Edisi 25

Page 1

“

Sumenep butuh pemuda yang kreatif dan berjiwa entrepreneur untuk menggali potensi lokal agar terwujud kemandirian perekonomian desa dan kota.

�

Dr KH A. Busyro Karim, M.Si

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 1


BPRS Bhakti Sumekar

MENDONGKRAK EKONOMI KELUARGA

KREATIF: Imam Wahyudi “Sobluk� menunjukkan contoh hasil produksi peralatan dapur berupa cetteng (alat pencuci/saring beras) dan lengser (nampan oven) dalam berbagai ukuran.

Membantu usaha orang tua pada akhirnya mengantarkan Imam memiliki usaha mandiri, meski tetap di bidang yang sama. Ada masa sulit dimana modal menjadi kendala. Hingga berkenalan dengan BPRS memberikan solusi dalam mengatasi problem usahanya. LELAKI itu ternyata masih muda. Siluet senyum Tersembul dari wajahnya saat Mata Sumenep berkunjung ke kediamannya di Dusun Daja Lorong, Desa Batudinding, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, pada hari Minggu, pekan pertama September lalu. Namun siapa sangka, jika di balik wajah dan umurnya yang terbilang muda, ia adalah seorang pelaku UMKM sukses yang mengembangkan usaha di bidang perlengkapan alat-alat dapur seperti Sobluk (bahasa Madura = sejenis Panci), Cetteng (bahasa Madura = Alat Pencuci Beras), dan Lengser (bahasa Madura = Nampan Oven). Produk yang dihasilkan oleh lelaki ini memang sudah mendapat tempat di hati

2 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

para konsumen. Bahkan dari saking terkenalnya, ia mendapat julukan Sobluk pula, seperti nama produknya itu, di belakang nama panggilannya.

Dari Membantu Orang Tua Lelaki ini bernama asli Imam Wahyudi. Ia lahir di Sumenep tepatnya di Desa Batang-Batang Laok, Kecamatan Batang-Batang pada tanggal 10 Mei 1982. Imam mengaku berkenalan dengan usaha yang menggunakan alumunium sebagai bahan baku itu sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama dan mendapat bimbingan langsung dari orang tua yang memang menekuni usaha tersebut. “Sebenarnya ini adalah usaha orang tua, Mas. Jadi sejak SMP saya sudah membantu bapak bikin sobluk dan berbagai produk yang lain,� tutur Imam. Imam menambahkan, di desa tempat kelahirannya tersebut usaha di bidang alat-alat dapur memang banyak digeluti masyarakat. Tidak hanya oleh keluarganya, keluarga yang lain, kata Imam, juga menjadi pengrajin usaha yang cukup menjanjikan itu. Sehingga untuk

mewadahi para pengrajin yang ada, masyarakat pun membuat kelompok usaha sebagai langkah untuk mengoptimalkan produksi dan penjualan. Dari kelompok itu kemudian tak jarang banyak mendapat pelatihan dan bantuan dari dinas terkait seperti Disperindag, Disnakertrans, Diskoprasi & UMKM, dan lain-lain. Bahkan melalui kelompok tersebut, Imam mengaku pernah melakukan studi banding ke daerah Sidoarjo untuk berbagi dengan kelompok usaha yang sama demi menambah pengetahuan dalam mengembangkan usaha. Meski waktu itu usia Imam masih terbilang remaja, namun karena kepandaiannya membuat Imam mudah dalam menyerap ilmu dari sang ayah. Sehingga dalam waktu yang tidak lama, ia berubah dari remaja biasa menjadi remaja produktif dan membanggakan bagi kedua orang tua. Sejak saat itulah, Imam muda menjadi remaja harapan keluarga yang dikenal mahir membuat alat-alat dapur. Belakangan, hal itu pulalah yang membuat dirinya mendapat julukan Sobluk oleh masyarakat sekitar. Julukan yang disematkan oleh masyarakat ini, terutama bagi kalangan


berpendidikan, tentunya tidak bisa dipahami sebagai sebuah sebutan usil dan mengucilkan. Lebih jauh hal ini merupakan sebuah pengakuan dari masyarakat atas pencapaian prestasi yang tidak semua orang bisa menggapainya. Terbukti hal tersebut bertahan hingga hari ini. Kesibukan dan prestasi gemilang yang diraih di dunia usaha ini tidak lantas membuat Imam Sobluk lupa terhadap pendidikannya di bangku sekolah. Walaupun setiap hari dirinya harus membantu usaha keluarga, namun hal itu dilakukannya setelah belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. “Orang tua saya tidak membolehkan kalau saya masih belum belajar. Bagi mereka, sekolah saya lebih penting,” kenang Imam. Imam menambahkan, kunci dari itu semua adalah pintar membagi waktu antara belajar dan membantu kedua orang tua. Siang hari dirinya harus fokus ke sekolah dan malam hari setelah selesai belajar barulah ia membantu orang tua membentuk alumunium sesuai dengan pesanan yang ada. Kepandaian dalam mengatur waktu tersebut terbukti ampuh untuk menyeimbangkan prestasi di semua bidang. Tidak hanya piawai dalam membuat alumunium menjadi bernilai ekonomis, ia mampu melakukan semuanya tanpa harus menanggalkan proses belajar di sekolah. Hal itu terbukti dengan kesuksesannya menyelesaikan proses pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. “Bahkan sejak tahun 2004 saya sudah aktif mengajar di MA Lughatul Islamiyah Batang-Batang,” jelas Imam.

Menikah dan Memulai Usaha Sendiri Garis hidup dan jodoh memang tidak ada yang tahu. Begitu juga dengan Imam Wahyudi yang tidak pernah berpikir bahwa pada akhirnya ia akan hidup jauh dari keluarga dan lingkungan yang telah membesarkannya. Siapa yang menyangka bahwa pilihannya untuk melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Sumenep membawanya bertemu dengan seorang perempuan yang berhasil merebut hatinya untuk dan menjalin hubungan rumah tangga. Perempuan tersebut

bernama Anik Sulvianingsih, seorang dara cantik dari Desa Batudinding yang sekarang menjadi tempat tinggal Imam. Pernikahan yang terjalin pada tahun 2006 silam, yakni satu tahun sebelum Imam menyandang gelar sarjana. Kehidupan dalam membina keluarga tentu sangat berbeda dengan kehidupan di kala sedang sendiri. Hal ini jugalah yang dirasakan Imam pada masa awal membina rumah tangga. Perasaan bingung hinggap dengan serta merta ketika dihadapkan dengan kebutuhan keluarga yang tidak ada habisnya. Sementara untuk menumpang hidup kepada mertua dirinya disergap rasa malu sebagai jiwa muda. Hingga akhirnya, setelah bermusyawarah dengan sang istri, Imam memutuskan untuk merintis usaha yang ia geluti di kampung halaman dengan harapan dapat menjadi lumbung pemasukan bagi ekonomi keluarga. Ia lantas mengkonsultasikan niatnya tersebut kepada orang tua di kampung halaman untuk meminta masukan dan bantuan. Sejak saat itulah Imam mulai merintis usaha keluarga. Dengan dibantu oleh sang istri, Imam mengerjakan usahanya memproduksi peralatan alat dapur pada waktu malam. Hal itu karena pada waktu siang hari, dirinya harus pergi ke Batang-Batang untuk menyebarkan ilmu yang ia miliki kepada generasi penerus bangsa. Sebagai permulaan dalam merintis usaha, awalnya Imam meminta bantuan kepada sang bapak untuk semua keperluan yang dibutuhkan, termasuk dalam hal modal usaha, alat, dan pemasaran produk. “Untuk pertama, saya meminta bantuan kepada orang tua karena beliau pasti lebih mempunyai akses. Bisa dibilang saya ngampong dari ketenaran beliau. Namun saya juga berpikir bahwa saya harus bisa mandiri dalam mengembangkan usaha ini,” kenang ayah dua anak ini. Di tengah terpaan kekurangan modal yang melanda serta keinginan untuk mandiri itulah, Imam memperoleh jalan dan bermitra dengan Bank BPRS. Hal itu berawal dari informasi yang ia peroleh dari salah seorang kerabat yang menyarankan dirinya untuk mengajukan

permohonan penguatan modal ke Bank BPRS. “Itu terjadi pada tahun 2013 kemarin. Kebetulan ada sepupu istri yang menjadi satpam di Bank BPRS menyarankan untuk mengajukan proposal. Alhamdulillah proposal saya diterima dan syaratnya juga mudah,” cerita Imam. Jenis alat dapur yang diproduksi Imam tidak jauh berbeda dengan jenis yang ia tekuni di kampung halaman dulu. Cuma saat ini dirinya lebih fokus terhadap jenis Cetteng dan Lengser. Pemilihan ini bukan tanpa alasan, hal itu didasarkan karena jenis Sobluk sudah ada yang menekuni di wilayah kota Sumenep. Dengan pertimbangan persaingan dan pangsa pasar domestik inilah yang mendasari pemilihan jenis yang diproduksi. “Ada salah satu teman saya di kampung yang menikah di wilayah kota Sumenep. Dia juga mengembangkan usaha yang sama, namun hanya fokus membuat Sobluk,” terang pria yang menamatkan kuliah tahun 2007 silam. Dalam segi produksi, Imam mengaku dalam satu hari dirinya dapat menghabiskan 5-6 lembar aluminium ukuran 2x1. Dalam setiap lembarnya dapat menghasilkan Cetteng dan Lengser dalam jumlah yang beragam, tergantung besar ukuran yang dipatok. Untuk Cetteng ukuran kecil misalnya, bisa memproduksi hingga 16 buah per lembarnya. Sementara harga untuk konsumen, Imam mendasarkan pada ketebalan alumunium yang digunakan. Untuk Centeng ukurang kecil dengan tebal 0,4 inci misalnya, dibandrol denga Rp 10ribu. “Semakin tebal bahan yang digunakan, maka semakin besar juga modal yang dikeluarkan,” jelas ayah Safira Shivty Lifia dan Ahmad Maulana Ziyan Iluzzayyan ini. Untuk pemasaran produksi, Imam mengaku mengirimkannya ke seorang agen yang ada di Pasar Anom dan Pasar Laju, serta ke sebuah toko di wilayah Asta Tinggi yang baru-baru ini menjadi pelanggannya. Dari pengiriman tersebut, Imam mengaku mendapatkan omset sebesar Rp 1, 3 juta dalam satu bulan. “Alhamdulillah, Mas, cukup membantu memenuhi kebutuhan keluarga,” ujar Imam bersyukur.

ozi’/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 3


Edisi 25

Susunan Redaksi Komisaris Dewan Redaksi Redaksi Ahli Redaktur Tamu

: Asmawi : Moh. Jazuli, M. Ali Al-Humaidi : Moh. Ilyas : Suhaidi

Direktur Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Reporter Design Grafis

: Hambali Rasidi : Hambali Rasidi : Rafiqi, Rahmatullah : Hairul, Ozi’, Yono : A. Warits Muhshi : Rusydiyono : Fathorrahem : Moh. Junaedi : M. Adi Irawan : RB. Moh. Farhan Muzammil : PT. MATA SUMENEP INTERMEDIA : 70.659.553.5-608-000 : 503/29/SIUP-M/435.213/2014 : 13.21.1.58.00174

Manajer Iklan & Promosi

Penagih Iklan

Mnj. Sirkulasi & Distribusi

Keuangan Kontributor Penerbit

NPWP SIUP TDP

10

Kenapa Cabup KH A. Busyro Karim perlu merancang program 5000 wirausaha apabila dirinya terpilih kembali dalam Pilkada Sumenep, 9 Desember mendatang? Pertanyaan ini memang menjadi perbincangan. Apalagi, muncul gagasan mencetak 5000 pengusaha muda dalam tempo lima tahun. Pesimisme sebagian orang atas gagasan itu merupakan hal yang wajar. Apalagi, merubah mindset pemuda yang masih labil menjadi karakter yang profesional di bidang wirausaha. Ulasan beragam akan dijabarkan oleh para akademisi, para pelaku usaha dan pemuda. Dengan harapan, gagasan ini benar terasa bagi mereka yang membutuhkan. Dan hasil program benar-benar membantu kesuksesan dalam berwirausaha. Memang ada banyak harapan apabila ingin sukses program tersebut. Dan Cabup Busyro juga merancang pendamping untuk mengawal wirausaha yang dijalankan. Pendamping ini tidak hanya akan mengawasi bantuan, tetapi juga menjadi konsultan mutu produk dan pemasaran dari tingkat kabupaten sampai kecamatan. Dengan pola ini, satu sampai tiga tahun yang akan datang diharapkan, jaringan wirausaha ini mampu memblok pasar lokal Sumenep. Seluruh masyarakat sumenep dari urusan sembako, jajanan sekolah, pakaian dan sebagainya tidak lagi membeli produk luar Sumenep. Termasuk, selama lima tahun ke depan, produk Sumenep sudah mampu bersaing di pasar regional, nasional dan bahkan internasional. Redaksi sengaja mengambil tema ini untuk mengulas salah satu poin dalam visi dan misi salah satu Paslon. Dengan harapan, bisa mengukur salah satu impian dan harapan masyarakat untuk mengurangi angka pengangguran.

Selamat Membaca.....

Wawancara

Orang NU Penting Sebagai Pemimpin 25 Melon Organik Solusi Bagi Petani

Kantor Redaksi : Jl. Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100, E-Mail : matasumenep@gmail.com, mataopinisumenep@gmail.com Website : www.matasumenep.com 4 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015


MATA UTAMA

KENAPA BUTUH PENGUSAHA MUDA? Sumenep butuh pemuda yang kreatif dan berjiwa entrepreneur untuk menggali potensi lokal agar terwujud kemandirian perekonomian desa dan kota. Begitu lontaran KH A. Busyro Karim saat berbincang alasan visi-misi mencetak gerakan 5000 wirausaha muda, apabila dirinya ditakdirkan memimpin Kabupaten Sumenep 5 tahun ke depan.

M

asyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diresmikan akhir tahun 2015 ini. Bagi kebanyakan kalangan, kehadiran MEA begitu menakutkan. Sebab warga ASEAN akan melebur dalam perekonomian yang hampir tak terbatas. Nyaris semua warga anggota ASEAN bebas berinovasi, berdagang, dan bertransaksi. Lalu, apakah kira-kira warga Kabupaten Sumenep sudah siap menyambut MEA itu? Bagi yang sudah memiliki atau memulai bisnis tertentu, MEA akan dianggap pasar yang cukup menjanjikan untuk meraup keuntungan banyak, tentu dengan persaingan sehat. Tapi bagi yang masih tidak memulai bisnis sama sekali, MEA akan berwajah seperti monster raksasa yang hanya menunggu waktu mengeluarkan taring dan mencabik-cabik kehidupan. Kabupaten Sumenep sendiri jumlah Industri Kecil Menengah (IKM) sebanyak 254. Jumlah itu sedikit sekali apabila dibandingkan dengan penduduk yang kurang lebih 1.072 juta jiwa. Kiranya sah ketakutan banyak kalangan itu, sebab jumlah IKM sebagai salah satu yang bisa dijadikan indikator kesiapan menyambut MEA nyatanya tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Warga yang sudah aktif dalam IKM barangkali sudah bisa bersaing di MEA, meski mereka masih perlu bimbingan untuk mendongkrak daya kreativitasnya. Bagaimana dengan kebanyakan warga yang belum punya kemampuan berindustri itu?

Mencetak 5000 Wirausahawan Muda Mantan Bupati Sumenep, KH. A. Busyro Karim yang kini menjadi Cabup Paslon 1 dalam Pilkada Sumenep, 9 Desember, miliki visi

Dr KH A. Busyro Karim M.Si dan misi menyambut MEA. Salah satu poin dalam visi-misi itu adalah mencetak 5 ribu pengusaha muda. Idenya ia terjemahkan dalam visi gerakan selama lima tahun mendatang. “Sumenep butuh barisan pemuda pelopor yang kreatif dan berjiwa entrepreneur dengan menggali potensi ekonomi lokal untuk mewujudkan kemandirian perekonomian desa dan kota. Desember mendatang bangsa ini tidak hanya menghadapi pilkada serentak, tapi juga MEA yang insya Allah akan dideklarasikan 31 Desember di Malaysia,” jelasnya saat memulai bincang-bincang dengan Gerakan Pemuda Pelopor (GPP) soal visi mencetak gerakan 5000 wirausaha muda bersama Busyro-Fauzi 5 tahun ke depan beberapa waktu lalu. Busyro yakin bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki barisan muda yang cerdas, kreatif, berjiwa besar, dan peka terhadap

tantangan zaman. Memang, wirausahawan muda beberapa tahun terakhir menjadi perbincangan yang cukup “seksi” di berbagai kalangan, lebih-lebih di kalangan anak muda. Terbukti, kata mantan Ketua DPRD Sumenep dua periode itu, banyak bermunculan wirausahawan muda dari berbagai daerah dengan beragam produk atau jasa yang ditawarkan. Banyak pihak melihat bahwa menjadi wirausahawan dapat menjadi sesuatu yang menjanjikan. Dengan jiwa wirausaha itu, banyak peluang yang bisa anak muda manfaatkan sepanjang dia jeli melihatnya. “Sebanyak sepuluh negara ASEAN akan menjadi satu kesatuan pasar tunggal yang akan bergerak bebas di negeri ini. Tidak ada lagi hambatan antar negara ASEAN ketika sudah diterapkan, baik produk, jasa maupun tenaga kerja yang terampil. Kalau tidak disikapi, MEA akan menjadi ancaman. Mau tidak mau, pemuda kita siapkan

dalam persaingan itu,” ungkap Busyro. Dia mengibaratkan MEA sebagai pisau bermata dua. Ketika anak muda mampu memanfaatkannya, maka MEA menjadi jalan ‘menjual’ karyanya, tidak hanya ke tingkat ASEAN, bahkan dunia. Tetapi jika dibiarkan begitu saja, maka akan menjadi ancaman, dan pemuda bisa menjadi gelandangan di kampung sendiri. Terlebih akan ada pergeseran besar dalam hal regulasi ekonomi antar negaranegara se Asia, dari soal perijinan, perpajakan, barang, tenaga kerja, dan lainnya. Bisa dibayangkan dampaknya bagi Indonesia. Tanpa MEA, sektor pasar telah dibanjiri oleh produk asing, apalagi MEA nanti benar-benar diresmikan. “Kalau tidak siap, kita akan kembali ke era Rumosha model baru. Karena minus kapasitas, masyarakat kita hanya akan mencover pekejaan-pekerjaan kasar dan murah,” bebernya. Atas dasar itulah, visi gerakan 5000 wirausahawan muda dianggap penting. Dan sejauh ini, sebenarnya pemerintah dari tingkat kabupaten, provinsi dan pusat telah bersama-sama mengalokasikan anggaran untuk masyarakat. Hanya saja, pola kontrol, proteksi dan pengembangannya masih lemah. Sehingga tidak sedikit bantuan wirausaha dari pemerintah yang justru mangkrak dan lenyap di tengah jalan. “Belum lagi mereka juga menghadapi kendala dalam hal mutu produk, kualitas produk, permodalan hingga pemasaran,” imbuh Busyro.

Identifikasi Potensi Pengusaha Muda Dalam mencetak 5 ribu wirausahawan muda itu tentu tidak asal comot. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 5


MATA MATA UTAMA UTAMA itu, terang Busyro, di antaranya identifikasi minat dan potensi pemuda yang belum berwirausaha. Lalu para pemuda itu dibekali dengan pelatihan khusus sesuai dengan bakat dan minat masingmasing. “Tahap ini dilakukan juga berguna mencegah pengangguran atau orang miskin baru sedini mungkin.” Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi problem dan solusi peningkatan kapasitas manajemen dan kualitas mutu wirausaha pemuda yang sudah ada, di antaranya dengan memberikan pelatihan lanjutan, bantuan peralatan, fasilitasi permodalan, dan lainnya. Setelah terbentuk wirausahawan muda, Busyro berencana akan memverifikasi dan melakukan asosiasi jenis usaha yang digarap, sehingga akan terbentuk jaringan waralaba ala KFC, Indomaret, good tea, dan lain-lain. Sehingga nanti penjahit sesama penjahit, peternak sesama peternak, peternak dengan peternak, dan lainnya. “Dengan memakai model seperti ini, saya yakin, akan memutus mafia tengkulak hasil produk masyarakat,” ujarnya. Untuk menyukseskan gerakan itu, Busyro juga memerlukan pendamping-pendamping khusus. Pendamping itu tidak hanya akan mengawasi bantuan yang diberikan oleh pemerintah, tetapi juga menjadi konsultan mutu produk dan pemasaran dari tingkat kabupaten sampai kecamatan. Dengan pola ini, satu sampai tiga tahun yang akan datang, diyakini jaringan wirausahawan muda akan mampu memblok pasar lokal Sumenep. Kebutuhan seluruh masyarakat Sumenep dari sembako, jajanan sekolah, pakaian dan sebagainya tidak lagi membeli produk luar Sumenep. Selain itu, selama lima tahun ke depan, produk wirausahawan muda Sumenep juga diharapkan akan mampu bersaing di pasar regional, nasional dan bahkan internasional.

