Edisi 7 Mata Sumenep

Page 1

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1


2 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014


Kebangkitan Ekonomi di Sumenep Oleh: Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim, MSi

S

ejak tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Sumenep sudah fokus mengembangkan pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan penciptaan wirausaha untuk mengembangkan produk lokal. Jiwa wirausaha (entrepreneur) sengaja saya cipta dan digulirkan sebagai bentuk katalis agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Sumenep. Dari jiwa wirausaha ini akan terlihat inovasi dan kreativitas para pelaku usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi agar dapat bersaing dalam dunia pasar. Tidak berhenti di tataran ide. Ketika di lapangan, saya melihat perlakuan diskriminasi terhadap pelaku ekonomi lemah, terobosan apa yang bisa dihaturkan kepada para pelaku usaha Sumenep. Melalui Grand Design Kebangkitan Ekonomi, saya membuat kebijakan anggaran kepada SKPD terkait sebagai penyanggah penguatan ekonomi, seperti pelatihan kepada perempuan yang tergabung di organisasi keagamaan. Mereka dibina dari segi keterampilan. Dan masyarakat yang hendak mengembangkan produksinya, diberi bantuan modal dan peralatan teknologi dengan harapan lebih kreativ dan inovatif. Selain menerbitkan perda agar toko modern yang berada di Sumenep wajib memajang produk lokal hasil inovasi pelaku usaha Sumenep. Hasil dari gagasan di atas, selaras dengat pernyataan lembaga Riset Bussiness Digest, yang melakukan survei se Indonesia, bahwa Kabupaten

Sumenep termasuk 100 Kabupaten/ Kota di Indonesia yang memiliki iklim investasi dan bisnis terbaik. Pengakuan objektif ini menunjukkan bahwa iklim investasi Kabupaten Sumenep memang sangat stabil. Indikasi ini menunjukkan, jika semakin lama perekonomian masyarakat Sumenep makin kuat dan berkembang. Tidak salah, jika Sumenep menjadi basis investasi para pelaku usaha. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumenep, selama lima tahun terakhir mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Berdasar data BPS, pada tahun 2009, pertubuhan ekonomi hanya 4,44 persen. Kemudian meningkat pada tahun 2010 menjadi 5,64 persen. Dan terus meningkat menjadi 6,24 persen pada tahun 2011 dan 6,44 persen pada Tahun 2013. Pertumbuhan relatif baik itu, berimbas pada indeks daya beli masyarakat Sumenep yang termasuk kategori indeks daya beli tinggi. Capaian indeks daya beli tersebut cukup membanggakan, sebab tertinggi diantara kabupaten yang ada di Madura. Pertumbuhan ekonomi hasil survei BPS ini mengalami peningkatan. Dari 66,67 persen di tahun 2011, merangkak naik menjadi 68,03 persen di tahun 2013. Sehingga rata-rata pengeluaran per kapita di Sumenep, dari Rp 644.190 per bulan pada tahun 2012, menjadi Rp 649.290 per bulan di tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik tersebut, dipengaruhi tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sumenep,

yaitu sektor pertanian sebesar 47,43 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 22,12 persen dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,46 persen. Realisasi perkembangan investasi mengalami perkembangan signifikan. Tahun 2012, realisasi investasi mencapai Rp 476,8 milyar, dan Tahun 2013 meningkat menjadi 845,4 milyar, yang meliputi 18 bidang. Artinya, dalam dua tahun terakhir, realisasi investasi mencapai Rp 1,322 triliun, atau mengalami perkembangan nilai investasi 63,94 persen. Sampai dengan triwulan III Tahun 2014, realisasi investasi telah mencapai Rp 170 milyar. Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari perkembangan infrastruktur yang menjadi penunjang kebangkitan ekonomi Sumenep. Pada tahun 2005 lalu, Sumenep semula memiliki 4 hotel, pada tahun 2014, sudah tersedia 12 hotel/ losmen. Pasar sebagai penyanggah ekonomi masyarakat bawah sudah melakukan revitalisasi. Kini, Sumenep terdapat pasar daerah sebanyak 20 unit, pasar desa 35 unit, pasar swalayan 19 unit dan pasar tradisional 8 unit, yang tersinergi dengan 17 lembaga keuangan atau perbankan. Potensi sumber daya alam dan produk unggulan yang melimpah tersebar di sejumlah kecamatan masih belum tergarap secara maksimal. Saatnya Sumenep bangkit secara ekonomi melalui penciptaan dunia wirausaha agar masyarakatnya makmur dan sejahtera.

Promo Produk Olahan Jagung menjadi Mie dan Snack Jagung yang dilakukan Bappeda di Pasar Minggu 15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 3


MATA UTAMA

Bupati Tantang Investor

“Apa Saja yang Dibutuhkan, Pemkab Siap Beri Solusi”

D

ari luar, tampak tenda-tenda berjajar di halaman hotel. Tenda-tenda itu milik Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sedang memamerkan berbagai produk lokal hasil binaannya di bidang Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Kecil Menengah (UKM), Koperasi dan lainnya. Hari itu, Kamis 04 Desember 2014, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim menggelar Temu Usaha (Business Gathering) Tahap II tahun 2014 dalam rangka penguatan bagi para pelaku usaha. Kegiatan ini tentu disambut baik oleh Kelompok Tani, Koperasi Wanita (KWT), dan sejumlah pelaku usaha lokal Sumenep. Antusiasme peserta ketika dibuka sesi sharing yang dipimpin langsung oleh bupati. Rupanya masyarakat semakin kagum dan tertarik terhadap program-program pemberdayaan ekonomi yang dilancarkan oleh orang nomor satu di bumi Sumenep ini. Menyoal pengembangan dan perluasan entitias dunia usaha sebagaimana tema kegiatan, Imam salah seorang pemilik usaha dari desa Karang Anyar, menceritakan dengan semangat akan usaha barunya kepada bupati. Dirinya mengaku tengah membuka usaha ternak Kepiting Lunak atau (Olo’ ,Madura Red). Di hadapan bupati, Imam bercerita kendala yang menghambat pengembangan usahanya selama ini. “Usaha kami ini sangat bergantung kepada pencari kepiting lunak (Penyolo, Madura Red), Pak Bupati. Jika mereka mencari kepiting dan dapat, itu anugerah buat kami. Namun jika tidak, ya tidak ada yang bisa kami lakukan. Jika terus bergantung kepada penyolo, kami tidak bisa melakukan pembibitan dan pembudidayaan. Usaha kami bisa bangkrut. Hingga

4 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

sekarang lahan kami hanya menampung sekitar 3 – 4 ribu kepiting, padahal luas tampungnya sekitar 10 ribu. Bagaimana solusinya?” curhat Imam. Curahan Imam disambut bupati dengan serius. Bupati meminta kepada Dinas Kelautan dan Perikanan, untuk segera mencari langkah konkret. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) menawarkan ide kepada bupati untuk segera melakukan penelitian bersama Fakultas Pertanian Universitas Wiraraja (UNIJA) Sumenep dan para pelaku usaha terkait serta Disperindag Provinsi Jawa Timur. Atas tanggapan Disperindag tersebut dan keluhan lebih lanjut Imam tentang kebutuhan mereka terhadap pengetahuan tentang pemijahan bibit secara khusus, bupati menaruh harapan Disperindag dan SKPD terkait segera menindaklanjuti segala apa-apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan pelaku usaha. Selain itu, bupati dengan nada tegas “menantang” kepada para investor untuk menanamkan usahanya di Sumenep. “Apa saja kebutuhan investor, pemkab siap memberi solusi,” papar bupati. Karena itu, bupati berharap dukungan komisi B ikut merealisasikan Grand Design Kebangkitan Ekonomi. “Ekonomi Sumenep dalam kurun waktu 4 tahun ini sudah meningkat, dengan dukungan legislasi, pertumbuhan ekonomi Sumenep semakin meroket,” tutur bupati dalam forum Business Gathering. Pelaku Usaha Serat Nanas di Kecamatan Ganding dan Lenteng yang sudah memiliki jaringan pemasaran di Puspa Agro, Sidoarjo juga menyampaikan kendala modal untuk mengerek peningkatan

usahanya. Padahal omzetnya per tahun mencapai Rp 2,5 miliar. Dan bupati mendorong agar lembaga perbangkan dapat membantu modal bagi pelaku usaha. Lain lagi dengan Taufiq Rahman, pengusaha Keris dari desa Aeng Tongtong. Usahanya mendapat kendala dalam hal perijinan dan modal. Bagaimana Bupati Sumenep menanggapi hal demikian? Layaknya seorang tak pernah pantang menyerah, problem kedua usaha di atas mendapat jawaban yang tak kalah solutif dengan sebelumnya. Hal ini direspon dengan ide kerjasama dengan pihak Bank sebagai penyedia modal dan arahan menuju Disbudparpora menunjuk persoalan perijinan untuk usaha Keris milik Taufiq. Bupati berencana akan mencanangkan beberapa desa yang layak sebagai desa usaha, sebagaimana desa Karduluk sebagai pusat kerajinan kayu, pahat dan ukir. Geliat usaha yang terangkum dalam temu usaha pagi itu di Hotel C1 oleh sebagian pihak memang diklaim sebagai follow up (tindaklanjut) atas penghargaan yang diterima Bupati pada Otonomi Awards 2014 oleh The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) Bidang Pembangunan Ekonomi Kategori Khusus Pemberdayaan Ekonomi. “Kegiatan ini sudah teragenda jauh sebelum penghargaan diterima,” tutur Raden M. Idris, Kepala Bappeda sebagai penggas acara, kepada Mata Sumenep. “Menurut saya JPIP sangat objektif dalam penilaian. Karena tidak ada wawancara, tidak ada apaapa, tiba-tiba Sumenep mendapat penghargaan,” aku bupati mengakhiri wanwancara dengan Mata Sumenep. rafiqi


MATA UTAMA

Penghargaan Bappeda di Tahun 2014 1. Penampil terbaik Songennep flower festival 2014 2. Sebagai Pembina Motivator Penganugerahan Materi Teknologi Tingkat Provinsi Jawa Timur,2014. 3. Juara Harapan 1 Pada Evaluasi Kinerja Aparatur di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep,2014 4. Otonomi Award JPIP Tahun 2014 Kategori Pemberdayaan Ekonomi.

Meinventarisir Pelaku Usaha, Produk UMKM dan Koperasi

S

ebagai kepala Bappeda, Raden M. Idris selalu mencari ide penerjemahan dari gagasan besar yang dilontar Bupati A. Busyro Karim dalam mengembangkan peningkatan ekonomi warga Sumenep. Sebagai pimpinan institusi yang bertugas merancang dan merumuskan ide-ide bupati, ia langsung mengambil inisiasi langkah strategis dalam mendesain pertumbuhan ekonomi Sumenep. Lewat Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Wilayah dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi Daerah, Gus Idris mulai memetakan pertumbuhan ekonomi, melalui Pemberdayaan UMKM berbasis pemilikan aset produks. Selain itu, Bappeda juga menciptakan kesempatan kerja sebagai upaya meningkatkan ekonomi masyarakat miskin. Dengan cara, diversifikasi usaha dan produk UMKM serta Koperasi dan pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis dan ketahanan pangan. “Dalam penguatan UMKM, kami membuat rancangan pola kemitraan sinergis antar pelaku usaha. Sehingga, antara pelaku dan masyarakat bisa terajut kesamaan visi dalam peningkatan ekonomi masyarakat. Caranya? Memprioritaskan pengembangan kelembagaan UMKM dan peningkatan kemitraan usaha pertaniaan,” jelas Gus Idris kepada Mata Sumenep, saat ditemui di ruang kerja sambil menunjukkan camilan produk daun kelor.

Selain pola kemitraan, Bappeda juga merancang peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi para pelaku usaha di Sumenep. Dengan harapan, para pelaku usaha Sumenep bisa bersaing di dunia pasar bebas. Gagasan-gagasan besar menuju peningkatan ekonomi juga dirancang Bappeda dalam reinvestasi industrialisasi dan revitalisasi sekolah kejuruan yang bisa mendorong pengembangan potensi lokal Sumenep. Gus Idris sangat optimis kebangkitan ekonomi Sumenep tambah tahun kian meningkat. Keyakinan Gus Idris bukan khayalan. Ia mengacu hasil riset Bussiness Digest yang menempatkan Sumenep sebagai 100 kabupaten di Indonesia yang memiliki iklim investasi dan bisnis terbaik. Selain itu, Gus Idris juga mengacu pada pertumbuhan ekonomi Sumenep yang mengalami lonjakan 6,44 persen di tahun 2013. “Ditambah indeks daya beli masyarakat mencapai 68,03 persen di tahun 2013, “ dalih Gus Idris sembari meyakinkan kepada Mata Sumenep. Karena itu, ia sudah membuat rancangan yang akan dilakukan SKPD terkait dalam meinventarisir jumlah pelaku usaha dan produk UMKM dan Koperasi yang akan terkumpul dalam satu data base. “Sehingga, pemkab bekerja berdasar data riil,” tambahnya. hambali rasidi

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 5


MATA BUDAYA

KUNANG-KUNANG DAN PERI MALAM Cerpen: Shafwan Maulidi*

B

erby itu peri yang terbang seperti kunangkunang, pada malam hari sayap-sayapnya memancarkan cahaya seperti lampu yang menerangi sekujur tubuhnya, kemudian dia terbang pada malam hari yang gelap tanpa ada cahaya yang dapat ia temukan, wajahnya tetap cantik meski tak ada cahaya kecuali cahaya yang memancar dari tubuhnya, tangannya halus dan lentur menyerupai hatinya yang baik dan lemah lembut dia tetap terbang menembus gelabnya malam, tak pasti apa yang dia cari di gelap malam ini, kemudian film tersebut terhenti sejenak ketika istriku yang tiba-tiba pulang dari rumahnya di jawa tengah, aku sengaja tak ikut karna harus menjaga rumah dan beberapa hewan yang aku pelihara di rumahku. “kau sudah makan? Tanyaku sambil membawakan barang bawaannya “sudah, aku tadi beli di bandara, jawabnya dengan tenang tak berbeban lapar “bagai mana keadaan orang tuamu di sana? Tanyaku pada istriku “mereka baik-baik saja, mas sudah makan, tanya istriku balik padaku “belum, aku masih kenyang, jawabku sambil menjulurkan air putih kepada istriku “bagaimana kunang-kunang kita, mas tidak mencari lagi? “semuanya beres tak usah hawatir, tapi jangkrik kita sudah jarang berbunyi, aku belum tau pasti apa penyebabnya, “tapi yang penting kunang-kunangnya masih sehat kan mas! “ya.... lihat saja mereka masih leluasa beterbangan di dalam kotak akuarium “ikan mas kita bagaimana, mas kemaren telpon kalau ikannya sudah mati “oh... itu, ya, memang benar ikan mas yang kamu beli sebualan yang lalu itu sudah meregang nyawanya setelah kepergianmu beberapa hari yang lalu. Di antara hewan peliharaan yang aku pelihara di rumah hanya kunang-kunaglah yang menjadi kesukaanku dan istriku, namun bukan berarti aku menutup rasa sayangku terhadap hewan yang lainnya, aku lebih suka kunang-kunang karna dia seperti peri malam begitu pula istriku jika dia melihat kunang-kunang serasa dia ingin menjadikan dirinya kunang-kunang, untungnya punya kunang-kunang bagi hubunganku dengan istriku semakin harmonis dan tak ada lagi pertengkaran dalam rumah tanggaku, namun sebelum aku punya kunang-kunang dan masih merawat peliharaan yang lain istriku tak senang dengan hewan yang ada dalam rumah, seakan dia ingin mengutukku menjadi hewan juga, tiga bulan yang lalu aku sempat memergoki itriku sedang menyiksa burung peliharaanku yang selalu berbunyi dengan indah dan merdu, dia mengatakan kalau burung ini berisik dan mengganggu waktu tidurnya, aku hanya menaruh muka biasa tanpa beban, tapi setelah seminngu dia menjualnya pada orang lain tanpa sepengetahuanku, aku berpura-pura tidak tau soal itu karna aku tak ingin istriku malu dengan perbuatan piciknya itu, dia hanya bilang kalau burungku ada yang memakannya atau ada yang mencurinya dari dalam sangkar, setelah itu aku tak lagi mendengar kicawan burung kecilku yang canggih itu, berselang dua bulan aku memelihara

