Edisi 9 Mata Sumenep

Page 1

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 1


salam redaksi

e ak Rekam Jj

Mata Sumenep

Alhamdulillah

2014

Mulai Merangkak, 2015 Siap Goo...!

03 Mata Utama 08 Mata Opini 12 Kisah Dibalik Pendopo 13 Pangesto

Su s un an

Komisaris Dewan Redaksi Redaksi Tamu Redaktur Tamu Direktur Pemimpin Redaksi Redaktur Reporter

Reda ksi : Asmawi : Moh. Jazuli, M. Ali Al-Humaidi : Fathorrahem, M. Ilyas : Suhaidi : Hambali Rasidi : Hambali Rasidi : Rusydiyono : Rusydiyono, Mahdi : Ahmad Faidi, Imam Rasyidi : Asip Kusuma, Rafiqi, Hairul

Design Grafis Manajer Iklan & Promosi Penagih Iklan Manajer Sirkulasi & Distribusi Keuangan Kontributor Penerbit NPWP SIUP TDP

: Ahmad Yadi, A. Warits Muhshi : M. Adi Irawan : Fathorrahem : Moh. Junaedi : Imra’atun Nisa’ : RB. M. Farhan Muzammil : PT. MATA SUMENEP INTERMEDIA : 70.659.553.5-608-000 : 503/29/SIUP-M/435.213/2014 : 13.21.1.58.00174

Kantor Redaksi : Jl. Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 E-Mail : matasumenep@gmail.com, mataopinisumenep@gmail.com PIN BB : 7D0B6F42 2 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015


MATA UTAMA

t a h r u C Bersama Mamah Dedeh

K

ehadiran Mamah Dedeh di bumi Sumenep, 29 Desember lalu, menjadi warna tersendiri bagi ibu-ibu, yang selama ini hanya bisa lihat wajahnya di layar tivi nasional, saban pagi.Tidak heran, sebelum acara dimulai, tidak sedikit para ibu-ibu mendatangi Rumdis Bupati, tempat istirahat Mamah Dede, untuk sekedar bersalaman dan berfoto ria. Hanya saja, kesempatan ini tidak berlangsung lama, karena acara Curhat Mamah Dedeh, segera digelar yang berpusat di halaman parkir Masjid Jamik Sumenep. Sebelum mendatangi acara, Mamah Dedeh, menyempatkan diri melihat sejumlah peninggalan para Raja Sumenep, yang masih ada dalam area keraton Sumenep. Salah satu tempat yang

Ibu Nurfitriana Busyro Karim menunjukkan al-Qur'an 30 Juz hasil karya tangan Sultan Abdurrahman kepada Mama Dede

dikunjungi Mamah Dedeh, Mushaf al-Qur’an 30 juz, tulisan tangan Sultan Abdurrahman, Raja Sumenep. Ribuan warga Sumenep, tampak khusuk mengikuti acara curhat dengan pendakwah Mamah Dedeh yang digagas Pemkab bekerjasama dengan salah satu produk snack, sebagai sponsor. Apalagi, yang menjadi moderator Nyai Nurfitriana Busyro Karim, istri Kiai A. Busyro Karim. Suasana tambah gayeng karena moderator bisa mencairkan suasana terik matahari jadi adem dengan aura kelembutannya. “Mana ibu-ibu Kecamatan Ganding,…ibu-ibu Kecamatan Sronggi…ibu-ibu dari Braji,” sapa Nyai Fitri dengan logat bahasa Madura yang masih agak kejawa-an, yang disambut lambaian

tangan para jamaah pengajian yang hadir. Mamah Dedeh tampil seperti gaya khasnya, memberi ceramah agama sekitar 10 menit, dan memberi kesempatan kepada audiens untuk bertanya secara bergilir. Dalam ceramah singkat, Mamah Dedeh mengajak seluruh jamaah untuk meluruskan niat ikhlas agar malaikat juga memayungi lewat sayapnya dan memohonkan doa kepada Allah SWT, agar diampuni semua dosadosa termasuk menyebut syarat-syarat masuk Surga. Apa syaratnya? Mamah Dedeh menjawab tentunya dengan beriman dan bertaqwa. Sambil mengutip Surah Al-Baqorah ayat 42, Mama Dedeh dengan gaya khasnya sambut anggukan dari jamaah yang mayoritas ibu-ibu. Kesempatan tanya jawab Curhat bersama Mama Dedeh dengan tema “Sumenep Sehat dan Sejahtera Sesuai Tuntunan Rasulullah”, dimanfaatkan para jamaah hingga waktu sekitar 1,5 jam berlalu. Setelah dirasa cukup, Mamah Dedeh mengakhiri waktu bersama warga Sumenep dan berpamitan langsung menuju Jakarta. Acara yang merupakan bagian dari Hari Jadi Sumenep ke 745 itu dihadiri Forpimda, TP PKK, Dharma Wanita, Kepala Badan dan Dinas, alim ulama, takmir masjid dan masyarakat umum. Acara dihadiri ribuan masyarakat dimulai pukul 09.00 berakhir 11.00 Wib, hingga harus menutup akses jalan Trunojoyo depan Mesjid Jamik. Bupati Sumenep KH. A. Busyro Karim dalam sambutan singkat berharap kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang sekaligus peresmian pembangunan Area Parkir Masjid Jamik p ini dapat memberikan manfaat dan menjadikan masyarakat, khususnya Kabupaten Sumenep lebih sejahtera sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Syahwan Efendi, selaku sekretaris panitia acara, menyebut, acara Curhat Mamah Dedeh merupakan salah satu kegiatan yang merupakan rangkaian acara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Jadi ke-745 Sumenep. Panitia, kata Syahwan, sengaja menggagas kegiatan Mamah Dedeh untuk memupuk rasa cinta kepada Rasulullah bagi warga Sumenep. “Ini juga merupakan bentuk lain dari sebuah silaturrahim Bupati Sumenep dan jajarannya dengan warga. Kegiatan ini sengaja digelar di depan Masjid Agung Sumenep, agar masyarakat banyak menikmatinya,” ujarnya. hamrasidi

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 3


Asta Daya Cipta/ Sayyid Yusuf, Pulau Talango,kerap dikunjungi peziarah

Jelajah Wisata Religi di Maulud Januari

K

ompleks makam Asta Tinggi bersama makam Asta Yusuf, Talango, menjadi andalan Wisata Religi Kabupaten Sumenep. Wisatawan yang berziarah di lokasi dua objek itu, saban hari mencapai ratusan. Terlebih pada moment mauludannabi (waktu kelahiran Nabi Muhammad SAw) pengunjung bisa mencapai ribuan. “Kebetulan mauludan tahun ini bertepatan dengan bulan Januari, moment liburan karena tahun baru masehi. Sehingga banyak peziarah datang ke Asta Tinggi dan pasarean Sayyid Yusuf,”

4 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

terang RB Roeska Pandji Adinda, ketua Yayasan Penjaga Asta Tinggi (YAPASTI). Asta Tinggi merupakan komplek makan para Raja Sumenep, yang juga berpangkat waliyullah (kekasih Allah Swt). Gus Roeska menerangkan, keberadaan Asta Tinggi Sumenep ini, tentu memiliki makna beda dengan asta para Raja di luar Sumenep. Sebab, katanya, kompleks Asta Tinggi memiliki nilai mistis sangat tinggi yang seakan menjadi magnet bagi peziarah untuk kembali lagi. ”Ini yang menarik dengan Asta Tinggi Sumenep.

Maklum, kompleks ini, diisi para waliyullah berserta santri dan keluarganya. Sehingga memiliki nilai lebih bagi peziarah,” sambung Gus Roeskan kepada Mata Sumenep saat ditemui di kantornya. Raja Sumenep beserta keluarganya yang dimakamkan di kompleks pemakaman ini antara lain, Pangeran Anggadipa, Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I, Aryo Tirtonegoro (Bindhara Saod), Tumenggung Aryo Cokronegoro III (Pangeran Akhmad), Pangeran Pulang Djiwo, R Ayu Mas Ireng, Pangeran Wirosari, R Ayu Artak, Pangeran Rama, Ratu Ari, R Arya Wironegoro, dan masih banyak keluarga kerajaan lainnya. RB Roeska Pandji Adinda, salah satu keturunan ketujuh dari Sultan Abdurrahan, menuturkan bahwa Penjaga kompleks pemakaman Asta Tinggi dahulunya merupakan prajurit kerajaan. Hingga sekarang, jabatan juru kunci makan ini diwariskan secara turun-temurun kepada sanak keluarganya. Darimana kesejahteraan para penjaga dan juru kunci diperoleh? Gus Roeska menyebut jatah sawah dan ladang peninggalan kerajaan. Namun saat ini, kata Gus Roeskan, Pemerintah Kabupaten Sumenep sudah membentuk yayasan yang khusus menjaga Asta Tinggi. Yayasan ini bernama Yayasan Penjaga Asta Tinggi yang disingkat menjadi YAPASTI untuk memdahkan jika ada dana hibah dari pemerintah. Dalam buku catatan Asta, jumlah peziarah yang berkunjung setiap hari kisaran 300 orang. “Ini dapat dikalikan, kalau dalam sebulan berapa


MATA UTAMA

Juru Kunci Asta Tinggi

Raden Bagus Roeska Pandji Adinda

dan setahunnya berapa,” tambahnya. Menurutnya, pengunjung atau peziarah paling banyak dari wilayah Madura dan Jawa. Namun ada juga dari daerah Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Banjarmasin. Biasanya, para pengunjung atau peziarah lokal sangat ramai saat hari libur, yakni pada hari Sabtu dan Minggu. Sementara untuk pengunjung atau peziarah dari luar kota ramai saat hari-hari besar Islam. Seperti satu Muharram, Maulidunnabi, Lebaran dan bulan Sya’ban. Selama 12 bulan penuh, peziarah sepi berkunjung ke Asta Tinggi ketika bulan Ramadlan. Efek ekonomi dari peziarah Asta tidak hanya sangat menunjang kelengkapan kebutuhan Asta seperti pembangunan fasilitas parkir dan pemeliharaan Asta. Lebih dari itu, efek domino ekonomi dari peziarah mampu memberikan kesejateraan ekonomis bagi masyarakat sekitarnya, termasuk para pedagang dan jurutempat parkir agar sepeda motor, mobil dan sebagainya aman. Keterlibatan masyarakat sekitar tidak lepas dari sikap pengurus YAPASTI yang memberi ruang untuk menjaga keamanan lingkungan asta. Ach Junaidi Penjual Konveksi yang membuka kios di sekitar kompleks Asta Tinggi. “Saya merasa nyaman jualan di Asta Tinggi, sebab penghasilan selama sehari sekitar 750 ribu. Hasil jualan tersebut sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga,” akunya kepada Mata Sumenep. Sementara itu, Agus salah satu Pedagang Nasi dan Kripik berharap mendapatkan barokah dari sang Waliyullah yang ada di Asta Tinggi. Meski

penghasilan saya 200 ribu per-hari, saya sudah sangat bahagia memiliki penghasilan tetap,” ucapanya saat ditemui Mata Sumenep. Lain lagi dengan Ibu Nono, salah satu Pedagang Alat-Alat Dapur dan Aksesoris (gelang dan kalung) mendapat penghasilan rata-rata 500 ribu per-hari. “Saya sudah 40 tahun jualan disini, penghasilan saya tiap tahunnya meningkat. Itu semua berkat barokah dari almarhum Waliyullah Asta Tinggi,” cerita Ibu Nono. Melihat antusiasme masyarakat untuk mengenang dan mengenal Raja-Raja tempo dulu dalam bentuk ziarah, RB Roeska mengaku merasa bangga. Apalagi saat bulan Maulidunnabi saat ini, pengunjung yang hadir sangat membludak. Sehingga dirinya menilai, secara khusus momen Maulidunnabi, menjadikan efek ekonomi yang ditimbulkan dengan keberadaan Wisata Religi Asta Tinggi semakin signifikan terhadap para masyarakat, terutama pedagang di lingkungan asta. Suasana serupa juga terasa di Asta Sayyid Yusuf Talango. Di bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw ini, para penziara tidak hanya menuju satu objek wisata religi. Seperti biasa mereka satu paket, beberapa objek wisata religi yang dituju. “Rata-rata peziarah menuju Asta Tinggi dan Asta Sayyid Yusuf, Talango,” jelas Dzurkanain, Guru Kunci Asta Sayiyd Yusuf, Talango saat ditemui, Mata Sumenep. Kedatangan peziarah ke Talango menjadi roda ekonomi masyarakat setempat. Mulai dari para abang becak, penarik jasa perahu penyeberangan dan toko lainnya. Seperti cerita Mar’ie, salah satu tukang becak yang biasa mangkir di sekitar

Asta Sayyid Yusuf. Mar’ie a setiap harinya bekerja sebagai penyedia jasa angkutan dengan memakai becak motor miliknya. Bapak satu anak itu mengaku, setiap hari bisa memndapat penghasilan sebesar Rp, 40 ribu hingga Rp 50 ribu. “Ketika bulan maulid nabi, pendapatan saya alhamdulillah bertambah, menjadi Rp 70 ribu,” ceritanya kepada Mata Sumenep. Dari hasli tarik becak ini, Mar’ie bisa menafkahi sanak keluarganya hingga sekolah ke jenjang SMA. Edi Dzurkanain, mengaku peziarah di Asta Yusuf tia bulan dilaporkan ke pemkab. “Angka pastinya saya lupa. Perkiraan, peziarahyang datang untuk mengaji ke asta lebih dari 30.000 dalam sebulan. Tetangga tidak termasuk hitungan, karena tidak melapor. Hanya saja ketika bulanbulan khusus, seperti bulan muulid pengunjung membludak, dia atas rata-rata,” terangnya. Kejipratan rezeki efek dari keberadaan Asta Sayyid Yusuf juga dirasakan pekerja Kapal Tongkang, untuk mengangkut para peziarah dari luar Madura. Beberapa tahun lalu, jumlah kapal tongkang yang melayani rute penyeberangan Kalianget-Talango, semula dua unit, kini menjadi 4 unit, yang digilir waktu operasionalnya. Sayang, ketika Mata Sumenep, hendak menanyakan perolehan karcis penumpang ke penjual tiket kapal tongkang, enggan memberi data pasti. Ia hanya memperkirakan sekitar Rp 5 juta peroleh ketika musim ramai peziarah, seperti di bulan Maulud di Januari ini. rusydiyono/imam rasyidi

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 5


MATA BUDAYA Sajak Moh.Hasib* LUKISANMU

Sajak Hendry CYM BAD* HujanKemarinMalam

Nafas ini masih mengeram rasa sebelum mencium bau tubuhmu dinda... Lewat bidang dadamu aku melihat warna Dalam bingkai wajahmu relai di himpit waktu Sedangkan asap tetap mesra di gertak angin Sesekali ia menjerit tentang apa yang ia rasakan

Selaksahujankemarinmalam Di kalakaumembawatetesanlukadalam dada Yang gemericikairnyamenjelmanestapa Lalu, menyayatjiwa yang kerontang

Dinda... Ini cobaan atu teguran Sabab tanpa sadar kita telah melangkah dari segala resah Dan aku ingin bersemayam di tubuhmu Juga mencipta rembulan itu menyala di langitmu 09 November 2014 Sajak Dhal NF* GelangHitam Seikatgelanglepas di genggamantangan Setalahiamelingkarsempurnadalamingatan Lalu, akurindupadamuasalkitaberpandang Padawarnakuningkauciptacerita Adakah yang lebihmengenangselainlilitangelangitu? Sebabakutelahmeringkukdalamsesal Seakantakrelagelangituhilang Maka ketahuilah,akutitipkankenangan Dalampertapaannyasejakberibuabadsilam *Aktif Di komonitas PERSI, ANDALAS, dan CORGAP

Sajak Elmy El-Shimcho* Rokok Di bibirmu Akumenghirupsebatangrokokmu Yang kaunyalakandengancinta Lalu, setelahhisapanterakhir Iamatidalamrindu Sebab, akuinginmengulangikembalikenikmatannyabersamamu Lancaran, 25-11-2014 Sajak Herman * The First And The Last sendikodauh, yunda... bolehkahkaumeminangmudenganpuisi ? sebab, kautelahkuterimadenganmaharrindu sebelumakuberikrar di depanpenghulu kemudian, akupunmasihremangdalampikiran kalauternyataadaseribuiblis yang merasukitubuhmu hanyalantarangemulaianya yang menggodasetiappandangmata memangbenarkatamu, yunda.... sesungguhnya kata bukanlahdo’a tapi kata yang memilikikekuatanbagi orang yang mengucapkannya memangsaatini.... airmatatidakmenghujani raga kita, yunda... tapi, udara di serambirumahmubegitudingin seamsalsalju yang runtuhdalamjiwa kau tau, yunda... akumenggigilsebabcinta yang berderaidaritetes air matamu

