Edisi 1 Mata Sumenep

Page 1

Jumat Tanpa Mobil Dinas

Menyambut Otonomi Desa

Terimakasih Pak Bupati‌

Edisi 17 Agustus 2014

D I R G A H AY U H U T R I K E -

KEMER

DEKAAN

DI TENGAH ERBEDAAN

Harga Eceran : Rp.

13.000,-


MATA SUMENEP BERITA UTAMA 5

Jumat Tanpa Mobil Dinas

PANGESTO 12

Terimakasih Pak Bupati…

Sudah menjadi komitmen bersama, setiap hari Jumat, para pejabat Pemkab Sumenep dihimbau agar tidak menggunakan mobil dinas saat akan masuk kantor. Imbauan ini bertujuan menekan polusi udara di wilayah kota serta upaya menghemat penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM).

N

AMAKU Mumus, siswa kelas 4 SDN 5 Sapeken. Kalau sore-sore begini, aku senang mengunjungi dermaga baru yang terletak di Kampung Kota Sapeken.

MAJELIS TAKLIM 26

Thariqah Jalan Pintas Menuju Allah

MATA DESA 8

Menyambut Otonomi Desa PENGESAHAN Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa akan menjadi suplemen baru bagi grass root. Mengapa? masyarakat desa pasti terlibat langsung dalam pembangunan di daerahnya, yang selama ini terpusat di kabupaten.

S

UASANA sejuk begitu terasa ketika menginjakkan kaki di halaman pondok. Meski matahari ada di atas, udara masih bersahabat walaupun bulan puasa. Dari kejahuan, terdengar pengajian kitab Firdausun Na’im. Puluhan santri terlihat khusyuk mendengar penjelasan kitab karangan sang kiai yang berisi tafsir al Qu’ran.

SalamRedaksi BERITA UTAMA 3 MATA DESA 8 POLITIK SUMENEP 11 PANGETSO 12 SAFARI RAMADLAN 14 OPEN HOUSE 15 KOMUNITAS 16 TRAVELLING 18 PISAU BUDAYA 20 SURI TAULADAN 23 KERATON 24 MAJELIS TAKLIM 25

BAGAI magnet dan paku. Meski agak berjauhan, keduanya ingin saling berdekatan. Besi dan paku terbuat dari unsur yang sama. Hanya saja, “magnet” (besi berani, Madura,Red),--istilah akrabnya,-besi berisi energi (magnet) yang memiliki kekuatan (daya) tarik dengan bentuk senyawa lain, seperti paku. Semakin tinggi energi di dalam besi, semakin kuat daya tariknya. Bagaimana dengan bahan plastik atau karet? Pastinya tidak senyawa. Besi dan plastik dari sumber yang beda. Tentu tidak bisa nyambung, walau berusaha ditempelkan. Berbeda dengan paku, yang selalu ingin dekat dengan senyawa yang memiliki energi. Meski di pisah, si paku selalu ingin mendekat dan menempel. Deskripsi singkat, “besi berani” dan paku, sebenarnya simbol bahasa diantara benda-benda di sekitar kita. Tidak sedikit simbol-simbol itu, menjadi makna pengetahuan, yang terkadang kurang peduli atau alfa untuk mengambil iktibar. Serupa dengan bupati-sebagai penguasa daerah-merupakan simbol warga dalam pemerintahan. Selama bupati care atau peduli terhadap apa yang menjadi kebutuhan warganya, ibarat gula, secara alamiah,

semut-semut pasti datang mendekat. Tabloid Mata Sumenep di hadapan pembaca ini, bisa jadi efek dari virus yang ditularkan koran harian Radar Madura, Jawa Pos Group, 15 tahun lalu, ketika Madura masih buta teknologi informasi. Jawa Pos, tidak bisa terdelete dari predikat suhu di tengah proses jurnalistik serba konvensional. Mengirim foto berita lewat bus. Mengapa Radar Madura, sebagai jurnalisme lokal, tetap bertahan dan berkembang? Kondisi negara mengiringi dengan penerapan undang-undang otonomi daerah, tahun 2000. Sentuhan emosi akan pentingnya media lokal, mendapat respon, pada pertengahan 2012, ditandai kelahiran koran lokal serupa bernama Kabar Madura, untuk menemani saudara sulung-nya, Radar Madura, yang juga ikut terbit tiap hari. Selang beberapa bulan, lahir saudara ke-3, bernama Koran Madura. Tiga koran harian lokal berbasis Madura di atas, selaras dengan penerapan UU No 06 tahun 2014 tentang pemerintahan desa, yang menjadi salah satu bagian misi media; membawa informasi dan mencerdaskan warga untuk mengawal kesiapan arus keuangan Rp 1 miliar lebih, tiap ta-

hun. Serta bagaimana adaptasi birokrasi desa dengan warganya. Pemberlakuan otonomi desa, kian memperkuat kehadiran jurnalisme individu lokal yang sudah lama menabur benih pencerahan di sekitar, tapi, belum tercover secara jurnalistik. Padahal, tidak sedikit individu itu, memimjam bahasa alm Gus Dur, seperti kiai kampung atau nyai kampung, popular di deretan cerita masyarakat luas, tapi minim informasi, siapa sebenarnya mereka? Who is kiai Munir, Moncek, Who is Nyai Tayyiba, BatangBatang, Who is Kiai Taifur, Ambunten? Who is Kiai Imran, Pakamban Daya? dan deretan invidu lokal lain tanpa menyebut nama satu persatu. Hal ini ibarat mutiara lokal Sumenep, yang belum terpajang di etalase-etalase jurnalistik, ketika, geliat jurnalistik lokal Madura mulai bersemi. Selain individu lokal,isu lokal,bahasa dan seni-budaya lokal yang terpendam, masih antre pertanyaan masyarakat bagaimana simbol warga di pemerintahan?Untuk menjawabnya, Mata Sumenep reborn kepada pembaca dengan misi jurnalisme berbasis informasi dan solusi. Selamat membaca.

SUSUNAN REDAKSI Komisaris: Asmawi Dewan Redaksi: Moh. Jazuli, Ali Humaidi, Syaf Anton Wr Dewan Ahli: Mohammad Ilyas Direktur: Hambali Rasidi Sekretaris: Irawan Pemimpin Redaksi: Hambali Rasidi Redaktur Pelaksana: Busri Toha Redaktur: Syaf Anton Wr, Reporter: Ahmadi, Rusdiyono, Saiful Anang, Mahdi, Fathol Alif, Ahmad Faidi, M. Farhan Muzammily Desain Grafis: Al-Mabruri, Anton Hermawan Manajer Iklan & Promosi: Moh. Ramli Penagih Iklan: Abd. Rahem Manajer Sirkulasi & Distribusi: Moh.Junaedi Koordinator Event: Asip Kusuma dan Ach.Mustafa Ali Purnomo Keuangan: Imraatun Nisa’ Penerbit: PT MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP: 70.659.553.5-608-000 SIUP: 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP: 13.21.1.58.00174. Kantor Redaksi: Jl Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 Email: matasumenep@gmail.com , mataopinisumenep@gmail.com PIN BB: 7D0B6F42 2 | 17 AGUSTUS 2014


MATA SUMENEP

BERITAUTAMA UTAMA BERITA

Reeksi HUT RI

Kemerdekaan di Tengah Perbedaan

P

emilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) telah usai, meski menyisakan masalah yang cukup krusial bagi perkembangan politik di tanah air. Hal ini tentu menjadi varian demokrasi di Indonesia yang diamanatkan kepada bangsa, agar segala persoalan yang terjadi di negara ini dapat diselesaikan dengan cara-cara demokratis, yaitu melalui sumber atau jalur sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. Selain itu, pada saat yang bersamaan, bangsa ini mulai “digoda� oleh munculnya faham-faham yang bertentangan dengan falsafah Pancasila, yaitu merebaknya faham yang digulirkan oleh gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang nyata-nyata sangat bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Belum lagi masalah ketimpangan sosial, yang entah sampai kapan, Indonesia ini benar-benar terbebas dari sorotan kasus yang banyak merugikan bangsa ini. Penyakit benalu bangsa ini, tak akan pernah terselesaikan tanpa adanya kesadaran diri, dan keperhatian semua pihak untuk memberantasnya. Dalam kondisi keprihatinan seperti ini, moment hari kemerdekaan Indonesia tahun ini, seharusnya mulai tersadarkan, bahwa perjuangan bangsa hingga mencapai titik terang kemerdekaan tahun 1945, bukan sekedar cerita kosong, bukan dongeng kepahlawanan, tapi realitas kehidupan bangsa yang menghendaki agar terbebas dari jaring-jaring penjajah. Usia 69 tahun bangsa Indonesia merdeka. Apakah tujuan dan cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan yang menebus kemerdekaan dengan keringat, air mata, darah, dan bahkan jiwa raganya udah tercapai? Itulah pertanyaan yang kerap muncul dibenak kita. Ataukah kita masih dalam jalur dalam meniti cita-cita perjuangan mereka? Ataukah kita telah tega mengkhianati perjuangan dan cita-cita perjuangan mereka dengan menyelewengkan amanat dan kepercayaan

yang diberikan? Peringatan hari kemerdekaan Indonesia sudah selayaknya dirayakan dengan sukacita. Dalam merayakan hari kemerdekaan ini, sudah terbiasa mengisinya dengan berbagai perlombaan dan hiburan serta pesta rakyat yang mengundang kegembiraan dan keceriaan, karena kemerdekaan itu memang merupakan anugerah yang luar biasa dari Allah SWT untuk bangsa Indonesia. Namun pada hakikatnya, bukan sekedar itu, tapi bagaimana menggunakan dan memanfaatkan momentum ini untuk melakukan evaluasi dan introspeksi diri, apakah yang dilakukan selama ini sudah cukup amanah di dalam menjalankan negara ini? Apakah telah berfikir dan berprinsip selama menjalankan tugas sebagai abdi negara telah mengedepankan kepentingan rakyat dan bangsa diatas segala kepentingan apapun. Apakah telah dipahami akan tujuan dan cita-cita kemerdekaan yang diikrarkan oleh para pejuang dan pendiri negara ini? Mungkin dalam benak kita, muncul seribu pertanyaan lain yang akan terus mengalir, ketika realitas yang dihadapi berbenturan dengan keinginan dan harapan bersama. Sungguh tak dapat dipungkiri, banyak hal harus segera dibenahi bangsa ini. Persoalan-persoalan lama yang belum tuntas yang menyangkut kebutuhan kehidupan rakyat seperti sekarang ini, baik dalam persoalan politik, ekonomi, sosial maupun pertahanan dan keamanan, menjadi pekerjaan cukup berat. Namun demikian, bukan berarti negara tidak tinggal diam, berbagai kebijakan dalam bentuk regulasi dalam pengembangan seluruh aspek kehidupan, tentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, diharapkan mampu mengurangi bebak rakyat, yang sebagian masih dalam garis kemiskinan. Bila kita merefleksi kebelakangan, sebagaimana tujuan dan cita-cita kemerdekaan yang dirumuskan para pendiri negara ini, antara lain yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan selu-

ruh tumpah darah Indonesia�, terkandung arti keinginan untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali Perlindungan disini harus dimaknai dalam arti luas, bukan saja perlindungan secara fisik dan menciptakan keamanan, tetapi juga perlindungan hukum, dan kedaulatan negara. Mari kita renungkan apakah tujuan ini sudah tercapai? Memajukan kesejahteraan umum adalah tujuan dan cita-cita kemerdekaan untuk aspek sosial ekonomi. Tanpa kecuali negara harus mengupayakan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan di sini dapat diartikan sebagai kondisi yang cukup sandang, pangan dan papan, serta terjaminnya fasilitas kesehatan bagi rakyat Indonesia Artinya pemerintah harus mengupayakan seluruh sumber daya dan kekayaan yang dimiliki negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam kontek kekinian, hakikat Kemerdekaan dapat dipahami sebagai bentuk manifestasi dari sebuah kegalauan sebuah bangsa untuk melepaskan diri dari kungkungan, keterbelakangan dan kegelisahan-kegelisangan. Untuk itu dalam mengejawantahkan keinginan untuk terbebas, menjadi hal prinsip bagi sebuah kehidupan. Hak manusia untuk mendapatkan hidup yang cukup dan tanpa merasakan kekurangan, mudah berusaha tanpa adanya tekanan dan rasa ketakutan, merasa aman dan damai sesuai kodratnya, mendapat tempat layak bagi diri sendiri maupun orang lain. Secara politis bebas dalam mewujudkan kemerdekaan, baik dalam dinamika pendidikan, kemerdekaan sosial, perbaikan ekonomi, perjuangan dalam zona kebudayaan. Dalam seluruh proses pemberdayaan hendaknya berpangkal dan bermuara pada akal sehat dan hati nurani. Dengan demikian agama, moralitas dan budaya menjadi pokok refleksi yang menyatu dalam mewujudkan kemerdekaan. | syaf