Libatkan 8 SKPD dan OKP Ide mencetak 5 ribu wirausahawan muda itu sebenarnnya tercetus sebelum KH A. Busyro Karim purna masa jabatan sebagai Bupati Sumenep. Sehingga tidak mengherankan jika konsep tersebut sebenarnya sudah siap dijalankan, karena ternyata

ada delapan Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemkab Sumenep pasang badan untuk menyukseskan program yang ditargetkan dalam satu tahun anggaran akan mencetak 1000 pengusaha muda itu. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sumenep, Saiful Bahri, membenarkan keterlibatan 8 SKPD itu. “Iya, memang bekerjasama dengan 8 SKPD,” tuturnya saat ditemui Mata Sumenep di kantornya, akhir pekan September lalu. Delapan SKPD tersebut, katanya, sama-sama memiliki tujuan seragam untuk mengurangi pengangguran dengan mencetak wirausahawan muda, sehingga lambat laun angka kemiskinan terus bisa ditekan. Bahkan, beberapa SKPD terkait itu, kata Saiful, juga sudah melakukan pertemuan guna memetakan program unggulan masing-masing menyesuaikan total anggaran Rp 20 miliar yang disiapkan (lihat tabel). Dari hasil pemetaan tersebut nantinya akan disingkronkan dengan upaya pembentukan entrepreneurship muda itu.

Kadisperindag, Saiful Bahri

ALOKASI 8 SKPD UNTUK WIRAUSAHA MUDA @ Rp 20 Juta x 1000 Wirausaha = Rp 20 Miliar/Tahun Selain itu, dalam menyukseskan program yang dicanangkan tersebut, organisasi kepemudaan (OKP) seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) juga digandeng. KNPI diyakini memiliki basis kader yang jelas hingga tingkat kecamatan. Diharapkan, dengan melibatkan KNPI, target program akan merata ke semua kecamatan. “Tindakan awal yang sudah dilakukan oleh KNPI sekarang ini sudah mulai roadshow ke beberapa kecamatan guna menjaring potensi pengusaha muda itu,” beber Saiful. Menurut mantan Kabag Perekonomian Setkab Sumenep itu, target pembentukan wirausahawan muda adalah lulusan SMA dan sederajat, dan lulusan pondok pesantren, yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya gara-gara terkendala persoalan ekonomi. Meski begitu, program itu tidak tertutup bagi kalangan sarjana yang tidak memiliki aktivitas, asal bisa menunjukkan

6 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

komitmen kuat untuk terjun di dunia bisnis. “Syaratnya, mereka mau bekerja keras dan berusaha. Kalau tidak mau, ya nggak bisa juga,” ujarnya. Rencananya, pelatihan bagi para calon pengusaha muda itu akan dilakukan sekitar 2 minggu. Setelah dilatih, mereka akan diberi bantuan modal dan peralatan. “Sekiranya itu belum cukup, kita akan fasilitasi ke bank agar mereka bisa meminjam modal,” ungkap

Saiful. Terlebih selama ini bank hanya mengucurkan pinjaman modal jika nasabah menunjukkan sertifikat pelatihan. Dengan kata lain, bank hanya mengeluarkan dana pinjaman bagi nasabah yang sudah siap menjalankan bisnis, bukan nasabah yang masih mau menjajaki bisnis. Berbekal sertifikat dari pelatihan itu dan juga ditopang dengan komunikasi dari SKPD, Saiful yakin, bank tidak akan segan mengeluarkan pinjaman modal.

Maksimalkan Pengawasan dan Evaluasi Setelah usaha para pemuda itu berjalan, tidak akan dilepas begitu


MATA UTAMA saja. Kata Kepala Disperindag Kabupaten Sumenep, Saiful Bahri, kerja pengusaha muda itu akan diawasi dan dievaluasi. Dia tidak ingin program itu gagal, sehingga pengawasan dan evaluasi dianggap kewajiban yang mesti ditunaikan. “Pasti akan ada pengawasan dan evaluasi guna memaksimalkan berjalannya program,” ujarnya. Evaluasi itu direncanakan akan dilakukan selama enam bulan sekali, sehingga diketahui kendala apa yang ditemui oleh pengusaha muda itu. Setelah itu, baru dilakukan pembinaan berkelanjutan agar bisnis yang dijalankan semakin berkembang. Dan khusus yang menghasilkan produk berbentuk apa pun, Saiful meyakinkan bahwa SKPD terkait akan membentu mencarikan pasar, sehingga ketika ada barang yang sudah diproduksi, langsung ada pasar yang siap menampung. Salah satu yang dia sebut akan dilakukan adalah membawa barang hasil produksi itu ke pameran. “Kami akan bantu melebarkan sayap pemasaran,” janjinya. Dengan bantuan pemasaran itu, diharapkan produk yang dihasilkan para wirausahawan muda bisa bersaing tidak hanya di tingkat regional, tapi juga nasional, bahkan di kancah manca Negara. Lebih jauh Saiful memaparkan, untuk sementara Pemkab tidak akan mengharap setoran dari hasil usaha para pengusaha muda itu ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setoran ke PAD diyakini akan menjadi efek domino jika usaha yang dijalankan para pengusaha

mengalami perkembangan siginifikan. “Pemerintah hanya memfasilitasi. Tujuan utama adalah melahirkan wirausahawan muda,” tandasnya.

Didukung Penuh Kaum Muda Visi gerakan mencetak 5 ribu pengusaha muda didukung penuh kalangan pemuda, setidaknya hal itu bisa dilihat dari antusiasme KNPI Sumenep yang siap menjadi patner dalam mewujudkan cita-cita tersebut. “Gerakan menciptakan 5 ribu wirausahawan merupakan peluang untuk mengajak dan menyemangati pemuda agar berani memulai wirausaha, terlebih sesaat lagi kita akan dibenturkan dengan MEA. Karena itu, para pemuda harus punya keahlian dan keterampilan. Pada intinya, pemuda harus menjadi pelopor perubahan bagi Sumenep. Jika punya keterampilan yang mumpuni, maka setiap orang akan menjadi bosnya,” kata Ketua DPD KNPI Sumenep, Ahmad Mahsun, dua pekan lalu. Mantan aktifis PMII Jogjakarta itu mengutip data hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Harian Kompas beberapa waktu lalu. Katanya, yang dilakukan Kompas melibatkan banyak orang. Hasilnya memperlihatkan bahwa beberapa orang, utamanya pemuda, punya keinginan kuat untuk berwirausaha. Dilihat dari karakteristiknya, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, yaitu 82,7 persen banding 73,7 persen. “Ternyata rata-rata banyak muncul dari anak-anak muda

PELOPOR: DPK KNPI Sumenep menggelar Dialog Potensi dan Pengembangan Wirausahawan Muda Sumenep, beberapa bulan lalu. usia produktif, yakni dari usia 20 hingga 40 tahun,” urai Mahsun. Spirit itulah salah satu rasionaliasi KNPI menyambut gembira gerakan 5000 wirausaha muda yang diluncurkan oleh Mantan Bupati Busyro. Karena bagi KNPI Sumenep, kaum muda memang harus menjadi pelopor perubahan, terlebih dalam bidang ekonomi. Sejauh ini, bentuk konkret dari dukungan KNPI adalah melakukan dialog seputar peluang kegiatan wirausaha ke beberapa kecamatan. Hingga kini, sudah terdapat 14 kecamatan yang sudah tergarap. “Dialog ini sebagai stimulus bagi para pemuda di kecamatan untuk memulai wirausaha. Artinya, sebelum mereka dilatih dan mendapat bantuan peralatan wirausaha, pola pikir mereka harus utuh dulu. Karena wirausaha tidak selalu

uang dan menunggu bantuan dari pemerintah,” jelasnya. Mental entrepreneurship itulah yang diharapkan Mahsun berkembang terlebih dahulu di dalam diri kaum muda, sehingga meski nanti sekecil apa pun skala usaha dan modal yang dikembangkan dalam berwirausaha, akan ditekuni semaksimal mungkin yang akan mengantarkan mereka menggapai mimpi yang sudah lama diukir. “Pola pikir yang akan tercermin dalam jiwa entrepreneurship ini yang kita harapkan terbentuk. Jika tidak, bisnis sebesar apa pun akan dijalankan dengan setengah hati,” paparnya. Karena itu, imbuhnya, KNPI akan terus melakukan dialog. Awal November mendatang dialog itu direncanakan akan dilakukan di wilayah kepulauan.

Tim Redaksi

MEREKA MERESPON 5000 PENGUSAHA MUDA veloper)

e Tommy (D

Khairul Anw

ar (Ketua AKLINDO Sumenep. Pengusaha Mec anical Elektrical) Saya kira targ et itu sangat relevan. Karena dengan pendud uk Sumenep ya ng berjumlah sekitar 1 juta itu untuk maju palin g tidak 3% haru pengusaha. Peng s usaha disini di berbagai bidang apa saja yang pe , nting menjadi pe laku usaha. Jadi kalau pemerinta h mempunyai pr ogram menceta 5000 wirausaha k muda saya sang at mengapresias apalagi juga dibe i rikan bekal mod al untuk usaha. Cuma managem en dan pengawas annya juga haru dimaksimalkan s termasuk juga ke tika sudah puny usaha harus juga a dipantau.

an dengan itu dilakuk au al K g. rget n bolo n, maka ta pi di siang dampinga en p dal. Bukan mim o an d ihan dikasih m dari pelat ai apalagi ap ting ic d en benar baik k rp te untu isa. Yang mungkin a aja itu b alau K ap itu sangat l. in il ik sk b ar, mau kuat dan es g b n u it ya t ta ia Rp 20 ju adanya n Uang itu adalah gan. ha muda sa gu ukan halan b en al p bagi al itu, mod h a u d h u b sudah tum

Target itu terlalu tinggi. Karena untuk menjadi pengusaha itu tidak bisa dikebut hanya dengan adanya anggaran tapi jaringan bisnis jauh lebih penti ng. Karena dari pengalaman saya di dunia usaha, tanta ngannya itu bukan terletak pada modal, tapi lebih pada pemasarannya. Apalagi di Sumenep sama dengan kotakota besar lain yang banyak berkembang usaha-usa ha strategis.

Dani Lildan (EO dan Industri Kreatif )

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 7


WAWANCARA MATA UTAMA

Pengamat Ekonomi Sumenep Halimi, SE.

Target Mencetak Wirausahawan Jangan Muluk-Muluk

M

encetak 5 ribu wirausahawan muda bagi sebagian kalangan diyakini mampu melejitkan kemampuan perekonomian. Karena jika wirausahawan muda benar-benar berhasil dalam usaha yang digeluti, tidak hanya angka pengangguran yang bisa ditekan, tapi juga bisa menambah pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa diambil dari (misalnya) proses perizinan dan lainnya. Tapi benarkah demikian? Berikut wawancara reporter Tabloid Mata Sumenep, Rusydiyono, dengan Pengamat Ekonomi, Halimi, SE.

Pemerintah telah mencanangkan program mencetak 5 ribu wirausahawan muda guna memaksimalkan laju perekenomian. Tiap tahun ditarget mencetak 1 ribu pengusaha yang akan diberi bantuan modal. Bagaimana pendapat Anda? Menciptakan 5 ribu pengusaha muda itu patokannya apa? Sebaiknya bikin program yang realistis saja. Bikin program itu harus berbasis data. Seperti halnya bantuan modal untuk para pelaku usaha, didata dulu berapa sebenarnya para pelaku usaha yang produktif itu, sehingga bantuan yang digelontorkan tidak menguap sia-sia. Ada pemetaan yang jelas. Kita tidak ingin terjadi kejadian serupa bantuan Kredit Usaha Tani (KUT) pada tahun 1999 lalu, bantuan habis begitu saja. Dana menguap entah ke mana, hasil juga nihil. Kemudian juga yang tak kalah penting diperhatikan adalah usaha yang ingin dibangun berbentuk apa. Jangan hanya diberi bantuan modal tanpa jelas usaha yang ditekuni, bantuan dana itu jelas akan sia-sia. Yang jadi target bukan para pelaku ekonomi yang sudah punya bisnis, tapi para pengangguran yang butuh aktivitas perekonomian. Jika memang pengangguran yang dibidik, harus jelas juga berapa sebenarnya angka pengangguran di daerah kita ini. Jangan kemudian muncul angka mencetak 5 ribu pengusaha. Harus ada patokan data dulu, sehingga arah dan targetnya jelas. Tidak usah muluk-muluk menargetkan seribu pengusaha tiap tahun. Meski tidak sampai seribu, tapi prosesnya bagus, itu akan lebih baik. Setelah diketahui berapa angka pengangguran di Sumenep, baru kemudian ada seleksi siapa saja yang akan digodok menjadi pengusaha ini. Seleksinya misalkan pakai

“

proposal. Siapa yang menelaah proposal itu pun harus jelas pula. Jika kemudian semua proposal yang masuk dikasi bantuan dana, maka sama saja ending ceritanya dengan KUT itu. Dari proposal yang disetor itu baru diketahui apakah bisnis yang bakal digeluti potensial atau tidak. Dengan bobot materi proposal itu, kita bisa memetakan siapa yang memiliki potensi terjun di dunia bisnis atau tidak. Jika memang ada pemuda yang lebih potensial dari lainnya, usaha yang dijalankan juga lebih prospek, maka bentuk bantuan juga harus lebih dimaksimalkan. Bukan disama-ratakan dengan lainnya. Jika ternyata disamakan, saya pikir itu tidak bagus juga. Sebenarnya apa yang perlu diperhatikan selain dari suntikan modal? Yang perlu dicermati dalam dunia usaha itu sebenarnya kan bukan hanya modal. Tapi jiwa wirausaha yang harus ditumbuhkan sejak awal pada tiap pribadi pemuda. Kita lihat saja orang China dan Tionghoa yang tampaknya notabene merupakan pedagang. Memang sejak awal jiwa wirausaha itu ditanamkan oleh nenek moyang mereka. Upaya menumbuhkan jiwa wirausaha ini harus digarap terlebih dahulu, yang harus kita contoh. Atau jangan-jangan Anda beranggapan pemberian bantuan modal tidak maksimal? Persoalan bantuan modal juga perlu kajian mendalam. Jika memang pemerintah mengucurkan bantuan modal, harus ada bantuan berkelanjutan. Jangan hanya sekali. Dan yang tak kalah penting adalah tepat sasaran. Selama ini kesannya kan bagi-bagi uang, padha melo. Bantuan modal itu harus dilandaskan pada apa yang bisa dikembangkan dengan modal yang diberikan itu. Sehingga modal yang diberikan percuma, karena tidak

ada perkembangan bisnis sama sekali. Oh iya. Ada yang sering kita lupakan, yakni para pelaku ekonomi informal seperti pedagang bakso, mie ayam, nasi goreng yang nongkrong di pinggir jalan. Padahal keberadaan mereka cukup berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi. Saya berharap, ke depan ada pendataan terhadap para pelaku ekonomi informal semacam itu. Bukan dalam rangka memajaki mereka atas usaha yang dijalankan, melainkan ingin mengukur kemampuan perkembangan di sektor itu. Setelah semua terdata, pemerintah bisa mengambilkan kebijakan anggaran yang bisa disupportkan kepada mereka. Di Amerika Latin, pedagang seperti itu diperhatikan sekali, karena pemerintah setempat menyadari akan peran penting mereka dalam pertumbuhan ekonomi. Lalu, bagaimana mengarahkan para pemuda terjun di dunia bisnis? Seperti yang saya sebut tadi, harus ditumbuhkan dulu jiwa wirausahanya. Setelah itu, jiwa wirausaha itu disingkronkan dengan sumber daya yang ada, entah itu sumber daya alam maupun kekayan dalam bentuk lain. Maksudnya, semua yang berkaitan dengan bisnis yang bakal digarap harus bersumberkan dari kekayaan yang ada. Misalnya, kita punya potensi kedelai dan kelapa. Apa yang bisa dibikin dari dua komponen itu? Bisa dibikin kecap dan minyak goreng, misalkan. Lalu di daerah mana potensi kedelai dan kelapa itu? Di situ nanti yang perlu digarap habishabisan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Arahkan pemuda berkarya menggunakan sumber kekayaan di sekitarnya itu. Perlu ada ahli untuk mengkaji itu semua. Pada intinya adalah pemetaan potensi, sehingga gampang mengambil pola yang akan dilakukan diterapkan.

Tidak usah muluk-muluk menargetkan seribu pengusaha tiap tahun. Meski tidak sampai seribu, tapi prosesnya bagus, itu akan lebih baik. Yang perlu dicermati dalam dunia usaha itu sebenarnya kan bukan hanya modal. Tapi jiwa wirausaha yang harus ditumbuhkan sejak awal pada tiap pribadi pemuda.

8 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

�


Rektor Universitas Wiraraja Sumenep Hj. Alwiyah, SE., MM.

WAWANCARA

Wirausahawan Muda Tingkatkan Laju Perekonomian Membebaskan Kabupaten Sumenep dari dari belitan kemiskinan bukan perkara mudah. Tapi dengan visi mencetak 5 ribu wirausahawan muda, harapan itu lambat laun bakal terwujud. Jika ekonomi para pemuda sudah berdaya, dampak yang akan muncul adalah berkurangnya angka kemiskinan. Belitan kemiskinan akan semakin longgar. Berikut wawancara reporter Tabloid Mata Sumenep, Khairul Arifin, dengan Rektor Universitas Wiraraja Sumenep, Hj. Alwiyah, SE., MM.

Bagaimana pendapat Anda tentang gerakan mencetak 5 ribu pengusaha muda? Sejauh untuk pengembangan ekonomi, konsep itu saya kira cukup bagus. Memang perlu ada gerakan menjadikan kaum muda sebagai pelaku kebangkitan ekonomi. Jika pemuda sudah tampil di depan untuk perbaikan perekonomian, maka pertumbuhan ekonomi sangat mungkin untuk digenjot sedemikian rupa. Kalau konsep itu diterapkan, otomatis langsung mengurangi pengangguran. Sebab selama ini, pemuda itu identik dengan pengangguran, bahkan ada streotip lain yang melekat pada kaum muda, meski itu tidak semuanya benar. Apa saja yang harus diberikan kepada calon pengusaha muda itu? Jelas pembekalan tidak boleh ditinggalkan untuk mencetak pengusaha muda ini. Bimbingan sangat penting dilakukan. Jangan hanya diberi satu pelatihan, kemudian mereka dilepas begitu saja. Bagi saya, jika konsepnya begitu, hasilnya nol. Harus ada pelatihan atau bimibingan berkelanjutan bagi mereka, sehingga potensi usaha yang mereka garap benar-benar berhasil. Selain itu, fasilitasi segala hal yang berkaitan dengan usaha yang akan ditekuni, juga kudu diperhatikan. Jika selama ini misalnya pengurusan izin usaha agak ribet, bagi kaum muda ini dilonggarkan, sehingga gairah muda di dalamnya tidak redup akibat gesekan pelayanan yang tak diinginkan. Anda yakin konsep mencetak wirausahawan muda ini bisa melejitkan kemampuan ekonomi daerah? Akan ada akibat yang bakal muncul bila konsep mencetak wirausahawan muda itu direalisasikan. Tidak ada lain dampak yang ditimbulkan, kecuali peningkatan laju perekonomian. Dan saya pikir, itu pasti, semacam hukum kausalitas. Negara bisa maju apabila 22 persen total populasinya memiliki jiwa entrepreneur, konsep itu juga berlaku untuk daerah kita. Cuma yang jadi persoalan memang bagaimana mengonsep itu semua menjadi kenyataan, terutama bagi kaum muda yang menjadi generasi penerus. Yang sangat perlu dilakukan adalah cara memutus pola pikir dari mencari pekerjaan pada menciptakan pekerjaan. Inilah yang mesti ditelaah.