6 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

jangkrik karna ketertarikanku pada jangkrik istriku sempat mengatakan kalau jangkrik mendatangkan sial, itu semua mungkin akal-akalanya agar aku tak memeliharanya, namun tetap saja aku pelihara jangkrik-jangkrikku seperti biasa, suasana rumah tak lagi sepi dan membosankan lagu-lagu hewan yang aku pelihara menjadikan isi rumah ini seperti kebun binatang, kemudian selang dua harinya lagi aku memelihara tokek yang sangat lucu dan lincah, aku membelinya dari seorang laki-laki tua yang tak sengaja melintas di depan rumahku sambil menjajakan tokek, aku langsung membelinya dengan harga murah, selain tokek aku juga memelihara ayam ketawa yang harganya mencapai jutaan, aku mendapatkan ayam ketawa dari pak jali tetangga sebelah yang pada saat itu dia ingin menjualnya karna ingin membayar hutang, aku membelinya dengan harga lima ratus ribu saja, karna pak jali sudah keburu membayar hutang pada kiplih rentenir sialan yang selalu meminta uang lebih di komplek ini, namun akhirnya aku menemukan hewan yang bisa memikat hati istriku yaitu kunang-kunang, aku tak membelinya tapi aku menemukannya sekaligus memburunya untuk aku rawat, kalau kunangkunang aku temukan selepas pulang dari tahlilan bersama kawan-kawanku yang lainnya, aku sengaja menangkapnya karna kunang-kunang seperti peri malam yang selalu datang pada malam hari, waktu itu kunang-kunang yang ku punya hanya dua ekor saja tapi lama kelamaan koleksi kunangkunangku bertambah drastis dan aku harus membuatkan akuarium dari kaca yang di dalamnya aku beri beberapa tanaman yang aku yakin kunangkunang itu menyukainya serta air yang sedikit layaknya sebuah kehidupan dalam kotak kaca, aku menyukainya karna pada malam hari kunangkunangku memancarkan cahaya, aku letakkan kunang-kunangku di dalam kamar tempat aku dan istriku menenggelamkan mata setelah lelah, setiap sebelum tidur kunang-kunang itu dapat aku pandangi dengan indah menjelang tidurku, istriku kadang tak tidur bermaen dengan kunang-kunang semalaman, istriku yang merawatnya dan memberinya makan aku hanya bisa memandangi dia dari tempat tidur, meski dia di suruh tidur dia hanya menggeleng seperti menemukan sesuatu yang menakjubkan, *** Beberapa minggu kemudian istriku berkata kalau dia ingin melihat kunang-kunang yang aku taruh dalam akuarium itu di lepas di dalam kamar pada malam hari sepertinya dia mulai menginginkan kunang-kunang itu menjadi peri penghibur atau layaknya peri malam yang bisa menemaninya dalam kamar yang gelap tanpa bercahaya, aku memang merawat kunang-kunang itu sebagai hiasan rumahku bukan untuk di lepas dalam kamar, kunang-kunang yang sudah mencapai ratusan ekor itu harus di lepas begitu saja gradakku dalam hati sambil memikirkan bagaimana nantinya setelah kunang-kunang itu di lepas dan berhamburan di sekujur tempat di dalam kamar ini, sementara itu istriku masih menanti aba-aba duduk di kursi di depan tempat komputer dan rak buku-bukuku sambil matanya memandangiku di depan kunang-kunang yang beratusan banyaknya, aku masih berhenti sejenak sengaja aku mengam-

bil air yang ada di meja lalu meminumnya dengan perlahan, lalu perasaan waswas menghampiriku ketika aku mulai membuka gerbang akuarium yang besarnya lima meter itu sengaja aku perlambat dan kemudian aku buka perlahan gerbangnya kemudia beberapa kunang-kunang mulai keluar secara bergiliran seperti pasukan malam atau pasukan peri malam yang sengaja aku rawat dalam kamar, kunang-kunang itu terbang bebas di sekitar area kamar, aku kembali duduk di atas ranjang melihat benyaknya kunang-kunang yang terbang berhamburan, cahayanya berkilawan namun tak seterang bintang-bintang di langit, malam yang gelap di kamar ini seperti membuat malam gelapku berkelap-kelip, istriku masih terkesima duduk dan memandangi lekat para kunang-kunang yang terbang dan hinggap di sekelilingnya, mungkin dia merasa kalau dirinya seorang peri dan kunangkunang itu juga peri yang berwujutkan binatang, aku hanya mampu tersenyum melihat istriku dengan leluasa mengibarkan senyum ke udara sambil merentangkan tangannya ke samping kanan dan kiri wajahnya menghadap atap-atap di kamar dan matanya memejam serta senyum yang mengembang di bibir manisnya, “kau puas, tanyaku menyela “aku sangat puas malam ini, jawabnya dengan tersenyum “setelah malam ini kunang-kunang ini akan kita apakan, tanyaku sedikit bingung “mas jangan hawatir, nanti kita bebaskan mereka, jawabnya meyakinkanku “kau serius ingin membebaskan mereka, tanyaku dengan pasti “iya mas aku serius, jawab istriku menenangkan Setelah itu dia mulai membuka jendela dan menggiring kunang-kunang ke luar melewati jendela, aku masih setengah tak sadar dengan apa yang dia lakukan, aku sengaja membiarkan istriku membebaskannya, dalam hal ini aku kurang yakin dia sudah tak suka dengan kunang-kunang lagi, setelah selesai mengeluarkannya dia mendekat padaku dan mengedepankaan mulutnya ke tepi telingaku lalu dia berbisik. “aku menginginkan peri malam mas! Bisiknya lirih “kau serius, tanyaku meyakinkan “ya.. mas aku menginginkan peri malam, bukan aku yang memintanya tapi calon anak kita, jawabnya dengan lirih di depan gendang telingaku. Aku baru menyadari kalau istriku hamil dan menginjak kehamilan usia lima bulan, pantas saja dia melepas kunang-kunang dan menginginkan peri malam, setelah malam ini kunang-kunang ia lepas dan berterbangan di malam yang gelap seperti segerombolan peri yang menyerbu langit. Kelelawar Utara, November-2014

SHAFWAN MAULIDI Santri PP. Darul Ihsan, dan Masih Sibuk Menjadi Pelajar TETALA: 10-Agustus-1996, ALAMAT:Pakamban Daya Pragaan Sumenep,Kritik Dan Sarannya di Tunggu; afwaenjoe@gmail.com


MATA BUDAYA

HUJAN DI KELOPAK MATA PEREMPUAN

W

aktu itu perempuan sedang berdiri. Mengeluskan wajah pada lelaki tua itu. Seperti malam merindukan bulan. Wajahnya tergantung di sudut senja. Perempuan itu matanya kelilipan. Sekujur air menderai dari kelopak matanya. Seperti hujan dimusim itu. Rindu yang mengerang. Seperti tujuh musim kemarau yang lama tak datang. Perempuan itu mengelus wajah lelaki tua. Seperti kumbang menghisap serbuk bunya. Lelaki itu mengeluskan rambutnya. Seperti anak yang menempel pada ibunya.

Dialoq tak henti disetiap mulutnya. Seperti adegan drama di panggung sandiwara. Rindu yang telah lama tak berjumpa. Seperti musim kemarau itu. “Jangan tinggalkan aku seperti kemarin yang kau pergi. Aku ingin menyaksikan matahari bersamamu. Di rumah tua yang hampir roboh itu. Disaat aku dilahirkan oleh anakmu. Aku ingin mengingat sejarah denganmu. Ceritakan kepadaku tentang matahari. Ketika fajar telah usang.” Kata perempuan itu. Perempuan itu seperti dalam dongeng. Hikayat simiskin meratapi takdir. Luka. Hujan di ma-

BIODATA PENULIS;

Oleh: Sumarwi Pulang Jiwa

tanya. Petir di dadanya. Seperti kematian melanda kerinduan. Perempuan itu seperti dalam dongeng. “Aku ini siapa. Katakan padaku tentang dirimu. Tentang anakmu. Tentang kelahiran yang telang datang kepadaku. Tentang orang-orang yang kau lahirkan sebagaimana aku seperti anak jadah. Luka. Kematian. Bukanlah sebuah kenyataan. Namun, kedzaliman yang belum terungkap.” Lelaki tua itu adalah nama yang kukenal. Seperti hujan yang melanda kerinduan. Sumenep, 22 Desember 2012

SUMARWI. Nama pena Sumarwi Pulang Jiwa. Lahir di Sumenep, 19 Januari 1992. Tanah kelahirannya desa Lapataman Kecamatan Dungkek. Pendidikan yang pernah ditempuh yaitu: Sekolah Dasar di desa Lapataman, sekolah menengah di MTs Mahwil Ummiyah Lapa Daya Dungkek, melanjutkan ke MAN Sumenep, dan sekarang Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Organisasi yang pernah diikuti yaitu, Teater Diam, Redaksi Madaniyah, LPM RETORIKA STKIP PGRI Sumenep, dan sekarang menjadi ketua HMP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif menulis puisi, cerpen, esai, dan naskah drama. Karyanya di muat di Majalah MPA Mimbar Jatim dimuat, Radar Madura, Koran Madura, dan Kabar Madura. (HP: 087805504495)

NYANYIAN SUNYI TENTANG DIRIMU Karya: Sumarwi Pulang Jiwa

Ria, Kau tetap saja seperti dulu Saat kau bersamaku Cerita itu kita tuntaskan setelah tujuh purnama Kita lewati bersama syair-syair matahari Tak terasa kau telah pergi bertahun-tahun Meninggalkan waktu yang telah kita rajut Ada selembar cerita mesrah Saat bulan jatuh di pangkuan malam Seperti ada kasak kusuk cahaya yang jatuh bersinar Ria, Perjalananmu seperti baru kemarin pagi Kau pergi dari waktu yang menyulam sejarah Karena certa itu tetap saja membekas Bertahta seperti mahkota mengiikat kepala sang putri Sepertinya kau tak pernah pergi dari sisiku Ria, Namamu tak pernah purnah Dari waktu ke waktu menjadi hilir Seperti takbiratul ikhram Seperti pula dikir hati menyebut Tuhan Kau selalu ada dengan namamu itu Ku sebut kau dari waktu ke waktu Diantara sujud, diantara doa-doa yang aku ucapkan Seperti nyala api pada kayu

Atau pada saat hujan turun di tengah perjalanan musim Namamu masih harum, seharum air hujan di awal musim Ria, Aku memanggilmu, mendekapmu, mengajakmu Pada waktu yang aku katakan, pada rasa yang aku inginkan Kau berkata pada saat aku berbaring, mengenangmu “Hidupku sudah purnah, pada waktu yang aku impiikan Bukan hari kemarin aku berkata, masa lalu itu telah hilang” Ria, Kau tak ada bedanya dengan masa itu Mengukir hari dengan waktu Mengalami waktu dengan hidupmu Adakah waktu yang kau miliki untukku? Sumenep, 29 Agustus 2014 CERITA TENTANG PEREMPUAN Dalam tidur lelapku Tadi malam Dua perempuan datang kepadaku Hanya sebatas wajah pesona yang menggoreskan luka

Membawakan sehelai surat yang dititipkan pada orang Di pinggi pantai Menunggu perahu, karena mereka istri dari lelaki nelayan Entahlah, siapakah mereka Aku hanya mengenalnya dalam mimpi Dua perempuan datang kepadaku Dengan membawa surat Surat itu buat aku “katanya” Perempuan satu menulis surat Berabjad latin pada kertas putih Namun aku tak mengetahui Apa isinya Aku berkata “dialah perempuan yang aku sulam Saat kuncup bunga bermekaran di dadaku” Pelan-pelan detak jantungku, seperti Angsa dikejar para perampok Perempuan dua datang kepadaku Dengan selembar surat yang tak ku tahu Kapan ia mengirimnya Tiba-tiba suara memanggil dari seberang sana Dari para nelayan yang mengandaskan diri Di tepi pantai Mereka, Menunjukkan surat yang tak aku kenal Dari siapakah? Sumenep, 19 Juni 2013

Redaksi Mata Sumenep Menerima tulisan sastra berupa cerpen dan puisi. Tulisan bisa dikirm via email: matasumenep@gmail.com 15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 7


mata opini

Social Capital Annuqayah dan Gerakan Civil Society M. Ali Al Humaidy,M.Si*

Ketiga, terbentuknya lembaga Biro Pengabdian Masyarakat (BPM) sebuah ‘lembaga swadaya masyarakat’ yang bergerak dibidang sosial. Banyak kiprah yang dilakukan oleh BPM, seperti membantu proses pengembangan pendidikan di desa-desa pedalaman dengan membantu secara materi dan immateri, membantu pengairan air bersih pada daerah-daerah yang rawan kemarau dan sektor ekonomi kerakyatan berupa pendampingan ternak sapi dan kambing kepada masyarakat yang membutuhkan serta program civic education. Keempat, pesatnya lembaga pendidikan mulai dari PAUD, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah hingga perguruan Tinggi (INSTIKA) dan dukungan perpustakaan pada masing-masing unit institusi pendidikan. Oleh sebab itu, keberadaan institusi pendidikan diatas memperkuat keyakinan banyak kalangan bahwa lembaga pendidikan sebagai media strategis dalam pengembangan (nilai-nilai) civil society. Kelima, warna warni politik praktis, dimana di era sebelum reformasi (orde baru), pesantren Annuqayah cenderung monopolitik kesalah satu partai politik (PPP). Namun memasuki era reformasi pada pemilu 1999 ada fenomena menarik telah terjadi polarisasi partai, seperti almarhum KH. A. Warits Ilyas (PPP), KH. Basyir AS. (PKB), almarhum KH. Mahfud Husnaini (PBB). Meski para kiai Annuqayah berbeda saluran politik, namun tidak menimbulkan gesekan politik yang berdampak pada disharmoni antar kiai, tidak terjadi konflik antar alumni dan antar. Harus diketahui bahwa fenomena diatas tentu tidak lepas dari peran pesantren yang terus memberikan penyadaran pentingnya kebebasan berpendapat, berorganisasi termasuk berpolitik. Pesantren tidak lagi dijadikan alat legitimasi atas partai tertentu, tapi justru dijadikan contoh dalam politik. Dari banyak catatan peristiwa yang melibatkan peran sosial pesantren, penulis ingin mengatakan bahwa pondok pesantren hingga saat ini sesunguhnya memiliki interaksi yang dinamis

8 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

dengan masyarakat dan stakeholders, sehingga pondok pesantren adalah kekuatan masyarakat, pesantren masih berwibawa dan dipercaya masyarakat, bahkan pesantren sangat diperhitungkan oleh negara walaupun bukan ujung tombak satu-satunya. Secara paradigmatik, dalam kondisi sosialpolitik yang serba menegara (statism) dan dihegemoni oleh wacana kemodernan, pondok pesantren yang konsisten dengan ciri tradisionalisme mempunyai public spheare yang luas untuk melakukan pemberdayaan civil society terutama kepada kaum yang tertindas, terpinggirkan dan kaum yang selalu tidak diuntungkan dalam konstalasi sistem ini. Oleh sebab, meghadapai tantangan zaman yang semakin modern, pondok pesantren dituntut mampu melakukan pemberdayaan (empowering) di internal elemen pondok pesantren maupun eksternal. Penguatan jatidiri pondok pesantren sebuah keniscayaan ditengah gelombang hantaman modernisme dan menghadapi kekuatan negara yang sangat hegemonik. Pondok pesantren secara sosiologis, mempunyai keunggulan (advantiges) serta kedekatan strategis untuk memberdayakan masyarakat. Adanya ikatan (emosional, rasional dan nilai) keagamaan yang ditunjang dengan kharisma sosial seorang kiai/ulama dapat dijadikan modal signifikan mengawal pemberdayaan kerja-kerja pemberdayaan dan transformasi masyarakat menuju bangunan civil society yang kuat. Tantangan pondok pesantren dimasa mendatang adalah perjuangan untuk merebut kembali hak-hak civil society melalui proses tranformasi sosial. Yakni sebuah proses perubahan fundamental membangun struktur budaya yang hegemonik menuju kebudayaan yang pluralistis, egaliter, serta politik eksploitatif menuju menuju politik yang demokratis. Sisi lain, dalam rangka mengimplementasi gagasan diatas, tidak kalah pentingnya peningkatan peran serta masyarakat dalam bersinergi membangun pesantren. Secara garis besar, peningkatan peran serta masyarakat itu, dapat

dikerangkakan dalam tiga bagian : pertama, peningkatan peran serta masyarakat dalam pemberdayaan manajemen pendidikan, yakni pengembangan menajemen yang lebih accountable. Kedua, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan lembaga pendidikan yang quality oriented, yakni pendidikan yang berkualitas dan berkeunggulan. Ketiga, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber belajar lain yang terdapat dalam masyarakat sehingga sistem pendidikan Islam tidak terpisah atau tetap menjadi bagian integral dari masyarakat muslim secara keseluruhan. Atas tuntutan ini, pondok pesantren perlu membuka diri dengan berbagai pagelaran wacana baru di luar wacana resmi keagamaan. Ini penting, karena realitas yang dihadapi menuntut untuk itu. Disinilah memang, diakui atau tidak, kelemahan pondok pesantren sejak awal. Pesantren selama ini, selalu enjoy dengan wacana fiqhnya, yang terkadang dipahami secara kaku (tekstual). Oleh sebab itu, kiranya sudah saatnya, pesantren membangun sejarahnya yang baru dengan polesan pemberdayaan masyarakat. Sebagai penutup tulisan ini, penulis secara pribadi respek terhadap kiprah pesantren yang sampai saat ini berjuang dengan tulus dan tidak ada muatan politis. Semua itu dilakukan semata-mata perjuangan yang menjadi kewajiban setiap insan atau lembaga. Dari modal kewibawaan dan ketulusan pesantren itulah, penulis meyakini kedepan pesantren akan menjadi salah satu agen proyek civil society yang strategis. Kenapa demikian, sebab pesantren dalam tataran mikro sudah jelas mempunyai basis interaksi dengan grassroot dan lebih tahu kebutuhan grassroot. Apalagi ditopang dengan kekuatan luar seperti nilai kharismatik kaai/ulama’, maka pembangunan civil society akan lebih cerah. Wallahu a’lam *Alumni Annuqayah Dosen STAIN Pamekasan twitter@masmalhum