17 AGUSTUS 2014 | 3


BERITA UTAMA

MATA SUMENEP

Mempertanyakan Kadar Nasionalisme

Eko Suhartono Hadie

Edhi Setiawan

aktifis FKKPI Sumenep

Budayawan Madura

etiap tahun, pada bulan Agustus sudah menjadi aktivitas dan rutinitas masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Dirgahayu HUT RI diisi berbabagai kegiatan; seperti perlombaan, pementasan seni, nyekar kepada para pahlawan bangsa di Taman Makam Pahlawan sampai pada acara puncak resepsi peringatan. Pertanyaan kini, sebatas itukah memberi makna peringatan kemerdekaan bangsa ini? Lilik Rosida Irmawati, salah satu guru SD di Sumenep, menyebutkan bahwa peringatan kemerdekaan hendaknya menjadi refleksi diri terhadap sebuah peristiwa masa lalu yang telah memberikan kebebasan terhadap bangsa ini. “Kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan masyarakat cukup baik sebagai bentuk memeriahkan kemenangan. Tapi yang lebih urgen dari peringatan kemerdekan RI ini, hendaknya menjadi tolok ukur dan evaluasi terhadap apa yang terjadi, baik pra kemerdekaan, saat dikomandangkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, maupun setelah kemerdekaan,” ujarnya kepada Mata Sumenep. Lilik tidak menampik, bila akhir-akhir ini ting-

kat pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kemerdekaan mulai pudar. “Di sekolah, sebatas memperkenalkan sosok para pahlawan pahlawan dan perjuangannya, tapi tidak sampai menyentuh substansi pada nilai-nilai kebangsaan, apalagi nilai-nilai patriotisme”, ungkapnya berapi-api. Dia menyarankan, agar terbangun nilai kebangsaan dan patriotisme di kalangan siswa, perlu adanya kurikulum pembelajaran berpadu. Yaitu dengan menitik beratkan pada pendidikan karakter, skil, pengetahuan, dan sikap. “Dari sistem ini, diharapkan menjadi landasan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan sebagaimana diharapkan oleh hakikat proklamasi kemerdekaan,” jelasnya. Pernyataan serupa diungkapkan aktifis FKKPI Sumenep, Eko Suhartono Hadie. Menurutnya, saat ini pemahaman generasi muda tentang nilainilai kepahlawan dan patriotisme mulai luntur. “Kita hawatir, bia nilai-nilai itu tidak ditanamkan sejak dini pada anak-anak, makna dan hakikat kemerdekaan juga akan sirna”,tutur Eko kepada Mata Sumenep.. Untuk itu, Eko beraharap para orang tua ikut menanamkan nilai-nilai kebangsaan. “Selama ini

S

4 | 17 AGUSTUS 2014

yang mereka tahu ketika dikampungnya ada ramai-ramai pada saat bulan Agustus, tapi mereka tidak tahu, apa yang terjadi dibalik keramaian itu”, jelasnya. Diceritakan, peringatan Kemerdekaan RI indentik dengan keramaian, meski makin tahun mengalami penurunan kuantitas maupun kualitas. “Bila diamati, jarang ditemui gebyar kemeriahan hari bersejarah ini dapat dirasakan masyarakat. Pemandangan gapura hias yang biasanya terpancang di pintu masuk gang atau jalan, tampaknya kini mulai meredup, bahkan tidak tampak.Umbulumbul atau pernak-pernik lampu warna-warni tidak lagi dinikmati, bahkan di gedung-gendung kantor pun hanya sebagaian saja yang berpartisipasi, dan lebih ironis lagi, ditiap halaman rumahpun hanya segelir saja memancarkan bendera. Ini sungguh merisaukan,” cerita pegawai Diskominfo ini bersemangat. Sedangkan Edhi Setiawan, budayawan Madura menilai pola pikir masyarakat Indonesia sudah mulai pragmatis. “Kemeriahan kemerdekaan seharusnya dijadikan moment yang baik dalam berekspresi,” tutur Edhi kepada Mata Sumenep. Edhi bercerita, waktu kanak-kanak dirinya senang ada banyak kegiatan menyambut HUT RI. “Perayaan HUT menjadi hiburan. Sehingga, kaum muda di kampung-kampung mulai merancang kegiatan. Mulai dari lomba-lomba, pementasan seni sampai kemeriahan yang lain yang diselenggarakan oleh panitia kabupaten, sehingga masyarakat benar-benar menikmati hari yang bersejarah itu,” tutur Om Edhi.

| han/syaf


MATA SUMENEP

BERITA UTAMA

Jumat Tanpa Mobil Dinas Sudah menjadi komitmen bersama, setiap hari Jumat, para pejabat Pemkab Sumenep dihimbau agar tidak menggunakan mobil dinas saat akan masuk kantor. Imbauan ini bertujuan menekan polusi udara di wilayah kota serta upaya menghemat penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat menghadiri pidato kenegaraan Presiden RI di Kantor DPRD, Jumat, 15 Agustus, Bupati Abuya Busyro Karim dan Sekda Hadi Soetarto tampak menumpang becak. Sedangkan ajudan bupati dan sopir sekda menaiki sepeda pancal yang berada di belakangnya. “Ini komitmen saya, tidak menggunakan mobil dinas setiap hari Jumat,” ujar bupati kepada sejumlah wartawan, usai acara di kantor DPRD. Bagaimana dengan pejabat yang masih menggunakan mobil dinas? “Akan dievaluasi. Dan perlu ada surat edaran lagi,” tandas Buya. | alif

Pejabat Pria Masak Nasi Goreng Meramaikan Dirgahayu Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, ke-69, Pemkab Sumenep menggelar lomba masak nasi goreng, bertempat di halaman kantor pemkab Rabu pagi 13 Agustus 2014. Peserta lomba kian menarik karena diikuti Bupati dan Wakil Bupati dan seluruh laki-laki pimpinan SKPD di lingkungan pemkab. Sontak peserta lomba banyak mengundang tawa dari pengunjung karena Kepala SKPD mendadak menjadi koki dengan menggoreng nasi. Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparbud), Febrianto sebagai panitia kegiatan menyebut, kegiatan lomba memasak ini untuk meningkatkan kerja sama antar SKPD. R. Titik Suryati, SH, MH. Kepala BKPP (Badan Kepegawaian Kabupaten Sumenep) merasa senang dan puas walau dirinya diwakili oleh sekretaris BKPP karena peserta harus pria. “Dengan semangat proklamasi kebersamaan dan kekompakan antar satker bisa terwujud di tengah padatnya aktivitas rutin,” jelas mantan Kabag Hukum Pemkab Sumenep kepada Mata Sumenep. Sementara pemenang lomba masak antaranya adalah: • Ir. Arief Rusdi, Kepala Dinas peternakan Kabupaten Sumenep meraih Juara I • Slamet Boedihardjo, S, Sos. Msi. Sekretaris BKPP Kabupaten Sumenep meraih Juara II • Drs. Koesman Hadi, Msi. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah meraih Juara III. | mahdi

17 AGUSTUS 2014 | 5


BERITA UTAMA

Pengukuhan Bunda

PAUD

Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kini dapat tersinergi dengan program Rumah Pintar (Rumpin) yang merupakan salah satu bagian dari program Indonesia Pintar menjadi satu atap dan terintegrasi. Sehingga, peserta didik Rumpin bisa dididik menjadi APK PAUD menuju wajib belajar PAUD 4-6 tahun. Karena itu, Pemkab Sumenep melalui Dinas Pendidikan menggelar Gebyar PAUD Propinsi Jawa Timur dan Pengukuhan Nur Fitriana Busyro Karim

Kenalkan Jati Diri Bangsa Sejak Dini Ratusan anak PAUD dan siswa Taman Kanak-kanak (TK) dari berbagai sekolah se Kabupaten Sumenep, mengikuti pawai budaya menyambut Dirgahayu HUT Kemerdekaan RI ke 69 dengan menaiki odong-odong. Para siswa PAUD mengenakan pakaian adat berbagai suku yang ada di Indonesia ini, berangkat dari depan rumah Dinas Bupati dan berakhir di lapangan gelanggang olahraga (GOR) A Yani Sumenep, Rabu, 13 Agustus. Sedangkan para orang tua siswa mengiringi rute pawai anaknya sehingga rute yang dilalaui peserta pawai kian membludak. “Kami sangat bersyukur acara ini berjalan lancar dan sukses,” ujar Kazminatuz Zuhra, panitia pelaksana pawai peringatan hari kemerdekaan, kepada sejumlah wartawan. Menurutnya, pawai menyambut hari kemerdekaan yang diikuti ratusan siswa PAUD dan TK ini, merupakan bentuk apresiasi pemerintah untuk mengenalkan nilai-nilai kemerdekaan kepada anak sejak dini. Dia berharap, para siswa dapat mengenalkan jati diri bangsa Indonesia sejak usia dini. “Sehingga anak-anak Indonesia sadar bahwa Indonesia memiliki banyak suku dan tetap bersatu dalam mempertahankan NKRI. Selama ini, anak-anak menafsiri peringatan hari kemerdekaan dengan acara penuh hura-hura. Sebab, dalam setiap peringatan HUT RI banyak kegiatan yang sifatnya hiburan,” tuturnya. | ahmadi

