Edisi 15

Page 1

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 1


Foto Gunawan Infokom for Mata Sumenep

Menukar Tiket Penumpang

R

2 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

atusan penumpang kapal Dharma Bahari Sumekar (DBS) rute SapekenKangean-Kalianget ketiban rezeki dari Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim, Selasa (28/4/2015). Mereka terlihatsumringah ketika tiket kapal yang dipegang, diganti uang oleh Bupati A. Busyro Karim. “Alhamdulillah, uang tiket kami diganti sama pak bupati. Terima kasih, Pak Bupati,” kata Awiyah (40), warga Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean.

Selain Awiyah, kegembiraan juga terpancar dari wajah penumpang lain, Siti Masleha (35), penumpang kapal DBS dari Pelabuhan Sapeken. Katanya uang ganti tiket dari bupati itu, akan dipergunakan keperluan lain ketika sampai di Sumenep. “Saya tidak bawa uang banyak, karena memang orang tak punya. Untunglah ada Pak Bupati mengganti uang tiket,” katanya gembira. Bupati A. Busyro Karim telaten menyalami penumpang dan menukar tiket satu persatu.

Meski berdesakan, tidak sedikit penumpang yang ingin berfoto bareng dengan bupati dan menyatakan dukungan dalam pencalonan kali keduanya. Sambil memegang erat tangan bupati, Mahlawi, (45), warga Pulau Kangean, menyatakan dukungan dalam Pilkada nanti. Bupati A. Busyro mengaku, penukaran tiket ini tidak terrencana. “Ini spontanitas saat melihat penumpang di kapal,” terang bupati kepada wartawan yang mengiringinya.

M. Ilyas


Dari Redaksi

Menorehkan Sejarah Pembaca Mata Sumenep. Edisi kali ini, rehat sejenak dari liputan politik sebagai tema utama yang sempat mengharubirukan turbulensi politik Sumenep. Tema utama yang disajikan edisi ini, berkait mimpi lama warga Sumenep agar Bandar Udara Trunojoyo bisa disinggahi pesawat komersil. Alhamdulillah, penerbangan perintis perdana resmi beroperasi sejak Sabtu dan Minggu kemarin dengan rute Surabaya-Sumenep-Jember. Kehadiran penerbangan komersil di Bandara Trunojoyo ini tentu menjadi pintu masuk menggeliatnya ekonomi warga Sumenep. Jika tetap beroperasi, ekonomi dan pembangunan Kabupaten Sumenep ini pasti mengungguli kabupaten lain di Madura. Apalagi potensi antar kepulauan tersinergikan lewat transportasi udara, jelas memperpendekjarak. Sehingga, orang-orang Pulau Kangean, Sapeken dan Masalembu serta sebaliknya, tidak berpikir lama bepergian dalam urusan bisnis. Jika potensi ekonomi orangorang Pulau Kangean, Sapeken dan Masalembu terdistribusi ke daratan Sumenep, perkembangan ekonomi pasti berjalan cepat. Tinggal pemkab berpikir panjang menggandeng pihak ketiga dalam mengakomodir aneka kebutuhan bisnis orang-orang kepulauan. Potensi ekonomi lain dari sisi tourisme masih belum terbaca. Maklum, infrastruktur menyangkut sarana-prasarana

Daftar Isi MATA UTAMA

Komersialisasi Bandara, Harapan Ekonomi Warga

MATA BUDAYA

Mengenal Paramasastra Madura (2)

MATA OPINI

Perempuan & Budaya-Sosial

Profil Penulis Annuqayah

Berbagi Lewat Tulisan

menuju kelayakan wisata belum terwujud. Kecuali wisata religi dan wisata budaya yang secara alami mereka datang ke Sumenep, tanpa berpikir kenyamanan fasilitas yang ada. Pengoperasian Bandara Trunojoyo hanya sebagai langkah awal menuju kemajuan sebuah daerah. Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim telah menorehkan sejarah dalam kepemimpinannya. Dan apa yang ditorehkan Bupati KH A. Busyro, sejarah yang akan menjawabnya suatu waktu. Bagaimana bupati harus berdarah-darah membangun kelayakan runway dan mencari lahan untuk pembangunan Lapter di Kepulauan Kangean. Termasuk perjuangan mengurus izin kelayakan terbang ke Menhub dan mencari operator maskapai agar Bandara Trunojoyo beroperasi. Kini setelah Susi Air memulai penerbangan perintis dari Bandara Trunojoyo, sebagian warga bertanya...wah pesawatnya kok kecil? Begitulah penilaian manusia.

wallahu a’lam

KISAH INSPIRATIF

Menjelajah Asia-Nusantara (2)

Kisah Dibalik Pendopo Disambut Tarian Bajo

PANGESTO

Panen Raya Demplot

Jejak Ulama

Mengenal Sosok Kiai Haji Ahmad Bakri (1)

MATA PESANTREN

Pesantren Pangeran Bukabu

OASE

Parameter Zuhud adalah Hati (10)

suri tauladan

Mengorbankan Penghalang Rasa Cinta (15)

PROFIL

SMPN 1 Kalianget, Dahulukan Prestasi

MATA potensi & inspiratif

UD. Farida, Rekrut 600 Karyawan (2)

PENDIDIKAN & KESEHATAN Mengajar di Teras Rumah

MATA DESA

Jalin Kerja Sama

TRAVEL

Panorama Gua Baru Destinasi Wisata di Lereng Bukit

MAJELIS TAKLIM

KH Hafidhi Syarbini, Batuan Sumenep Mendahulukan Ilmu Allah

TESTIMONI

Sosok Politisi Berkharisma dan Cerdas

04 08 10 12 13 14 15 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 31

Susunan Redaksi Komisaris Dewan Redaksi Redaksi Ahli Redaktur Tamu

: Asmawi : Moh. Jazuli, M. Ali Al-Humaidi : Moh. Ilyas : Suhaidi

Direktur Pemimpin Redaksi Redaktur Reporter

: Hambali Rasidi : Hambali Rasidi : Rusydiyono, Rafiqi : Rusydiyono, Imam Rasyidi, : Asip Kusuma, Rafiqi, Hairul

Design Grafis : A. Warits Muhshi Manajer Iklan & Promosi : M. Adi Irawan Penagih Iklan : Fathorrahem Mnj. Sirkulasi & Distribusi : Moh. Junaedi Keuangan : Imra’atun Nisa’ Kontributor : RB. M. Farhan Muzammil Penerbit : PT. MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP : 70.659.553.5-608-000 SIUP : 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP : 13.21.1.58.00174

Kantor Redaksi : Jl. Matahari 64 Perum Satelit, Tlp. (0328) 673100. E-Mail : matasumenep@gmail.com, mataopinisumenep@gmail.com, PIN BB : 7D0B6F42

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 3


MATA UTAMA

Komersialisasi Bandara, Harapan Ekonomi Warga

M

EI 2015 menjadi tahun bersejarah bagi kepemimpinan Bupati Sumenep, KH Abuya Busyro Karim. Mimpi lama warga Sumenep terhadap penerbangan komersil di bumi Sumekar menjadi kenyataan. Sabtu, 02 Mei 2015 menjadi awal pesawat Susi Air terbang dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Trunojoyo, Sumenep, yang tiba tepat pukul 10.51 Wib. Dan yang menjadi penumpang perdana adalah Kadishub-DLLAJ Prov Jatim, Wahid Wahyudi, Kepala Otoritas Bandara Wilayah III, Dadun Kohar, dan rombongan lainnya. Sambutan Gubernur Jatim, Soekarwo, dibacakan Kadishub dan LLAJ Prov Jatim, Wahid Wahyudi. Dalam sambutan, Wahid Wahyudi menyebut, Bandara Trunojoyo satusatunya bandara yang mendapat subsidi penerbangan dari Menteri Perhubungan. “Semua ini tak lepas dari usaha Bupati Sumenep, Dr KH A. Busyro Karim. Semoga, adanya penerbangan ini, perekonomian terus meningkat. Dan aktivitas masyarakat Sumenep terus mengalami perkembangan,” terang Wahyudi. Dijelaskan, Sumenep memiliki 48 delapan pulau berpenghuni. Ketika gelombang mencapai 2-4 meter lebih, masyarakat kepulauan relatif terisolir karena transportasi laut cukup memprihatinkan dari keselamatan. “Karena itu, kami mohon

4 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

dukungan dan do’a, khususnya masyarakat Sumenep, semoga rute penerbangan Sumenep-Kangean segera beroperasi. Pemda sudah mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan dan akses menuju bandara. Semoga dalam 2-3 tahun kedepan, bandara bisa beroperasi,” terangnya. Wahid Wahyudi mengatakan, pener bila tingkat keterisian tempat duduk (load factor) setiap penerbangan bisa mencapai 80 persen, bupati bisa mengajukan tambahan jadwal penerbangan dari semula dua kali seminggu, menjadi lebih dua kali dalam seminggu dengan rute yang tersedia. Jadwal rute penerbangan perintis dari Sumenep-Surabaya PP, sebanyak 2 kali dalam seminggu. Rute, Sumenep-Surabaya PP pada hari Sabtu dan Minggu, sementara Rute Sumenep-Jember PP hanya melayani pada hari Sabtu. Sedangkan harga tiket rute Sumenep-Surabaya Rp 270 ribu, dan harga tiket Sumenep-Jember Rp 235 ribu. Penerbangan perintis perdana Susi Air dari Bandara Trunojoyo menuju Bandara Notohadinegoro, Jember, PP, mulai dicoba usai launching dengan penumpang perwakilan wartawan, LSM, mahasiswa, Kepala Desa, dan siswa. Sayang, belum diikuti rombongan Forpimda dalam penerbangan uji coba itu.

Memohon Izin Kiai Ali

S

ebelum Launching Penerbangan Perintis Perdana Susi Air dari Bandara Trunojoyo, Sabtu, 02 Mei, pada Jum’at malam, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim bersama tokoh masyarakat dan pimpinan SKPD menggelar bacaan surat Yasin dan tahlil yang dihaturkan kepada Waliyullah Kiai Ali Brambang, bertempat di Mushalla Asta Gumuk. Bupati berkeyakinan, bacaan tersebut sebagai bentuk permohonan izin kepada para waliyullah yang Astanya berada di sekitar Bandara Trunojoyo. Lokasi sekitar Bandara Trunojoyo terdapat sejumlah Asta para waliyullah. Lokasi terdekat dengan Bandara Trunojoyo adalah Asta Waliyullah Kiai Ali Brambang. Sekitar 300 meter ke arah timur, terdapat Asta waliyullah Sayyid Munfar,yang masih keluarga dengan Mpu Karangduwak. Dan di sebelah selatan, Sayyid Munfar, sekitar 100 meter belakang Gudang Bulog juga terdapat asta waliyullah. Sementara sebelah barat Bandara Trunojoyo, ada asta waliyullah Panglegur. rusydiyono/rafiqi Bupati bercerita saat duduk di

bangku MTS di Ponpes Mathlaul Anwar, mendengar kisah burung yang terbang di atas Asta Kiai Ali Brambang, terjatuh. Selang berapa tahun, Kiai Busyro juga mendengar kisah seorang ulama yang berdialog dengan Kiai Ali Brambang saat berziarah. “Ulama itu memohon supaya karomah Kiai Ali tidak banyak ditampakkan di dunia agar tidak mengurangi kemuliaannya di akhirat,” cerita Kiai Busyro. Mendoakan ahli kubur, terlebih asta waliyullah, kata Kiai Busyro, memang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. “Saat berziarah ke kuburan orang tua atau asta waliyullah bukan untuk memintaminta. Jika meminta kepada Allah Swt. Peziarah harus ikhlas mendoakan ahli kubur. Setelah itu, memohon didoakan dari ahli kubur. Semoga penerbangan di Bandara Trunojoyo, mendapat do’a dari orang-orang shaleh dan para waliyullah. Sehingga, berdampak positif terhadap kemajuan ekonomi masyarakat Sumenep,” terang bupati saat sambutan, usai bacaan yasin dan tahlil.

hamrasidi


MATA UTAMA

Tarian Moang Sangkal menyambut rombongan Dishub dan LLAJ Jatim saat pembukaan penerbangan perintis perdana di Bandara Trunojoyo, Sabtu, 02 Mei.

Berawal dari Mimpi Terbang

B

erawal dari mimpi terbang...maka dibangunlah bandara yang diprakarsai Bupati Soemar’oem dekade 70-an, dengan nama Bandara Trunojoyo. Dalam perjalanan waktu, bandara satu-satunya di Pulau Madura ini mengalami pasang surut. Beroperasi dan terbengkalai. Pada masa kepemerintahan H Sugondo, bandara ini pernah menjadi penerbangan jamaah haji Sumenep ke Bandara Juanda Surabaya. Namun era keemasannya tidak berlangsung lama, dan terkesan kurang mendapat perhatian serius dan bahkan terpinggirkan dalam wacana pembangunan di Sumenep. Akhir kepemimpinan KH Ramdlan Siradj, tahun 2008, pembangunan bandara mulai dilirik. Pemkab merevitalisasi fasilitas bandara setelah ada pertemuan antara Dishub Jatim, Jember, Banyuwangi, dan Sumenep yang membahas perlunya membuka akses transportasi udara antar kabupaten. Dari momen ini, gerakan pengembangan Bandara Tronojoyo mulai diintensifkan. Mengawali adanya kantor UPT Bandara Trunojoyo. Adanya alokasi anggaran perbaikan runway dan pagar bandara. Puncaknya, pada pemerintahan KH A. Busyro Karim, perhatian pembangunan Bandara Trunojoyo mulai dikebut. Tiap tahun alokasi anggaran untuk peningkatan fasilitas Bandara Trunojoyo, terus digelontorkan. Mulai dari perbaikan sarana-prasarana hingga pembebasan lahan untuk menambah runway yang diharapkan perusahaan penerbangan. Dan awal kepemimpinan Bupati Busyro, tahun

2010, Trunojoyo Airport ini, resmi beroperasi sebagai Flying School (Sekolah Penerbangan) oleh Merpati Nusantara Airlines. Dan pada tahun, 2012, PT Wing Umar Sadewa membuka Sekolah Penerbangan di bandara Trunojoyo. Pada tahun 2011, sempat terjadi wacana perubahan nama Bandara Trunojoyo menjadi Bandara Sultan Abdurrahman, konon dengan nama terakhir ini sebagai bentuk apresiasi masyarakat terhadap tokoh atau Raja yang pernah berkuasa di Sumenep, dan dimanifestasikan sebagai Raja yang bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Jum’at malam (01 Mei 2015), Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim mengirim doa bersama kepada para waliyullah dan membuka Launching Penerbangan Perintis Perdana pada hari Sabtu 02 Mei. Kadishub-DLLAJ Prov Jatim, Wahid Wahyudi, menyebut pesawat tipe Cessna Grand Caravan Susi Air PK-BVU, mampu menampung 12 penumpang plus pilot dan co-pilot dengan masa penerbangan 38 minggu. Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim dalam sambutan, merasa bersyukur atas kepercayaan pemerintah bisa memanfaatkan Bandara Trunjoyo dalam melayani jasa penerbanngan perintis. “Kelengkapan keamanan dan keselamatan Bandara Trunojoyo sudah terpenuhi semua. Artinya, Bandara Trunojoyo sudah sangat layak untuk dikomersilkan. Semua ini tak lepas dari do’a dan dukungan masyarakat Sumenep. Terkhusus mantan Bupati KH Ramdlan Siradj yang melakukan revitalisasi bandara di era kepemimpinannya,” terang bupati.

rusydiyono/hamrasidi

Wartawan Merana

Launching Penerbangan Perintis Perdana molor dari jadwal 08.00 Wib, baru dimulai jam 11.00 Wib. Undangan yang terdiri dari Forpimda, pimpinan SKPD dan camat serta anggota dewan, terlihat loyo akibat lamanya menunggu. Sejumlah wartawan juga tidak bersemangat meliput hingga selesai. Selain molor, sejumlah wartawan merasa haus karena tidak tersedia konsumsi. Sementara, kantin bandara kehabisan air minum. Hingga acara usai, konsumsi untuk wartawan dan undangan lain nihil. Kecuali undangan VVIP yang tersedia. “Kejadian ini kali pertama terjadi saat acara resmi melibatkan bupati,” gerutu salah satu wartawan media online.

rusydiyono

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 5


Respon Budayawan

Perlu Dukungan Semua Pihak

P

asca penerbangan komersil Bandara Trunojoyo, perlu mempertimbangkan sisi-sisi kebudayaan yang menjadi instrumen kelanggengan pembangunan. Hal ini dikatakan Edhi Setiawan, Senior Budayawan Madura. Edhi memiliki penilaian untuk mempertahankan konsistensi Bandara Trunjoyo, perlunya mempertimbangkan nilai sosial budaya masyarakat Sumenep. Kendati demikian, Edhi tidak khawatir, pasca komersalisasi Bandara Trunojoyo tidak akan berdampak negatif. Edhi berargumen, dalam perjalanan sejarah, orang Madura sudah bisa membedakan mana yang baik mana yang jelek. “Orang madura sifatnya terbuka, sebagaimana terlihat dalam arsitektur bangunan, ukiran, batik, semua itu pengaruh dari Eropa, Cina, Jawa, semua masuk disitu,” ujar Edhi ketika dihubungi Mata Sumenep. Namun demikian, bila berhubungan dengan hal-hal yang prinsip, orang Madura tetap kokoh mempertahankan indentitas. “Makin lama kesadaran masyarakat dalam menjalankan agama dan implementasinya, baik dalam sisi busana, maraknya pertumbuhan masjid dan lainnya,

cukup menggembirakan. Ini sebagai benteng utama dalam mempertahankan indentitas budaya,” ungkapnya. D. Zawawi Imron, memiliki penilaian tersendiri pasca komersialisasi Bandara Trunojoyo. Pak De, begitu ia akrab dipanggil, berharap ada peningkatan ekonomi masyarakat dengan meningkatnya daya beli warga. “Semoga penerbangan komersil di Bandara Trunojoyo lancar dan berdampak positif terhadap perekonomian warga Sumenep,” ujar Pak De Zawawi, saat dihubungi Mata Sumenep, via telpon. Selain peningkatan ekonomi, Pak De juga berpesan perlunya mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Yaitu, memperhatikan dan merevitalisasi aktivitas budaya lokal Sumenep, yang akan menjadi pusat perhatian para tourisme. Zawawi tidak menampik, dampak budaya pasca dibukanya penerbangan komersil. Tapi, itu kata si celurit emas, tidak berdampak signifikan. Kendati demikian, ia berpesan agar mewaspadai secara dini. Pak D. Zawawi merespon Bandara Trunjoyo sebagai identitas Sumenep. “Bila Madura

Edhi Setiawan

Budayawan Madura bagian barat memiliki Universitas Trunojoyo, sedang di di ujung timur Madura, terdapat Bandara Trunojoyo. Jadi makin tegas bila Trunojoyo, merupakan representasi Madura,” tutur penyair Madura asal BatangBatang ini. Edhi berharap, pengopreasian penerbangan perintis ini berjalan dinamis. Ia berharap jangan terjadi kemunduran pasca diresmikan. Karena itu, Edhi, melontarkan solusi. Apa itu? “Dukungan tidak semata datang dari pemerintah. Pengusaha dan masyarakat juga perlu mendukung, agar rutinitas penerbangan berjalan mulus dan

D. Zawawi Imron

Budayawan Madura langgeng,” tambah Edhi kepada Mata Sumenep. Zawawi dan Edhi bersepakat, ketika bandara berjalan sempurna, perlu perhatian serius terhadap tamu-tamu yang datang ke Sumenep. Terkhusus tamu bertujuan wisata. “Karena itu, pemerintah dan elemen masyarakat harus menyiapkan diri sejak dini. Bagaimana menumbuhkan sikap ramah. Sebab dalam konteks pariwisata, Sumenep tertinggal jauh dibanding obyek wisata lainnya, seperti Bali, Jawa, atau daerah-daerah lainnya,” urai Edhi.

rusydiyono

APA KATA MEREKA Peresmian Bandara Trunojoyo merupakan tanda awal kebangkitan Kabupaten Sumenep. Karena dengan dioperasikannya Bandara Trunojoyo, membuka peluang yang semakin besar terhadap pertumbuhan sektor ekonomi, pembangunan dan industri, serta memberikan kemudahan sarana transportasi menuju Sumenep lebih maju. Semoga. Fendi Susanto, Presiden Mahasiswa STIT Al Karimiyyah, Beraji Sumenep