6 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

Setelahitu, Gelegartangisananakjalanan Membahanadalamsketsakejadiankemarin sore Sementara, di luar Rinaihujanmemecahkanseribugigildalamkesenyapan Akusaljukarenacinta yang bisu 09-11-2014 Sajak Faiq Zabana* AIR MATA DI MUSIM SEMI Musim Ini..... Aku kembali dari ruas keriangan cahaya ke dalam kuasa tangis yang kau rampas Hanyalah air mata yang di sisakan dari bibir merahmu ke area jantung butir-butir debu kembali subur menjelma air mata yang deras mengucur sedang, aku pengembara air mata yang tersimpuh di atas mega mendung telah tercipta di kalbu hingga petir-petir menampar, bertaburan pada bola mata yang tak mampu kujuangkan nan air hujan tumpah bergeliciran Sajak Mir Rusil* Ode Untuk Rasul Ya rasul...aku tak tau harus bagaimana lagi Haturkan kerinduan di dekat sujud-Mu Sementara lampu-lampu kebiruan mulai suram dalam jiwa Semoga Tuhan menyampaikan rinduku Yang sempat ku sematkan dalam sajakku Sajak Moh.Hasib* LUKISANMU Nafas ini masih mengeram rasa sebelum mencium bau tubuhmu dinda... Lewat bidang dadamu aku melihat warna Dalam binbgkai wajahmu relai di himpit waktu Sedangkan asap tetap mesra di gertak angin Sesekali ia menjerit tentang apa yang ia rasakan Dinda... Ini cobaan atu teguran Sabab tanpa sadar kita telah melangkah dari segala resah Dan aku ingin bersemayam di tubuhmu Juga mencipta rembulan itu menyala di langitmu 09 November 2014


MATA BUDAYA

Refleksi Sejarah Sumenep Menuju Wisata Budaya (2)

S

umenep berpotensi mengembangkan wisata budaya; berupa pendidikan sejarah dan budaya. Potensi ini masih belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal. Tulisan ini sekedar urun rembug, bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan potensi tersebut, sebagai kabupaten dengan beragam peninggalan sejarah, kebudayaan, dan kesenian lokal. Kabupaten Sumenep dengan potensi pengembangan kawasan wisata budaya. Masyarakatnya yang dikenal mempunyai budaya dan kultur ramah dan sering kali disamakan dengan budaya Yogyakarta di pulau Jawa, sehingga kabupaten ini dikenal sebagai Yogyakarta-nya pulau Madura. Kabupaten Sumenep mempunyai banyak kebudayaan asli Madura, lingkungan yang alami, dan tradisi asli Madura yang bisa dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Kabupaten ini juga mempunyai peninggalan yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit, penyebaran Agama Islam dan peninggalan kolonial Belanda. Selain itu, arahan pengembangan pulau Madura pasca pengembangan jalan tol Suramadu, Kabupaten Sumenep difungsikan sebagai kota pariwisata.Artinya, kebijakan secara makro dalam lingkup Madura perlu pengembangan wisata di kabupaten Sumenepdan harus diprioritaskan sebagai salah satu aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Sumenep. Namun yang menjadi permasalahan adalah potensi tersebut masih belum dikembangkan secara maksimal. Hal ini terlihat dari minimnya sumbangan dari sektor wisata budaya terhadap PDRB daritahun 2003 – 2007 mungkin hingga sekarang dan berturut – turut yang hanya sebesar 0,0059%, 0,0066%, 0,0065%, 0,0062%, dan 0,006% dari total PDRB Kabupaten Sumenep. Selain itu di perparah karena lemahnya integrasi antar potensi sumberdaya dan juga antarsektoral dan subsektor, perubahan fungsi penggunaan lahan di sekitar Kawasan sejarah dan budaya yang merusak citrakawasan serta mulai hilangnya beberapa tradisi dan event yang ada di kawasan wisata budaya. Potensi dan masalahtersebut perlu untuk di revitalisasi (memunculkan kembali budaya-budaya yang mulai terkikis oleh perkembangan dunia yang semakin moderen) sehingga dapat di jadikan acuan untuk mengembangkan kawasan wisata budaya sekaligus dapat mengantisipasi masalah yang terdapat di kabupaten Sumenep. Terdapat beberapa situs sejarah yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan oleh pemerintah dalam menjadikan Sumenep sebagai wisata budaya, yaitu Keberadaan Peninggalan sejarah Islam dan kolonial di antaranya: Pertama,Kawasan Asta Tinggi, Kedua Kawasan Asta Yusuf, dan Ketiga Kawasan Masjid Agung dan Taman Kota,yang merupakan kawasan sejarahdan budaya dengan kondisi peninggalan sejarah yang masih terjaga keutuhan bentuk dan keaslian dari peninggalantersebut. Hanya terjadi perubahan di taman kota dan sisi parkir masjid. Saat ini kondisi peninggalan tersebut sangat terawat sempurna dan masih dalam kondisi baik. Keaslian bangunanya dari segi material dan pewarnaan bangunan masih dipertahankan. Kondisi tersebut

Saeful Anwar* berbalik arah seratus drajad bila dibandingkan dengan kondisi peninggalan sejarah dan budaya dikawasan-kawasan Benteng Belanda kondisi sudah sangat memprihatinkan, hampir 90% peninggalan sejarah dan budaya rusak. Dengan demikian, dilihat dari potensi kondisi menunjukkan bahwa ketiga kawasan tersebut yang mempunyai potensi paling besar untukdikembangkan jika dinilai dari kondisi peninggalan sejarah. Membahas pulau Madura memang sepertinya tidak ada habisnya. Mulai dari tradisi daerah, kesenian, budaya dan pariwisata, terdapat juga kesenian unik dari Madura adalah tari moang sangkal. Tari moang sangkal adalah tarian khas Sumenep, Madura. Tarian ini diciptakan oleh Taufikurahman, pada tahun 1972. moang sangkal berasal dari dua kata dan secara harfiahnya moang berarti membuang serta sangkal berarti petaka. Jadi tari moang sangkal dimaksudkan untuk membuang petaka. Kata sangkal diadopsi dari bahasa jawa kuno yakni sangkala. Di sumenep sangkala ini dimaksudkan pada seorang wanita jika dilamar oleh laki-laki dan dia menolak maka wanita ini akan disebut gadis sangkal (tidak laku selamanya). Gerakan dari tari moang sangkal ini tak jauh beda dengan tari-tarian tradisional dari daerah lain. Namun yang menjadi ciri khas tari moang sangkal adalah:Pertama, jumlah penari ganjil, mulai dari satu dan seterusnya. Kedua, Penari sedang tidak datang bulan. Mendengar dari istilah yang dipakai terasa sangat unik dan hal ini juga bisa menarik wisatawan untuk berkunjung. Ketiga, Mengenakan kostum ciri khas Sumenep. Jika kostum yang dipakai berwarna merah dan kuning menurut filosofi diartikan raja sedang bahagia sedangkan jika kostum berwarna merah dan hijau atau kuning dan hijau menurut filosofi diartikan raja sedang marah. Pada saat menari, penari membawa mangkok kuningan yang berisi bunga beraneka ragam. Ketika prosesi menari, penari berjalan beriringan dengan menggerakkan tangan dan menaburkan bunga-bunga yang ada dalam mangkok serta diiringi musik khas Sumenep. Pada awalnya, ritme tari moang sangkal ini keras dengan diiringi gamelan kemudian mengalir yang mengisyaratkan para putri keraton menuju ke “tempat sare”. Lama-lama ritme semakin halus yang mengisyaratkan gerakan para putri keraton menuju pendopo keraton. Beberapa sumber menceritakan, hal yang melatarbelakangi diciptakannya tari moang sangkal adalah kepedulian para seniman terhadap keunikan dari Madura yang sarat akan budaya. Selain itu, dalam tari moang sangkal sebenarnya menceritakan kehidupan para penghuni Keraton Sumenep sehingga secara tidak langsung tari moang sangkal dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran sejarah pada masa silam. Tarian ini sejak diciptakan sampai sekarang sudah dikenal sampai ke taraf internasional. Melihat sejarah dan budaya yang ada, maka tidak heran jika Sumenep juga dikenal sebagai daerah yang banyak banyak mempunyai potensi sejarah dan budaya yang unik. Dan bisa untuk dikembangkan menjadi daerah wisata budaya yang bisa dikenal hingga manca negara. terdapat langkah-langkah yang harus

dilakukan oleh pemerintah setempat untuk mencapai semuanya. Pemkab berperan dalam memberikan arahan untuk mengembangkan kawasan yang terdiri dari arahan makro spasial dan non-spasial, yang berkaitan dengan bangunan maupun kebudayaan lokal, modal transportasi tradisional, partisipasi masyarakat, kesempatan investasi, keaslian dan kondisi bangunan dan kebijakan pendukung serta upaya pengendalian kemunduran kawasan yaitu perubahan fungsi penggunaan lahan serta bentuk dan permassaan bangunan di kawasan wisata tersebut. Selain promosi melalui internet, baleho dan iklan. Langkah promosi tersebut merupakan salah satu upaya mengembangkan situs sejarah sebagai sentra objek wisata budaya yang tidak kalah menarik dan unik dibandingkan dengan wisata budaya negara-negara lain di dunia. Strategi promosi yang baik menjadi salah satu kunci peningkatan jumlah dan frekuensi pengunjung di wisata budaya Sumenep. Pemerintah Kabupaten Sumenep juga harus melangkah lebih berani untuk bekerja sama dengan investor yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Untuk kemajuan suatu objek wisata yang terbilang baru, dibutuhkan dana yang sangat tidak sedikit. Sehingga akan lebih baik apabila pemerintah melakukan kerja sama dengan investor baik dari luar negeri maupun dalam negeri dengan perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan demikian situs sejarah Sumenep sebagai sentra objek wisata, dapat dikembangkan. Pemerintah sumenep juga tidak boleh lalai untuk menambah fasilitas penunjang pariwisata. Dimana Objek wisata yang berkualitas adalah objek wisata yang dapat memuaskan keinginan pengunjung. Salah satu cara dalam memuaskan pengunjung yaitu dengan melengkapi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh pengunjung. Sehingga pengunjung merasa nyaman ketika berada di Sumenep. Keindahan dan keeksotisan Sumenep akan terlihat lebih menonjol ketika fasilitas – fasilitas yang dibutuhkan telah terpenuhi. Penulis menyarankan pemerintah hendaknya membangunhotel berbasis alam, restoran khas Madura, sentra oleh – oleh berbasis Madura ala Sumenep. Tidak kalah penting jugaAdanya perbaikan sarana transportasi yang harus dilakukan pemerintah Sumenep. Di era globalisasi ini, hampir semua orang menyukai sesuatu yang cepat, mudah, terjangkau dan praktis. Hal paling mendasar yang membutuhkan kriteria tersebut yaitu transportasi. Dengan sarana transportasi, yang cepat, mudah dan praktis seseorang dapat menghemat waktu. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Sumenep sebagai sentra obyek wisata berbasis sejarah dan budaya, dibutuhkan alat transportasi yang cepat, mudah dan praktis. Sehingga para pengunjung dapat mengefesiensikan waktunya sebaik mungkin untuk menikmati keeksotisan nilainilai historis Islam Sumenep.Terutama keunikan budaya-budaya yang ada. habis Penulis adalah Dosen Peradaban Islam UIN Sunan Ampel Surabaya,

Saefulanwar712@gmail.com

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 7


mata opini

Ach. Syaiful A’la*

Sumenep & Intelektual Kita S

umenep merupakan salah satu kabupaten dari empat kabupaten yang ada di Madura. Daerah ini, pada tahun 2007 setelah dideklarasikan Madura menjadi provinsi, Sumenep menjadi penentu untuk Madura menjadi provinsi sendiri, memisahkan dari Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini pula dikenal mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup memadai, mulai dari potensi laut, parawisata hingga minyak bumi dan gas. Tidak salah jika banyak orang juga melirik Sumenep mulai dari yang berkeinginan menjadi pemimpin (Bupati) atau menguasai potensi alamnya saja. Dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Sumenep juga sudah tidak diragukan kembali. Banyaknya lembaga pendidikan di Sumenep, mulai lembaga pendidikan formal (dari Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi), lembaga pendidikan non formal (seperti madrasah diniyah), lembaga pendidikan informal (lembaga pendidikan kursusan, home schooling, dll) dan hingga kini “menu” pendidikan tinggi sudah tersedia di kota hingga pelosok desa. Berbicara Sumenep akan berbeda dengan tiga kabupaten yang ada di Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan). Bahkan orang luar Madura sendiri memberikan nilai yang positif ketika mendengar kata Sumenep dibandingkan dengan tiga kabupaten yang ada. Salah satu contoh, bahasa dan gaya bicaranya lebih halus dan sopan. Bahkan dalam pentas demokrasi pada setiap moment pemilihan umum, Sumenep menunjukkan hal yang berbeda pula dibanding dengan kabupaten lain di Madura. Itu artinya bahwa Sumenep dengan Motto Sumekar (Sumenep Mekar=Berkembang) telah terwujud. Cita-cita itu kemudian dimantapkan oleh kepemimpinan yang sekarang dengan Super Mantap (sempurna). Sumenep juga menunjukkan sebagai daerah yang plural dan multikultur. Adanya perbedaan agama, etnis, organisasi kemasyarakatan dan pendapat bukan menjadi penghambat pembangunan di Sumenep, melainkan suatu potensi juga sinergi dengan laju pembangunan. Deskripsi di atas, jika kita tilik dalam konteks saat ini, sepertinya tidak berbanding lurus dengan kemajuan yang ada di Sumenep. Bahkan dalam bidang tertentu, pendidikan misalnya, Sumenep masih kalah dibandingkan dengan salah satu kabupaten di Madura. Lalu, kenapa itu bisa terjadi? Untuk menjawab itu, judul tulisan ilmuan, penulis batasai tidak pada tanggung jawab pelajar pada pendidikan dasar dan menengah, melainkan lebih pada level orang-orang di pendidikan tinggi atau tokoh (public figure) di masyarakat, seperti kiai. Mari kita tilik satu-satu. Sumenep merupakan daerah yang mempunyai lembaga pendidikan Islam tertua yang namanya pondok pesantren (boarding Islamic school). Pesantren ini cukup mempunyai andil dalam pembangunan sumber daya manusia dalam suatu daerah, khususnya di Kabupaten Sumenep. Bahkan dalam sejarah perkembangannya pesantren