6 | 17 AGUSTUS 2014

MATA SUMENEP

sebagai Bunda PAUD Kabupaten Sumenep 2014. Pengukuhan Bunda PAUD ditandai dengan pemasangan PIN dan pemasangan Selempang oleh Bupati Sumenep Abuya Busyro Karim Kepada Ketua TP–PKK Kabupaten Sumenep, Ny. Nurfitriana Busyro Karim, pada hari Rabu, 13, bertempat di GOR A. Yani, Pangligur, Sumenep. Ny. Nur Fitriana Busyro Karim dalam sambutan menyampaikan, pertumbuhan dan perkembangan anak melalui Pendidikan Anak Usai dini (PAUD) pada dasarnya dipengaruhi 3 pilar utama. Pertama, pemeliharaan kesehatan gizi. Kedua, simulasi sosial secara terpadu dan pola makan anak. Ketiga, kasih sayang orang tua dan pelaksanaan PAUD. “Layanan pendidikan PAUD dapat dilaksanakan mulai dari Taman Kanakkanak, Kelompok Belajar dan Taman Penitipan Anak, maupun layanan terintegrasi PAUD, seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKB). Hal itu sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peran serta masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran perseorangan, kelompok keluarga, organsiasi profesi dan pengusaha”, jelas istri Bupati Sumenep berapi-api. Dijelaskan, maksud adanya Gebyar PAUD ini diharap para orang tua semakin termotivasi untuk membentuk anak yang sehat sejak dini. “Sehingga lahir generasi muda yang cerdas. Dan pada gilirannya, terwujud generasi emas pada masa akan datang,”. Imbuh Perempuan kelahiran Lombok, 5 September 1978 mengakhiri sambutannya. Jumlah Pos PAUD di Kabupaten Sumenep sebanyak 516 buah, dengan jumlah pendidik 996 orang dan 5.518 peserta didik. “Kalau dihitung 330 desa, dan 4 kelurahan, berarti setiap desa dan kelurahan pasti ada PAUD,”jelas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, Drs. H. Moh. Shadik M,Si kepada wartawan. Karena itu, dia berharap dukungan dan kerjasama semua pihak menuju kesuksesan PAUD dan anak-anak tumbuh. “Berkembangnya pendidikan PAUD bukan hanya tugas Bunda PAUD semata, tapi merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat,” ujarnya. Kegiatan pengukuhan Bunda PAUD dihadiri Kepala Bidang Pendidikan Non Formal Dinas Pendidikan Propisni Jawa Timur, Drs. Abdul Nasor, M.Si. Dirjen PAUD, Forum Pimpinan Daerah Kabupaten Sumenep, Ketua TP – PKK se- Kabupaten Sumenep, Kepala sekolah, guru dan Anak – anak Usia Dini yang tidak kurang dari 3000 orang. | faid/mahdi


MATA SUMENEP

NYAIKAMPUNG

17 AGUSTUS 2014 | 7


MATADESA MATA

MATA SUMENEP

Menyambut Otonomi Desa PENGESAHAN Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa akan menjadi suplemen baru bagi grass root. Mengapa? masyarakat desa pasti terlibat langsung dalam pembangunan di daerahnya, yang selama ini terpusat di kabupaten.

P

enjelasan Pasal 72 Ayat 2 alokasi anggaran untuk desa sebesar 10 persen di luar dana transfer daerah. Selain itu, desa juga mendapat sumber dana paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK). Jika 10 persen dana APBN dari dan di luar transfer daerah dan 10 persen dari APBD, kisaran rata-rata per desa di Kabupaten Sumenep, mengantongi kurang lebih Rp 1 miliar. Kendati demikian, potensi otonomi desa akan menjadi batu sandungan bagi aparatur desa, apabila para SDM desa belum memiliki kemampuan administratif. Sehingga tidak heran, ada adagium undang-undang desa

8 | 17 AGUSTUS 2014 8 | 17 AGUSTUS 2014

akan memperbanyak pelaku korupsi di tingkat desa. Untuk Kabupaten Sumenep, terdapat 332 desa yang tersebar di wilayah kepulauan dan daratan. Lantas, apa persiapan Pemkab Sumenep menyambut penerapan otonomi desa yang mestinya diberlakukan per 1 Juli 2014? Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Kabag Pemdes), Moh Ramli, saat dihubungi via telepon wartawan Mata Sumenep, masih belum banyak berkomentar soal penerapan undang-undang desa. Dia masih belum mebaca Permendagri yang menjelaskan lebih jauh isi undang-undang No 6 Tahun 2014. ”Saya belum begitu faham, mas. Karena belum ada sosialisasi dari pusat,” jawab Ramli, Senin,14/7, sambil menutup telfonnya saat di Jakarta. Seirama dengan Kabag Pemdes, Ketua Forum Camat se-Kabupaten Sumenep, Siswandi Bintoro, juga tidak bisa menjelaskan panjang lebar apa yang harus dilakukan menyambut penerapan undang-undang-undang tersebut. Pria yang juga menjabat sebagai Camat Bluto ini, mengaku belum ada sosialisasi secara resmi tentang penerapan UU desa. ”Tapi, saya berharap, semua desa harus siap merealisasikan undangundang itu,”. Camat Pasongsongan, Arif Susanto apresiasi terhadap penerapan otonomi desa. Karena itu, dia mempersiapkan langkah-langkah strategis. ”Kami berancana mengadakan pelatihan pengelolaan keungan untuk semua aparatur desa di Kecamatan Pasongsongan. Ini langkah awal yang kami lakukan menyambut otonomi desa, sambil menunggu sosialisasi dari pusat,” jelasnya kepada Mata Sumenep, Selasa, 15/07. Arif berharap, pemerintah pusat segera mensosialisasikan UU desa agar semua kecamatan dan desa memahami secara utuh undang-undang tersebut. ”Sampai sekarang masih belum ada sosialisasi. Penguatan UU desa sangat penting bagi desa, kecamatan maupun pemerintah kabupaten,”. Sedangkan, Kepala Desa, Ambunten Tengah, Kecamatan Ambunten, Fatmiyatun, menyambut baik baik otonomi desa. Dia mengaku optimis bisa menerapkan UU tersebut. ”Desa sangat membutuhkan pembangunan. Dana Rp 1 Miliar akan kami kelola untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat,” katanya. | ahmadi/busri toha


MATA SUMENEP

MATA DESA

Bersyukur Otonomi Desa Disahkan

P

syaiful anam/mata sumenep

Ketua Komisi A DPRD Sumenep Abrori Mannan saat mengisi acara dialog bersama masyarakat dan pemuda Giliraja

BPD-Pemuda Giliraja Dialog UU Desa

G

AONG otonomi desa mulai ramai diperbincangkan. Sejumlah stakeholder desa, kini bersemangat menyambut realisasi UU No 06 Tahun 2014. Senin, 14 Juli, Aliansi Pemuda & BPD se Pulau Giliraja, Kecamatan Giligenting, mengadakan dialog dengan tema Mempertegas Arah dan Fungsi BPD dalam Otonomi Desa. Acara yang dikemas interaktif dan berbuka bersama ini, dihadiri sekitar 150 peserta, terdiri semua anggota BPD, pemuda dan Kades se Giliraja. Hadir pula sebagai nara sumber, Ketua Komisi A, Abrori Mannan dan Widiyanto serta Supardi, dari Kasubag Pemdes. Abrori mengaku senang atas iniasiatif panitia membahas UU desa. “Otonomi desa bisa membantu kesejahteraan BPD. Selama ini, honor BPD sangat minim. Jatah ketua, hanya Rp 100 ribu, sekretaris, Rp 75 ribu, anggota BPD, Rp 60 ribu, tiap bulan. Nah…adanya otonomi desa, kesejahteraan BPD, pasti berubah,” jelas politisi PKB ini, yang disambut aplaus peserta yang hadir. Hanya saja, alumni Ponpes An-Nuqayah ini, tidak bisa memastikan kapan, undang-undang otonomi desa bisa diterapkan. Dia mengaku, belum menerima kabar yang jelas dari pemerintah pusat, kapan waktu diterapkan. “Kita masih menunggu sosialisasi. Keinginan pribadi, segera dilaksanakan otonomi desa. Supaya masyarakat desa cepat menikmati kesejahteraan,” tuturnya. Sebagai utusan pemkab, Supardi berjanji akan segera melakukan sosialisasi. “Dalam waktu tidak tidak lama, sosialisasi pasti dilakukan. Sampai sekarang Permendagri be-

lum turun. Setelah itu Pemkab membuat Perda. Pemkab tidak bisa langsung sosialisasi sebelum ada penjelasan dan peraturan pemerintah yang mengatur. Undang-undang desa, sangat perlu sosialisasi dan dilakukan pelatihan administrasi. Bagaimana kapasitas SDM desa membuat laporan keuangan. Sehingga tidak banyak salah administrasi yang berujung pada tindak pidana korupsi,” jelas Pardi yang diamini Widiyanto. Sedangkan Kades Lombang,Pulau Giliraja, H Moh. Sahril, SE merasa senang adanya dialog otonomi desa. Bahkan dia tidak keberatan mensupport aktivitas pemuda atau mahasiswa di desa yang bersifat positif.Kades Banmaleng, Pulau Giliraja, H Moh. Rakib seirama dengan H Sahril. Hal senada juga diutarakan Kades Jati, Pulau Giliraja, Abd. Rahem, S.Sos, dan Kades Banbaru, Pulau Giliraja, Suciati merasa bangga adanya deklarasi aliansi Pemuda dan BPD. Mereka berharap, pemuda dan BPD satu langkah dan bahasa memajukan Pulau Giliraja. Ketua Panitia dialog, Panji Agira kepada Mata Sumenep mengaku bangga atas terselenggaranya dialog UU desa. Dia berharap pemkab bisa melakukan kegiatan serupa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat desa. “UU desa sudah lama ditunggu masyarakat kecil. Bagaimana bentuknya.Kapan mau diterapkan. Kalau ada sosialisasi kan mudah mempersiapkan diri apabila undang-undang itu diterapkan,” jelas Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa dan Pemuda Giliraja (FKAMDA) kepada Mata Sumenep.

| syaiful anang

ERJUANGAN butuh kesabaran dan pengorbanan. Walaupun harta dan jiwa sebagai taruhan. Itu konsekwensi dari sebuah langkah yang harus di telan. Termasuk, harus mendekam dibalik jeruji besi di daerah orang, karena memperjuangkan aspirasi masyarakat desa. Itu kenangan yang tak bisa hilang dari ingatan H. Farki Praseno selama ikut berjuang menyalurkan aspirasi agar pemerintahan desa mendapat perhatian. ”Undang-undang No 6 Tahun 2014 yang mengatur pengelolaan keuangan desa, betul-betul perjuangan rakyat yang di wakili oleh semua kepala desa seluruh Indonesia, bukan dari calon presiden. Selama 5 tahun, saya dan teman-teman kades selalu mendatangi DPR RI menuntut pemerintah pusat memperhatikan pemerintahan desa,” cerita Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD), Kabupaten Sumenep, kepada Mata Sumenep, saat ditemui di rumah yang asri di Desa Poreh, Kecamatan Lenteng.