Akhirnya mimpi itu terwujud nyata. Karena selama ini Bandara Trunojoyo seakan-akan mati suri. Akan tetapi sudah diresmikan dan mulai beroperasi. Semoga bisa menjadi pintu bagi wisatawan asing yang ujungnya berimbas kepada peningkatan ekonomi masyarakat Sumenep. Syamsul Arifin, Ketua Koperasi Mahasiswa (Kopma) INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep

Saya yakin, peresmian Bandara Trunojoyo akan meningkatkan laju perekonomian masyarakat di Kabupaten Sumenep. Ini merupakan salah satu upaya Bupati Sumenep dalam mensejahterakan warganya. Zainullah, mantan Aktvis Mahasiswa, tinggal di Pragaan,Sumenep

6 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP


academy

Tarekat dan Mursyid Tarekat dalam Masyarakat Madura Martin van Bruinessen*

T

arekat, persaudaraan sufi Muslim, telah memainkan peranan penting tapi hampir tidak terdokumentasikan dalam masyarakat Madura. Informasi di dalam sastra pra-kemerdekaan Belanda hampir tidak menyebutkan nama-nama persaudaraan sufi tersebut (Schrieke 1919, 1920). Sementara studi etnografi baru-baru ini (Jordaan tahun 1985, Mansurnoor 1990, de Jonge 1988, Touwen-Bouwsma 1988) hanya memberi kita sekilas informasi tentang keberadaan dan pentingnya tarekat dalam masyarakat Madura. Terdapat juga beberapa sumber tertulis lain yang membahas tentang wacana ini. Sangat sedikit guru tarekat Madura pernah menulis tentang persaudaraan sufi (tarekat) mereka (yang paling produktif dan informatif dari mereka adalah Habib Muhsin Aly Alhinduan- seorang keturuanan Arab yang mengajar di Madura). Sebuah kontroversi di kalangan orang Madura melibatkan tarekat penting di Jawa Timur, yakni Tijaniyah yang dalam beberapa tahun terakhir mendapatkan pemberitaan luas oleh pers nasional, seperti yang terjadi pada lebih dari satu dekade sebelumnya mengenai konflik yang melibatkan Kiai Musta’in Romly dari Jombang, Seorang keturunan Madura yang hingga saat ini menjadi mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di Jawa Timur dan Madura yang paling berpengaruh. Selain itu, terdapat beberapa hal ‘rahasia umum’ yang membahas tentang pentingnya tarekat di kalangan orang Madura dan masyarakat Indonesia lain pada umumnya, namun jarang dipublikasikan. Tulisan ini memiliki tujuan sederhana: untuk membuat penelitian singkat mengenai tarekat dan para mursyid tarekat di Madura, memberi sketsa perkembangan tarekat tersebut, meneliti beberapa karakteristik unik yang membedakan pengikut tarekat di Madura dengan tempat lain, serta menjelaskan konflik yang timbul di dalam tarekat –seperti sudah disinggung

sebelumnya- dan meletakkan mereka ke dalam peta politik yang lebih luas. Karena saya (Martin van Bruinessen) tidak memiliki waktu yang cukup panjang untuk melakukan penelitian di lapangan, maka saya harus menahan diri untuk melakukan analisis yang lebih tajam. Sumber utama informasi saya terdiri dari serangkaian wawancara dengan guru tarekat di Madura, para pengikut tarekat, serta beberapa informan lain yang bersedia berbagi informasi. Di sisi lain, saya tidak akan membatasi pembahasan saya hanya di pulau Madura saja tetapi juga memperhitungkan Jawa Timur, Jakarta dan Kalimantan Barat juga. Terdapat tiga tarekat yang paling mencolok di antara orang Madura adalah Naqsabandiyah, Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan Tijaniyah. Tarekat terakhir ini, dewasa ini mengalami kemajuan cukup signifikan, hingga sampai batas tertentu ‘mengalahkan’ yang kedua. Saya tidak berani membuat perkiraan jumlah pengikut masingmasing, tapi seperti terdapat kesan bahwa tarekat Naqsabandiyah masih memiliki pengikut paling banyak, dan diikuti oleh Tijaniyah. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat perubahan mencolok dari situasi tiga perempat abad yang lalu, ketika Schrieke membuat pertanyaan pada subjek yang sama. Informan mengatakan kepadanya bahwa Qadiriyah (atau mungkin berarti Qadiriyah wa Naqsabandiyah) memiliki ‘sangat banyak’ pengikut sementara pengikut Naqsabandiyah cukup sedikit. Sedangkan Syattariyah -tarekat yang banyak dan cukup mudah menampung tradisi dan kepercayaan lokal- juga memiliki banyak pengikut, meskipun bukan yang paling banyak (Schrieke 1919). Situasi saat ini, sekilas mencerminkan adanya pergeseran ke arah ortodoksi yang lebih ketat. Tarekat Naqsabandiyah yang menyebar ke Madura, dikenal lebih berorientasi syari`ah daripada kebanyakan tarekat lainnya.

Sedangkan Tijaniyah, sering dikritik karena dianggap memiliki beberapa keyakinan yang kontroversial. Kontroversi tersebut memiliki banyak aspek kesamaan dengan gerakan reformasi Islam. Baik Naqsabandiyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah pertama kali memasuki Madura sekitar pergantian abad; sedangkan Tijaniyah datang beberapa dekade kemudian, dan Qadiriyah diperkirakan telah hadir di Madura pada waktu sebelumnya. Hal ini terlihat dari adanya kultus terhadap para guru tarekat pengikut Syekh `Abd al-Qadir al-Jilani di banyak tempat di Nusantara (Asmoro 1926: 252; lih van Bruinessen 1989). Tetapi bagaimanapun, kami tidak memiliki informasi kuat tentang nama mursyid, atau pusat tarekat Qadiriyah, serta tidak ada indikasi tentang suatu ritual tertentu yang dapat diasosiasikan sebagai tarekat Qadiriyah. Hal yang sama berlaku bagi Syattariyah; adalah mungkin bahwa masih ada guru tarekat Syattari di suatu tempat di Madura atau di kalangan penduduk Madura di Jawa Timur, tetapi disinyalir tidak memiliki banyak pengikut. Pengaruh dari ide mistis Syattariyah mungkin masih hidup karena tarekat ini banyak

menggabungkannya dengan praktek mistis dan magis yang populer di Madura. Tetapi apapun itu, spiritualitas tarekat Syattariyah sulit untuk dipisahkan dari keseluruhan ide magis yang berkembang di masyarakat. Namun tarekat lain rupanya meninggalkan jejak mendalam terhadap budaya populer Madura, meskipun budaya tersebut dikenal tidak dalam kapasitasnya sebagai bagian dari praktek tarekat tersebut. Hiburan yang dulu populer disebut Ratep (Ar. ratib) dan Samman (cf Bouvier 1989: 217, 2212) kemungkinan berasal dari ritual tarekat Sammaniyah, yang terkenal di banyak bagian di Nusantara pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Hiburan serupa dengan menggunakan nama yang sama juga dikenali di Aceh dan Banten, pada umumnya dikaitkan dengan kehadiran tarekat Sammaniyah di masa sebelumnya (Snouck Hurgronje 1894: 220-5).

bersambung... *Tulisan ini disadur dari hasil penelitian Martin van Bruinessen, yang berjudul, ‘Tarekat and Tarekat Teachers in Madurese Society’ yang dipublish dalam buku Across Madura Strait: The Dynamics of an Insular Society. Leiden: KITLV. Press, 1995, di halaman 91-117.

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 7


MATA BUDAYA

MENGENAL PARAMASASTRA MADURA (2)

S

etelah populer melalui film “Inem Pelayan Seksi” yang dibintangi oleh Jalal tersebut, popularitas bahasa Madura semakin melejit, ketika stasiun TV milik pemerintah yang berjaya di masa orde baru, TVRI, menayangkan film boneka “Si Unyil” yang menampilkan sosok mirip Jalal sebagai konotasi orang Madura. Sosok yang baru ini dinamai Bu’ Bariya. Dalam film yang digemari anakanak di dekade 1980-an ini, sosok Bu’ Bariya ditampilkan secara tidak pas karena dimadura-madurakan. Aksen juga begitu. Bahkan, tak sedikit kosakata yang diucapkan ternyata malah tidak terdapat dalam bahasa Madura. Seperti rojak (rujak) tetap dilafalkan rujak. Malah yang parah, “Bu’ Bariya” ini mereduplikasi kata ‘rujak’ dengan pengulangan suku kata akhirnya menjadi “jak-rujak”. Memang dalam film tersebut Bu’ Bariya divisualisasikan sebagai orang rantau yang menyambung hidup dengan menjajakan dagangan rujaknya. Padahal yang semestinya kata rujak atau rojak tidak harus direduplikasi. Karena dalam kalimat yang diucapkan Bu’ Bariya dalam sineas tersebut merupakan bentuk penawaran, yang tidak harus diulang untuk melahirkan makna “banyak” atau “tidak yang sesungguhnya”, sebagaimana kaidah reduplikasi akhir suku kata dalam bahasa Madura. Fenomena tersebut merupakan suatu hal yang sangat disayangkan, terutama karena sineas anak-anak itu ditayangkan oleh stasiun TV milik pemerintah yang seharusnya memberikan teladan, yang dalam hal ini terkait dengan perkembangan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. TVRI di masa itu merupakan standar media penerangan, pendidikan, dan pembangunan Negara ini, yang anehnya malah penayangkan salah satu perusakan bahasa daerah, yang dalam hal ini bahasa Madura. “Ya, barangkali, waktu itu Balai Bahasa di Surabaya tidak bisa berkutik menghadapi hal ini. Karena TVRI merupakan siaran sentral

8 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

yang semua isinya ‘dianggap’ benar,” kata almarhum RP Abdus Sukur Notoasmoro, pada penulis, beberapa waktu silam. Dan apa mau dikata, tayangantayangan tersebut lantas “diteladani” oleh generasi pelawak selanjutnya. Seperti sebut saja Kadir (teman Doyok) yang lantas mengaksenkan kosa kata Madura secara berlebihan. Iklaniklan tivi juga berguru pada mereka. “Perlombaan” memplesetkan bahasa Madura tanpa memperhatikan kaidah kebahasaan menjadi semakin seru, dan kita —warga Madura— penonton yang tidak berhasil dibuat tertawa, justru semakin merasa tersinggung. Nah, disinilah kemudian pentingnya mengais dan memungut sumbersumber bahasa dan kebudayaan Madura yang berbentuk serpihan dan tercecer, serta hampir terkubur akibat perubahan jaman. Salah satunya ialah Paramasastra Madura. Sementara ini, hanya ada satu sumber tertulis mengenai Paramasastra Madura, yakni sebuah buku yang diangghit salah satu praktisi bahasa dan budaya Madura yang namanya melegenda hingga saat ini, RP Abdus Sukur Notoasmoro. Komentarnya telah sering dikupas dalam tulisan ini di beberapa paragraf sebelumnya. Buku Paramastra Madura itulah, yang selanjutnya menjadi sumber utama dari tulisan ini.

BAHASA MADURA, BAHASA BERBUDAYA Bahasa Madura memiliki tatakrama dalam penuturannya. Sehingga kemudian ada istilah umum yang mengatakan bahwa, Bahasa Madura adalah bahasa yang berbudaya. Terlebih, bahasa Madura adalah bahasa terbesar ketiga setelah Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda. Mengingat yang sudah diurai dalam bagian pertama tulisan ini, bahwa bahasa Madura adalah lingua franca. Penuturnya tak hanya warga pulau Madura, melainkan juga di beberapa kabupaten di bagian timur pulau Jawa, atau yang biasa dikenal dengan istilah daerah tapal kuda. Tatakrama berbahasa Madura

terangkum dalam ondhaggha bhasa (tangga bahasa), yang secara garis besarnya terbagi dalam tiga tingkatan. Yakni yang pertama bhasa enja’-iya (bahasa kasar), lalu bhasa enggi-enten (bahasa tengahan) dan yang selanjutnya bhasa engghi-bunten (bahasa kromo inggil, kalau dalam istilah Jawa). Berangkat dari hal itu, ada ungkapan dalam masyarakat Madura bahwa perilaku seseorang bisa dilihat dari cara bicaranya. Artinya, seperti yang pernah dikatakan oleh Pak Sukur, orang Madura yang jarang bergaul dengan para penutur yang memahami kosakata dan kaidah berbahasa Madura cara bicaranya akan cenderung menjadi kaku, dan selanjutnya berpotensi mengucapkan kata-kata yang kurang layak. Kurang layak yang dimaksud disini ialah bertutur dengan tanpa memperhatikan ondhaggha bhasa. Disamping itu, bahasa Madura juga tidak hanya berupa ondhaggha bhasa, namun di dalamnya juga termaktub yang namanya kosakata, peribahasa, aksara Gajang dan Carakan, Careta Kona, yang kesemuanya itu terkandung dalam Paramasastra. Nah, Paramasastra yang ditulis Pak Sukur dalam bukunya berpedoman pada ejaan hasil Sarasehan yang diselenggarakan di Kabupaten Pamekasan pada tahun 1973. Disana dijelaskan secara rinci mengenai sejarah penggunaan bahasa Madura. Lalu diterangkan mengenai proses konsonan, vokal dan diftong yang diucapkan. Kemudian juga memuat “pola keccap”, “oca’ metorot kadaddhiyanna”, “mamacemma oca’ ”, frase, dan juga “okara”.

SEJARAH SINGKAT EJAAN AKSARA LATIN BAHASA MADURA Di lidah para penuturnya, Bahasa Madura tidak memiliki masalah atau perbedaan. Namun lain ketika harus dituangkan dalam bentuk tulisan. Ejaan yang tertulis kemudian

memiliki banyak seragam. Sehingga penyeragaman ejaan menjadi hal yang sangat penting dalam suatu bahasa. Karena ejaan yang berbeda-beda akan menumbuhkan kesalahpahaman, salah maksud, serta akan menyulitkan bagi para pembacanya. Secara historis, ejaan Bahasa Madura sangat dinamis. Ejaan ini senantiasa mengalami perubahan dan penyempurnaan. Sejarah mencatat kali pertama penggunaan ejaan bahasa Madura yang baku dimulai kurang lebih 6 tahun pra kemerdekaan RI. Di tahun 1939 digunakan ejaan Balai Pustaka yang berpedoman pada ejaan Ch. A. Van Ophuysen untuk Bahasa Melayu, yang selanjutnya dikenal dengan eja’an Van Ophuysen. Setahun setelahnya, yakni di tahun 1940, eja’an Van Ophuysen berganti pada ejaan Provinsi Jawa Timur. Ejaan ini disahkan oleh Kepala Inspeksi Pelajaran Provinsi Jawa Timur atau Inspekteur Hoofd der Prov Onderwys aangelenheden van Oost Java. Pasca kemerdekaan, ejaan Bahasa Madura atau ejaan provinsi itu berubah lagi, atau diselaraskan dengan ejaan Suwandi atau ejaan Republik. Dan di tahun 1973, ejaan Bahasa Madura disempurnakan dari hasil sarasehan tahun 1973 di Pamekasan, yang selanjutnya dipakai hingga saat ini.

bersambung... RB Moh Farhan Muzammily


MENGHIDUPKAN KEMBALI FILOSOFI KUNA MADURA

MATA BUDAYA

Budaya Madura, khusus Budaya Sumenep tergolong luas dan kaya dengan bermacam ungkapan atau Parebhasan (peribahasa) yang mengandung makna filosofi tinggi. Seiring perubahan zaman, hanya sedikit orang Madura yang ngerti seluk-beluk budaya yang hampir asing bagi generasi mudanya.

B

udaya

Madura

dibilang dan

mulai

berserakan

bisa tercecer akibat

perubahan zaman. Mulai era feodal hingga neofeodalisme, berlanjut

Madura yang penuh dengan filosofi. Banyak makna-makna yang bisa dipetik di dalamnya, yang berguna sebagai bahan pelajaran dalam kehidupan,” imbuhnya.

hingga runtuhnya neofeodalisme

PADANA DANGDANG

menuju masa saat ini, memberikan

Perubahan zaman merupakan suatu hal yang mesti dan bersifat alamiah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu berubah, karena hidup ibarat roda yang bergerak dinamis. Sehingga dari situ bisa ditarik sebuah kesimpulan: bahwa yang abadi di dunia ini ialah perubahan itu sendiri. Namun, tradisi dan budaya merupakan suatu hal yang beda. Tradisi dan budaya merupakan suatu hal yang harus dilestarikan. Mengapa? Kondisi budaya Madura yang sudah tidak lagi original menurut Baisuni di atas, selaras dengan yang diungkapkan salah satu pemerhati pendidikan di Sumenep, Rabiatul Adawiyah. Menurut salah satu guru di SMPN 1 Saronggi ini, budaya Sumenep sudah bercampur baur dengan budaya-budaya luar. Sehingga banyak generasi sekarang sudah mulai bingung, bagaimana sebenarnya yang merupakan budaya asli Madura. “Kalau kata peribahasa Maduranya ‘padana dangdang’ atau seperti burung gagak,” tambah ibu dari dua anak ini, kepada Mata Sumenep sambil tersenyum. Bagaimana yang dimaksud “padana dangdang” itu? Rabiatul menjelaskan, Gagak atau mano’ Dangdang kata orang Sumenep menurut legendanya dulu merupakan burung yang memiliki suara paling bagus dan cara berjalan yang paling baik. Namun dalam kesehariannya, Dangdang sering meniru suara dan cara berjalan binatang-binatang yang lain. Sehingga pada akhirnya, Dangdangpun jadi lupa cara berkicau yang baik dan cara berjalan yang baik, yang dimilikinya selama itu.

kontribusi yang tak sedikit dalam tercerai-berainya budaya Madura, sekaligus memberikan peluang masuknya pengaruh budaya asing. “Ya, begitulah kondisinya saat ini. Jangankan budayanya yang beragam, bahasanya saja sekarang sudah bercampur baur dengan bahasa lain. Jadi sudah tidak original,” kata salah satu pemerhati budaya di Sumenep Haji Ahmad Baisuni, kepada Mata Sumenep, beberapa waktu lalu. Menurut mantan Kasi Kebudayaan Kantor Dikbud (Pendidikan dan Kebudayaan) Kabupaten Sumenep di tahun 1990-an ini, kondisi tersebut semakin diperparah dengan mulai banyaknya para praktisi bahasa dan budaya Madura yang telah dipanggil ke hadhiratNya. Kalaupun masih ada, itupun sudah banyak udzur. Kurangnya refrensi tertulis mengenai kekayaan berbagai khazanah kuna dari tradisi lisan ini juga ikut ambil bagian secara dominan. “Apalagi saat ini banyak generasi saat ini yang tidak bisa menyatukan persepsi. Seperti masalah ejaan misalnya. Sampai saat ini masih belum bisa bertemu. Ini efeknya kompleks. Tidak bertemunya pemikiran masingmasing praktisi bahasa Madura saat ini menimbulkan konsekuensi mandeknya perkembangan bahasa ini,” tambahnya. Meski begitu, menurut Baisuni hal itu tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena dengan “asingnya” budaya dan bahasa Madura di kalangan penuturnya akan membuat hilangnya identitas atau jati diri warga Madura. “Tetap harus diperkenalkan sejak dini. Mulai dari ungkapan-ungkapan

Rabiatul Adawiyah, S.Pd “Suara Dangdang lantas jadi serak dan begitu menakutkan, serta berjalannyapun berubah menjadi meloncat-loncat ,” imbuhnya. Guru Matematika yang juga diberi tugas tambahan pengampu pelajaran Bahasa Madura ini, berharap peribahasa-peribahasa ini terus lestari. Seperti peribahasa yang terkenal selama ini, “mon bagus pabagas, mon soghi pasoga’, mon kerras akerres” menunjukkan karakter orang Madura yang tegas. “Indikator lainnya ialah dalam bahasanya. Bahasa Madura itu selalu dilafalkan tegas. Seperti kata Haji itu mesti diucapkan Hajji. Juga kata Mekah, diucapkan Mekkah,” pungkasnya.