MATA opini

Sumenep dan Kota Harapan Keris Ach Taufiqil Aziz*

B

upati Sumenep kembali melakukan sejarah besar baru-baru ini. Setelah hidangan Campor yang menembus rekor Muri, selain itu juga, di peringatan hari jadi Sumenep yang ke 745, A Busyro Karim itu, meresmikan kota Sumenep, sebagai kota keris. Tentu saja, hal ini, memungkinkan akan adanya kajian berkelanjutan. Keris adalah simbol. Salah satu senjata khas Nusantara. Di berbagai daerah, masih banyak komunitas keris. Bahkan pun keris, telah diakui secara internasional, sebagai salah satu kekayaan dari hasil seni yang ada di Indonesia. Raja dan pejabat dari kerajaan-kerajaan Jawa, memang dulunya, banyak yang menggunakan keris, sebagai salah satu perhiasan dan senjata pelengkap. Saya meyakini, setiap kesenian yang ada dan berkecambah, berangkat dari sejarah panjang yang melaluinya. Seni dan sebuah karya yang lain, mempunyai makna filosofis yang kiranya, selalu menarik untuk di urai. Mozaik dari sejarah, dan pula dengan kenyataan makna di dalamnya, patut disusun, untuk bisa menyambungkannya secara utuh, dan menjadi karakter yang dilandasi, dalam jiwa bermadura, dan menjadi anak bangsa, yang dilahirkan dari rahim ibu pertiwi yang sama. Karena memang, kalau kita lihat, di setiap daerah, bangsa, dan negara, mempunyai keunikan dan tradisi tersendiri. Raja-raja India dulu, mesalnya sering menggunakan pedang. Bangsabangsa barat menggunakan senjata api. Arab sana, dengan pedang, dan lain semacamnya. Di Indonesia sendiri dengan ragam kekayaannya juga terlihat ada bentuk berbeda sebagai senjata khasnya. Makasar menggunakan badik, orang kalimantan pedalaman, dengan senjata panah, dan orang-orang Madura dari dulu dikenal dengan senjata celuritnya. Artinya, ingin saya sampaikan, di setiap daerah dengan fungsinya masing-masing, juga memiliki makna filosofis yang panjang. Namun, keris sebagaimana bentuknya yang

tidak lurus, saya juga mendengar dari beberapa orang komunitas keris, di daerah Demak, keris dianggap juga menyimpan nuansa licik. Ini terlihat, dari senjata keris yang ada di taruh di punggung. Biasanya, orang-orang yang menggunakan keris, akan menggunakannya dengan menusuknya dari belakang. Kalau istilah maduranya, nyelep. Orang dengan tipikal begini, akan dianggap pengecut. Tidak jantan, dan pula tak sesuai dengan karkater laki-laki. Kalau cerita-cerita yang berkembang ini benar, maka tentu saja bisa dipastikan, hal demikian, tidak sesuai dengan karakteristik orang Madura. Menjadikan Sumenep sebagai kota keris, seakan telah membenarkan kenyataan, bahwa orang Ma-

Sebagai senjata, keris tidak dibuat dengan sembarangan. Selain bentuknya yang berkelok, orang-orang desa, juga percaya, kalau beberapa keris, dianggap punya energi, isi, dan hingga kekuatan gaib, yang bisa membawa pemilikinya, untuk kian melakukan tindakan positif, dan atau malah sebaliknya. Tidak mengherankan, kalau di beberapa daerah tertentu, dikenal keriskeris yang mempunyai nama. Dikramatkan, karena dianggap mempunyai kekuatan besar.

dura, adalah bagian dari orang-orang pengecut, yang dilahirkan dari ibu pertiwi. Namun juga, ada sisi-sisi lain keris yang juga layak ditampilkan. Bahwa membuat senjata keris, membutuhkan keahlian tertentu. Orang yang membuat keris dikenal dengan empu. Membuat

keris, juga hingga kini, sepertinya tidak diajarkan di sekolah-sekolah tertentu. Kiranya, hanya yang mempunyai kesucian jiwa, dan disertai pula dengan orang yang menguasai teknik tertentu, yang mampu dan bisa membuat karya semisal keris. Di Sumenep saja, hanya ada 543 pengrajin keris di Sumenep. Sebagai senjata, keris tidak dibuat dengan sembarangan. Selain bentuknya yang berkelok, orang-orang desa, juga percaya, kalau beberapa keris, dianggap punya energi, isi, dan hingga kekuatan gaib, yang bisa membawa pemilikinya, untuk kian melakukan tindakan positif, dan atau malah sebaliknya. Tidak mengherankan, kalau di beberapa daerah tertentu, dikenal keris-keris yang mempunyai nama. Dikramatkan, karena dianggap mempunyai kekuatan besar. Jika perspektif seni yang berupaya kita pijak, maka menjadikan Sumenep sebagai kota keris, bisa jadi, memang pilihan yang tidak salah. Secara tidak langsung, berarti, bahwa orang-orang Sumenep memiliki kedalaman jiwa yang luar biasa, sehingga mampu dan bisa membuat karya seni, yang diakui oleh dunia, dan pula, sulit untuk dimiliki oleh orang-orang tertentu. Atau pula, jika kita memandangnya dalam lakon dan konteks persaingan global, maka bisa jadi, kita bisa berbangga, kalau sebagai masyarakat Sumenep, sudah juga memiliki karya besar, dengan keunikan dan karakter tersendiri, yang hal itu, jarang di dapati, di belahan dunia manapun. Maka, tentu, pilihan dan sikap A Buya Busyro Karim, menjadi benar adanya, dan layak untuk diapresiasi oleh semua pihak. Masalah selanjutnya, sebagai kota keris, dengan hanya jumlah empu yang sedikit, perlu kiranya usaha selanjutnya untuk kian menyemarakkan pembuatan keris, di Sumenep. Perhatian, respon, dan lain semacamnya, sangat tentu diharapkan dari pemerintah, demi masa depan keris yang lebih baik. *Aktivis PMII Sumenep

Redaksi Mata Sumenep Menerima tulisan opini dalam berbagai perspektif dengan materi Sumenep. Panjang tulisan maximal 850 kata. Tulisan bisa dikirm via email: matasumenep@gmail.com

Seputar

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 9


Mengenal Profile Penulis dari Annuqayah

Mohammad Musthafa sarjana lulusan Univesitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta dan Magister Utrecht University, Belanda dan NTNU, Norwegia. Saat ini, Kiai Muda ini menjabat Kepala Sekolah SMA 3 Annuqayah. Baginya, tulis menulis sudah menjadi bagian dari kehidupan yang tak bisa dihindari. “Menulis saya ibaratkan seperti kebutuhan makan. Semua orang kan butuh makan,” tuturnya kepada Mata Sumenep yang saban hari tidak pernah lepas dari kegiatan ilmiah, baik membaca ataupun menulis. Semua ia tekuni dengan penuh kesenangan.

Kiai Mohammad Musthafa

M. Musthafa: Kiai Produktif

P

utra pertama Al-marhum Kiai Abdul Basith Bahar ini menjadi pelopor bagi santri dan mahasiwa yang aktiv di LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Instika untuk merekam jejak semua kejadian yang terjadi Annuqayah. Ajakan Kiai Muda ini didukung oleh sebagian mahasiswa dan santri dengan harapan dapat mendorong efektivitas pemberitaan tentang Annuqayah. Sehingga, hampir semua kejadian di Annuqayah terekam dalam bentuk tulisan. Pengalaman serupa ia lakukan saat menempuh pendidikan magister di Belanda dan Norwegia yang terangkum dalam bentuk buku berjudul; 10 Bulan Pengalaman Eropa, Utrecht University, BelandaNTNU, Norwegia (2009-2010). Semasa menempuh kuliahdi UGM, beliau memang dikenal sebagai penulis. Tulisannya dimuat hampir semua media, baik media lokal, nasional, dan bahkan samapai internasional, termasuk di beberapa jurnal. Selain itu, ia juga gemar meresensi buku. Dari saking bagus hasil resensi bukunya sehingga penerbit Mizan menobatkan dirinya sebagai peresensi terbaik waktu itu. “Kiai Musthafa itu memang penulis, dan banyak sekali karya-karyanya yang dimuat diberbagai media,” kata Bakir, salah satu santri Annuqaya kepada Mata Sumenep. Salah satu kutipan dalam bukunya yang mengisahkan tentang perjalanan hidupnya semasa di Eropa, …Sang Waktu telah merontokkan kekuatan mereka dan membawanya ke musim ini. Sang Musim telah mengantarkan daun-daun itu pada takdir purba yang telah tercatat bersama semesta. Di hamparan tanah yang mulai sering basah karena embun dan rintik hujan, mereka sama sekali tampak tak resah. Sesekali ditiup angin yang agak kencang, di sana mereka menunggu lebur untuk pulang kerumah asal [M. Mushthafa, Daun-Daun yang Berpulang dalam 10 Bulan Pengalaman Eropa, hal. 41] Rasa syukur tiada henti setiap kali Mohammad Musthafa mengingat pengalamannya di Eropa selama sepuluh (10) bulan dalam rentang 2009-2010. Ketika menjalani studi di Utrecht, Belanda, dan Trondheim, Norwegia, dengan dukungan beasiswa dari Uni Eropa. Karena ada banyak pengalaman

10 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

yang didapat disana. Tidak hanya bekal materi, namun ada sisi lain yang juga mengsankan. “Selama di Eropa saya tak hanya memperoleh pengalaman akademik yang menarik, tetapi juga pengalaman hidup yang lebih berwarna. Perjumpaan dengan aneka manusia dengan latar yang sangat beragam, kehidupan di negeri dengan musim yang bahkan cukup ekstrem, hidup dalam tatanan sosial yang berbeda, nilai dan ideologi atau keyakinan yang berlainan, semua merupakan pengalaman berharga yang saya temukan dalam wajah Eropa,” cerita Kiai Mustafa. Muhammad Musthafa termasuk orang yang selalu bersyukur atas beberapa kejadian yang membuatnya lebih bermakna dan penuh warna. Ia mengaku sempat menulis sekitar 30 catatan bertajuk pengalaman Eropa. Catatan-catatan itu mengangkat tema yang beragam. Mulai dari pengalaman dari ribetnya mengurus dokumen sebelum berangkat, pengalaman bersepeda di Belanda, pengalaman “menggelandang” semalam di Frankfurt, pengalaman mengunjungi museum Anne Frank di Amsterdam, kesan lalu-lalang di kereta bawah tanah kota Paris, keterpukauan menyaksikan daun-daun yang berjatuhan di musim gugur, kesunyian musim dingin, keterpencilan kota Trondheim, Norwegia, di dekat lingkar kutub utara, dan sebagainya. Ada juga catatan yang ditulis Kiai Mustafa lebih setahun setelah kepulangannya dari Eropa. Tulisan itu mengenang sebuah tempat di dekat kampus di Trondheim yang menjadi eksotis saat musim semi datang dan bunga-bunga liar bertebaran di pinggiran hutan. Muhammad Musthafa, selain piawai dalam dunia menulis ia juga handal dalam memainkan Mata Lensa (Fotografer). Bakat terpendamnya dapat dilihat dari hasil jepretannya ketika di Eropa yang sekarang di jadikan pelengkap tulisan-tulisannya. Ia mengaku tak bisa mengabaikan foto-foto itu, karena sebenarnya beberapa tulisan justru lahir dari gambar yang ia rekam dengan kamera sakunya saat di Eropa. “Ini salah satu karangan hasil imajinasi serta olahan hati yang mendalam sewaktu 10 Bulan Pengalaman Eropa, Utrecht University, Belanda-NTNU,

Norwegia (2009-2010) yang diberi judul: A Lonely Biker.Ceritakanlah padaku tentang warna putih,” katanya. Kemudian, Kiai Mustafa bercerita tentang salju di suatu senja. “Sore itu, dari balkon apartemen yang masih dipenuhi salju, aku melihat seorang penyepeda keluar dari komplek Warande, Zeist, yang menampung sekitar seribu penghuni itu. Duduk di atas sadel, mengayuh pedal di jalanan yang licin dikelilingi pemandangan putih yang menghampar, di antara pohon-pohon menjulang yang juga memutih, aku seperti menangkap nuansa kesunyian yang hadir diam-diam. Ia tampak bersembunyi dalam tas kotak di belakang sadel sepedanya. Ia datang bersama butir-butir lembut yang telah mengurung benua ini di bawah titik nol. Dengan kepolosannya, ia telah menjungkalkan si penyepeda ke ngarai sunyi yang seperti tak bertepi. Kepada yang lain, ia telah memaksa mereka untuk memarkir sepedanya dalam gudang-gudang bawah tanah lebih lama. Sore itu tak ada sinar matahari. Butir-butir salju yang menghampar itu tak sedang berkilauan diterpa cahaya keperakan. Si penyepeda bergerak perlahan di jalanan kecil yang saljunya sama sekali tak disingkirkan. Ia tampak bersabar. Bunyi roda sepedanya yang berputar melewati butirbutir salju yang lembut itu sesekali diiringi oleh kicau burung di kejauhan. Tiupan angin yang tak sedang amat kencang kadang menjatuhkan salju di pepohonan. Beberapa tampak menerpa jaketnya yang berwarna hitam. Wahai penyepeda, apa yang tengah kau jemput di luar sana? Dari atas balkon, aku menyaksikan titik hitam itu bergerak perlahan di antara pemandangan putih yang tampak polos dan seperti berasal dari negeri kayangan. Putih salju, apa pun makna keberadaanmu, apa pun atribut yang kau antarkan kepadaku, aku tahu, bahwa suatu saat kau akan luluh, mencair, lalu menghilang, entah ke mana, untuk kemudian kembali di suatu masa,”. imam Rasyidi


MATA POLITIK

Reses Ketua DPRD H Herman Dali Kusuma seperti tiada waktu untuk menyapa konstituennya. Jeda dari aktivitas dewan untuk melakukan serap aspirasi (Reses), ia memanfaatkan untuk mengunjungi sejumlah ibu-ibu warga Kecamatan Talango. Hasil dari serap aspirasinya, Herman berjanji akan memperjuangkan di jalur legislasi demi kesejahteraan warganya.

Reses Wakil Suara Hati Nurani dari Dapil III

K

ediaman M. Ramzi di Desa Paragaan Daya terlihat ramai. Sepintas orang mengira ada hajatan pernikahan warga. Tapi warga mengurungkan asumsinya setelah melihat spanduk besar yang ditempel di emperan rumahnya. Ya..untuk kali pertama M. Ramzi menggelar serap aspirasi dengan konstituen yang mengantarkan dirinya duduk di gedung parlemen Sumenep. Menurut Zainullah, panitia acara reses, antusiasme warga begitu besar hingga melebihi kapasitas undangan yang disebar. “Tiap desa kami undang yang tersebar di tiga kecamatan dalam satu Dapi III,” cerita Zainul kepada Mata Sumenep.

Terlihat, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh agama hadir dalam serap aspirasi wakil partai Hati Nurani (Hanura). Dalam pidato politiknya, Ramzi berjanji akan selalu berjuang apa yang menjadi kebutuhan konstituen. “Apa yang menjadi uneg-uneg Bapak-Bapak sampaikan di forum ini. Kami akan memperjuangkan aspirasi bapak sekalian di gedung parlemen,” pinta M. Ramzi. Tanpa dikomando, beberapa permintaan keluar dari udangan. Rata-rata, permintaan warga perbaikan infrastruktur dan peningkatan ekonomi melalui bantuan (hibah).

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 11


Bincang santai; dari Kanan, Encung Jass, Zadey Gozal; berancang mencari bakat anak muda Madura dalam dunia musik rock

Kisah Legendaris SALTIS ROCK BAND Sumenep (3-Habis) Group Musik kebanggaan warga Sumenep ini berharap agar dunia musik Encung Hariadi Rock di Kabupaten sumenep semakin maju. Alasan dasar yang ia berikan vocalis eks Saltis : adalah Faktor Usia. Ingin mencari Regenerasi untuk meneruskan mereka. Usia barang kali yang menganjurkan mereka untuk sejenak berhenti bernafas dalam dunia musik. Keberadaan dan rutinitas serta tanggung jawab keluarga telah banyak menyita waktu, namun meski seperti itu, SALTIS Rock Band ini tak henti-hentinya berkarya dan mencari regenerasi selanjutnya.