H. Farki Praseno Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Sumenep

Dia bercerita, pada tahun 2013, ribuan kepala desa se-Nusantara menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI. Sekitar 30 ribu kepala desa, se Indonesia, mengelar aksi. ”Kalau dihitung, lebih 10 kali melakukan aksi selama 5 tahun. Saya korlap kades dari Madura. Saya di tahan satu hari satu malam, di Mapolda Metro Jaya gara-gara demonstrasi,” kenang Kades Poreh berapi-api. Suami dari Hj. Nur Aini ini mengaku sangat bersyukur adanya UU desa. Untuk pengelolaan keuangan Rp 1 miliar per desa, apa ada gambaran dari bapak?. ”Itu kan pasti ada PP-nya (peraturan pemerintah). Kami akan pelajari PP tersebut, bagaiman teknisnya. Kemudian kami laksanakan sesuai PP tersebut. Untuk sekarang kami tidak bisa membuat ini dan itu karena PP-nya belum turun ke kami. Kami akan tunggu, kalau sudah ada, kita akan rapatkan dan mulai merencanakan teknisnya. Dari PP tersebut, akan menjadi pedoman semua kepala desa. Targetnya, pasti peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat desa,” rinci kades yang mendapat penghargaan dari Bakorwil bidang pertanian tahun 2009 itu. | faidi/busri toha

17 AGUSTUS 2014 | 9


MATA DESA

Kades Murah Senyum

S

IDAA ama Tetala Istri Anak

10 | 17 AGUSTUS 2014

: IMRA : Sumenep, 23 Februari 1980 : Maghfuroh : Artika Adistiya Ningsih

ETIAP bertemu orang, tidak pernah lupa melempar senyum. Wajah tampan semakin menawan. Setiap ada hajatan warga, sosoknya selalu diminta membawakan lagu shalawat hadrah. Itu sedikit gambaran sosok Imrah, Kepala Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan. Usia Imrah tergolong muda menyandang gelar kades. Dirinya serasa bermimpi usai dilantik bupati sebagai kades. Maklum, perjalanan hidup ia lakoni seperti air mengalir. “Keluarga besar yang mendorong saya mencalonkan sebagai kades,” cerita Imrah mengawali obrolan dengan Mata Sumenep. Setelah dilantik, Imrah baru berpikir apa yang bisa disumbangkan untuk masyarakatnya. Kades muda ini, memutuskan untuk mewujudkan desa pendidikan. Baginya, pendidikan merupakan modal utama mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Meski begitu, suami dari Maghfuroh ini menyadari, pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting untuk mendukung keberlangsungan pendidikan. “Pendidikan dan pembangunan infrastruktur saya prioritaskan,” ujar alumni Ponpes An-Nuqayah. Sejak dilantik pertengahan tahun 2013, tidak sedikit program infrastruktur dan penguatan

MATA SUMENEP

ekonomi yang digelontorkan ke desanya. Imrah tergolong kades licin menarik program pusat dan provinsi mengucur ke desanya. ”Berkat banyak teman, alhamdulillah desa saya mendapatkan banyak program untuk pengaspalan jalan, paving dan pemberdayaan ekonomi warga,” beber Imrah. Atas perjuangan kades kelahiran 1980 ini, pembangunan desa dan geliat pendidikan semakin terasa oleh warga. Apalagi, dua putra terbaik asal desa Pragaan Daya terpilih menjadi anggota DPRD Sumenep priode 2014-2019. Abrori Mannan (Politisi PKB) dan M Ramzi (Politisi Partai Hanura). Dari dua politisi itu, ia berharap desanya lebih maju. Desa Pragaan Daya, kata Imrah, memiliki potensi alam luar biasa. Misalnya, pembuatan gula merah. Makanya, dia berencana membuat perusahaan gula merah untuk mengembangkan hasil produksi warganya. Sehingga, rencana itu diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat Pragaan Daya. ”Selain itu, kita akan berupaya untuk pengeboran air. Makanya, saya berharap dari dua warga terbaik yang terpilih menjadi anggota legislatif, akan membantu melancarkan program di desa,” pungkasnya. | busri toha


MATA SUMENEP

POLITIK SUMENEP

KH

Kembali Ke Dunia Pesantren

IMAM HASYIM, Ketua DPRD Kabupaten Sumenep priode 2009-2014, sengaja tak mencalonkan lagi sebagai anggota dewan dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu. Alasan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini cukup sederhana; ingin kembali mengelola dan mengembangkan pesentren warisan orang tuanya. Ketika ditemui wartawan Tabloid Mata seusai memimpin rapat pembahasan anggaran bersama Banggar DPRD Sumenep mengatakan, kesehatan fisik sudah tak memungkinkan untuk maju sebagai anggota legislatif. ”Saya akan kembali ke khittah, back to pesantren. Disinilah, pembinaan terhadap masyarakat akan tetap jalan,” terang mantan Ketua Komisi A DPRD Sumenep 2004-2009. Meski tidak lagi menjadi wakil rakyat, pria yang dikenal sebagai penceramah ini memastikan wakil rakyat priode mendatang akan lebih baik. Alasannya, background dari

sejumlah caleg terpilih cukup berpengalaman, walau bukan secara keseluruhan. Suami dari Jamilah Siroj ini berharap, politisi mendatang mampu berkomunikasi dan bisa menyampaikan aspirasi konstituen dan masyarakat secara umum. Jika hal itu sudah mampu diakomodir, maka program-program pemerintah akan benar-benar menyentuh terhadap semua lapisan masyarakat Sumenep. Lebih jauh dia menerangkan, selain faktor kesehatan tak mencalonkan lagi, faktor umur juga sudah tidak memungkinkan. Namun, persoalan keaktifan di partai politik, akan tetap aktif di DPC PKB jika dibutuhkan. ”Kalau masalah politik, akan tetap berkhidmat di DPC PKB. Kita ini memang harus berpolitik. Tetapi jika harus mencalonkan lagi sebagai anggota dewan 2019, saya nyatakan : Tidak,” pungkasnya kepada Mata Sumenep. Kalau dipinang sebagai Cawabup?

IDAA

ama : K Imam asyim abatan : Sekretaris akil Dewan Syuro DPC PKB Tetala : Sumenep  Desember  Istri : j amilah Siroj Anak : uzaimi Syukron azila Izzul Maromi ikmal Maula AlAzali

| bus

Dari Blater Menuju Parlemen

K

UMIS tebal. Kalau berpeci selalu dengan ukuran tinggi. Berbicara meledak-ledak. Tatapan matan awas, seperti haus tanding. Itu kesan awal gesture H. Nayatullah bin Superrang, seorang blater yang kini menjadi caleg terpilih di DPRD Sumenep. Mantan Kades Jangkong, Kecamatan Batang-Batang ini merupakan sosok yang disegani banyak kalangan. Gaya bicaranya, menunjukkan orang berpengaruh. Secara jujur, dia mengaku perjalanan hidupnya pernah terperosok pada lika-liku hidup kurang menyenangkan (blater). Hidup ini, kata dia, penuh tantangan dan rintangan. Pil pahit dan manis kehidupan, dia jalani dengan penuh kesabaran. Lalu berusaha bangkit dari keterpurukan. ”Saya terpilih sebagai Kepala Desa mulai dari tahun 1986 sampai tahun 2007,” terang ayah tiga anak ini. Setelah 21 sebagai penguasa ditingkat desa, selama enam tahun tak ikut campur dalam dunia politik desa dan hanya bersemidi. Baru pada 9 April lalu memulai karir politiknya kembali dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Sumenep dari PKB nomor urut VII Dapil V. Lalu, apa yang diakukan di dewan nanti? ”Kita lihat situasi dulu. Yang terpenting, akan berusaha memperjuangkan aspirasi masyarakat,” terangnya mengakhiri kepada Mata Sumenep. | rus/bus

IDAA ama :  ayatullah bin Superrang abatan : Mantan Kades  tahun Tetala : Sumenep  anuari  Istri : j ur asiyah Anak : Kinannar Arif S Syarifa Dewi A Ira Anggraini A

Dari LSM ke Parlemen IDAA ama : M. Ramzi. SIP Tetala : Sumenep  Agustus  Istri : Sumaena Anak : adia feliana D Kefin Khaefani

N

AMANYA tak panjang: M. Ramzi. Caleg terpilih dari Partai Hanura ini tidak menyangka akan duduk di kursi legislatif. Pria kelahiran Sumenep, 03 Agustus 1977 ini terpilih menjadi anggota DPRD Sumenep periode 2014-2019 dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April lalu. Ramzi, tercatat sebagai pegiat LSM di Sumenep. Dunia pemberdayaan, dia geluti sejak aktif di PMII Jakarta. Dia banyak membangun koneksi di dunia aktifis, sehingga mengantarkan aktif di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada pileg 2009. Sayang, dwi fortuna belum berpihak. Ayah dua anak ini merasa terpanggil membenahi kondisi masyarakat Sumenep. Sebab, dia mengaku melihat keluhan-keluhan masyarakat Sumenep yang belum ada jawaban pasti dari wakil rakyat sebelumnya, sehingga dia bertekat mencalonkan kembali. Dengan terpilihnya menjadi anggota dewan, berharap dapat memberikan suasana baru. Bukan hanya janji palsu. ”Saya akan selalu berusaha mencerdasi kondisi masyarakat, yang selama ini hanya menjadi korban janji pemimpin sebelumnya. Semoga aspirasi masyarakat bisa saya usung menjadi kenyataan,” kata Ramzi. Hati nurani suami dari Sumaena ini, mengaku terpanggil untuk mewujudkan apa yang menjadi impian masyarakat. ”Sejak lahir, desa saya terbelakang. Selama ini, para wakil rakyat dari daerah saya tidak banyak melakukan perubahan. Saya bertekat menumpahkan segala kemampuan demi daerah kelahiran,” imbuh karib, orang kepercayaan Jendral (Purn) Luhut Panjaitan kepada Mata Sumenep. Kongkritnya bagaimana? ”Semua alokasi Pokmas untuk konstituen. Saya cukup dari gaji dan rejeki yang tidak mengikat. Buktikan..!” | adi/bus

17 AGUSTUS 2014 | 11


PANGESTO

MATA SUMENEP

UKM Terima Bantuan

P

EMERINTAH Kabupaten Sumenep terus memberikan perhatian terhadap warga pemilik usaha kecil. Buktinya, Pemkab mengucurkan dana bantuan kepada 80 warga pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan rombong. Masing-masing mendapatkan bantuan dana Rp 1 juta. ”Bantuan ini diharapkan dapat membantu mengembangkan usahanya,” ujar Bupati Sumenep, Busyro Karim. Roqiyah, 62, salah satu penerima asal Desa Karangduak, Kecamatan Kota, mengaku sangat senang. ”Alhamdulillah, dengan bantuan ini saya bisa menambah barang-barang kulaan,” tutur Roqiyah yang mengaku telah 11 tahun menggeluti usaha menjual makanan ringan. | ahmadi/busri toha

dok.mata sumenep

Bupati Sumenep Abuya Busyro Karim memberikan bantuan secara simbolis kepada salah satu penerima bantuan UKM

Terimakasih Pak Bupati… N

AMAKU Mumus, siswa kelas 4 SDN 5 Sapeken. Kalau sore-sore begini, aku senang mengunjungi dermaga baru yang terletak di Kampung Kota Sapeken. Dermaganya sederhana, namun pemandangan begitu indah. Aku bisa melihat kapal yang sedang berlayar, kapal yang baru merapat ke dermaga membawa hasil laut dan matahari yang akan terbenam ujung garis horizon di laut atau orang biasa menyebutnya “sunset”. Dengan angin semilir yang sejuk dari laut, aku semakin nyaman berdiri di ujung dermaga ini. Terkadang aku sambil menelpon temanku, untungnya ada Simpati. Simpati membuatku mudah menghubungi atau bertukar sms dengan temanku. Itu penggalan cerita, yang ditulis anak pulau dalam web from don’t touch me. ****** Sebut saja Uak Dahnan, seorang kakek, asyik menelpon cucunya dari atas perahu saat mancing ikan di perairan Pulau Sakala. Ya…penduduk pulau terluar di Kabupaten Sumenep ini, pada akhir Desember 2013, lalu, tersedia jaringan seluler Telkomsel. “Pak Bidianto, ini Yetty dari Telkomsel Jawa Bali. Dan ini Bapak Bupati Sumenep. Gimana pak Kades