Kita berharap para pemuda bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri daripada berbondongbondong mencari pekerjaan. Jika pola pikir tidak bisa diubah, sulit untuk mengubah keadaan. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mendatangkan para pengusaha sukses yang ada di luar daerah untuk menularkan jiwa entrepreneurship-nya kepada kaum muda. Biasanya pengalaman orang sukses akan menjadi ilham tersendiri yang ingin sukses. Lalu, potensi apa yang bisa digarap dan dapat melibatkan kaum muda? Potensi yang bisa digarap untuk mendongkrak kemampuan pendapatan daerah adalah sektor pariwisata. Ini bisa melibatkan peran pengusaha muda, seperti halnya mereka diarahkan untuk memproduk jenis souvenir tertentu yang bisa dibeli para wisatawan. Secara geografis, kota maupun kabupaten di Jawa Timur yang warganya punya kecenderungan menyukai pariwisata sangat dekat dengan Kabupaten Sumenep. Bisa dikatakan mereka akan sering berkunjung ke Sumenep. Sebenarnya banyak potensi di daerah ini yang bisa digarap, tidak hanya di sektor pariwasata. Kita punya kekayaan alam berbentuk migas, potensi laut juga melimpah. Tetapi yang sangat mungkin digarap maksimal dalam waktu dekat adalah pariwisata. Barangkali ini tidak berkaitan dengan tema awal perbincangan, tapi sangat berkaitan dengan ide yang Anda lontarkan tadi. Konsep seperti apa yang bisa Anda tawarkan untuk pengembangan pariwisata sendiri? Agar potensi pariwasata maksimal digarap, mode transportasi yang pertamakali harus dibenahi. Setelah itu, sejumlah fasilitas juga harus memadai untuk menunjang kegiatan pariwisata itu, seperti fasilitas hotel maupun tempat penginapan lain, termasuk juga restoran, harus dikonsep untuk mendukung kegiatan pariwisata ini. Pada intinya adalah bagaimana membuat para penikmat tempat-tempat wisata bisa enjoing dengan menu pariwasata yang kita suguhkan, sehingga berdampak pada kerinduan mereka untuk kembali menjadwalkan datang ke Sumenep. Di sini juga penting adanya promosi pariwasata, karena tanpa adanya promosi, orang luar tidak

tahu apa yang menjadi daya tarik di bumi kita ini. Jika destinasi wisata itu sudah menjadi tujuan wisata banyak orang, maka jelas hal itu akan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat bawah, termasuk para pelaku ekonomi seperti Usaha Kecil Menangah (UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) dan lainnya yang di dalamnya terdapat kaum muda. Jika tempat wisata itu sudah menjadi tujuan wisata khalayak ramai, dengan sendirinya segala bentuk yang dihasilkan para pelaku ekonomi itu akan terangkat, seperti kerajinan tangan, batik, camelan khas, keris dan lainnya. Dengan demikian, maka suntikan dana dari pemerintah bagi para pelaku ekonomi itu akan semakin berguna untuk meningkatka karya mereka. Sejauh ini, bagaimana Anda melihat potensi wisata di Sumenep, sudah digarap maksimal atau sebaliknya? Salah satu jujukan pariwisata yang ada di daerah ini adalah Pantai Lombang dan Slopeng. Kita bisa rasakan sendiri bagaimana kesan ketika ke sana. Hampir semua fasilitas yang ada tidak menunjang terhadap kegiatan pariwisata. Seperti halnya toilet yang paling dekat dengan lokasi, hampir bisa dipastikan cukup mengecewakan. Tempat makan juga tidak mendukung. Dari itu saja kita sudah bisa mengambil benang merah bahwa pengelolaan pariwasata masih perlu banyak pembenahan. Ketika melihat fasilitas yang kurang memuaskan itu, wisatawan luar Negara atau asing, biasanya akan cenderung kapok untuk mengunjungi tempat-tempat wisata itu. Ini barangkali sesuatu yang kelihatan kecil, tapi memiliki dampak besar. Kita memang perlu mencontoh Kota Surabaya dan Bali. Pariwisata di sana digarap habis-habisan. Pemerintah setempat benar-benar mengeluarkan energi untuk membuat wisatawan merasa betah berlama-lama di tempat-tempat wisata yang ada. Tidak ada lain yang dilakukan, selain membenahi fasilitas. Semua kegiatan sepertinya diarahkan terhadap pelayanan untuk kenyamanan wisatawan. Awalnya kita memang terkesan harus peras keringat dulu. Tapi di kemudian hari akan kelihatan dampaknya terhadap perkembangan ekonomi yang otomatis akan berdampak juga terhadap pendapatan daerah.

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 9


WAWANCARA

Dalam satu kesempatan menghadiri Forum Silaturrahim Bersama Ulama dan Tokoh Masyarakat Se-Kecamatan Pragaan, ada sosok Abdullah Arief, salah satu mantan Ketua Tim Sukses Assifa pada Pilkada tahun 2010 lalu. Bagaimana mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah ini bisa berada dalam pertemuan tersebut? Sebagai ulama dan tokoh masyarakat-kah? Atau ada motivasi khusus, sehingga sosoknya terlihat sibuk memimpin jalannya acara. Berikut wawancara wartawan Mata Sumenep ozi’ dan rafiqi, serta fotografer rusydiyono bersama Abdullah Arief, pada Selasa, 08 September lalu.

ABDULLAH ARIEF KETUA BKAD PRAGAAN

ORANG NU PENTING SEBAGAI PEMIMPIN Tahun 2010 lalu Anda merupakan Tim Pemengangan Pilkada pada paslon Assifa. Kenapa pada Pilkada tahun ini mendukung Kiai Busyro? Sebenarnya saya bukan tim. Saya di Abuya tidak masuk pada struktur. Cuma sering diminta pendapat oleh banyak pihak tentang harus bagaimana. Jadi selama ini saya hanya menginventarisir dan menjembatani kepentingan-kepentingan masyarakat tentang persoalan kemasyarakatan. Karena disini dulu termasuk dari pesantren yang mendapatkan Puskestren, maka para masyaikh disini merasa berterima kasih kepada Bupati. Sehingga ada inisiatif untuk mengundang bupati sebagai rasa tasyakkur. Dari kacamata politik, keterlibatan Anda dalam memandu acara tadi tetap memantik asumsi politis bahwa anda memang mendukung Kiai Busyro. Persoalan tadi jadi pemandu jalannya acara, itu hanya kebetulan saja. Tetapi karena semua orang itu mempunyai ijtihad politik masing-masing, jadi ijtihad saya, saya

10 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

hanya mengikuti Kiai Basyir. Karena saya mempunyai keyakinan bahwa pilihan Kiai Basyir tidak mungkin salah. Jadi kalau Kiai Basyir itu nomer 1, insyaAllah saya nomer 1. Alasan Bapak? Kenapa saya makmum kepada Kiai Basyir, karena saya melihat Kiai Basyir semakin berumur semakin alim, semakin kharismatik, dan saya yakin pilihan Kiai Basyir itu pasti yang terbaik. Jadi kalau ada yang tanya, saya jawab kalau ijtihad saya ya ikut Kiai Basyir. Bagaimana Anda melihat programprogram dalam kepemimpinan Kiai Busyro selama satu periode ini? Kalau dari program saya melihatnya sederhana. Seperti PAD naik, anggaran untuk jalan dan yang dipakai oleh banyak orang ternyata mencapai 160 M. kalau kemarin 110-115, ini kan luar biasa. Jadi kalau ada orang yang berkata selama kepemimpinan Kiai Busyro tidak menghasilkan apa-apa rasa itu adalah persoalan “like and not like”, suka atau tidak suka.

Apakah kepemimpinannya perlu dilanjutkan? Kalau saya melihat, program-program untuk kepentingan masyarakat lebih separuh sudah terakomodir. Bisa dibilang 70 persen, seperti kesehatan termasuk juga Puskestren. Saya kira, Puskestren ini adalah ide brilian dan saya khawatir kalau tidak berlanjut ini akan terbengkalai. Program-program brilian inilah seharusnya yang menjadi satu-satunya alasan masyarakat berpikir agar Kiai Busyro ini harus lanjut. Ada alasan lain diluar berjubelnya program-program unggulan dari kepemimpinan Kiai Busyro? Pertimbangan yang lain kenapa Kiai Busyro harus lanjut karena beliau adalah santri dan orang NU. Kenapa orang NU itu penting menjadi pemimpin karena komunikasi dengan masyarakat itu sangat kuat. Akses kepada masyarakat itu sangat luar biasa, karena bisa menjalin komunikasi dengan kiai langgar, masjid, dan lain-lain.


PROFIL BUDAYAWAN

Mengenal Edhi Setiawan (3)

MENGUKIR KAYU, WAKTU DAN SEJARAH Menyelami Ukir Madura Edhi Setiawan memang terbilang sosok yang tak ada habisnya. Sebagai budayawan Madura, ia tak hanya memiliki peran penting dalam perkembangan kesenian Topeng Dalang Madura yang di tangannya mampu menjelejah dunia internasional. Di lain itu, ia juga memiliki peran penting dalam perkembangan Seni Ukir Madura di kabupaten berlambang kuda terbang ini. Sebagaimana diceritakan sebelumnya, sepulang menyelesaikan pendidikan di daerah rantau, Edhi terus keluar masuk desa untuk mencari benda-benda kuno asli Sumenep Madura untuk dikoleksi secara pribadi. Dari kegiatan itu Edhi pun jadi tahu bahwa di kabupaten ini terdapat kesenian ukir yang unik dan bagus. Kesenian Ukir asli Madura, yang memantik hasrat dalam dirinya untuk mendalami satu kesenian lain, seiring Topeng Dalang Madura. Sekitar tahun 1979 Edhi mulai terjun total dalam ukiran Madura. Kepada Mata Sumenep ia menuturkan dirinya turun langsung ke lapangan untuk menggali dan melakukan pembinaan kepada sekitar 20 lebih pengrajin seni ukir di Kecamatan Giligentimg, Desa Marengan dan Karduluk. “Untuk semakin meningkatkan kualitas produk dan memelihara keaslian motif ke-Maduraannya,” tutur Edhi saat ditemui di Meja Bundar, beberapa minggu lalu. Mula-mula Edhi mengaku mempelajari seni ukir sebagai hobi saja. Akan tetapi lama-kelamaan hobi itu menjadi sebuah keseriusan yang mengharuskan diri untuk didalaminya. Karena itu, ia pun bisa mengukir dan terus mengembangkan ukiran Madura hingga terangkat ke ranah nasional. Dan atas sumbangsih kecintaan serta ketekunannya dalam mengembangkan kesenian ukir Madura itu, ia

mendapat penghargaan Upakarti dari presiden pada tahun 1993. Kala itu, ia merupakan 1 dari 17 penerima penghargaan Upakarti dari Jawa Timur. Jika diperhatikan, ukiran-ukiran yang dihasilkan om Edhi semuanya mempertahankan motif ukiran asli Madura. Meski ada yang berkembang, semata-mata perpaduan polesan seni untuk menambah keindahannya. Di rumahnya yang berada di Jl Jenderal Sudirman itu, rumah Edhi penuh dengan berbagai ukiran asli Madura dengan bermacam-macam motif dan jenis. Pajangan yang beragam dari yang berukuran besar sampai yang terkecil tersebut tak lain merupakan representasi kecintaannya terhadap kesenian ini. Bahkan karya ukir topeng pun juga ada dalam sekian koleksinya. Selain itu, produk ukiran om Edhi juga sangat dekat dengan peralatan kehidupan masyarakat Sumenep sehari-hari. Bermacam bentuk semisal Dakon, Kelompen, Kolong Sapi, Kotak Jamu, Lemari Hias, Tempat al Qur’an dan beberapa perabotan rumah lainnya dari yang ringan dan sederhana hingga yang sangat berharga.

Artist of FPSI Satu bidang lagi yang menjadi keahlian Edhi Setiawan adalah fotografi. Dan sebagaimana kesenian lainnya, bidang ini pula yang membawa namanya semakin terkenal di kancah internasional pasca membawa Topeng Dalang Madura ke pentas dunia. Beberapa kali karya bidikannya menjuarai even-even foto internasional yang diselenggrakan UNESCO pada tahun 1992 dan 1994. Bagi Edhi memotret bukan hanya sekedar hobi. Ia seperti luapan emosi dan ekspresi yang dituangkan lewat gambar. Baik tentang alam, lingkungan, dan segenap gelagat kehidupan manusia, adalah medan karya. Namun bagaimana Edhi menekuni bidang ini? Diceritakan, pada tahun 1985 ia

mulai terjun ke dunia fotografi. Hanya berbekal semangat gigih dan tak pantang menyerah, dalam waktu relatif singkat Edhi mampu menghadirkan banyak foto spektakuler sebagai karya. Tidak heran jika ia memperoleh gelar Artist of FPSI (Federasi Fotografi Seluruh Indonesia) lebih singkat dari teman-temannya sesama fotografer di Indonesia. Ia mengungkapkan, memperoleh hasil karya yang baik dalam fotografi tidaklah gampang. Sebab di dalamnya tak hanya membutuhkan tenaga, namun juga waktu dan ide yang brilian. Bahkan, demi memperoleh momen yang bagus, kata Edhi, kadang-kadang ia harus menunggu berhari-hari dan bercapaicapai untuk mendapatkan satu hasil foto yang spektakuler. “Karya foto yang bernilai tinggi tidak bisa didapat dengan cara mudah. Butuh kegigihan serta kesabaran dalam memburu sasaran,” jelasnya kepada Mata Sumenep. Namun demikian, seperti lazimnya pecinta kesenian Edhi percaya tak akan ada kerja yang sia-sia. Ada banyak prestasi yang telah diperolehnya dalam memotret beberap objek, baik wisata maupun kehidupan sosial. Seperti Juara Piala Presiden untuk Foto Pariwisata 1992, Medali Emas untuk Pasangan Terbaik dan Slide Warna Salon Foto Indonesia (SFI) 1992, Medali Emas untuk Pasangan Terbaik dan Slide Warna Foto Jurnalistik (SFI)

Edhi Setiawan 1993, dan Pemenang Utama Lomba Foto Se-Asia Pasifik di Jepang 1992 dan 1994, serta bannyak lagi medali dari prestasi fotografi lainnya yang hingga kini masih memenuhi seisi ruangan di rumahnya. Bahkan, sebagai pecinta fotografi, dalam usianya yang tak lagi muda Edhi masih tetap menekuni kegiatan yang satu ini. Kendati dalam kondisi kurang sehat sekalipun ia hampir tidak pernah absen untuk melakukan kegemarannya mengabadikan momen dalam sebuah gambar. Seolah-olah jiwa seni dalam dirinya tidak akan pernah menghilang sampai kapanpun, sehingga tubuh yang kurang sehat bukan suatu hambatan bagi bapak dua anak ini saat ia masih kerap terlihat di berbagai even kebudayaan dan lainnya untuk memotret, membidik, dan memastikan satu waktu terekam dalam sejarah. (Habis)

hairul/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 11


MATA BUDAYA

MENGENAL PARAMASASTRA MADURA (11)

D

alam bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa katakata yang permulaan katanya merupakan salah satu konsonan tajam, selalu diikuti oleh vokal /i/ atau /u/. Kata-kata yang dimaksud bukanlah kata dari bahasa Madura asli, melainkan kata pinjaman atau adopsi dari bahasa asing, seperti misalnya kata pipa, listrik, piknik, sipil, silet, eppil, sakoci, kasti, kipas, panci, musik, puisi, kartu, kuwitansi, suntik, kuliyah, kuwaci, musiyum, dan lain sebagainya. Namun, Medan Bahasa Basa Madura Nomor 2 Tahun 1950 kaca 20 menerangkan, yang memang asli Madura (konsonan tajam diikuti vokal halus) itu kenyataannya ada. Namun tidaklah banyak dan hal itu sudah agak sulit untuk menentukan, apakah katakata tersebut memang asli Madura atau kata adopsi dari bahasa asing atau bahasa daerah lainnya. Seperti misalnya kata cilut, sirut, kini’, dan merci. Kata cilut, digunakan sebagai tanda dalam permainan teg-keteggan atau petak umpet yang biasa dimainkan anak-anak. Kata cilut tersebut sebenarnya tidaklah mengandung arti yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa lain, namun sebatas bahasa isyarat dalam permainan tersebut yang memiliki maksud atau pemberitahuan bahwa yang bersembunyi sudah siap untuk dicari. Sedangkan kata sirut merupakan tiruan bagi orang yang tengah menyeduh kuah dengan mulutnya. Sementara kata kini’ menyatakan bentuk sesuatu benda yang lebih kecil dari keni’ (bahasa Madura dari kata kecil). Jadi maknanya lebih kecil dari sesuatu yang sudah atau memang berbentuk kecil, namun bukan berarti yang paling kecil. Dan kata merci, merupakan nama atau sebutan bagi makanan kecil atau sejenis kue basah yang rasanya manis, yang biasanya disebut juga dengan kue lumpur. Tidak mustahil nama ini memang ada yang memakainya

di daerah lain. Sehingga secara kebetulan, orang Madura yang pernah bertamu di daerah lain dan disuguhi kue tersebut lantas mengadopsi kata merci untuk kue lumpur manis tersebut.

Konsonan Mardhuwane (Konsonan Ganda) Konsonan /l/, /r/, /w/, /y/, tidak memiliki suara yang jelas. Suaranya tergantung pada kecap suara yang ada di depannya. Oleh karenanya dinamakan konsonan ganda atau mardhuwane dalam bahasa Maduranya. Malah ada juga sebagian yang menamakannya atau mengistilahkannya dengan konsonan yang tidak sempurna. P Penninga menyebutkan “de vioeiletters l, r, w, y zich schikken naar de voorafgaande medeklinker”. Jadi maksud Penninga, aksara /l/, /r/, /w/, /y/ tersebut mengikuti seperti apa bunyi konsonan yang ada di depannya. Berikut contohnya: 1. Bersuara tajam apabila kecap berada di depan konsonan bersuara tajam, seperti: - l: pola, kale, malo - r: cara, sere, tero - w: rowa, rowe, sowet - y: keya, ceya, peyol 2. Bersuara halus apabila kecap berada di depan konsonan bersuara halus, seperti: - l: bula, gali, jalu - r: dhara, jaring, biru - w: guwa, buwi, guwi’ - y: biya, giyar, dhiyuk 3. Konsonan Mardhuwane atau konsonan ganda /l/ dan /r/ menjadi atau bersuara tajam apabila berada di permulaan kecap salah satu kata. Contoh: - l: lagu, lebur, lobar, lako, lepor, lopot - r: raja, rebing, rogi, raca’, reyot, rokat 4. Konsonan Mardhuwane atau konsonan ganda /w/, dan /y/, selamanya tidak bisa menjadi aksara

12 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

awal atau permulaan, selain pada kata rangkap dan kata asing/ manca. Contoh: a. Kata rangkap (oca’ rangkebban): wak-kowagan, wang-guwang, weng-owengan, yol-seyolan, yang-seyang, yongmeyongan b. Kata asing (manca): wajib, wudu’, wesel, wortel, yatim, yodium, yayasan.

Diftong Yang dimaksud dengan diftong di dalam bahasa Madura ialah bunyi rangkap yang dilambangkan dengan dua huruf (vokal dengan konsonan pelancar) seperti /ay/, /oy/, dan /uy/. Contoh: - songay, tapay, rantay, anggay, balay, pennay - soroy, toroy, kompoy, tamoy, aloy - galuy, kerbuy, baruy, kendhuy, angguy Disamping itu juga ada keterangan bahwa yang dimaksud diftong ini adalah vokal rangkap seperti /ai/, / oi/, /ui/ di dalam bahasa Madura tidak digunakan. Karena vokal /i/ tetap dibaca sebagaimana mestinya. Contoh: - ebalai harus dibaca e-ba-la-i (bukan e-ba-lai) - ejagai harus dibaca e-ja-ga-i (bukan e-ja-gai) - egulai harus dibaca e-gu-la-i (bukai e-gu-lai) - epagibai harus dibaca e-pa-gi-ba-i (bukan e-pa-gi-bai) Oleh karenanya, apabila menjumpai konsonan penutup /y/ yang diganti dengan vokal /i/ dalam bahasa Madura akan kehilangan maknanya. Karena sekali lagi vokal /i/ tetap dibaca sebagaimana mestinya. Ketika menulis kata songayya misalnya, tidak bisa ditulis songaiia atau songaia. Sebelumnya telah diterangkan mengenai bab konsonan halus dengan konsonan tajam (konsonan = aksara mati). Begitu juga mengenai vokal halus dengan vokal tajam (vokal = aksara hidup). Sudah disampaikan

juga, bahwa di dalam kata Bahasa Madura asli, konsonan halus selamanya diikuti vokal halus, dan begitupun juga konsonan tajam selamanya diikuti vokal tajam.