8 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

mampu mewujudkan kemerdekaan bangsa ini, mengisi kemerdekaan hingga masa reformasi. Ini menandakan betapa mempunyai peran strategis yang namanya lembaga pendidikan pesantren. Begitu pesantren mampu menghasilkan kader potensial dan profesional, maka pesantren disebut – jika meminjam istilahnya Abd A’la Basyir – bagaikan laboratorium, bukan penjara suci sebagaimana disebutkan oleh kaum santri saat ini ketika berbincang tentang pesantren. Kedua, Sumenep adalah yang terbanyak lembaga pendidikan tingginya dengan konsentrasi dan rumpun keilmuan yang cukup beragam pula sebagai garda untuk mengembangkan Sumenep, seperti pendidikan (tarbiyah), hukum (syariah), dakwah (social), management (idhariyah), ekonomi dan kesehatan. Bisa saja masih belum terdapat beberapa konsentrasi keilmuan di Sumenep, tetapi jika kita lihat, betapa banyak orang-orang Sumenep yang menjadi alumni perguruan tinggi terkenal dari luar sana dengan konsentrasi program studi yang ditekninya. Ketiga, belakangan ini, Sumenep juga telah banyak bermunculan yang namanya organisasi-komunitas yang menyatakan (mengaku) dirinya sebagai forum intelektual atau peduli rakyat dan peduli daerah (Sumenep). Selaian organisasi, adanya banyak pula yang bukan bagian di dalam organisasi itu, yakni individuindividu yang – bisa lihat dalam titel tulisan mereka di media massa – menyatakan sebagai intelektual muda, pemerhati, aktivis, peneliti, ahli, pakar, pengamat, dosen, mahasiswa, koordinator, ketua, pimpinan, kepala, jaringan, kontributor, himpunan, gerakan, dan lain sebagainya. Jika kita analisis dari paparan diatas, sepertinya masih jauh berbanding lurus antara peran intelektual saat ini dalam pembangunan daerah Sumenep dibandingkan dengan pembangunan Sumenep pada masa kerajaan dulu hingga memunculkan motto “Sumekar”. Walaupun motto dimaksud sebenarnya adalah mekar dalam bidang Agama Islam yang terus berkembang (mekkar) di Sumenep. Sementara pada era kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru hingga masa reformasi masih motto itu saja tanpa ada perubahan. Bisa dikatakan Sumenep belum menemukan perubahan pembangunan yang segnifikan dibandingkan fase sebelumnya. Perlu diingat, bahwa munculnya sebuah kata atau istilah akan berbarengan dengan kondisi sosial (fenomena) yang terjadi pada masanya (baca: Edmund Husserl). Motto Super Mantap yang kini menjadi ikon pemerintahan KH Abuya Busyro Karim, pada dasarnya juga ingin mengajak kepada masyarakat Sumenep, terutama para intelektual untuk menjadikan Sumenep tetap di hati, kokoh dan kuat. Lembaga pendidikan pesantren, orang-orangnya hendaknya juga tidak hanya saleh spiritual tetapi juga saleh sosial dan mampu mewujudkan alumni yang ayyakuna ‘aliman (pintar

agama, iptek, politik, ekonomi), ‘abidan, zahidan, wari’an dan ya’rif mashalih al-khalq. Lembaga pendidikan, seperti lembaga pendidikan tinggi yang ada juga hendaknya berbenah untuk tidak dikatakan sebagai penghambat laju pembangunan dengan hanya melahirkan alumni pengemis pekerjaan, tetapi hendaknya membekali mereka dengan life skill supaya mandiri, tidak menggantungkan hidup pada orang lain (pejabat) dalam mengarungi kehidupan berikutnya (baca: konsep pendidikan Socrates dalam Carle Tan, Philosophical Reflection for Education). Kata intelektual adalah sebutan mulia bagi mereka yang mempunyai ilmu dan amal (concept and action). Intelektual bukan seperti kata yang biasa kita plesetkan, yakni “in” dalam arti kata bahasa Inggris artinya “di dalam”, sementara kata “telek” dalam bahasa Jawa berarti kotoran/jelek. Artinya, keterlibatan mereka tidak memberikan suatu perbaikan dan pengabdian (maslahah), justru sebaliknya, merusak dan mengambil untung di dalamnya. Dalam konteks ini, intelektual Sumenep tidak hanya bisa re-produksi tetapi juga mampu memproduksi, baik berupa gagasan atau dalam bentuk pengabdian (almuhafadhatu ala al qadim al shalih wa “al ijadu” bi al jadidi al ashlah). Salah satu bukti, betapa banyak hasil penelitian baik yang terpublikasi atau tidak masih belum sepenuhnya berguna untuk kepentingan pembangunan Sumenep. Itu artinya bahwa hasil riset kita masih re-produksi. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang datanya selesai diatas meja komputer yang kemudian diambil oleh pemegang kebijakan sebagai data kongkrit di lapangan untuk mengambil suatu keputusan. Tidak hanya itu, terkadang intelektual kita juga berbeda wacananya yang ia bicarakan di kampus, seminar, dan tulisan dengan realitas mereka di lapangan. Fatwanya selalu haram, ketika mendapat bagian berubah menjadi harum. Yang didiskusikan adalah pemberdayaan masyarakat, realitasnya ia mengambil untung dari kegiatan yang menjadi garapannya (it self deference in the public). Melalui tulisan yang singkat ini kita bisa berbenah. Semula kita berfikir individualis dan status quo, kini berubah menjadi emancipatory. Dengan demikian, berarti akan bersama-sama ekskutif dan legeslatif membangun Sumenep yang Super Mantap. Sebagai intelektual tidak perlu anti terhadap pemerintah. Jika kita anti dengan pemerintah, maka gagasan kita juga sulit untuk bisa mempengaruhi kebijakan yang akan diambil. Tetapi pula jangan terlalu masuk dalam lingkaran pemerintahan agar bisa memberikan kontrol dan evalusi terhadap kebijakan yang ada.

*Oreng Sumenep, nimbrung di Lesehan NU Ranting Lobuk Bluto, kini sedang menyelesaikan program doktoral di UIN Sunan Ampel


mata opini

HUKUM YANG PRO RAKYAT Dr. MUHAMMAD SUHARJONO, MH*

M

anusia sebagai zon politicon dan insan yang beradab akan selalu menginginkan ketertiban dalam pergaulaunnya. Oleh sebab itu orang per orang yang tergabung dalam suatu masyarakat akan membentuk kesepakatan bersama untuk dipatuhi, kemudian dikenal dengan istilah norma. Norma yang berkembang dimasyarakat secara empiris menunjukkan bahwa mereka selalu berevolusi untuk lebih bermartabat dan beradab karena manusia cenderung selalu ingin baik dan lebih baik. Di sisi lain manusia juga memiliki sifat bahwa manusia lainnya adalah musuh atau makhluk yang harus dibinasakan, selaras apa yang pernah disampaikan Thomas Hobbes “Homo Homini Lupus, Bellum Omnium Contra Omnus” (bahwa manusia itu ibarat srigala, yang satu dengan yang lainnya saling mencakar dan saling mencabik). Kondisi ini menggambarkan bahwa telah terjadi hukum rimba dalam kehidupan manusia, dimana yang kuat akan menindas yang lemah. Atas dasar inilah, maka perlu adanya aturan/norma untuk mengatur perilaku kehidupannya agar menjadi tenteram damai dan tidak saling berbenturan dengan hak dan kepentingan orang lain. Berawal dari norma tersebut lahirlah apa yang disebut dengan hukum. Hukum adalah seperangkat aturan produk dari suatu pemerintahan yang dibuat secara tertulis disertai dengan sanksi-sanksinya bilamana terjadi pelanggaran. Hukum dibuat oleh lembaga yang berwenang membentuk suatu Peraturan Perundang-undangan. Keberadaan Hukum sudah tentu dimaksudkan untuk mengatur masyarakat secara legal formal, bahkan cara pembentukannyapun diatur sedemikan rupa, baik tekhnik maupun prosesnya agar menghasilkan Peraturan Perundang-undangan yang sesuai dengan harapan pembuatnya. Akan tetapi sungguh berbeda dengan lahirnya sebuah norma, norma tumbuh dan berkembang dimasyarakat dengan proses yang sangat alami karena tujuan dan keinginan bersama. Norma bersumber dari kebiasaan dalam masyarakat yang terpelihara dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini berlangsung secara turun temurun dan berlakunya terbatas pada daerah tertentu namun secara umum keberlakuannya mengarah pada etika yang bersifat universal. Proses lahirnya norma tidaklah terlalu rumit, apa

yang disepakati itu merupakan pengejawantahan atas suara kebathinan yang sangat murni untuk kebaikan bersama serta mencerminkan kebutuhan aturan yang tanpa tendensius, tidak bermuatan politis karena memang lahir jauh dari campur tangan proses politik. Fenomena diatas menggambarkan betapa masyarakat sangat bersahaja dalam mengatur dirinya sendiri dan komunitasnya. Bilamana membentuk suatu aturan maka aturan itu adalah aturan yang sesuai dengan kehendaknya sehingga semua pihak akan mematuhinya. Walau tentu ada yang keluar dari garis norma maka itulah fungsi norma untuk mengaturnya. Berbicara tentang hukum yang pro rakyat, harusnya segala peraturan perundang-undangan yang ada betulbetul memahami hukum yang dikehendaki oleh rakyat. Masyarakat Sumenep memiliki karakter yang gigih dan keras dalam sikap dan prinsip yang semua itu dilatar belakangi oleh kondisi geografis dan kultur yang ada. Akan tetapi bila diamati lebih dekat orang madura memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang berlaku secara adat (tidak tertulis). Itulah yang menyebabkan masyrakat Sumenep memikiki tingkat kesopanan yang tinggi dalam melakukan interaksi sosial. Fenomena ini dapat terlihat dari masih kuatnya masyarakat Madura mempertahankan filosofi “bepa’ bebhu’ guru rato” yang makna bebasnya terdapat kepatuhan dan penghormatan yang tinggi terhadap para sesepuh dan penguasa (read=pemerintah). Kondisi sosial seperti diatas memberikan peluang yang mudah kepada pemerintah untuk mengatur dan mengantarkan masyarakatnya pada suatu keadaan yang aman, damai, sejahtera, dan berkeadilan. Untuk sampai pada situasi yang seperti ini sangat diperlukan adanya kepekaan sosial yang tinggi para Policy Maker. Kepekaan dimaksud harus dimaknai secara luas sehingga dapat sampai pada kedalaman tujuan yang sebenarnya serta ketulusan hati kemana masyarakatnya akan dibawa dalam kontek pemenuhan hak dan kewajibannya. Landasan utama untuk mencapai semua itu adalah aturan yang dibuat melalui proses politik yang ada. Dikaitkan dengan kondisi riil diatas sebenarnya

sangatlah sederhana dalam melahirkan berbagai macam aturan/peraturan. Kesederhanaan dimaksud bertolak dari keinginan masyarakat yang sederhana pula yaitu bentuklah aturan/ peraturan yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Kehendak masyarakat merupakan cita-cita hukum yang diharapkan dapat menjadi lokomotif yang bisa mengantarkan dambaannya melalui rel yang lurus dan tidak berbenturan dengan aturan lainnya. Dalam hal ini tentu sangatlah komplek bila disandingkan dengan hitrogenitas kemajuan jaman yang ada. Akan tetapi tidak perlu terlalu berlebihan menyikapi semua ini sehingga melahirkan aturan yang mambatasi ruang gerak masyarakat apalagi berbenturan dengan keinginan mayoritas. Memenuhi keinginan mayoritas bukan berarti bersikap represif terhadap kaum minoritas. Untuk menghasilkan keputusan yang bijak, hal yang perlu dilakukan adalah dengan Mengadakan social approach / Pendekatan sosial dengan tujuan agar tidak menyakiti jiwa masyarakat serta tidak berbenturan dengan tradisi, budaya, adat, atau norma sekalipun. Dalam menciptakan suatu hukum bukan berarti harus memaksakan kehendak penguasa dengan mengenyampingkan hal-hal prinsip walau itu memliki tujuan yang baik sekalipun. Suatu hukum dapat terlaksana dengan baik apabila didukung oleh masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat bukanlah objek hukum yang harus selalu tunduk pada aturan yang dibuat oleh penguasa, tetapi masyarakat merupakan objek hukum yang turut menentukan berjalannya sebuah hukum. Sanksi terhadap pelanggar aturan/peraturan, norma atau hukum positif lainnya memang harus ditegakkan, akan tetapi filosofi dari lahirnya sebuah hukum tidak menitik beratkan terhadap sisi pelanggarannya namun sejauh mana hukum tersebut dapat menciptakan arah kehidupan yang lebih baik, tatanan sosial yang dinamis serta dapat melindungi keberadaannya dari berbagai ancaman, Inilah hukum yang pro-rakyat. *) Penulis adalah, Doktor Ilmu Hukum dengan Kepakaran Pembentukan Peraturan Daerah, PNS Pada DISKOMINFO Kab. Sumenep dan Konsern terhadap Dunia Pendidikan.

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 9


Mengenal Profile Penulis dari Annuqayah Jumlah penulis di Indonesia sangatlah besar. Pada dekade terakhir, Indonesia mulai ramai dengan penulis muda berusia 30-an. Dan Sumenep ikut meramaikan bursa penulis Indonesia. Salah satu penulis nasional berasal dari Sumenep adalah Kiai Ach. Maimun Syamsuddin, yang lahir di Pragaan, Sumenep, 4 maret 1975, dan kini berdomisili di Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Kusuma Bangsa. Kiai dengan tiga anak itu menamatkan pendidikan dasarnya, mulai Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Pendidikan tingginya pun di Annuqayah, INSTIKA. Karena merasa haus ilmu, ia melanjutkan studi ke program Magister dan Doktoral di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakata (UIN SUKA). Meski menyandang gelar doktor, kaya dengan karya, Kiai Maimun tetap berpenampilan sederhana layaknya orang biasa.

Kiai Doktor

& Buku Asing Penerjemah

B

eberapa tulisan Kiai Maimun pernah terpublikasi di berbagai media, diantaranya Potensi,Fakultas Ushuluddin UIN SUKA, Millah, Jurnal Studi Agama UII, Edukasi, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Sumenep, Taswirul Akfar, Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, Lakpesdam NU Jakarta, Tsaqafah, Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam, ISID Gontor, Anil Islam, Jurnal Ilmu Keislaman INSTIKA. Selain hobi tulis menulis, Kiai Maimun juga sering menerjemahkan beberapa buka asing yang berbahasa Arab dan Inggis kedalam bahasa Indonesia. Diantara buku hasil terjemahannya adalah Dialog Dengan Ateis, karya Musthafa Mahmud, (Mitra Pustaka Yogyakarta, 2001), Teologi Kemiskinan Karya Yusuf Al-Qaradhawi, (Mitra Pustaka, Yogyakarta 2002), Mendekatkan Anak dengan Tuhan karya Hamdan Rajih (Diva Press, Yogyakarta 2002), Merengkuh Cahaya Ilahi karya Hamd Hasan Raqith (Diva Press, Yogyakarta 2003), Kerancuan Filsafat karya Abu Hamid Al-Ghazali (Islamika Yogyakarta 2003), Bahagia Setelah Menikah, karya Ahmad Hasan Karzoun (Diva Press Yogyakarta 2004), Ada Apa Dengan Sufi? karya Martin Lings (Pustaka Sufi, Yogyakarta 2004), Ijtihad, Menggerakkan Potensi Dinamis Hukum Islam, karya Abd Al-Karim Al-Khatib (Gaya Media Pratama, Jakarta 2005), Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, karya Seyyed Hossein Nasr (Ircisod, Yogyakarta 2006). Selain hobi menulis dan menerjemahkan buku, putra dari pasangan Syamsuddin Chathib dan Qibtiyah ini, juga sering

10 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

melakukan penelitian terkait fenomena yang berkembang di tengah masyarakat. Salah satu hasil penelitiannya adalah Resistensi atas Hermeneutika dalam Pemikiran Islam Indonesia (Penelitian Kompetitif Dosen Kementrian Agama RI 2011), Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumenep (Program PAR Kementrian Agama RI 2008). Sejak tahun 2004 suami Ummu Kultsum ini menjadi Staff Pengajar di Instika Annuqayah, pada tahun 2007-2010 menjadi Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Instik Annuqayah, dan pada tahun 2010-2011 menjadi Ketua Jurusan Tafsir Hadist di INSTIK Annuqayah, sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin, dan bulan lalu dibaiat sebagai Wakil Rektor Satu (Warek I) di Instika Annuqayah. Ternyata, yang menjadi sumber inspirasi ditengah-tengah kesibukan sebagai Warek I dan pengasuh pesantren adalah isteri tercintanya. Ummu Kultsum selalu memberi semangat dalam segala hal. “Isteri saya adalah sumber inspirasi, sehingga saya tak pernah merasa sendirian, apa lagi kesepian”. tutur Kiai Maimun, kepada Mata Sumenep, saat ditemui di kediamannya. Sementara anaknya adalah penyemangat baginya. “anak saya Vina Ma Amalna El-Awfa dan Ana Haqiva Al-Nufus perperan sebagai pasukan pengganggu yang membuat saya lebih bersemangat. Sebab mereka adalah pasukan muda yang akan melanjutkan Tradisi Intelektual yang tidak boleh berhenti belajar,” tukasnya. Imam rasyidi