12 | 17 AGUSTUS 2014

sudah tersambung ya komunikasi masyarakat Pulau Sakala," sapa ibu Yetty lewat sambungan video call, menyapa Kades Pulau Sapeken, Bidianto. "Sudah bu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Telkomsel dan Bapak Bupati atas dukungannya, sehingga kami bisa bertelepon-teleponan dengan keluarga bu," tambah Bidianto dengan logat kental Madura. Menjelang pergantian tahun 2013, Kepala Desa Pulau Sakala Bidianto sedang melakukan video call bersama Bupati Sumenep KH Abuya Busyro Karim bersama Executive Vice President Telkomsel Jawa Bali, Yetty Kusumawat. Mereka, berbincang-bicang sambil bercanda ria, kurang lebih 30 menit. Vice President ICT NM Area Jawa Bali, Ronny Arnaz, menyambut baik kehadiran Telkomsel menjadi satu-satunya provider di Pulau Sakala. “Saat ini masyarakat Sakala tidak perlu risau ketika akan berhubungan dengan dunia luar. Kini sudah ada layanan dari Telkomsel,” ujarnya saat ikut mendampingi ibu Yetti, kepada sejumlah wartawan. Secara hitungan bisnis, provider manapun pasti keberatan membuka tower di Pulau Sakala. Untuk menjangkau pulau terluar ini, butuh waktu 20 jam dari Kabupaten Sumenep. Dan 5 jam jika melalui Makassar. Jumlah penduduk Pulau Sakala hanya 3.500 orang dan menjadi pulau sendirian diantara pulau-pulau kecil lain di Kecamatan Sapeken. Mayoritas pencarian masyarakatnya sebagai nelayan. Dan Pulau Sapeken menjadi salah

satu daerah paling timur dari zona Waktu Indonesia Barat. Darimana ide mewujudkan pemancar seluler tanpa dukungan APBD? Yayak Nurwahyudi, Kadis Infokom Sumenep, menyebut alasan mendasar karena desakan masyarakat Pulau-Pulau kecil untuk mendapat perhatian pembangunan dari pemkab. “Dari itu, Bupati Abuya Busyro Karim mencari terobosan. Pertama, mengirim surat ke Menkominfo. Kemudian dilanjutkan ke PT Telkomsel. Dan kebetulan, di Telkomsel ada program Merah Putih (Menembus Daerah Pedesaan, Industri Terpencil, serta Bahari), dan program USO (Universal Service Obligation) yang tersebar di 25.000 desa se Indonesia,” jelas Yayak mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Dikatakan, layanan telekomunikasi di 25.000 desa berdering menggunakan BTS PICO 1 TRx. Sedangkan di desa perbatasan dan terpencil menggunakan BTS Mikro GS 2G berkapasitas 2 TRx sampai 6 TRx dengan jangkauan hingga 2,5 km. “Dengan menempatkan BTS pada tower tipe guyed mast yang memiliki ketinggian minimum 32 meter dari permukaan tanah, diharap masyarakat pulau mudah menikmati layanan selulr,” urai Kadis yang memiliki keahlian bidang teknologi informasi ini. Yayak sangat bersyukur atas realisasi pembangunan tower Telkomsel di Pulau Sakala dan ibukota kecamatan Kangayan, Pulau Kangean, tahun 2013 lalu. “Ini ibu kota kecamatan terakhir yang baru menikmati layanan seluler. Selain

dua yang sudah terealisir, masih ada tujuh titik yang dirancang untuk dibangun tower Telkomsel non APBD pada program berikutnya,” imbuh Yayak. Tujuh titik itu, kata Yayak , ada di Pulau Sadulang Besar. Kedua, Pulau Sapangkor. Ketiga, Pulau Sepanjang. Keempat, Tanjungkiok, Pulau Sepanjang. Kelima, Pulau Masakambing, Kecamatan Masalima. Keenam, Pulau Goa-Goa, Kecamatan Raas. Dan ketujuh, di pedalaman Pulau Kangean, akan dibangun tower penguat signal. “Yang belum terealisir kami terus akan berkoordinasi dengan PT Telkomsel,”bebernya. Diceritakan, sebelum program Merah Putih teralisir, ada provider, seperti IM3 mencoba membuka layanan di 3 titik di Kecamatan Kangayan. “Tapi, ini tidak berumur panjang. Kenapa? Karena kepulauan tergolong hight cost, tidak imbang dalam teori pasar,” ungkap Yayak. Menurut Yayak, masyarakat Pulau-Pulau Kecil memang butuh percepatan infrastruktur. Salah satunya adalah adanya jaringan telekomunikasi untuk mudah mengakses informasi. “Sekarang banyak yang mengucapkan terimakasih kepada bupati. Ini hanya salah satu cara bupati merespon aspirasi masyarakat kepulauan. Walau tanpa APBD, bupati masih bisa mewujudkan mimpi warga kepulauan,” ungkap Yayak sambil mengakhiri pembicaraan dengan Mata Sumenep.

| hambali rasidi diolah dari berbagai sumber.


MATA SUMENEP

PANGESTO

Setia Dampingi Buya Senang Maupun Susah

”J

ALAN hidup yang harus saya jalani,” itulah kata-kata yang keluar dari bibir Nurfitriana, ketika ditanya pengalaman batin menjadi istri Bupati Sumenep, KH Abuya Busyro Karim. Dalam benak pikiran, model islami dan mantan presenter TVRI dan ANTV itu, tak bisa berbuat apa-apa kecuali ridlo terhadap ketentuan Allah SWT. Perempuan kelahiran Lombok, 5 September 1978 itu bercerita awal pertemuan dengan Buya-sebutan akrab KH Abuya Busyro Karim. Mulanya, dia mengaku difasilitasi Jazuli Juwaini, dai sekaligus anggota DPR RI, pada November 2012. ”Kesan pertama memang ada nuansa batin,” kenang Fitri saat bertemu pada acara makan-makan di salah satu restoran di Jakarta, November 2012. Benar kata pepatah, pandangan pertama Fitri dengan Buya, menyentuh relung hati keduanya. ”Saya tidak dapat melupakan kesan Buya dengan penampilan yang sederhana. Kesan yang saya tangkap pertama, orangnya pendiam. Low profile,” kenang perempuan yang dinobatkan sebagai Juara 1 Putri Rinjani 1996 di NTB itu. Sebelum menikah, Fitri bertemu dengan Buya dalam tiga kali pertemuan. Proses taaruf lewat tegur sapa. ”Ya komunikasi lewat handphone,” imbuhnya. Setelah itu,

keduanya minta pentunjuk kepada Allah Swt lewat shalat istikharah sebelum memantapkan hati hingga ke jenjang pernikahan. Sekitar bulan, Februari 2013 lalu, Abuya Busyro Karim resmi mengikat janji pernikahan di kediaman Fitri, di Lombok. Bagaimana kesan Fitri setelah menikah dengan Buya? “Tidak jauh beda sejak pertama bertemu. Bahkan, lebih ekspektasi dari yang saya duga sebelumnya,” puji Fitri. Sebagai ibu bupati, Fitri langsung di lantik menjadi Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Sumenep oleh Ketua TP PKK Provinsi Jawa Timur, Nina Soekarwo, April,tahun lalu. ”Saya berusaha berbuat yang terbaik di PKK. Dengan cara menguatkan struktur dan kultur di PKK,” ujarnya kepada mata Sumenep. Berbagai kegiatan sudah dilakukan. Salah satu kegiatannya memberi bantuan bagi penderita gizi buruk. Dengan memaksimalkan peran kader posyandu desa untuk menjangkau para penderita gizi buruk,” tandasnya. Kesibukan sebagai istri bupati, tidak akan menyurutkan semangatnya untuk selalu setia. Bahkan, Fitri mengaku akan setia mendampingi Buya senang maupun susah. ”Buya sudah menjadi bagian dalam hidup saya,” singkatnya mengakhiri percakapan. | busri toha diolah dari berbagai sumber

Abang Becak Dapat Bingkisan dok.mata sumenep

Ketua TP PKK Sumenep urfitriana Buusyro Karim didampingi Ibu adi Soetarto sedang memberikan bingkisan sahur kepada abang becak

S

AHUR tiap malam selama bulan Ramadhan. Tidur di atas becak sambil menanti penumpang dan menunggu waktu sahur, sudah biasa bagi para penarik becak di Kota Sumenep. Namun, Jum’at dini hari (18/7), mereka kaget seakan mendapatkan rejeki nomplok. Mereka tidak menyangka, jika malam penuh barokah itu akan mendapatkan bingkisan. Kelelahan habis menarik becak, tiba-tiba dibangunkan perempuan cantik dan memberikan bingkisan. ”Selamat pagi bapak-bapak. Maaf jika mengganggu. Ini ada bingkisan makan sahur dan kain sarung,” sapa istri Bupati Sumenep, Nurfitriana Busyro Karim dengan ramah. ”Terima kasih banyak Ibu Bupati, sudah sudi mampir dan menyapa kami,” kata salah seorang diantara para tukang becak, setelah tersadar dalam kegiatan Sahur On The Road TP PKK Sumenep. | m. farhan muzammily/busri toha

17 AGUSTUS 2014 | 13


SAFARIRAMADLAN

uan

enyerahkan bant a adi Soetarto m

Sekd

Karib lama (Kiai Ramdha iai Busyro) dalam acara Safari Ramadhn-K an

gan Kiai Basyir

Mendengar wejan

MATA SUMENEP

Bercakap dengan Mursyid

Safari Ramadlan Pererat Silaturrahmi

S

udah menjadi tradisi. Itulah kegiatan rutin tahunan yang dilakoni Bupati Sumenep KH Abuya Busyro Karim selama bulan Ramadlan tiba. Mengunjungi pesantren, menyapa konstituen dan menyalurkan program bantuan kepada warga yang membutuhkan. Meski berbentuk rutinitas, tapi format acara disesuaikan dengan situasi lokal. Seperti, saat kunjungan di Kecamatan Ambunten. Sebelum acara buka puasa bersama, bupati membuka serap aspirasi dengan model bertatap dan bertanya kepada undangan yang hadir satu per satu. Tercatat lebih dari 10 kali bupati berpindah tempat duduk ke tempat duduk lain untuk menyapa undangan. ”Pak bupati ternyata telaten. Masak satu persatu warga disamperin begitu,” celetuk salah satu warga kepada wartawan Mata Sumenep saat acara di masjid Assadad, kediaman Mursyid Kiai Thaifur Ali Wafa, Ambunten. Perbedaan yang tampak dari kegiatan tahun lalu adalah Pray for Palestin sebelum nonton bareng final Pial a Dunia  undangan yang hadir berebut berfose berdua. Sebagian undangan menggunakan kamera handphone pribadi, sebagian lain meminta jasa fotografer dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sumenep. “Wah, kayak Jokowi aja,” gumam wartawan yang ikut rombongan safari. Gairah undangan untuk berfoto bareng tampak di udangan perempuan. Maklum, ibu bupati, Nur Fitriana Busyro ikut mendampinginya. Apalagi, Diskominfo menyediakan ’percetakan’ foto kilat. Dalam tempo lima menit, foto hasil jepretan bisa di ambil dan di masukkan dalam figura foto yang sengaja disediakan. Jadilah ibu-ibu bergantian berpose dengan mantan model islami dan presenter ANTV dan TVRI ini. Berpose Bersama | busri toha

14 | 17 AGUSTUS 2014

Telaten sapa dalam serap aspirasi

Salam Tadzim

ur

Bersama Kiai Bajig

Belajar Mo

delling


MATA SUMENEP

OPEN HOUSE BERSAMA KADES

Cipika Cipiki : Ibu Kades-Ibu Bupati

Foto Bersama Kades

Minal aidzin wal faizin

Duh... Saling Tatap Ibu Kades-Ibu Bupati

17 AGUSTUS 2014 | 15


KOMUNITAS

MATA SUMENEP

Anggota Adventure Trail Club Cabang Sumenep mentrabas alam senja Sumenep

Lelah trabas berpose

Komunits Vespa sedang rehat sejenak di Pantai Slopeng.