PADANA EMBI’ KACANG BAN EMBI’ DHUBA Melestarikan budaya, sejatinya untuk menjaga identitas suatu bangsa. Tentu tidak lucu saat pengetahuan tentang sejarah Sumenep ditulis dan dikuasai oleh orang di luar Sumenep. Dan yang paling tidak lucu, saat orang Sumenep mempelajari sejarah ibunya berdasar literatur yang dibuat orang asing. Masyarakat yang seperti ini bisa dikatakan seperti masyarakat Dangdang. “Ya, tentunya jangan sampai yang dimaksud parebhasan itu benarbenar terjadi pada masyarakat Madura secara luas,” kata Haji Baisuni. Baisuni juga menilai saat ini juga banyak timbul fenomena terbiasa mengkritik orang semaunya.

Merasa paling pintar, dan gampang menyalahkan orang lain. Orang yang seperti ini disebut Baisuni sangat cocok dengan peribahasa Madura yang disebut padana embi’ kacang, atau seperti kambing yang kerdil. “Ada lagi, peribahasa padana embi’ kacang’, atau seperti kambing yang kecil tapi sok merasa paling pintar. Ini sebuah pelajaran bagi orang yang selalu mengkritik orang lain, tapi ketika disuruh memimpin malah tidak bisa apa-apa,” terang warga Jalan Widuri Kelurahan Bangselok ini. Fenomena embi’ kacang ini disebutnya sudah mulai merata, jadi tak hanya ada di Sumenep. Bahkan tak hanya zaman ini, zaman dulu juga ada. “Ya, peribahasanya ‘kan bukan produk sekarang, tapi produk kuna. Berarti memang sudah dari dulu ada,” tambahnya sambil terkekeh. Menurut Baisuni, orang-orang Sumenep kuna dulu bisa dikatakan golongan pemikir yang besar. Hal itu terbukti dengan adanya ungkapanungkapan yang bermakna dalam tersebut. “Nah, leluhur kita dulu juga bilang sebaiknya padana embi’ dhuba, sebagai lawan dari embi’ kacang. Apa itu embi’ dhuba? Embi’ dhuba atau kambing yang berbadan besar itu merupakan binatang yang tidak banyak bicara, namun selalu bisa ditempatkan dimana saja. Disuruh mimpin bisa, menjadi anak buah juga loyal, jadi pembawaannya selalu disenangi orang banyak,” tutupnya.

RB Moh Farhan Muzammily

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 9


Mata Opini PEREMPUAN DAN BUDAYA-SOSIAL (Refleksi Emansipasi Perempuan) Sayyidi*

D

ia sosok terindah sepanjang masa, sosok yang paling agung sepanjang sejarah. Bahkan ia merupakan sosok yang tak pernah lepas dari penisbatan istilah ‘menarik dan selalu menggoda’. Tak heran apabila sering kita temui di berbagai persoalan. Mulai dari diskursus dan workshop yang membahas tentangnya, sampai pada media cetak yang membicarakan dirinya. Baik berupa buku, koran, majalah dan lainnya. Dimana persoalan tersebut diangkat dari berbagai tema yang sangat menarik. Seperti posisi, kedudukan, peran, tugas dan lain-lain menjadi persoalan akut dalam segala aspek kehidupan. Tiada lain dan tak bukan, dialah sosok yang lembut dan berjiwa manis bernama “perempuan”. Sehingga mendiskusikan sosok perempuan akan terus mencuat kepermukaan. Menebar pesona, menebar cinta tanpa henti dan tiada batas. Hal ini kemudian ditegaskan oleh Nabi sendiri bahwa perempuan adalah sosok yang sangat beliau senangi (cintai). Diceritakan oleh Anas ia berkata; “Nabi melihat beberapa orang perempuan dan anak-anak datang dari suatu pesta pernikahan, lalu berdiri menyambut kedatangan mereka. Beliau besabda, ‘Ya Alllah, kalian adalah termasuk golongan makhluk yang paling aku senangi’ ucapan tersebut beliau ucapakan sebanyak tiga kali (HR. BukhariMuslim). Disisi lain, secara etemologi istilah perempuan berasal dari kata dasar ‘empu’ yang berarti tuan. Definisi ini tidak jauh berbeda dengan pengertian yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa kata ‘empu’ adalah gelar yang disematkan terhadap perempuan. Definisi tersebut menunjukkan

10 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

kalau sosok perempuan memiliki kedudukan terhormat yang harus dihormati. Di satu sisi, apabila kita melihat lebih dalam pada sejarah perempuan secara umum dan khusus, seringkali menimbulkan beberapa pengkajian yang disandingkan dengan isu-isu miring, seperti second class, ketidak adilan, emansipasi, dan diskriminasi. Begitu juga ada sindrom-sindrom keberhasilan, kesuksesan, dan peran penting seorang perempuan pada sejarah secara khusus. Dimana dua subyek diatas, selalu mengatas namakan agama dan budaya. Bahkan lebih dari itu, sindromsindrom mengenai perempuan bahwa mereka sosok lemah, sosok nomor dua, dan sosok pembawa sial bermunculan menjadi buah bibir. Seolah-olah tak pernah habis membincangkan wacana ini. Sehingga penulis sendiri tiba-tiba teringat dengan pesan singkat (SMS) salah satu teman dekat di Kecamatan Bluto; Ada apa dengan perempuan? Karena penulis sempat bercerita hal-ihwal opini di Mata Sumenep ini bertema tentang perempuan. Untuk menjawab pertanyaan teman penulis tadi, dan segala persoalan tersebut, kita simak fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat. Sejarah, Budaya dan Perempuan Dalam ideologi orang Madura saja tak dapat dinafikan pandangannya, bahwa menikah dengan perempuan Madura ternyata lebih ‘nikmat’ daripada menikah dengan perempuan non-Madura. Karena dalam suatu penelitian, tanah Madura mengandung zat kapur. Sehingga minuman dan makanan yang dikomsumsi orang Madura secara otomatis juga mengandung zat kapur. Secara medis, zat kapur tersebut

berfungsi dapat mengembalikan keperawanan seorang perempuan. Dalam artian, walaupun sudah berhubungan beberapa kali atau pun telah melahirkan, perempuan madura cenderung akan tetap terasa seperti perawan, meski hal ini merupakan guyonan belaka atau tidak, penulis tidak tahu. Tapi dapat kita pahami sendiri, jika sebenarnya perempuan memiliki sejuta kelebihan dalam dirinya. Perempuan bukanlah sosok yang memiliki karakter lemah, dan asumsi masyarakat yang selama ini mengindikasikan kehadirannya tak berpengaruh apa-apa. Padahal tidak ada halangan bagi dirinya untuk mengikuti perkembangan zaman, seperti berkiprah di berbagai lini kehidupan. Baik politik ataupun ekonomi. Akan tetapi, dengan satu catatan besar, selama hal itu tidak membuat dirinya lupa dan lalai dari kewajiban utamanya sebagai sosok yang melahirkan, mendidik anak ataupun orang yang memiliki tempat karier di dapur, sumur, dan kasur. Sebab itu, perempuan tidak perlu lagi menggemakan kesetaraan gender dan emansipasi yang selama ini selalu diperjuangkan dengan alasan dirinya merupakan sosok lemah, dan selau mendapat ketidak-adilan dan diskriminasi. Padahal sejatinya, hanya perbedaan jenis kelamin, fitrah, peran dan tanggung jawab yan membedakannya. Dimana perempuan melakukan itu juga butuh pengertian, animo, dan support untuk menjadi orang yang paling berarti dalam kehidupan ini. Pada perspektif budaya Jawa, perempuan dikenal dengan adanya 3 bentuk konsep yaitu, Macak, Masak dan Manak. Artinya, seorang perempuan yang tugas utamanya sebagai isteri dituntut harus dapat berhias diri (macak) untuk suami supaya lebih betah di rumah. Begitu

juga perempuan harus pandai dan pintar memasak (masak) untuk memenuhi selera makan dan minum kesukaan suami. Demikian pula, seoran perempuan dituntut dapat melahirkan anak untuk melanjutkan keturunan. Selain itu, wanita (perempuan) merupakan kerata basa dari “wani ditata”(ingin diatur). Perspektif ini mengintegrasikan keadaan perempuan yang memiliki peran dan tugas menurut kehadiran laki-laki sebagai seorang pemimpin dan termasuk juga orang yang seharusnya paling mengerti sosok perempuan. Sehingga dari tiga bentuk konsep diatas, menjadi benar kemudian kalau perempuan memiliki peran signifikan di balik keberhasilan generasi bangsa ini dan sebagai penentu atas terciptanya kedamaian dan keseimbangan hidup. Perlu penulis tegaskan kembali bahwa sebenarnya sejarah timur telah menunjukkan tentang kedudukan perempuan sederajat dengan laki-laki. Seperti kita lihat di Indonesia telah banyak menampilkan sosok perempuan sebagai tokoh perempuan yang mampu mengambil peranan penting dalam memajukan agama dan negara. Seperti yang dicontohkan Kartini, Tjut Nyak Dien dan Dewi Sartika. Belakanggan ini juga muncul tokoh perempuan bernama Dian Pelangi (Desaigner Baju Islami), Pipik Dian Irawati (Tokoh Islam), Rahmah El-Yunisiah (Tokoh Pendidikan) dan lain-lain. Hal ini membuktikan tidak adanya argumen apapun bagi perempuan untuk menganggap dirinya sebagai sosok terdiskriminasi, sosok lemah dan perempuan post modern. Tapi realiatasnya, mereka mampu memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan dan


keberhasilan agama dan negara, sekaligus demi terciptanya generasi bangsa yang Mashlahatul Ummah. Sebab, perempuan merupakan peletak dasar-dasar pendidikan dan moral bagi generasi bangsa. Sehingga seringkali perempuan disebut sebagai “Al-Madrasatul Al-Ula.” Berbeda dengan kesalahan sejarah barat (Eropa) yang mencatat peran, posisi dan kiprah seorang perempuan dinilai tidak adil dan diskriminatif. Sehingga mereka harus berjuang dengan dalih ingin mendapatkan kesetaraan, keadilan dan tidak ada pemasungan perempuan. Ketika mereka berhasil mendapatkan persamaan, keadilan dan semua yang berwajah emansipasi, ada hal kejadian yang sangat menarik yang seharusnya kita ketahui sebagai manusia bertitel perempuan. Seperti salah satu lembaga studi di Eropa menemukan fakta, bahwa depresi seorang perempuan di Eropa naik dua kali lipat selama 40 tahun terakhir, karena beban yang sangat luar biasa akibat kesulitan dan ketidakmampuan dalam menyeimbangkan peran mengurus keluarga, mendidik anak dan karier. Kemudian kaum orientalis sadar akan potensi ini kalau perempuan benar-benar sangat mulia keberadaannya sesuai fitrah, dan tabiatnya. Sehingga muncul ide menyesatkan dari kaum liberalis tersebut untuk dikampanyekan sebagai bentuk perjuangan yang sangat ampuh ke negara-negara berkembang (Islam), yang tiada lain mereka adalah musuh nyata kita dan

tujuan mereka yang ingin menghancurkan agama. Islam dan Perempuan Sejatinya, sudah sangat jelas bahwa posisi perempuan dalam Islam sangat mulia. Karena perempuan sebenarnya sama, rata dan adil dalam memperoleh hak dan kewajiban, seperti tertera dalam Al-Qur’an (QS. 33:35). Begitu banyak juga ayat AlQur’an yang menyebutkan citra dan idealisasi perempuan, seperti kemandirian berpolitik (QS. 60:12), kemandirian ekonomi (QS. 16:97), persamaan kapasitas sebagai hamba (QS. 4:124), dan laki-laki perempuan dituntut sama-sama untuk mewujudkan kehidupan yang baik (QS. 16:97). Dengan demikian, sudah saatnya kita tak perlu menyalahi kiprah perempuan. Semuanya telah diatur dan diberi ruang seluas-luasnya untuk memikirkan masalah dalam kehidupan ini. Peran dan tugas perempuan telah sesuai fitrah dan tabiatnya. Ia mampu dengan kelembutannya dalam menciptakan generasi yang baik, dan ia juga mampu dengan keindahan cintanya memberikan kualitas terbaik dalam melayani suami. Dimana dua proyeksi ini menghapuskan sindrom stereotip yang ditujukan kepada perempuan kalau ia tidak memberikan nilai apapun dalam kehidupan berbangsa dan beragama ini. Padahal di balik itu semua, kita membutuhkan perempuan untuk menjadikan generasi kita sebagai kader yang berpotensi dan karena

perempuan juga laki-laki bisa memiliki semangat dan dukungan dalam menghadapi persoalan hidup. Maka disinilah kemudian keseimbangan hidup tercipta. Apabila masih ada yang memperdebatkan perempuan karena perbedaan, pendiskreditan, diskriminasi dan citra-idealisasi keperempuanannya. Hal itu menunjukkan ketidaktahuannya tentang agama. Seperti Rancangan Undang-Undang Persetaran dan Keadilan Gender yang belakangan ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang gencar-gencarnya membahas persoalan tersebut. Pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang ini untuk dijadikan hukum positif di Indonesia, seperti di negara-negara Eropa. Kontan saja, gagasan ini mendapat sorotan dan menuai protes dari berbagai kalangan praktisi dan organisasi Islam. Padahal telah penulis singgung diatas, bahwa ide semacam emansipasi sebenarnya berasal dari aliran sesat Eropa yang ingin menghancurkan agama. Seolah-olah mereka (Barat) berlagak sebagai penyelamat dan pembawa kedamaian perempuan dari sifat diskriminasi, ketidakadilan dan sifat lainnya yang merendahkan perempuan. Padahal di balik semua itu tersimpan tujuan yang sangat berbahaya.

Penutup Penulis sangat merindukan perempuan seperti yang banyak menorehkan sejarah positif pada kehidupan ini. Seperti di Madura, ada Ibunda Nur Fitriana Busyro Karim sebagai Istri orang nomor satu di Kabupaten Sumenep dan Ketua TP-PKK Sumenep. Dalam Islam, ada Siti Aisyah dan Khadijah, dimana keduanya mampu membawa nama harum Islam dalam perjuangan mereka masing-masing. Begitu juga tidak tinggal diam perempuan yang memberi keteladan pada negara dan bangsa ini. Seperti Megawati Soekarno Putri; mantan presiden kelima yang menjabat kurang lebih dua tahun, ada juga Sri Mulyani; seorang perempuan ekonom besar di negara kita yang patut kita tiru kesuksesannya dalam karier, yang tentunya mampu tidak lepas dari tugas utamanya sebagai istri. Selain itu, ada Khofifah Indar Prawansa; sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Lebih dari itu, muncul pula salah satu tokoh perempuan pendidikan yang mengukir negeri ini yaitu Desi Retnosari. Terakhir, penulis benar-benar mengharapkan perempuan seperti Rabi’ah Al-Adawiyah dalam memberikan seluruh ‘cinta’nya kepada tuhan. Karena semua itu dapat memberikan keutuhan hidup yang ideal pada perjalanan kehidupan ini. *Penulis Lepas, tinggal di Badur Batuputih Sumenep. Mahasiswa semester akhir STIT Al Karimiyyah Beraji Gapura Sumenep.

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 11


Mengenal Profile Penulis dari Annuqayah

BERBAGI Lewat Tulisan

Z

ilvia Jamielah, penulis muda kelahiran GulukGuluk Sumenep. Saat ini, ia tercatat sebagai siswi kelas XI di Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri pada Program Keagamaan. Memang usianya masih belia, tetapi spirit menulisnya tidak diragukan lagi. Dan karena spirit tersebut, dirinya berhasil menambah jumlah penulis di Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep. Ning Zil, para santri memanggilnya, ia gemar menulis semata-mata bukan karena dirinya lahir di tengah-tengah pesantren yang kental dengan suasana ilmiah. Melainkan karena kesenangannya kepada dunia tulis-menulis itu sendiri. Jauh di dalam hati ia yakin bahwa dengan menulis bisa mengungkapkan apapun yang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Dan berkat menulis pula, ia percaya bisa memelihara ingatan terhadap apa saja yang pernah dipelajari. “Dengan menulis saya bisa mengungkapan apa saja yang tak bisa saya ungkapkan secara langsung. Dan dengan tulisan juga, saya bisa mengingat pengalaman yang pernah saya lalui,” ujarnya, saat

12 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

Nama Tetala Ayah Ibu Alamat

: Zilvia Jamielah : Sumenep, 20 Maret 1998 : Kiai Farid Hasan : Nyai Tur’atur Rahmah : Ponpes Annuqayah Daerah Nirmala : Guluk-Guluk Sumenep

ditemui Mata Sumenep di kediamannya. Ning Zil mengaku giat menulis sejak masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Pertama ia senang menulis catatan harian. Dan ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), iapun mulai menulis cerita-cerita pendek. “Saya suka menulis sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Waktu itu saya sering menulis catatan harian. Barulah di bangku Sekolah Dasar saya mulai suka menulis cerita-cerita pendek,” jelasnya. Saat ditanya apa motivasi ia menulis, alasannya cukup sederhana. Putri ketiga pasangan suami-isteri Kiai Farid Hasan dan Nyai Tur’atur Rahmah ini, beralasan hanya ingin berbagi manfaat dan banyak hal kepada semua orang lewat karya. Mengenai tulisannya, Ning Zil mengaku tidak hanya fokus kepada satu jenis tulisan saja. Tetapi disesuiakan dengan keinginan dan kondisi. Sehingga, dari

tangan kreatifnya itu lahir berbagai macam tulisan, diantaranya, opini, artikel, dan cerpen. “Saya menulis apa saja, fiksi maupun nonfiksi. Seperti opini, artikel dan cerpen,” tambahnya. Meski tulisannya pernah dipublikasikan, Ning Zil merasa kurang percaya diri untuk menyandang gelar penulis. Karenanya, dirinya merasa butuh terhadap bimbingan dan arahan dari guru-gurunya, agar apa yang ditulisnya nanti bisa menginspirasi banyak orang. “Hanya sekali di sebuah jurnal kecil karya saya dipublikasikan. Saat ini saya benar-benar belum percaya diri. Saya masih perlu banyak bimbingan agar apa yang saya hasilkan sempurna dan dapat menginspirasi pembaca,” harapnya. Meski begitu, perempuan kelahiran Sumenep, 20 Maret 1998 ini sudah memiliki banyak karya, diataranya: Milik Kita, Musim Dingin

Di Bulan November (Fiksi), Ghibah, Cerita ‘ternikmat’, dan Woman’s Power (Non Fiksi). Serta banyak karya lainnya yang tidak bisa disebutkan Mata Sumenep. Berikut sebagian cuplikan dari karyanya itu: Menjaga memang bukan perkara mudah, tapi dengan bimbingan hati, kaki pun bebas melangkah. Cinta memang bukan perkara mudah, tapi dengan cinta, segalanya terasa indah. Jiwa bebas merengkuh tanpa perlu banyak mengeluh. Sesuatu yang pahit selalu beralur lambat. Namun sesuatu yang manis selalu berakhir singkat. Sebuah perpisahan tak selamanya buruk. Namun sebuah kebersamaan selalu berakhir indah. Potongan kata tersebut terasa sederhana, namun membawa segudang pesan moral yang beraroma romantika. Dan bukankah yang luar biasa kerapkali berawal dari hal-hal sederhana? Sesederhana motivasinya, namun luar biasa hasilnya. Tak hanya sukses berbagi manfaat dan banyak hal, gelar penulis pun ia sandang. imam rasyidi


KISAH INSPIRATIF

A’yat Khalili

MENJELAJAH ASIA-NUSANTARA (2)