Konsonan Kembar Di dalam bahasa Madura, banyak bunyi kembar yang harus ditulis dengan konsonan kembar juga. Seperti misalnya kata-kata bacca, billa, loppa, sossa, meller, pettes, pegga’, rengnge’, dan lainnya. Kata bacca, huruf /c/-nya dua, billa huruf /l/-nya dua, loppa huruf /p/-nya dua, dan seterusnya. Jadi dalam kata-kata tersebut ada dua konsonan yang sama atau sejajar. Oleh karenanya dua konsonan yang sama atau sejajar tersebut dinamakan konsonan kembar. Ada beberapa bunyi kembar yang jika tidak ditulis dengan konsonan kembar bisa mengganggu atau mengubah arti. Sehingga bisa timbul kerancuan dalam maknanya dengan kata sama namun tidak menggunakan konsonan kembar. Seperti misalnya kata bacca dengan baca. Bukuna bacca (ditulis dengan dua huruf /c/), misalnya, mengandung maksud Bukunya basah (karena air atau sesuatu yang bersifat cair). Sedangkan jika ditulis bukuna baca (ditulis dengan satu huruf /c/), maka artinya akan berubah menjadi bukunya baca (bentuk perintah).

bersambung… RB Moh Farhan Muzammily


MATA BUDAYA

Topeng Dalang Madura Dari Waktu Ke Waktu (4) Eksistensi Topeng Madura dalam Budaya Modern Di tengah merambahnya budaya barat yang terus menggerus budaya atau kesenian lokal daerah-daerah di Indonesia, Madura masih menggeliat mempertahankan budaya lokal yang ada. Salah satunya adalah Topeng Dalang Madura yang masih intens menampakkan jati diri sebagai kesenian rakyat yang tetap kokoh meskipun sudah ditinggalkan oleh beberapa kalangan demi kesenian modern yang notabeninya bukan kesenian daerah Sumenep, Madura. Fakta demikian setidaknya masih bergulir hingga tahun 2000-an dengan _sekali lagi_ tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh budaya dan kesenian seperti Edhi Setiawan sebagaimana disebutkan di awalawal tulisan. Dapat dikatakan, sebagai daerah yang kental dengan corak budaya, Madura tetap mencoba bertahan sejak awal eksodus akulturasi budaya modern. Sehingga Topeng Dalang Madura sebagai salah satu produk kebudayaannya masih eksis hingga hari ini. Memang, sepulang dari pentas di Jepang pada tahun 1991 Topeng Dalang Madura yang berkembang subur di Sumenep tidak pernah muncul lagi di pentas dunia. Namun, alasan jeda go internasional itu cukup masuk akal. Satu-satunya penggerak dan pelatih Topeng Dalang Madura, Edhi Setiawan mengalami sakit yang cukup parah pada paru-parunya. Sejak itu, Edhi tidak bisa lagi melatih dan menjadi penggerak proses Topeng Dalang Madura, sehingga para anggota group yang termasuk dalam binaan Edhi harus berpencar dan membuat kaderisasi secara mandiri di berbagai daerah di Kabupaten Sumenep. “Sebelum di operasi, saya memerintahkan kepada para anggota saya dulu untuk membuat kaderisasi di daerahnya untuk tetap melestarikan kesenian rakyat ini,” kata Edhi, ditemui Mata Sumenep

Grup Topeng Dalang Madura “Rukun Pewaras” sedang tampil di salah satu acara Rokat Pandawa, di Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. di kediamannya pekan kedua September lalu. Setelah sakit Edhi mengaku tidak lagi bisa berkecimpung langsung dengan dunia Topeng Dalang Madura. Sehingga akses untuk menuju pentas dunia sudah mulai renggang dan mulai kehilangan ada akses. Bahkan, tidak hanya akses, persoalan urung konsep dan sekenario Topeng Dalang Madura yang lahir dari Edhi menjadi kendala yang signifikan untuk kembali pentas di dunia. Namun, meski tidak lagi menunjukkan jati dirinya di pentas dunia, para pelaku kesenian tersebut tetap terus berproess dan intens menjaga kelestarianya. Dari panggung ke panggung hingga pentas dunia kembali lagi ke pentas panggung ke panggung di pelosokpelosok desa. Kemudian pada sekitar tahun 2004, kata Edhi, Topeng Dalang Madura kembali mendapat kesempatan untuk pentas ke luar negeri dalam rangka even kebudayaan. Namun karena keterbatasan waktu dan keadaan yang dimilikinya sebagai pelopor Topeng Dalang Madura menuju pentas dunia serta ketidakmungkinan untuk di serahkan kepada sejumlah anggota yang dulu pernah berproses bersama,

kesempatan itu pun dibiarkan begitu saja. “Para pemain Topeng Dalang Madura yang berpengalaman pentas di luar negeri dulu sudah banyak yang wafat,” jelas Edhi. Hingga tahun 2015 ini kesempatan datang lagi. Topeng Dalang Madura kembali pentas di salah satu stasiun televisi swasta di ajang pencarian bakat bidang tarik suara (dangdut). Meski dengan durasi yang sangat singkat dan tidak melibatkan semua personil, kehadirannya di pentas nasional cukup menjadi bukti bahwa kesenian rakyat Topeng Dalang Madura tetap eksis, berdiri kokoh mempertahankan jati diri sebagai kesenian lokal yang mendunia. Selain itu, Topeng Dalang Madura tetap bergerilya menampilkan kesenian ini ke berbagai tempat di Madura maupun luar Madura. Baik dalam even kebudayaan yang diselenggarakan pemerintah, kelompok organisasi maupun personal seperti perayaan pernikahan, rokat dan sebagainya. Fenomena semacam ini, disamping sebagai usaha pelestarian budaya lokal, tentu berhasil menunjukkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat Sumenep akan kesenian rakyat ini. Terbukti, hingga hari ini

masyarakat masih memegang teguh akan ritual Topeng Dalang Madura yang diyakini sebagai ritual rokat pandawa. Dalam praktiknya, setelah pementasan cerita yang disusung oleh grup Topeng Dalang Madura tersebut, baik cerita kerajaan Jawa maupun cerita ksatria pandawa, ada ritual rokat pandawa yang memang menjadi inti dari kesenian ini di mata masyarakat. Sebab diluar persoalan seni dan budaya, sebagian mereka percaya dengan adanya rokat pandawa seorang anak yang dimaksud akan terlepas dari marabahaya. Karena itu, secara gamblang keyakinan terhadap ritual tersebut menjadi motivasi alami untuk tetap mempertahankan Topeng Dalang Madura. Meski tidak semua masyarakat Sumenep beranggapan begitu, upaya mempertahankan Topeng Dalang Madura dilakukan dengan alasan kesenian rakyat ini harus dilestarikan sebagai kekayaan budaya Indonesia. Sedari awal, grup Topeng Dalang Madura yang ada di Kabupaten Sumenep sangatlah banyak. Namun yang masih benar-benar aktif dan memiliki jam terbang yang tak lagi diragukan hanya sekitar 4-5 grup. Kelimanya itu, tersebar mulai dari Desa Karangbudi, Paberasan, Kalianget, Saronggi dan Pasongsongan. “Itu untuk yang golongan dewasa,” ujar Edhi. Yang mencengangkan, kesenian rakyat ini pun sudah merambah kalangan anak-anak. Menurut Edhi, grup Topeng Dalang Madura anakanak juga ada. Sebagai generasi yang tetap akan mempertahankan budaya lokal dan kesenian rakyat, mereka pantas mendapat bimbingan khusus tentang Topeng Dalang Madura di dalam sebuah paguyuban maupun kelompok. “Harapannya, semoga Topeng Dalang Madura tetap intens dan terus berkembang,” pungkasnya.

bersambung… hairul/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 13


Mata Opini

Ibnu Khaldun; Bicara Politik Pemilihan dan Kepemimpinan MUKHLISHI*

I

bnu Khaldun bernama lengkap Abdurrahman Ibnu Khaldun Al-Magribi Al-Hadrami Al-Maliki. Lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H (27/5/1332 M). Tunisia ketika itu merupakan pusat ulama dan sastrawan besar. Ibnu Khaldun tumbuh-kembang di wilayah yang –kala itu- dilanda persaingan dan persekongkolan antar kelompok politik. Namun, situasi tak kondusif itu tak menyurutkan semangatnya untuk tekun menuntut ilmu di berbagai bidang. Ibnu Khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca dan menghafal Al-Qur’an. Lalu, belajar ke sejumlah guru. Para gurunya berkualifikasi terkenal di bidangnya masing-masing. Dia mendalami aneka ilmu seperti tafsir, hadits, ushul fikih, fikih, nahwu, sharaf, balaghah, fisika, dan matematika. Pemikiran-pemikiran yang dia tuangkan lewat berbagai tulisannya lahir melalui studi yang mendalam dan dipadu dengan pengamatan kritis terhadap berbagai persoalan di tengah masyarakat yang dia-pun juga ada di dalamnya. Saat dia mengemban amanah berupa berbagai jabatan penting (seperti sekretaris negara, duta besar, atau hakim) di berbagai wilayah (seperti Fez, Granada, atau di Afrika Utara), tercatat bahwa di masa-masa itu penuh dengan berbagai peristiwa atau masalah yang harus dia hadapi. Itu semua berkontribusi terhadap kedalaman karya-karya Ibnu Khaldun. Sepanjang sejarah pemikir politik mulai dari Socrotes hingga para pemikir kontemporer akan senantiasa eksis dengan masalahmasalah relevan untuk dikaji untuk disuguhkan. Karena itu mempelajari, menelaah dan merenungkan masalahmasalah yang mereka kemukakan tetap urgen terutama dalam rangka menanggulangi problem nyata yang kita hadapi. Di antara topik besar yang mereka kemukakan adalah masalah kehidupan berpolitik manusia dalam sebuah masyarakat

yang dikemukan oleh Ibnu Khaldun, penulis berusaha mengemukakan pendapat Ibnu Khaldun (1332-1406) yang berdasarkan pengalamannya yang sangat luas di bidang politik praktis dan pengamatannya yang tajam dalam bidang pemikiran Politik yang dituangkan dalam karya monumentalnya “al- Muqaddimah”. Pandanganya mengenai politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hokum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relative baru. Di luar bidang hokum serta sebelum Negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.” Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuantujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuanitu. Pengambilan keputusan (decisionmaking) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi

terhadap beberapa alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuantujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakankebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Ibnu Khaldun dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial. Namanya tidak hanya terkenal di dunia Islam, tapi juga di kalangan non-muslim ia adalah sejarawan ahli politik, sosiolog, ahli fiqh, hakim, dan sederetan gelar lainya yang layak disandangkan kepadanya. Diantara ulama’ pemikir politik klasik dan pertengahan, Ibnu Khaldun dapat dikatakan sebagai tokoh yang paling banyak berkecimpung dalam dunia politik praktis. Ini merupakan salah satu kelebihan Ibnu Khaldun disbanding dengan ulama’-ulama’ sebelumnya. Ibnu Khaldun, sebagaimana pemikir-pemikir Islam lainya, juga membicarakan tentang dasar hokum penegakan pemerintahan. Sebelum mengemukakan pandangannya, Ibnu Khaldun terlebih dahulu menjelaskan pandangan-pandangan para ulama’. Ada ulama’ yang menganggap imamah atau pemerintahan merupakan kewajiban syar’i. Ibnu Khaldun memberi beberapa kualifikasi orang yang akan menjabat sebagai imam atau pemimpin. Pertama, memiliki pengetahuan. Bagi Ibnu Khaldun seorang pemimpin harus memenuhi kualifikasi mujtahid. Kedua, adil. Seorang pemimpin harus bersikap adil, karena ini tuntutan abadi dan semangat syariat. Ketiga, memiliki skill. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan menejerial mengelola pemerintahan. Keempat, sehat panca indra. Dalam hal ini Ibnu Khaldun berbeda dari Al Mawardi yang masih member toleransi terhadap kualifikasi pemimpin yang cacat fisik selama tidak mengganggu tugas kenegaraan. Ibnu Khaldun malah bersifat tegas.

Menurutnya, cacat fisik yang dapat mengganggu pemandangan saja, seperti cacat kaki, tidak dapat menjadi pemimpin. Mencermati pemikiran politik Ibnu Khaldun dalam Iqbal (2010; 54), ada beberapa catatan yang layak dikemukakan disini. Pertama, Ibnu Khaldun lebih banyak mendasarkan teori-teori politiknya pada pengalaman dan kiprah politiknya. Ini merupakan nilai tambah tersendiri bagi Ibnu Khaldun bila dibandingkan denganpemikir-pemikir abad klasik dan pertengahan lainnya. Perjalanan politiknya yang panjang sangat membantunya dalam melihat realitas politik yang terjadi. Kedua, Ibnu Khaldun mengembangkan teori ashabiyah atau kelompok yang dianggap merupakan sisa-sisa tradisi jahiliyah. Namun Ibnu Khaldun dengan cepat membingkainya dengan kerangka agama. Ketiga, Ibnu Khaldun juga berani keluar dari doktrin politik sunni yang mensyaratkan suku Quraisy sebagai pemegang puncak pemerintahan. Menurutnya, syarat Quraisy bukanlah hal yang mutlak dan harus ditafsirkan ulang sebab yang terpenting adalah kecakapan dan ketegasan seperti orang Quraiys. Maka dalam konteks Indonesia dan Sumenep secara khusus setidaknya kreteria memilih pemimpin cukup menjadi pertimbangan dalam proses pemilihan pemimipin. Ibnu Khaldun sangat layak dan pantas dengan memiliki banyak predikat, seperti Bapak Sosiologi, Bapak Ekonomi, Sejarawan, dan Ahli Politik- telah lama berpulang. Dia wafat di Kairo pada 25 Ramadhan 808 H (19/3/1406 M). Tapi, dia masih serasa dekat dengan kita. Hal itu dikarenakan buku-bukunya tetap ‘hidup‘ dan selalu siap menemani siapapun yang akanberselancar di dalam lautan ilmunya. Semoga ada generasi penerusnya.

*Pernah belajar di Karang Beraji Gapura.

Redaksi Mata Sumenep menerima tulisan Opini dalam berbagai perspektif (Islam, Budaya, Sosial-Politik dan Ekonomi) dengan materi seputar Sumenep. Panjang tulisan maksimal 850 kata. Tulisan bisa dikirim via email ke: matasumenep@gmail.com

14 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015


KISAH INSPIRATIF

KISAH SUKSES BERBISNIS ARIT Kendati menjalani dualisme kehidupan, Moh Ilyas tidak kehilangan prioritas akan pentingnya pendidikan. Justru dengan “bisnis pisau & arit” yang dijalaninya, ia ingin nafas pendidikan tetap bisa dihirup dalam-dalam.

NEGO: Moh Ilyas (kiri) tampak menjajakan pisau dan arit-nya kepada ibu-ibu di sebuah beranda rumah warga di Batang-Batang.

Alkisah, menginjak kelas satu SMA pria kelahiran Sumenep, 15 Januari 1994 ini mulai merancang usaha yang kiranya bisa ia lakukan untuk menopang biaya hidup, termasuk biaya sekolah, seharihari. Namun rancang-dirancang, baru menginjak kelas dua SMA akhirnya ia mulai berbisnis pisau dan arit ini. Awalnya, kata Ilyas, ia mulai menjajakan perabotan dapur dan perabotan sehari-hari untuk untuk mengupas rumput dan memotong kayu itu kepada ibu-ibu di daerahnya. “Saya dulu menjualnya keliling dari desa saya hingga ke pasar Candi. Setiap ada ibu-ibu di pinggir jalan saya tawari pisau dan arit. Ya ada yang mau, ada yang tidak,” katanya kepada Mata Sumenep. Ilyas mengatakan, tak ada rasa malu dan gengsi dalam menjalankan usahanya. Sebab selain mencari rezeki yang halal dengan cara yang benar, usaha tersebut dianggapnya lebih baik dari hanya mengandalkan orang tua atau memperoleh dengan cara yang tidak benar. Karena itulah, dalam waktu yang cukup singkat usaha yang dijalani Ilyas pun sedikit demi sedikit berkembang.

Inovasi Pemasaran

S

iapa sangka jika kehidupan salah satu siswa kelas tiga SMA Nurul Jadid, Batang-Batang, Sumenep, ini dilumuri peluh perjuangan. Demi melanjutkan pendidikan, tak kurang dari setahun ia bergerilya dari rumah ke rumah hingga lintas kecamatan, melakoni syarat hidup untuk mendulang rezeki dari pahitnya kuasa zaman. Memang, tak banyak yang tahu bagaimana aktivitas dan perjuangan hidup Moh Ilyas selama satu setengah tahun ini. Padahal setiap hari ia tidak pernah membuang waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat bagi cerah harapan masa depannya. Pagi-pagi Ilyas, begitu ia dipanggil, harus pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu. Lalu sepulang dari sekolah, ia harus pula menjalankan usahanya dalam berbisnis perabotan seharihari, seperti pisau dapur, arit atau sabit rumput maupun kayu, dan semacamnya.

Karena Uang Saku Sebagai anak desa dari seorang bapak bernama Subangkit dan ibu Mahmina, di Dusun Tarebung Tenggi, Desa Kolpo, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Ilyas dibesarkan sebagai pemuda yang serba kekurangan dan pergaulan yang juga terbatas. Sejak bangku MTs, dalam kondisi ekonomi di bawah rata-rata, ia sudah dididik bertanggung jawab secara finansial oleh kedua orang tuanya. Kepada Mata Sumenep, Ilyas bercerita sejak itu dirinya jarang diberi uang saku saat pergi ke sekolah. Hal itu membuatnya harus pulang-pergi setiap jam istirahat demi mengisi perut di rumah yang tak begitu jauh dari sekolah. Kebiasaan yang seperti itu tak pelak dibawanya hingga ke bangku SMA. Bahkan tak hanya tak lagi meminta, kini Ilyas juga sudah mampu memberi uang kepada kedua orang tuanya.

Singkat cerita, ia mulai mencari penjual alat-alat serupa di pasarpasar kecamatan dan menarik mereka agar menjadi pelanggan tetap. Tak heran jika mulai dari Kecamatan Batang-Batang sampai Kecamatan Saronggi, Bluto, dan hampir setiap pasar di daerah Kabupaten Sumenep ini terdapat penjual yang menjadi pelanggan tetap Ilyas. Tak hanya itu, sebagaimana zamannya, Media Sosial seperti Facebook dan Blackberry Massanger pun juga ia gunakan untuk berjualan. Melalui penjualan online yang disebutnya sebagai inovasi pemasaran ini, Ilyas mengaku sudah merambah penjualan pisau dan arit-nya hingga ke Kabupaten Pamekasan. “Seandainya dicari di Pamekasan, sudah banyak pisau dan arit atau sabit saya disana yang saya jual lewat online,” tuturnya. Sementara itu, pengiriman barang menurut Ilyas dilakukan setiap minggu kepada

pelanggannya. Namun sebab banyaknya oplah yang harus dipenuhi, hampir setiap hari ia mengantarkan barang kepada pelanggannya yang tersebar di berbagai daerah itu. “Termasuk untuk yang via online,” tambahnya.

Prioritaskan Pendidikan Bisnis pisau dan arit yang dijalani Moh Ilyas memang sudah terbilang sukses. Namun kepada Mata Sumenep, ia mengaku tetap memprioritaskan pendidikan ketimbang usaha yang ditekuninya itu. Sebab meski dengan usahanya kini ia bisa membeli sepeda untuk diri dan orang tuanya serta dapat menabung untuk biaya kuliah nanti, Ilyas tetap merasa tanpa pendidikan ia tidak akan sukses di masa yang akan datang. Tak hanya datang dari Ilyas, pihak sekolah pun membenarkan pernyataan tersebut. Saat ditanya soal siswa yang berwirausaha, Waka Kurikulum SMA Nurul Jadid, Wahed mengatakan bahwa salah satu siswanya memang ada yang berwirausaha. “Iya, memang benar Ilyas itu siswa sini yang sudah punya usaha sendiri untuk biaya sekolah dan kehidupannya sehari-hari. Dan saya pernah bertanya, dari modal uang 700 ribu hingga sekarang ia sudah mengumpulkan uang sekitar 10 juta lebih,” kata Wahed, saat dikonfirmasi tentang Moh Ilyas. Menurut Wahed, meski menjalankan usaha sepulang sekolah, prestasi Ilyas di kelasnya cukup bagus dan terbilang sebagai siswa yang aktif. Karena itu hingga kini pihak sekolah tidak pernah mempersoalkan kegiatan yang dijalankan di luar sekolah tersebut sebab tidak mempengaruhi kegiatan pembelajarannya di kelas. Selain menjalankan bisnis pisau dan arit, Ilyas ternyata juga menjalankan bisnis sampingan yang mencengangkan. Bagaimana tidak, dilain mampu berprestasi dan sukses berbisnis pisau dan arit, ia masih pula berjualan buku ke sekolahsekolah, menjual HP serta Laptop untuk meningkatkan income yang diperolehnya “Kalau tidak seperti ini saya tidak bisa memenuhi kebutuhan saya sehari-hari, termasuk kebutuhan saya sekolah,” tandasnya.

hairul/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 15


Mengenal Profile Penulis dari Annuqayah

MEDIA AKTUALISASI DIRI Menjadi penulis memang tidak selalu hanya soal prestasi nan prestisius. Dalam banyak versi tentang aktivitas yang satu ini, Abdurrahim el-Sany memilih menulis sebagai media aktualisasi diri. Mengapa?

Abdurrahim el-Sany

U

dara panas tidak menghalangi langkah Mata Sumenep menyambangi rumah Abdurrahim, di Desa Paberasan, siang itu. Meski waktu kunjung mengganggu waktu istirahat siang, namun salah saeorang alumni Ponpes Annuqayah Guluk-Guluk yang intens menekuni dunia kepenulisan ini berkenan menyambut kedatangan kami di tengah kondisi berpuasa sunnah yang ia jalani. Pada kesempatan Rabu, 23 September itu, kami melakukan sharing berbincangbincang seputar perjalanan menulis yang ditekuninya hingga menjelang shalat Asar. Nama Abdurrahim kiranya bukanlah nama baru dalam dunia kepenulisan baik lokal maupun regional. Terutama dalam tulisan bergenre fiksi yang menjadi andalannya. Namun hal ini bukan berarti namanya tidak pernah muncul dalam karya non fiksi seperti opini, artikel, kolom, dan lain-lain. Karya-karya ilmiahnya banyak dimuat di majalah atau buletin yang ada di Kabupaten Sumenep. Mengenai hal ini, Abdurrahim menjelaskan, perbedaan jenis tulisan yang ia hasilkan sifatnya fluktuatif tergantung kondisi yang ia alami. Ia mencontohkan ketika dirinya duduk di bangku sekolah karyakaryanya lebih fokus kepada fiksi. Namun ketika sudah menjadi mahasiswa, ia mulai menghasilkan karya non fiksi untuk menuangkan berbagai ide dan gagasan yang bercokol dalam pikirannya. Jika dirinci, produktivitas Abdurrahim dalam menulis karya fiksi terjadi pada kisaran tahun 2006-2008, yakni saat

dia duduk di bangku Madrasah Aliyah Keagamaan Annuqayah (saat ini Madrasah Aliyah Tahfidh Annuqayah). Sedangkan menulis karya non fiksi dimulai pada akhir 2008 ketika dirinya terdaftar sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep (sekarang Institut Ilmu Keislaman Annuqayah).