MATA POLITIK

Komitmen Tri Fungsi Legislatif Sebagai Ketua DPRD Sumenep, H Herman Dali Kusuma memiliki komitmen menerapkan trifungsi legislatif yang berbeda dengan priode DPRD sebelumnya. Yaitu memperkuat dimensi pengawasan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penguatan fungsi pengawasan dewan yang melekat menjadi komitmen para wakil rakyat priode 2014-2019. Dalam Peraturan DPRD Kabupaten Sumenep Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib Dewan khususnya pasal 4 ayat (1) huruf c tersirat mengamanatkan penguatan fungsi pengawasan tersebut. Selanjutnya, pada ayat (4) pasal dimaksud secara eksplisit menyatakan bahwa “fungsi pengawasan DPRD diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD. “Legislatif akan terus menunjukkan kiprahnya dalam pembangunan daerah,” terang H Herman, kepada Mata Sumenep, saat ditemui di ruang kerjanya. Herman menjelaskan dalam konteks representasi rakyat, fokus pengawasan bersifat preventif yang bermakna mengevaluasi dan mengawasi programprogram pemerintah daerah. “Pada tataran implementasi, beberapa cara telah dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Sumenep dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan fungsi pengawasan dalam daerah. Diantaranya dengan mengefektifkan penjaringan informasi dari masyarakat, antara lain mengoptimalkan layanan pengaduan melalui penyediaan kotak pengaduan, SMS aspirasi, media elektronik, media massa dan penjaringan informasi secara langsung melalui kunjungan secara berkala dan inspeksi mendadak ke masyarakat,” tambah suami Kusmawati, Kabid Kesmas Dinkes. Karena itu, pria yang suka bertutur puitis ini, berharap fungsi pengawasan bisa berjalan efektif sesuai harapan masyarakat. Terutama selaras dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan begitu, kata Herman, pengawasan DPRD seirama dengan roda pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam rencana dan ketentuan yang berlaku. Adv/bim

12 JANUARI 2015 | MATA 12 JANUARI 2015| MATASUMENEP SUMENEP|| 1111


Kisah Dibalik Pendopo

Akhir Tahun di Pulau Raas 30

Desember 2014, moment liburan akhir tahun. Seperti lazimnya, waktu menyambut kedatangan awal tahun diisi dengan liburan keluarga dan orang-orang yang dicinta. Kesempatan ini, tidak berlaku bagi Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim dengan sejumlah pimpinan SKPD Sumenep. Mereka membuka Pameran Pembangunan di Kecamatan Raas dan memberi sejumlah bantuan kepada masyarakat setempat. Bupati bersama rombongan berangkat dari Rumah Dinas menuju pelabuhan Kalianget pukul 7.30 Wib pagi, menaiki Kapal Motor Penumpang (KMP) Dharma Kartika, jurusan Kalianget-Raas-Jangkar. Tepat pada pukul 12.30 Wib Bupati dan rombongan tiba di Pelabuhan Brakas Kecamatan Raas. Cukup melelahkan, karena jarak tempuh memakan waktu kurang lebih empat jam perjalanan. Turun dari KMP Dharma Kartika bupati yang memakai Batik warna cokelat langsung disambut oleh banyak warga, bupati dikalungi Sorban, sementara Nyai Nurfitri, mendapat kalungan bunga dari penyambut. Seperti biasa, dengan gaya humorisnya, bupati menyapa para warga berdiri menyambut kedatangan bupati dan rombongan. “kadinapa, padhe sae satejeh,” kata bupati kepada semua warga yang menyambut. Warga pun dengan serentak menjawab, “Alhamdulillah, Kiai, peden kaule satejeh padheh sae,” sahut warga menjawab pertanyaan bupati. Dengan menggunakan Mobil Camat Kecamatan Raas, bupati dan sebagian anggota rombongan menuju kantor kecamatan. Sementara Mata Sumenep bersama Gunawan, anak buah Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo), Yayak Nur Wahyudi, terpaksa numpang mobil pic up warga karena tidak kebagian tempat di mobil yang tersedia. Setelah selesai ramah tamah dengan Camat serta para undangan yang hadir, bupati bersama rombongan istirahat di salah satu rumah warga, Hajja Aisyah. Dirumah itu, bupati bersama rombongan mandi dan melaksanakan ibadah shalat dzuhur. Setelah itu, bupati menemui balita penderita Gizi Buruk, di Puskesmas Raas. Nyai Fitri didampingi Kepala BKPP, Titik Suryati, Kabid Dinkes, Kusmawati Herman Dali, menyentuh balita berumur empat tahun itu dengan penuh kasih sayang, sambil meneteskan air mata, tak tahan membendung penderitaan yang dialami balita gizi buruk.

12 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

Dalam kesempatan duka itu, bupati sangat cemas setelah mengetahui kondisi sang balita. Oleh karenanya, bupati langsung mendesak agar orang tua balita tersebut membawa anaknya ke Surabaya untuk diobati. “Harus segerah bawa ke Surabaya untuk diobati. Segala biaya kami tanggung,” tutur bupati kepada orang tua penderita. Dan esok hari, keluarga dan penderita gizi buruk ikut rombongan bupati ke Sumenep untuk di rujuk ke RSUD Surabaya. Usai dari Puskesmas, bupati bersama rombongan diminta menghadiri komunitas pemuda Raas. Di tempat itu, bupati berdiskusi persoalan pendidikan. Terutama pendidikan di kepulauan. Acara bincangbincang santai bersama pemuda selesai pada pukul 15. 15 Wib. Rombongan melanjutkan perjalanan menuju Desa Jungkat, tepatnya di kediaman Risnawi, salah satu anggota DPRD Sumenep. Kedatangan bupati ditunggu ratusan perempuan yang tergabung dalam Goup Shalawat Nariyyah. Terlihat, Indah Winarni, Kasi Gizi Dinkes Sumenep hadir di tengah-tengah perkumpulan itu. Sedangkan Kabid Dinkes, Kusmawati Herman Dali, memberi arahan tentang pentingnya peran ibu menjaga makanan bergizi untuk putra-putrinya.Acara silaturrahim pun usai, dan rombongan kembali ke Base Camp di Desa Brakas. Tiba saatnya acara yang dinanti, pada pukul 20.30 Wib acara Pembukaan Pameran Pembangunan dimulai. Lilik, Yosi, dan Dian, dari Humas dan Protokol

tampak sibuk mengatur jalannya acara pembukaan. Seterusnya, usai menyampaikan sambutan, bupati mengunjungi stan pameran sebanyak 28 stan. Disela-sela blusukan bupati ke tiap-tiap stan, terlihat Kadis Koperasi dan UKM, Imam Trisnohadi, Kepala

Disperta, Bambang Heriyanto juga berjibaku ditengah kerumunan orang banyak yang ingin melihat bupati bersama isterinya. Kunjungan ke stan pun selesai. Arah jarum jam menunjuk angka 1.30 Wib. Mata Sumenep mengira acara puncak bupati di malam itu. Dan langsung menuju Base Camp untuk mengarungi indahnya lautan mimpi. Namun, semua hanya sebatas mimpi, karena bupati masih akan berziarah ke Asta Adi Rasa. Sesampainya di pasarean saudara Adi Poday itu, bupati berdo’a. selesai berdo’a baru kembali ke rumah Hajah Aisyah. Tak lama kemudian, setelah istirahat sejenak, tibatiba terdengar adzan Shubuh berkumandang. Pukul 06.00 Wib pagi, ada undangan mendadak dari kepala Desa Tonduk, Hajjah Sri Hajati Ahyari. Sebelum pulang ke Sumenep, bupati beserta sebagian rombongan masih mengarungi lautan menuju Pulau Tonduk. Rombongan disambut ratusan warga. Dalam kesempatan itu bupati diminta berceramah. Salah satu isi ceramahnya, yaitu, mengutip Hadist Nabi Muhammad Saw, yang menegaskan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah makan dari tangannya sendiri. Dalam kunjungannya, bupati didampingi Kadis Disdik, A. Shadik, Kadis Kelautan dan Perikanan, Moh, Djakfar, Kabag Kesmas, R. Syahwan Effendi. Sehabis menyampaikan Maudzah Hasanah bupati santuni anak yatim. Yang unik, sebelum bupati meninggalkan Desa Tonduk, masih diarak keliling desa dengan diiringi ratusan warga yang mengendarai sepeda motor. Ibnu Fajar, selaku Fotgrafer di bagian Humas dan Protokol, rela berboceng sambil menghadap ke belakang, hanya untuk mengabadikan bupati beserta isterinya boncengan. Setibanya keliling desa, Kabag Humas dan Protokol, Sufiyanto, langsung mempersiapkan acara pamitan kepada Kades Tonduk. Dan bupati beserta rombongan tiba di Sumenep, pada malam tahun baru 2015. rusydiyono


PANGESTO pangesto

P

emimpin memang harus peduli. Sebab sejatinya pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Seperti yang dilakukan Bupati Sumenep Kiai Haji A. Busyro Karim saat kunjungan kerja ke Pulau Raas 30 Desember 2014 lalu, untuk Pembukaan Pameran Pembangunan dan Pengukuhan Bunda PAUD Kecamatan dan Desa. Matahari sangat terik saat Bupati bersama rombongan tiba di Pelabuhan Brakas Kecamatan Raas. Namun didorong oleh kepedulian dan integritas yang tinggi sebagai pemimpin, tak lama setelah menikmati suguhan dari pihak kecamatan, istirahat sejenak dan shalat, bupati langsung menuju Puskesmas Kecamatan Raas di Jl Pelabuhan Panggung No 09. Pasalnya ada warga Desa Ketupat Kecamatan Raas yang menderita Gizi Buruk sedang dirawat di Puskesmas setempat. Syaifurrahaman, bocah berusia 4 tahun putra Badrus Syamsi dan Anisyatoni sedang tergolek lemah di atas ranjang. Kondisi memprihatinkan tersebut merenyuhkan hati bupati bersama sang istri, sehingga bupati segera mengorek keterangan perihal penyakit yang diderita Syaifur dari keluarganya. Kepada Bunda Fitri, Anis, ibu Syaifur menuturkan kondisi anaknya yang susah bernafas

dan tidak bisa tidur terlentang. Tidur dengan berbaring ke kanan-kiri sudah dijalani Syaifur sekitar 4 bulanan.

Anwar Sumenep pun lantaran persoalan biaya. Mendengar penuturan tersebut, bupati langsung memanggil Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep yang turut serta dalam kunjungan, untuk memberikan bantuan dan pelayanan pengobatan gratis terhadap Syaifur. Dan kepada keluarganya, Kiai Busyro meminta agar Syaifur segera dibawa ke RSUD Dr H Moh Anwar Sumenep esoknya bersama rombongan bupati, untuk dicek lebih lanjut lalu akan dirujuk ke Surabaya. Sebelum meninggalkan Puskesmas untuk mengunjungi warga desa lainnya, bupati melalui bunda Fitri, memberikan bantuan 1 Kardus Susu kepada keluarga Syaifur sembari berpesan agar secara rutin Syaifur dapat asupan Gizi yang cukup, terutama memberikan susu bantuan tersebut. Memang, kunjungan kerja bagi suami Nur Fitriana Busyro Karim itu tidak hanya soal kegiatan formal dan tugas semata. Lebih dari itu justru merupakan kesempatan besar untuk meninjau kondisi rakyatnya, menyusuri kalangan bawah. Sehingga dengan demikian, bupati dapat langsung berhadapan dengan persoalan yang dihadapi dan dirasakan oleh rakyat dan dapat segera memikirkan tindakan solutif bagi mereka. rafiqi

Kunjungi Penderita Gizi Buruk Badrus ayah Syaifur bercerita bahwa mereka baru saja pulang dari RSUD Dr H Moh Anwar Sumenep, setelah rawat inap selama satu bulan. “Kata dokter, penyakit anak kami tidak bisa diatasi di Sumenep dan disarankan untuk dibawa ke Surabaya,� tuturnya sedih. Keinginan kuat untuk membawa anak semata wayang berobat ke Surabaya tentu ada dalam hati keluarga. Namun keinginan itu tersandung oleh biaya. Sebab kata Badrus, kini mereka sudah kehabisan uang. Bahkan, kepulangan dari RSUD Dr H Moh

2 Jam di Pulau Tonduk

Bupati menilai nelayan lumpuh perlu dihargai karena ia sebagai pahlawan bagi keluarganya.

Saat kunjungan di Pulau Tonduk, selama 2 jam, Bupati A. Busyro Karim, menyerahkan bantuan kepada 28 nelayan lumpuh akibat kram bagian lutut yang terlalu lama/keseringan menyelam dalam air laut waktu menangkap ikan. Selain itu, bupati juga memberikan santunan kepada 4 anak yatim. Bupati menyampaikan kesedihan kepada 28 nelayan lumpuh dan empat anak yatim. Bupati meminta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Moh. Djakfar agar memperhatikan kehidupan para nelayan yang sudah lumpuh. Dan Djakfar langsung menyanggupi permintaan bupati untuk mengatasi persoalan tersebut. rusydiyono

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 13


PANGESTO

advertorial

k i d s i D

Bantu 110 Sepeda Motor Kasubag,Pengawas & UPT

S

enin, 29 Desember 2014, Dinas Pendidikan Sumenep menyerahkan bantuan Sepeda Motor sebanyak 110 unit. Dengan rincian sebanyak 77 unit diberikan kepada tenaga pengawas, 6 unit untuk Kasubag dilingkungan Disdik, dan 27 unit dikasikan sama Kepala Unit Penyelenggara Tugas (UPT) Disdik yang tersebar di dua puluh tujuh (27) Kecamatan di Kabupaten Sumenep. Dalam kesempatan itu juga ada penyerahan bantuan uang kepada guru

honorer di bawah lingkungan Disdik. Bantuan tersebut sebagai ganti transport mengajar. Kepala Dinas Pendidikan , A. Shadik, mengatakan bahwa bantuan itu dimaksudkan untuk memotivasi semua guru, agar memiliki semangat mengajar. “bantuan itu tidak besar jumlahnya, hanya saja sebagai motivasi bagi guru agar terus semangat,” jelasnya. Dan Penyerahan bantuan sepeda motor tersebut secara simbolis dilakukan oleh Bupati Sumenep, Busyro Karim. Bupati berharap,

Usai mengunjungi Stand Pameran Kecamatan Gayam, Bupati KH A. Busyro Karim diminta kelompok ternak sapi Sapudi agar berkenan memasukkan sperma/ semen ke dalam saluran alat kelamin sapi betina. Bupati dengan gaya khasnya, langsung menyanggupi dan menancapkan jarum suntik. “Ini hanya keyakinan masyarakat. Bupati kita kan seorang kiai. Semoga hasil suntik dari tangan beliau membawa berkah kepada para peternak sapi di Sapudi,” tutur Asy’ari, peternak Sapi asal Desa Nyamplong memberi alasan kepada Mata Sumenep.