S

ampai pada penghargaan Asia yang saya terima Maret 2014 silam, itu semua karena komunikasi. Beberapa bulan sebelum itu, seorang ibu yang bekerja sebagai wartawan di Sabah, mengirimi saya pesan. Dalam suratnya itu, ibu Farida Abdul Hamid, meminta beberapa tulisan saya yang bertema tentang “ke-Melayu-an,” untuk diikutsertakan seleksi Baca Karya Dunia di Malaysia. Mendengar itu, saya senang sekali, tapi saya masih agak masam, karena belum kenal atau sebelumsebelumnya kami memang belum pernah chat, jadi saya menangguhkan permintaan itu sampai beberapa minggu kemudian, kembali beliau mengirimi pesan beserta surat rekomendasi festival itu. Terlebih dulu saya tanya, dari siapa kenal saya, beliau menjawab bahwa dia adalah Panitia Penyelenggara Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara 2012, sebuah acara tidak sempat saya hadiri di Sabah, Malaysia, 8-13 Januari 2012 silam, dan dia juga yang mengirimi saya buku-buku Sinar Siddiq 6. Dengan rasa terima kasih banyak, saya menyerahkan manuskrip tulisan saya tentang Melayu Serumpun itu kepadanya. Lama tak ada kabar, saya juga tidak tahu tentang

program yang dimaksudnya. Dalam rasa tak berharap apa pun, tibaA’yatmalam Khalilidengan suasana tiba pada lebaran Idul Adha, saya mendapat surat pemberitahuan bahwa saya terpilih menjadi penerima Anugerah Asia NUMERA-Malaysia. Surat itu datang dari Panitia di DBPKL, tertera tanggal, 20-25 Maret 2014, saya diundang ke Malaysia untuk menerima penghargaan. Dalam perasaan berlipat, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada ibu Farida dan berharap bisa sua di acara Baca Karya Dunia, tapi ternyata jarak kota beliau masih ± 800 dari tempat acara, sehingga kami lagi-lagi belum bisa bertemu pada kesempatan itu. Saya berangkat sendiri dari Indonesia. Sampai di Hotel Jeumpa D’Ramo-Bangsar Baru, saya bertemu penulis Rusia, Itali, Singapura, Britania Jaya, Malaysia, Brunai, Singapura, Thailand, dan juga Indonesia. Di hotel itu, saya sekamar dengan Hudan Hidayat, seorang kritikus sastra Indonesia (Jakarta), yang sudah sejak MA saya tahu namanya. Dimulai dari penyambutan tamu dan jamuan, berlanjut pada berbagai penampilan, diskusi, seminar, simposium dan pembacaan karya selama 20-25 /03/15. Untuk saya sendiri mendapat kesempatan simposium pada Minggu malam, 23 Maret, untuk memberikan sedikit pandangan mengenai perkembangan melayu dan proses kreatif bersamaan dengan pemberian Anugerah AsiaNusantara di Gedung DBP-KL. Sebenarnya saya ingin menghindari

Malaysia: di Menara Petronas, setelah memberikan simposium.

acara itu, karena pasti saya akan kaku dan grogi, apalagi belum bisa fasih berbahasa Inggris, eh, ternyata saya dijemput kaka Teratai Abadi, panitianya. Untung saja, ada Pak Soni Farid Maulana dan Mas Acep Zamzam Noor, yang malam itu membacakan proses kreatifnya, paling tidak mereka menenangkan dan membuka mindset tentang apa yang ingin saya sampaikan. Terus hari Senin Sore, 24/03, saya diminta membacakan puisi-puisi di Gedung Kebanggaan dan Pusat Menara Kembar Petronas, sekaligus dimusikalisasi oleh Zaidan, pemusik asal Singapura, sungguh senang sekali tentunya.

bicara. Salah satu kesempatan itu adalah memamfaatkan relasi dengan teman-teman dari berbagai negara yang sudah kenal. Caranya seringseringlah saya chat, SMS, atau sharing-an dengan mereka. Dari sharing pengalaman tulismenulis, aktivitas hidup, pekerjaan, hobi, impian sampai kepada bahasa. Inilah yang saya katakan, menulis mengantarkan belajar banyak hal. Tidak mungkin kita mengenalkan karya kita kepada orang di luar sana, tanpa tahu bahasa mereka, bukan? So, tidak hanya belajar bahasa, tapi budaya, sikap, pikiran dan kebiasaan hidupnya. Dulu, saya bertemu Cho

Menjadi nara sumber dalam seminar nasional.. Awalnya saya tidak menyangka acara ini akan begitu meriah, saya pikir akan sama dengan penghargaan-penghargaan yang saya terima sebelumnya. Eh, ternyata juga ada panel-panel lain. Yang terkesan adalah pertemuan dengan orangorang dari luar, yang sebelumnya hanya tahu nama dan karyanya, sekarang dapat sua langsung dalam satu acara. Bahkan momen pertemuan itulah yang terpenting. Diskusi dengan mereka seperti memberikan berbagai pengalaman baru, dari cara berbahasa, perilaku, adat, budaya, komunikasi dan kebiasaan hidup yang berbeda menjadi pelajaran dalam hidup saya. Lebih dari itu, saya semakin tertantang untuk bangkit dan terus belajar lebih tekun, tidak hanya menulis, tapi juga belajar banyak bahasa di dunia. Terus terang untuk saat ini, bahasa Internasional saya masih lemot sekali, butuh lebih biasa lagi praktik dan membiasakan

So Hyun, Gangsim Eom, penulis dari Seoul-Korea yang saya kenal di acara PPN VI, Jambi 2012, ketika dia bercakap-cakap dan mengucapkan terima kasih, gomabseubnida, kepalanya ikut menunduk serasa memberi hormat. Atau Mr. Vikram bersama keluarganya, peneliti asal Rusia, saya bertemu di acara Temu Sastrawan Nusantara (TSN) 1, di Sumatera Barat, yang ketika mau makan mereka seperti meditasi, hening diri. Dan masih banyak lagi. Itu pekerjaan-pekerjaan sederhana yang sulit dilakukan, kadangkala kita lebih banyak konsep daripada praktik. Antar sesama sulit berucap terima kasih, kalau pun berucap, kadangkala langkah kita sudah bergegas duluan, alias terima kasih berucap punggung. Berdoa juga hanya sewaktu-waktu, lebih banyak lupa. Padahal, mestinya setiap memulai pekerjaan, bukan? bersambung...

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 13


Kisah DIbalik Pendopo

H. Ali Daeng Sandrek mengucapkan selamat kepada Bupati Sumenep setelah menerima tombak pusaka Suku Same

Ustad H. Addailamy Abu Huroiroh

Disambut Tarian Negal K. Halil Kadir menyerahkan tombak pusaka Suku Same kepada Bupati Sumenep

Prosesi Ritual: Sebelum Tombak diserahkan kepada Bupati Sumenep

14 || 44 MEI MEI 2015 2015 MATA MATA SUMENEP SUMENEP 14

K

unjungan Bupati Sumenep A. Busyro Karim beserta Forpimda di Kecamatan Sapeken disambut dengan penampilan Tari Negal, tarian khas suku Same (Bajo). Dan yang istimewa Bupati diberi hadiah sebuah tombak pusaka suku Same yang diserahkan langsung K. Halil Kadir dan H. Ali Daeng Sandrek sesepuh adat sebagai bentuk penghormatan tamu agung di Pulau Sapeken. “Kami hanya menjalankan mandat warga sapeken untuk menyerahkan tombak pusaka suku Same kepada Bapak Bupati” kata K. Halil Kadir, singkat kepada Mata Sumenep usai acara penyerahan. Ditanya lebih jauh tentang makna penyerahan tombak leluhur Suku Same kepada Bupati, orang yang sangat disegani di sapeken ini menuturkan “Kami Suku Same ingin menyatukan diri dengan suku manapun dibawah naungan Sumenep yang dipimpin Bapak Bupati A. Busyro Karim, dan ini bagian dari pelestarian budaya hasil buah pemikiran Ustad H. Addailamy Abu Huroiroh sebagai Penasehat Suku

Same,” tambah K Halil Kadir mengakhiri wawancara dengan Mata Sumenep. Camat Sapeken M. Sahlan dalam sambutannya mengatakan, penduduk di Pulau Sapeken terdiri dari berbagai suku yang ada di Indonesia. “Bahasa warga Sapeken keseharian menggunakan bahasa Bajo atau Same. Hanya segelintir orang yang bisa berbahasa Madura,” cerita Sahlan dalam sambutan. Pada kesempatan yang sama, Bupati Sumenep A. Busyro Karim di depan ribuan masyarakat Kecamatan Sapeken menggugah warga Sapeken untuk menyediakan lahan untuk dibangun Lapter. Bupati berjanji akan mempermudah dan mengurusi semua perizinannya ke pusat. “Silahkan masyarakat bermusyawarah mencari lahan untuk dibangun lapter,” tutur bupati yang disambut tepuk tangan gemuruh masyarakat. Usai sambutan, seperti biasa bupati mengunjungi stand pameran. Yang menarik ada perempuan cantik bersimpuh sambil menangis hanya untuk sekedar bersalaman sungkem kepada bupati.

M. Ilyas


DISPERTA

PANEN RAYA DEMPLOT

H

amparan sawah yang begitu luas di Sumenep, memantik perhatian Disperta untuk melakukan kreasi teknologi. Salah satunya dengan memberi Bantuan Alsintan kepada Gapoktan se Kabupaten Sumenep pada acara panen raya Demplot Padi, 22 April lalu, yang berpusat di Desa Kacongan, Kecamatan Kota Sumenep. Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim mencoba mesin giling gabah yang akan diberikan kepada Gapoktan. Kepala Disperta Sumenep, Bambang Heriyanto mengatakan, pemberian mesin peralatan pertanian kepada Gapoktan berupa 61 Traktor dan 39 Pompa Air. Sedangkan bantuan 1 unit peralatan tanam padi diberikan kepada Gapoktan dan bantuan benih padi sebanyak 500 kilogram untuk dua desa yakni Desa Dungkek dan Desa Saronggi. “Bantuan ini diharap dapat meningkatkan hasil pertanian serta mewujudkan swasembada pangan serta dapat meningkatkan kesejahetaraan para petani di Sumenep,” jelas Bambang dalam sambutannya. Bambang menjelaskan berdasar data Disperta, pada tahun 2010, luas lahan sawah di Kabupaten Sumenep 23.852 Ha, yang terbagi menjadi 13.388 Ha (56,13 %) lahan sawah tadah hujan, 5.385 Ha (22,57 %) lahan berpengairan teknis, 1.959 Ha lahan semi teknis, 1.071 Ha lahan sederhana dan 2.049 Ha lahan memakai irigasi desa. SedangkanPenggunaan lahan

khususnya lahan bukan sawah, terang Bambang, meliputi pekarangan, tegal, perkebunan, ladang, huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, rawa-rawa, tambak, dan kolam. “Tanaman pangan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian. Pertama, komoditas Beras, meliputi padi sawah dan padi gogo. Kedua, komoditas Palawija, meliputi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon dan ketela rambat,” jelas Bambang. Dengan demikian, imbuh Bambang, persentase pertanian di Sumenep sangatlah besar. Karena itu, bupati melalui Disperta, berupaya keras untuk mengembangkan potensi pertanian Sumenep. Untuk itulah, Disperta menjalin kerja sama dengan PT Petrokimia Gersik. “PT Petrokimia Gresik merupakan Produsen Pupuk Terlengkap di Indonesia yang memproduksi berbagai macam pupuk, seperti Urea, ZA, SP36, ZK, NPK Phonska, NPK Kebomas, dan pupuk organik Petroganik. PT Petrokimia Gresik juga memproduksi produk non pupuk, antara lain Asam Sulfat, Asam Fosfat, Amoniak, Dry Ice, Aluminum Fluoride, dan Cement Retarder,” urai Bambang. Bupati Sumenep dalam sambutan berharap, adanya bantuan Alshintan dan bantuan lainnya bisa menambah hasil produksi lebih baik dan berkualitas bagi petani. “Ini bagian dari usaha pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah, agar terus berusaha untuk meningkatkan lahan pertanian kita menjadi lebih produktif lagi. Khususnya para petani yang ada di Kabupaten Sumenep,” kata suami Nurfitriyana Busyro Karim ini. Untuk itu, Bupati Sumenep juga mengajak para Penyuluh Tani agar memberikan peyuluhan kepada petani lain yang tidak hadir pada acara Panen Raya Demplot ini. Sebab pengetahuan bagaimana teknik penanaman padi yang lebih baik, agar meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sangatlah peting bagi petani. Terlebih, memanfaatkan peralatan teknologi dalam pertanian yang semakin canggih, seperti mesin panen padi yang dicoba langsung oleh Bupati Sumenep. “Kalau dulu petani memanennya dengan alat tradisional. Tetapi sekarang dengan alat teknologi yang semakin modern, seperti alat HARVESTER H-140R, kita bisa memanen dengan kurun waktu hanya 30 menit saja,” jelas bupati. Darimana dana bantuan yang dahsyat ini bersumber? Menurut Kadisperta, bantuan tersebut bersumber dari dana APBD, APBD Provinsi dan APBN tahun anggaran 2015. Bagi Gapoktan atau Poktan yang tidak memperolah bantuan kali ini, akan diusahakan untuk memperoleh periode selanjutnya. Karena bantuan

ini berlangsung secara bertahap. Bambang menambahkan, uji coba tanaman padi menggunakan alat tanam Petrobioganik yang dilakukan seluas 1 hektar, bisa menghasilkan 8,6 ton. Yang sebelumnya, biasanya hanya menghasilkan 7,3 ton gabah kering. Sehingga ada peningkatan produksi sebanyak 1,3 ton dalam 1 hektar. Selain itu, pihak Bupati Sumenep dan beberapa Dinas terkait sedang berusaha mempersiapkan lahan pertanian di Kabupaten Sumenep, guna untuk kemajuan swasembada serta peningkatan prolehan dan mutu pertanian Kabupaten Sumenep. Adapaun lahan yang dipersiapkan adalah lahan kering yang sudah tidak produktif lagi, kemudian akan digarap secara serius oleh pemerintah Kabupaten Sumenep untuk lahan pertanian. “Jika ada lahan kering yang tidak produktif, tolong informasikan ke kami. Akan kami garap menjadi lahan pertanian produktif nantinya,” tandas Bupati kepada hadirin.

hairul/rafiqi

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 15


SAFARI

KANGEA

Bupati Dadakan Jadi Sopir Odong-Odong sebagai sarana transportasi di Sapeken

Bupati menyapa ibu-ibu di Pasar Desa Angon-Angon, Arjasa

Cam at Sa p

eken M. S kun jung i

menep, PRD Su D ta o g g sa uhlis, an on, Arja areng M on-Ang g n A Bupati b a s sar De n ke Pa blusuka

16 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

Foto-Foto: Gunawan Diskominfo for Mata Sumenep

unan mbang ma Pe ta r e P yan Batu Kanga takkan i Kec. d le e p m ta i n a Usa per M ola Su Sepakb

gan Lapan

Salam ta’dzim kepada Sang K iai

Foto Bareng bersama warga Sapeken


2015

AN-SAPEKEN Bupati nyamba ngi kreasi sisw a Arjasa

Sahl

an d amp stan ingi d pa Bup mer ati s an aat

Cap Jempol Salam Super Mantap di Salah Satu Stand Pameran Kecamatan Sapeken

peken kin Sa is m a , warg upati Jumas oleh B a t u Mbok J 5 u1 dibant

Salam ta’dzim Sang Kiai

Si Cilik ju ga ingin b erpose dengan Bu pati

Bupati menyapa warga

Sis

i upat ng B e r a B Foto jasa MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 17 r A wa


HUTBUN

Perhatikan Petani Tembakau Para petani tembakau mulai menemukan harapan baru setelah mendapat perhatian dari Dishutbun Sumenep.

K

ekhawatiran petani tembakau memang bukan hanya pada masalah cuaca. Masalah bibit dan modal juga menjadi pproblem klasik. Seiring berjalannya waktu, di tahun 2015 ini, Pemkab Sumenep melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) membuat program Bantuan Bibit Tembakau sebanyak 60 juta bibit tembakau, yang diberikan kepada semua Kelompok Tani (Poktan). Bibit tersebut dibagikan secara gratis alias tak dipungut biaya. Penyerahan bantuan bibit kali ini secara simbolis diberikan oleh Kepala Dishutbun Sumenep, Herman Poernomo, kepada Poktan dalam acara Sosialisasi Kegiatan Mendorong Pembudidayaan Bahan Baku Dengan Kadar Nikotin Rendah, Kamis (23/04), bertempat di Aula

18 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

Dishutbun Sumenep. Dalam kesempatan tersebut, Pak Ipung, panggilan akrab Kadishutbun, yang didampingi Kabid Perkebunan, Nasah Bandi (waktu itu), dan Sekretaris Dishutbun, memaparkan jumlah bibit tembakau yang akan diberikan, seberat 800 kilogram benih. “Bantuan benih bibit 800 kilogram, akan diberikan ke 20 Poktan yang tersebar di 15 Kecamatan daratan Sumenep,” papar Ipung, dalam sambutan yang dijawab tepuk tangan para undangan yang mayoritas petani tembakau. Pak Ipung menambahkan, dari 20 titik masing-masing akan diberikan penangkaran sebanyak 0,25 hektar. Setiap titik itu ditarget minimal bisa menghasilkan sebanyak 3 juta batang bibit tembakau. Jika sebanyak 20 titik, katanya, bisa menghasilkan sekitar 60 juta pohon bibit tembakau. “Bantuan ini akan diberikan penangkaran dengan persentase

0,25 hektar. Saya berhrap, tiap-tiap titik tanam itu bisa menghasilkan hasil maksimal,” harap Ipung. Lain dari pada itu, Ipung juga berharap, agar para petani penerima bantuan bisa memanfaatkan bantuan bibit tembakau dengan baik. Tentunya dengan menggunakan pola tanam yang baik pula. Dengan demikian, kualitas dan hasil yang diinginkan pun akan sesuai dengan yang dicita-citakan. “Saya sangat berharap kepada para udangan yang hadir dalam kesempatan pagi ini, supaya usaha kami (pemberian bantuan bibit tembakau, red) untuk terus meningkatkan produksi serta kualitas tembakau di Sumenep ini benarbenar di manfaatkan dan dikembangkan secara maksimal,” harapnya kepada undangan yang hadir. Para delegasi dari masing-masing Poktan waktu itu sangat apresiatif

dan menyambut gembira adanya bantuan bibit tembakau. Ditengah berlangsungnya acara sosialisasi undangan ada yang nyeletuk, kemudian bertanya, “Kapan bantuan itu akan diberikan, Pak?”. Sambil tersenyum, mantan Kepala Badan Perijinan Terpadu (BPT) Setkab Sumenep ini, dengan tegas menjawab pertanyaan undangan. “Bantuan bibit akan diberikan satu hari setelah sosialisai, yaitu hari Jum’at (24/4).Pemberian bantuan akan dimulai hari Jum’at besok, karena sudah mendekati musim tanam tembakau 2015,” jelas Ipung.

rusydiyono/hairul


PEMDES

Bekali Manajemen Keuangan

K

omitmen Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk menciptakan aparatur desa yang professional, benar-benar berwujud nyata. Ikhtiar tersebut dibuktikan dengan diadakannya Pembinaan Manajemen Keuangan dan Administrasi oleh Bagian Pemerintah Desa (Pemdes) Sekretariat Kabupaten (Setkab) Sumenep, untuk semua aparat desa seKabupaten Sumenep. Pembangunan harus dimulai dari desa, dengan demikian Sumber Daya Manusia (SDM) di desa-desa perlu bekal yang cukup untuk menciptakan suatu kemajuan. Memang, tujuan diadakannya pembinaan tersebut untuk membekali serta meningkatkan daya kemampuan para aparat di masing-masing desa, terutama dalam bidang keuangan. Kabag Pemdes Sumenep, Ali Dafir, menjelaskan, bahwa kemampuan manajerial aparat desa akan berdampak terhadap pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Sehingga, apabila kemampuan mengelola pengembangan desa minim, maka dikhawatirkan pelayanan yang diberikan kepada juga kurang maksimal. “Keterampilan untuk aparat desa itu sangat penting, guna memberikan pelayanan maksimal,” ungkapnya.