“KESUKSESAN TIMBUL DARI KESADARAN”

E

ks personel Saltis Rock Band Sumenep kembali berkumpul. Mereka sedang mencari kobaran semangat jiwa seni pada generasi muda Sumenep. “Saya bercita-cita menggelar Festival Rock Band untuk mewarisi tonggak estafet Musik Rock di Sumenep” ujar Zady Gozal, eks Bass Saltis Rock Band kepada Mata Sumenep, saat kumpul kangen di rumah Ilyas, di Bumi Sumekar. Ada beberapa lagu yang mempunyai arti cukup mendalam bagi para Personil Saltis. Diantaranya lagu Sadar, tafsiran lagu Sadar yang diciptakan sendiri oleh sang vokalis Encung Hariyadi mengaku memiliki arti. “Banyak kehilangan, merasa jauh dari Allah, keberadaan yang terlalu mengakukan diri, sehingga saya sulit untuk mentaati perintah seorang ibu, saat itu saya sangat kehilangan kasih sayang seorang ayah”, tutur Encung-sapaan Encung Hariadi- pada Mata Sumenep. Dalam penciptaan lagu Sadar, Encung juga menceritakan jam 02.00 dinihari di jalan Karangduwak, Kecamatan Kota, Sumenep sekaligus menjadi saksi kegilaan dirinya, dalam kehambaan ia pulang menuju rumah. Hanya ibu yang senantiasa membukakan pintu, sembari mengusap wajah Encung yang sedang mabuk. Ditengah ketidak berdayaan itu sang Vokalis mengaku melepas lelah dalam ketidak sadaran, seperti yang menggema dalam lirik lagunya Disudut jalan bersinar seberkas lilin, bersama malam memeluk kesunyian, aku berhenti melepaskan lelah, bersandar menatap bintang satu dua. “Mata yang meremang, dunia telah meny-

12 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

ulapku sebagai maling kundang kedua didunia” Ungkap Encung Encung juga menambahkan bahwa apa yang dia lakukan hanya sebuah kegiatan tanpa arti yang tidak disadari. Ini pula yang Encung tuangkan dalam beberapa bait lagu ciptaannya. Dan kita kini aku pejamkan mata, ada berkas putih hinggap di depanku, ada desah bisikan di tengaku, di jantungku di uluh hatiku. Antara sadar dan tiada, terbuka mata hatiku tibatiba, menatap cahaya putih menjemputku, membersihkan hitamnya di hatiku. Ditengah terpaan badai kehidupan, Encung mulai sadar untuk berbenah diri. “Saya harus bangkit dan menjadi manusia yang sebenarnya”, pungkasnya. Kesadaranku kini telah datang, Bersama suara-suara menggugah sukma, Menyongsong dagu penuh kesucian, Mengajak kembali kejalan ilahi. Gejolak jiwaku, semangatku menyala, Membangun negeri ini bersamasama, Kepalkan tanganmu bersatulah semua, Tonggak bangsa ada pada diri kita. Group band asal Sumenep ini digawangi oleh Sade Gozal (Bass), Juswanto (Lead Gitar), Away Labenk (Keyboard), Encung Hariadi (Vocal), Zain Ibas (Alm / Bagian Drumer). Sejak baru berdiri Grup Band beraliran Rock ini berharap agar memiliki bibit unggul yang mampu membawa nama Saltis yang lebih populer lagi. Sebagai manager baru, Moh Ilyas mengungkapkan bahwa Group Saltis Rock Band, selama ini sudah berupaya untuk mengadakan ajang kreasi,

Gejolak jiwaku, semangatku menyala, Membangun negeri ini bersama-sama, Kepalkan tanganmu bersatulah semua, Tonggak bangsa ada pada diri kita.

dalam bentuk perlombaan yang anggotanya akan di ambil dari pemuda Madura, khususnya anak muda yang ada di Sumenep. Sebab menurutnya, Saltis Rock Band adalah group muasik pertama yang membawa nama Sumenep ke industri musik nasional. Setali tiga uang, keinginan sang manager tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam benak para personel group Saltis lainnya. Diungkapkan Sade Gozal (Bass), dirinya menagku ingin menampung dan membina generasi penerus Saltis selanjutnya. Mempermudah dalam memilih penerus baru yang berpotensi, khususnya di Genre Musik Rock. Sementara, Juswanto Sang Gitaris menuturkan, dirinya hijrah dari Solo untuk membangkitkan dunia musik di Sumenep, selama ini selalu melatih Generasi Penerus Musik Berbakat (GPMB) dalam memaikan gitar. Away Labenk sendiri mengaku mengikuti kepada saudara-saudara Saltis yang lain. “Kalau memang Even yang direncanakan teman-teman akan membangkitkan kualitas Jenre Rock di kalangan pemuda Sumenep dan Madura Pada Umumnya, besar kemungkinan dengan Even tersebut akan mendatangkan Aura baru disumenep. Sebab maju tidaknya sebuah musik tergantung sejauh mana personel-personel dalam musik tersebut mengalirkan Ide, serta mampu mengemas dan mentransfer ke generasi berikutnya.” Ungkap Keyboardis ini. imam rasyidi


pangesto

Pemkab terus melakukan terobosan untuk mendorong kesejahteraan warganya melalui bimbingan dan teknik kewirausahaan. Kali ini, sebanyak 30 kelompok dari organisasi wanita keagamaan yang tersebar di sejumlah kecamatan dilatih membuat Krispi Ikan sebagai bagian dari mencari tambahan pendapatan keluarga. Hasilnya? Banyak peserta yang merasa bersyukur bisa ikut dalam Bimtek Kewirausahaan yang digelar Bagian Kesmas.

Perempuan Keagamaan pun Dilatih dan Diberi Modal untuk Memulai Usaha

B

isa jadi ini kali pertama terjadi di Jawa Timur, ormas wanita keagamaan diberi bekal tatacara berwirausaha dan mendapat suntikan dana sebagai bekal memulai usaha. Syahwan Efendi, Kabag Kesmas mengakui jika Bimtek untuk organisasi wanita keagamaan sebagai bagian dari Grand Design Bupati A Busyro Karim dalam memacu kreatifitas dan inovasi warga di bidang jiwa wirausaha. Sehingga, ghairah usaha warga bisa terarah dan terjangkau. “Banyak potensi alam Sumenep yang sulit diolah menjadi produk bernilai ekonomis. Dengan Bimtek, para peserta dilatih satu objek wirausaha, seperti daging ikan, dengan sentuhan teknologi dan tata cara produksi dapat diolah menjadi produk krispi,” jelas Syahwan, kepada Mata Sumenep, yang ditemui di ruang kerjanya. Bimtek kewirausahaan organisasi wanita keagamaan ini digelar sejak tanggal 26-27 November 2014, ber-

tempat di salah satu hotel Sumenep. Achmad Hidayat, Kasubag Kesmas, menjelaskan beberapa tujuan gelaran Bimtek Kewirausahaan bagi Organisasi Wanita Keagamaan. Salah satunya, meningkatkan jiwa kewirausahaan yang mandiri dan tangguh sehingga memiliki daya saing dalam dunia pasar, setelah jiwa wirausaha yang Kreatif, Inovatif dan berwawasan Global. “Terpenting antar peserta dapat share informasi demi kerja sama wirausaha,” terang Hidayat. Peserta sangat antusias mengikuti materi pelatihan dari sesion ke sesion. Suguhan materi banyak mealokasikan waktu praktek. Dengan harapan usai kegiatan Bimtek, peserta bisa langsung memulai usaha barunya. “Alhamdulillah Pak Bupati bisa memfasilitasi kami untuk bisa berwirausaha,” tutur Wati, salah satu peserta dari kepulauan. imam rasyidi

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 13


PANGESTO

Foto Aynizar Sukma for Mata Sumenep

Operasi Bibir Sumbing Gratis

P

emerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep melakukan tindakan kemanusiaan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep bekerjasama dengan Yayasan Permata Sari Semarang, melaksanakan “Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis” yang bertempat di Rumah Sakit Islam (RSI) Garam Kalianget pada tanggal 05 - 06 Desember 2014. Pasien operasi tersebut terdaftar berjumlah 53 peserta berasal dari berbagai daerah Kabupaten Sumenep, termasuk juga dari kepulauan. Sementara menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep dr. H. A. Fathoni, M.Kes ada 2 peserta yang tidak bisa dioperasi lantaran kekurangan berat badan dan tidak sehat. “Hari ini yang datang masih 22 orang. Sementara 2 orang gagal karena berat badannya kurang,” papar Kadis Kesehatan Kabupaten Sumenep saat membacakan Laporan Kegiatan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis di halaman RSI Garam Kalianget. Acara peresmian Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis dihadiri oleh Bupati Sumenep yang membuka langsung acara serta meresmikan program operasi tersebut. Setelah itu bupati menyaksikan langsung proses operasi yang ditangani oleh 10 orang dokter dari Yayasan Permata Sari Semarang. Sementara untuk pihak Rumah Sakit Islam (RSI) Garam Kalianget hanya membantu segala kebutuhan yang diperlukan oleh para dokter, termasuk mempersiapkan segala kebutuhan pasien. Bupati Sumenep KH. Abuya Busyro Karim, M.Si dalam sambutannya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Yayasan

14 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

Permata Sari Semarang karena sudah peduli pada masyarakat Sumenep, utamanya bagi para penderita bibir sumbing dan langitlangit yang mayoritas penderita penyakit tersebut memang dari golongan tidak mampu. “Saya ucapkan terima kasih, karena sudah jauh-jauh datang dari Semarang, tidak lain hanya untuk melaksanakan tugas kemanusiaan untuk membantu kita semua masyarakat Sumenep,” ujarnya. Tujuan umum dari program Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis tersebut adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Sumenep. Dan tentunya memiliki tujuan khusus yaitu mengembalikan anatomi dan fungsi bibir dan langit-langit pada diri manusia dan meningkatkan kesehatan penderita penyakit bibir sumbing dan langit-langit hingga kembali optimal, berkarya dalam pembangunan di Kabupaten Sumenep. Ir. Endang Sri Parastri, SH. CN. MM. MBA Ketua Yayasan Permata Sari Semarang mengatakan apa yang dilakukan kepada masyarakat Sumenep memang tujuan dari setiap apa yang dilakukan selama ini. Kegiatan serupa ini sudah dilakukan di beberapa tempat di seluruh Indonesia. “Untuk melakukan tugas kemanusiaan, yaitu memberi bantuan Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit bagi saudara-saudara yang ada di Sumenep,” paparnya saat memberikan sambutan. Program ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat Sumenep. Bagaimana tidak, ketika pemerintah mengadakan program operasi yang sebenarnya terbilang sangat mahal. Tentu saja masyarakat me-

manfaatkan program ini dengan baik dan antusias. Terbukti pasien yang terdaftar juga ada dari daerah kepulauan, yang jaraknya terhitung lumayan jauh. Sampai pada tanggal 06 desember 2014 pasein yang dari kepulauan masih belum datang, namun pihak panitia mengatakan masih akan tetap menunggu dan melayani mereka. Salah satu anggota keluarga pasien dari desa Beraji Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep mengaku sangat bahagia dan berterima kasih pada Pemkab terutama kepada Bupati Sumenep. “Iya mas, program ini mendapat tanggapan yang baik. Karena sangat membantu pada masyarakat Sumenep, terutama pada penderita penyakit tersebut. Sehingga para penderita tidak merasa kurang lengkap lagi pada anggota tubuhnya,” tutur Hafidi saat ditemui Mata Sumenep di RSI Garam kalianget. Hal yang tak kalah penting dari program Operasi Bibir Sumbing dan Langit-Langit Gratis yang dilaksanakan atas kerjasama Pemkab dan Yayasan Permata Sari Semarang adalah tidak hanya menolong warga secara fisik. Namun juga telah membantu mengembalikan kepercayaan diri mereka secara psikologis. Menyembuhkan derita mental yang mereka alami. Sehingga tak heran apabila ucapan terima kasih dan rasa syukur kerap mengalir dari bibir penderita dan keluarga. Dengan demikian, visi bupati kali ini dapat dinilai sukses menyentuh sisi kemanusiaan dan patut mendapat dua jempol sekaligus. hairul


PANGESTO

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR. H. Moh. Anwar Sumenep, saat ini, memang masih terkategori C. Meski begitu, ternyata RSUD ini mempunyai keunggulan dan ciri khas yang tidak dimiliki Rumah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah di tiga kabupaten lain di Madura. RSUD Moh. Anwar sudah lama memiliki Hemodialise.

RSUD Sumenep Berbenah dengan Memiliki Alat Pencuci Darah

R

umah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR. H. Moh. Anwar Sumenep, saat ini, memang masih terkategori C. Meski begitu, ternyata RSUD ini mempunyai keunggulan dan ciri khas yang tidak dimiliki Rumah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Daerah di tiga kabupaten lain di Madura. RSUD Moh. Anwar sudah lama memiliki Hemodialise. Peralatan Hemodialise di RSUD Sumenep tergolong anyar. Alat ini menjadi pencucian darah yang dapat membuang cairan berlebih dan zat-zat berbahaya dalam tubuh. Melalui alat dialysis ini, menjadi fungsi ginjal yang rusak.Keunggulan ini yang terus dijaga dan dikembangkan oleh manajemen RSUD dalam rangka memenuhi kepuasan pelayanan kesehatan bagi pasien. Sehingga pasien tidak lagi pergi ke Surabaya untuk cuci darah. Direktur Utama, RSUD DR. H. Moh. Anwar, Sumenep, dr Fitril Akbar mengaku bangga atas keunggulan Rumah Sakit yang dikelolanya. “Keunggulan yang kita miliki dari tahun 2005 memang sudah mempunyai program Cuci Darah (hemodialise). Sementara ini Rumah Sakit seMadura masih belum mempunyai Program itu, kecuali baru tahun ini ada di Pamekasan” tutur Fitril, kepada Mata Sumenep, yang ditemui di ruang kerjanya. Semula RSUD yang beralamatkan di Jl. Dr. Cipto No. 42 Kolor Sumenep ini memiliki 2 perangkat Hemodialise. “Alhamdulillah, saat ini su-

dah memiliki 7 perangkat Hemodialise. Sehingga Pasien dari Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sampang melakukan cuci darah ke RSUD Sumenep. Kecuali pasien dari Bangkalan yang memiliki akses dekat dengan Surabaya,” terang Fitril. Selain peralatan hemodialise, RSUD Sumenep juga memiliki dokter psikiater. Dokter khusus penyakit jiwa ini mulai membuka praktek di tahun 2014. Kendati demikian, Fitril masih mengaku ada yang kurang untuk memanjakan pasien. Karena itu, ia selalu mencari tambahan dokter spesialis untuk menunjang kebutuhan penyakit pasien. Dan di tahun ini juga Fitril berhasil mendatangkan 4 dokter spesialis. Seperti, dokter spesialis hemodialise, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis rehabilitasi medis, dan dokter spesialis interna. Pihak manajemen RSUD DR. H. Moh. Anwar Sumenep terus berbenah. Selain memperbaiki alat kesehatan, Fitri mengaku sudah mulai berbenah dengan merevitalisasi sistem administrasi yang ada. Dengan cara mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia yang sudah dimiliki. Karena menurut dr. Fitril pihak manajemen tetap mengejar target agar masuk Rumah Sakit kategori B. Syart untuk mewujudkan mimpinya adalah memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. “Bahkan kami minta ke provinsi untuk melengkapi kekurangan rumah sakit ini,” tambah Fitril.

Sarana penunjung bagi kemajuan pelayanan RSUD, pihak manajemen sudah melakukan perbaikan terhadap sejumlah fasilitas yang ada. Terutama alat-alat kesehatan (Alkes) yang tergtolong udzur. Langkah ini ditempuh Fitril, lagi-lagi demi kenyamanan pelayanan kesehatan serta kemaslahatan masyarakat Sumenep. “Motto kami, pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama. Bahkan bangunan yang kini masih dalam tahap proses penyelesaian dikhususkan untuk membantu masyarakat Sumenep yang memiliki ekonomi kelas menengah ke bawah. Yaitu masyarakat yang tergolong tidak mampu. Hal ini sesuai dengan visi Bupati Sumenep Kiai Busyro” ungkap dr Fitril di sela-sela perbincangannya dengan Mata Sumenep. Menanggapi isu yang beredar selama ini tentang pelayanan kesehatan melalui jalur Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), terkesan menjadi pelayanan nomor dua, Fitril menjelaskan bahwa jalur JAMKESMAS memang memiliki prosedur yang sangat sulit. Saat ini, kata Fitril, prosedur JAMKESMAS sudah dipermudah. Tapi, Fitril menampik jika dibilang RSUD Sumenep tidak memperhatikan pelayanan pasien berobat gratis. “Buktinya, bangunan baru itu untuk masyarakat ekonomi bawah atau fasilitas pengobatan gratis,” papar dokter yang beralamat di Jl Kapten Krisna. Hairul/Rafiqi

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 15


mata potensi

Dari kiri atas: Menu Ikan Sengik yang menjadi menu andalan pengunjung. Suasana Pasar Minggu dan Promo hasil KWT binaan Disperta Produk Olahan Snack dan Mie Jagung Super Mantap yang digelar Bappeda

Pasar “Ciptaan” Kuliner

N

urul Hasanah,45, penjual Ikan Sengik mengaku kewalahan. Ia harus menambah pelayan sebanyak lima orang untuk melayani pengunjung yang selalu berjubel di standnya. Kali pertama berjualan ikan bakar sengik, ia hanya berdua. Kian minggu penikmat ikan jualannya itu meningkat. Sehingga, Hasanah mengajak saudara lainnya agar turut membantu untuk melayani pembeli tidak lama menunggu. “Saya ajak saudara-saudara saya di rumah, agar pelayanan lebih optimal,” jelas Hasanah, sekitar enam bulan lalu ia memulai jualan di Pasar Minggu. Seperti biasa, sebelumnya, ia berjualan ikan hasil tangkap nelayan Pasongsongan, di Pasar Anom Baru. “Ada teman yang menyarankan saya jualan di sini (Pasar Minggu, Red.). Alhamdulillah mas, banyak yang beli ikan Sengik,” katanya kepada Mata Sumenep. Ikan sengik merupakan istilah yang dilontarkan pembeli karena rasa sambal yang dioleskan pada ikan bakarnya terasa sengik alias terasa pedas. Ikan yang dibakar bervariasi. Ada ikan tongkol, tengiri, dorang dan pindang. Harga ikan tersebut bervariasi. “Kalau ikan dorang ukuran sedang Rp 10 ribu per biji. Ikan pindang, Rp 2 ribu per biji. Sedangkan Ikan Tengiri Rp 15 ribu per biji. Ikan tongkol tergantung musiman,” jelas Hasanah. Dari hasil jualan dagangannya, Hasanah bisa mengantongi pendapatan sekitar Rp 2 juta. Ter-

16 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

gantung jumlah ikan yang diperdagangkan karena masih tergantung musim di laut. Saban hari Minggu area depan Keraton memang menjadi pusat Kuliner khas Sumenep. Aktivitas Pasar “ciptaan” ini tidak berlangsung permanen. Penjual mulai membuka lapak dagangannya, pada pukul 05.30 pagi dan berakhir pada pukul 08.30. Diluar jam itu, stand-stand yang difasilitasi Bagian Perekonomian ini kembali bersih seperti semula. Dan waktu tiga jam ini menjadi lalulintas kuliner baru bagi warga Sumenep. Sebab, kuliner khas Sumenep yang sulit ditemukan, tersedia di sejumlah stand, termasuk kuliner modern hasi kreasi warga dan produl olahan lokal. Seperti, lopes, gettas, kleppon cettot, mentto, buggul, donat aneka rasa,produk mengkudu;teh dan kopi mengkudu, dan sebagainya. Terbaru, promo produk olahan Snack dan Mie Jagung yang diproduksi KWT binaan Disperta, digelar oleh Bappeda. Waktu promo, harga jual snack dan mie jagung tergolong murah. Sehingga banyak ibu-ibu yang memborong produk khas Sumenep untuk buah hatinya.