Pentrabas alam

16 | 17 AGUSTUS 2014


MATA SUMENEP

KOMUNITAS

Komunitas Fotografer Indonesia (KFI) cabang Sumenep sedang melakukan pengambilan gambar di Pantai Lombang Sumenep.

AKTUALISASI DIRI

Anggota KFI hunting bareng

F

ENOMENA pecinta hobby mulai menggeliat di ujung timur Pulau Madura. Para hobby lovers kini mulai tampil ke publik dengan membentuk komunitas, membuat agenda aktivitas rutin dan melakukan ekspansi kegiatan di luar kota sesama hobby lovers. Ada gejala apa? Menurut Edy Setiawan, maraknya hobby lovers menunjukkan masyarakat urban (kota) yang butuh penyaluran di tengan padatnya aktivitas. Penyaluran hobby itu bisa menghilangkan kebekuan dan kepenatan. “Maraknya hobby lovers itu bisa terindikasi secara ekonomi semakin sejahtera. Dan sikap orang Sumenep dari dulu memang lebi terbuka. Itu bisa dilihat dari bangunan masjid Agung yang berarsitektur cina,” tutur Budayawan Sumenep ini menjawab pertanyaan Mata Sumenep. Diceritakan, 20-30 tahun lampau, kelompok pecinta hobby di Sumenep masih bisa dihitung dengan jari. Seperti komunitas kerapan sapi. Pecinta barang antik dan komunitas kolektor pusaka. “Kalau hobby saya, fotografer. Hanya saja, yang suka dunia fotografi kan tidak ada lagi, kecuali juru foto penganten. Beda pola interaksi komunitas saat ini. Seperti, KFI, komunitas vespa, komunitas trail, dll. Fenomena pecinta hobby saat ini dibangun atas kesamaan emosi, walaupun terselip kepentingan bisnis secara tersirat. Saya kira lebih menonjol hobby-nya dari pada benang bisnis. Ini indikasi, banyak orang Sumenep lebih sejahtera. Walaupun ada, satu-dua secara ekonomi, pas-pasan,” jelas Om Edy,panggilan akrabnya.

Komunitas Mercedez Benz Club Maura sedang berpose di lapangan Giling Sumenep

| hambali rasidi

Mata Sumenep menerima kiriman foto dan berita dari komunitas Sumenep. Diutamakan kegiatan berlatarbelakang wisata dan budaya. Silahkan kirim ke matasumene@gmail.com atau PIN BB: 7D0B6F42

17 AGUSTUS 2014 | 17


TRAVELLING TRAVELLING &KULINER

MATA SUMENEP

MenikmatiKeasrian Pesisir Badur

D

ARI sekian keindahan pesisir wilayah Kabupaten Sumenep, pesisir Badur merupakan salah satu pantai atau pesisir yang juga menawarkan keindahan alam pantainya. Pantai Badur ini, tidak begitu jauh jaraknya antara Pantai Salopeng, di Kecamatan Dasuk yang terkenal dengan keindahan gunung pasirnya dengan Pantai Lombang di Kecamatan Batangbatang yang juga dikenal dengan hutan pohon cemara udang dan pantainya yang landai. Pantai Badur yang terletak di Desa Badur Kecamatan Batuputih itu, juga sangat dikenal dengan rimbunan hutan cemara udang. Pasirnya yang putih dan halus, serta pantainya yang landai, merupakan salah satu bagian keindahan pesona wisata pantai yang ada di

18 | 17 AGUSTUS 2014

Kabupaten Sumenep. Dalam perkembangan wisata pantai di Sumenep, pesisir Badur memang tidak sepopuler pantai Lombang atau pantai Salopeng, karena letak kedua pantai tersebut relatif mudah dijangkau alat tranportasi umum. Sedang untuk mencapai pantai Badur sendiri, lantaran route dan medan agak jauh dari jalan utama, maka masih diperlukan alat tarsportasi pribadi. Namun demikian, pantai Badur masih memiliki keunikan dan keindahan tersediri, lantaran kemurnian dan kealamian pantai ini masih terjaga dengan baik. Masyarakat setempat berusaha merawat dan melestarikan kondisi alam yang ada, sehingga sangat terasa bila menikmati alam pantai ini sebagai

tempat yang menyejukkan. Sebagaimana pantai atau wilayah pesisir umumnya, pantai Badur kerap sekali dikunjungi oleh para wisatawan lokal. Dan biasanya pada waktu hari-hari libur dan khususnya pada saat setelah lebaran Idul Fitri, atau tepatnya pada saat Tellasan Topa’ (hari Raya Ketupat), para wisatawan beramai-ramai mengunjungi tempat wisata pantai, selain menikmati keramaian Pantai Salopeng maupun Pantai Lombang. Lokasi pantai Badur berjarak antara kedua pantai tersebut, biasanya pantai ini sebagai transit atau persinggahan, karena pantai Pesisir Badur merupakan lintasan antara Pantai Salopeng dengan Pantai Lombang. | syaf


MATA SUMENEP

MATA POTENSI

17 AGUSTUS 2014 | 19


Sa Anton r Redaktur Mata Sumenep

S

ebuah akronim terkenal yang disampiakan oleh Bung Karno dalam pidatonya tahun 1960-an, yang itu ungkapan “Jangan Melupakan Sejarah” (Jas Merah). Akronim ini tentu bukan sekedar ungkapan klasik yang hanya diperuntukkan bagi pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa, namun lebih dalam lagi, hakikat Jasmerah menjadi multiple interpretations, dalam segala aspek kehidupan masa lalu yang mengandung nilainilai kesejarahan. Jasmerah dalam fenomena kebudayaan daerah mempunyai nilai kesejarahan tersendiri, bergantung latar belakang sosial politik dan budaya, dimana perjalanan sejarah sebuah daerah telah memberikan kontribusi perkembangan politik dan budayanya. Merefleksi nilai-nilai sejarah politik dan budaya yang terjadi di Sumenep, sangat prinsip untuk dikuak kembali nilai-nilai kesejarahannya, tidak sekedar melalui kisah-kisah yang pernah terjadi, tapi lebih jauh, bagaimana bisa mengungkap kembali kenyataan yang terjadi pada masa lalu, melalui bukti peninggalanpeninggalan yang ada untuk generasi masa datang. Bukti-bukti peninggalan sejarah inilah yang harus dilindungi dan dilestarikan yang kemudian disebut Cagar Budaya. Salah satu bentuk pelindungan Cagar Budaya adalah zonasi atau pemintakatan. Dalam konteks penerapannya di Indonesia, pemintakatan atau zonasi telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993 tentang pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang masih tetap berlaku. Dalam ketentuan umum UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan “Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya”. Sementara itu, zonasi dipahami sebagai penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar

20 | 17 AGUSTUS 2014

&

PISAU BUDAYA

MATA SUMENEP

Melindungi Merawat Cagar Budaya

Budaya sesuai dengan kebutuhan. Benda Cagar Budaya merupakan benda warisan kebudayaan nenek moyang yang masih bertahan sampai sekarang. Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Sebagai kekayaan budaya bangsa, benda Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Cagar Budaya yang dimaksud adalah; • Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian - bagian atau sisa-sisanya yang berumur sekurang -kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap memiliki nilai penting, sejarah , ilmu pengetahuan dan kebudayaan. • Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda Cagar Budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya. Dalam konteks sejarah kebudayaan, Kabupaten Sumenep banyak menyimpan tinggalan benda Cagar Budaya, yang sampai sekarang tinggal reruntuhan ataupun yang masih utuh. Untuk menjaga kelestarian benda Cagar Budaya tentunya membutuhkan perlakuan khusus dalam menanganinya. Benda Cagar Budaya secara garis besar bisa dibedakan menjadi dua yaitu benda Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak dimanfaatkan lagi seperti fungsi semula atau sering disebut dead monument dan benda Cagar Budaya yang masih dimanfaatkan seperti fungsi semula atau living monument. Sejumlah Cagar Budaya dalam bentuk bangunan yang masih dapat dimanfaatkan seperti Keraton Sume-

nep, Masjid Agung, Asta Tinggi dan lainnya, adalah bagian yang sangat mendasar untuk dilindungi, sebab bangunan ini menjadi ciri indentitas kedaerah dan masih tetap dimanfaatkan dan difungsikan sebagai kebutuhan kepentingan kemasyarakatan atau living monument. Kemudian benda Cagar Budaya yang sudah tidak dimanfaatkan lagi atau dead monument, seperti benteng Belanda Kalimo’ok, keberadaan kota tua Kalianget dan banyak lagi bertebaran di pelosok daerah ini. Nah, berangkat dari satu kondisi ini, dalam penyampaian nota penjelasan rancangan Perda Kabupaten Sumenep atas usul Prakarsa DPRD salah satunya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Cagar Budaya yang merujuk pada UU Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya, Juli lalu. Prakarsa Pelestarian Cagar Budaya yang memuat materi antara lain ; azas, tujuan dan lingkup, fungsi, tugas dan wewenang, kreteria Cagar Budaya, penemuan dan pencarian, pemilikan dan penguasaan, registrasi Cagar Budaya, pelestarian, tim ahli Cagar Budaya, pengawasan dan penyidikan serta sanksi administratif. Gayung bersambut, respon Bupati Sumenep, A Busyro Karim tentang Perda ini tampaknya memberikan angin segar terhadap perlindungan Cagar Budaya Sumenep sebagaimana disampaikan pendapat atas nota penjelasan DPRD Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usul prakarsa dewan Juli lalu. “Kami sangat menyambut baik usaha ini, mengingat Sumenep sebagai pusat budaya yang memiliki nuansa religi sampai saat ini masih banyak terdapat peninggalan sejarah yaitu Keraton Sumenep, Masjid Agung, Asta Tinggi dan banyak tersebar pula Makam tokoh-tokoh Islam yang saat ini dibanjiri oleh wisatawan domestik maupun asing,” terang Bupati. Selain itu, tambahnya, Sumenep juga terdapat benteng Kalimo’ok dan Kompleks kota tua yang berada di Kalianget yang wajib dipelihara dan lestarikan. Alasan utama upaya pelestarian kompleks bangunan tua peninggalan Belanda adalah membang-