Acara itu diikuti oleh 660 orang dari berbagai desa di Sumenep. Akan tetapi tidak melibatkan semua aparat, melainkan hanya dikhususkan kepada Sekretaris dan Bendahara desa. Menurut Kasubbag Pemdes, Pardi, acara tersebut akan dilaksanakan selama 24 hari, yaitu mulai hari senin tanggal 27 April hingga 20 Mei 2015. “Pembekalan ini akan dilaksanakan selama 24 hari, mulai tanggal 27 April sampai 20 Mei,” paparnya, ketika ditemui Mata Sumenep. Dafir berharap, dengan diadakannya pembekalan, semua aparat yang ikut serta dalam acara tersebut, bisa menjadikannya sebagai pedoman ketika mengelola keuangan desa nantinya. Semua itu karena mengingat suntikan dana desa yang lumayan banyak, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN), dan Alokasi Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dafir juga berharap, pengelolaan dana desa itu harus transparan. “Tertib administratif dan disiplin anggaran juga sangat penting,” tegas mantan Camat Batuan ini. Terakhir Dafir berharap, supaya acara yang diadakan

dengan segala tekad dan upaya itu bisa membawa manfaat bagi masyarakat Sumenep. Bisa memberikan jalan menuju kemajuan. Dan yang terpenting, bisa bermanfaat untuk kesejahteraan warga Sumenep. “Semoga acara ini lancar dan membawa manfaat. Khususnya untuk kesejahteraan masyarakat Sumenep,” harapnya. rusydiyono/rafiqi

ALI DAFIR

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 19


Jejak Ulama Sumenep

Mengenal Sosok

KIAI HAJI AHMAD BAKRI (1) Oleh: RB Moh Farhan Muzammily

N

ama Kiai Haji Ahmad Bakri, Desa Pandian bagi generasi Sumenep jaman ini mungkin tidak sepopuler nama besar Kiai Haji Zainal ‘Arifin Terate, Kiai Haji Abisyuja’ Kebunagung, Kiai Haji Usymuni dan lain-lain, yang notabene meninggalkan warisan berupa lembaga pendidikan pesantren yang hingga kini masih tetap eksis, maupun mereka yang terkenal karena kiprahnya di berbagai pergerakan sosial keagamaan. Bagi mereka yang mengenal nama Kiai Bakri, kebanyakan mengatakan bahwa beliau ini tidak lebih dari sekadar guru ngaji atau kiai langgharan (langgar). Bahkan istilah kiai langghar ini juga diucapkan oleh satu-satunya putra Kiai Bakri yang saat ini masih hidup, yaitu Kiai Haji Ahmad Shadiq Bakri. “Memang kae (ayah; red) ini tidak pernah mau mendirikan pesantren. Padahal dulu yang mengaji atau yang nyantri itu cukup banyak. Para santri istilahnya nyolok (tidak menetap). Jadi memang dari dulu para santri yang mengaji kepada kae ini tidak ada yang mukim,” kata Kiai Shadiq pada Mata Sumenep beberapa waktu lalu di kediamannya, di Desa Pandian Kecamatan Kota Sumenep. Menurut Kiai Shadiq, Kiai Bakri memang merupakan sosok yang istilah populernya saat ini disebut sosok yang low profile. Bahkan kiai

20 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

yang dikenal sebagai ‘ulama ahli ilmu Ushul (Tauhid) ini, dikenal sebagai sosok yang tawadlu’ dan zuhud.

NASAB Kiai Haji Ahmad Bakri lahir di Sumenep sekitar abad ke-19. Tidak ada catatan tertulis mengenai tanggal, bulan, sekaligus tahun lahir beliau. Ayahnya bernama Kiai Haji Muhammad Muhyiddin. Dalam catatan silsilah keluarga Kiai Bakri, yang ditulis oleh putranya, almarhum Kiai Haji Abunawas Bakri, Kiai Muhyiddin ini adalah putra dari Kiai Langghar alias Kiai Muhammad Aqib, Anjuk, Desa Kebunagung. Silsilah keluarga yang bertarikh 1991 Masehi ini, menyebutkan bahwa Kiai Muhammad Aqib ini merupakan keturunan kelima dari Kiai ‘Abdul ‘Alam Prajjan, Sampang. Sedangkan Kiai ‘Abdul ‘Alam sendiri disebutkan dalam catatan tersebut masih terbilang keturunan keempat dari Susuhunan Giri (Sayyid ‘Ainul Yaqin alias Raden Paku), Gresik. Kiai Muhammad Aqib memiliki delapan putra-putri. Salah satu putranya, disamping Kiai Muhyiddin, ada yang bernama Kiai Luwi alias Kiai Haji Maghfur. Kiai Maghfur ini berputra Kiai Haji Jamaluddin, ayah dari Kiai Haji Abisyuja’, salah satu pendiri NU Sumenep. Jadi, secara nasab, Kiai Haji Ahmad Bakri masih terhitung paman sepupu dari Kiyai Abisyuja’.

AHLI ILMU USHUL (TAUHID) Meski berasal dari keluarga keturunan kiai, Kiai Bakri semasa mudanya tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Malah beliau diceritakan sejak masa mudanya hanya sibuk bergelut dengan dunia dagang. Memang dari kisah-kisah yang diceritakan beberapa santrinya, Kiai Bakri ini dikenal sebagai pedagang kain yang kaya raya. Hingga suatu saat beliau mendengar bahwa di Kelurahan Bangselok (dulu Desa Bangselok, Kampung Terate), muncul tokoh ‘alim besar dan seorang al-‘arifbillah dari kalangan bangsawan Keraton Sumenep yang bernama Raden Ario Atmowijoyo (‘Abdul Ghani bin ‘Ashim bin Sultan ‘Abdurrahman) yang biasa dikenal dengan sebutan Tearjha Atmo. Karena ghiroh (antusias) yang kuat untuk menimba ilmu dari tokoh yang dikenal memiliki berbagai karomah itu, Kiai Bakri memutuskan berhenti dari aktivitas dagangnya dan bertekad berguru pada Tearjha Atmo. Bahkan dari cerita salah satu santrinya, Raden Bagus Ma’ruful Karchi, Kiai Bakri lalu membagi dua harta kekayaannya. Sebagian disedekahkan, dan sebagiannya lagi untuk nafakah sehari-hari. Ada cerita menarik seputar awal mula bergurunya Kiai Bakri pada Tearjha Atmo. Menurut cerita Gus

Ma’ruf, saat pertama Kiai Bakri mengutarakan maksudnya untuk berguru, beliau malah diusir oleh Tearjha Atmo. “Ondhur Jhi (Haji) Bakri, e diya banni kennenganna reng ‘alem (pergi Haji Bakri, disini ini bukan rumahnya orang yang ‘alim),” kata Tearjha Atmo saat setiap kali Kiai Bakri datang untuk berguru, seperti yang dituturkan Gus Ma’ruf. Cerita ini dibenarkan pula oleh Kiai Shadiq, putra Kiai Bakri. Bahkan setelah beberapa kali diusir, akhirnya Kiai Bakri diterima namun setelah diuji terlebih dulu kesabaran dan kesungguhannya. “Dulu kae itu eseksa (diuji) sebelum akhirnya diterima sebagai murid oleh Tearjha Atmo,” kata Kiai Shadiq. Menurut Kiai Shadiq, pertamatama Kiai Bakri disuruh oleh Tearjha Atmo ke beberapa tempat untuk bertemu disana. Namun ketika sampai ke tempat yang ditunjuk, Tearjha Atmo selalu tidak ada disana. Namun meski begitu Kiai Bakri tetap sabar. Hingga akhirnya, seperti yang dikatakan oleh Kiai Shadiq, Kiai Bakri selama empat puluh hari empat puluh malam bertapa di kamar khalwatnya. Dan setelah selesai bertapa, baru beliau bisa bertemu dengan Tearjha Atmo. “Jadi intinya, kae itu disuruh Tearjha Atmo membersihkan diri terlebih dulu,” tambah Kiai Shadiq.

bersambung...


MATA PESANTREN

PESANTREN PANGERAN BUKABU Napak Tilas Pangeran Bukabu Wotoprojo

M

engingat pangeran Bukabu, kita akan dihadapkan pada sisi sejarah Sumenep yang cukup sulit. Sebab tidak ada data sejarah lengkap yang mengisahkan bagaimana beliau hidup dan berkuasa di masanya. Tak ada seorang pun yang menuliskan secara rinci terkait kisah hidup dan perjuangannya sebagaimana sejarah pemimpin Sumenep yang lain. Pangeran Bukabu Wotoprojo hanya tercatat memerintah pada tahun 1339-1348. Ia merupakan adipati ketujuh yang memerintah di Sumenep, menggantikan ayahnya Panembahan Mandaraga. Dalam sejarahnya, pangeran Bukabu mendapat julukan Penembahan Pangeran Sang Maha Guru Raja-Raja Sumenep. Nah, kali ini Mata Sumenep berhasil mengunjungi sebuah pondok pesantren di Desa Bukabu, Kecamatan Ambunten tak jauh dari tempat beliau disemayamkan. Entah suatu kebetulan, pesantren ini bernama Pondok Pesantren Pangeran Bukabu, dan berlokasi di Dusun Bukabu, Desa Bukabu, Kecamatan Ambunten yang dibangun pada 02 Februari 1995 oleh Kia Haji Arif Riwakari. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dan menyebar syiar Islam, memikirkan masyarakat yang ekonominya lemah, dan ingin mewarnai pendidikan Islam. Maka pesantren Pangeran Bukabu telah ikut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa kita. Menurut riwayat pesantren, dalam penuturan Kiai Arif, pesantren Pangeran Bukabu sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun sejak

keberadaannya, pesantren ini hanya berbentuk pengajian kitab klasik yang diikuti warga setempat. Kegiatan itu pun berjalan cukup lama hingga kemudian secara resmi dideklarasikan sebagai pondok pesantren. Menurut penuturan Haji Musa, salah satu keluarga besar pengasuh pesantren Pangeran Bukabu, kegiatan pengajian sudah berlangsung sejak sesepuh pendiri pesantren ini. “Sebelum pesantren Pangeran Bukabu ini berdiri, disini sudah ada pengajian bagi masyarakat sekitar Bukabu. Menurut cerita, disini sudah ada mulai sejak masa kerajaan Sumenep,” cerita Haji Musa mewakili Kiai Arif. Karena kebetulan Kiai Arif sedang dalam keadaan sakit, beliau tidak dapat banyak memberikan keterangan. Namun meski sudah lebih dari setahun ini mengalami stroke, beliau tetap menemui Mata Sumenep. Saat memasuki lokasi pesantren, tampak terlihat masjid Baiturrahim yang megah dalam tahap proses pembangunan. Masih menurut Haji Musa, masjid Baiturrahim yang berada di tengah komplek pesantren adalah bekas peninggalan Pangeran Bukabu. Sebagaiman banyak diketahui, Desa Bukabu merupakan napak tilas kehidupan Pangeran Bukabu. Bahkan, lokasi pesantren Pangeran Bukabu diperkirakan memang tempat dimana ia pernah tinggal. Terkait penamaan pesantren, diakui sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Pangeran Bukabu sebagai sesepuh. Selain itu, secara khusus pemberian nama dilatarbelakangi adanya hubungan darah. Sebab sesepuh keluarga

pesantren memiliki trah keturunan dari Pangeran Bukabu. Dan sebagaimana lazimnya pesantren, pesantren Pangeran Bukabu pun memiliki banyak kegiatan dalam memberikan banyak pengetahuan dan pemahaman keilmuan terhadap para santrinya. Namun demikian, program paling diprioritaskan di pesantren ini adalah Pengajian Kitab Kuning/Klasik. Tak heran, jika waktu untuk pembelajaran kitab klasik berlangsung sehabis shalat isya’ sampai jam 10 malam. Sedangkan untuk ba’da mahgrib diisi dengan pembelajaran aqo’id (aqidah). Materi ini sangat penting diberikan kepada para santri, karena akidah merupakan pondasi paling dasar dalam beragama dengan baik. Untuk pengajian kitab suci al-Qur’an dilaksanakan pihak pesantren sehabis shalat subuh hingga menjelang waktu sekolah formal. Bahkan, dalam sekolah formal yang dikelola pesantren pun cukup banyak pelajaran agamanya. Selain sebagai cerminan, hal ini tentu sebagai realisasi visi-misi pesantren yang sangat memihak kepentingan agama Islam. Kini, meski pesantren napak tilas Pangeran Bukabu ini sudah menjadi pesantren secara resmi, pengajian untuk masyarakat setempat yang memang merupakan cikal-bakal pendirian pesantren tetap rutin digelar setiap hari Senin, jam 14.00 siang. Pengajian yang digelar satu kali dalam sepekan ini, memiliki jumlah jama’ah cukup spektakuler. Sedikitnya jama’ah berjumlah sekitar 450 orang. Kegiatan yang berlangsung lebih berbentuk pengajian umum, yang

kadang mendatangkan kiai dari luar pesantren, bahkan luar kecamatan. Jika tidak ada jadwal mendatangkan da’i dari luar, pengajian biasa diisi langsung pengasuh. Di usianya yang kedua puluh tahun ini, pesantren Pangeran Bukabu telah mengelola beragam lembaga pendidikan. Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah (MA). Menurut penuturan Haji Musa, di tahun 2010 kemarin, di pondok pesantren Pangeran Bukabu pernah dibuka perkuliahan yang merupakan cabang dari Universitas Budi Utomo, Gresik. Namun karena beberapa alasan terkait pengelolaan oleh pihak pusat, akhirnya perkuliahan pun ditutup. Di tengah arus modernisasi yang kian besar dewasa ini, pondok pesantren Pangeran Bukabu cukup terbilang eksis memperkokoh generasi dengan pondasi agama yang baik. Dan tak hanya itu, penguasaan akan ilmu pengetahuan pun tak luput menjadi perhatian pesantren dengan keberadaan beragam lembaga pendidikan di dalamnya. Sembari terus berupaya melakukan upgrade kualitas siswa dengan lulusan-lulusan yang mampu bersaing dalam pendidikan di tingkat lanjutan maupun di masyarakat, pondok pesantren Pangeran Bukabu terus berbenah dan berharap upaya-upaya itu menuai hasil maksimal. Dilain hal, doa dan berkah dari Pangeran Bukabu sebagai sesepuh pesantren diharapkan menjadi semangat juang yang tak pernah lekang.

hairul/rafiqi

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 21


OASE

Syarah Al-Hikam (10) Parameter Zahud adalah Hati Ahmad Muhammad

Sarjana Universitas Al-Azhar, Mesir dan Magister Tasawuf di UIN Sunan Ampel

S

yaikh Abul Abbas al-Mursi pernah berpesan “seorang zahid akan terasing di dunia karena akhirat adalah tanah airnya�. Penggalan wejangan di atas menjadi renungan panjang Ibn Athaillah selama 12 tahun berkhidmat kepada gurunya tersebut. Dalam masa perkhidmatan tersebut, Ibn Athaillah menyadari pentingnya kebersihan hati dalam menjalani kehidupan. Maksud dari kebersihan hati ialah seseorang tidak dapat dikatakan sempurna imannya jika di dalam hatinya masih ada kecenderungan kepada dunia. Dalam wejangan di atas, seorang zahid disebut akan merasa terasing di dunia. Makna keterasingan adalah dia tidak mendapati banyak orang yang meniti jalan yang sama. Hanya segelintir kawan yang bisa menguatkan, dan tidak banyak teman yang membantu, sementara sang zahid tetap kukuh sendiri lantaran kekuatan imannya kepada Allah. Kenapa demikian, karena sang zahid sudah mengerti manisnya akhirat, sehingga dia sadar bahwa dunia ini hampa, tidak ada kemanisan di dalamnya yang menarik hati sang zahid. Sekalipun jasadnya masih berada di dunia, tetapi hatinya tidak berada di dalamnya. Pertautan hatinya kepada dunia tidak dapat dimaknai bahwa dia tidak hidup di dunia, tidak bekerja, tidak belajar ilmu dunia, dan tidak bergaul dengan masyarakat. Seorang zahid merasa asing di dunia lantaran dalam hatinya tidak didapati kecintaan terhadap dunia. Pada saat demikian, maka dalam hati sang zahid tidak tertuju pada dunia,

22 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

karena tanah airnya adalah akhirat. Abul Abbas al-Mursi memberi wejangan pada Ibnu Athaillah, bahwa seorang zahid adalah orang yang melihat dengan mata hatinya. Sementara dunia, yang jika dilihat dengan mata kepala akan nampak indah. Tetapi sebaliknya, jika dipandang dengan mata hati maka tidak nampak keindahan hakiki di sana. Tidak ada yang indah di dunia kecuali diikuti dengan ibadah. Tanpa adanya penyembahan kepada Allah, dunia tidak akan diciptakan, dan dunia sama sekali bukan apa-apa. Al-Mursi menambahkan, bahwa jika dunia dipergunakan untuk ladang bagi akhirat, yaitu dengan menyembah Allah dan mempunyai niat beribadah menuju Allah maka berarti dia telah mempergunakan satu-satunya kebaikan hakiki yang ada di dunia, dan telah menjawab seruan Allah, serta tujuan yang paling diinginkan Allah dari hambaNya, yaitu ibadah. Pada masa belajarnya kepada sang master, Ibn Athaillah pernah salah memahami wejangan di atas. Suatu ketika pernah tersebrsit dalam benaknya untuk meninggalkan dunia yang dia geluti, yaitu dunia hukum dimana dia menjadi hakim peradilan serta dunia pendidikan tempat dirinya mengajar para murid. Ketika itu dia merasa hampa dan merasa tidak menemukan kebahagiaan. Semuanya terasa kosong. Dalam hati, Ibn Athaillah ingin terjun sepenuhnya ke dunia sufi. Tetapi niatan tersebut hanya tersimpan dalam benaknya. Sebelum sampai dia utarakan kegelisahannya, ketika tiba-tiba gurunya menegur, bahwa

seorang zahid bukanlah seorang yang ingin berusaha sendiri. Seorang zahid adalah yang mengeluarkan segala keinginan, dan membiarkan Allah sendiri yang bertindak atasnya. Kepasrahan total, adalah yang diingini Allah atas diri sang zahid. Hal inilah yang dimaksud dalam firman-Nya: Qul kullun min indi Allah (Katakanlah [wahai Muhammad], bahwa segala sesuatu datangnya dari sisi Allah). Lebih lanjut sang guru, al-Mursi pernah mengatakan bahwa bagi seorang zahid kehendak untuk memutus diri dari dunia seutuhnya adalah dorongan hawa nafsu yang tersembunyi. Sebagaimana mekanisme kerja nafsu, dia akan menyesatkan manusia diam-diam sehingga manusia tersebut tidak sadar bahwa dirinya telah jauh dari kebenaran. Niatan untuk memutus diri secara total dari dunia, disebutnya sebagai bentuk kekanakan seseorang ketika meniti jalan spiritual. Bagi seorang zahid, jalan terbaik adalah untuk ridho kepada Allah atas apapun keadaan yang terjadi dalam diri. Sebagaimana sebagaimana Allah berfirman: Allah khalaqakum wa ma ta’lamun (Allah yang telah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuatan). Seorang zuhud adalah yang konsisten kepada Allah di saat apapun. Di saat berada di antara manusia maupun dalam kesendirian. Ketika sedang bekerja ataupun beribadah. Karena parameter zuhud adalah hati. Sejauh mana dunia menghilang dari hatinya, dan sejauh mana hatinya dipenuhi kecintaan kepada allah maka di

situlah letak ukuran zuhud. Hal inilah yang direnungi Ibn Athaillah dalam-dalam. Sehinga, kemudian Ibnu Athaillah berpesan; terdapat tiga perkara yang mengantarkan pada kebinasaan; ridho kepada diri sendiri, tidak ridho terhadap Allah, serta bersaing (mencampuri) dengan Allah dalam urusan qadha dan qadar. Rasul berpesan bahwa man arafa nafsahu faqad arafa rabahu (siapa yang mengenali dirinya, maka akan mengenali Tuhannya). Hadist ini menurut Ibn Athaillah berbicara tentang hakekat dari manusia. Barang siapa yang mengethaui bahwa manusia tersebut pada hakikatnya lemah, miskin dan butuh kepada Allah, maka pada saat yang sama pasti menyadari bahwa Tuhannya adalah zat yang maha agung, berkuasa, dan baik hati. Jika seseorang tersebut adalah mukmin, maka dalam dirinya akan tersemat keyakinan bahwa Allah akan melindungi dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju terang benderang. Pada saat demikian, bagi seorang mukmin tidak ada lagi ketakutan akan apapun, ketakutan terhadap masa depan atau ketakutan terhadap kemiskinan. Yang ada hanyalah keyakinan bahwa Allah akan berkehendak baik kepada mereka. Sebagai seorang mukmin, sudah seharusnya meyakini bahwa hidupnya telah diatur dengan baik oleh Allah Taala. Dan orang mukmin yang tenggelam hatinya dalam keyakinan tersebut, memancarkan cahaya iman.

bersambung...