“Ini bagian dari sosialisasi hasil kreativitas dan inovasi warga Sumenep. Kalau, launching produk, pada waktunya nanti, pak bupati sendiri yang akan meresmikan,” terang Kepala Bappeda, Raden M Idris, kepada Mata Sumenep. hairul

Minggu yang ar as P an ir ad Keh men- n o at er K an ep d berlokasi di keber- g n ko yo en p tu jadi salah sa

umenep menyaS b ka em P an il has ayaan ekonomi rd be em p a ar ju bet Institute of Pro os P a w Ja he T i dar Para pedagang ). IP P (J i m no Oto enambah penm tu an rb te t ga san jualnya. Terleil as h an at dap asal Pasongan ik g an ag ed p , bih menjajakan Ikan g n ya , n ga n so jadi menu favorit en m k, gi en S ar Bak kedar sarapan. se k tu n u li be pem


mata desa

Camat yang Doyan Traktir Staf

A

da yang menarik dari Bapak Camat Lenteng, Agus Dwi Saputra di mata para stafnya. Salah satu kebiasannya, ia suka (doyan) mentraktir anak buahnya untuk makan bareng. Hal ini ia lakukan demi menambah keakraban dan merekatkan hubungan emosi antar staf dan camat. Pengabdian Camat Agus, diawali dari Kaur Kemasyarakatan di Kecamatan Arjasa, pada tahun 1997, kemudian pindah pada jabatan Kasupsi Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pasongsongan di tahun 1999, Kasupsi Sarana dan Prasarana di Kecamatan Lenteng pada tahun 2001. Setelah itu, ia pindah tugas ke Giligenting sebagai Sekcam pada tahun 2006, dan Sekcam Pragaan pada tahun 2008. Pada tahun 2011 ia mendapat promosi

sebagai Camat Pasongsongan dan pada tahun 2012, bertugas di Kecamatan Lenteng. Ayah dari Billie Aldero Surya Saputra dan Calish Almira diah Saputra, berikrar untuk menyerahkan tenaga dan pikiran guna memimpin masyarakat Kecamatan lenteng ke depan. Meski dilahirkan di Madiun,02 Oktober 1972, suami dari Diah Suryani Widayati. ST ini, mengikuti lazimnya orang Madura. Ia piawai menyikapi aneka problem yang menimpa masyarakat Kecamatan Lenteng. Kondisi ekonomi Kecamatan Lenteng secara garis penduduk, 50 % lebih bekerja sebagai Petani . Secara geografis Lenteng sangat cocok dengan potensi pertanian tembakau, padi, dan jagung. Sebagian di antara masyarakat lenteng berdagang sapi, kambing, ayam dan beberapa jenis kerajinan tangan oleh masyarakat sendiri. Setiap tugas yang diemban Alumni Universitas Wiraraja Sumenep dan Universitas WR Supratman Surabaya ini memberi jejak kemajuan yang baik. Penampilannya sederhana dan tutur katanya yang lembut namun tegas dalam hal-hal prinsip, masih tersimpan di hati anak buah yang dipimpinnya. Birokrat sejati mungkin itu gambaran yang tepat dari sosok Agus Dwi Saputra. Kesejatian itu memang ia bentuk dari kiprah dan perannya saat bertugas, yang bukan sekedar untuk jabatannya tapi pada pilihan untuk bermakna bagi orang lain melalui jalan kepamongprajaan sebagai pilihan hidupnya. Bagi Agus, nilai kedinasan yang menjadi prinsipnya juga jauh untuk tidak selalu Asal Bapak

Senang ABS dan sok kuasa serta membentak-bentak anak buah. Prinsip anti kekerasan ini kiranya telah jadi pilihannya selama perjalanan dinasnya. Bahkan menurut salah satu karyawan yang enggan menyebutkan namanya mengatakan bahwa bapak Camat sering membagi-bagi rezeki seperti saat selesai shalat Jum’at ia sering mengajak staf kecamatan untuk makan bareng. Berbekal pengalaman di birokrasi pemerintahan, bersama karyawan lain, ia akan melakukan tata kelola birokrasi sesuai jobdisk dan jenjang karir. Kemudian menerapkan birokrasi dan manajemen pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, dan profesional serta bebas dari korupsi. “Sebagai camat, saya tidak akan bisa bekerja tampa karyawan lain. Saya bersama jajaran Karyawan Kecamatan Lenteng hanya menjalankan segala sesuatu yang telah menjadi kewajiban dan akan berdampak baik untuk Kecamatan Lenteng kedepan,” tutur Agus kepada Mata Sumenep yang menemui di rumahnya yang asri. Diah Suryani Widayati. ST selaku Istri dari Camat lenteng ini sangat merasa bangga pada bapak Agus. Pasalnya, Bapak Agus termasuk Camat dan Kepala Keluarga Serta ayah dari Billie Aldero Surya Saputra dan Calish Almira diah Saputra mampu menjalankan segala bentuk kegian yang menjadi rutinitasnya sebagai Camat Lenteng. Menurut Diah, suaminya termasuk orang yang romantis, bukan berarti menomerduakan pekerjaan. Agus bisa memposisikan dirinya sebagai seorang suami dan sebagai seorang camat. imam rasyidi

Kades Mengutamakan Keamanan dan Ketentraman Warga

M

as’odi biasa dipanggil Kades Nyook. Panggilannya sangat sederhana, akan tetapi tidak sesederhana kharismanya kepada banyak orang. Walaupun tidak berperawakan perwira, dan berotot kekar, tetapi setiap tatapannya awas. Petuahnya adalah sebuah keharusan yang mesti dilaksanakan. Kewenangannya tidak disewenang-wenangkan. Selalu berpijak pada kebenaran. Sehingga wajar jika sampai hari ini desa yang dipinpinnya tetap berada dalam garis aman. Jauh dari kerusuhan, pencurian, sehingga masyarakat pun tentram dalam menjalani kehidupan. Siang tenang bekerja, dikala malam datang nyenyak mengarungi mimpi. Sebagaimana cita-cita warga yang selalu mendambakan ketentraman, aman dan penuh kedamaian. Maka sangat wajar, apabila persoalan keamanan suatu wilayah atau desa selalu dilekatkan pada keberhasilan peminpin atau kepala desanya (Kades). Apabila desanya aman, berarti kepala desanya sukses dalam masa kepemimpinannya. Begitu kata sebagian warga Desa Longos. “yang paling utama bagi kami adalah desa kami tentram dan aman dari gangguan pihak luar,” ujar Mas’ad kepada Mata Sumenep. Tidak heran jika Kades Desa Longos menjadi

penguasa tunggal di desanya. Meski status sebagai kades h lebih dari dua periode, tetap tidak ada warga yang menyaingi dirinya. Sehingga pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) beberapa hari lalu, ia harus berduel dengan isterinya sendiri, Tahira. Akhirnya, Nyook kembali terpilih sebagai kepala Desa Longos. Menurut Syamsul Arifin, 21, warga Longos tetap percaya kepada Nyook karena selama kepeminpinan Nyook, desanya aman dan bebas dari pencemaran. Misalnya, di desa yang berdempetan dengan Desa Andulang itu memberlakukan undang-undang tak tertulis tentang hubungan mesum. Maksudnya peraturan tersebut adalah apabila ketahuan ada sepasang lelaki dan perempun yang belum terikat tali pernikahan kepergok bermesrahan di kawasan Longos akan dinikahkan apabila keduanya belum memiliki suami atau isteri, dan apabila keduanya sudah memiliki tanggungan pasti akan dipasrakan kepada keluarganya. Yang lebih mengherankan, menurut pengakuan Esso,35, warga luar Longos, dua bulan yang lalu Nyook mengadakan pesta perkawinan putranya, saat itu ada sepeda motor milik undangan yang hadir hilang. Otomatis si pemilik cemas

Kades Nyook mendampingi Bupati A. Buysro Karim saat resepsi pernikahan putrinya dan bingung akan dicari kemana sepeda miliknya itu. Namun, kecemasan sirnah, ketika Nyook yang berstatus sebagai Shahibul Hajah dengan tegas mengatakan kepada pemilik sepeda “patenang, anika beni sampean se kaelangan, tape kaule, sepeda motorra pakkun abeli, tak kera sampek sa areh”. Dan kata-kata itu terbukti, karena tidak sampai satu hari sepeda motor itu kembali ke tangan pemiliknya. Tentu semua itu berkat ketangkasan dan tajamnya jaringan yang dimiliki sang Kades. rusdiyono

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 17


ADVERTORIAL

Dishutbun Bagi 72 Hand Traktor dan Tanam 1 Miliyar Pohon

P

emerintah Kabupaten Sumenep, melakukan kegiatan penanaman dan penyaluran bibit pohon tahun 2014. Penanaman pohon dilakukan pada Rabu (10/12/2014) bertempat di Desa Nyabakan Barat, Kecamatan Batang-Batang Sumenep Madura. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan Puncak Peringatan Hari Menaman Pohon Indonesia (HMPI), Bulan Menaman Nasional (BMN) Dan Pekan Penghijauan Dan Konservasi Alam (PPKA) tahun 2014. Kegaiatan yang melibatkan beberapa kelompok tani (POKTAN) ini bertujuan melestarikan lingkungan serta menjaga keseimbangan alam terutama yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep. Kebiasaan menanam serta merawat alam, terutama pohon yang ada, diharapkan akan semakin meningkat. Dalam sambutanBupati Sumenep, A Busyro Karim menjelaskan, bahwa menanam pohon dan merawatnya merupakan salah satu bentuk ibadah. Dalam Islam diajarkan untuk menjaga ekosistem yang tersedia di alam, termasuk menjaga tanaman agar tetap terpelihara dengan baik . “Dengan adanya kegiatan ini, Mari kita niatkan kegiatan menanam pohon ini sebagai salah satu sarana ibadah,” ungkap Busyro Karim Beberapa lahan yang ada saat ini telah mengalami kerusakan, disebabkan semakin meningkatnya aktifitas masyarakat yang menebang pohon, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam, dengan cara menanam pohon. Sebagai pengganti pohon yang sudah mulai punah. Busyro Karim menambahkan, saat ini alam yang dimiliki Indonesia merupakan tempat bagi keanekaragaman tertinggi yang memiliki hutan sekitar 10 persen dari lahan tanaman yang ada di dunia. Sementara itu, alih fungsi lahan yang hilang mencapai 8.400 hektar pertahun hampir 3 kali lipat akibat kegiatan penambangan liar hutan dunia. “Oleh karena itu, saya mengajak warga Sumenep

18 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

untuk rajin menanam pohon, termasuk memeliharanya agar bumi kita tetap subur,” jelas Busyro. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Sumenep, Ir. Edy Sutrisno, mengungkapkan, sasaran kegiatan penanaman pohon di Sumenep, “ Yang kita lakukan penanaman pohon dilokasi kawasan hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan rusak, atau tidak produktif, termasuk di kawasan kritis, serta lahan kosong yang ada di sejumlah wilayah di Kabupaten Sumenep” ungkap Edy. Kegaiatan ini dijelaskan Edy, dalam rangka mendukung program pemerintah RI yang baru meliputi ketahanan pangan serta sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia. “Kegiatan ini sesuai dengan tema Hari Menanam Pohon tahun ini, yakni ‘Hutan Lestari Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan, Air dan Energi Terbarukan,” Edy menjelaskan bahwa jenis bibit pohon yang akan ditanam, berjumlah 13 jenis bibit pohon. Untuk jenis pohon yang ditanam, seperti pohon jati, mahoni, akasia, sawu kecik, motua, gaharu terang besi, tanjung, kesambi, nyamlong, sengon, sukun dan nangka. Total yang akan ditanam mencapai 1.940.901 pohon

PEMBAGIAN 72 HAND TRAKTOR Dishutbun kembali memberikan bantuan 72 hand traktor pada kelompok tani yang ada di Kabupaten Sumenep. Masing-masing kelompok, mendapat satu buah hand traktor lengkap dengan gerobaknya. Bantuan yang bersumber dari dana DPAAPBD DBH CHT 2014 tersebut, diserahkan oleh Bupati pada kelompok tani yang tersebar di 16 Kecamatan bertempat di Aula Rimbauan Dishutbun Sumenep Senin (8/12/2014). Dalam sambutannya, Bupati Sumenep A Busyro Karim, menjelaskan bahwa bantuan peralatan pertanian yang diberikan kepada para petani, diharapkan menjadi awal bagi kebangki-

tan ekonomi masyarakat Sumenep. Dapat mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan para petani. Busyro menambahkan, bahwa penyaluran bantuan kepada para kelompok tani dapat bermanfaat, bagi para petani Sumenep. “72 hand traktor yang kami bagikan pada 72 kelompok tani, semata-mata untuk merangsang para petani agar lebih giat dalam mengelola lahan pertanian, utamanya para petani tembakau yang terkadang kesulitan membajak sawahnya menggunakan sapi, makanya kita bantu dengan handtraktor,” kata Bupati Sumenep, A Busyro Karim, saat memberikan sambutan pada penyerahan hand traktor. Lebih lanjut A. Busyro berharap kepada para petani penerima bantuan hand traktor agar memanfaatkan peralatan pertanian tersebut dengan baik. Sehingga dengan fasilitas yang diberikan, diharapkan hasilnya lebih bagus dan dapat mencari ruang dalam hal pemasaran hasil pertania. Edy Sutrisno, mengungkapkan kegiatan ini merupakan kegiatan penguatan ekonomi masyarakat, di lingkungan penghasil tembakau berupa bantuan sarana produksi. Bantuan ini sangatlah penting, potensi tanah Sumenep yang cocok di sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat sumenep mempunyai mata pencaharian pertanian. “Tujuannya untuk meningkatkan kualitas tembakau, mempermduah pekerjaan petani, serta terwujudnya penguatan ekonomi masyarakat khususnya petani temkabau yang dapat mendorong ekonomi daerah utamanya peningkatan kesejahetaran petani,” tutur Edy Edy juga mengaku bangga bisa menyalurkan bantuan pada kelompok tani. “Alhamdulillah akhirnya kita dapat menyalurkan bantuan pada tahun 2014 ini, mudah-mudahan dengan bantuan hand traktor, para petani yang ada di Sumenep lebih semangat untuk bercocok tanam utamanya tanaman tembakau, sehingga penghasilan petani bisa meningkat,” ujar Edy.**


KISAH DIBALIK PENDOPO

eh......Bupati Mencangkul!!!

P

emimpin tidak bisa lepas dari masyarakat. Kedatangannya selalu ditunggu. Kata-katanya adalah janji yang harus ditepati. Sehingga warga merasa nyaman dan damai hidupnya. Selain itu seorang peminpin dituntut untuk terus berupaya mengangkat taraf kehidupan rakyatnya, baik masalah perekonomian, pendidikan, ketahanan pangan, dan kesehatan lingkungan. Semua itu telah diusahakan oleh Bupati Sumenep Kiai Haji Abuya Busyro Karim. Pada hari Rabu, 10 Desember 2014 rombongan orang nomor satu di Sumenep itu tiba di Desa Nyabakan Barat Kecamatan Batang-Batang, arah jarum jam berada pada angka 09.15 WIB. Setelah Bupati Busyro Karim turun dari mobil dinasnya, langsung disambut oleh tokoh masyarakat setempat, warga juga ikut berjubel untuk bersalaman dengan bupati. Tidak kalah sibuknya dengan warga, Camat Batang-Batang, Anwar Syahroni Yusuf tampak mondar mandir menyambut kedatangan tokoh panutannya. Kehadiran bupati ke desa itu dalam rangka menghadiri acara puncak Peringatan Hari Menaman Pohon Indonesia (HMPI), Bulan Menaman Nasional (BMN) Dan Pekan Penghijauan Dan Konservasi Alam (PPKA) tahun 2014. Suasana semakin ramain setelah Grup Drumband memainkan aksinya. Bahkan seni musik Hadrah juga ikut menyambut kedatangan bupati. Dengan kaos warna putih kombinasi hijau yang dikenakan, bupati terus mengumbar senyum sembari menyapa seluruh pengunjung yang hadir. Rupanya ribuan orang itu tak mau kalah,

dikala bupati menyapanya, mereka semua serentak berdiri sebagai pemberian hormat baginya. Berselang beberapa menit kemudian bupati beserta rombongan duduk di kursi yang berwarna biru tua dengan posisi menghadap ke timur. Tidak jauh darinya, duduk pula Sekrataris Daerah (Sekda), Hadi Soetarto, disebelah kiri duduk berdampingan isteri Pak Atok, Nunuk H Luthfia, dan ketua TP PKK Kabupaten Sumenep, Nurfitriana. Keduanya tampak berbincang. Tepat pada jam 10.00 Wib, acara dimulai, pembawa acara dalam kesempatan itu, Ibu Ailiyatus Zaliha. Dengan membaca Basmalah sebagai kalimat pembuka pada acara tersebut. Seterusnya dilanjut dengan pembacaan do’a, dan dipinpin langsung oleh Kiai dan Budayawan Nasional, D. Zawawi Imron. Dalam do’anya beliau memohon kepada Allah SWT, agar tanah Indonesia tetap subur, serta pohon-pohon yang ditanam dapat bermanfaat untuk kehidupan manusia. Pada saatnya, tiba giliran bupati menyampaikan kata sambutan, sontak sebagian undangan berdiri kembali, sebab, junjungannya itu akan menaiki panggung yang terbuat dari kayu beratap anyaman daun siwalan. Dengan menucapkan salam, bupati memulai sambutannya. Sanjungan dan harapan telah disampaikan kepada masyarakat. Dalam sambutannya, bupati berharap, agar masyarkat kembali menghidupkan budaya-budaya lama yang positif. Bupati menyebutkan, kalau dulu, orang mengadakan selametan sunatan dan pesta perkawinan biasanya akan di-

awali dengan menanam pohon terlebih dahulu, sebagai ritualnya. Tetapi pada kenyataannya semua itu telah sirnah. Semoga tradisi yang seperti itu bisa hidup kembali khususnya di Sumenep ini. Selain itu, bupati menambahkan, agar masyarakat tidak hanya gemar menanam, tetapi juga rajin merawat pohon yang telah ditanam. Setelah sambutan selesai, beberapa menit kemudian, pembawa acara meminta bupati dan isterinya agar melepas balon serta beberapa ekor merpati putih. Eh.....ada kejadian tak terduga. Bunda Fitri panggilan akrab isteri bupati, memperbaiki topi bupati dan membuang benang yang menggangu keeolokan topi suaminya itu. Sungguh romantis dan patut dicontoh. Tiba-tiba terdengar kembali suara Master of Ceremony acara tersebut. Ternyata semua itu adalah kata-kata terakhir untuk menghari acara yang berlangsung dengan meriah itu. Dan kali ini tiba giliran bupati untuk menanam bibit pohon. Ternyata...bupati juga lihai mengcangkul. Kelihaiannya bupati membuktikan kalau dirinya senang dalam bekerja. Dan setelah semuanya selesai, rombongan kembali bersiap-siap menuju ke Rumah Dinas di Sumenep. Pak Sufiyanto langsung sigap menyiapkan semuanya, dengan cara membukakan pintu mobil bupati. Bupatin pun masuk kedalam mobilnya, dan berangkat dengan diringi Satuan Polisi Pamong Praja, yang dipimpin langsung oleh bapak Abd. Majid. rusydiyono

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 19


Jejak Ulama Sumenep Masih di masa Jepang, dari penuturan cucunya R Mohammad Arif, dari ayahnya K R Abdul Jamal, Jepang tiap malam selalu melarang warga agar mematikan lampu atau sejenis penerangan tradisional lainnya. Tujuannya agar bisa menjarah barangbarang milik warga pribumi. Namun Kiai Wongso malah menyalakan penerangan mulai dari luar rumah hingga dalam rumah. Hal itu diketahui oleh tentara Jepang, dan langsung didatangi. Anehnya meski Kiai Wongso duduk di beranda rumahnya dekat lampu namun sosoknya tidak terlihat oleh para serdadu Jepang.