14 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

dengan adanya penyerahan bantuan tersebut kinerja para pengelola pendidikan di Sumenep ini terus meningkat. Kadisdik juga menyampaikan hal yang sama, dengan diberikannya bantuan itu, semua elemen di Disdik terus bekerja lebih maksimal. Dan tak ada alasan tidak bisa mengajar atau bertugas karena masalah kendaraan. “dengan bantuan sepeda motor ini, mereka penerima bantuan tidak bisa beralasan tak bisa bertugas karena belum punyak kendaraan,” terangnya. rusydiyono


PANGESTO

Bantu Group Shalawat Nariyah

K

ehadiran bupati beserta rombongan di Pulau Raas membawa angin segar kepada masyarakat. Saat berkunjung di Desa Jungkat, bupati dan Ketua PKK Kabupaten, Nurfitriana Busyro Karim memberi sejumlah bantuan. Salah satu penerima bantuan 4 Sound System adalah Group Shalawat Nariyah, yang belokasi di Desa Jungkat . Sebelum menyerahkan bantuan, Nurfitriana Busyro memberi sekelumit pencerahan kepada ibu-ibu yang tergabung dalam Group Shalawat Nariyah. Pesan Nyai Fitri, agar para ibu di Desa Jungkat untuk memperhatikan kesehatan keluarganya dengan memperbanyak konsumsi ikan. “Nilai gizi dalam ikan sangat tinggi. Perbanyak konsumsi ikan agar keluarga ibu-ibu sehat dan cerdas,” terang perempuan kelahiran Lombok, disambut tepuk tangan audiens. Di tengah penyerahan bantuan tersebut, tiba-tiba terdengar suara teriakan bahagia dari perkumpulan itu, hoooy…..kalangkong bu fitri…, entah siapa yang nyeletuk, karena suara itu muncul tak terduga di tengah keramaian. rusydiyono

Pak Sekda berteduh lelah saat berkeliling stand desa di Pameran Kecamatan Nonggunong Nyai Fitri memborong aksesoris kerajinan tangan warga Pulau Raas berbahan hasil laut Kadiskominfo wawancara live untuk RGS dengan nelayan Tonduk yang mengalami kelumpuhan akibat kram permanen

Kabag Humas dan Protokol sesuai dengan namanya merangkap sebagai MC saat dampingi bupati di Pulau Tonduk

Ibu Ketua DPRD berpamitan di Pulau Tonduk di akhir Tahun 2014

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 15


MATA INSPIRATIF

u t an

CARA DKP

B Teknologi Nelayan

S

umenep mulai berbenah dengan mendesain peningkatan ekonomi warga. Dalam berbagai dimensi, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berkompetisi mencari kreasi dan membuat inovasi menjawab tantangan Bupati Sumenep Kiai Haji Abuya Busyro Karim dalam melancarkan programprogram unggulan untuk peningkatan kualitas hidup rakyat menuju makmur sejahtera. Kali ini, Dinas Kalautan dan Perikanan, sedang berkreasi menggelontorkan alat GPS Fishfinder, untuk memudahkan para nelayan menemukan tumpukan ikan. Sehingga, hasil tangkapan ikan berlimpah dan menambahkan hasil jual tangkapannya. Selain alat pendeteksi ikan, Dinas Kelautan juga memberi bantuan Pancing Gurita hasil rancangan pengrajin di Desa Brakas, Kecamatan Raas. Termasuk, Perahu Fiber ikut digelontorkan kepada nelayan. Kreasi DKP ini dipamerkan saat kunjungan bupati di Kecamatan Raas pada 31 Desember 2014. Waktu bersamaan, 4 nelayan asal Pulau Talango Air menemui Kadis Kelautan dan Perikanan, Moh. Jakfar meminta bantuan alat yang bisa membantu menangkap ikan, seperti perahu irit bahan bakar (perahu fiber dengan mesin 5 PK), alat pendeteksi ikan (GPS Fishfinder) dan lainnya. Jakfar menerangkan bahwa DKP memang tengah berkreasi memberi bantuan alat teknologi yang bisa membudahkan nelayan. Seperti, GPS Fishfinder, Pancing Gurita dan Perahu Fiber. Tahun 2014, DKP hanya memberi bantuan 12 Unit Perahu Fiber ukuran 6 x 20 meter dengan biaya Rp 16 juta per unit. Perahu fiber ini cukup dipasang mesin 5,5 PK. Keunggulan bantuan perahu fiber ini, kata Jakfar, hemat biaya pengadaan daripada membuat perahu berbahan kayu. Selain sebagai solusi krisis kayu di negara ini. Perahu Fiber dipilih

16 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

karena bahannya tidak akan lapuk dan lebih ringan, sehingga lebih hemat bahan bakar, sehingga menekan biaya operasianonal. “Jumlah bantuan ini masih sedikit karena anggaran DKP sangat terbatas. Padahal, para nelayan banyak yang memohon ke bupati,” terang M. Jakfar kepada nelayan yang menemuinya. Darimana perahu fiber dibuat?Fathol Rasyid, Kepala UPT Kelautan dan Perikanan Kecamatan Raas bercerita, ide perahu fiber berawal dari hasil pelatihan pemuda Raas di Bali yang disponsori UPT DKP. Pasca pelatihan di Bali, pemuda Raas membuat perahu Fiber menggunakan biaya pribadi. Setelah sukses, DKP mealokasikan biayapengadaan perahu berbahan Fiber. “Selama kepentingan rakyat, saya rela mengeluarkan uang pribadi,” terang Paong, panggilan akrab Kepala UPT DKP, mendampingi Djakfar, kepada Mata Sumenep. Tak jauh beda dengan perahu Fiber, kreasi GPS Fishfinder pun tumbuh dari pemikiran Paong. Bermodal sebagai pelaut ulung, secara pribadi pernah belajar banyak tentang GPS Fishfinder sampai ke luar kota. Sehingga kini, hasil belajarnya bisa diterapkan untuk memberikan kemudahan pencarian ikan kepada masyarakat nelayan. “Teknologi GPS Fishfinder adalah gabungan dua alat GPS dan Fishfinder, masing-masing berfungsi sebagai penentu lokasi melalui titik kordinat lalu merekam posisi lintang dan membantu mendeteksi dan memonitor keberadaan atau sarang ikan secara detail. Sehingga nelayan tidak perlu lagi hanya mengandalkan pengalaman, intuisi dan tanda-tanda alam yang relatif. Teknologi GPS Fishfinder memang agak mahal, biayanya mencapai 6 hingga 10 Jutaan, bergantung kepada merk dan tipe,” tambah Paong. Djakfar kini sedang mencari solusi memenuhi

permintaan sejumlah nelayan agar memiliki teknologi tersebut di tengah terbatasnya alokasi anggaran di DKP. Kreasi lain yang ditunjukkan DKP adalah Pancing Gurita. Sebagaimana diketahui, para nelayan memancing gurita secara manual, sehingga sulit menambah volume hasil tangkapan. Padahal, harga gurita per Kg hampir Rp 50 ribu. Karena itu, DKP berkreasi membuat Pancing Gurita berbahan fiberglass, sendok yang dibelah dua dan 6 buah pancing. Bahan fiberglass dipilih untuk menghasilkan kemiripan dengan kepiting sebagai makanan favorit gurita, sementara belah sendok digunakan untuk menghasilkan silau cahaya yang dapat memancing Gurita. Sungguh kreatif. “Saya katakan, saya bisa berkreasi apapun untuk para nelayan. Asal dana yang ada juga memungkinkan. Hahaha..,” ujar Paong sambil ngakak. Hal tersebut dikatakan Paong bukan tanpa alasan. Menurut Djakfar, jatah DKP dari APBD hanya Rp 2 miliar. Tentu saja termasuk untuk anggaran Dinas Kelautan dan Perikanan. Dana tersebut sama dengan anggaran Kabupaten Pamekasan dan Sampang. Padahal Sumenep dengan 126 pulaunya seharusnya mendapat anggaran khusus untuk Dinas Kelautan dan Perikanan. “APBD kurang menunjang program sebab hanya Rp 2 miliar.Karena Sumenep ini berbeda dengan Pamekasan dan Sampang, jumlah pulau di Sumenep sangat banyak,” tambah Jakfar. Kreasi dan inovasi Jakfar tidak berhenti sampai pada nelayan. Para petani garam menjadi bidikan garapan program yang belum terealisasikan, seperti Ide Petani Garam Coorporation. “Pengelolaan Petani Garam harus melalui Manajemen Perusahaan. Semoga ini berhasil,” harap Djakfar. rafiqi


MATA POTENSI

K

elompok Wanita Tani (KWT) Nuri, berlokasi di Dusun Karang Mimba, Desa Gurujugan, Kecamatan Gapura, tergolong KWT kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan bahan limbah buah pohon Siwalan yang sudah masak atau Berrem (Madura Red) sebagai peluang usaha minuman. Di Sumenep, khususnya di Desa Grujugan, Kecamatan Gapura, Berrem merupakan bahan

memiliki khasiat dapat menyembuhkan penyakit gatal-gatal dan luka seperti Koreng dan Galindrang (Madura Red). Sehingga anggota KWT yang kini berjumlah 36 orang sepakat untuk tetap fokus memproduksi Sirup Berrem sebagai produk utama mereka. Dan ternyata, setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, produk Berrem Instan sesuai dengan standar kesehatan. Pada dasarnya, usaha tersebut memiliki potensi yang besar. Namun selayaknya sebuah usaha, sejak tahun pertama dirintis, produk Berrem Instan KWT Nuri cukup menemui banyak kendala. Dibalik kemudahan bahan yang mereka bisa dapatkan, Suhaeriyah, seksi produksi KWT Nuri, mengaku belum menemukan formulasi rasa yang tepat agar rasa sirup tidak ketar. Namun,

hingga menembus pasar Nasional. “Bahkan luar negeri,” ujar Rumyani. Sebab keberadaan alat yang mereka miliki sekarang merupakan bantuan dari dana PNPM. Bersama seluruh anggota KWT Nuri, Rumyani optimis produk Berrem Instan mereka mampu bersaing di pasar Nasional. Namun, jika mereka tetap masih kebingungan, dengan kendala yang ada, upaya untuk mencapai mimpi kelompok usahanya ia nilai akan semakin lama. Sementara ia tahu, sudah banyak kelompok usaha lain yang berkembang pesat dan mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Dari harga jual, Sirup Berrem Instan terbilang murah, apalagi dengan rasanya yang nikmat serta aromanya yang benar-benar khas Berrem. Untuk

KWT Nuri Gapura

i s ea

Bahan Limbah Siwalan BERREM INSTAN

r K

MINUMAN HERBAL MENYEHATKAN limbah yang mudah didapatkan dari sejumlah pohon aren atau siwalan. Karena itu, KWT yang dirintis pada tahun 1997 ini, berinisiatif mengolah dan mengoptimalkan pemanfaatan limbah pohon aren dalam peningkatan ekonomi warga desa. Rumyani, Ketua KWT Nuri, bercerita, pada awal produksi terdiri dari aneka sirup yang berasal dari bermacam bahan buah-buahan. Seperti, Sirup Berrem, Sirup Mente, Sirup Kedongdong hingga Manisan berbahan Terong. Namun pada perkembangannya, KWT Nuri hanya bertahan pada produksi Sirup Berrem. Sebab, kata Rumyani, bahan baku Sirup Berrem mudah didapat dan gratis, selain tergolong unik dan menarik. Bagi masyarakat Desa Grujugan, mengonsumsi Berrem menjadi warisan nenek moyang. Sejak dahulu kala, mereka percaya bahwa Berrem

tambahnya, hasilnya kadang berhasil dan lebih sering gagal. “Kendala lain yang cukup signifikan terdapat pada kemasan yang mahal. Untuk dua macam kemasan berupa gelas dan botol yang mereka gunakan, masih menggunakan label sticker. Namun mereka berandai, jika saja branding dan pemasaran sudah menemukan jalan, maka higt cost kemasan dapat diturunkan dengan peningkatan jumlah produksi yang besar. Ketersediaan alat yang lebih memadai dan wawasan dunia pemasaran sangat kami butuhkan,” keluh Rumyani kepada Mata Sumenep, saat ditemui di Kantor KWT Nuri. Dalam potensi besar yang dimiliki produk Berrem Instan, KWT Nuri berharap banyak akan perhatian pemerintah terkait di Kabupaten Sumenep, agar usahanya mampu mencapai sukses

ukuran Gelas 220 ml dijual seharga Rp. 1.000, untuk ukuran Botol 500 ml dijual seharga Rp. 3.500, sementara untuk produk Aging Berrem Instan dijual Rp. 10.000. Namun harga tersebut menurut mereka masih relatif mahal untuk lebih cepat menembus pasar. Selain itu, selama ini jumlah produksi menjadi tidak jelas sebab hanya bergantung dengan pesanan. Setiap bulan, mereka hanya memproduksi kurang lebih 30 liter. Untuk lebih dari itu mereka tidak berani jika tidak ada pemesan. Meski demikian, mewakili seluruh anggota KWT Nuri, Rumyani menegaskan, mimpinya untuk membawa produk Berrem Instan ke pasar dunia tidak akan pernah padam. “Kami memiliki target usaha ini mampu menjadi produk lokal go Nasional.” pungkasnya. rafiqi/hairul

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 17


mata desa

Camat yang Rendah Hati

Ach Laili Maulidy

S

ebagai pemimpin harus memiliki kemampuan manajemen yang baik. Ia harus dapat merencanakan segala sesuatu secara matang. Semua rencananya juga harus berjalan sesuai rencana dan tersusun secara sistematis dan selalu memiliki rencana cadangan. Sehingga ketika rencana sebelumnya gagal, telah siap sedia solusi untuk mengatasinya. Sebagai Camat Ganding, Ach Laili Maulidy, lelaki kelahiran Pamekasan 05 Juni 1973, sosoknya dikenal sederhana dan suka berfatwa.

Nama Tetala Alamat

Suami Anak

BiohdSrai Hta ajati Ahyari

Hal itu mampu menjadikan figur berkharisma. Terutama cara kerja dan merangkul segala karyawannya dalam bekerja sama, membuatnya sukses dalam mensejahterahkan masyarakatnya. “Banyak pengalaman yang telah saya nikmati selama ini. Pertama, saya menjabat sebagai Kaur Pembangunan (27-12-1997), Kasubbid Diklat Fungsional (12-04-2006), Sekcam Batuputih (08-01-2007), Plh. Camat Batuputih (15-052007), Sekcam Dasuk (04-02-2009 - 12-042011), Camat Kangayan (26-09-2011),” paparnya. Sementara posisinya sebagai Camat Ganding dijalaninya sejak 09 Juli 2012. Menurutnya semua pengalaman yang telah dilaluinya mampu menjadi koreksi dan pengajaran bagi dirinya untuk tetap menjaga kredibilitasnya sebagai Camat. “Apalagi di Kecamatan Ganding masyarakatnya sangat peduli terhadap kemajuan Pendidikan dan sebagainya,” tambahnya. Senyum dan sopan santun dalam menghadapi rekan kerja dan masyarakat sangat tampak dari wajah alumni Universitas WR. Supratman Surabaya ini. Itu terbukti setiap kali mengajak rekan kerjanya berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Hal yang sama juga diungkapkan salah satu masyarakat yang kebetulan meminta tanda tangan kepada Ach Laili Maulidy saat ditemui Mata Sumenep, Jum’at lalu di kantornya.

: Hajja aret 1980 : Sumenep, 26 M camatan Raas : Desa Tonduk Ke : Haji Benny Hallim z : Helmi Yumaini Yelzia Faulan

18 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

“Setelah kebutuhan saya diselesaikan, Bapak Camat masih memberikan sebungkus Rokok pada saya,” ujarnya gembira pada Mata Sumenep. Sebagaimana dikenal banyak masyarakat, suami dari Noer Ainy ini juga sering memberikan nasihat pada siapapun yang bertamu padanya. Bahkan kepada wartawan Mata Sumenep sekalipun ia melakukan hal yang sama. “Meski Bapak seorang wartawan, tetaplah menjadi seorang yang murah hati. Jangan biarkan sebuah jabatan membuat kita lupa siapa diri kita sebelum ini. Pemimpin besar yang berhasil dan dihargai banyak orang adalah mereka yang sukses menguasai diri untuk tetap menjadi murah hati. Latih diri kita untuk tetap menjadi pemimpin yang rendah hati dan tidak terlalu berfikir untuk selalu di atas. Menjadi murah hati juga akan membawa kita untuk terus belajar dan belajar lebih baik dari sebelumnya,” pesannya. Selama menikah dengan Noer Ainy, ia dikaruniai dua orang putra, Alifian Faishol Maulidy dan Arya Putra Noerachmad. Sekarang camat yang gandrung berfatwa ini tinggal di Perum Alam Permai Asri Blok J - 19 Desa Kolor, Kabupaten Sumenep. imam rasyidi