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (15) Dari Filsuf Menuju Sufi

Moh. Jazuli Muthhar Dosen STIT Al-Karimiyyah

Mengorbankan Penghalang Rasa Cinta

K Jika salik terbebas dari syahwat duniawi dan bebas hanya berorientasi kehidupan ukhrawi, si salik telah menyelesaikan pemurnian dan perubahan diri dengan sempurna. Pada gilirannya, hati semata tertuju kepada Allah Swt. Hati merasa senang bila mengingat-Nya (dzikr Allah). Bila terajut rasa senang mengingat-Nya, akan lahir rasa rindu untuk bersua dengan-Nya.

ehidupan asketisme (zuhud) yang dilalui al-Ghazali adalah secara terus menerus melakukan perlawanan terhadap godaan duniawi yang sempat membutakan mata hatinya selama menjadi selebritas intelektual di Sekolah Nidzamiyah. Al-Ghazali sadar, membuang syahwat duniawi terasa sulit, selama godaan duniawi selalu membayangi di sekitar kehidupannya. Karena itu, al-Ghazali perlu menjauhi godaan itu, menjadi asketis (zahid), selama hatinya belum tertancap gairah cinta kepada sang Ilahi rabbi. Dan untuk menumbuhkan hub ila lillah ( Tiada Kecintaan kecuali cinta kepada Allah swt), al-Ghazali perlu mengorbankan apa saja yang bisa menghalangi rasa cinta hatinya kepada Allah Swt. Dan pilihan alGhazali keluar dari dunia selebritas memilih kehidupan asketis. Al-Ghazali berpandangan, penghalang utama bagi salik adalah keinginan duniawi, menuruti hawa nafsu. Jika salik terbebas dari syahwat duniawi dan bebas hanya berorientasi kehidupan ukhrawi, si salik telah menyelesaikan pemurnian dan perubahan diri dengan sempurna. Pada gilirannya, hati semata tertuju kepada Allah Swt. Hati merasa senang bila mengingat-Nya (dzikr Allah). Bila terajut rasa senang mengingatNya, akan lahir rasa rindu untuk bersua dengan-Nya. Jika hati sudah terselimuti rasa senang mengingat dan menggelora rasa rindu bersua denganNya, kata al-Ghazali, setan tidak lagi berdaya membujuk dengan godaan keindahan duniawi. Segala upaya setan tidak mampu melawan gelora rindu bila mengingat-Nya. Seorang pencetus faham ittihad, Abu Yazid al-Bisthami mengibaratkan

hati salik yang terbebas dari godaan setan seperti rumah yang dimasuki maling. Jika rumah itu berisi berbagai macam barang berharga, si maling (pencuri) akan membawa barang yang disukai. Sebaliknya, jika seisi rumah tidak ada barang yang disukai, pencuri pasti keluar melenggang meninggalkan rumah dengan tangan kosong. Demikian, kata Abu Yazid, jika hati manusia tidak diselimuti hawa nafsu duniawi, setan tidak berani memasuki hati ikhlas semata berharap ridla Ilahi. Al-Ghazali juga mengibaratkan seorang pencari (salik) seperti musafir yang berada di kegelapan malam, di dalam hutan belantara. Di tempat itu, jalanan menjadi gelap gulita dan tidak bisa menemukan jalan kecuali mata melihat dengan bantuan matahari ketika terbit. Mata yang dimaksud al-Ghazali adalah hati yang bersih dari keinginan duniawi dan matahari terbit adalah pengetahuan yang diperoleh lewat bimbingan Ilahi. Al-Ghazali juga membandingkan hati dengan sumur yang dijadikan penjernih air lumpur, sehingga akan mengaliri air yang jernih. Hati, kata al-Ghazali, yang membiarkan setan menggodanya, berarti membiarkan racun menempel di hati untuk mengingat Allah Swt. Dan lumpur itu harus disingkirkan jauh-jauh. Jika ada lumpur lain masuk ke dalamnya, berarti pemilik saringan itu, tidak berfungsi. Kecuali orang yang jeli untuk membendung air berlumpur untuk mengalirkan air jernih saja yang boleh masuk ke dalam sumurnya. Orang semacam ini, kata al-Ghazali, hanya membolehkan hatinya untuk mengingat Allah Swt semata. Menurut al-Ghazali, bagi seorang pemula, harus memasuki gelanggang

perang batin. Antara memenuhi dorongan hawa nafsu dan gairah ukhrawi. Kata al-Ghazali, pejalan pemula perlu kesabaran ruhani yang teguh agar tahan banting melawan hantaman hawa nafsu. Al-Ghazali memberi kunci awal bagi pemula sebelum memasuki perang batin adalah kesabaran mengabaikan keinginan hawa nafsu duniawi. Kata al-Ghazali, kekuatan terdahsyat syahwat duniawi adalah daya berkuasa untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya.Karena itu, al-Ghazali menyarankan sabar sdan tawaqqal sebagai kuncinya. Al-Ghazali mengutip pernyataan Hasan al-Basri, seorang Sufi asal Basrah, menilai dunia: “Dunia hanya seperti mimpi bagi orang tidur. Bayangan yang cepat. Dan bagi orang bijak tidak akan tertipu oleh hal serupa,�. Selain Hasan al-Basri, al-Ghazali juga menceritakan rombongan Arab yang tertidur disebuah perkemahan. Ketika itu makanan tersedia di depan mata. Setelah bangun dari tidur, ada rombongan yang merusak tendanya, sehingga sinar matahari menyinarinya dan membangunkan dari tidurnya, lantas berkata: “Bukankan dunia ini seperti bayangan gunung? Yakinlah bayangan itu hanya menipu,�. Al-Ghazali menerangkan maksud bayangan gunung adalah dari kejauhan bayangan gunung terlihat indah. Setelah didekati, keindahan dari bayangan itu berisi pepohonan dan bebetuan yang cadas. Sama halnya dengan keindahan duniawi. Dari keinginan duniawi membayangkan keindahan duniwi bila didapat. Setelah bergelut pada kesibukan duniawi, hanya pikiran ruwet yang didapat.

bersambung...

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 23


PROFIL SMPN 1 KALIANGET

Dahulukan Prestasi

P

restasi murid menjadi fokus utama dari SMPN 1 Kalianget. Untuk itu, sekolah yang dinakhodai H. Tomo, S.Pd, M.Si ini, tidak segan-segan mengutamakan pengeluaran dana pada bagian peningkatan prestasi kesiswaan. “Iya, memang saat ini kita fokuskan dana pada kesiswaan. Kita godok siswa, bahkan untuk yang unggulan kita gratiskan pembinaannya,” tutur Tomo, pada Mata Sumenep. Untuk itu, Tomo mengakui jika pihaknya sampai mengurangi pengeluaran dana untuk bagian kurikulum dan sarana prasarana (sarpras). Tujuan utamanya ialah untuk membentuk siswa-siswa yang handal dan prestasi. “Kita turuti semua hal yang bertujuan untuk itu. Jadi kita lakukan penghematan untuk bidang kurikulum dan sarpras,” tegasnya. Apa yang dijalankan Tomo itu berbuah manis. Berbagai prestasi diraih oleh SMPN 1 Kalianget. Seperti di tahun ini, salah satu siswanya yang bernama Joko Kurniawan berhasil meraih Medali Emas dalam Kejurnas Pra Remaja dan Remaja 2015 yang diselenggarakan di Jakarta sejak tanggal 1 sampai 4 April 2015 kemarin. “Alhamdulillah, terus terang kami sangat senang dan bangga. Tentunya ini juga berkat doa dan dukungan dari semua pihak,” aku Tomo. Menurut Tomo, Joko berhasil lolos dalam seleksi Tim Atletik Jawa Timur. Seleksi ini diselenggarakan oleh Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Provinsi Jawa Timur dalam rangka mempersiapkan Tim Kejurnas Pra Remaja dan Remaja 2015. Tomo bercerita, pada awalnya ada dua siswa SMPN 1 Kalianget yang lolos seleksi. Kedua siswa itu ialah Ghina Kamilia kelas VIII E

dan Joko Kurniawan kelas VII D. Namun belakangan hanya Joko yang berhak ikut Kejurnas, karena Ghina hanya meraih juara II dalam seleksi tersebut. “Ternyata hanya yang juara satu yang berhak ikut,” tambah Tomo. Tak hanya itu, di ajang FLS2N (Festival Lomba Seni Siswa Nasional) dan O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) tingkat Kabupaten, siswa SMPN 1 Kalianget juga menorehkan prestasi yang membanggakan. “Di FLS2N, alhamdulillah, dua siswa kami raih juara 1. Masingmasing menjuarai lomba Seni Lukis Batik, dan lomba Seni Vokal. Dengan demikian berhak ikut FLS2N tingkat Provinsi,” jelas Tomo. Sementara di O2SN, menurut Tomo ada lima siswa SMPN 1 Kalianget yang lolos seleksi untuk masuk ke ajang O2SN tingkat provinsi. Masing-masing juara 1 di lomba Tolak Peluru putra-putri, Catur putri, dan Volly putra-putri.

Siswa SMPN 1 Kalianget Berprestasi

dengan menggunakan aplikasi WA (WhatsApp) grup untuk dewan guru, dan melalui jejaring sosial yang ngetrend saat ini, facebook. “Nah, disitu saya bisa pantau apa minat anak. Apa kesukaannya di bidang akademik dan non akademik,” papar Tomo. Beberapa waktu lalu, Tomo mendatangkan guru tamu dari luar negeri. Kedatangan guru tamu ke Kabupaten Sumenep itu merupakan bagian dari agenda semisal school sister yang diantaranya melakukan pertukaran guru atau pengajar. “Prosesnya, guru tamu ini dikirim ke Indonesia oleh lembaga AIESEC di negara asalnya bekerjasama dengan AIESEC Indonesia yang ada di Unibra Malang. Sedangkan

Guru Asing yang sengaja diundang ke SMPN I Kalianget

DATANGKAN GURU ASING Sebagai top leader, Tomo memiliki cara yang unik dalam memantau perkembangan siswanya. Bahkan ia membangun pola komunikasi berbasis IT, yakni

masuknya ke Sumenep merupakan kerjasama antara AIESEC dengan Topsii Ednovation International perwakilan Sumenep dan Madura. Kebetulan saya agennya,” jelas Tomo. Kedatangan guru tamu di

Kasek SMPN 1 Kalianget; H. Tomo sekolahnya itu mendapat respon yang sangat baik dari para siswa. “Tanggapan siswa sangat positif. Bahkan dengan begitu, siswa malah makin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris. Karena berbeda dengan sebelumnya, dimana mereka hanya bisa belajar melalui buku, sekarang bisa langsung dengan penutur aslinya,” kata Tomo. Sedangkan mengenai kesiapan siswa, menurut Tomo tak ada masalah. Dalam arti siswa tidak begitu kesulitan dalam menangkap materi yang diterangkan oleh guru tamu, karena sistem pengajarannya tak terlalu detil. “Hanya secara umum saja dalam kegiatan seharihari. Sehingga berimbang. Siswa tak hanya sekadar bisa baca tulis saja, tapi berbicaranya juga bisa,” imbuh Tomo. Nah, dari pola komunikasi berbasis IT itulah, Tomo bisa mengaku lebih akrab dengan minat siswa. “Seperti misalnya bisa saya ketahui, saat siswa memajang fotonya dengan guru tamu. Bahkan saat perpisahan dengan guru tamu, terlihat ekspresi kesedihan mereka,” ungkapnya. Tak hanya dengan siswa, Tomo juga membangun komunikasi yang intens dengan para wali murid dan komite. Ia mengaku tak jarang membahas perkembangan anak didik dengan orang tua mereka. “Ya itu dibiasakan. Segala sesuatu mesti kita komunikasikan dan sosialisasikan. Karena pendidikan ini adalah tanggung jawab bersama,” pungkasnya.

RB Moh Farhan Muzammily

MATA SUMENEP MENERIMA KIRIMAN BERITA PROFIL LEMBAGA PENDIDIKAN. TULISAN MAXIMAL 650 KATA DAN SERTAKAN FOTO KEGIATAN LEMBAGA. TULISAN BISA DIKIRIM VIA EMAIL: matasumenep@gmail.com

24 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP


UD. FARIDA

MATA POTENSI & INSPIRATIF

Rekrut 600 Karyawan (2)

B

erkat bantuan dari pemerintah dan volume order dari luar negeri, seperti Australia, Brunei Darussalam, Amerika semakin meningkat, semangat memberantas pengangguran di daerahnya, semakin terpacu. Dari kesempatan itu, terbesit dalam benak Farida dan Rusnan menambah karyawan. Keduanya merekrut pemuda yang belum bekerja untuk dilatih kemudian mengerjakan sesuai pesanan. Para pekerja bukan hanya berasal dari Kecamatan Batang-Batang, di luar kecamatan seperti dari Kecamatan Dungkek, Gapura, dan Batu Putih, menjadi karyawan. Jumlah semua karyawan sekitar 600 orang. “Biasanya pesanan itu pasang-surut, dan ketika pesanan meningkat saya gunakan untuk membuka kesempatan bagi warga yang berminat bergabung dengan saya. Alhamdulillah, sampai sekarang jumlah warga yang bergabung sudah mencapai 600 orang, semuanya berasal dari empat kecamatan, yakni Batang-Batang, Gapura, Dungkek, Batu Putih,” terang Farida. Seiring dengan berjalannya sang waktu, ikhtiar keduanya untuk membantu warga agar terlepas dari jerat kesengsaraan, mulai menemukan titik terang. Terbukti dari sekian banyak orang yang bekerja kepadanya, perlahan kebutuhan pokok kesehariannya terus terpenuhi. Seperti pengakuan seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Saiyuh, petani dan masih tetanga Ibu Ida. Dirinya merasa terbantu berkat dibukanya lapangan pekerjaan tersebut, pasalnya aktivitas kesehariannya sebagai petani belum bisa mencukupi apa yang menjadi kebutuhan keluarganya. “Saya sangat bersyukur dengan usaha yang telah dilakukan oleh Ibu Ida dan Suaminya, karena bisa membantu meringankan beban saya sebagai ibu rumah tangga, seperti untuk membeli kebutuhan dapur,” paparnya. Selain itu, yang membuat banyak kaum ibu-ibu tertarik bekerja di Sentra Aksesoris karena cara kerjanya tidak diatur oleh waktu dan tempat. Maksudnya, kapanpun dan dimanapun selagi ada waktu lowong, pekerjaan itu bisa dilakukan. Yang penting selesai sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Seperti yang dilakukan oleh Ibu Saetun, warga Desa Jadung, Kecamatan Dungkek, ia membuat kerajinan itu diselasela menunggu anaknya yang masih sekolah TK. “Pekerjaan ini cukup mudah dan ringan, karena tidak diatur oleh jam kerja dan tempat, kapanpun selagi punyak kesempatan saya kerjakan.

Bahkan, ketika mengantar anak ke sekolah, sambil menunggu anak saya keluar dari kelasnya, saya gunakan waktu itu untuk membuat barang kerajinan tersebut,” jelasnya. Setelah ditanya berapa omsetnya, Ibu Ida mengaku mendapat keuntungan sebesar Rp 10.000.000 tiap bulan, itu sudah dipotong modal dan ongkos karyawan. Bahkan, ketika banyak pesanan, pendapatannya bisa bertambah, bisa mencapai Rp 25.000.000. Berkat bergelut di usaha tersebut, Ibu Ida berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Yang pertama Ach Junaidi sudah selesai S2 di UNTAG Surabaya. Dan putrinya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Sumenep.

Berancang ke Dunia Pendidikan Apakah setelah mencapai puncak perjuangan Ibu Ida dan Bapak Rusnan akan berhenti sampai disini? Tekad pasnagan suami isteri ini semakin membara layaknya api yang menemukan kayu kering. Saat ini dalam benak perempuan yang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) berharap, agar usaha kerajinannya itu bisa masuk ke lembaga pendidikan. Ia berharap tidak hanya sebatas bisnis belaka, namun bisa mendidik anak-anak di sekolah. Konsepnya sederhana, pertama akan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. Kemudian, jika kerjasama itu disetujui, maka langkah selanjutnya akan merektrut sarjanasarjana muda atau lulusan SMA sederajat yang belum memiliki pekerjaan. Kemudian diberi pelatihan dan ketrampilan mengenai cara membuat barang kerajinan itu. Setelah paham, mereka akan ditugaskan ke sekolah-sekolah untuk menularkan

pengalaman yang diperoleh dari pelatihan di UD. Farida tersebut. “Sekedar cita-cita, saya ingin mengajak kerjasama dengan Dinas Pendidikan, agar pengalaman kerajinan ini bisa ditularkan ke lembaga pendidikan. Caranya tinggal merekrut orang yang mampu, kemudian diberi pelatihan, kemudian dijadikan guru kerajinan,” harapnya. Keinginan tersebut bukan tak berdasar, melainkan karena berangkat dari kegelisahannya tentang adanya sarjana pengangguran. Dengan mimpi itu, dirinya berharap mereka bisa mengisi waktu kosongnya dengan berbagi pengalaman tentang kerajinan di sekolah-sekolah. Tentunya dengan dukungan dari pemerintah. “Semoga mimpi itu terwujud, sebab saya ingin sekali memberikan aktivitas bagi sarjana dan lulusan SMA sederajat yang belum memiliki pekerjaan. Harapan saya, semoga mendapat dukungan dari pemerintah,” harapnya. (habis) rusydiyono

Pameran: Ibu Farida (tiga dari kanan, menoleh) foto bersama Gubernur Jawa Timur, pada Pemeran di Kabupaten Ngawi.

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 25


PENDIDIKAN & KESEHATAN

Mengajar di Teras Rumah

B

erbekal sebagai aktivis saat menjadi Mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan tahun 1996, H Abdurrahman gerah melihat fenomena pergaulan remaja saat ini. Karena itu, 7 tahun lalu, H Abdurrahman membuka diniyah di teras rumahnya, untuk anak siswa di sekitar rumahnya. Waktu belajar berlangsung dari jam 16.00 sampai 19.00. WIB ba’da Isya’. Materi yang diajarkan untuk siswa SD dan SMP adalah ilmu Fiqih, Tajwid, dan Tafsir Al-Qur’an. Selain itu, ada prioritas ilmu Aqidah Akhlak dan Al-Qur’an yang berbentuk Tahfidzul Qur’an. Materi fiqih fokus menjelaskan hukum-hukum dasar dalam berkehidupan sehari-hari. “Fiqih perlu diajarkan pada anak-anak. Setelah itu, ilmu Tajwid sebagai ilmu dasar membaca Al-Qur’an yang benar. Sementara materi Tafsir Al-Qur’an menggunakan kitab Tafsir al-Jalalaini karangan Syekh Jalaluddin al Mahalli dan

I

Jalaluddin as Suyuthi. Materi ini hanya untuk anak-anak yang sudah menjelang dewasa, seperti anak setingkat SMP dan lanjutan,” terang H Abdurrahman, saat ditemui Mata Sumenep, di kediamannya, di sekitar Perumahan, sebelah timur Terminal Arya Wiraraja, Kolor. Selain materi di atas, ada materi yang menjadi kewajiban para santri, yaitu ilmu Aqidah dan Akhlak. Dasar-dasar yang kuat tentang Ketuhanan serta hubungan manusia antar manusia. Menurutnya, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dengan yang namanya akhlak/tingkah laku. Jika santri belum bisa membaca Al-Qur’an, maka materi yang lain masih tidak bisa diberikan. Bisa dibilang, materi Al-Qur’an adalah materi pokok dari segala materi yang diajarkan dalam Majlis Taklim Al Mubarok. “Saya sangat memprioritaskan Al-Qur’an. Sebab Al-Qu’ran adalah sumber pertama Islam,” tutur suami Misriyati Musrifah.