Kiai Wongsoleksono

Kiai Thariqah Salah Satu Pendiri NU Sumenep

D

alam keseharian, Kiai Wongso merupakan sosok yang sederhana dan sufi. Meski memiliki harta warisan berupa tanah ratusan hektar di Ambunten, semuanya beliau berikan kepada KH Aliwafa Ambunten. Sedangkan oleh Kiaai Aliwafa ditukar dengan tanah yang saat ini menjadi pondok pesantren di Ambunten. Beliau juga pernah diminta Bupati Soemar’oem untuk membagi tanah di kebun mete kecamatan Batuan. Sebagai pembagi, Kiai Wongso diberi hak mengambil bagian sesukanya. Namun anehnya tidak sejengkalpun yang beliau ambil. Banyak juga kalangan santrinya, ikhwan thariqah dan para pejabat yang sering berkunjung ke beliau menawarkan bantuan untuk membebaskan lahan di dekat dhalemnya di Pandian dan membangunkan sebuah pesantren bagi beliau. Hal itu karena langgar tempat beliau mengajar, dan tempat berkumpulnya para ikhwan thariqah Naqsyabandiah Muzhhariah sudah tidak muat. Namun selalu beliau tolak. Kebetulan Kiyai Wongso juga sebagai Ketua Khawajakan Thariqah Naqsyabandiah di Sumenep. Di bidang organisasi, Kiai Wongso juga termasuk tokoh yang ikut mendirikan NU Sumenep, bersama KH Usymuni dan tokoh-tokoh kiai lainnya. Beliau juga aktif di dunia kepenulisan. Namanya juga sering menghiasi majalah atau jurnal milik kalangan Nahdliyin.

Keluarga Kiai Wongsoleksono menikah beberapa kali, dari empat orang isteri beliau memiliki 13 orang putra-putri. Isteri pertamanya ialah kakak Kiai ‘Aliwafa, Ambunten, Nyai Nursihah. Dari Nyai Nursihah dikaruniai tiga anak; Nyai Raudlatul Makhfiyah, Nyai Mahmudiyah dan K R Muhammad Mud’har. Setelah Nyai Nursihah meninggal, beliau menikah lagi dengan R Ajeng Su’udiyah dari Kepanjin Sumenep. Dari isteri kedua lahir K R Muhammad Mahfuzh dan K R ‘Ainurrasyid. Isteri ketiganya Nyai Siti Khadijah dari Bangselok, menurunkan enam putra-putri, yaitu Nyai Rusydiyah, K R Abdul Jamal, Nyai Hasanah, K R Hasanuddin, Nyai

20 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

Sun’ah, dan K R Isma’il. Isteri keempatnya Nyai Fathimah dari Rubaru, melahirkan seorang putri bernama Nyai Hj Husniyah. Beliau juga menikah dengan seorang perempuan dari desa Daramista dan perempuan dari desa Pamolokan, namun tidak dikaruniai keturunan.

Ahli di bidang Fiqh Kiai Wongso di kalangan para ‘ulama di masanya dikenal sebagai ahli di bidang fiqih. Tidak sedikit para ‘ulama yang mengakuinya. Seperti contohnya Kiai ‘Aliwafa Ambunten, kepada para santrinya dan para pengikut thariqah serta pada masyarakat selalu menganjurkan, “kalau masalah hukum (fiqih), mengajilah kepada Kiai Wongsoleksono,” dawuhnya. Setelah pensiun dari jabatan penghulu dan Klerk Kepala Kantor Kecamatan, Kiai Wongso diminta oleh direktorat Peradilan Agama RI untuk menjadi hakim anggota honorer pada pengadilan Agama Sumenep. SK Pengangkatannya tertanggal 1 Oktober 1968, ditanda tangani oleh Direktur Peradilan Agama RI, KHA Zaini. Kealimannya juga sangat diakui oleh Hakim Ketua Pengadilan Agama Sumenep waktu itu, KHA Mu’min Hanafi. Menurut beberapa sumber dari pengadilan agama, untuk kasus-kasus yang berat, sidang selalu ditunda jika Kiai Wongsoleksono berhalangan hadir. Pada waktu hidupnya juga banyak kalangan kiyai yang saling berkunjung ke kediaman beliau di desa Pandian. Seperti KH Usymuni Terate, KH. Abdulwali, Slopeng, KH Asnawi Jambu, Sayyid Idrus al-Jufri, KH A Mu’min Hanafi dan lain-lain. Kiai Wongso juga sering mengadakan pengajian umum di langgarnya di Pandian. Tidak sedikit santri-santrinya yang mengikuti secara mustami’an. Bahkan santri-santri Ponpes Terate oleh Kiyai Usymuni sering diperintahkan agar mengikuti pengajian Kiai Wongso. Yang tercatat sebagai santri beliau diantaranya ialah KH Taqiyuddin ‘Arif, putra KH Zainal ‘Arifin Terate sekaligus adik Kiyai Usymuni; KA Dahlan Palasa; Tuan Sa’id kampung Arab, dan lain-lain.

Disamping ‘alim di bidang fiqih, Kiai Wongso juga menguasai beberapa bahasa Asing selain bahasa ‘Arab, yakni bahasa Cina, bahasa Belanda, dan bahasa Jepang.

Perang Pacca’ Tahun 1970-an di masa pemerintahan bupati Soemar’oem, terjadi insiden yang selanjutnya dikenal dengan Perang Pacca’. Saat itu atas instruksi Sekretaris Daerah Setiyawan, dilakukan penggeseran arah kiblat masjid Jami’ Panembahan Sumolo. Perubahan itu dibarengi dengan pemberian garis shaf mengikuti arah kiblat yang baru. Sontak, keputusan itu tidak bisa diterima oleh para ‘ulama di Sumenep. Termasuk di antaranya Kiai Wongsoleksono selaku Imam di Masjid Jami’ Sumenep. Akhirnya, sebagai bentuk reaksi beliau tidak bersedia lagi memimpin shalat berjamaah di Masjid Jami’, termasuk shalat Jum’at setiap minggunya, selama arah kiblat tidak dikembalikan seperti semula. Reaksi beliau ini diikuti oleh ‘ulama-ulama lain yang biasa juga memimpin shalat di Masjid Jami’. “Akhirnya setiap Jum’at, Kai (ayah; red) shalat Jum’at di Masjid-masjid lain. Setiap Jum’at beliau dijemput oleh Kiai Usymuni Terate menggunakan mobilnya untuk menunaikan shalat Jum’at di beberapa tempat, bahkan ke pelosok-pelosok. Saya tahu karena saya yang selalu diajak,” cerita Kiai Hasan Bahkan, saat sampai di suatu masjid, jika Imam atau Khatib shalat Jum’atnya tahu kalau Kiai Wongsoleksono datang, Imam atau khatib itu mundur dan mempersilakan Kiai Wongso untuk berkhutbah sekaligus mengimami shalat Ju’mat. Perang Pacca’ itu berlangsung beberapa lama, sampai akhirnya arah kiblat dikembalikan sebagaimana awalnya. Konon, perubahan itu karena Sekda Setiyawan jatuh sakit bahkan kakinya harus diamputasi seusai merubah arah kiblat. bersambung m. farhan muzammily


MATA PESANTREN

Al-Amien; Ponpes Umat

Dari tahun ke tahun Ponpes Al-Amien terus berkembang dari segala bidang. Baik dari segi keilmuan, manejemen, dan sektor lainnya. Sehingga, sampai sekarang ada beberap nama kiai yang menjabat sebagai pengasuh Ponpes. Diantaranya, Kiai Chotib (alm.) Kiai Djauhari (putra ke tujuh kiai Chotib), dan Kiai Mohammad Tidjani Djauhari, (putra Kiai Djauhari) (alm.) Muhammad Idris Jauhari (putra Kiai Djauhari), terakhir Kiai Haji Maktum Jauhari. Ponpes Al-Amien terdiri dari berbagai tingkatan; diantaranya, Ma’had TMI, Tarbiyatul Mu’allimien al-Islamiyah, dan Ma’had Putri I, serta Ma’had IDIA (Institut Dirosat Islamiyah AlAmien), Ma’hat MTA, Ma’had Tahfidh Al-Qur’an. Struktur Organisasi Pondok Pesantren AlAmien Parenduan diurus dan dikelola secara kolektif oleh beberapa Badan Pengurus yang terstruktur, sesuai dengan bidang tugasnya masingmasing. Badan-badan pengurus tersebut bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang modern, efektif dan efisien tapi tetap berpijak pada bingkai visi dan misi dan landasan-landasan Al-Amien, Parenduan. Secara hirarki organisatoris, kepengurusan tersebut diantaranya Badan Wakaf / Majlis Kiai (Majlis Riasah al-Ma’had) Majlis Kiai adalah badan tertinggi di lingkungan Pondok Pesantren, yang menentukan arah kebijakan pondok pesantren baik ke dalam maupun keluar. Anggotanya dari 7 sampai 11 kiai sepuh, dengan struktur organisasinya terdiri dari ketua, wakil dan anggota. Ketua dan wakil sekligus berfungsi sebagai pengasuh (Rais) dan wakil pengasuh (naib rais) pondok pesantren AL-amien, sedangkan anggota-anggota Majlis Kiai berfungsi sebagai Direktur (mudir) di sentra-sentra pendidikan yang ada. Khusus untuk menangani pengasuhan santriwati sehari-hari, Majlis Kiai membentuk Dewan Pengasuh Putri yang terdiri dari nyai-nyai sepuh, istri anggota Majlis Kiai, Badan Pendamping Kiai (Majlis A’wan ar-Riasah) Majlis A’wan adalah sebuah badan pengurus yang berfungsi sebagai pendamping Majlis Kiai dalam melaksanakan program pondok sehari-hari. Anggotanya terdiri dari 11 sampai 16 kiai-kiai muda atau ustadz-ustadz senior. Struktur organisasi Ponpes Al-Amien terdiri dari Ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara. Serta dilengkapi dengan koordinator bidang

(korbid) pendidikan, korbid dakwah, korbid kaderisasi serta korbid dana dan sarana. Tugasnya, yaitu Sekretaris dan Bendahara Majlis A’wa sekaligus berfungsi sebagai Sekretaris dan Bendahara Pondok Pesantren, Yayasan Al-Amien Parenduan (Mu’assasah Ma’had al-Amien al-Islami Prenduan) Yayasan ini berfungsi sebagai Pelaksana Harian seluruh program pondok yang telah digariskan. Jumlah Pengurus terdiri dari 17 sampai 25 guru senior dan tokoh masyarakat dengan struktur organisasi sebagai berikut : Ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, Kepala Biro (Karo) pendidikan, karo dakwah, karo kaderisasi dan karo dana sarana, karo pusat studi islam. Yayasan dibentuk oleh dan bertanggung jawab langsung kepada Majlis Kiai pondok pesantren, Lembagalembaga dan unit-unit usaha (Al-Ma’had wa Ulihdatul Amal) sengaja didirikan untuk menunjang terlaksananya program-program pondok secara maksimal. Terdiri dari lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga dakwah, lembaga-lembaga kaderisasi, lembaga-lembaga ekonomi (dana dan sarana) serta lembaga-lembaga penelitian. Seluruh lembaga dan unit usaha ini memiliki struktur sebagaimana lazimnya organisasi. terdiri dari Ketua, wakil, sekretaris dan bendahara serta bagian-bagian tertentu yang sesuai dengan spesifikasi bidangnya. Pengurus lembaga-lembaga serta unit usaha terdiri dari guru-guru, santri senior dan profesional lainnya yang diperlukan. Majelis Kiai dan pengasuh merupakan badan tertinggi di lingkungan Pondok Pesantren. Yang berperan sebagai penentuh arah kebijakan pondok pesantren Al-Amien Parenduan baik ke dalam maupun keluar. Anggotanya dari 7 sampai 11 kiai sepuh, dengan struktur organisasinya terdiri dari ketua, wakil dan anggota. Ketua dan wakil sekaligus berfungsi sebagai pengasuh (Rais) dan wakil pengasuh (naib rais) pondok pesantren Al-Amien Parenduan, sedangkan anggota-anggota Majlis Kiai berfungsi sebagai Direktur (mudir) di sentra-sentra pendidikan yang ada. Khusus untuk menangani pengasuhan santriwati sehari-hari, Majlis Kiai membentuk Dewan Pengasuh Putri yang terdiri dari nyai-nyai sepuh, istri anggota Majlis Kiai. Saat ini struktur organisasi Dewan Riasah diantaranya Kiai Haji Maktum Jauhari, MA., sebagai Ketua sekaligus sebagai Pengasuh dan Pimpi-

nan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Kiai Haji Dr. Ahmad Fauzi Tidjani, MA., sebagai wakil ketua dan wakil pengasuh/Pimpinan sekaligus Rektor IDIA Prenduan, Kiai Haji Moh. Zainullah Rois, Lc, sebagai Sekretaris sekaligus Pengasuh TMI Al-Amien Prenduan, Kiai Haji Muhammad Khoiri Husni, S.Pd.I sebagai Bendahara sekaligus Pengasuh MTA Al-Amien Prenduan, Kiai Haji Ach. Fauzi Rasul, Lc., sebagai Anggota sekaligus Pengasuh Pondok Salafiyah Al-Amien Prenduan, Kiai Haji Moh. Bahri As’ad, S.Pd.I sebagai Anggota sekaligus Pengasuh Pondok Putri I Al-Amien Prenduan, Kiai Haji Ghozi Mubarok, MA., sebagai Anggota. Sedangkan struktur dewan pengasuh putri diantaranya Ny. Haji Faizah Abdul Khaliqsebagai sesepuh, Ny Haji Faryalah Rasyidi sebagai sesepuh, Ny. Haji Dra. Anisah Fatimah Zarkasy sebagai ketua, Ny Haji Zahratul Wardah, BA sebagai wakil ketua, Ny Haji Nur Jalilah Dimyati, Lc sebagai anggota, Ny Haji Halimatussa’diyah A. Badar sebagai anggota, Ny Haji. Mamnunah Abdur Rahim sebagai anggota, Ny Haji Kinanah Syubli sebagai anggota, Ny Haji Fadhliyah sebagai anggota. Menurut Tijani Syadzili selaku Sekertaris Yayasan Al-Amien Parenduan Sumenep, AlAmien adalah Pondok umat. Artinya, Pengasuh Ponpes selalu memberi peluang kepada siapapun saja yang bertujuan membangun dan membawa Al-Amien serta santri-santri kejalan yang lebih lurus. Sehingga Allah akan selalu meridhai setiap perbuatan baiknya. Tijani Syadzili mengakui bahwa dirinya merasa tentram dan tenang tinggal di lingkungan pondok pesantren ini. Selain itu, Ishlahuddin Madsari Sama selaku Tata Warkat Yayasan ini menilai bahwa, Al-Amien termasuk Pondok Pesantren yang mampu bersaing dengan peradaban dan dunia yang semakin global. Laki-laki asal Ciribon ini mengakui Al-Amien adalah impian baginya sejak kecil, dari berbagai sejarah, cerita masyarakat diwilayahnya akhirnya harapan dan impiannya tercapai. Lain dari itu semua Al-Amien adalah perkumpulan umat. Santri yang ada dalam Pondok ini kebanyakan pendatang dari luar kota, Seperti dari Nusa Tenggara Barat, Balik Papan, Sulawesi , Ciribon dan sebagainya. imam rasyidi