kitkan kembali memori akan pulau Madura sebagai pulau garam, karena disadari bahwa keberadaan kompleks bangunan tua ini sangat penting sebagai bagian Cagar Budaya dan saksi keemasan pulau Madura sebagai pulau garam. Tentunya Perda ini nantinya benar-benar menjadi jawaban atas pertanyaan dan keinginan masyarakat, bahwa benda peninggalan sejarah dan budaya, sangat penting dan mendasar untuk dipelihara dan dilestarikan, sebab, keberadaan Cagar Budaya tidak dapat dipungkiri telah banyak memberi konstribusi terhadap perkembangan daerah Kabupaten Sumenep. Bertolak dari hal tersebut, tentu diperlukan keterlibatan dan peran aktif semua pihak untuk serta melestarikan Cagar Budya, artinya keterlibatan disini bukan secara passif, tapi secara masif, bukan hanya sekedar pada titik wacana, namun lebih jauh memberikan kontribusi pemikiran yang konstruktif dan reaktif terhadap tujuan dan kepentingan Cagar Budaya. Tiga hal pokok penting dalam pelestarian Cagar Budaya, pertama, Perlindungan, yaitu Cagar Budaya tidak mengalami kerusakan dan kehancuran; kedua, Pengembangan, yaitu dapat diartikan sebagai upaya untuk menjaga kualitas penampilan Cagar Budayaagar dapat difungsikan terus seperti fungsi semula atau untuk fungsi lain yang sesuai denganketentuan undang-undang dan ketiga, Pemanfaatan, yaitu memberikan kegunaan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik untuk pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, ekonomi, maupun kebudayaan dimasa kini dan mendatang. Konsep awal dari pelestarian adalah konservasi, yaitu pengawetan benda-benda monumen dan sejarah (lazimnya dikenal sebagi preservasi), dan akhirnya berkembang pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi. Pada dasarnya, makna suatu konservasi dan preservasi tidak dapat terlepas dari makna budaya. Inilah bagian dari hakikat JASMERAH.


MATA SUMENEP

IKLAN UPT HP

17 AGUSTUS 2014 | 21


IKLAN CAMAT

22 | 17 AGUSTUS 2014

MATA SUMENEP


MATA SUMENEP

SURITAULADAN

KOMUNITAS

Metamorfosis Al-Ghazali Dari Filsuf Menuju Sufi

N aui uhtar Anggota Dewan Redaksi Mata Sumenep

Para peneliti tidak menyebut alasan pasti, apa yang mendorong Al-Ghazali memilih hidup menyepi dalam dunia Sufisme. Berpaling dari dunia intelektual menuju mistisme. Dari dunia rasional beralih ke dunia irrasional. Pasti ada alasan pribadi yang menjadi dasar keberpalingan hidup.

AMA Imam al-Ghazali, sudah tidak asing di kalangan pesantren Indonesia. Sejumlah buku hasil karyanya, menjadi mata pelajaran wajib para santri yang mengenyam ilmu agama di pesantren. Seperti kitab, bidayat al-hidayah, ihya’ Ulum al-Din, mukasyafat al-qulub, dan sebagainya. Sosoknya tak lapuk dimakan sejarah. Selebritas intelektual, ia lepas, lalu menjadi khadam (pelayan) seorang mursyid tarekat, dan memilih kehidupan sufi,. Jejak hidupnya, ia tulis lewat buku al-Munqidz min al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) dan misykat al-anwar (relung cahaya), sebuah catatan yang memberi gambaran jalan hidupnya. AlGhazali mengalami metamorfosis. Setiap mendengar nama al-Ghazali dalam benak pikiran, pasti tergambar pemikir Muslim yang multi. Sosoknya penuh gelar dengan lika-liku kehidupan. Kemana al-Ghazali berdomisili, warga pasti suka dengan sikap bersahaja, walau memiliki kecemerlangan dan wawasan ketika berceramah. Selain itu, al-Ghazali juga menyandang banyak gelar sepeninggal hidupnya. Dia tercatat sebagai filsuf, teolog, fuqaha, dan seorang Sufi. Dan semua gelar itu dimiliki oleh sosok Al-Ghazali. Philip K Hitti, seorang orientalis, menyebut Al-Ghazali sebagai pemikir Muslim paling agung dan orsinil dalam sejerah intelektual Islam. Dia juga disebut sebagai penyempurna paham Al-Asy'ari yang kemudian menjadi ajaran Sunni hingga saat ini. Al-Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us Ath-Thusi Al-Ghazali, yang lahir di kampung Gazzal, kota Thus, Khurasan wilayah Persia pada tahun 450 H/1058 Masehi. Al-Ghazali dan adiknya, Ahmad al-Ghazali, menjadi yatim sejak kanak-kanak. Sebelum ayahnya wafat, Al-Ghazali bersama sang adik, dititipkan kepada teman ayahnya, yang juga seorang Sufi di Thus, bernama Syekh Ahmad bin Muhammad Radhkani (w.477/1082). Pada usia muda itu, Al-Ghazali belajar ilmu fiqh dan bahasa Arab. Menginjak dewasa, Al-Ghazali melanjutkan pendidikan di kota Durjan, di bawah asuhan Abu al-Qasim Isma'il bin Mas'ada al-Ismaili (w. 477/1084). Semua ilmu ia tulis. Saat pulang ke Thus, di tengah jalan, Al-Ghazali dicegah segerombolan penyamun, mengambil semua bekal termasuk catatan ilmu yang ia peroleh di Durjan. Al-Ghazali meminta buku catatan. Sang perampok malah tertawa dan berkata: bagaimana kamu bisa punya ilmu, saat kami rampas buku ini, dirimu terpisah dari buku catatan. Al-Ghazali terdiam sambil memohon kepada kepala perampok untuk tetap mengembalikan buku yang penuh ilmu itu. Tanpa duga, sang ketua menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan buku catatan kepada pemiliknya. al-Ghazali tersadar, kejadian yang baru menimpanya merupakan petunjuk dari Allah Swt untuk selalu menghafal semua ilmu yang di dapat. Pada tahun 470/1077-1078, al-Ghazali pergi ke Nishapur bersama siswa asal Thus untuk belajar, di Madrasa Nidzamiyah cabang Nishapur. Dia belajar teologi, filsafat, logika, ilmu kalam dan ilmu alam di bawah asuhan Abu Ma'ali Al-Juwaini Al-Haramain (w., 478/1085). Pola belajar di sekolah barunya mencerahkan al-Ghazali. Sebab, sang guru memberi kebebasan kepada para murid untuk mengeluarkan pendapat secara bebas. Siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata mulai terlihat. Dan al-Ghazali menunjukkan kecemerlangan dalam penguasaan ilmunya.

Margaret Smith, seorang orientalis lain, menyebut, alGhazali pada usia 20 tahun, telah menorehkan reputasi cemerlang dengan menulis kitab al-Mankhul, yang ditunjukkan kepada sang Imam Al-Haramain. Kemudian sang guru berkata: Kamu telah mengubur saya hidup-hidup. Kenapa tidak bersabar menunggu sampai saya mati? Dengan buku itu menjadikan karya-karya saya terabaikan. Kecerdasan al-Ghazali sampai di telinga, Wazir Saljuk di Persia, Nizham al-Mulk Abu Ali al-Hasan bin Ali at-Thusi (w.485/1092), dan akhirnya ditunjuk sebagai Dekan Teologi Madrasah Nidzamiyah di Baghdad, pada tahun 484/1091. Pada usia 33 tahun al-Ghazali menjadi selebritis di Baghdad, dengan gelar profesor fiqh. Mengajar penuh wawasan, dengan bumbu sindiran halus, mengantarkannya sebagai intelektual yang tersohor. Mereka yang ngefans menjuluki al-Ghazali dengan sebutan "Bagaikan apel dipelupuk mata". Selama di Baghdad, al-Ghazali banyak menulis karya-karya pemikirannya di bidang fiqh, filsafat dan ilmu kalam. Salah satu karya monumentalnya adalah tahafut al-falasifah (kekacauan para filsuf) yang mengkritik para filsuf muslim dahulu, seperti al-Kindi, Al-Farabi, ibn Sina, dll. Empat tahun menyandang guru besar dan menjadi selebritis, mengantarkan kehidupan yang tidak menyenangkan. Ada gejolak batin dalam pergulatan kehidupan yang di alami. Para peneliti menyebut al-Ghazali sedang menderita penyakit gila. Bagaimana tidak, di tengah status selebritas dan kekayaan menumpuk, tiba-tiba dirinya merasa tidak cocok dengan kehidupan yang dijalani. Ingin keluar sebagai guru besar di Nidzamiyah, yang diyakini sebagai kehidupan tipu daya. Para peneliti tidak menyebut alasan pasti, apa yang mendorong Al-Ghazali memilih hidup menyepi dalam dunia Sufisme. Berpaling dari dunia intelektual menuju mistisme. Dari dunia rasional beralih ke dunia irrasional. Pasti ada alasan pribadi yang menjadi dasar keberpalingan hidup Al-Ghazali. Hanya saja, para peneliti menyitir pengakuan al-Ghazali sendiri dari autobiografinya yang berjudul al-Munqidh min al-Dhalal (penyelamat dari kesesatan). Selain itu, sebagian peneliti menyebut keberpalingan al-Ghazali dari dunia intelektua akibat kecewa pada mahasiswa dan para sahabatnya, sehingga memilih meninggalkan status guru besar dan memilih hijrah dari Baghdad. Sumber lain menyebut, al-Ghazali mengalami kegoncangan bathin setelah 'dipermalukan' oleh sang adik, Ahmad al-Ghazali, ketika dirinya menjadi imam shalat. Sang adik tidak mau menjadi makmum. Al-Ghazali mengira sang adik sedang menganut aliran sesat. Peristiwa yang baru terjadi dihaturkan ke sang ibu, dan mempertemukan antara AlGhazali dengan sang adik, Ahmad. Di luar dugaan al-Ghazali, jawaban sang adik menyengat batinnya. "Bagaimana aku bisa bermakmum shalat dengan imam yang berlumur darah," jawab sang adik. Jawaban sang adik menyadarkan al-Ghazali bahwa sebelum shalat, dirinya baru saja selesai mengarang kitab fiqh, dalam bab nifash. Sehingga ingatannya terbawah dalam shalat. Al-Ghazali yakin ilmu sang adik melompati dirinya. Ketika itu, Al-Ghazali minta ditunjukkan siapa guru sang adik. Saat ditunjukkan guru tasawufnya ada di dalam pasar, yang bekerja sebagai penjahit sepatu. | bersambung

17 AGUSTUS 2014 | 23


KERATON

MATA SUMENEP

dok.mata

PENDP Agung Keraton Sumenep

Ada Apa Keraton Sumenep? CIKAL bakal nusantara memiliki benang merah yang tak terpisahkan dengan kabupaten Sumenep ini. Hal itu ditandai dengan berdirinya kerajaan terbesar di negeri ini, Majapahit. Sejarah mengakui bahwa berkat kepiawaian politik Aria Wiraraja selaku adipati pertama di Sumenep, putra Dyah Lembu Taal, Sangghramawijaya atau Raden Wijaya mampu membangun sebuah pemerintahan monarki terbesar sepanjang sejarah Nusantara.