H Abdurrahman

anak yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua. “Setiap hari (kecuali hari Sabtu) para santri masih berangkat dan pulang ke rumah-masing-masing. Waktu dekat ini, H Abdurrahman berencana membangun Panti Asuhan Anak Yatim dan Penitipan Anak bagi orang tua yang sibuk bekerja di kantoran. Rencana ini bisa memanfaatkan waktu kosong anakanak untuk belajar dan menjaga pergaulan anak-anak.

hairul/imam

Prioritaskan BGM dan PMT

nformasi pemilihan jenis susu pun semakin banyak didapatkan, baik dari dokter, sales promotion di supermarket, iklan di media cetak dan elektronik, brosur atau dari pengalaman ibu lainnya. Namun ragam informasi inilah yang kadang membingungkan orang tua. Seringkali informasinya saling berlawanan dan berbeda. Berangkat dari itu, Sri Retno Handajati, Kepala UPT Puskesmas Pandian, mulai menerapkan beberapa prioritas kerja. Diantaranya mengurangi angka kematian ibu hamil dan bayi serta menurunkan BGM (Bawah Garis Merah). Program kerja ini disosialisasikan ke tiap Posyandu tentang Imunisasi Dasar lengkap dan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) berupa susu Entramix dan Mineral Mix untuk kasus BGM. Tentu saja program ini berjalan tanpa mengabaikan program pelayanan gratis sesuai dengan SK Bupati Sumenep. Menurut Retno, indikasi BGM diketahui jika terjadi ketidaksesuaian antara tinggi dan berat badan yang menjadikan anak tidak stabil dalam perkembangan. Lindak lanjut yang harus diambil adalah pemberian makanan tambahan. Sebagai informasi, bentuk susu Entramix berupa bubuk susu di dalam polybag 185 g, tersedia dalam 2 varian rasa, cokelat dan vanila. Farmakologinya

26 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

Sebagai orang sempat mengenyam pendidikan tinggi, H Abdurrahman memiliki sistem penerimaan santri yang terbilang jarang diperhatikan lembaga pendidikan. Bagi setiap calon santri yang hendak menuntut ilmu, H Abdurrhaman meminta persetujuan dan kesanggupan orang tua calon santri untuk mendukung dan ikut serta memantau anaknya, sehingga proses pembelajaran anak akan lancar. Peran orang tua sebagai elemen penting pendidikan, sebagai kontrol terhadap anak. “Pembelajaran Al-Qur’an menggunakan metode hafalan atau tahfidz. Semua santri harus mengikuti sistem hafalan Al-Quran dengan ketentuan yang berlaku. Untuk tingkat kelas 4 SD harus hafal Juz ‘Amma, setingkat kelas 6 SD sudah harus hafal Juz ‘Amma dan separuh surat Al-Baqarah,” ceritanya. Para santri H Abdurrahman masih belum bisa nginap karena belum tersedia penginapan buat para santri. Selain santri masih tergolong anak-

nutrisi enteral yang dapat diberikan secara oral maupun per sonde. Dan Inulin yang merupakan prebiotik yang dapat memperbaiki fungsi dari saluran cerna dengan meningkatkan bakteri baik. dr Retno merinci indikasi pemenuhan nutrisi harian pada pasien dengan malnutrisi dan/atau anoreksia. Dengan dosis 4 sendok takar (58 g) dilarutkan ke dalam 200 ml air matang hangat, dapat diberikan secara per oral atau per sonde. Lebih lanjut ia menjelaskan, susu Mineral Mix yang disediakan Puskesmas Pandian, Mineral Mix terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat 2H2O, dan CuSO4.5H2O. Berbagai bahan ini dijadikan larutan yang digunakan dalam rangka penanggulangan anak gizi buruk. Mineral Mix ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tata Laksana Anak Gizi Buruk. Mineral Mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO. “Kami melakukan penimbangan anak untuk mengetahui kestabilannya. Jika kami menemukan anak di BGM, Puskesmas memberikan susu Entramix per minggu 1 dus 185 gram, Meneral Mix 90 hari,” ujar istri Ir. Soedarto, kepada Mata Sumenep. Ibu tiga anak ini mengaku menyenangi

pekerjaannya,meskipun saat ini harus mondar-mandir Sumenep-Surabaya setiap minggu, sekedar bertemu dengan cucu kesayangannya di Surabaya. “Saya sangat menyenangi Sri Retno Handajati pekerjaan ini. Semua ini, saya lakukan untuk menghindari rasa bosan. Jika sudah senang baik maupun buruk akan diselesaikan dengan sadar dan hati yang lapang. Sama halnya dengan saya yang harus mondar-mandir Sumenep-Surabaya setiap minggu, sekedar ingin berkumpul dengan anak dan cucu,” kata Alumnus Fak. Kedokteran Unair, 1984 ini. Wanita kelahiran Pati, Jawa Tengah, 27 Februari 1958 ini, berharap semoga di waktunya yang tinggal 10 bulan ini masih bisa menciptakan program kerja yang lebih solid. Sebab dirinya sadar, bentuk pengabdian kepada masyarakat banyak akan segera berakhir tak lama lagi. Sehingga inovasi program kerja nyata harus diwujudkan sebagai purna pengabdian. “Sepuluh bulan lagi saya sudah pensiun, Mas. Semoga di sisa abdi saya ini menjadikan diri saya semakin giat bekerja,” tandas ibu yang gemar safari ini, kepada Mata Sumenep.

imam rasyidi


MATA DESA

JALIN KERJASAMA

S

Nama Tetala Istri Anak

: Siswono : Sumenep, 16 Juli 1958 : Siti Helmy : 1. Deddy Fransieska 2. Helya Sieska Yudistina 3. Aga Prayogie

Motto “Kerjakanlah apa yang dapat kau kerjakan hari ini, jangan menunggu sampai besok. Karena hari ini tak mungkin sama dengan hari esok.”

iswono merupakan sosok camat anyar di Kecamatan Batuan, sejak 25 April lalu. Namun, posisi camat bukan hal baru baginya. Sebab ia adalah mantan Camat Masalembu sejak tahun 2013. Pengalaman berharga tersebut telah ia bawa ke darat sebagai bahan perbandingan kehidupan. Menurutnya, menjabat camat di kepulauan dan di darat tidak ada perbedaan. Hanya saja, saat menjadi Camat Batuan seperti sekarang, ia merasa lebih nyaman dan kebutuhan masyarakat cepat teratasi. Sebelum menduduki jabatan camat, ayah tiga anak ini memulai perjalanan karirnya sebagai Staf Kecamatan Batang-Batang (1979-1991), Kaur BA Kecamatan Ra’as (1991-1995), dan Kaur Kesra Kecamatan Guluk-Guluk (1996-1998). Selanjutnya, sejak tahun 1998 kariernya pindah ke Kasubsi Perkreditan dan Koperasi pada kantor BPMP dan KB Kabupaten Sumenep hingga tahun 1999. Kemudian kembali lagi ke bagian struktural kecamatan pada Kasi PMD Kecamatan Ambunten

(1999-2005), Kasi PMD Kecamatan Rubaru (2006-2011), dan berakhir sebagai Sekcam di Kecamatan Gapura (2011-2013). Dari beragam jabatan yang ia lalui berikut jabatannya sebagai camat, tidak membuat Siswono lupa pada asalmuasal kehidupannya. Sampai kini, ia masih sering pergi ke sawah dan ke kebun kelapa miliknya sehabis shalat subuh. “Saya baru dipindah, Mas. Dan saya senang dipindah ke Kecamatan Batuan, karena saya bisa memiliki kesempatan untuk merawat kebun setiap selesai shalat subuh,” ujarnya gembira. Camat kelahiran Sumenep, 16 Juli 1958 ini, telah memulai perjalanannya bersama rekan kerja baru di Kecamatan Batuan. Ia mengawali langkah barunya dengan Temu Pisah Kenal bersama pejabat lama pada 30 April 2015 kemarin. Temu Pisah Kenal tersebut dihadiri seluruh Kepala Desa, seluruh Kepala UPT dan Staff Kecamatan Batuan. Dalam sambutannya, suami Siti Helmy ini, menyampaikan jalinan kerja sama, kekompakan yang selama ini telah terjalin

dengan baik harus selalu dipertahankan. Sebab menurutnya, predikat yang baik dari hari ke hari harus diperjuangkan untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Anak bungsu dari lima bersaudara hasil perkawinan Haji Syakrani dan Hajjah Siti Norjannah ini, menerapkan apel 2 kali dalam sehari. Selain menerapkan Apel Gabungan yang diikuti Staff Kecamatan dan seluruh Kepala UPT yang diselenggarakan tiap hari Senin. Selain itu, camat Siswono juga melakukan pertemuan para ibu-ibu PKK di kecamatan dengan tujuan meninjau peningkatan dan kemampuan manajemen PKK yang baru ia bina. Ayah dari Deddy Fransieska, Helya Sieska Yudistina dan Aga Prayogie tampak memiliki prinsip kejujuran dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran Islam. “Modal utama tugas kedinasan dan bersama masyarakat harus sesuai dengan ajaran Islam. Seperti shalat yang tepat waktu,” ujarnya. Ia berharap, semoga masyarakat bisa langsung terbuka pada kecamatan jika ada hal-hal terkait apapun, khususnya menyoal kesejahteraan bersama.

imam rasyidi

Redaksi memohon maaf atas kesalahan penulisan nama istri Mustangin, Camat Gapura pada edisi 14. Nama yang benar adalah Annisa Dwi Sofiah.

Perjuangkan Air dan Listrik

K

ehidupan di daerah kepulauan memang tidaklah mudah. Ada banyak problem yang harus dihadapi, terutama dalam pemenuhan beberapa kebutuhan hidup setiap hari. Biasanya, salah satu yang paling urgen dari kebutuhan tersebut terkait persoalan kelangkaan air dan listrik. Hal ini yang terjadi di Desa Poteran, Kecamatan Talango. Tetapi dengan kelangkaan air dan minimnya pasokan listrik disana, tidak membuat langkah Suparman terhambat untuk memanjukan Desa Poteran. Sebagai Kepala Desa, ia mengambil langkah paling tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menyediakan Sumber Daya Air melalui tangki-tangki air yang dibangun di berbagai titik strategis untuk memudahkan penyaluran ke rumah-rumah warga. “Disini air sangatlah sulit. Tapi saya

Nama Tetala Istri Anak Jabatan

sudah mengusahakan yang terbaik untuk masyarakat,” cerita Suparman, ketika ditemui Mata Sumenep di kediamannya. Tak hanya itu, salah satu problem yang juga dientaskan Kepala Desa Poteran ini adalah masalah ketersediaan jaluran listrik yang sangat sulit. Namun dengan usaha yang gigih, akhirnya aliran listrik kini sudah bisa sampai ke Desa Poteran. Dan meski belum merata, ayah dari Ahmad Sidqi ini, berjanji akan terus berusaha dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menyelesaikan aliran listrik hingga merata. “Yang paling penting lagi adalah listrik. Masyarakat harus nyantol dari luar. Jadi jauh sekali, dan banyak terjadi kecelakaan yang ditimbulkan kabelkabel lecet di pinggir jalan. Bahkan, sering pula terjadi pencurian kabel. Dari itu, saya mengusahakan aliran

: Suparman : Sumenep, 06-07-1970 : Herwaini : Ahmad Sidqi : Kepala Desa Poteran, Kecamatan Talango

listrik bisa sampai ke Desa Poteran,” paparnya. “Dan Alhamdulillah, Desa Poteran sudah dapet pemasangan tiang listrik. Tapi belum tuntas. Saya akan berusaha untuk menuntaskan. Mungkin tahun 2016 bisa dapat diselesaikan di sepanjang Desa Poteran,” tambahnya. Menurut Suparman, proses pemasangan tiang listrik sudah dimulai bulan April lalu. Hingga kini tahapannya sudah mencapai 75%. Sementara jalur pemasangan tiang dimulai melalui Desa Essang dan melewati Desa Kombang. Tak sia-sia, usaha yang dilakukan Kades Poteran ini, rupanya mendapat sambutan baik dari warganya. Seperti diungkapkan Ahdid Ramli (24), salah satu pemuda Desa Poteran, yang kini masih berstatus mahasiswa. “Kades Poteran itu sangat peduli dan pemurah. Dan saya bahagia dengan

usaha yang dilakukannya untuk rakyat Poteran,” katanya kepada Mata Sumenep. Suami Herwaini ini juga mengawal pendidikan desa untuk lebih baik. Ia menilai, pendidikan sangatlah penting bagi generasi penerus sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) di Desa Poteran. Memang, lelaki kelahiran Sumenep, 06 Juli 1970 ini, memiliki kepribadian yang ramah dan dermawan. Jika masyarakat membutuhkan bantuannya, tidak segan-segan ia mengeluarkan tenaga dan dana untuk keperluan di desanya. Tak heran jika jabatan Kepala Desa ia jalani selama dua periode.

hairul

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 27


TRAVEL

PANORAMA GUA BARU Destinasi Wisata di Lerang Bukit

A

khir-akhir ini kekayaan Sumenep mulai tampak bermunculan, mulai dari Sumber Daya Manusia hingga Sumber Daya Alamnya. Tidak salah, jika kemudian Sumenep disebut sebagai Kota yang kaya. Disamping memiliki sumber migas, pertanian, dan garam, Sumenep sudah dikenal memiliki banyak potensi wisata. Selama ini masyarakat Sumenep bahkan wisatawan asing akrab dengan destinasi wisata pantai. Padahal sebenarnya ada banyak potensi wisata pegunungan yang memukau dan tidak kalah menakjubkan dengan panorama yang disuguhkan pantai. Karena itu, kali ini Mata Sumenep menyuguhkan perjalanan menyusuri Gua yang barubaru ini ditemukan kepada penikmat travelling dan tempat-tempat liburan di Sumenep. Lokasinya berada di lereng bukit, tepatnya di perbatasan Desa Duko, Kecamatan Rubaru dengan Desa Soddara, Kecamatan Pasongsongan. Gua ini memiliki nilai yang sangat tinggi, keindahan yang dimilikinya tidak dapat ditukar dengan nilai rupiah. Di dalamnya ada kandungan batu sejenis Marmer dan batu Akik sejenis Kecubung. Selain itu, ornamen gua berbentuk stalaktik dan stralakmit yang masih aktif mengeluarkan tetesan air. Dengan tetesan air tersebut, memungkinkan produksi ornamen nan indah secara terus-menerus dan tentunya dapat menyihir setiap orang untuk berdecak kagum akan keindahan potensi alam Sumenep. Uniknya lagi, batu-batu berwarna putih dalam gua ini akan berwarna biru ketika bertemu cahaya lampu. Dan menarik sekali jika diperhatikan lebih

28 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

detail, sebab serupa lampu ornamen di rumah-rumah mewah nan elit. Batubatu semacam tersebut bisa dijumpai di ruangan pertama, sementara di ruangan kedua dan seterusnya, tampak mulai sedikit. Setiap ruangan gua memang memiliki ciri khas tersendiri. Jika ruangan utama dipenuhi dengan bongkahan batu dan hiasan batu berjenis marmer dan akik di berbagai dindingnya, ruangan kedua justru banyak terdiri dari batu kapur. Sementara ruangan ketiga sampai keempat, terdapat pasir seperti bekas aliaran air. Pasirnya berwarna kekuningan. Namun untuk memasuki setiap ruang harus membawa alat penerang yang cukup, karena kondisinya sangat gelap gulita, kecuali ruangan pertama. Tekstur dalam gua masih terlihat seperti reruntuhan. Batu-batunya masih berantakan, menandakan belum ada tangan yang berani menyentuhnya. Karena selain memang ada larangan mengotak-atik dan mengambil barang didalamnya, masyarakat setempat masih menyakini gua ini memiliki kesakralan tersendiri. Gua ini memiliki 5 ruangan yang setiap ruangannya berjauhan dari ruangan yang lain. Dari ruangan pertama keruangan kedua kira-kira sepanjang puluhan meter. Ruangan kedua lebih lebar dan lebih leluasa bergerak di dalammnya daripada ruangan pertama. Begitu juga dengan ruangan ketiga dan selanjutnya. Di ruangan pertama ada tiga pintu masuk. Di sebelah barat dan sebelah timur serta utara. Untuk yang utara terbilang kecil, jika ingin masuk harus

berjalan dengan tiarap. Sementara yang sebelah timur terbilang cukup lebar, namun pintu masuk yang sebelah timur tidak bisa dilalui, karena kadar oksigennya sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Sehingga tidak ada seorangpun yang berani memasuki pintu masuk sebelah timur. Selama ini pintu yang digunakan warga untuk masuk ke dalam hanya menggunakan pintu masuk di sebalah barat. Meski agak sedikit sulit karena harus sedikit membongkok, pintu ini menjadi pilihan sebab jika sudah melalui pintu bisa berjalan dengan normal. Sementara untuk ujung batas gua masih belum ada yang tahu jelasnya, karena masyarakat setempat masih belum berani memasuki semakin dalam. Hanya saja menurut masyarakat yang pernah mencoba menyusuri panjang gua, selain kelima ruangan tersebut masih ada pintu lagi entah menuju kemana. Seperti yang diceritakan warga setempat, Hamdi (37) bahwa tidak ada yang berani masuk terlalu dalam, karena terlalu jauh. “Setelah ruangan kelima, masih ada jalan lagi. Tapi tidak ada yang berani masuk ke dalam,” ceritanya kepada Mata Sumenep, saat menemani masuk ke dalam gua. Pertama kali gua ini ditemukan oleh seorang penggali batu, Subaidi (40) yang sedang melakukan aktivitasnya di lereng bukit Soddara. Lokasi yang memang menjadi sumber penghasilan bagi warga setempat. Saat itu, Subaidi bersama beberapa rekannya menemukangua dengan tidak sengaja. “Kami dan Pak Subaidi kaget ketika ujung linggisnya menembus lubang.