Tiga Motivasi Bagi pria kelahiran Sumenep, 22 Maret 1990 ini, ada tiga faktor yang memotivasi dirinya gemar menulis. Pertama, menulis adalah fasilitas belajar. Disini, ia memahami bahwa dengan menulis, dirinya dapat lebih mudah mengingat dan mengembangkan setiap ilmu yang ia peroleh, “baik dari ceramah, penyampaian dosen, atau membaca buku,” katanya. Jadi ketika memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber tersebut, Abdurrahim mengikat ilmu dengan tulisan berbentuk opini, artikel, maupun cerpen. Kedua, menulis adalah sarana membebaskan diri. Hal ini Abdurrahim lakukan ketika dirinya tidak dapat mengungkapkan unek-unek yang mengganjal dalam pikirannya secara lisan, maka dalam bentuk tulisan ia merasa bebas mengungkapkan semua hal dari yang bersifat umum hingga privasi. Ketiga, menulis adalah media mengaktualisasikan diri. Menurutnya, poin terakhir ini sangat erat kaitannya dengan keinginan untuk menjadi pribadi yang aktif atau pasif. Ia mencontohkan hal tersebut kepada dirinya sendiri yang berhasil

16 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

menerbitkan novel semi ilmiah pada tahun 2009 silam dengan judul “Bercakap Dengan Cinta”. “Jika waktu itu saya tidak menulis, mungkin saya hanya akan menjadi pujangga yang pasif,” katanya sembari tersenyum. Dalam setiap karya yang dihasilkannya itu, Abdurrahim menambahkan kata el-Sany di akhir nama sebagai identitas pengarang menjadi Abdurrahim el-Sany. Sebuah nama yang selalu memberinya kekuatan dan semangat untuk terus belajar serta tidak takut untuk bermimpi dan mengejarnya. Hal itu karena nama el-Sany diambil dari nama kedua orang tua Abdurrahim yang keduanya mempunyai wazan sama, yakni sanaya, sehingga hal ini membuatnya merasa dekat dengan orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung setiap roses yang dilakukan. Lebih jauh, ia mengaku bahwa nama itu pula yang membuat dirinya menjadi dikenal orang banyak sebagai penulis dengan karya yang baik dan diterima oleh masyarakat. “Itu adalah nama pena dan penyemangat saya. Karena dengan nama itu, saya merasa lebih kuat terutama dalam melawan capek,” tutur Abdurrahim.

Belajar Otodidak Dalam menggeluti dunia kepenulisan hingga menghasilkan banyak karya, Abdurrahim menjalaninya dengan cara otodidak. Ketika masih aktif sebagai santri di Ponpes Annuqayah, ia mengaku tidak sama dengan para santri lain yang banyak aktif di komunitaskomunitas kepenulisan untuk

mengembangkan keahlian dan kepekaan dalam menulis. Akan tetapi metode dan kompetensi yang berlaku di komunitas juga ia terapkan dalam hidupnya bahkan lebih ketat. Menurutnya, hal itu ia lakukan karena meyakini bahwa tidak ada satupun kesuksesan yang bisa didapat dengan mudah. Dalam hidup ini ia senantiasa percaya setiap kesuksesan akan selalu disertai dengan perjuangan keras dan rela menghukum diri sendiri seperti menargetkan harus membaca 2 buku dalam satu hari. “Keyakinan itu saya peroleh dari perjalanan kreatif para penulis besar yang saya baca,” terangnya. Sementara untuk kompetensi yang diterapkan, ia bercerita semasa nyantri di Ponpes Annuqayah memang ada iklim kompetensi yang dibangun oleh santri yang aktif di komunitas menulis untuk mengirimkan tulisannya ke salah satu Koran harian lokal sebagai alat pengukur kualitas tulisan yang dihasilkan. Setiap tulisan yang berhasil dimuat secara otomatis menjadi prestasi yang prestisius bagi penulisnya. “Waktu itu sekitar tahun 2007, dan cerpen saya berhasil dimuat di Radar Madura,” kenang suami Afina Rahmatan Nazila ini. Selain diterbitkan di Radar Madura, karya-karya Abdurrahim el-Sany juga dimuat di majalah Infitah, majalah Hijrah, majalah Fajar, buletin Navigasi, dan buletin Jejak. Selain itu, ia juga menerbitkan buku antologi cerpen bersama penulis Annuqayah lainnya pada tahun 2011 dengan judul “Panggil Aku Haura”.

ozi’/rafiqi


SDN Pajagalan 2, Sumenep

S

enyum manis menghiasi wajah ceria Putri Hafizhah Pinandita, saat Mata Sumenep berkujung ke SDN Pajagalan 2 Sumenep, pada Sabtu, akhir pekan September lalu. Siswi kelas 6 A inilah yang bakal membawa nama harum Kabupaten Sumenep ke even nasional dalam rangka Olimpiade Matematika yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Matematika bekerjasama dengan Lingkar Studi Matematika Universitas Brawijaya, Malang, awal Oktober nanti. Sebelumnya gadis kelahiran 08 Februari 2004 ini sudah merebut Juara Pertama dalam seleksi Rayon Madura yang digelar di Universitas Madura (Unira) Pamekasan, pada 20 September lalu. “Merupakan kebanggan bagi kami, terutama keluarga besar SDN Pajagalan 2, dan juga kebangaan bagi Kabupaten Sumenep tentunya, karena Putri sudah menyisihkan beberapa sekolah unggulan di Sumenep bahkan di Madura dan mendapat peringkat I di Rayon Madura kemarin,” kata Kepala SDN Pajagalan 2 Nurut Taufik melalui Ali Harsojo selaku Ketua Tim Pembina Prestasi Anak. Yang juga membanggakan, dalam olimpiade matematika yang bertema Pekan Matematika Nasional (Pemnas) 2015, Putri, begitu akrab dipanggil, berhasil berada di peringkat ke-4 dari 29 rayon se-Indonesia. Karena itu, ia telah dipersiapkan kembali oleh pihak sekolah untuk berjuang di ajang semi final Pemnas 2015, pada 03 Oktober nanti. “Tempatnya sudah di Fakultas Matematika Universitas Brawijaya, Malang,” kata Ali. Pada even kali ini, Ali mengaku SDN Pajagalan 2 Sumenep memang tidak hanya ikut berpartisipasi semata. Sedari awal pihaknya sudah melakukan persiapan yang sangat matang dan melalui perencanaan yang matang pula. Berbagai bimbingan dilakukan sekolah tingkat dasar

ini kepada siswa dan siswi yang memiliki kemampuan lebih dari hari Senin hingga hari Kamis, baik di bidang Matematika maupun IPA. Bimbingan tersebut, lanjut Ali, dilaksanakan pihaknya sepulang sekolah. Kemudian pada sore hari bimbingan kembali dilaksanakan di lembaga belajar SSC (Siswa Sukses Cendikia) Pajagalan yang sudah menjalin kerjasama cukup lama dengan SDN Pajagalan 2. Sementara itu untuk meraih gelar juara, dalam dua minggu menjelang pelaksanaan seleksi Rayon Madura pada September kemarin, bimbingan tersebut ditambah menjadi setiap hari. Hal itu dilakukan karena pihak sekolah merasa persiapan untuk Pemnas 2015 kali ini harus ekstra. Apalagi dengan masuknya Putri ke semi final, ia berkomitmen bimbingan harus lebih ekstra lagi dari sebelumnya. “Persiapan dari pihak sekolah ini beda dari tahun lalu. Kita belajar dari kegagalan tahun lalu. Apalagi nanti di semi final Putri harus menghadapai berbagai cara mengisi soal dengan 3 kali tahap,” terangnya, kepada Mata Sumenep. Menurut Ali, pada tahap pertama nanti, Putri harus menyelesaikan soal tes biasa dengan durasi 10 menit. Setelah itu baru ia akan mengerjakan moving test, yaitu mengerjakan soal dengan pindah dari bangku satu ke bangku yang lain yang berjumlah sepuluh bangku dengan panjang durasi masih 10 menit untuk setiap soal. “Terakhir, harus melalui soal cerdas-cermat,” katanya. Demi hasil maksimal, penyeleksian di tingkat sekolah pun dilakukan SDN Pajagalan 2 Sumenep untuk memilih kemampuan ekstra dari sekian anak didik dari kelas 4 sampai kelas 6. Dalam proses seleksi tersebut, awalnya pihak sekolah menetakan 15 orang siswa-siswi. Kemudian hingga tahap penyeleksian terakhir, hanya tersisa 5 orang yang siap berangkat mengikuti ajang

FOKUS: Putri Hafizhah Pinandita saat bimbingan dengan Ali Harsojo, Ketua Tim Pembina Prestasi Anak SDN Pajagalan 2.

WAKILI RAYON MADURA DI PEMNAS 2015 Satu lagi pelajar Sumenep yang akan membawa nama harum kabupaten Kuda Terbang ini ke tingkat nasional. Berhasil merebut Juara I di Rayon Madura. Berkesempatan maju di Pekan Matematika Nasional (Pemnas) 2015. matematika bergengsi tingkat nasional 2015 tersebut. Meski nama Putri Hafizhah Pinandita menempati urutan kedua dalam seleksi di tingkat internal sekolah, namun siapa sangka jika akhirnya hanya Putri seoranglah yang lolos dan menyabet Juara I di Rayon Madura. Tak heran saat disambangi Mata Sumenep, temantemannya pun berkelakar, “yee… Putri jadi artis,” kata mereka. Tembusnya Siswi SDN Pajagalan 2 Sumenep menjadi wakil dari Rayon Madura ke grand final itu diharapkan Kepala Sekolah, Guru, serta Ali Harsojo selaku Ketua Tim Pembina Prestasi Anak menjadi yang terbaik dan membawa kemenangan untuk nama Sumenep maupun Madura,

lebih-lebih bagi keluarga besar SDN Pajagalan 2. “Karena baru kali ini SDN Pajagalan 2 tembus dalam even nasional, Kami berharap yang terbaik bagi putri dan membawa prestasi bagi Sumenep,” papar Ali. Dengan diraihnya prestasi oleh Putri Hafizhah Pinandita yang juga membawa nama harum bagi Sumenep, kata Ali, pihak sekolah akan memberikan penghargaan baginya. “Karena sudah menorehkan prestasi,” dalihnya. Dengan penghargaan itu, pihak sekolah juga berharap akan ada penghargaan khusus dari Pemerintah Kabupaten Sumenep, baik dari Bupati secara pribadi maupun dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep.

hairul/rafiqi

Redaksi Mata Sumenep menerima kiriman berita Profil Lembaga Berprestasi. Tulisan maksimal 650 kata dan sertakan foto kegiatan . Tulisan bisa dikirim via email ke: matasumenep@gmail.com

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 17


Ponpes Al Ihsan, Jaddung, Pragaan MATA PESANTREN

LUMBUNG ILMU DI DESA JADDUNG pada saat Indonesia diserang kembali oleh Belanda yang kedua kalinya,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al Ihsan KH Nashih Fauzi, saat ditemui Mata Sumenep di kediamannya, minggu kedua September lalu.

Cikal-Bakal Pesantren

Alm. KH AHMAD FAUZI SIRRAN

P

ondok Pesantren Al-Ihsan yang bertempat di Desa Jaddung, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, memiliki peran penting dalam perkembangan keilmuan dan keislaman di Kabupaten Sumenep, khususnya bagi masyarakat sekitar. Hal itu karena kiprah pondok pesantren yang terletak kurang lebih satu kilometer ke barat Pondok Pesantren AlAmien ini sudah dimulai sejak masa kolonialisme yakni pada saat Belanda datang ke Indonesia setelah Jepang tunduk di hadapan sekutu. Pendiri Pondok Pesantren AlIhsan ini adalah Kiai Sirran. Salah satu tokoh penting yang berada desa Jaddung, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Namun tidak ada catatan yang menjelaskan pada tanggal dan tahun berapa pesantren ini didirikan. Dalam penuturan KH Nashih Fauzi, cucu pertama sekaligus penerus Kiai Sirran, cikal-bakal berdirinya AlIhsan diketahui hanya pada saat agresi militer kedua dari Belanda. “Yang saya tahu dari orang tua saya pesantren ini sudah berdiri

Menurut Kiai Nashih, pondok pesantren ini dulunya berdiri dalam bentuk madrasah diniyah yang hanya mengajarkan pendidikan agama bagi masyarakat setempat di Desa Jaddung. Sejak awal, madrasah diniyah tersebut didirikan tanpa nama. Bahkan, hingga berjalan cukup lama dan dengan terpaksa kegiatan pembelajaran dihentikan, madrasah diniyah tersebut tetap juga belum bernama. Dalam sejarah pesantren, kegiatan pembelajaran dihentikan sebab pada masa itu terjadi genjatan senjata kedua antara Belanda dan tentara Indonesia. Karena itu, madrasah diniyah yang dibangun oleh Kiai Sirran ini pun diliburkan. Semua kegiatan pembelajaran dihentikan, kata Kiai Nashih, lantaran Kiai Sirran sebagai pengasuh khawatir perang yang terjadi akan berdampak kepada para santri. Kemudian setelah perang selesai, kegiatan pembelajaran kembali diaktifkan dan lalu menjadi maju dan berkembang saat KH Ahmad Fauzi menjadi penerus perjuangan dari Kiai Sirran. Saat itulah madarasah diniyah tersebut akhirnya diberi nama Al-Ihsan, salah satu pondok pesantren besar yang kini berdiri tegak di Desa Jaddung, Kecamatan Pragaan.

Pesantren di Tangan KH Ahmad Fauzi Sirran Sebagai penerus Kiai Sirran, Kiai Ahmad Fauzi menempuh

18 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah. Selulus dari Annuqayah, menurut Kiai Nashih, Kiai Fauzi muda melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk menekuni ilmu agama secara lebih mendalam. Keputusan melanjutkan ke salah satu ponpes besar di tanah jawa itu rupanya bukan pilihan sembarangan. Saat itu, ponpes peninggalan Sayyid Sulaiman tersebut tidak hanya besar dan terkenal. Namun secara khusus, Sidogiri sudah terpercaya akan pendalaman ilmu keagamaan yang sudah teralir kepada ribuan santrinya di seluruh nusantara. Sepulang dari Pondok Pesantren Sidogiri Kiai Ahmad Fauzi diambil mantu oleh salah satu pengasuh pesantren di Annuqayah. Dan setelah itu pula putra Kiai Sirran ini langsung memimpin Pondok Pesantren Al-Ihsan hingga empat tahun yang lalu beliau berpulang ke rahmatullah. Sebelumnya, sebagaimana dituturkan Kiai Nashih, di Desa Jaddung memang tidak ada madrasah yang tegak untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat desa disana. Hanya madrasah diniyah yang kemudian berkembang besar itulah satusatunya yang tetap berdiri kokoh untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat sekitarnya. Karena itu, tak heran jika Pondok Pesantren Al-Ihsan dengan mudah menjadi lumbung ilmu dan media pencerahan kepada masyarakat Desa Jaddung sejak sekian lamanya. Di masa selanjutnya, perkembangan pesantren semakin terlihat dalam kepemimpinan KH Ahmad Fauzi Sirran. Terutama dari segi bangunan serta pola pendidikan yang terus bermetamorfosa sesuai tuntuan jaman. Terakhir, berdirinya sekolah formal juga menjadi

pertanda semakin berkembangnya pendidikan Al-Ihsan. Hal ini dilakukan tentu untuk memenuhi hajat hidup masyarakat sekitar akan ilmu pengetahuan yang juga semakin berkembang. “Di daerah ini dulu tidak ada guru ngaji atau madrasah, hanya disini, KH Ahmad Fauzi-lah yang mengagas di desa ini,” kata putra almarhum KH Ahmad Fauzi, menambahkan. Hingga kini, Pondok Pesantren Al-Ihsan sudah semakin pesat dengan mengelola beragam jenjang pendidikan. Selain tetap konsisten dengan aktivitas pesantren sebagai warisan besar dari Kiai Sirran, lembaga pendidikan dari tingkat RA, MTs hingga MA Al-Ihsan sudah mewarnai dunia pendidikan dari Kecamatan Pragaan. Selain keempat lembaga pendidikan tersebut, Al-Ihsan kata Kiai Nashih juga tercatat pernah membuka perguruan tinggi meski masih nyabang ke perguruan tinggi lain. Sampai saat ini santri yang menetap di pondok pesantren peninggalan Kiai Sirran tersebut berjumlah 600 orang. Jumlah tersebut sudah merupakan akumulasi dari santri putra dan putri, selain siswa-siswi yang hanya menempuh pendidikan formal dan tidak menetap di Al-Ihsan (nyolok). Kini, setelah empat tahun berlalu sejak KH Ahmad Fauzi Sirran berpulang ke rahmatullah dalam kondisi khidmat setelah melaksanakan shalat, pimpinan Pondok Pesantren Al-Ihsan digantikan oleh KH Nashih Fauzi, cucu pertama sekaligus pewaris lembaga pendidikan rintisan Kiai Sirran. Dan sebagaimana susur galurnya, pesantren ini masih memiliki hubungan baik dengan Pondok Pesantren Annuqayah dimana Nyai Maftuhah, sebagai ibu dari Kiai Nashih, berasal.

ozi’/rafiqi


Jejak Ulama Sumenep

Mengenal Sosok KH A. WARITS ILYAS (1938 – 2014)

SOSOK KIAI, POLITISI, DAN NEGARAWAN YANG ISTIQAMAH Lanjutan... Selama mengasuh ribuan santrinya, Kiai Warits dikenal sebagai pribadi yang istiqamah. Salah satunya sebagaimana yang dikatakan Ahmad Ma’mun, alumni ponpes Lubangsa, ialah beliau selalu istiqamah mengimami shalat berjamaah dengan para santrinya. “Sesibuk apapun dan bagaimanapun kondisi fisik beliau,” kenangnya. Disamping istiqamah, di mata santri dan masyarakat umum, beliau juga dikenal sebagai pribadi yang sabar dan telaten. “Selama nyantri pada beliau, tidak pernah menjumpai beliau marah jika ada santri yang berbuat salah,” tambah Ma’mun. Perjuangan mulia Kiai Warits rupanya tak sekadar melalui lembaga pesantren yang dikelolanya, melainkan juga melalui ranah yang lebih luas di masyarakat, yakni politik. Seperti yang diungkapkan sekaligus diakui oleh orang nomor satu di Sumenep saat ini, KH A. Busyro Karim, bahwa karakter dari almaghfurlah Kiai Warits ialah seorang ‘ulama sekaligus politisi. “Beliau salah satu ‘ulama besar di Sumenep sekaligus juga seorang politisi yang ulung. Sosok yang penuh pengaruh dan wibawa, serta disegani semua kalangan,” tuturnya pada awak media beberapa waktu lalu. Mengenai keistiqamahannya, tambah Kiyai Busyro, juga terlihat dalam komitmen

politiknya. Seperti yang diketahui, Kiai Warits merupakan tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumenep. Karier politiknya purna di jabatan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sumenep Periode 2004 – 2009. Hingga akhir hayatnya, jalur politik Kiai Warits tetap di PPP, kendati partai pemenang pemilu di Sumenep adalah PKB, dan meskipun tawaran sekaligus pintu terbuka dari PKB

Lalu apa sebenarnya alasan utama Kiai Warits kukuh di PPP selain manifestasi dari sikap istiqamahan-nya? Padahal pada masa reformasi ini ada sekian banyak kiai yang menarik diri dari PPP dan pindah ke partai politik lain. Jawabannya (kurang lebih) pernah tertuang pada suatu hari di tahun 2013 kemarin, tepatnya pada saat almaghfurlah memberikan tausyiah pada acara pembekalan bacaleg PPP untuk DPRD

senantiasa disediakan bagi cucu Kiai Syarqawi itu. Tawaran dan pintu itu terbuka karena Kiai Warits merupakan salah satu deklarator berdirinya PKB di Sumenep. Bahkan menurut Kiai Busyro sendiri, dirinya ditetapkan sebagai Ketua PKB pertama Sumenep pada 1998 silam di sebuah tempat yang tak lain ialah mushalla atau langgar di kediaman Kiai Warits.

Sumenep periode 2014 – 2019 di Pondok Pesantren Aqidah Usymuni, Terate Sumenep. Beliau berkata, “saya ini tetap di PPP, karena asasnya Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kalau asasnya tidak Islam Aswaja lagi, maka demi Allah, saya orang pertama yang akan keluar dari PPP.”