Kades Pulau Tonduk Berperan Ganda

P

erempuan sudah punyak ruang di mata publik. Keberadaannya tidak melulu di rumah. Laki-laki atau perempuan tidak menjadi ukuran seorang bisa menjadi pemimpin, tetapi kembali kepada kemampuan yang dimilikinya. Wajar, jika akhir-akhir ini banyak bermunculan tokoh perempuan yang menjadi peminpin. Karena pandangan masyarakat lebih kepada potensi, bukan yang lain. Sri Hajati merupakan salah satu perempuan yang memilih menjadi pemimpin. Karena pada 22 Desember 2014 tahun lalu dilantik sebagai Kepala Desa (Kades) Tonduk Kecamatan Raas. Sebelumnya, perempuan kelahiran 26 Maret 1980 itu selain sebagai isteri Kepala Desa Tonduk sebelumnya, Haji Benny Hallim. Tetapi, perempuan berparas ayu tersebut memilih peran ganda, selain menjadi Ibu Kades, Ibu Rumah Tangga yang mengurus segala keperluan keluarga, masih aktif diberbagai oraganisasi di desanya. Sehingga tidak kaku lagi, ketika diminta melanjutkan tampuk kekuasaan suaminya, perempuan murah senyum itu langsung siap. Karena sebelumnya sudah punyak bekal dari aktifitas kesehariannya, yaitu selalu bersama warga. Ketika ditanya soal rencana pembangunan desanya kedepan, perempuan dengan dua anak itu langsung memilih masalah pendidikan. Baginya, pendidikan merupakan hal utama yang harus dimajukan. “Rencana saya ke depan, ingin membenahi apa yang menjadi kelemahan pendidikan di Desa Tonduk ini, sebab, dalam pandangan saya pendidikan adalah organ dari segalanya,” tegasnya kepada Mata Sumenep. Setelah ditanya bagaimana cara membagi waktu, antara tugas sebagai Kades dan Ibu Rumah Tangga, jawabannya cukup sederhana, yaitu semua mudah dan bisa dilalui. “Kalau masalah membagi watu, itu mudah kok...,hehehe,” sambil tertawa kecil didekat suaminya, Benny. rusydiyono


kuliner

Menu kuliner di Bumi Sumenep kian beragam. Teranyar, Menu Ayam Brewok yang berlokasi di JL Trunojoyo. Kuliner milik Hj Nur Putria Kadarsi Chainurrasyid ini, menghadirkan kuliner ayam khas Madura yang berasal dari ayam kampong yang masih ori sebelum digoreng secara tradisional dengan bumbu alami. “Keunggulan Ayam Brewok ini baru di Sumenep dengan 5 aneka sambal sebagai andalan. Ada sambal mata, bahan bakunya dari bawang pilihan. Sambal plus mangga. Sambal lalapan. Sambal mentah dan Sambal Cettar (extra super pedas),” terang Rini, Misis Chef, Ayam Brewok, saat ditemui Mata Sumenep. Rini bercerita awal buka menu Ayam Brewok di garasi rumah owner di JL Letnan Merta, Karangduwak, 2013 lalu. Seiring dengan membludaknya konsumen, kedai Ayam Brewok menambah menu Bebek Cower dengan sambal super pedas. Kepiting Alamak (Super Pedas). Cumi Gentolet (Super Pedas) dan Cap Jay Seafod Spesial. “Tiap hari lebih dari 100 ekor ayam yang dipasok dari peternak. Alhamdulillah di kedai baru ini nanti bisa menampung 20 karyawan,” ucap Rini sebagai bentuk ngurangi pengangguran di Sumenep. rafiqi

Sambal Super Pedas Andalan Kedai Ayam Brewok

Hadirkan Bakso Bakar Heri Febrianto, 46, melihat tumpukan alat-alat kuliner saudara sepupunya, secara spontan ingin membuka usaha kuliner. Tapi, ia masih mencari menu yang tepat dan beda untuk disajikan kepada konsumen. Untuk memantapkan keinginannya, Pak Heri melakukan study banding ke Malang, bersama sepupunya, Agus Pranajaya. Hasilnya? pada juni 2013 jelang Ramadlan, Pak Heri membuka warung di grasi rumahnya di JL Pesona Satelit. “Awal buka pembeli membludak. Karena saya menyebar 150 voucher gratis. Tapi selain voucher, juga banyak yang beli,” terangnya yang memperkirakan sekitar 10 Kg daging bakso yang habis di hari perdananya. Dalam perkembangan, Pak Heri menambah menu yang tersedia seperti bakso tahu dan siomay sebagai tambahan menu Bakso Bakar. “Bakso Bakar dua tusuk, satu tusuk berisi 3 pentol ukuran sedang. Mie kuah bakso diisi mangkok tersendiri. Menunya, terdiri dari rasa pedas dan biasa. Setelah sesuai selera konsumen, bumbu dioleskan lalu dibakar,” terang Pak Heri kepada Mata Sumenep. hairul

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 19


Jejak Ulama Sumenep

Mengenang Sosok Pejuang KIAI ABDULLAH SAJJAD (1) Tadjul Arifien R*

K

iai Abdullah Sajjad adalah putra keempat Kiai Moh. Syarqawi dari istri yang bernama Nyai Qamariyah (Nyè Mariyah). Beliau adalah adik kandung Kiai Moh. Ilyas. Ada yang mengatakan bahwa nama belakang “Sajjad” merupakan nama asli beliau sejak lahir, karena ayahandanya ingin agar menjadi seorang yang ahli bersujud atau beribadah, Dan pendapat lain mengatakan, bahwa kata “Sajjad” merupakan gelar bagi beliau, karena beliau di kala wafat (gugur ditembak Belanda) dalam keadaan bersujud kepada Allah. Namun di banding dengan namanya tersebut diatas, beliau lebih dikenal sebagai sebutan “Kiai Latèè”, karena beliau selaku pengasuh Pondok Pesantren yang berdomisili di kampung atau pedukuhan Latee. Ada yang menarik dari nama pedukuhan ini, konon nama “Latèè” merupakan pengabadian dari nama seseorang yang memiliki daerah pedukuhan tersebut. Pemilik tanah tersebut adalah Kiai Latee dan Nye Latee yang dengan rela hati menjariyah-kan tanah kepada Kiai Abdullah Sajjad. Di lain pihak juga ada orang yang mengatakan bahwa “Latèè” adalah nama tempat yang digunakan untuk “alatèè” (melatih) bela diri untuk persiapan perang bagi anggota Sabil untuk bertempur melawan penjajah (Jepang dan Belanda). Karena dijadikan sebagai tempat penggemblengan dan latihan, maka selanjutnya pedukuhan/kampung tersebut dikenal dengan nama Latee. Kiai Abdullah Sajjad adalah profil seorang guru yang ulet, sangat tekun dalam mengajar santri serta masyarakat umum, hampir tak ada kesempatan baginya untuk beristirahat barang sejenak. Pada masa-masa awal, beliau memberikan pengajian kitab kuning setiap usai sholat jama’ah lima waktu. Tapi pada masa selanjutnya, pengajian dilaksanakan pada waktu pagi, sore hari dan ba’da sholat ‘Isya’. Pada waktu-waktu tersebut beliau selalu sibuk memberikan pelajaran agama bagi para santri, sedangkan pengajian al-Qur’an dilaksanakan setelah sholat Shubuh. Khusus malam Ahad ba’da sholat ‘Isya’, be-

20 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

liau memberikan pengajian kepada masyarakat umum, yang kegiatan tersebut ditekuni sejak tahun 1920. Pada mulanya pengajiannya diikuti oleh masyarakat sekitar pondok pesantren, tapi perkembangannya semakin lama semakin banyak masyarakat yang tertarik, sehingga menjelang tahun tiga puluhan, pengajian itu tidak saja diikuti oleh masyarakat sekitar pesantren, tetapi juga oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai daerah di Sumenep dan Pamekasan. Sedangkan Kiai Moh. Ilyas baru membuka pengajian untuk masyarakat pada masa pendudukan Jepang, yang dilaksanakan setiap hari Ahad dan Rabu. Pengajian yang dibuka oleh Kiai Abdullah Sajjad lebih berbentuk Majelis Ta’lim dan tempat berkumpul (konsolidasi) masyarakat dari pada hanya mengaji kitab saja, sehingga mungkin karena tujuan itu pula, kitab yang dikaji lebih banyak kitab-kitab kecil (yang sederhana pembahasannya). Ketika Jepang mendarat di Pulau Madura, keadaan masyarakat miskin semakin memprihatinkan, Jepang merampas hasil pertanian sehingga masyarakat banyak yang kelaparan. Keadaan ini berpengaruh terhadap keadaan pondok pesantren sehingga banyak santri yang pulang kampung, namun demikian keadaan pengajian maupun kegiatan ritual lainnya di pondok tetap berlangsung. Kegiatan semacam ini terus berlanjut hingga ketika tentara Belanda kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1947. Selanjutnya semua kegiatan pengajian kitab kuning terhenti sementara ketika tentara Belanda datang lagi. Sebagai seorang tokoh masyarakat dan Ulama, K. Abdullah Sajjad merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu meringankan beban yang diderita masyarakat. Beliau tidak bisa berpangku tangan melihat masyarakat yang sedang berada dalam keadaan sengsara. Karena tuntutan situasi itulah, K. Abdullah Sajjad kemudian memfokuskan kegiatannya pada perjuangan melawan tentara Belanda dengan cara bergerilya. Beliau beranggapan bahwa penjajahlah yang menyebabkan bangsa ini sengsara, merekalah sumber malape-

taka di mana-mana. Pendidikan untuk sementara ditinggalkan dan pesantren berubah fungsi menjadi markas tentara dan tempat menyusun strategi perang, sedangkan para santri (terutama yang masih kecil) dianjurkan untuk pulang. Kemudian mengkoordinir kelompok pejuang yang dikenal dengan sebutan barisan Sabilillah Begitu tentara Belanda menguasai wilayah Guluk-guluk maka Kiai Abdullah Sajjad mengungsi ke Dusun Brumbung, Pragaan. Bahkan ketika tentara Belanda tidak bisa dibendung lagi dan mulai memasuki wilayah Sumenep. Dan pesantren sempat ditinggal selama kurang lebih 4 bulan. Pada suatu ketika di tempat pengungsian, ada utusan Belanda menyampaikan surat dari IVG (Inlichtingen Velligheids Groep) yang isinya : “Saudara Sajjad, silahkan pulang kampung. Kami tidak akan menahan saudara” Karena ada jaminan surat dan setelah situasi dianggap aman, maka Kiai Abdullah Sajjad beserta rombongan kembali ke Guluk-Guluk. Pada sore itu, ketika baru saja pulang dari pengungsiannya, beliau melaksanakan shalat ‘Ashar di mushalla Latee, bersama-sama dengan para jamaah. Sebagian masyarakat yang tahu atas kembalinya beliau dari pengungsian, datang berduyun duyun untuk sowan. Saat itu tidak ada tanda-tanda bakal terjadi sesuatu, setelah selesai menunaikan Shalat ‘Ashar, suasana tetap tenang sebagaimana biasa. Tapi ketika usai shalat Maghrib, sekitar tujuh orang Cakra dengan tentara Belanda datang menghadap beliau seraya meminta kepada Kiai Abdullah Sajjad agar bersedia untuk ikut serta ke markas Belanda di Kemisan. Secara spontanitas H. Abd. Hamid berdiri dan mengatakan bahwa dirinya yang dimaksud oleh Belanda. Namun Kiai Abdullah Sajjad langsung berdiri dan mengakui bahwa yang dicari adalah dirinya. bersambung Penulis, giat di dunia budaya dan sejarah Sumenep.


MATA PESANTREN

h a r a Sej Pondok Pesantren Loteng Karangduwak

D

i wilayah Sumenep, khususnya di kecamatan kota, pondok pesantren (ponpes) Loteng, Karangduak merupakan pesantren tertua. Pondok pesantren yang berdiri di kampung Pasar Sore, Kelurahan Karangduwak ini, pada masa lampau pernah menjadi pusat jujukan para ‘ulama besar Sumenep. Diceritakan, beberapa tokoh kiai besar Sumenep telah menjejakkan kakinya di pesantren ini demi mengenyam ilmu. Di masa periode awal, disebutkan beberapa nama yang pernah nyantri di ponpes Loteng, seperti diantaranya Kiai Haji Zainal ‘Arifin, Tarate, Pandian, Kiai Haji Abisyuja’ Kebunagung, Kiai Haji Ahmad Bakri, Pandian, dan lain-lain. Sebutan Loteng pada pesantren ini secara sempit mengacu pada sebutan dhalem (rumah) Pangeran Kornel (Kolonel), Muhammad Nawawi Kusumosinerangingalogo, salah satu putra Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, Raja Sumenep yang wafat tahun 1854 Masehi. Loteng dalam bahasa Madura bermakna rumah berlantai dua (bertingkat). Memang pada waktu di jaman Pangeran Kornel, beliaulah yang pertama kali mendirikan bangunan rumah bertingkat dalam ukuran yang cukup luas dan besar di Sumenep. Tujuannya, disamping sebagai tempat kediaman juga berfungsi sebagai markas pengintai. Kebetulan Pangeran Kornel Nawawi memang menjabat sebagai kepala Angkatan Perang keraton yang bertugas menjaga wilayah utara. Setelah masa Pangeran Kornel, sekitar akhir abad ke-sembilan belas, Loteng berubah menjadi pusat belajar pengetahuan agama Islam. Loteng beralih fungsi menjadi sebuah pesantren kecil namun berpengaruh besar. Hal itu tidak bisa lepas dari peran tokoh-tokohnya yang merupakan sosok-sosok ‘alim besar dan kharismatik. Seperti yang diketahui, keraton Sumenep dinasti Bindara Saot (Shout) memang berasal dari kalangan tokoh ‘alim di bidang agama. Mulai dari Bindara Saot, Panembahan Sumolo (Asiruddin), hingga Sultan ‘Abdurrahman Pakunataningrat memang dikenal sebagai al-‘alimul ‘allamah. Hal itu bisa dibuktikan dengan diantaranya peninggalan beberapa kitab bertuliskan arab, seratan langsung tangan keramat raja-raja tersebut. Ditambah dengan adanya hubungan perbesanan antara keraton dengan keluarga keturunan al-‘Arifbillah Kiai ‘Ali Barangbang (Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget), yaitu pernikahan cucu perempuan Sultan dengan Sayyid Kiai Muharrar, putra Kiai Daud Barangbang. Geliat keilmuan agama menjadi semakin kuat. Lalu muncullah tokoh-tokoh agama kalangan keraton yang ‘alim dalam berbagai disiplin agama, terutama tasawuf, fiqh, dan tauhid. Seperti cucu Sultan ‘Abdurrahman yang bernama Raden Ario Atmowijoyo (dikenal

dengan sebutan Tearjha Atmo), cucu menantunya Sayyid Kiyai Muharrar (Raden Miftahul ‘Arifin) bin Daud, Kiai Hambal (Raden Bagus Miftahul ‘Arifin II) bin Muharrar bin Daud, dan lain-lain. Bersamaan dalam periode tokoh-tokoh tersebut selanjutnya muncullah pondok pesantren yang kemudian dikenal dengan sebutan Pesantren Loteng. Pengasuh pertama pesantren ini ialah cucu menantu Pangeran Kornel sekaligus salah satu putra Sayyid Muharrar bin Daud, yakni Sayyid Raden Bagus Hasan (Ahsan). Secara genealogi, Raden Bagus Hasan termasuk golongan saadah (kata jama’ dari sayyid, sebutan bagi keturunan Rasulullah SAW). Di maqbarah (kubur) beliau di Asta Tinggi, terukir nasab beliau, Hadzal qubur al-‘alim as-Sayyid Hasan bin al-‘arifbillah Muharrar bin Daud bin ‘Abdul ‘Alim bin Abbas bin Muban bin Syits bin ‘Ali (Zainal ‘Abidin, Kiai Candana) bin Khathib bin Pangeran Musa bin Qasim (Susuhunan Drajat) bin Syarif Ahmad Rahmatullah (Susuhunan Ampel). Seperti yang telah disebut di atas, Raden Bagus Hasan atau Sayyid Hasan atau Gus Hasan juga merupakan keturunan dari Kiyai ‘Ali Barangbang (Sayyid ‘Ali bin ‘Ubaidillah Kiyai Khathib Paddusan bin Sayyid Ahmad Baidlawi Pangeran Katandur). Salah satu putri Kiai ‘Ali yang bernama Nyai Tengghina (Muthmainnah) menikah dengan Sayyid Kiai ‘Abdul ‘Alim dan berputra Kiai Daud, kakek Gus Hasan. Dari garis ibu, Gus Hasan merupakan cucu dari Pangeran Le’nan (Letnan Kolonel) Hamzah Kusumosinerangingrono, salah satu putra Sultan ‘Abdurrahman yang terkenal dengan berbagai karomah dan kesaktiannya. Ayahnya, Kiyai Muharrar bin Daud menikah dengan Raden Ajeng Zuwaidah binti Pangeran Le’nan. Sementara isteri Gus Hasan, Raden Ajeng Ruqayyah adalah putri Raden Ario Prawiringrat (Husain) bin Panembahan Muhammad Shaleh bin Sultan ‘Abdurrahman. Ibu dari Raden Ajeng Ruqayyah ini adalah putri Pangeran Kornel yang bernama Raden Ajeng Syansuriyah. Jadi antara Gus Hasan dan isterinya masih ada hubungan sepupu dua kali (dupopo). Hal itu tidak terlepas dari tradisi kalangan bangsawan dan kiyai tempo dulu yang memang menikahkan putra-putrinya dengan keluarga terdekat atau kerabat yang masih memiliki hubungan darah.