Waktu itu belum sadar kalau lubang itu gua,” ungkap Nurul (22) rekan Subaidi, warga Desa Duko, Kecamatan Rubaru. “Setelah kami menggali lebih lenjut, ternyata baru sadar ketika batu sebesar kepala sapi yang dibongkar tiba-tiba masuk ke dalam lubang,” tambahnya. Nah, bagi pembaca dan penikmat travelling, untuk sampai ke lokasi harus melewati jalur jalan raya Rubaru menuju Pasar Rubaru. Setelah sampai di Pasar Rubaru masih harus terus ke barat melewati satu desa lagi. Setelah itu barulah sampai ke Desa Duko. Sebagai penanda, di perbatasan Desa ada pertigaan jalan, ke utara menuju Kecamatan Pasongsongan, kebarat menuju Lokasi gua. Jalan menuju lokasi masih terbilang rusak, karena masih berbatu dan agak sulit. Tetapi tentu saja tidak mengurangi keinginan untuk melihat gua ini. Treknya menanjak, dan di samping jalan menuju lokasi kita disuguhi panorama indah perbukitan. Sebuah pemandangan eksotis dari alam Sumenep. Dapat menikmati bagaimana sebenarnya alam yang disulam dengan indah. Gunung berjejalan. Melengkapi perjalanan menuju gua yang baru ditemukan ini. Selanjutnya, ketika sudah lepas dari permukiman warga, maka berarti kita sudah sampai ke lokasi di lereng bukit. Kemudian tinggal mengikuti jalan mobil pengangkut batu sekitar 50 meter, dan sampailah di depan gua. Well, pembaca dan penikmat travelling siap-siap menikmati pemandangan di bawah tanah ini, serta siap-siap menahan kekaguman.

irul/raf/yon


MAJELIS TAKLIM

KH Hafidhi Syarbini Batuan, Sumenep

Mendahulukan Ilmu Allah

N

ama Kiai Haji Hafidhi Syarbini sudah populer bagi warga Sumenep. Terutama bagi mereka yang sering mengikuti rubrik tanya jawab “Semanis Kurma” yang disiarkan secara live di stasiun RRI Sumenep, sejak tahun 2000 silam. Rubrik tanya jawab seputar fiqh tersebut yang disiarkan khusus di bulan suci Ramadlan menjelang buka puasa itu, diasuh Kiai Hafidhi selama kurang lebih 11 tahun. “Sejak tahun 2011 saya istirahat dari acara Semanis Kurma,” kata Kiai Hafidhi pada Mata Sumenep, di kediamannya, Desa Batuan, Kecamatan Batuan, Kamis (30/04). Saat ini, Kiai alumnus Pondok Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini, fokus mengelola lembaga pendidikan yang didirikannya sejak 18 tahun silam. Lembaga pendidikan yang dikelola Kiai Hafidhi berbentuk pondok pesantren semi salaf. “Disebut semi salaf karena sistem pendidikannya mengikuti sistem pendidikan pesantren salaf. Santri wajib menguasai bacaan kitab klasik. Jadi disini kami tidak mendirikan lembaga formal. Namun para santri tetap dibolehkan belajar di sekolah umum yang sudah ada di sekitar pondok. Boleh masuk SMP atau SMA. Makanya istilahnya semi salaf,” jelas Kiai Hafidhi. Saat ditanya mengapa tidak mendirikan lembaga pendidikan formal seperti pesantren semi salaf lainnya? Kiai yang saat ini juga menjabat sebagai salah satu Wakil Rais Syuriah PCNU Sumenep ini, hanya tersenyum. Lalu berkata, “Ya tidaklah, di sekitar kita sudah banyak lembaga pendidikan formal. Di Desa Jambu sudah ada pesantren Kiai Taufiq. Apalagi di kota Sumenep, sudah banyak lembaga pendidikan formal di bawah naungan pesantren”. Mengenai latar belakang mendirikan pesantren itu, menurut Kiai Hafidhi berawal tanpa perencanaan lebih dulu. Pasca mondok dari Sarang, Kiai Hafidhi

dihubungi salah satu warga Perumnas Batuan untuk mengelola masjid Perumnas. “Kebetulan yang menghubungi tetangga saya, asal Desa Pakamban. Namanya Pak Amin. Sekarang orangnya sudah almarhum. Tahun 1997 datang ke sini dan menjadi warga perumahan. Tiga tahun setelahnya diminta warga untuk menempati lahan di sini,” cerita Kiai Hafidhi. Ya, Kiai kelahiran 30 Juli 1965 ini memang berasal dari Desa Pakamban, Kecamatan Pragaan. Sejak saat itulah, kemudian banyak warga yang menitipkan putra-putrinya untuk nyantri pada Kiai Hafidhi. Para santri tak hanya berasal dari sekitar Desa Batuan, para santri juga berdatangan dari desa lain, bahkan ada yang dari pulau. “Tidak banyak yang nyantri. Saya juga tidak ada keinginan untuk memperbanyak santri. Tapi saya juga tidak bisa menolak jika ada wali santri yang mau menitipkan putra-putrinya,” terang Kiai Hafidhi merendah. Kebanyakan santri Kiai Hafidhi dari desa lain berasal dari Kecamatan Gapura, dan sebagian dari Desa Pakamban. Selain itu juga tidak sedikit yang berasal dari pulau Giliyang. “Saat ini, total santri yang menetap di pondok sekitar 25 orang. Itu terdiri dari putra dan putri,” ungkapnya. *** Lembaga pendidikan agama di Sumenep terus berkembang pesat. Sistem pendidikannya juga beragam, hampir berbanding lurus dengan jumlah lembaga itu sendiri. Ada yang menganut sistem salaf (terdahulu), semi salaf, semi modern, bahkan hingga yang full modern. “Namun apapun sistemnya yang dianut, tetap hendaknya ilmu agama dinomorsatukan di atas ilmu umum,” kata Kiai Hafidhi. Menurut ayah tiga anak ini, ilmu agama harus mendapat porsi yang teratas, bukan malah sebaliknya, yakni di bawah pengetahuan umum. “Ya,

BIODATA Nama Tetala Pendidikan Aktivitas

: KH HAFIDHI SYARBINI : Sumenep, 30-07-1965 : 1. SD (di Pakamban Sumenep) 2. SMP dan SMA (di Pamekasan) 3. Ponpes Panempan Pamekasan (7 tahun) 4. Ponpes Sarang, Rembang (9 tahun) : 1. Pengasuh PP Darul Istiqomah Desa Batuan Sumenep 2. Wakil Rais Syuriah NU Sumenep

bukan berarti yang umum itu tidak penting. Tapi ya jangan didahulukan,” tambahnya sambil tersenyum. Oleh karena itu, pengasuh Ponpes Darul Istiqomah ini, selalu mengingatkan santrinya sekaligus para wali santri mengenai pentingnya mendahulukan ilmu agama dibanding ilmu dunia. Hal itu dikarenakan di jaman kini, fenomena mendahulukan ilmu dunia disebutnya mulai mengemuka. “Padahal ilmu dunia itu tidak dipakai selamanya. Yang menjadi penghubung keselamatan manusia di dunia itu ilmu agama. Ilmu umum mungkin hanya berguna dan dipakai di dunia, tapi ilmu agama dipakai selamanya, bahkan berguna minimal saat di alam kubur nanti,” tambahnya.

MACAN PESANTREN SARANG Setelah bertemu Kiai Hafidhi, Mata Sumenep lantas menyisiri area pesantren kecil tersebut. Saat itu kebetulan ada salah satu santri yang baru datang dari luar pesantren. Tabloid ini pun menyapanya. “Saya sudah empat tahun mondok di sini. Kalau asli saya dari Giliyang,” kata santri bernama Wawan. Menurut pria bernama lengkap Bunawan ini, sosok Kiai Hafidhi merupakan sosok teladan yang tiada duanya bagi dirinya dan santri-santri Darul Istiqamah. Salah satu yang lekat

di benak para santri ialah pembawaan Kiai Hafidhi yang low profile, dan jauh dari kesan merasa paling tahu dalam urusan agama. “Padahal banyak ulama yang mengakui kapasitas keilmuannya. Bahkan guru beliau KH Maimun Zubair, Sarang, sampai hadir dan ikut mengantar Kiai Hafidhi saat pindah ke Sumenep dan mendirikan pesantren,” tambahnya. Menurut cerita para santri senior Darul Istiqamah ini, Kiai Hafidhi di Pesantren Sarang dikenal dengan sebutan “Macan Pesantren”. Hal itu tidak lepas dari penguasaanya terhadap beberapa bidang ilmu agama. Meski begitu, menurut Wawan, Kiai Hafidhi selalu tampil bersahaja dan sangat sederhana. Beliau juga tidak menempatkan dirinya sebagai sosok yang umumnya menampilkan ciri khas orang yang mumpuni di bidang agama. Bahkan, Kiai Hafidhi suka membaur dengan masyarakat dan menghilangkan jarak yang membatasi komunikasi masyarakat dan tokoh panutan. “Ketika ada orang yang su’ul adab misalnya, beliau tidak pernah marah. Beliau hanya berkata pada santrinya, bahwa siapa yang berbuat buruk pada orang lain, yang akan menanggung akibatnya ialah orang yang berbuat buruk itu sendiri,” tandasnya.

RB Moh Farhan Muzammily

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 29


testimoni

Bagian Dari Tugas Negara

S Malaikat Sa’rani

M

alaikat Sa’rani.. Eh...tunggu dulu. Dia manusia yang memiliki nama sesuai di KTP yang tertulis Malaikat Sa’rani. Kesehariannya, ia domisili di Desa Tanah Merah, Kecamatan Saronggi. Aktivitas keseharian tercatat sebagai Direktur LSM ID (Independen Desa). Dari aktivitasnya, namanya sangat akrab dengan sejumlah kepala desa dan tokoh masyarakat di Sumenep. Sosoknya berpengaruh di berbagai kalangan. Bahkan, ia mengaku sering sowan ke Rumdis Bupati Sumenep, Kiai Haji A. Busyro Karim. Malaikat Sa’rani mengaku senang dan terharu bila Kabupaten Sumenep dipimpin seorang yang berlatarbelakang pesantren. “Busyro Karim, dialah orang yang ada di benak saya saat ini. Pengayomannya yang merata membuat diri saya bangga dengan sosok bupati seperti dia,” aku Sa’rani, saat ditemui Mata Sumenep. “Pajak bumi selama masa

pemerintahan Kiai Busyro Karim sudah ditiadakan (Gratis). Saya yakin ini adalah wujud peduli bupati kepada masyarakatnya,” imbuh pria asal Pakong ini, kepada Mata Sumenep. Lebih lanjut, ia berharap kepada seluruh kepala desa agar bisa memberikan pemahaman kepada masyarakatnya betapa pentingnya Abuya Busyro Karim di Kabupaten Sumenep ini. Bahkan, untuk mengetahui satu suara masyarakat kepada Kiai Busyro Karim, saat ini ia tengah mengatur sinergi dengan beberapa tokoh seperti Kiai Haji Qoyyum Guluk-Guluk, Sugianto Desa Lobuk, Kecamatan Bluto. “Yang saya lakukan adalah apa yang saya mampu. Jadi, saya mampu jika calonnya sesuai dengan apa yang saya harap,” katanya. “Apa pole se bisa ebantoh engko’. Engko’ keng polana jet la apangrasa nyaman andhi’ Bupati akadiye Kiai Busyro Karim rowa, Le’,” aku Sa’rani di teras rumahnya.

imam rasyidi

Komentar di Gerakan Cinta Buya FB

MEMANG MERAKYAT KH A. Busyro memang merakyat sejak dulu. Beliau sosok kiai yang selalu bersentuhan langsung dengan rakyat. Hanya, sekarang beliau menjadi Bupati..mungkin banyak kesibukan sehingga gak terlalu banyak waktu untuk bersama-sama rakyat seperti dulu. Saya pernah membuktikan sendiri. Beliau diundang ke perpisahan KKN di Dapenda thn 2012. Sepersen pun saya dan temen-temen gak ngasih apa-apa...tapi beliau gak keberatan untuk hadir. (Aribuddin Maliki)

30 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

atu persatu dukungan dari aktivis LSM Sumenep kepada sosok incumbent mulai berdatangan. Kali ini, datang dari Ketua LSM Sumenep Cinta Damai, Ainur Rahman. Dukungan aktivis yang dikenal pekerja keras ini, semula terkesan asing. Bukan tanpa sebab. Setahun lalu, kemana kakinya melangkah selalu mengendarai mobil operasional salah satu bacalon yang akan ikut kontestasi dalam Pilkada Sumenep, Desember nanti. Apa alasan Ainur mendukung incumbent? Saat mendatangi kantor redaksi Mata Sumenep, Inungsapaan akrab Ainur Rahman, mengaku, sengaja berperan demikian sebagai bagian dari peran tugas negara. “Bagi saya ini tugas negara. Yang terpenting, Pilkada Sumenep berjalan damai. Dan Bupati Busyro terpilih kembali di periode kedua,” terang Ainur, tanpa menjelaskan lebih panjang, makna tugas negara yang dikemukakan. “Sudahlah...jangan banyak tanya pernyataan saya. Tulis, saya dukung Kiai Busyro untuk periode kedua kalinya,” ucapnya, dengan nada tinggi. Dari amatan Inung, kekuatan sauara bupati A. Busyro tidak bisa dikejar. Kesimpulan ini, ia kemukakan setelah melakukan

pemetaan suara masing-masing bacalon di daratan. “Walau bukan tenaga survey, saya sudah terbiasa ngecek suara saat Pilkades dan Pemilu. Mayoritas masyarakat bawah, sulit berpindah dari bupati Kiai Busyro ke calon lain. Kenapa?

Karena bupati A. Busyro ternyata sudah merancang secara massif sejak 4 tahun lalu,” urai Inung soal alasan mendukung incumbent. Karena itu, Inung berpesan agar bupati lebih cermat menerima infomasi. “Yang terpenting bupati melihat fakta. Nanti ketahuan, siapa berbuat apa untuk kemenangan bupati. Karena ini bagian dari tugas saya untuk mensukseskan bupati di periode kedua,” tuturnya mengakhiri wawancara.

rusydiyono

Bupati Pro Pertanian

Sudah banyak testimoni berdatangan kepada Mata Sumenep tentang sosok Bupati Sumenep, Dr KH A. Busyro Karim. Termasuk kali ini, perwakilan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur pun ikut memberikan testimoni bupati Sumenep, saat menghadiri acara Panen Raya Demplot, 22 April lalu. Awalnya, ia agak sungkan memberikan testimoni dengan dalih baru kali pertama bertemu. Namun akhirnya, tak jauh beda dengan wakil PD IBI Jatim di edisi 13 kemarin, iapun memberikan sedikit komentar. Ir Suyanto “Ya Baguslah Bupati Sumenep ini bagi saya. Saya kan orang pertanian, yang penting bupati pro pertanian. Kan begitu,” ujarnya tersenyum. Menurut Suyanto, perhatian bupati terhadap pertanian ini berarti bentuk kepedulian terhadap masyarakat Sumenep yang mayoritas petani. Sehingga sebutan Bupati Pro Pertanian pun patut disandangkan padanya.

rafiqi


TESTIMONI

Metamorfosis Dr KH A. Busyro Karim (1)

Sosok Politisi Berkharisma dan Cerdas Catatan Hambali Rasidi

Potensi leader A. Busyro kali pertama diuji saat menjabat Ketua DPRD Sumenep (1999-2004 dan 2004-2009). Pimpinan parlemen di awal reformasi dan otonomi daerah, benarbenar menguji kecakapan politik A. Busyro sebagai politisi yang berkharisma dan cerdas. Para koleganya di parlemen, seakan manut dan merasa nyaman bila bersamanya. Termasuk “macan parlemen” ketika itu, seperti Malik Effendi dan Raud Faiq Jakfar. Di hadapan Busyro, mereka seolaholah tidak menjadi “macan”. Sosok Busyro menjadi ikon politisi di gedung parlemen Sumenep.

M

emahami sosok KH A. Busyro Karim yang kini menjabat Bupati Sumenep perlu dikaji dari dua sudut pandang. Pertama, A. Busyro Karim sebagai sosok yang meniti karier di dunia politik praktis. Kedua, KH A. Busyro Karim sebagai sosok yang berlatar belakang pengasuh Ponpes Al-Karimiyyah, Beraji, Gapura. Dua kehidupan yang dilakoni sosok A. Busyro ini menarik ditelusuri karena mengalami metamorfisis dalam mengarungi kehidupan. Meniti sebagai da’i di radio, lalu tenar di kalangan masyarakat Sumenep karena kerap diundang di acara-acara keagamaan, kemudian menjabat Ketua Tanfidz DPC PKB dan Ketua DPRD Sumenep, dua periode. Di akhir jabatan Ketua Dewan, Kiai Busyro mendirikan Majelis Dzikr wal Fikr, sebuah metode ceramah yang diselingi bacaan dzikir kepada Allah Swt. Dan pada 25 Oktober tahun 2010, A. Busyro Karim resmi menjabat Bupati Sumenep. ****** KH A. Busyro Karim lahir dari seorang hafidzah, Nyai Hj Nuraniyah, pada tanggal 1 Mei 1966 di lingkungan pesantren yang dirintis kakek buyutnya, Kiai Kariman Birajuda. Ayahandanya, KH Abdul Karim berdomisili di Bluto, sewaktu A. Busyro kecil. Praktis, masa kanakkanak A. Busyro hidup bersama dua perempuan, Nyai Hj Nuraniyah dan neneknya, Nyai Halimatus Sa’diyah. Kata Busyro memiliki arti kabar gembira. Nama tersebut hasil pemberian KH Achmad Zaini Miftah, salah satu 50 pahlawan tokoh PBNU dan pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ), Jakarta, yang masih saudara sepupuh Ny Hj Nuraniyah. Sedangkan nama Abuya sebelum Busyro, merupakan panggilan putra-putranya kepada ayah. Dalam bahasa Arab, Abuya memiliki makna bapakku. Panggilan putranya itu, kemudian ditiru oleh

para santri dan banyak orang. Dari sebutan itu, nama Abuya menjadi populer. Dan nama Karim setelah Busyro untuk menunjukkan putra Kiai Abdul Karim, Bluto. Dalam tradisi pesantren, nama bayi mengandung do’a. Karenanya, nama Busyro Karim merupakan nama pilihan yang berharap bayi mungil saat dewasa bisa memberi kebahagian di seluruh jagat alam raya. Sebagai anak laki-laki, Busyro kecil sudah dipersiapkan oleh ibunya, untuk meneruskan pesantren. Sejak kecil Busyro Karim selalu diajari banyak ilmu agama. Begitu juga kitab kuning (kitab klasik), seperti Sullam, Syafina, Daqoiqul Akhbar dan Bidayah sudah dikusai sebelum nyantri di Ponpes Mathliul Anwar, Pangarangan, asuhan KH Abdullah, sepupuh ibundanya. Sebelum lulus SD, Busyro kecil sudah khatam al-Qur’an berulang kali. Termasuk menghafal al-Qur’an 30 juz. Sayang, bakat hafidz ibunya tidak mengalir ke pribadi Busyro. Bakat kepribadiannya lebih condong kepada kepekaan intelektual dan

sosial politik. Potensi leader A. Busyro kali pertama diuji saat menjabat Ketua DPRD Sumenep (1999-2004 dan 2004-2009). Pimpinan parlemen di awal reformasi dan otonomi daerah, benar-benar menguji kecakapan politik A. Busyro sebagai politisi yang berkharisma dan cerdas. Para koleganya di parlemen, seakan manut dan merasa nyaman bila bersamanya. Termasuk “macan parlemen” ketika itu, seperti Malik Effendi dan Raud Faiq Jakfar. Di hadapan Busyro, mereka seolah-olah tidak menjadi “macan”. Sosok Busyro menjadi ikon politisi di gedung parlemen Sumenep. Kenapa? Sebagai politisi, Busyro tidak sebatas mengandalkan posisi kursi pimpinan, tetapi juga menguasai materi sidang dan emosi peserta sidang. Sehingga, kata-katanya menghadirkan solusi apa yang menjadi keinginan anggota dewan. Kemampuan memahami emosi setiap gagasan peserta sidang itulah, Busyro mampu menyelesaikan wacana yang berkembang dengan arif.

bersambung…

MATA SUMENEP 4 MEI 2015 | 31


Menjemput Impian

M

ewujudkan mimpi pesawat komersil terbang dari bumi Sumenep butuh ketelatenan. Saya sempat 10 hari menjelajah, dari satu tempat ke tempat lain. Menanyakan banyak hal tentang teknis penerbangan komersil. Mencari tahu, izin kelayakan bandara komersil. Langkah awal tentu berkoordinasi dengan pangkalan Angkatan Udara di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang. Di Lanud, saya bertemu Bapak Paulus Arman. Dari Bapak Paulus, saya memiliki gambaran pesawat yang bisa membuka penerbangan komersil di Bandara Trunojoyo. Setelah itu, saya menemui Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti. Dari kantor Dirjen, saya menemui Owner PT Lion Mentari Airline, Rusdi

Oleh: KH A. Busyro Karim

Kirana. Bos Lion Air itu, tidak keberatan membuka rute baru dari Sumenep. Hanya saja, jenis pesawat Lion Air tersedia, tipe besar, 700-an. Masih butuh landasan pacu panjang. Minimal 1.700 meter. Sedangkan panjang runway Bandara Trunojoyo, sementara 1.160 meter. Kini, PT ASI Pujiastuti Aviation, sebagai operator Susi Air, menyatakan siap terbang dalam rute penerbangan keperintisan dari Bandara Trunojoyo menuju Surabaya dan Sumenep-Jember dengan kapasitas 12 orang dan harga tiket terjangkau. Rute ini sifatnya sementara sambil menunggu penyelesaian Bandara di Kepulauan Kangean, tahun 2015. Dibukanya Bandara Trunojoyo sebagai penerbangan komersil, saya berharap, individu tidak lagi bertanya; berapa jauh

jarak tempuh untuk tiba ke Sumenep. Pertanyaan itu, sekarang harus diganti; berapa lama untuk tiba ke Sumenep. Ketika jarak Sumenep dengan kota-kota di luar semakin sempit, secara otomatis para investor atau wisatawan asing dan domestik, merasa enjoy datang ke Sumenep. Mengapa? Sumenep memiliki banyak potensi wisata dan industri. Ketika para investor dan wisatawan banyak datang ke Sumenep, ekonomi kerakyataan dengan sendirinya ikut berkembang. Dan masyarakat ikut menikmatinya. Sekarang, saya sangat bersyukur kepada Allah Swt penerbangan komersil dari Bandara Trunojoyo, sudah terwujud. Mohon sambungan do’a dari masyarakat Sumenep agar komersialisasi Bandara Trunojoyo berjalan lancar tanpa hambatan.

JADWAL PENERBANGAN SABTU

: SURABAYA - SUMENEP (08.45-09.30) SUMENEP - JEMBER (09.30-10.10) JEMBER - SUMENEP(10.25-11.05) SUMENEP - SURABAYA (11.20-12.05)

MINGGU : SURABAYA - SUMENEP (08.45-09.30);

32 | 4 MEI 2015 MATA SUMENEP

SUMENEP - SURABAYA (09.45-10.30)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.