Bersumber dari sebuah warta dari RSUD Slamet Mertodihardjo, Pamekasan, kabar duka yang begitu menggetarkan hati itu datang. Dalam sekejap, kabar duka itu menjalar ke semua penjuru bagai api yang menjalari seluruh ruangan berminyak. Ya, KH A. Warits Ilyas wafat. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.. Almaghfurlah meninggalkan seorang isteri bernama Nyai Hj Nafisah Khalid. Putraputrinya berjumlah delapan orang, yakni, Qurratul ‘Ain (menikah dengan M. ‘Ali Khalil Yasin), Muhammad ‘Ali Fikri (menikah dengan Dwi Sukmawati), Istifadah (menikah dengan Imam Bonjol Jauhari), Nailah (menikah dengan Fathoni), Khatibatul Ummah, M Shalahuddin (menikah dengan Iffatul ‘Afifah), Shafiyah, dan Nur Diana. Sedangkan cucu almaghfurlah seluruhnya berjumlah enam belas orang, yaitu Athiratun Nufus, Atikah Aly, Muhammad Adlan, Aisyah, Adnan (wafat), Ainun Najah, Hilman al-Hakiem, Maulana Muhammad, Naomi el-Waznah, Hilmia Balqis, Anisa Rahma Maulidya, Muhammad Raushan Fikr, Dani Rahman Fawwaz, Galan Asyraf Ramadhan, Ekhad Labib Muhammad, dan Ahmad Dzulfaniel Farras. (Habis)

Wafat Sabtu, 22 Februari 2014, bumi Annuqayah menangis.

RB Moh Farhan Muzammily

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 19


KH NASHIH FAUZI

Pengasuh Ponpes Al-Ihsan, Pragaan, Sumenep Majelis Taklim

Mendengar Kiai Nashih, tak pelak kita teringat pula akan KH Ahmad Fauzi. Sebagai putra pertama yang mengenal betul sang ayah, mengabdi kepada umat adalah inspirasi yang kini dijalankannya.

TERINSPIRASI SANG AYAH MENGABDI KEPADA UMAT

N

ama Kiai Nashih Fauzi kiranya bukanlah nama asing di telinga masyarakat Sumenep, khususnya Kecamatan Pragaan. Kemasyhuran Kiai Nashih ini tidak lepas dari peran beliau yang tidak pernah berhenti untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, baik dalam urusan pendidikan, sosial, dan terlebih dalam memberikan pemahaman mengenai hukum agama. Kiai Nashih menuturkan selama dirinya masih dibutuhkan oleh masyarakat dan mampu melaksanakannya, maka dengan senang hati ia akan membantu. Hal ini mencerminkan, betapa dalam keseharian hidupnya di tengah hingar-bingar dunia hari ini ia terus berupaya mendedikasikan diri untuk mengabdi kepada umat.

Belajar Kepada Sang Ayah Pengabdian yang tidak mengenal lelah itu, lanjut Kiai Nashih, terinspirasi dari kehidupan sang ayah tercinta yakni Kiai Haji Ahmad Fauzi Sirran yang dalam hidupnya lebih mendahulukan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan pribadi. Sebagai putera pertama, Kiai Nashih menjadi saksi hidup dari perjalanan ayahanda dalam berjuang di tengah-tengah masyarakat. “Dalam menjalani hidup, saya berusaha mencontoh kehidupan aba (ayah, red) yakni Kiai Ahmad Fauzi, yang selalu mewaqafkan hidupnya untuk masyarakat. Meski saya tahu saya tidak akan pernah seperti beliau,” tutur Kiai Nashih. Rasa pesimistis untuk menjadi seperti Kiai Ahmad Fauzi yang muncul bukan tanpa alasan.

Hal itu karena perjuangan dan pengabdian Kiai Haji Ahmad Fauzi terhadap masyarakat dilakukan dengan sepenuh hati dan tanpa berpikir panjang. Selain ahli dzikir Kiai Haji Ahmad Fauzi juga mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Jika terjadi persoalan yang menyangkut masyarakat banyak, maka segala hal yang menyangkut pribadi pun ditanggalkan. Totalitas dan kesabaran dalam perjuangan seperti inilah, kata Kiai Nashih yang sulit untuk ditiru dari kepribadian Kiai Haji Ahmad Fauzi. Kiai Nashih bercerita, salah satu contoh dari totalitas dan kesabaran Kiai Haji Ahmad Fauzi selama hidup, yakni beliau hanya mempunyai 1 buah baju, 2 buah kaos, dan 4 buah sarung. Jumlah ini bukan karena Kiai Haji Ahmad Fauzi tidak mampu untuk membeli pakaian baru, akan tetapi ketika sudah membeli, Kiai Haji Ahmad Fauzi hanya memakainya dua atau tiga kali kemudian diberikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan. “Kiai Haji Ahmad Fauzi juga mendirikan yayasan yatim piatu di Kecamatan Pragaan ini dan menjadi motor penggerak berdirinya NU. Inilah yang membuat sosok seperti Kiai Haji Ahmad Fauzi sulit ditemukan pada masa sekarang,” tambah Kiai Nashih. Kiai Nashih tidak menampik bahwa perjuangan dan pengabdian yang ditunjukkan oleh KH Ahmad Fauzi terhadap masyarakat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadiaannya. Bahkan secara tegas dirinya mengaku menjadikan KH Ahmad Fauzi sebagai penutan dalam menjalani kehidupan.

20 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

Sosok dan Nasab Kiai Nashih lahir di Sumenep pada tahun 1959 tepatnya pada tanggal 23 Desember. Yakni di tahun yang sama ketika KH Ahmad Fauzi merintis Pondok Pesantren Al-Ihsan. Mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Annuqayah kemudian pindah ke Malang untuk mengenyam pendidikan keagamaan di salah satu pesantren di daerah setempat. Dalam kehidupan sehari-hari, Kiai Nashih adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan yang bertempat di Desa Jaddung, Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep. Sebagaimana kiai pesantren di Sumenep, Kiai Nashih dikenal sebagai sosok kiai yang kharismatik dan peduli terhadap persoalan yang terjadi di masyarakat. Dengan kesederhanaan dan kedalaman ilmu yang dimiliki, beliau selalu menjadi penutan umat sehingga tak jarang dirinya diminta masukan oleh masyarakat tentang persoalan yang dihadapi, baik itu persoalan pribadi maupun persoalan yang menyangkut orang banyak. Secara nasab, Kiai Nashih adalah putera KH Ahmad Fauzi Sirran, seorang ulama pendiri dan penggerak NU di Kecamatan Pragaan. Kakeknya bernama Kiai Mohammad Sirran, seorang pejuang pendidikan sejak zaman Belanda kedua yakni pasca Jepang tunduk di kaki sekutu. Sebagaimana diketahui, Kiai Ahmad Fauzi mempunyai delapan putera nyang terdiri dari dua lakilaki dan sisanya berjenis kelamin perempuan. Dari delapan putera

KIAI NASHIH FAUZI tersebut, Kiai Nashih merupakan putera sulung dan menjadi saksi perjuangan ayahandanya dalam berkiprah di masyarakat. Sementara dari pihak ibu, Kiai Nashih Fauzi termasuk dari keturunan Bani Syarqawi karena ibunda tercinta, Nyai Maftuhah adalah puteri Kiai Haji Abdullah Sajjad dari isteri yang pertama. Dengan kata lain, Kiai Nashih Fauzi adalah keponakan dari Kiai Haji Abd Basyir AS yang saat ini menjadi pengasuh Ponpes Annuqayah daerah Latee dan Rois Syuriah PC NU Kabupaten Sumenep. Dari sisi nasab, tentu tak heran mengapa ia begitu semangat hanya ingin mengabdi kepada umat. Sebab jika disusur hingga ke puncak galurnya, Kiai Syarqawi adalah seorang pejuang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pencerahan dunia Islam di bumi Sumenep ini. Namun demikian, sebagai individu Kiai Nashih tetaplah seorang pribadi yang dalam hidupnya jua ingin bermanfaat bagi umat. Dan yang tak juga muluk, semua itu berkat keteladanan dari sang ayah, KH Ahmad Fauzi Sirran yang telah berpulang ke rahmatullah.

ozi’/rafiqi


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (24) Dari Filsuf Menuju Sufi

Moh. Jazuli Muthhar Dosen STIT Al-Karimiyyah

Dalam kondisi kemabukan asmara, hati dan pikiran pasti terserap oleh lezatnya komunikasi (munajat) dalam kondisi melebur (ittihad) dengan Allah Swt. Tidak mengherankan, para pemabuk asmara memilih sedikit bergaul, banyak menyendiri, dan kerap berdiam walau berada di tengah-tengah banyak orang. Dalam kesendiriannya, ia merasa damai karena bersama kekasih yang dicinta. Dalam keseharian, pecinta akan disangka kaya dalam hidupnya karena tidak pernah meminta-minta. Padahal dia tidak bisa bekerja dan tidak ikut berebut dengan para pecinta dunia. Waktunya banyak digunakaan bermesraan dengan sang kekasih, daripada mengejar duniawi.

Keutamaan Dzikr Khafi Disisi Allah Swt

D

zun-Nun al-Misri, seorang Sufi kelahiran pedalaman Mesir, sekitar tahun 180 H/796 M, memiliki kisah saat melaksanakan ibadah haji. Dzun Nun bertemu dengan seorang pemuda telanjang, terbuang dalam kondisi sakit tergeletak di bawah salah satu tiang Masjidil Haram. Pemuda itu menyuarakan rintihan hati yang sangat pilu sambil menahan sakit yang diderita. Dzun Nun sebagai pencetus paham makrifatullah itu, menghampirinya dan memberi salam ke si pemuda. ”Siapa engkau hai anak muda?” Pemuda malang itu menjawab, “Aku adalah pengembara yang sedang rindu,”. Dzun Nun pun menjawab, “Aku adalah orang sepertimu,”. Diluar dugaan, si pemuda itu menangis. Dzun Nun juga ikut larut menangis isak tangis pemuda itu. Si pemuda balik bertanya kepada Dzun Nun. “Kenapa engkau menangis?,” Dzun Nun menjawab, “Aku adalah orang sepertimu,”. Tanpa disangka si pemuda itu menangis menjerit dengan suara paling keras dan berteriak melengking. Dalam jeritan memuncah, Dzun Nun melihat si pemuda itu menghembuskan nafas terakhir. Kematian pemuda telanjang itu membuat Dzun Nun iba. Beberapa pakaian yang ia gunakan dilepas untuk menutupi tubuh si mayit. Dzun Nun keluar masjid mencari kain kafan. Setelah kembali dengan kain kafan, mayit si pemuda hilang. Tersentak, Dzun Nun sadar bahwa si pemuda itu merupakan pengembara yang sulit digoda setan. Dan malaikat tidak bisa mencatat amal ibadahnya. Kisah Dzun Nun ini mengingatkan saya atas kisah guru Sufi di Sumenep. Sang guru sufi bercerita, ada seorang yang baru meninggal dunia. Dalam catatan malaikat,

amal perbuatan si mayit banyak merahnya (jelek). Sehingga malaikat berkeinginan memasukkan ke dalam neraka. Namun Allah mencegahnya. Malaikat bertanya, ”Kenapa ya Allah?,” Allah menjawab, “Aku ngerti dalam catatanmu orang itu memang banyak merahnya. Tapi kamu tidak ngerti catatan saya.” Guru sufi menjelaskan dialog antara Allah dan malaikat itu karena amal ibadah pecinta yang tidak bisa diketahui malaikat yaitu dzikir yang samar (dzikr khafi). Dua kisah di atas menunjukkan begitu mulianya seorang pecinta yang dicintai Allah Swt. Sehingga, bentuk kedekatan dirinya dengan sang Tuan (Allah Swt), tidak ada yang mengetahui. Baik manusia maupun malaikat. Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menerangkan kemabukan si pecinta terjadi setelah melewati dzikr qalb (hati) dan dzikr ruh. Dalam kondisi ekstase, seluruh tubuh pecinta tidak merasa apaapa kecuali menikmati kelezatan dzikir dalam kemesraan yang dirajut dengan sang kekasih. Al-Ghazali mengklasifikasi tingkatan dzikir. Seperti dzikr qalb (hati) yang biasa dipraktekkan kelompok tarekat (salik-pejalan). Dzikr ar-ruh (dzikir yang biasa dipraktekkan kelompok hakikat). Terakhir, dzikr as-sirr, sebuah dzikir yang digunakan kelompok makrifatullah.* Bagi al-Ghazali, tingkatan dzikir dilakukan bagi hamba yang benarbenar masuk dalam tingkatannya. Sehingga, hasil yang dirasa dalam berdzikir, melahirkan nilai cinta yang berujung dalam kemabukan asmara dengan nama yang selalu diingat. Semakin dalam tingkatan dzikir itu, semakin mudah merajut kemesraan dengan sang kekasih.

Dzikir yang dimaksud al-Ghazali adalah dzikir yang samar sebagai dzikir yang paling baik. Nabi Saw bersabda, dzikir yang baik adalah dzikir yang samar. Dalam dzikir samar (khafi) itu, tiada kata yang disebut, kecuali nama Allah. Dan dzikir (ingat) nama Allah Swt saja, menjadi media kemesraan hamba dengan kekasih yang dicinta (Allah Swt). Dalam kondisi kemabukan asmara, hati dan pikiran pasti terserap oleh lezatnya komunikasi (munajat) dalam kondisi melebur (ittihad) dengan Allah Swt. Tidak mengherankan, para pemabuk asmara dengan Allah Swt memilih sedikit bergaul, banyak menyendiri, dan kerap berdiam walau berada di tengah-tengah banyak orang. Dalam kesendiriannya, ia merasa damai karena bersama kekasih yang dicinta. Dalam keseharian, pecinta akan disangka kaya dalam hidupnya karena tidak pernah meminta-minta. Padahal dia tidak bisa bekerja dan tidak ikut berebut dengan para pecinta dunia. Waktunya banyak digunakaan bermesraan dengan sang kekasih, daripada mengejar duniawi. *Tingkatan dan cara dzikir sebaiknya ditanya kepada ahlinya (red).

bersambung...

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 21


MATADESA

KECAMATAN MANDING

Camat Sunaryanto (dua dari kiri) sedang memberikan arahan kepada pelaku UMKM binaan Kecamatan Manding di Desa Gadding.

DORONG OPTIMALISASI DD & ADD Penyusunan LPJ program Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) dari pemerintah pusat dan daerah tidak selalu berjalan mulus. Sebagai pemimpin, Camat Sunaryanto berinovasi. Memberikan solusi ke 11 desanya.

C

amat Sunaryanto tampak sedang memberikan arahan kepada salah satu warga ketika Mata Sumenep mendatangi ruangannya di kantor Kecamatan Manding, Senin, 28 September lalu. Setelah dikonfirmasi, Sunaryanto mengatakan warga tersebut adalah seorang Sekretaris di Desa Manding Daya yang sedang melakukan koordinasi terkait pemberkasan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) penggunaan Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) tahap pertama sekaligus sebagai pra syarat penyerapan anggaran tahap kedua.

Dorong Optimalisasi DD dan ADD Program DD dan ADD yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan daerah memang menjadi angin segar bagi pemerintahan tingkat desa. Dengan alokasi anggaran yang sangat besar, DD dan ADD diharapkan dapat mendongkrak pembangunan desa baik dalam hal pengadaan infrastruktur maupun pengembangan potensi ekonomi yang terdapat di setiap desa. Sebagaimana diketahui, penyerapan DD dan ADD

tahap pertama untuk 11 desa yang ada di Kecamatan Manding sudah selesai dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Akan tetapi tidak ada satupun dari 11 desa tersebut yang sudah melanjutkan serapannya hingga tahap kedua. Hal itu, kata Sunaryanto disebabkan banyak kepala desa yang ternyata masih kebingungan dalam menyusun laporan pertanggung jawaban dari penggunaan anggaran yang sudah diterima. Hal inilah yang menjadi fokus kegiatan Sunaryanto dalam beberapa bulan kedepan, yakni secara intensif melakukan koordinasi bersama tim kepada perangkat desa tentang penyusunan LPJ DD dan ADD. Pria kelahiran Ponorogo, 15 Juli 1976 ini berasumsi, langkah tersebut perlu dilakukan agar pembangungan di desa dapat terus berkesinambungan. “Tujuannya satu, agar DD dan ADD dapat secepatnya dimanfaatkan untuk pembangunan desa. DD dan ADD itu dananya sangat besar, jadi sangat berguna untuk pembangunan desa. Tapi kalau LPJ-nya tidak dibuat, tentu serapan tahap selanjutnya tidak akan dapat dicairkan,” jelasnya. Untuk memuluskan langkah tersebut, pihaknya mengaku sudah

22 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

melakukan studi banding dengan Kecamatan Lenteng terkait langkahlangkah yang harus dilakukan. Disini, pemilihan Kecamatan Lenteng sebagai objek pembelajaran kiranya bukan tanpa alasan. Menurut camat yang berdomisili di jalan KH Mansur Gg IV ini, Kecamatan Lenteng adalah satu-satunya kecamatan di Sumenep yang semua desanya sudah melakukan penyerapan DD-ADD tahap kedua. “Hari Rabu kemarin (23/9) saya bersama tim kecamatan melakukan koordinasi ke Kecamatan Lenteng untuk menimba ilmu tentang apa yang telah dilakukan,” tutur Sunaryanto. Pengetahuan yang diperoleh dari studi banding tersebut kemudian akan disosialisasikan kepada perangkat desa untuk diterapkan. Sunaryanto mengaku, pihaknya tidak segan-segan turun ke desa-desa untuk memberikan pemahaman menyeluruh kepada kepala desa. “Ini adalah kerja tim dan saya yang bertanggung jawab. Jadi saya tidak hanya menunggu laporan dari bawahan, tapi juga turun langsung ke desa-desa,” kata PNS yang menjabat Camat Manding sejak Oktober 2013 ini.

Apel dan SKJ di UPT Selain persoalan DD dan ADD yang menjadi fokus kerja, ada beberapa terobosan yang diterapkan dalam kepemimpinan Sunaryanto. Salah satunya adalah melaksanakan Apel dan Senam Kesehatan Jasmani (SKJ) di UPT yang dijadwal bergilir setelah Apel dan SKJ di kantor kecamatan. Ada tiga UPT yang kantornya menjadi tuan rumah Apel dan SKJ, yakni UPT Pendidikan, UPT Puskesmas, dan UPT Pertanian. Adapun pembagian waktunya disesuaikan dengan jumlah minggu dalam satu bulan; untuk minggu pertama diletakkan di kantor kecamatan, minggu kedua di kantor UPT Pendidikan, minggu ketiga di kantor UPT Puskesmas, dan minggu keempat bertempat di kantor UPT Pertanian. Begitu selanjutnya. Langkah ini diambil Sunaryanto untuk meningkatkan kesadaran para pegawai akan kewajiban yang harus diikuti yakni melaksanakan apel setiap hari Senin dan SKJ pada hari Jum’at. Sunaryanto menambahkan, selama ini para pegawai yang mengikuti kegiatan apel dan SKJ di Kecamatan tidak keseluruhan bahkan

cenderung diikuti oleh orang sama setiap minggunya. Pemilihan empat kantor UPT di atas didasarkan kepada jumlah pegawai dan halaman yang refresentatif. “Kegiatan ini dimulai sejak bulan Juni kemarin. Alhamdulillah antusiasme pegawai cukup tinggi. Bahkan tak jarang ada masyarakat yang ikut senam ketika hari Jum’at,” tambah suami Rike Purnama Sari.