SANTRI DIBATASI SEPULUH ORANG Tidak seperti pondok pesantren pada umumnya, ada kisah menarik di masa kepengasuhan Raden Bagus Hasan. Seperti yang diceritakan oleh salah satu pengasuh pondok pesantren Loteng saat ini, Raden Bagus Ali Rahmat, pada waktu itu tidak semua orang bisa mondok di pesantren Loteng dalam waktu yang

bersamaan. Pasalnya, Gus Hasan hanya membatasi santrinya dalam jumlah sepuluh orang. Baru ketika di antara yang sepuluh itu ada yang berhenti, maka calon santri baru bisa masuk, namun tetap bilangannya sepuluh, tidak bisa lebih. “Dulu, kalau ada yang masuk lebih dari sepuluh biasanya santri yang kesebelas atau lebih itu menjadi gila,” kata Gus Ali, kepada Mata Sumenep. Hal itu juga dibenarkan oleh Raden Bagus Fahrurrazi, salah satu kerabat dekat keluarga pesantren Loteng. Menurutnya, hal itu menunjukkan tingkat kesufian pengasuh awal ponpes Loteng. “Artinya tidak berambisi memperbanyak santri. Ini seperti halnya Raden Ario Atmowijoyo (al-’arifbillah Abdul Ghani bin ‘Ashim bin Sultan ‘Abdurrahman) yang dulu hanya membatasi santri sebanyak lima orang,” tambahnya. Kejadian tersebut mengingatkan pada kasus yang terjadi di jaman ini. Dulu, dari cerita salah satu santri alumnus Pondok Pesantren Darullughah wad Da’wah Bangil, almarhum Kiai Yasin Ramdhani bin Hasanuddin bin Kiai Raden Wongsoleksono, ia mengatakan bahwa almarhum Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki Mekkah juga membatasi santrinya hanya dalam bilangan seratus orang. “Dari kisah yang saya dengar, katanya itu petunjuk langsung dari Rasulullah SAW. Jadi Sayyid Muhammad baru bisa menerima murid lagi jika ada murid lama yang berhenti,” kata Yasin Ramdhani waktu itu. Kembali pada kisah Raden Bagus Hasan, pembatasan santri tersebut kemungkinan memang juga berdasar petunjuk. Diceritakan oleh beberapa keluarga Loteng, Raden Bagus Hasan pernah ditegur langsung oleh Rasulullah SAW melalui mimpi karena bersikap keliru. Ceritanya pada suatu waktu, putra sulung beliau Sayyid Raden Bagus Muharrar sedang shalat sunnah. Bersamaan dengan itu datang utusan dari guru sekaligus kakeknya, Raden Ario Atmowijoyo (Tearjha Atmo). Utusan itu menghadap Raden Bagus Hasan dan mengatakan bahwa Raden Bagus Muharrar dipanggil Tearjha Atmo. Diterangkan bahwa Gus Muharrar ini memang santri kesayangan Tearjha Atmo. Lalu oleh Gus Hasan, utusan tersebut disuruhnya menunggu sampai Gus Muharrar selesai shalat sunnah. Namun ternyata Gus Muharrar membatalkan shalat sunnahnya dan memenuhi panggilan Tearjha Atmo. Melihat itu Gus Hasan menegur putranya bahwa hal itu tidak benar, karena telah membatalkan shalat meski hanya shalat sunnah demi memenuhi panggilan manusia. Lalu dijawab oleh Gus Muharrar, “saongghuna Kai (ayah), tatakrama ka’dinto e attassa pangabhakte”, artinya “sesungguhnya ayah tatakrama itu diatasnya berbakti”. R B Moh Farhan Muzammily bersambung

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 21


OASE

Syarah al-Hikam (4) Sembilan Maqamat Perlu Ditempuh Para Salik

I Ahmad Muhammad

Sarjana Universitas Al-Azhar, Mesir dan Magister Tasawuf di UIN Sunan Ampel

Sesaat setelah menyelesaikan alHikam, Ibn Athaillah menyerahkan draft tulisan tersebut kepada al-Mursi. Setelah membacanya beliau berkata: “Anakku, apa yang engkau tulis dalam kertas ini (al-Hikam) sederajad dengan kitab Ihya Ulumuddin”. Kalimat sang Guru tersebut dapat dimaknai sebagai pengakuan atas keistimewaan karya muridnya tersebut, sekaligus pertanda bahwa Ibn Athaillah layak menjadi penerus estafet mursyid tarekat Syadziliah sepeninggalnya. Sebagaimana Ihya Ulumuddin yang menjadi masterpiece al-Ghazali berpengaruh luas kepada perkembangan tasawuf, kitab al-Hikam merupakan karya monumental yang dijadikan rujukan utama para pencari Tuhan (salik).

22 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

mam Muhammad Abduh menyimpulkan kitab al-Hikam ini hampir seperti wahyu. Dan diriwayatkan Ibnu Ujaibah, bahwa seandainya boleh membaca selain alQuran dalam sholat, maka itu adalah kalam al-Hikam. Seperti halnya al-Ghazali dan gurunya al-Mursi, Ibn Athaillah mempraktikkan genre tasawuf sunni-amali. Berbeda dengan tasawuf falsafi yang lebih menekankan pada pencurahan rasio dalam menggapai pengetahuan tertinggi, genre tasawuf sunni-amali menitikberatkan perjalanan untuk mencapai Allah dilakukan via ibadah, mujahadah, dan akhlakul karimah. Menurut Ibn Athaillah, rasio tidak dapat secara sempurna menemukan dan memahami ma’rifah, dan hanya laku eksperimental batin-lah ma’rifat bisa tercapai, dan tentu dengan anugerah Allah. Ibn Athaillah menghargai proses pencarian pada Allah. Penekanannya pada proses tersebut nampak lebih menonjol daripada sufi-sufi lain yang banyak membahas hasil dari ma’rifat seperti; kemampuan adikodrati (khariq lil adah), penyingkapan alam malakut, dan sebagainya. Ini dapat dipahami bahwa Ibn Athaillah menulis karya-karyanya berdasarkan pengalaman personal yang lantas diformulasikan menjadi sebuah metode sufistik tertentu. Ibn Athaillah memformulasikan 9 maqamat (stasion) yang perlu ditempuh para salik agar bisa sampai (wushul) kepada Allah. Tidak seperti para sufi lain yang memandang bahwa masing-masing maqam tersebut merupakan hasil mujahadah seorang salik, Ibn Athaillah melihat bahwa proses perjalanan dari satu maqam hingga ujung disebabkan anugerah Allah semata. Adapun salik, hendaknya berkonsentrasi dengan mujahadah secara kontinu sembari mengarahkan jiwanya untuk terus menghamba dan meminta kepada Allah. Dari sini terlihat bahwa Ibn Athaillah menegasikan kehendak dan kemampuan manusia dalam mencapai sesuatu (fana’ al-iradah). Hal ini merupakan inti dari pemikiran Ibn Athaillah. Dalam pembicaraan apapun -termasuk mengenai maqamat-, ia selalu tidak lepas dari pemikiran isqath tadbir wa al-iradah, sampai-sampai ia mengarang kitab khusus dengan judul yang sama. Adapun tentang maqamat, Ibn Athaillah memulainya dengan maqam taubat.

Maqam ini mengharuskan seorang salik menyucikan diri dan memurnikan jiwa untuk menghilangkan syahwat duniawi dan ketertarikan pada selain Allah. Tanpa bertaubat, mustahil ia dapat berjalan lebih jauh dan menjumpai Dzat yang Maha Suci. Maqam taubat diiringi dengan zuhud, yaitu mengosongkan seluruh kecenderungan duniawi dalam hati. Ibn Athaillah menganggap orang yang tertarik kepada sesuatu akan cenderung menjadi budaknya, hingga ia akan senang ketika mendapatkannya dan bersedih ketika ditinggalkan. Karenanya, ia mengingatkan bahwa dunia lebih banyak diliputi kekeruhan daripada kenikmatan. Allah sengaja menjadikannya demikian agar manusia tidak terbuai dan diperbudak oleh dunia. Allah tidak menginginkan sesuatu selainNya memperbudak manusia, yang memang diciptakan khusus untuk menghamba kepada-Nya. Zuhud berarti tidak menjadikan dunia sebagai tanah air dan tempat tinggal. Artinya, ia tidak dijadikan orientasi utama dan tempat bersantai untuk memenuhi kesenangan. Ibn Athaillah menambahkan bahwa seseorang tidak disebut zuhud kecuali jika ia merasakan hal yang sama tatkala diberi nikmat atau cobaan. Pemberian nikmat tidak membuatnya senang, tak kepalang hingga melalaikannya dari mengabdi kepada Allah. Pun datangnya duka tidak membuatnya dirundung kesedihan, tetapi justru semakin mendekat dan berbaik sangka kepada-Nya. Zuhud dari dunia lantas diikuti oleh shabr, yaitu kelapangan jiwa dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba, terlepas kondisi yang dialami. Seberat apapun ujian yang menimpa, tidak menyurutkan tekadnya untuk terus berjalan. Dalam perihnya penderitaan, mereka disadarkan pada keyakinan bahwa cobaan tidak datang dengan sendirinya, tetapi diberikan Allah. Dengan kesadaran demikian, ia akan menginsyafi bahwa ujian tersebut tidak lain jalan Allah dalam memberikan karunia besar, yaitu agar ia bisa semakin berma’syuq kepada Allah, meningkatkan derajat di sisiNya, serta menghapus kesalahannya. Ia akan semakin tenang dan malah bersyukur menghadapi ujian karena tahu bahwa cobaan adalah jalan Allah untuk menempatkannya di tempat terbaik. bersambung


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (9) Dari Filsuf Menuju Sufi

  

S

Penjahit Sepatu Menjadi Guru Sufi al-Ghazali

ejumlah pengamat menyebut, hasil karya al-Ghazali sekitar 228 kitab. Meliputi ilmu Tasawuf, Fiqh, Teologi, Logika, dan Filsafat. Sayang, sebagian besar karya al-Ghazali musnah dibakar oleh tentara Mongol waktu invasi ke Baghdad pada abad ke XIII Masehi. Termasuk, Kitab Tafsir al-Qur’an 40 jilid ikut musnah terbakar. Sehingga yang tersisa 54 kitab, yang dikenali sejumlah pesantren. Kitab misterius Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih, mudah di dapat dalam cerita lisan di sejumlah pesantren. Bahkan kisah al-Ghazali dalam kitab Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih begitu populer. Hanya sayang, wujud kitabnya masih misterius. Ada yang menyebut, kitab Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih bagian dari kitab utuh Maarijul Quds. Tapi setelah ditelaah tidak ditemukan sub judul Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih. Memang, al-Ghazali merasa memiliki banyak utang jasa kepada sang adik. Sehingga, saat jelang wafat, al-Ghazali perlu memanggil sang adik untuk menemaninya di dalam kamar berdua. Suatu waktu, al-Ghazali menjadi Imam Shalat di Masjid. Dan sang adik menjadi makmum. Ketika itu, sang adik membatalkan makmum karena melihat tubuh sang kakak berlumur darah. Sang adik memilih shalat sendirian. Setelah shalat, al-Ghazali mendengar informasi dari jamaah shalat, bahwa sang adik membatalkan makmumnya. Al-Ghazali mengadu kepada sang ummi. Al-Ghazali berpikir sang adik memiliki ilmu sesat sehingga nggan bermakmum shalat. Sang ummi, bertanya: “Mengapa kamu (Ahmad) membatalkan makmum shalat kepada kakakmu (al-Ghazali),”. Ahmad menjawab, “Aku melihat kanda al-Ghazali penuh darah saat menjadi imam shalat.” Jawaban sang adik menyentak kesadaran al-Ghazali. “Memang sebelum shalat, saya sedang menyelesaikan kitab fiqh pada bab haid. Ternyata, ingatan haid (darah wanita) dalam menyelesaikan kitab terbawa ke

dalam shalat,” jawab al-Ghazali mengakui kekhilafannya. Dari dialog tersebut, al-Ghazali meminta kepada sang adik untuk menunjukkan gurunya. Sang adik mengajak sang kakak menemui sang guru yang dituju. Setalah diajak berjalan menemui sang guru, al-Ghazali sempat protes kepada sang adik karena diajak ke dalam pasar. Setelah ditunjukkan guru yang dituju, al-Ghazali sadar, bahwa orang yang berprofesi penjahit sepatu dalam pasar adalah guru sang adik. Kisah al-Ghazali ini mengingatkan kepada kisah Ahmad ibn Hanbal yang sempat ditegur oleh sejumlah muridnya karena mengejarngejar, Bisyri, seorang yang dikenal oleh masyarakat, laki-laki yang abnormal karena saban hari kakinya bertelanjang saat berjalan. “ ya …guru. Anda seorang Imam. Ke’aliman guru disegani penguasa dan masyarakat. Mengapa guru, mengejar-ngejar seorang Bisyri si telanjang kaki, yang dinilai abnormal oleh banyak orang,” protes sang murid kepada sang Imam Ahmad ibn Hanbal. Apa jawaban sang Imam Ahamd ibn Hanbal? “Benar kata-katamu ya muridku. Memang saya disegani penguasa dan masyarakat karena penguasaan ilmu-ilmu kitab. Tapi ketahuilah, saya ingin banyak belajar kepada Bisyri si telanjang, bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah Swt,” jelas sang Imam Ahmad ibn Hanbal, memberi alasan sikap merayu saban waktu kepada Bisyri si telanjang kaki. Memang dunia tasawuf sebagai jalan mengenal Allah Swt, keberadaannya penuh misteri karena harus keluar dari dunia syahwat. Termasuk kehidupan selebritas, sebuah kehidupan yang dilalui al-Ghazali dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Dalam sejumlah kitab tasawuf dijelaskan, bagaimana seseorang bisa menjadi kekasih yang dicinta (Allah Swt, Red.), apabila kehidupan yang dilalui penuh ghairah selain objek yang dicinta (Allah Swt). Nilai cintanya menjadi gombal karena harus membagi dua objek untuk dicintai. Bersambung…..

Ada banyak kisah al-Ghazali yang masih menjadi misterius. Termasuk kitab Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih. Sebuah kitab populer di kalangan pesantren yang bercerita penolakan sang adik, Ahmad, untuk bermakmum shalat dengan al-Ghazali karena sang kakak berlumur darah. Dari kejadian itu, al-Ghazali sadar bahwa ilmu sang adik melampaui dirinya, sehingga mengantarkan al-Ghazali ke dunia Sufi.

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 23


TESTIMONI

m a m e D Berfoto Bareng Tidak sedikit warga Sumenep yang selalu ingin berfoto bareng bupati dan ibu Nurfitriana Busyro Karim, di setiap waktu dan kesempatan. Seperti penuturan Ibu Dini Wardani, warga Desa Kolor, Kecamatan Kota, bersama dua putrinya yang menekatkan diri bertamu ke Rumdis, sekedar meabadikan kenangan foto bareng.Dan bupati bersama ibu selalu welcome atas hajat warganya. “Ingin bertamu biasa boleh, mau foto juga boleh,” ujar Bupati A. Busyro Karim, merespon keinginan warganya.

“Saya bekerja enjoy. Karena bupati selalu menekankan kepada saya untuk bekerja sesuai aturan yang berlaku. Sebagai orang yang dipercaya bupati menjabat Kepala Badan Kepegawaian, Pelatihan dan Pendidikan (BKPP), saya harus mampu menerjemahkan apa yang menjadi gagasan besar nya. Termasuk berkreasi dan melakukan inovasi tugas BKPP dalam menjawab pertanyaan masyarakat tentang informasi kepegawaian, yang disingkat KLIK (Klinik Layanan Informasi Kepegawaian)”. R. Titik Suryati Kepala BKPP

“Ketika menyangkut hajat hidup warganya, bupati berpikir dan berbicara atas nama hati nurani. Bukan semata landasan aturan hitam putih. Seperti yang dialami para penambang pasir ilegal. Bupati menyarankan ke saya agar membantu para penambang untuk mengurus izin. Kata bupati, hal itu terkait mata pencarian hidup,”. Rasa gula pasti manis. Begitu yang ada dalam benak pikiran Uswatun Hasanah, ngabdi sebagai asisten isteri Bupati Sumenep, Nurfitriana Busyro Karim. Selain tugas sebagai PNS, Nana, panggilan akrabnya, setia melakoni tugas yang ia emban meski menghadapi berjubelnya aktivitas, tanpa berpikir pamrih yang diraih. “Ibu memperlakukan saya bukan sebagai pembantu, tapi layaknya partner kerja atau saudara yang selalu mendampinginya,” terang Nana memberi testimoni selama menjabat Asisten Nyai Nurfitriana.