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 21


OASE

Al-Hikam; Buku Pintar Pencari Allah Swt Kitab al-Hikam merupakan salah satu kitab tasawuf yang paling berpengaruh di dunia Islam selama hampir 800 tahun. Kitab ini menjadi rujukan utama para pelajar di banyak perguruan tinggi Islam serta menjadi buku panduan bagi para pencari Tuhan. Mengingat besarnya pengaruh al-Hikam, terdapat lebih dari 20 kitab-kitab yang ditulis sebagai penjelas (syarh) atas kitab ini. Ahmad Muhammad

Sarjana Universitas Al-Azhar, Mesir dan Magister Tasawuf di UIN Sunan Ampel

D

ari sini, layak untuk mensejajarkan alHikam dengan karya-karya tasawuf monumental seperti, Risalah alQusyairiyah, Qut al-Qulub, dan lain-lain. Di Indonesia, kitab ini juga menjadi salah satu referensi utama yang diajarkan di masjid, madrasah dan pesantren hingga saat ini. Untaian-untaian hikmah yang ditorehkan penulis dalam al-Hikam terajut indah, menyejukkan jiwa, dan relevan untuk diterapkan dalam rangka membenahi kehidupan moral-spiritual masyarakat. Tak berlebihan jika Abdul Halim Mahmud, Syaikh al-Azhar memandang kitab ini memberikan ilmu dan cahaya. Kitab al-Hikam adalah karya masterpiece Tajuddin Abu al-Fadl Ahmad ibn Muhammad ibn Abdul Karim ibn Abdurrahman ibn Ahmad ibn Isa ibn al-Husain Atha’illah al-Judzami al-Maliki al-Syadzili al-Iskandari. Merupakan ulama Mesir kelahiran Iskandariyah pada sekitar 658 H /1260 M. Beliau mendapat gelar “Quthb al-Arifin”, “Turjuman al-Washilin”, dan “Mursyid alSalikin”. Ibn Atha’illah memiliki asal-usul Arab, nenek moyangnya berasal dari Judzam, salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah (Arab kuno yang dianggap murni). Ibn Atha’illah dilahirkan di tengah-tengah keluarga ahli ilmu. Kakeknya, Syekh Abi Muhammad bin Abd al-Karim adalah seorang alim fikih (faqih) di masanya, dan diteruskan oleh ayahnya. Sejak muda, Ibn Atha’illah menampakkan kecerdasan yang luar biasa sehingga ia sudah mampu belajar pada ulamaulama besar di Iskandariah seperti Syekh alFaqih Nasiruddin al-Judzami. Di usianya yang belia, Ibn Athaillah telah menguasai berbagai disiplin ilmu semisal tafsri, hadis, fikih, ushul fikih, bahasa Arab dan sebagainya. Karena dibesarkan di lingkungan ulama ahli fikih, tidak mengherankan bila Ibn Athaillah tumbuh sebagai seorang faqih, sesuai harapan dari kakeknya. Kesibukannya bergelut dengan ilmuilmu ‘dzahir’ syariat, dan pengaruh lingkungan

22 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

terdekatnya yang anti tasawuf, menjadikan Ibn Atha’illah sosok yang gigih mengingkari tasawuf. Pada masa itu di Mesir sedang berkembang tarekat Syadziliah, sebuah ordo sufi yang didirikan oleh Syekh Abu al-Hasan al-Syadzili dan dilanjutkan oleh Syekh Abu al-Abbas al-Mursi. Sebagai penentang tasawuf, Ibn Atha’illah berpandangan bahwa yang ada hanyalah ulama ahli dzahir, tapi para ahli tasawwuf mengklaim adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat menentangnya. Karena itu ia berujar, “Aku tidak melihat sesuatu dari apa yang mereka (para sufi) lakukan kecuali membuat-buat (kebohongan) terhadap Allah”. Mendengar kabar tentang kegigihan Ibn Atha’illah menentang tasawuf, al-Mursi yang ketika itu menjadi mursyid Syadziliah memperoleh visi mistis, bahwa hal sebaliknya akan terjadi; penentang tasawuf yang gigih tersebut akan berbalik menjadi seorang ahli tasawuf besar. Ia berkata bijak kepada pengikutnya, “Kalau anak seorang alim fikih Iskandariah (Ibn Atha’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku”. Keyakinan al-Mursi ini lantas menjadi kenyataan. Tak dinyana, Allah menghendaki Ibn Atha’illah diliputi rasa bimbang yang luar biasa, batinnya tergoncang dan jiwanya tertekan. Ia bertanya dalam hati: “apakah sudah semestinya aku membenci tasawuf. Apakah sudah benar jika aku membenci al-Mursi? Diliputi kecemasan tak terkira, akhirnya ia beranikan diri untuk menghadiri majlis al-Mursi, melihat sendiri apa sebenarnya yang ia ajarkan. Ibn Atha’illah bergumam, “Jika memang al-Mursi adalah orang baik pasti akan terlihat. Kalaupun sebaliknya, maka biarlah aku meniti jalan hidup sebagai pengingkar tasawuf”. Ketika menyimak untaian hikmah yang keluar dari lisan al-Mursi, Ibn Athaillah terkesima, dan merasa ucapan-ucapan tersebut tidak lain keluar dari kedalaman samudera ilmu Ilahiah. Ia bergumam, “Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghilangkan rasa bimbang dalam hatiku”. Sampai pada titik ini, Ibn Atha’illah memutuskan berputar haluan dan mantap

berguru ilmu tasawuf kepada al-Mursi. Ia sadar bahwa selama ini ia terlalu menekankan diri pada aspek dzahir dari ibadah, sehingga melupakan samudera kedalaman makna yang luas. Ia juga yakin bahwa ilmu yang didapat oleh para sufi bersumber langsung dari Allah. Untuk semakin memperdalam pengetauan tentang tasawuf, Ibn Atha’illah memutuskan pindah dari Iskandariah ke Kairo dan mengabdi (mulazamah) pada gurunya, Abu al-Abbas al-Mursi. Semakin intens Ibn Athaillah bergelut dengan dunia sufi, hatinya semakin tertambat oleh manisnya pengetahuan Ilahiah, dan ia tenggelam ke dalam samudera kelezatan maknawi. Terbersit dalam benaknya untuk menyelam lebih dalam lagi, dan berpikir bahwa ia tidak akan menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan memasuki dunia tersebut secara total, menghabiskan seluruh waktu untuk sang guru dan meninggalkan semua aktivitas lain. Ibn Atha’illah berkata, “setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku beliau berkata, “demikianlah para alshiddiqin, mereka tidak keluar dari keadaan yang telah ditakdirkan Allah sampai Dia sendiri yang mengeluarkan mereka”. Mendengar penjelasan tersebut Ibn Atha’illah sadar, “aku bersyukur kepada Allah yang telah menghapus kebimbangan dalam hati, seakan aku baru saja menanggalkan pakaian lamaku. Kini aku rela dengan ketentuan yang diberikan Allah kepadaku”. bersambung


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (7) Dari Filsuf Menuju Sufi

  D STIT AK

H

Al-Ghazali; Menjadi Sumber Filsafat Isyraqiyyah

usein Nasr dalam buku Tiga Pemikir Islam menyebut Filsafat Isyraqi (illumination) karya seorang Filsuf Muslim Suhrawardi, merupakan bentuk pengetahuan sufisme yang berdasar dari cahaya (Nur). Dan sumber pemikiran isyraqi Suhrawardi, kata Husein Nasr, terbentuk setelah muncul pemikiran sufisme terdahulu, khususnya karya-karya al-Hallaj (858913 M) dan al-Ghazali (1058-1111 M). Salah satu karya al-Ghazali, Misykat al-Anwar, menjelaskan adanya hubungan antara Nur (cahaya) dengan kapasitas iman, yang tentu memiliki pengaruh terhadap pemikiran illuminasi Suhrawardi. Suhrawardi melihat Nurullah (cahaya ilahi) dari kacamata filsafat dan sufistik yang tidak jauh beda dengan al-Ghazali dalam menjelaskan tentang Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Menurut Suhrawardi tingkat intensitas penampakan cahaya tergantung pada tingkat kedekatan subjek dengan Cahaya Segala Cahaya (Nur al-Anwar) yang merupakan sumber segala cahaya. Semakin dekat subjek dengan sumber segala cahaya yang paling sempurna, berarti semakin sempurna cahaya tersebut, begitu pula sebaliknya. Nur Ilahi dalam pandangan al-Ghazali, dapat terlihat oleh pemilik bashirah (mata hati). alGhazali membedakan cara pandang dan pemahaman kaum awwam, kaum khawash, dan kaum khawash al-khawash dalam melihat cahaya Allah Swt. Dalam kitab Misykat al-Anwar, al-Ghazali ingin menjelaskan bahwa para Sufi dalam meraih Makrifatullah melalui metode pancaran cahaya (iluminasi). Sebab, substansi cahaya hanyalah Allah. Sedangkan, cahaya-cahaya lain bersifat majazi. Yazid al-Busthami, seorang Sufi pencetus faham Ittihad, menilai menusia dekat dengan Allah Swt karena senyawa dengan sumber daya. Sehingga kekuatan sumber daya itulah yang menarik senyawa bisa melangkah lebih dekat. Bahasa lain, objek yang dapat tersinari cahaya karena berposisi dekat dengan sumber cahaya. Kitab Misykat al-Anwar, al-Ghazali melakukan metode tamsil, perumpamaan. Metode ini sebagai sintesa antara pendekatan tafsir eksoteris dengan tafsir esoteris;antara sufistik dan falsafi. “Wilayah Cahaya adalah qalbu, ruh dan sirr. Cahaya akan memancar sebagai instrument, wujud adalah hakikat yaqin yang memancar melalui instrumen pengetahuan yang dalam tentang Allah,” begitulah kaum Sufi mentamsil Nur Ilahi.

Kaum Filosuf memandang tingkatan cahaya terkait tingkat kesempurnaan wujud. Realitas alam nyata tersusun dari bentuk cahaya. Menurut A Khudori Soleh, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang, memandang teori emanasi Suhrawardi, berdasar Pertama, gerak menurun dari dataran tinggi ke dataran bawah. Sebagaimana emanasi Cahaya Segala Cahaya. Kedua, peniadaan penciptaan dari semesta tiada, tidak ada ‘pembuat’ dan tidak ada ‘kehendak’ Tuhan. Ketiga, keabadian semesta. Keempat, hubungan abadi antara wujud yang lebih tinggi dengan wujud yang lebih rendah. Gagasan emanasi Suhrawardi sepintas seirama dengan teori yang dikembangka kaum Neoplatonis. Namun, kata Khoduri, Suhrawardi mengkombinasikan dua proses sekaligus, dan

Dalam kitab Misykat al-Anwar, alGhazali ingin menjelaskan bahwa para Sufi dalam meraih Makrifatullah melalui metode pancaran cahaya (iluminasi). Sebab, substansi cahaya hanyalah Allah. Sedangkan, cahaya-cahaya lain bersifat majazi. inilah yang membuatnya menjadi khas pemikiran Suhrawardi. Pertama, adanya emanasi dari masing-masing cahaya yang berada di bawah Nur alAnwar. Cahaya-cahaya ini benar-benar ada dan diperoleh (yahshul) tetapi tidak berbeda dengan Nur al-Anwar kecuali pada tingkat intensitasnya yang menjadi ukuran kesempurnaan. Cahayacahaya itu bercirikan: (1) ada sebagai cahaya abstrak, (2) mempunyai gerak ganda, yaitu ‘mencintai’ (yuhibbuh) serta ‘melihat’ (yusyhiduh) yang di atasnya, dan mengendalikan (yaqharu) serta menyinari (asyraqah) apa yang ada dibawahnya, (3) mempunyai atau mengambil ‘sandaran’ yang mana sandaran ini mengkonsekuensikan sesuatu, seperti ‘zat’ yang disebut barzah, dan mempunyai ‘kondisi’ (hay’ah); zat dan kondisi ini sama-sama berperan sebagai ‘wadah’ bagi cahaya, (4) mempunyai sesuatu semisal ‘kualitas’ atau sifat, yakni kaya (ghani) dalam hubungannya dengan cahaya di bawahnya dan miskin (fakir) dalam kaitannya dengan cahaya di atas. Ketika cahaya pertama melihat Nur al-Anwar dengan dilandasi cinta

dan kesamaan, ia memperoleh cahaya abstrak yang lain. Sebaliknya, ketika cahaya pertama melihat kemiskinannya, ia memperoleh ‘zat’ dan ‘kondisi’nya sendiri. Proses ini terus berlanjut, sehingga menjadi bola dan dunia dasar (elementalworld). Kedua, proses illuminasi dan visi (penglihatan). Ketika cahaya pertama muncul, ia mempunyai visi langsung pada Nur al-Anwar tanpa durasi, dan pada momentum tersendiri Nur al-Anwar menyinarinya sehingga menyalakan cahaya kedua dan zat serta kondisi yang dihubungan dengan cahaya pertama. Cahaya kedua ini, pada proses berikutnya, menerima tiga cahaya sekaligus, yaitu dari Nur al-Anwar secara langsung, dari cahaya pertama dan dari Nur al-Anwar yang tembus lewat cahaya pertama. Proses ini terus berlanjut dengan jumlah cahaya meningkat sesuai dengan urutan dari cahaya pertama. Pengetahuan dalam isyraqi tidak hanya mengandalkan kekuatan intuitif melainkan juga kekuatan rasio. Ia bahkan menggabungkan keduanya, metode intuitif dan diskursif. Metode intuitif Suhrawardi, kata Khudori, digunakan untuk meraih segala sesuatu yang tidak tergapai oleh kekuatan rasio sehingga hasilnya merupakan pengetahuan yang tertinggi dan terpercaya, sedang kekuatan rasio digunakan untuk menjelaskan secara logis pengalaman-pengalaman spiritual yang dijalani dalam proses penerimaan limpahan pengetahuan dan kesadaran diri. Seperti kata al-Ghazali, al-Qur’an menjadi cahaya bagi akal (rasio) untuk menerangi pengetahuan lebih dalam tentang Nur al-Anwar (Cahaya di atas Cahaya) Bersambung….

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 23


Testimoni

Ach. Fauzi

Ada banyak kisah sosok Bupati Sumenep, Kiai Haji Abuya Busyro Karim yang nyaris luput dari perhatian publik. Berbagai kisah dan aktifitas sejak kanak-kanak mesti di stel ulang, agar penyematan terhadap sang sosok tidak sepotong alias kabur.

Masa Kecil Busyro Selalu Menemani Umminya di Dapur

M

asa kecil Bupati Busyro Karim sama dengan kebanyakan perkembangan anak pada umumnya. Tidak ada yang istimewah pada dirinya, walaupun status dilingkungannya adalah sebagai putra Kiai pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Beraji Gapura. Dan tingkah laku dalam kesehariannya tidak ada yang nyeleneh, walaupun kadangkala ada putra Kiai yang bertingkah tak lazim. Hubungan dengan anak tetangga sekitar Ponpes tetap terjalin normal. Dirinya tak pernah merasa berbeda dengan teman-temannya yang lain. Sehingga wajar apabila Busyro Karim kecil mudah diterima oleh teman sepermainannya. Cerita Ach. Fauzi pegawai, Staf Bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesmas), bisa menjadi kisah lain untuk mengetahui masa kecil Busyro Karim yang sangat dekat dengan umminya. Kedekatan itu terjalin hingga uminya dipanggil ke rahmatullah. Meski anak laki-laki, Busyro kecil tidak segan membantu uminya di dapur. Sangat aneh memang, karena waktu itu dirinya berstatus sebagai putra pengasuh Ponpes, tapi masih saja disibukkan dengan urusan dapur. “Dulu waktu kecil Busyro sangat lengket sekali dengan umminya, bahkan beliau tidak malu membantu

24 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

umminya di dapur, ” katanya kepada Mata Sumenep. Bahkan, kata Fauzi, Busyro selalu menawarkan diri sama umminya ketika tidak ada perintah darinya. Dari saking akrabnya kepada orang yang telah melahirkan dan merawatnya, beliau selalu ada disamping uminya kemanapun dia pergi. Walaupun ada banyak santri yang siap membantu dan menemani uminya itu. “Dia itu sering berada disisi umminya, walaupun ada banyak santriwati yang siap membantu,” ujar pria yang masih saudara sepupuh Busyro Karim dari pihak bapak. Selain kedekatan sama ibunya, yang membuat hati sepupunya itu tercengang, yaitu ketika dirinya mau makan. Diakuinya, beliau sangat sederhana kalau masalah makanan. Busyro makan seadanya, tidak pernah berlebihan dan mewa-mewahan. Bahkan sampai detik ini, ketika dirinya dinobatkan sebagai sosok nomor satu di kabupaten ujung timur Madura ini. Makanan tidak pernah dikaitkan dengan jabatannya sebagai kepala daerah. Walaupun dirinya secara pangkat berada diurutan pertama, tapi tidak segan-segan menkonsumsi makanan yang biasa dimakan oleh masyarakat pada umumnya. Porsi makanannya pun tidak banyak, baik

ketika menu yang mewah ataupun dikala sederhana. Baginya sama, yang terpenting adalah kesehatan. Semua makanan enak bagi Busyro, asalkan bisa menyehatkan. “Kiai Busyro tidak memilih-milih makanan, yang penting bisa mengganjal perut dan menyehatkan,”cerita Fauzi. Selain itu, tambah Fauzi, sosok Kiai Busyro juga humoris dan periang. Hal itu terlihat di saat menghadiri undangan, baik undangan dinas ataupun undangan pribadi biasanya disela-sela perbincangan biasanya bupati selalu mengeluarkan kata-kata yang bernada guyon. Sehingga masyarakat merasa tidak canggung dan tanpa ada pembeda antara bupati dengan warganya. Tetapi namanya bupati selalu ngerti akan keadaan dan kondisi. Sifat humorisnya pada waktu tertentu. Seperti yang terlihat pada acara penghijauan, di Batang-Batang beberapa hari lalu, bupati sering kali bercanda dengan salah satu tokoh masyarakat, Kiai Su’udi, yang menjadi bahan candanya adalah karena waktu itu sang kiai memakai kaos warna hitam yang bagian depan tertulis I Love Buya. Sederhana memang, tetapi candanya itu bisa mencairkan suasana yang sunyi. Bupati hanya tertawa lebar