Bina Pekerja UMKM dan Program AVI Tes Perhatian Kecamatan Manding terhadap kesejahteraan ekonomi dan kesehatan masyarakat juga tidak dinafikan. Untuk kesejahteraan ekonomi misalnya, Kecamatan Manding melakukan pembinaan kepada salah satu pengrajin anyaman bambu di Desa Gadding. Pembinaan disini bukan dengan memberikan bantuan modal besar, akan tetapi memberikan pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan usaha. Seperti menjadikan Koran sebagai bahan utama pengganti dari bambu untuk membuat berbagai macam kerajinan tangan semisal pot bunga, tempat sampah, dan lain-lain. “Kami mencari tutorial di internet dan contoh produk, kemudian menyerahkannya ke pengrajin untuk ditiru. Alhamdulillah sudah dapat dikembangkan dan insyaAllah akan ditampilkan nanti di pameran pembangunan Sumenep,” terang mantan Camat Talango ini. Sedangkan di sektor kesehatan, Kecamatan sangat mengapresiasi pelaksanaan program IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Tes yang dilaksanakan setiap bulan di semua desa. Pelaksanaannya dibarengkan dengan program Posyandu bulanan di desa setempat. Berdasarkan namanya, tes tersebut bertujuan untuk mendeteksi secara dini berbagai penyakit yang biasa menyerang organ vital perempuan seperti Kanker Serviks sehingga penyakit tersebut dapat diantisipasi lebih dini. Dalam hal ini, pihak kecamatan mendonasikan sebagian gajinya sebesar Rp 5 ribu per pegawai untuk mensukseskan kegiatan tersebut. “Sementara ini di lingkup kecamatan menyumbang Rp 120 ribu perbulan. Memang tidak seberapa, tapi kami masih berusaha menularkan ini di tingkat UPT,” tandas ayah tiga anak ini.

ozi’/rafiqi


Letakkan Batu Pertama di Pondok Pesantren Sirajul Ahyar

S

ejumlah rangkaian kunjungan dinas Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim, ke Pulau Raas pada hari Jum’at, 25 September kemarin diantaranya mengunjungi sejumlah lembaga pendidikan yang ada di pulau itu. Salah lembaga tersebut yang mendapat kesempatan langka tersebut adalah Pondok Pesantren Sirajul Ahyar yang berada di Desa Alas Malang, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep. Orang nomor satu di Kabupaten Sumenep itu menyambangi Ponpes tersebut dihari kedua selama berada di sana, yakni pada hari Sabtu, 26 September 2015. Selain silaturrahim dengan sejumlah kiai muda, disana suami Nurfitriana juga diminta oleh pengasuh Ponpes agar bersedia meletakkan batu pertama pada pembangunan Gedung Keamanan Pesantren. Tanpa babibu, politisi partai PKB itu pun langsung memenuhi keinginan tersebut, mengukir sejarah, serta menyenangkan hati masyarakat Alas Malang. Sebelum tiba di Ponpes Sirajul Ahyar, berdasarkan pantauan Mata Sumenep ada banyak warga Desa Alas Malang yang pada berjubel menyambut kedatangan Bupati Busyro Karim. Bunyi sirene mobil pengawal dari Kapolsek Raas pun menjadikan kunjungan Bupati Sumenep semakin khidmat serta

menambah semangat warga dalam berebutan mencium tangan bupati. Ditambah lagi dengan suara hadrah yang ditabuh oleh sejumlah santri, semakin meningkatkan rasa haru campur gembira yang tak terkira dari seluruh masyarakat sekitar akan kedatangan Bupati. Setiba di lokasi Ponpes, selain disambut oleh ribuan santri dan warga sekitar, pengasuh Ponpes AlKarimiyyah Beraji Gapura tersebut juga disambut langsung oleh Pengasuh Ponpes Sirajul Ahyar, Kiai Habibullah Ar-Rosyid serta Kiai Zainul Mujib selaku BAROKAH: Peletakan batu pertama Gedung Keamanan Pesantren Sirajul Ahyar, di adik dan sekaligus wakil Desa Alas Malang, Kepulauan Raas, Sumenep, Sabtu (26/09/2015). pengasuh. “Kalau kebetulan ke menebar senyum ramah sebagai ketiga Kiai yang sama-sama Sumenep, mampir ke rumah salam kepada warga dan santri mengasuh Ponpes itu selesai dinas. Barangkali ada yang yang bersiap disana. Dan tak lama, ngobrol tentang problematika, bisa dirembuk terkait dengan dengan didampingi Forpimka tantangan, dan peluang pesantren program pengembangan lembaga Kecamatan Raas, Pengasuh untuk di masa mendatang, pendidikan, khususnya masalah akhirnya Bupati Busyro Karim oleh Ponpes, dan dewan guru Sirajul kepesantrenan,” pinta Bupati Ahyar, peletakan batu hari itu sang tuan rumah dipersilahkan kepada dua kiai muda jebolan diawali dengan do’a oleh Bupati. menuju lokasi yang akan ditempati Pondok Pesantren Sidogiri Hal itu dilakukan dengan harapan pembangunan Gedung Keamanan itu, ketika bincang-bincang agar gedung tersebut nantinya Pesantren. Namun demikian, demi masalah pesantren dan rencana cepat selesai dan membawa menumpahkan sikap responsifnya pengembangannya ke depan. manfaat untuk orang sekitar. sebagai pemimpin, Kiai Busyro Keduanya pun mengangguk seraya “Mari bersama-sama membaca masih menyempatkan diri melihatsiap membangun komunikasi dan surat al-Fatiha sebelum batu ini lihat Gedung Kesehatan berikut komitmen kedepan. diletakkan,” ajak Bupati kepada Perawat yang ditugaskan di sana. Berselang kemudian, setelah seluruh hadirin yang memenuhi Sambil bertanya kondisi sang

AKRAB; Pengasuh Ponpes Sirajul Ahyar, Kiai Habibullah Ar-Rosyid (kanan), KH A. Busyro Karim, serta Kiai Zainul Mujib (kiri), adik pengasuh.

perawat, Bupati juga menanyakan ketersediaan obat yang ada, sebelum akhirnya langsung menuju lahan pembangunan Gedung Kemanaan. Tak dinyana, sebagaimana disambut ribuan orang saat menuju lokasi pesantren, Bupati Busyro Karim juga sudah ditunggu banyak orang, termasuk santri, warga, serta sebagian kuli bangunan yang akan menyaksikan orang nomor satu di Kabupaten Sumenep ini meletakkan batu pertama di area Ponpes tersebut. Disambut demikian, Bupati

lokasi pembangunan. Selesai membaca Fatiha, peristiwa bersejarah dalam perjalanan ponpes tersebut pun dilakukan oleh Bupati dengan langsung mengambil Centong dan batu bata untuk dicebur ke dasar jurang yang tersedia. Selanjutnya prosesi akhir peletakan batu pertama itu pun ditutup dengan olahan tanah bercampur semen yang juga disiapkan sebelumnya, disambut riuh tepuk tangan ratusan orang yang sedang bergembira.

rusydiyono/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 23


LEZATNYA KUE OLET Kuliner Khas Kecamatan Lenteng

K

urang lengkap rasanya bila mengunjungi salah satu kecamatan di sebelah barat kota Sumenep kita melewatkan kuliner yang satu ini. Berada dalam jarak kurang lebih 11 kilometer dari pusat kota, wilayah kecamatan yang disebut sebagai Kecamatan Lenteng ini menyimpan kelezatan kuliner tradisional yang masih eksis hingga saat ini. Olet, begitulah masyarakat menyebutnya. Sebuah penganan lokal yang sudah menjadi ciri khas serta ikon kuliner Kecamatan Lenteng.

Begitu kental citarasa lokal dan iring sejarah Olet di dalam kehidupan masyarakat, hingga jika ada kuliner lain yang lebih menarik dan lebih enak sekalipun di kecamatan ini, orang tidak akan begitu mengenal kuliner tersebut. Apalagi bagi masyarakat Desa Bilapora, Kecamatan Lenteng, Olet merupakan kuliner turun-temurun dari nenek moyang mereka yang wajib dilestarikan. Tak heran jika pembuatnya pun banyak tersebar di desa tersebut. “Membuat Olet ini sudah dari orang tua saya dulu. Sewaktu kecil saya

sudah tau bahwa ibu saya membuat Olet, saya hanya melanjutkan saja,” kata Mu’adah, salah satu pembuat Olet terkenal yang jualan di Pasar Lenteng. Kue Olet sangat sederhana dan merakyat. Dengan bahan-bahan yang juga sederhana dan tradisional, kue ini mampu menyajikan kelezatan tersendiri di setiap lidah masyarakat. Menurut Mu’adah, Olet dibuat dengan bahan utama Singkong, Ketan Hitam, Tangguli dan Kelapa. Sementara Daun Pisang hanya menjadi bahan pendukung nanti dalam proses pembuatannya. Cara membuat Olet pun juga sangat mudah. Mula-mula, kulit Singkong dikupas habis dan dicuci sampai bersih. Kemudian Singkong yang telah dicuci tersebut ditumbuk atau digiling hingga halus dan dikukus selama kurang lebih 2 jam. Selesai dikukus, Olet setengah jadi itu dituang merata di sebuah ganddang (nampan tradisional) yang sudah diberi alas daun pisang, lalu ditaburi kukus Ketan Hitam dan didiamkan hingga dingin dan mengental. Selama didiamkan, kata Mu’adah, tangguli juga disiapkan. Sekedar informasi, bahan yang terakhir ini memang sudah melalui prosses sendiri sedari awal. Ia merupakan bahan yang berasal dari air nira yang direbus sampai mengental. Atau, tangguli juga bisa didapatkan dengan cara mencairkan kembali gula merah yang padat dengan proses peleburan.

Mu’adah: penjual Olet yang popular di Pasar Lenteng, Sumenep.

24 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

Sebagaimana beberapa penganan lokal, tangguli merupakan ciri khas dari Olet.

Jika dua langkah di atas selesai, Olet tinggal diiris kecil sesuai ukuran dan ditaruh di piring untuk ditaburi parutan kelapa serta disiram tangguli yang sebelumnya telah disediakan. Selanjutnya, Olet yang super lezat pun siap disajikan dan membikin para pembaca ketagihan. Bagimana Olet bisa didapatkan? Ini pula uniknya. Sebagai penganan lokal, Olet ini hanya dapat dibeli khusus di Pasar Lenteng. Tidak di tempat yang lain. Dan dijamin, setiap hari_terutama di hari Minggu_ pembaca Mata Sumenep dapat memburu kuliner ini disana dengan harga yang cukup terjangkau. Satu porsi hanya dibandrol Rp 8000 atau juga bisa didapatkan seharga yang diinginkan, semisal Rp 5000 atau Rp 4000-an. Menurut Mu’adah, membuat dan menjual Olet bukan hanya sebatas membuat makanan, melainkan melestarikan kebudayaan dan makanan daerah sebagai warisan. Karena itulah, meski pendapatan dari Olet tidak seberapa, dengan alasan itu ia tetap setia membuat kuliner ini demi melestarikan makanan khas Kecamatan Lenteng agar tidak pudar. Selain itu, memang patut diakui bahwa dengan paduan bahan-bahan di dalamnya, antara parutan kelapa dan tangguli yang membuat rebusan singkong ini menjadi makanan yang lezat, pada dasarnya Olet dapat menjadi kuliner pilihan yang menjanjikan. Tekstur kenyal dan rasa nikmat dengan takaran manis yang pas dari setiap sajian, membangkitkan rasa ketagihan, terlebih bagi penyuka makanan yang manis-manis. “Meskipun dicampur dengan berbagai bahan yang ada, rasa singkongnya tetap terasa,” kata seorang santri Khairul Muttaqin, Lenteng, yang suka membeli kue bikinan Mu’adah. Karena itu, jika pembaca Mata Sumenep penasaran, buruan pergi ke Pasar Lenteng dan borong kue Olet ini kepada semua penjual. Dan rasakan kelezatan kuliner lokal yang bikin lidah ketagihan.

hairul/rafiqi


ADVERTORIAL

MELON ORGANIK SOLUSI BAGI PETANI Panen Perdana Demplot Melon organik berjalan sukses akhir pekan Oktober lalu. Pemunculan varietas baru, solusi jitu bagi petani.

P

anen perdana itu berlangsung tak jauh dari pasar desa Slopeng, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, pada Kamis, 22 Oktober lalu. Di jalan masuk menuju tempat kegiatan terpampang ucapan selamat datang kepada Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim yang hadir membuka Panen Perdana Demplot Melon Organik dan Penyerahan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP), LM3 serta Hibah Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) yang digelar di halaman rumah Samsul, Ketua Pokmas Pelangi Jaya, yang memimpin pembudidayaan 3 ribu varietas baru buah melon tersebut. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Disperta ) Kabupaten Sumenep, Bambang Heriyanto mengungkapkan, Pemerintah Daerah mengucurkan bantuan sebesar Rp 45 juta kepada Pokmas Pelangi Jaya untuk pengembangan atau demplot melon organik dengan tanpa pupuk kimia itu. Melon organik jenis Ladika 108 dengan masa tanam 65 hari merupakan varietas melon dengan kualitas yang tahan terhadap penyakit, terutama di daerah beriklim panas kisaran 30-35 derajat celsius. Karena itu, kata Samsul, varietas ini menjadi pilihan yang tepat dalam menggantikan tanaman tembakau yang harganya mulai menurun tajam dalam musim tanam tahun ini. Hal itu juga sesuai dengan maksud pembudidayaan melon organik sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat petani agar meningkatkan manajemen mutu, manajemen

usaha dan penerapan teknologi tepat guna. Dengan tujuan mewujudkan sumber daya manusia yang mumpuni serta menumbuhkembangkan jiwa wirausaha anggota Pokmas, termasuk menggali sumber pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan, demplot melon organik menjadi pilihan yang sangat tepat. “Melon organik ini pupuknya kita buat sendiri dan benar-benar tidak ada campuran kimianya,” kata Bupati.

Kenyang, Sehat dan Sejahtera Menurut Bupati Busyro, selain dapat menjadi pertanian alternatif, dengan pembudidayaan full organik diharapkan melon Ladika 108 itu tak hanya membuat kenyang, tetapi juga sehat. Sedangkan dari sisi finansial, keuntungan yang bisa didapat dari demplot itu juga sangat tinggi. Dengan modal Rp 45 juta yang dikucurkan kepada Pokmas Pelangi Jaya, balik modal yang didapat selama masa tanam dua bulan menjadi Rp 75 juta. “Laba bersihnya mencapai Rp 30 juta. Saya kira ini harus dikembangkan dimana-mana,” katanya. Sementara itu, Ketua Pokmas Pelangi Jaya menuturkan, varietas yang dimunculkan di kelompoknya itu hanyalah awal kreasi Bupati Busyro melalu Disperta. Selanjutnya melon organik diharapkan bisa dikembangkan kembali di kelompok-kelompok tani yang lain. “Untuk itu Pokmas Pelangi Jaya, saya terutama, menghimbau para petani yang lain untuk membudidayakan melon ini karena ini sifatnya tidak terlalu

KHUSUS: Tempat pemetikan buah Melon Organik oleh Bupati, Kadis, dan Camat pada Panen Perdana Demplot Melon Organik dan Penyerahan BLM, di Slopeng.

rumit, bisa ditanam di dalam pot, kemudian menggunakan pupuk organik full tanpa bahan kimia,” ujar Samsul, kepada Mata Sumenep. Selain Panen Demplot Melon Organik, hari itu Bupati Busyro juga menyerahkan beragam bantuan kepada kelompok tani. Dalam laporan kegiatan yang disampaikan Kadisperta Bambang Heriyanto disebutkan, Kabupaten Sumenep pada tahun 2015 mendapat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP) untuk 25 Gapoktan sebesar Rp 2,5 miliar dari dana APBN. “Program PUAP tersebar di 16 kecamatan dan berada di 25 desa untuk 25 Gapoktan,” kata Bambang. Sementara bantuan berupa hibah Alsintan terinci ke dalam rupa bantuan handtractor roda dua berjumlah 11 unit, handtracktor roda 4 berjumlah 2 unit, pompa air berjumlah 18 unit dan kendaraan roda 3 sebanyak 50 unit. “Yang hibah LM3 untuk 8 kecamatan di 10 desa dan 10 yayasan berjumlah Rp 50 juta. Kalau untuk bantuan modal, sementara hanya untuk Pokmas Pelangi Jaya. Tahun selanjutnya akan ditingkatkan,” tegasnya. Semua itu, lanjut Bambang, tak lain merupakan perhatian Bupati Busyro kepada 3505 Poktan yang ada di Sumenep. Harapannya bantuan betul-betul dimanfaatkan masyarakat petani, sehingga visi Bupati Busyro akan ‘petani 2015 harus sejahtera dibawah pimpinannya’ dapat terwujud dengan kerjasama petani dan pemerintah.

rusydiyono/rafiqi

GEMBIRA: Seorang Petani menerima bantuan dari Bupati Busyro pada Panen Perdana Demplot Melon Organik dan BLM, di Slopeng, (22/10). 03Penyerahan NOVEMBER 2015 | MATA Kamis SUMENEP | 25


APRESIASI KEPENTINGAN RAKYAT DI TIGA KECAMATAN KEPULAUAN Bupati Busyro menyempatkan berkunjung ke tiga kecamatan di dua kepualauan. Bertujuan menyerap aspirasi rakyat, hendak diperjuangkan sebagai tanggungjawab.

U

ngkapan cinta kepada rakyat itu dinyatakan Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim dalam kesempatan kunjungan ke tiga kecamatan/ pulau di kabupaten yang dipimpinnya ini. Selama tiga hari sejak tanggal 15-17 Oktober lalu ia berkunjung ke Kecamatan Arjasa, Kangayan, dan Sapeken sebelum purna jabatan beberapa hari kemudian pada 25 Oktober 2015. Kunjungan pun berlangsung haru-biru. Tanpa dukungan seremonial, orang nomor satu di Kabupaten Sumenep ini disambut ratusan warga yang memadati halaman kantor kecamatan Arjasa sejak siang. Tiba pukul

14.00 Wib disana, sebuah sajian musik tradisional dan tari topeng memeriahkan kedatangan suami Nurfitriana. Sebentuk apresiasi kecil kepulauan kepada pemimpin yang sangat dicintai warga. Dalam kesempatan sambutan Bupati mengatakan, seorang pemimpin yang selalu memikirkan rakyat, memang akan diberi kemudahan dalam hidupnya. Hal itu sesuai dengan doa Rasulullah Saw yang menjadi prinsipnya selama menjabat Bupati Sumenep periode 2010-2015 ini. “Sehingga demi kemajuan menciptakan pemerintahan yang “Super Mantap” saya akan selalu memberikan pelayanan yang

26 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

terbaik untuk masyarakat,” katanya di depan masyarakat Arjasa. Pernyataan itu juga diakui Camat Arjasa H Mohammad Hosen. Kepada Mata Sumenep ia mengaku tak hanya bahagia dengan kedatangan Bupati. Rasa bangga tak terkira menjadi rasa tersendiri, sebab meski sudah hampir purna jabatan serta padat kegiatan, kata Hosen, beliau masih menyempatkan diri bertemu dan mendengarkan semua keluh kesah warga. “Saya merasa bahagia atas kehadiran Bupati Sumenep, Dr KH Abuya Busyro Karim, M. Si di pendopo Kecamatan Arjasa, sehingga saya mengucapkan

banyak terimakasih kepada beliau,” ucap Hosen, ketika sambutan di pendopo Kecamatan Arjasa.

Apresiasi Kepentingan Rakyat Sehari di Arjasa, kunjungan kerja pun dilanjutkan menuju Kecamatan Kangayan. Disana Bupati menghadiri beberapa rangkain kegiatan, seperti meninjau langsung Pameran Pembangunan yang diselenggarakan Kecamatan Arjasa dan Kangayan di Pulau Kangean, juga meresmikan Lapangan Sepak Bola yang merupakan bantuan dari Pemkab Sumenep untuk Kecamatan Kangayan.


“Inilah gunanya selalu melakukan silaturahmi ke masyarakat. Saya bisa mendengar, melihat dan merasakan langsung apa yang dirasakan oleh rakyat, sehingga sebagai pemimpin di Kabupaten Sumenep, saya bisa langsung mengapresiasikan kepentingan rakyat yang memang sudah menjadi tanggung jawab saya,” ujarnya, di depan masyarakat Kepulauan Kangean. Sama halnya dengan Kecamatan Arjasa, Kunjungan Bupati Busyro Karim ke Kecamatan Kangayan itu juga membuat masyarakat setempat bangga dengan kepemimpinannya. “Kami sangat

bangga dengan Bupati Busyro yang selalu memikirkan rakyatnya. Kini, selain ada kemajuan di bidang ekonomi, masyarakat Kepulauan Kangean juga memiliki lapangan sepak bola sendiri yang selama ini selalu didambakan,” kata Camat Kangayan, Ach. Dzulkarnain. Kebanggaan itu sangat berasalan. Tidak hanya memikirkan rakyat seperti diungkapkan Camat Dzulkarnain, Bupati Busyro juga mampu menjadi pemimpin spiritual. Terbukti, dalam gelar pelaksanaan shalat Jum’at 16 Oktober itu bupati diminta warga menjadi Khatib sekaligus Imam. Usai shalat Jum’at, agenda

kunjungan dilanjutkan dengan silaturrahim dan mengunjungi beberapa pondok pesantren. Bahkan, pemimpin yang memiliki visi-misi Super Mantap itu juga diminta untuk meletakkan Batu Pertama Pembangunan Masjid Al-Aziz yang berada Pondok Pesantren Ar-Rahman di Desa Angkatan, Kecamatan Kangayan. Tak hanya itu, kepadatan jadwal kegiatan selama kunjungan memaksa Bupati memangkas waktu istirahat. Berasama rombongan, terpaksa ia menuju Kecamatan Sapeken pada tengah malam. Menembus gulungan ombak dan luasnya lautan,

rombongan tiba di rumah Camat Sapeken, Moh. Sahlan, pada pukul 02.30 Wib dini hari. “Ini dilakukan biar acara besok pagi berjalan dengan efektif,” kata Bupati. Pagi hari, selain membuka Lomba Layar Gapel pada jam 6.00 Wib Bupati menghadiri Pembukaan Perkemahan di Pulau Sase’el. Sesuai jadwal, hingga jam 15.00 sore Bupati Busyro masih ditunggu sebanyak lima kegiatan. Kendati diserang lelah dan kepayahan, demi tanggungjawab terhadap rakyat semua kegiatan tetap diagendakan satu hari harus selesai.

rusydiyono/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 27


UNTUK KEMAJUAN KEPULAUAN

S

ebagai anak yang dilahirkan di pedesaan, Risnawi muda waktu itu merasakan betul apa saja yang menjadi keluhan warga, utamanya yang menyangkut kehidupan nelayan. Sebab putra dari pasangan suami isteri Haji Murahwi dengan Hajjah Mardiyah itu lahir dan dibesarkan di Desa Dungkek, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, tepatnya di dekat pelabuhan. Sehingga wajar apabila ingatannya selalu berisi rekaman tentang tangis pilu dan nestapa kaum nelayan. Kemudian rekaman itulah yang menjadikanya gelisah hanya untuk memecahkan apa saja yang dianggapnya tidak sesuai dengan suara hati kecilnya, yaitu tentang kesejahteraan warga. “Sekitar tahun 1995-an, saya merasa ada yang kurang dengan kondisi lingkungan warga sekitar (warga Dungkek pesisir pantai, red), khususnya kaum nelayan. Tetapi waktu itu saya belum ngerti secara rinci kekurangan tersebut, hanya saja gelisah dan merasa

bertanggung jawab atas keganjalan itu,” katanya kepada Mata Sumenep saat bincang-bincang santai di sela-sela kunjungan Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim, ke Pulau Raas, Jum’at, 25 September lalu. Setelah beralih status menjadi mahasiswa inilah, ingatan masa lalunya tentang kehidupan nelayan spontan berputar dengan sendirinya dan terus menghantui situasi kehidupannya kala itu. Bahkan ingatan tersebut berlangsung hingga akhirnya ia dipertemukan dengan separuh tulang rusuknya yang kini telah memberinya seorang putra yang amat dicintai, yakni Hajjah Ummu Hafida, seorang perempuan cantik asa Desa Jungkat, Kecamatan sekaligus Kepulauan Raas. “Semenjak pertama kali berada di Desa Jungkat, saya harus belajar banyak hal tentang kondisi serta tradisi di sana. Tetapi lama-kelamaan saya mulai menyatu, sehingga tidak ada jarak antara saya dengan warga sekitar,” jelasnya.