Uswatun Hasanah 24 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

Abdul Madjid, Kasat Pol PP


MAJELIS TAKLIM

Kiai Pajung Yang Suka Bertani

Kiai Haji Hatim Al-Ahsam

Seperti yang dilakukan oleh salah satu kiai kharismatik dan ‘alim, Kiai Haji Hatim Al-Ahsam, menantu Kiai Syarqowi Syafi’uddin, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Syabab, Dusun Pajung, Desa Sergang, Kecamatan Batuputih, Sumenep. Suami dari ibu Nyai Aisyatus Zahra ini, memang suka bertani, meski dirinya termasuk salah satu keluarga besar golongan pesantren besar dan tertua di Sumenep. Berbeda kebanyakan orang, apa yang dilakukan Kiai Haji Hatim bukan semata mencari penghasilan. Alasan yang sering dilontarkan oleh beliau adalah hanya karena kesenangan. Bahkan dengan alasan itu, beliau sering melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan untung rugi. “Kaule lebur ka tani, tape benni hasella seekabuto. Sepenting kaule seneng. (Saya suka bertani, tetapi bukan hasil yang saya butuhkan. Yang penting saya senang),” tuturnya, saat ditemui Mata Sumenep. Dalam pandangan Kiai Hatim, bertani merupakan warisan nenek moyang Madura yang mesti dilestarikan. Berbeda dari kebanyakan orang, bertani untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan menjaga stabilitas ekonomi keluarga. Kiai Haji Hatim justru melakukan sekedar memenuhi kewajiban dan kesenangan semata. Persoalan hasil tak ada urusan bagi beliau. Sebab, baginya, sejatinya Allahlah yang mengatur segala rezeki manusia. Sementara itu, Badri Sanora, salah satu warga Batuputih yang tak lain teman dekat sang kiai, membenarkan perihal sosok Kiai Haji Hatim yang cenderung melandaskan setiap tindakan sesuai kesenangan. “Kiai Haji Hatim itu suka melakukan banyak hal. Segala usaha yang disenangi dilakukan. Tapi yang paling beliau senangi adalah bertani,” ungkapnya pada Mata Sumenep.

Bagi orang Madura bertani adalah hal yang mesti dilakukan, karena kehidupan bertani adalah jalan hidup orang madura. “Jika tidak bertani, maka orang Madura cenderung tidak makan.” Begitulah asumsi masyarakat pedesaan yang masih mengakar kuat. Seolah semua orang harus bertani tanpa harus memandang golongan.

“Pernah suatu ketika beliau bertani Kacang Tanah memakan biaya jutaan, namun hasilnya tidak seimbang dengan modal yang dikeluarkan. Tapi, kiai tidak sedikitpun ada keluh-kesah,” tambahnya. Selain bertani Kacang, Kiai Haji Hatim juga pernah bertani Cabe Jamu dan bermacam-macam tanaman lain seperti layaknya masyarakat setempat. Apa yang dilakukan beliau menurut beberapa orang tergolong aneh. Bahkan beliau pernah membabat pegunungan (bukit) untuk menjadi lahan pertanian. Selain kegiatan bertani, Kiai Haji Hatim juga pernah berternak ikan Lele dan berdagang Minyak Tanah dalam skala yang besar di daerah Dungkek. Meski selang beberapa lama semua aset minyaknya dijual kepada orang lain begitu saja. Saat ini Kiai Hatim juga membangun usaha baru, dengan membuka toko Ban Mobil dan Motor di Desa Kebunan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep. Usaha barunya ini memberi kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan, terutama bagi para sopir Truck yang menjadi langganannya. Karena sistem yang digunakan dalam usahanya adalah kredit tanpa bungan, sehingga lebih mudah dan ringan. Tidak cukup sampai disitu, beliau juga suka berbudidaya Bonsai, baik untuk koleksi pribadi maupun untuk dijual saat ada orang tertarik atau membutuhkan. Menurut Kiai Haji Abd. Wahed, keponakan Kiai Haji Hatim dari istrinya Nyai Aisyatus Zahra, Kiai Haji Hatim termasuk dalam deretan Kiai yang nyentrik, karena apa yang dilakukan beliau selalu aneh-aneh. Tidak seperti mayoritas kiai di Sumenep. Namun demikian, untuk urusan keilmuan, beliau memang top dan tak diragukan. “Beliau memang alim, tatapi sedikit

nyentrik,” tutur Kiai Haji Abd. Wahed kepada Mata Sumenep, saat ditemui di kediamannya, Minggu 4 Januari 2015. Disela-sela kesibukannya menjalankan usaha dan kegiatan kesenangannya, beliau senantiasa meluangkan waktu untuk mengajar para santrinya di Pondok Pesantren Raudlatul Syihab Pajung Sergang Batuputih. Beliau juga masih menyempatkan membabat atau mendirikan Madrasah Diniyah di berbagai tempat, seperti baru-baru ini merintis Madrasah Diniyah dengan cikal bakal mushalla kecil di Dusun Giring Barat, Desa Giring, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep. Kiai Haji Hatim memiliki dua keturunan. Putra sulungnya bernama Yusrir Ridla, sedangkan yang kedua bernama Munawwaroh. Sementara itu, lelaki kelahiran Pamekasan ini seringkali memulai aktivitasnya diluar rumah mulai jam 09.00 pagi. Memang tak banyak orang ngerti apa saja aktivitas kiai jebolan Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini dil uar rumah. Mayoritas masyarakat hanya faham Kiai Haji Hatim memiliki usaha dil uar rumah dan memiliki keahlian tersendiri, sehingga masyarakat percaya bahwa Kiai Haji Hatim Al-Ahsam memiliki taring yang kuat di Kabupaten Sumenep karena keilmuan dan jaringan yang cukup luas. Menurut pengakuan banyak orang, Kiai Haji Hatim juga termasuk dalam deretan Kiai muda yang berpengaruh di Sumenep. Keberadaannya cukup diperhitungkan oleh masyarakat Kabupaten Sumenep, lebih-lebih oleh Bupati Sumenep Kiai Haji Abuya Busyro Karim. hairul/rafiqi

12 JANUARI2014 2015|| MATA SUMENEP | 25


Mengenal Sang Mpu

Karangduwak (6) Sejumlah keris peninggalan para Mpu Sumenep ternyata memiliki kisah mistis. Dari karakter besi, pamor dan bentuk keris yang ada saat ini, menyimpan ilmu sebagai refrensi untuk mencari pengetahuan sejati. Seperti, apa yang menyebabkan perbedaan kualitas keris, yang terkategori, keris biasa, keris sedang dan keris hight class? Apa karena perbedaan pamor, karakter besi dan bentuk, yang mengkualifikasi kelas keris? Atau ada lainnya. Kisah Sang Mpu Karangduwak waktu ‘mencipta’ (membuat) keris bisa menjadi petunjuk awal untuk merenung.

Ilalang, epro

Keajaiban Sang Mpu ‘Mencipta’ Keris

Ada cerita menarik ketika Sang Mpu Karangduwak ‘mencipta’ (membuat) keris. Menurut Suhardi, sebelum bahan keris, ‘dicipta’ oleh Sang Mpu, menjadi keris, bahan sudah memiliki kekuatan, yaitu khadam (malaikat). Menariknya, bahan baku itu sendiri yang meminta kepada Sang Mpu untuk berwujud sesuai keinginan bahan. Apakah berbentuk luk (lurus) atau tidak luk. Apakah keris tunggal atau kembar atau berpasangan. Termasuk ukuran besar atau kecil, sebagaimana permintaan dari bahan sendiri. Bisa jadi kisah proses pembuatan keris Sang Mpu Karangduwak, terkesan aneh. Setidaknya, sebagaimana kisah Sang Mpu sebelumnya edisi ke 2, saat Sang Mpu membuat keris, salah satunya berbahan ilalang yang dengan kemampuan ilmu Sang Mpu, menjadi bahan baku keris (besi), kemudian diproses dengan sentuhan nilai seni. Dan bahan baku itu, diproses sebagaimana keahlian Sang Mpu dan sesuai dengan wujud yang dikehendaki bahan. Suhardi menerangkan untuk kualitas keris yang berbahan ilalang menjadi besi ini, tergolong kualitas keris sedang, karena Sang Mpu cukup memproses dari bahan baku yang dicipta, kemudian diisi doa Sang Mpu untuk menambah kekuatan isi keris. “Untuk keris yang hight class (kualitas keris sangat istimewa), keris tanpa proses pembuatan dan tanpa bahan baku. Sang Mpu langsung ‘mencipta’. Nah saat ‘mencipta’ itu, keris yang akan berwujud nyata hadir dalam bentuk dan model keris kepada Sang Mpu. Setelah berwujud nyata di tangan,

26 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

kemudian Sang Mpu menambah kekuatan isi hasil ‘ciptaan’nya,” terang Om Ndi, kepada Mata Sumenep. Bagaimana dengan kualitas keris biasa? “Keris itu berbahan baku besi yang dibuat oleh para pandai besi kemudian diberi isi doa oleh pembuat. Tapi, rata-rata Sang Mpu dulu membuat keris terkategori sedang dan hight class (kelas tinggi). Karena proses dari awal sudah ‘mencipta’. Mulai dari bahan baku hingga cara pembuatan yang menggunakan ilmu khusus,” jelasnya. Kendati demikian Suhardi merasa perlu meluruskan terkait asumsi miring tentang keris karena minimnya informasi sebenarnya. Seperti, keris bisa mengganggu pemilik dan keluarganya. Menurut Suhardi, Sang Mpu mencipta keris untuk kemaslahatan pemilik, bukan mendatangkan mudlarat. Kenapa itu terjadi? “Pertama, gangguan itu bukan dari khadam keris. Tapi, kekuatan luar (jin) yang masuk ke dalam keris, setelah pemilknya kurang merawat. Sehingga, kekuatan aslinya keluar dari keris itu sendiri. Setelah kekuatan asli keluar, setelah itu jin bisa masuk ke dalam keris dan mengganngu pemilik dan keluarganya,” tutur Om Ndi. Bagaimana bisa tetap merawat keris agar tetap utuh kekuatan isinya sebagaimana awal Sang Mpu? “Untuk merawat keris tidak cukup hanya dimandikan atau diberi harum-haruman atau eloco (Madura, Red.). Lebih dari itu, merawat keris yang benar ada cara khusus termasuk do’a khusus,”. bersambung Asip Kusuma


Akhlak Nabi SAW D

Menjadi Suluh Kehidupan

i bulan kelahiran Nabi SAW, saat ini, Bupati Sumenep, Kiai Haji A. Busyro Karim memiliki kesibukan baru di luar tugas sebagai kepala pemerintah. Sebagai sosok kiai, Bupati A. Busyro kerap diundang ceramah agama untuk mereview kehidupan Nabi Muhammad Saw sebagai pijakan hidup. Dalam ceramah di kediaman M. Ilyas, Perum BSA, Jumat siang, bupati mengutip salah satu akhlak Rasulullah Saw. Sebab, bagi Kiai Busyro, menggambarkan akhlak Nabi Saw tidak bisa lewat kata-kata karena begitu agung dan luhur akhlak Nabi Saw. “Sebelum Nabi Saw wafat, ada perempuan buta yang memiliki pekerjaan meminta-minta uang di pasar sambil menghina Nabi Saw dan mengajak orang yang lewat agar tidak percaya kepada sikap Nabi Saw. Apa respon Nabi Saw kepada perempuan buta itu? Nabi Muhammad Saw, malah sering mengunjunginya di pasar dan menyuapi makanan dengan lemah lembut. Hal itu dilakukan Nabi Saw berulang kali hingga wafat. Beberapa hari sesudah wafat, peran Nabi Saw diganti sahabat Abu Bakar As untuk menyuapinya di pasar. Tapi, perempuan itu ragu karena beda sentuhan tangan saat nyuapi makan. Mana orang yang biasa nyuapin saya? tanya perempuan buta kepada Sahabat Abu Bakar As sambil menghina Nabi Saw. Sahabat Abu Bakar As, menjawab, orang itu sudah wafat. Namanya, Rasulullah Muhammad Saw. Seketika, perempuan itu menangis sesunggukan sembari mengucapkan dua kalimat syahadat,” cerita Kiai Busyro, yang disambut suasana hening. Dari cerita itu, bupati ingin memberi gambaran betapa sangat kuat mental Nabi Saw menghadapi cacian dan hinaan secara sabar dan tawakal. Nabi Saw sebagai pemimpin agama dan pemimpin pemerintah di Madinah, tentu memiliki kekuatan bathiniyah karena beliau selalu mendekatkan diri dan berserah diri kepada Allah Swt. “Kekuatan bathiniyah Nabi Saw perlu dicontoh oleh para pemimpin saat ini. Syarat pemimpin harus memiliki kecerdasaran spiritual (bathiniyah). Sehingga dalam menjalankan amanah berjiwa visioner, ngerti apa yang akan terjadi beberapa tahun kemudian. Pemimpin harus beraksi agar orang lain bereaksi,” pesan Kiai Busyro. hamrasidi

12 JANUARI 2015| MATA SUMENEP | 27


KISA I

Gelar Pembina

Motivator

Nunuk Lutfiyah Soetarto

Sibuk Ngurus Cucu Nunuk Lutfiyah Soetarto, 49, punya kesibukan baru selain mengurus ibuibu yang tergabung Dharma Wanita Kabupaten. Istri Sekda Hadi Soetarto ini mengaku tidak bisa berpisah lama dari cucu yang baru lahir 6 November 2014 lalu. “Selalu kangen sama cucu,” tulis perempuan kelahiran, 5 Agustus 1965 dalam status BB. Maklum, cucu sareang bernama Farah ini menjadi kesenangan tersendiri dalam diri ibu Nunuk. Sebagai bukti kesayangannya, foto bayi mungilnya selalu di upload media social. Selain perhatian kepada keluarga, gelar iyang menjadi bahan instropeksi dalam mengarungi kehidupan. Sikapnya rendah hati dan komunikatif dengan orang lain. Ketika diminta profil dan pemikirannya, perempuan kelahiran Sidoarjo ini menolak dengan alasan bukan public figure. “Maaf ya, saya jangan dipulikasikan di media anda, karena saya merasa kurang pantas menjadi figur publik,” katanya memohon kepada Mata Sumenep. rusydiyono

Posisi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, seakan sangat tepat diisi Moh. Djakfar dalam mengurus kehidupan para nelayan. Maklum, pria yang lahir dan besar di keluarga nelayan di Desa Sapeken, Kecamatan Sapeken, ngerti banget penderitaan para nelayan. Karena itu, ketika Bupati A. Busyro Karim bertandang ke Pulau Tonduk, Kecamataan Raas, M. Djakfar diberi ‘warisan’ untuk memperhatikan kesejahteraan para nelayan lumpuh akibat terlalu lama menyelam dalam air. “Anapah “ mak bisa lumpuh, ben kadinapa nasib keluarga epon saamponnah sampean lumpuh,” tanya Djakfar kepada nelayan itu. “Kaule “ lumpuh polana terlalu abit nyillem edelem aeng, ben kaule paggun alako ka angguy abelenjei keluarga” jawab nelayan. Jawaban sang nelayan semakin menambah rasa iba pada diri Djakfar.

28 | MATA SUMENEP | 12 JANUARI 2015

Raden M. Idris

Sejak menjabat Kepala Bappeda, 2013, Raden Mohammad Idris, sedang “bersih-bersih” program yang masih nyantol di Bappeda untuk dikembalikan ke habitat tupoksi masingmasing SKPD. Seperti, program infrastruktur dan beasiswa. Karena itu, pria umur 56 tahun selalu dijuluki pejabat yang berhasil membawa Bappeda kembali ke Khittah. Sebagai institusi yang berfungsi dapur pemerintah kabupaten dalam mendesaian program SKPD. “SKPD boleh menyandang berbagai penghargaan prestasi karena kreasi dan inovasi programnya. Tapi, yang mendapat penghargaan Pembina Motivator, ya..hanya Bappeda,” tutur Gus Idris, yang masih tergolong cicit cucu Sultan Abdurraham, Raja Sumenep, sambil terbahak kepada Mata Sumenep. hamrasidi


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.