MAJELIS TAKLIM

Kiai Matjuni; Kiai Konselor Pengusaha dan Pejabat Kiai Matjuni

P

erjuangan tidak bisa lepas dari pengorbanan, baik tenaga,fikiran, atau bahkan harta kekayaan. Jika semua itu menyatu dan berjalanan bersamaan, maka perjuangan akan sampai kepada pintu kesuksesan. Dan apa yang menjadi cita-cita dan harapannya akan menjadi kenyataan. Tetapi, sungguh menyedihkan, apabila ada pejuang yang bernasib malang, setelah dirinya berkorban untuk keibaikan dan telah sampai pada garis kemenangan, lalu terlupakan. Walaupun dirinya tidak berharap balasan, namun, sebagai generasi bangsa, selayaknya rekam jejak perjuangannya diulas kembali. Barangkali itulah yang akan menginspirasi para pemuda di negeri ini. Kiai Matjuni, salah satu sosok pejuang tampa pamrih. Belasan tahun ia abdikan sebagai ketua GP Ansor Sumenep. Semasa dirinya aktif di organisasi yang bertugas memberikan keamanan kepada masyarakat, tidak pernah menerima bantuan dari siapapun, bahkan untuk pakaian seragampun mengaku mengeluarkan uang sendiri. Akan tetapi, tekad untuk berjuang tidak pernah letih, sebab, dalam hatinya sudah tertanam ingin mengabdi kepada Allah dan menjadi pelindung para Kiai. Lelaki yang mengaku sudah hidup sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia itu selalu berusahan akrab dengan masyarakat. Sehingga wajar apabila dirinya dipilih sebagai ketua Ansor. Bahkan hingga sekarang leleaki kelahiran Dusun

Un Daun Desa Kolpo Kecamatan BatangBatang ini, bahu membahu dengan masyarakat membangun masjid Baburrahman. Dan masyarakat setempat banyak yang menaruh kepercayaan kepada ketokohannya. “Satejeh masyarakat Un Daun ka’dintoh ampon biasa ashalat berjamaah ka Masjid Baburrahman panika,” katanya kepada Mata Sumenep. Masjid kebanggan warga ini dibangun sejak Kiai Abuya Busyro Karim menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Sumenep. Beliau sempat hadir dan menjadi imam shalat Jum’at pertama kali masjid itu dijadikan tempat untuk beribadah. “Kiai Busyro rabhu ka enjeh, sempat ngimamin shalat Jum’at,” cerita Kiai Matjuni kepada Mata Sumenep. Bahkan putra pasangan suami isteri Al-marhum Bapak Habir dan Ibu Sujinten itu waktu masih muda sepertinya tidak memiliki waktu lain kecuali untuk perjuangan, sampai-sampai beliau tidak pernah menikah hingga sekarang. Dan setelah purna jabatannya sebagai peminpin pemuda ansor, dirinya kerap kali dibutuhkan masyarakat. Sebab dirinya diyakini oleh banyak orang memiliki do’a khusus yang bisa menyembuhkan orang sakit, menambah rezeki, serta segala macam persoalan kehidupan lainnya. Sehingga wajar, jika keberadaan dirinya dikenal sampai luar daerah Sumenep. Beliau bercerita, kala dirinya ser-

ing menerima tamu dari luar Kabupaten Sumenep. Yang lebih istimewah lagi, ada banyak Kiai yang sering silaturrahim kepadanya. “kaule sering katamuyan kiaikiai, padahal sesapantessah kauleh sokotu nyabis,” ujarnya. Hingga hari ini, kegiatan sehari-harinya dihabiskan untuk menolong sesama dan menjadi takmir masjid yang dirintisnya. Selain itu, baginya masjid adalah rumah, yang harus selalu di diami serta dijada kebersihannya. Dan siapapun yang bertamu padanya, pasti ditempatkan di dalam masjid. Karena rumahnya tidak bisa menampung tamu, dengan alasan selain kurang pantas juga masalah ukuran rumah yang kecil. Sehingga lebih tenang, dengan menempatkan tamunya di emperan masjid. Walaupun penampilannya tidak menampakkan kalau beliau adalah tokoh berpengaruh di Desa Kolpo, tetapi dibalik kesederhanaannya itu tersimpan aura dan kharisma yang tinggih. Pantas saja apabila beliau selalu menjadi panutan dan imamnya warga Un Daun. Berdasarkan keterengan salah satu teman beliau, Pak Darso, lelaki yang bertubuh kurus itu sering membantu masyarakat yang sedang mengalami kesulitan dalam hidupnya. Secara tak langsung Kiai Matjuni adalah konselornya warga. “beliau selalu bersedia tempat keluh kesahnya masyrakat,” jelasnya. rusydiyono

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 25


Mengenal Sang Mpu

Karangduwak (5)

Barang (Milik) Pemberian Sang Mpu

Bagi sebagian orang, membangun pasarean waliyullah (buju’, Madura,Red.) menjadi kebanggaan tersendiri. Mereka berkeyakinan, membangun buju’, terkategori perbuatan yang memelihara kekasih Allah Swt, sebagaimana tertuang dalam hadits qudsi-Nya: Barang siapa yang memelihara atau merawat kekasih-Ku, akan meraih rahmat sebagaimana Aku memberi rahmat kepada kekasih-Ku. Keyakinan ini menjadi kisah awal dibangunnya pasarean Sang Mpu Karangduwak yang berlokasi di Desa Pandian, Kecamatan Kota Sumenep.

Dibalik Misteri Pasarean Sang Mpu Karangduwak Ny Lilik

M

enurut Lilik, 55, warga Desa Pandian, banyak warga yang mencoba untuk membangun makam Sang Mpu, tapi pasangan batu yang dipasang pekerja tidak sampai berdiri tegak. Dinding bata putih langsung roboh. Lilik mengaku tidak tahu pasti, apa yang menjadi penyebabnya. Yang pasti, kata Lilik, para pekerja keheranan, melihat pasangan batu yang baru dipasang sudah roboh. “Tukang baru akan ganti pakaian, pasangan batu bata langsung ambrol,” cerita Lilik, kepada Mata Sumenep, mengenang masa awal asta Sang Mpu dibangun warga. Merasa ada yang salah, keesokan harinya, para pekerja menambah campuran semen dengan pasir dalam pasangan barunya. Kejadian serupa tetap terjadi. Bangunan tetap tidak bisa berdiri tegak alias roboh. “Kejadian serupa dilakukan sejumlah warga untuk membangun asta sang Mpu,” tambahnya. Berapa tahun kemudian, Lilik mendengar kabar makam Sang Mpu akan dibangun. Dalam hitungan hari, bangunan terlihat berdiri tegak lengkap dengan pagar dan atapnya. Saat dibangun, Lilik mendengar cibiran dari sejumlah warga, pembangunan pasarean Sang Mpu tidak akan berhasil. Ternyata makam tersebut berhasil dibangun. Lilik mencari tahu siapa yang membangun makam tersebut? Kepada Mata Sumenep, Lilik menunjuk Suhardi, warga Kelurahan Karangduwak, yang masih tercatat keturunan ke-7 dari Sang Mpu Karangduwak. Saat ditemui Mata Sumenep, Suhardi tampak sederhana. Berpakaian kaos dan celana ¾. Tidak

26 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014

ada tanda-tanda sebagai sosok yang memiliki kelebihan ilmu mistis (bathiniyah). Kehidupan keseharian Suhardi jualan makanan di pinggir jalan, selatan makam Pangeran Lor Wetan. Ketika ditanya kisah membangun pasarean Sang Mpu, Suhardi bercerita. “Suatu waktu, saya bermimpi bertemu Gung Macan (sebutan Sang Mpu Karangduwak). Dalam mimpi itu, saya berada di pasarean dan Sang Mpu bangun dari tidurnya. Sebelum mimpi, saya tidak kenal dan tidak pernah berziarah kepada Gung Macan. Kejadian mimpi itu, saya bercerita kepada ibu saya,Suhaini. Ibu bilang, itu Gung Macan, mu. Lalu saya berziarah dan pamit untuk membangun pasareannya,” cerita Suhardi kepada Mata Sumenep. Suhardi tidak menampik cibiran datang saat membangun asta Gung Macan. Suhardi tetap optimis berhasil membangun karena sebelumnya telah mendapat restu dari Sang Mpu Karangduwak. Setelah pasarean Sang Mpu berhasil dibangun, jelang berapa bulan, pasarean Ki Carren, orang tua Sang Mpu, juga berhasil dibangun. Suhardi bercerita saat keramik pasarean Sang Mpu dibangun. Keramik yang dipasang pekerja selalu lepas alias tidak bisa lengket. Dicoba tiga kali, keramik tetap mengelupas. Suhardi sadar, keramik tersebut harus dirinya yang memasang sendiri. “Alhamdulillah, keramik untuk pasarean Gung Macan dan istrinya berhasil dipasang dan tetap lengket hingga saat ini,” tambah Suhardi. Dari keberhasilan membangun makam Sang Mpu, Suhardi kerap berdialog langsung dengan Sang Mpu Karangduwak. Model dialog yang di-

lakukan Suhardi dengan Sang Mpu mengingatkan kisah seorang Sufi kelahiran Spanyol di abad ke 6 Hijriyah, Ibnu ‘Arabi yang mengaku berdialog langsung dengan Nabi Saw. Hasil dialognya dengan Nabi Saw, ia bisa mengarang kitab tasawuf, Fushush al-Hikam. Inilah pengakuan Ibnu ‘Arabi yang ditulis dalam pengantar kitab nya, “Amma ba’du, aku telah melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, dalam satu penglihatan bathin (“mubassyirah”) yang telah diperlihatkan kepadaku di sepuluh hari terakhir di bulan Muharam pada tahun 627 di kota Damisyq. Dan di tangan beliau (Nabi Saw), ada sebuah kitab. Nabi Saw bersabda kepadaku: ‘Ini adalah kitab Fushush Al-Hikam. Ambillah, dan sampaikanlah ia kepada manusia dan manfaatkannya,” tulis Ibnu ‘Arabi. Suhardi berdiam ketika menyamakan model dialog dengan Sang Mpu sama dengan model dialog Ibnu ‘Arabi dengan Nabi Saw. Suhardi hanya menunjukkan kepada Mata Sumenep, sejumlah barang miliki Sang Mpu yang diberikan kepada dirinya pasca dibangunnya pasarean Sang Mpu. Barang-barang itu tergolong langkah dan bernilai tinggi. Seperti, sepasang Merah Delima (MD), Akik Zaman, Buntek Macan dan masih banyak barang lainnya. Buntek Macan ini menjadi kenangan Sang Mpu ketika berhasil menaklukkan macan jadi-jadian yang selalu mengganggu Raja Sumenep. Khasiat Buntek Macan ini menjadi pusat kekuatan Macan jadi-jadian. Bersambung Asip Kusuma


Kabag Humas SKK Migas Rudianto Rimbono

P

Perlunya Transparansi Pengelolaan Migas

ersepsi masyarakat tentang Sumenep yang kaya dengan sumber minyak dan gas (Migas) akhirnya terjawab dalam Dialog Publik yang mengambil tema Membangun Madura dari Migas. Dialog Migas yang dimotori Kaukus Muda Indonesia (KMI) dan dihadiri Rudianto Rimbono,Kabag Humas SKK Migas Pusat , tanggal 5 Desember lalu, menjadi ajang pencerahan tentang pengelolaan Migas. Seperti acuan dan rumusan pembagian hasil Migas serta penyaluran CSR yang tidak transparan dan dinilai bagi-bagi kue segelintir elit. Sayang durasi dialog terbentur hari Jum’at sehingga harus membatasi sejumlah pertanyaan dan penjelasan dari nara sumber beken, seperti Ketua PCNU Sumenep, Kiai A. Panji Taufiq, Abd.Kahir, Kepala ESDM dan Nurus Salam, Ketua Komisi B. Beruntung moderator, pemred Mata Sumenep, Hambali Rasidi, mengawali dialog dengan pernyataan nominal DBH Migas yang diperoleh Pemkab Sumenep nyaris sejajar dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT ). Pengantar moderator ini seakan ingin menunjukkan jalan pada problem klasik, ada apa dengan Migas Sumenep? Abd Kahir dalam penjelasannya menyebut eksploitasi Migas di Sumenep dalam konteks DBH Migas, memiliki hak yang sama dengan kabupaten lain yang dalam satu provinsi. Kenapa? Sebab UU Nomor 22 Tahun 2001 dan PP No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Daerah penghasil migas, mendapat jatah Dana Bagi Hasil (DBH) 15 % dari minyak dan 30 % dari gas. Menyangkut DBH, dalam Pasal 19 ayat 2 dan 3 Undang-Undang PP. 33 Tahun 2004 dijelaskan secara terperinci terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Pemerintah Daerah. DBH Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi . Untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi dengan rincian, 6% Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi. Dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

“Aturan yang mengatur DBH Migas perlu direvisi. Perolehan DBH Migas yang diterima Sumenep, sama dengan kabupaten lain dalam provinsi. Sebab, UU mengatur demikian. Exploitasi migas Sumenep saat ini semua lepas pantai/ offshore. Aturan main pembagian DBH-nya adalah pendekatan kewenangan, bukan pendekatan kewilayahan. Jika letaknya di atas 4 Mil, maka Sumenep bukan daerah penghasil migas dan penerimaan DBH-nya sama dengan daerah lainnya. Selama ini penerimaan DBH Migas Sumenep hanya diperoleh dari Pagerungan Kecamatan Sapeken dan sekarang lifting migasnya mulai kecil.,” jelas Kahir. Kahir juga bercerita jika Pemkab Sumenep terus berjuang menagih hak-haknya setelah menang dalam Judicial Review di Mahkamah Agung soal batas wilayah kelola minyak dan gas bumi yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2007, yang hingga saat ini DBH Blok Maleo belum masuk ke Sumenep. Padahal, putusan MA atas sengketa kepemilikan blok Maleo sudah turun 18 September 2008 silam.

Karena itu, Kahir meminta dukungan masyarakat Sumenep untuk memuluskan eksploitasi Migas di darat/onshore karena lebih menjamin kepastiannya. Eko Wahyudi, aktivis mahasiswa Unija dalam sesi tanya jawab, melontarkan pernyataan yang menjadi tanda tanya banyak orang, berapa Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) kontraktor Migas. Selain itu, Eko juga menyebut masyarakat banyak tertipu adanya Participating Interest (PI) yang dimiliki pemkab dalam BUMDnya serta CSR (corporate social responsibility) Migas, yang tidak transparan dan tekesan bagibagi kue pada elit. “SKK Migas tidak transparan berapa CSR Migas yang digelontorkan ke wilayah penerima CSR. SKK Migas harus banyak sosial-

isasi agar warga Sumenep tidak tertipu oleh perlakuan segelintir elit. Apalagi keberadaan PI yang dikelola BUMD tidak jelas wujudnya,” tutur Eko dengan nada orasi. Dengan sabar Rudianto menjawab secara rinci apa yang menjadi penilaian miring Eko. Sembari menunjuk Humas SKK Migas Jabanusa Ami Herawati yang ikut hadir dalam acara itu, untuk mengcopy data-data yang diungkap Eko. Rudianto mengakui jika pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan Migas masih perlu banyak komunikasi. Sebab, katanya, asumsi masyarakat tentang apa yang menjadi kewengan SKK Migas dan kondisi riil sumber, masi tergolong miskomunikasi. Karena itu, ia merasa beruntung bisa berjumpa dengan warga Sumenep sambil menjelaskan bahwa tugas SKK Migas sifatnya sebagai pelaksana kegiatan Migas di wilayah hulu. Artinya, SKK diberi mandat mencari sumber-sumber migaas yang diperlu dieksplorasi dan eksploitasi oleh K3S, sehingga memberi dampak positif kepada masyarakat sekitar. Kiai A. Panji Taufiq dalam kesempatan yang diberikan moderator menyampaikan sejumlah kritik membangun kepada SKK Migas dalam model komuikasi yang perlu dibenahi. Selama ini, kata Kiai Panji, model komunikasi yang dilakukan pemerintah bersifat top down bukan button up . Rakyat harus diberi ruang sebagai saluran utama sebelum refrensi lain menjadi rumusan kebijakan SKK Migas. Kiai Panji menilai pemerintah dalam hal ini SKK Migas gagal menjadi komunikator. Karena tidak melihat dampak sosial pasca eksploitasi migas. Pemerintah sebatas mengurus Amdal, dampak lingkungan secara fisik. “Dampak psikologis secara sosial dan budaya, luput dari perhatian pemerintah,” kritik Kiai Panji. Ketua Komisi B, Nurus Salam menyatakan komitmennya untuk terus mengawal apa yang menjadi perhatian masyarakat tentang pengelolaan migas. Seperti Participating Interest (PI) yang dimiliki pemkab dalam BUMD-nya serta CSR CSR (corporate social responsibility) yang sebentar lagi akan dibentuk perda CSR. mahdi.

15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27 15 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27


28 | MATA SUMENEP | 15 DESEMBR 2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.