Setelah lama hidup di Desa Jungkat hingga dikarunia seorang momongan yang diberi nama Ahmad Habiburrahman, rupanya kondisi yang selama ini menghiasi pikirannya tentang kehidupan masyarakat, membuatnya memiliki keinginan untuk berjuang di parlemen. Singkat cerita, akhirnya keinginan politisi dari partai PKB itu tercapai. Dirinya berhasil menjadi corong masyarakat Dapil VI di kursi Dewan. Dan sebagai pendatang yang diyakini bisa membawa perubahan, tentunya kepercayaan itu harus betulbetul dijaga dan dijalankan. “Kepercayaan ini amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin, karena sebagai pendatang, jika tidak maksimal, maka taruhannya harga diri dan citra keluarga. Sehinga saya harus maksimal dalam memperjuangkan aspirasi warga Sumenep, khususnya kepulauan sebagai medan saya berjuang,” tandasnya, kepada Mata Sumenep.

rusydiyono/rafiqi

H Risnawi, Anggota DPRD asal Raas

DEMI UMKM, LUNCURKAN PUSYAR iB KOMITMEN: Bupati menyaksikan penandatanganan MoU pada acara Launching Pusyar iB, Kamis (1/10), di aula Disperindag Sumenep.

A

ula Dinas Pesrindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sumenep, pada Kamis, 1 Oktober lalu, penuh sesak oleh manusia. Saking padatnya tampak beberapa pewarta media hanya mengintip kegiatan Launching Program Pembiayaan Usaha Syariah (Pusyar iB) untuk para palaku UMKM di Kabupaten Sumenep itu, dari pintu kaca. Sebagaimana terjadi di lapangan, banyaknya pelaku usaha kecil yang muncul di masyarakat seringkali tidak dibarengi dengan kekuatan modal yang memadai. Hal itu tentu berpengaruh terhadap aktivitas produksi yang dikembangkan, apalagi ditambah dengan tren ekonomi yang sedang lesu. Sementara untuk meminjam modal nyatanya masih banyak rentenir yang justru tidak menjanjikan solusi. Berangkat dari latar belakang inilah program Pusyar iB dimunculkan, sebagai usaha untuk membantu masyarakat untuk terus meningkatkan kreativitas

28 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

dan memajukan ekonomi Sumenep. Sebab pada prakteknya, Pusyar iB mengangkat konsep penguatan modal kepada UMKM tanpa biaya administrasi dan nol bunga. Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim berharap program Pusyar iB ini dapat mendongkrak semangat usaha masyarakat dan memutus rantai perilaku tidak sehat dimasyarakat. “Praktek rentenir di masyarakat itu meresahkan. Maka dengan program ini masyarakat bisa memperoleh kemudahan dalam mendapatkan modal,” ujar Bupati. Bupati menambahkan, Pusyar iB merupakan salah satu terobosan yang diambil Pemkab untuk masyarakat khususnya kalangan ekonomi menengah ke bawah. Selain dari itu, masih banyak program trobosan lain yang tujuannya untuk kepuasan dan kepentingan masyarakat. “Kami akan terus melakukan terobosan terutama dalam kegiatan usaha agar masyarakat bisa bergairah untuk menekuni

usaha,” jelas Kiai Busyro. Program Pusyar iB adalah program di dunia usaha yang muncul dari hasil kolaborasi antara BAZDA Sumenep, Bank BPRS Bhakti Sumekar, Disperindag, dan Diskop. Keempat aktor ini samasama mempunyai peran yang vital. Bank BPRS bertanggung jawab untuk peminjaman modal, BAZDA Sumenep yang menalangi biaya administrasi dan bunga pinjaman, sementara Disperindag dan Diskop merekomendasikan pelaku usaha yang menjadi binaan. Untuk Pusyar iB tahap pertama ini, dana yang disediakan berjumlah Rp 50 juta yang akan disebar kepada pelaku usaha. Nominal pinjaman berkisar Rp 500 ribu – Rp 5 juta dengan ketentuan untuk pinjaman 1 juta ke atas harus menyertakan agunan. “Untuk pinjaman 1 juta kebawah tidak perlu jaminan cuma harus berkelompok,” terang Dirut BPRS.

ozi’/rafiqi


ANGIN SEGAR DARI PULAU RAAS

Kunjungan Kerja Bupati Busyro, disambut meriah masyarakat Kepulauan Raas.

K

edatangan Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim, saat itu, ke Kepulauan/ Kecamatan Raas disambut meriah oleh warga setempat, pada Jum’at (25/9/2015) siang. Bahkan pada saat Bupati Busyro turun dari kapal ratusan warga yang terdiri dari kaum adam dan hawa yang nampak berseragam muslimat NU ini berebutan untuk bersalaman langsung dengan orang nomor satu di Kabupaten Sumenep ini. Kehadiran Bupati Busyro ke kepulauan Raas ini tidak lain untuk melakukan pertemuan dengan para Gapoktan di kecamatan tersebut dan menutup perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) disana. “Kehadiran saya di kepulauan ini adalah kunjungan kerja, yakni pada pukul 15.00 Wib melakukan pertemuan dengan Gapoktan dan pada pukul 19.00 Wib menutup acara perayaan HUT RI di Kecamatan Raas,” kata Bupati. Lanjut orang nomor satu di Kabupaten Sumenep ini, selain melakukan pertemuan dengan para Gapoktan dan menutup HUT RI ke 70 di Kepulauan Raas, Bupati Busyro juga meminta masyarakat untuk pro aktif dan mendukung program pemerintah, terutama program yang ada di kepulauan ini. “Saya meminta kepada masyarakat untuk selalu pro aktif dan memberikan

dukungan kepada pemerintah dalam menjalankan programnya, karena tanpa ada dukungan dari semua elemen masyarakat program pemerintah tidak akan berjalan dengan maksimal,” ujar mantan dua kali Ketua DPRD Sumenep, Periode 1999-2004 dan 2004-2009 ini. Selain itu, Bupati Busyro juga meminta maaf kepada masyarakat jika selama memimpin Kabupaten Sumenep ada banyak kesalahan dan kekurangan, karena sebagai manusia pasti tidak akan luput dari kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. “Saya atas nama pribadi maupun sebagai Bupati Sumenep, meminta maaf kepada masyarakat jika selama memimpin banyak melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, saya meminta masyarakat untuk selalu memberikan pengawasan dan mengingatkan Bupatinya jika ada kekurangan maupun kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja,” harapnya. Sesuai dengan jadwal yang diagendakan, Bupati Sumenep Dr KH A. Busyro Karim, M.Si akan berada di Kepulauan/Kecamatan Raas selama dua hari, yakni pada Jum’at (25/9/2015) dan Sabtu (26/9/2015) kembali ke daratan.

juga mendampingi Bupati Sumenep dalam menyampaikan beberapa upaya serta langkahlangkah Pemerintah Sumenep untuk memajukan pertanian di Sumenep. Sehingga pertemuan singkat itu dijadikan sebagai bahan evaluasi atas semua program yang selama ini sudah terealisasi. Berkat silaturrahim tersebut, mantan Ketua DPRD Sumenep itu mendapatkan dua masalahdalam pertanian, diantaranya gangguan

Silaturrahim dengan Gapoktan Selain bertemu dengan sejumlah Kiai pengasuh pesantren, guru ngaji, dalam safari kepulauan minggu kemarin itu, Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim juga menyempatkan diri bertemu dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Se-Kecamatan Raas yang bertempat di rumah Kepala Desa Karang Nangka. Dalam pertemuan itu Bupati Sumenep lebih banyak mendengar tentang semua keluhan warga seputar pertanian disana. Sore itu juga, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep, Bambang Heriyanto, selain menyampaikan laporan

Ny Hj Aisyah

Pengusaha Raas yang setia mendampingi Kiai Busyro selama dua hari di Pulau Raas

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 29


hama dan krisis air, sebab di pulau Raas rata-rata lahan pertanianya termasuk tanah tadah hujan. Oleh karenanya hal itu dianggap penting untuk segerah ditangani. “Perlu diketahui oleh semua yang hadir pada kesempatan ini, sengaja saya hadirkan di depan anda sekalian dua Bambang, pertama adalah Bambang Heriyanto selaku Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan, kedua Bambang Iriyanto Kadis PU Cipta Karya dan Tata Ruang. Kedua orang ini nantinya akan membantu anda dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pertanian,” terang Bupati kepada semua Gapoktan. Selanjutnya Bupati memerintahkan dua kepala dinas tersebut untuk sesegera mungkin menyikapi keluhan warga itu. Persoalan hama, bibit, dan pupuk, akan ditangani langsung oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, sementara untuk kebtuhan air ke lahan pertanian menjadi tanggung jawab Kadis PU Cipta Karya dan Tata Ruang.

Bukan Janji, Rp 33 Miliar Pembangunan Listrik Raas Tak hanya memberikan solusi problem pertanian kepada Gapoktan, keluhan masyarakat Raas atas kesulitan jaringan listrik pun mulai terjawab. Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim dalam kesempatan serap aspirasi bersam warga langsung mengalokasikan pengadaan jaringan dan mesin genset sebesar Rp 33,168 miliar di APBD 2016. Pernyataan ini disampaikan Bupati Busyro dalam pidato saat menghadiri resepsi HUT RI ke 70 di Lapangan Sepak Bola, Raas, pada Jumat, (25/9/2015) lalu. “Kami bukan berjanji lagi. Tolong Pak Kahir, alokasikan pembangunan listrik di Pulau Raas pada APBD 2016,” pinta Bupati Busyro yang disambut aplaus ribuan masyarakat yang menghadiri acara. Beberapa menit kemudian, Kepala Kantor ESDM, Abd. Kahir memberikan coretan tangan kepada Bupati yang masih berada di atas panggung. Coretan itu berisi anggaran untuk pembangunan listrik di Pulau Raas sebesar Rp 33, 168, 750,000,-. Siapa yang akan mengelola mesin listrik? “Mengenai siapa yang akan menjadi operator mesin nanti akan dicarikan solusi bersama masyarakat. Bisa jadi kerjasama dengan operator lokal yang terbiasa menjalankan mesin listrik. Yang terpenting saat ini, Pemkab mengadakan mesin dulu,” terang Bupati kepada Mata Sumenep. Soal keluhan jalan poros kecamatan, juga menjadi perhatian Bupati “Visi-Misi kami, pembangunan jalan di kepulauan harus terhotmix. Tapi, syaratnya harus ada pengusaha lokal yang menyediakan AMP untuk memproduksi aspal hotmix,” pungkas Bupati.

ham/yono/rafiqi

Relawan dari Pulau Giligenting foto bersama eks Bupati Busyro Karim

sepeda motor mengantar2015 kepulangan eks Bupati Busyro Karim 30Ratusan |MATA konvoi SUMENEP | 03 NOVEMBER

Sederhana Rumah Kediaman eks Bupati Busyro Karim

Kru Mata Sumenep mencuri kesempatan foto bersama eks Bupati Busyro Karim


MENGANTAR BUPATI

PERGI UNTUK KEMBALI Memasuki purna jabatan pada 25 Oktober, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim meninggalkan Rumah Dinas lebih awal. Optimis pulang kampung sementara, ia berjanji kembali berjuang di kursi satu pimpinan daerah.

S

usasana rumah dinas Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim pagi itu seketika ramai. Di luar pagar, ratusan sepeda motor, odong-odong dan lautan manusia memenuhi sepanjang jalan Panglima Soedirman. Begitupun di dalam. Mereka menunggu acara seremoni pelepasan orang nomor satu di Kabupaten Sumenep itu selesai dan segera beriringan mengantarnya kembali ke kediamannya di Pondok Pessantren Al-Karimiyyah Beraji, Gapura, Sumenep, tepat tanggal 23 Oktober lalu. Menunjuk angka 08.00 Wib pagi acara dimulai. Mewakili Sekretariat Daerah Kabupaten Sumenep, Asisten Ekonomi Pembangunan Ir Hery Kuncoro Pribadi menyampaikan hantaran singkat sebagai tanda kepulangan Bupati dan keluarga dari rumah dinasnya. Hadirin yang terdiri dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan beberapa pejabat penting di lingkungan Setda itu pun hikmat mengikuti prosesi. Tampak juga Wakil Bupati Sumenep Soengkono Siddik berdiri di dekat Bupati.

Disambut WargaPenuh Cinta Usai pelepasan, kepergian Bupati Busyro Karim dari rumah dinas menuju tempat tinggalnya di Desa Beraji, Kecamatan Gapura, diiringi oleh puluhan Odong-Odong dan Konvoi ratusan sepeda motor. Yang mengharukan, selama di perjalanan pemimpin Kabupaten Sumenep itu mendapatkan sambutan hangat dari warga dan ratusan siswa SD yang di tangannya membawa bendera merah putih. Bahkan, saat membuka kaca mobilnya ratusan warga dan siswa SD itu saling berebutan untuk bisa bersalaman langsung dengan Bupati Busyro. Sebuah pertanda besar akan rasa cinta dan bangga terhadap Bupati Kiai itu selama memimpin Kabupaten Sumenep ini. Tidak hanya itu, penyambutan terhadap suami Nurfitriana Busyro Karim juga terjadi di rumahnya di Desa Beraji, Kecamatan Gapura. Sejak pagi, ribuan orang telah menunggu kedatangan Bupati sekaligus panutannya di komplek Pondok Pesantren Al-Karimiyyah. Tak ayal, saat turun dari mobil ribuan warga itu langsung berebutan demi bersalaman

dengan sang pemimpin. Kepulangan Bupati ke rumahnya di Desa Beraji memang dilakukan lebih awal. Meski masa tugasnya berakhir pada tanggal 25 Oktober 2015, hal itu dilakukan agar pada saat purna tugas beliau tidak perlu repot untuk boyongan. “Akan tetapi untuk masalah tanggung jawab saya sebagai Bupati akan tetap dilaksanakan hingga akhir masa tugas nanti,” tegasya dalam sambutan.

Lanjutkan Membangun Sumenep Kepulangan Bupati Busyro ke kampung halamannya di Desa Beraji, Kecamatan Gapura, bukan berarti beliau berhenti membangun Kabupaten Sumenep menjadi lebih maju dan sejahtera. Ia menegaskan, kepulangannya itu hanya sementara sebelum masa jabatannya berakhir di periode pertama. “Saya akan kembali,” katanya. Karena itu, jika dirinya masih dipercaya untuk memimpin Kabupaten Sumenep 5 tahun ke depan, diharapkan adanya kerjasama dari masyarakat untuk membangun Sumenep Super

Mantap. “Sebab tanpa adanya dukungan dari masyarakat, maka akan sulit untuk menciptakan sebuah pemerintahan Kabupaten Sumenep Super Mantap dan masyarakatnya sejahtera,” jelasnya. Bupati Busyro menambahkan, saat ini pemerintahan Kabupaten Sumenep memang sudah lebih baik dari sebelumnya. Namun demikian, masih banyak yang harus diperbaiki dan ditingkatkan baik dari segi pembangunan maupun kehidupan ekonomi masyarakatnya. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat selalu memberikan dukungan terhadap pemerintah agar bisa mencapai apa yang telah menjadi programnya selama ini. Selain itu, pria kelahiran 01 Mei 1961 tersebut juga meminta maaf kepada masyarakat jika selama memimpin Kabupaten Sumenep masih banyak kekurangan. Dan tak lupa, mengawali purna jabatan ia memohon restu untuk bisa memperbaikinya pada periode yang akan datang. Satu ajakan yang disambut hadirin dengan kata, “lanjutkan!”.

yon/irul/rafiqi

03 NOVEMBER 2015 | MATA SUMENEP | 31


Pj BUPATI SUDHARMAWAN

SIAP LANJUTKAN CAPAIAN BUSYRO

foto dok Bagian Humas Setkab Sumenep

KH A. Busyro Karim

menandatangani masa berakhirnya jabatan yang disaksikan Gubernur Soekarwo dan Pj Bupati Sudharmawan, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin, 2/11/2015.

32 |MATA SUMENEP | 03 NOVEMBER 2015

PROSESI pelantikan dan serah terima jabatan dari Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim ke Pj Bupati Sudharmawan berlangsung di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Senin, 02/11/15 jam 09 WIB. Menurut Hadi Soetarto, Sekda Sumenep, ada 50 pejabat dari Kota Sumekar, terdiri dari Pimpinan Daerah (Forpimda), wakil ketua DPRD Sumenep, ketua komisi hingga ketua fraksi, Kepala Bakesbangpol dan Linmas, seluruh kepala bagian di Pemkab Sumenep dan 10 orang dari TP PKK Sumenep yang ikut menyaksikan prosesi tersebut. Dalam rilis yang dikeluarkan Bagian Humas Pemkab Sumenep, Gubernur Jatim, Soekarwo saat sambutan pelantikan meminta kepada Pj Bupati agar melanjutkan proses pembangunan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Termasuk, meningkatkan koordinasi dengan anggot Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) masing-masing, para pejabat struktural, tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Dalam jangka pendek, para pejabat bupati diharap mensukseskan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016,” ujar Gubernur Soekarwo. Usai serah dilantik, Pj (Pejabat) Bupati Sumenep, Sudharmawan meluncur ke bumi Sumenep. Pj Bupati Darmawan disambut guyub di Rumah Dinas Bupati, Senin, 02/11/15, pukul 16.15 WIB oleh sejumlah pimpinan SKPD Sumenep. Saat diminta perasaan sebagai Pj Bupati Sumenep, Sudharmawan merasa kembali ke tanah Madura. Kendati bukan ke Kabupaten Bangkalan yang ia tinggalkan sejak lima tahun lalu, ia terasa kali pertama memasuki rumah tinggal barunya. “Alhamdulillah, pertama ketemu SKPD, ramah-ramah, loyal, welcome dan mudah diajak komunikasi,” katanya, saat ditemui Mata Sumenep. Sudhrmawan mengatakan, dalam tempo singkat kepemerintahan Sumenep ini ia tidak banyak mencanangkan program prioritas. Kendati demikian, dirinya siap melanjutkan program-program yang ada dalam pemerintahan sebelumnya. “Dalam mengisi kekosongan selama pilkada ini, tentu yang pertama adalah melanjutkan hal-hal yang sudah dicapai oleh Bupati Pak Busyro dalam menggerakkan roda pemerintahan,” tegasnya disaksikan sejumlah kepala SKPD. Selain itu, sesuai informasi pembahasan APBD yang belum selesai juga sebagaimana amanat Gubernur Jawa Timur, Sudharmawan menjadikan perampungan APBD 2016 sebagai prioritas dalam tempo dekat ini. Karena itu ia berjanji, langkah pertama yang akan dilakukan untuk memuluskan rencana tersebut adalah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, seperti Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) setempat, supaya dalam penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Sumenep semua bisa sinergis, solid, dan kompak. “Besok agenda pertama kami, insyaAllah akan ke DPRD Sumenep,” jelasnya kepada Mata Sumenep. Saya berharap ada rasa gotong-royong dan kebersamaan dari semua pihak. Guna mensukseskan setiap agenda pembangunan,” tandas Dharmawan kepada Mata Sumenep.

rusydiyono/rafiqi


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.