuh kenikmatan, banyak pilihan, penuh rupa dan banyak warna. Semua ini bercampur baur dengan kecemasan dan kesulitan hidup. Dan, anda adalah bagian dari dunia yang berada dalam kesukaran. Anda tidak akan pernah menjumpai seorang ayah, istri, kawan, sahabat, tempat tinggal, atau pekerjaan yang padanya tidak terdapat sesuatu yang menyulitkan. Bahkan, kadang kala justru pada setiap hal itu terdapat sesuatu yang buruk dan tidak anda sukai. Maka dari itu, padamkanlah panasnya keburukan pada setiap hal itu dengan dinginnya kebaikan yang ada padanya. Itu kalau anda mau selamat dengan adil dan bijaksana. Pasalnya,

K

betapapun setiap luka ada harganya. Allah menghendaki dunia ini sebagai tempat bertemunya dua hal yang saling berlawanan, dua jenis yang saling bertolak belakang, dua kubu yang saling berseberangan, dan dua pendapat yang saling berseberangan. Yakni, yang baik dengan yang buruk, kemudahan dengan kerusakan, kebahagiaan dengan kesedihan. Dan setelah itu Allah akan mengumpulkan semua yang baik, kemudahan dan kebahagiaan itu di surga. Adapun yang buruk, kerusakan dan kesedihan akan dikumpulkan di neraka. “Dunia ini terlaknat, dan terlaknat semua yang di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan semua yang berkaitan dengannya, seorang yang ‘alim dan seorang yang belajar,� begitu hadist berkata. Maka, jalanilah hidup ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan larut dalam khayalan. Dan, jangan pernah menerawang ke dalam imajinasi. Hadapi kehidupan ini apa adanya; kendalikan jiwa anda untuk dapat menerima dan menikmatinya! Bagaimanapun, tidak mungkin semua teman tulus kepada anda dan semua perkara sempurna di mata anda. Sebab, ketulusan dan kesempurnaan itu ciri dan sifat kehidupan dunia. Bahkan, istri anda pun tak akan pernah sempurna di mata anda. Maka kata hadist, “janganlah seorang mukmin mencela seorang mukminah (istrinya), sebab jika dia tidak suka pada salah satu kebiasaannya maka dia bisa menerima kebiasaannya yang lain.� Adalah seyogyanya bila kita merapatkan barisan, menyatukan langkah, saling memaafkan dan berdamai kembali, mengambil hal-hal yang mudah kita lakukan, meninggalkan hal-hal yang menyulitkan menutup mata dari beberapa hal untuk saat-saat tertentu, meluruskan langkah, dan mengesampingkan berbagai hal yang mengganggu.[] *Penulis Mahasiswa Fisipol Angkatan 2004 Edisi 38 /Thn.IX/Mei/ 2007

11


Civitas Suplemen

Animo Parpol Mahasiswa Untan Rendah Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemirama) Untan tahun ini akan berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun ini Pemirama dilaksanakan dengan sistem partai politik mahasiswa. Tapi sampai saat ini partai mahasiswa yang mendaftar sepi. Padahal waktu Pemirama sebentar lagi tiba, apakah mahasiswa Untan sudah tidak peduli dengan organisasi kampus atau mahasiswa Untan belum memahami konsep dan mekanisme Pemirama dengan menggunakan partai ? Oleh BURHANADI

W

alau masih ada pro dan kontra di kalangan mahasiswa Untan tentang penggunaan sistem partai dalam Pemirama tahun ini, tampaknya BEM Untan merasa optimis Pemirama dengan menggunakan sistem partai ini akan berlangsung dengan sukses. Ketua BEM Untan Galih Usmawan mengharapkan agar sistem ini diketahui segenap mahasiswa Untan maka diadakanlah sosialisasi baik melalui pamflet maupun melalui diskusi. Dalam Undang-undang Pemirama sistem partai ini, ada syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan partai mahasiswa. Sebuah partai baru da-

pat dibentuk minimal memiliki 100 orang anggota. Dengan penyebaran anggota minimal di 4 fakultas yang masing-masing fakultas memiliki minimal 10 anggota. “Syarat yang paling utama dari sebuah partai harus memiliki struktur dan perangkat organisasi,� kata Galih. Sementara itu, Ketua BEM Teknik Wawan Febrianto, menganggap Pemirama dengan sistem baru, bisa diterima dengan baik, asalkan Pemirama ini dapat memberikan suatu perubahan yang efektif secara radikal, khususnya untuk kemajuan Untan ke depan. “Jangan malah sebaliknya Pemirama diterapkan dengan sistem

parpol, sementara pihak yang terlibat di dalamnya tidak paham konsep dari sistem parpol itu,� ungkapnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Iin Solihin, ketua komisi partai politik mahasiswa Fakultas Hukum mengaku siap mendukung, namun apakah Pemirama dengan sistem baru tersebut dapat membangkitkan jiwa dan semangat mahasiswa, atau justru malah kemerosotan yang dihasilkan. Iin menambahkan, Pemirama sistem baru diharapkan dapat menjadi wadah dari proses demokrasi guna mewujudkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik.[]

Formulir dapat diperoleh di sekretariat LPM untan

Fasilitas : Stadium General : 18 Mei 2007 Pendidikan & Latihan : 19 - 20 Mei 2007

- Konsumsi makan siang dan malam. - Snack. - Makalah (materi). - Penginapan. - dll.

Tempat Pelaksanaan: Gedung MKDU Untan Informasi lebih lanjut hubungi panitia Kesempatan dibuka mulai : 01 - 16 Mei 2007

12

Edisi 38/ Thn.IX/Mei/ 2007

Sekretariat : Jln Daya Nasional komplek Gedung MKDU Untan Pontianak 78124. C.P : Eka (0813 4562 1096), Burhan (0852 5225 4063)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.