D

ALAM perkembangannya Sumenep juga merupakan sebuah kekuatan politik yang diperhitungkan, pun di era kolonial. Posisi Madura yang waktu itu sempat menjadi negeri vazal Mataram sekaligus VOC hanya bertahan beberapa lama. Setelah itu berdiri dalam tingkat lebih tinggi menjadi daerah Wadhono di Bangwetan (meliputi lebih separuh Madura bagian barat dan Jawa bagian timur mulai Madiun hingga Blambangan), dengan bupati Wadhono waktu itu Panembahan Cakraadiningrat ke-V (Sidho Mukti) dari Bangkalan. Dalam bahasa Belandanya disebut Hoofd-Regent. Sebuah jabatan yang waktu itu hanya ada di beberapa di daerah khusus, semisal di Semarang (pusat pemerintahan VOC disamping Batavia), dengan Hoofd-Regentnya (bupati Wadhono) ialah Kangjeng Kiyai Adipati Suroadimenggolo ke-V (wafat dan dikuburkan di Sumenep, tahun 1821 Masehi. Setelah sebelumnya ditawan VOC di atas kapal perang Pollux bersama keluarganya karena bersekutu dengan Pangeran Diponegoro). Kendati demikian, kala itu Sumenep tidak bera24 | 17 AGUSTUS 2014

da di bawah Bangkalan, namun berkuasa tersendiri (zelfstandig). Bahkan di zaman Panembahan Natakusuma I (Panembahan Sumolo, yang salah satu isteri beliau merupakan putri dari Cakraadiningrat ke-V), daerah Bangwetan bagian timur dikuasai Sumenep. Tak hanya itu keluarga dari trah Natakusuma I terus memainkan peranan penting di daerah tapal kuda (meliputi Probolinggo, Besuki, Panarukan—sebelum berganti Situbondo, Bondowoso, hingga Blambangan atau Banyuwangi) dengan menduduki kursi adipati. Dan babak pertama suksesi oleh keluarga Sumenep ini dimulai oleh pengangkatan Raden Bambang Sutiknya alias Pangeran Adipati Ario Prawiroadiningrat ke-I (cucu Panembahan Sumolo dari pihak ayahnya, sekaligus juga cucu saudagar Cina muslim di Besuki—Han Soe Ki—dari pihak ibunya) sebagai adipati pertama Besuki. Namun sebelum itu, daerah tapal kuda tersebut oleh Panembahan Sumolo telah ditukar dengan gugusan pulau yang hingga saat ini menjadi bagian dari Kabupaten Sumenep. Babak kedua dari kisah suksesi ini berlanjut dengan dilantiknya salah satu putra Pangeran Sutiknya yang

bernama Kangjeng Raden Tumenggung Ario Pandu Suryoatmojo (Kangjeng Pandu) sebagai bupati pertama Panarukan (setelah itu pemerintahannya pindah ke Situbondo). Tanpa harus ditebak, babak-babak lainnya tentu saja terus bersusulan dari trah ini. Kembali ke Sumenep, posisi tersebut (sebagai penguasa zelfstandig) terus berlanjut hingga masa pemerintahan Sultan Pakunataningrat (Abdurrahman) dan putranya Panembahan Muhammad Shaleh (Natakusuma II). Bahkan di masa itu (bersamaan dengan masa Sultan Cakraadiningrat ke-II di Bangkalan—Abdul Qadirun, dan Panembahan Mangkuadiningrat di Pamekasan, keduanya cucu Cakraadiningrat ke-V), penguasa Sumenep, Pamekasan, dan Bangkalan oleh Belanda tidak dianggap sebagai pembesar yang memerintah sendiri (zelfbestuurders biasa) maupun pembesar di bawah kendali Belanda (vazal biasa), melainkan sebagai onafhankelijke bondgenoten (teman pemerintah Belanda yang tidak bergantung pada pemerintah Belanda itu sendiri). Saat ini, orang hanya tahu bahwa keraton Sumenep terletak di kelurahan Pajagalan. Namun tidak banyak yang tahu bahwa sebelum berdiri bangunan yang menjadi karya monumental pemerintahan Panembahan Sumolo ini, di beberapa titik di belahan bumi Sumenep ini telah berdiri beberapa keraton dari penguasa sebelumnya. “Ya, kita ‘kan sudah tahu bahwa pemerintahan Sumenep diatur oleh beberapa dinasti secara estafet. Jadi lokasi keratonnya beda setiap dinasti,” kata R B Mohammad Muhlis, salah satu keturunan


MATA SUMENEP

KERATON

keluarga keraton Sumenep dinasti terakhir. Memang, dalam sejarah Sumenep dikendalikan oleh tiga dinasti yang sejatinya memiliki akar geneologi yang sama. Dinasti pertama ialah dinasti Aria Wiraraja, setelah itu beralih ke dinasti Tumenggung Kanduruhan dari kerajaan Demak, lalu sempat dikuasai anggota dinasti Cakraningrat Bangkalan, lalu kembali pada dinasti kedua yang merupakan perpaduan antara keluarga keturunan Kanduruhan dengan keturunan Raden Adipati Pramono alias Pangeran Bonorogo Raja Pamekasan, sebelum akhirnya jatuh ke tangan dinasti Bindara Saod dari keluarga pesantren (dalam catatan silsilah keraton, disebut bahwa dinasti ini juga berasal dari pecahan dinasti Kanduruhan yang menyingkir ke akar rumput, namun versi lain menyebutkan hal yang lain pula). Pada jaman dinasti Aria Wiraraja, lokasi keraton berpindah-pindah hampir setiap terjadi suksesi kepemimpinan. Mulai dari desa Banasare kecamatan Rubaru (jaman Aria Wiraraja); Aeng Nyior, desa Tanjung, kecamatan Saronggi (jaman Aria Lembusuranggana); desa Keles, kecamatan Ambunten (jaman Pangeran Mandaraga); desa Bukabu, kecamatan Ambunten (jaman Pangeran Notoprojo atau Pangeran Bukabu); desa Baragung, kecamatan Guluk-guluk (Pangeran Notoningrat atau Pangeran Baragung); lalu kembali lagi ke desa

RUANG Mandiyoso Keraton Sumenep

Banasare di masa Pangeran Secodiningrat I. Pada masa Jokotole (Pangeran Secodiningrat III) pusat pemerintahan dipindah ke desa Lapataman kecamatan Dungkek. Setelah berpindah ke dinasti Tumenggung Kanduruhan, baru pusat pemerintahan dipindah ke lokasi yang sekarang merupakan Kecamatan Kota Sumenep. Ada dua tempat yang menjadi area keraton saat itu, yakni di kampung Karangsabu atau Karangtoroy kelurahan Karangduak, dan kampung Atas Taman kelurahan Pajagalan. Namun dari semua lokasi keraton yang disebut di atas, semuanya sudah tinggal bekasnya saja kecuali keraton Sumenep yang berpintukan Labang Misem dan masih berdiri kokoh saat ini. “Cuma ada perbedaan dalam konteks fisik dari bangunan yang disebut keraton itu, dari dinasti-dinasti awal dengan keraton yang saat ini masih berdiri, yang notabene merupakan peninggalan dinasti Bindara Saod sebagai dinasti terakhir,” ujar gus Muhlis. Perbedaan itu bisa terlihat dari ukuran bangunan, arsitektur, penempatan simbol-simbol dan makna filosofinya. “Seperti warna cat, tata letak, dan simbol-simbol yang diletakkan. Seperti misal pohon Beringin yang berasal dari kata wara’in dan lain sebagainya,” jelasnya. Gus Muhlis juga menambahkan, sebutan keraton di Sumenep secara

fisik tidak sama dengan bangunan keraton semisal di Jogjakarta maupun Solo. Pada hakikatnya keraton di Sumenep hanyalah tempat tinggal atau rumah (dhalem) raja dan anggota keluarganya yang tidak seberapa luas. “Itu bisa kita lihat bekas kediaman Ratu Tirtonegoro dan Bindara Saud, di area sebelah barat keraton Panembahan Sumolo. Sebuah rumah yang oleh rakyat waktu itu disebut sebagai keraton. Karena merupakan tempat tinggal raja,” kata putra pasangan almarhum R P Mohammad Danafia dan R Aj Munirah ini. Bahkan keraton yang masih ada saat inipun, menurut guru di salah satu SD di Sumenep ini secara luas tidak sama dengan keraton di Jawa. Begitupun tinggi lantai dasarnya. Karena pada hakikatnya, secara strata Sumenep pernah menjadi bawahan Mataram. Penguasanya juga setingkat Adipati. Namun rakyat tetap menyebut rato (Raja). Apalagi jika dikaitkan dengan politik Belanda waktu itu, di masa dinasti terakhir, Sumenep disetarakan dengan kasultanan di Jogja maupun kasunanan di Solo, yakni sebagai “teman” seperti yang telah disebut di atas. Secara filosofi, pembangunan keraton yang satu paket dengan alun-alun dan masjid Agung di sebelah baratnya, sarat mengandung makna. Menurut para sesepuh, alun-alun kota Sumenep (sekarang Taman Adipura) berbentuk kata arab Allahu jika dilihat dari atas.

“Dalam buku Sejarah Sumenep, kata itu diurai mulai dari huruf alif yang sejatinya merupakan jalan pasar 17 Agustus (di sebelah utara alunalun), yang dipisahkan oleh saluran air. Huruf lam pertama ialah alunalun bagian utara, dan lam kedua terletak di alun-alun bagian selatan. Sedang huruf ha’ ialah tangsi (sekarang markas Kodim),” kata Deny Fahrurrazi, salah satu pemerhati budaya dari kalangan muda. Deni menambahkan, dilihat posisi alun-alun yang berada di antara keraton dan masjid melambangkan hubungan vertikal (hamblumminallah), dan horizontal (hablumminannas). Makna vertikal itu didapat dari posisi alun-alun yang menghadap ke arah barat (masjid), dan makna horizontal terlihat dari posisi keraton yang berada di sebelah timurnya. Sedangkan alun-alunnya sendiri melambangkan hubungan manusia dengan alam semesta, karena secara harfiah alunalun bermakna tempat berkumpul segenap lapisan manusia, sedangkan di bagian utara dan selatan terdapat pohon beringin yang berasal dari bahasa arab wara’in (artinya kurang lebih orang yang berhati-hati) selaku simbol alam. “Maknanya kurang lebih seruan kepada segenap yang berkumpul di alun-alun agar senantiasa berhati-hati memelihara dirinya sekaligus turut bersama menjaga undang-undang dan peraturan,” tambahnya.

| m.farhan muzammily

dok.mata

17 AGUSTUS 2014 | 25


MAJELISTAKLIM

MATA SUMENEP

Thariqah Jalan Pintas Menuju Allah

S

UASANA sejuk begitu terasa ketika menginjakkan kaki di halaman pondok. Meski matahari ada di atas, udara masih bersahabat walaupun bulan puasa. Dari kejahuan, terdengar pengajian kitab Firdausun Na’im. Puluhan santri terlihat khusyuk mendengar penjelasan kitab karangan sang kiai yang berisi tafsir al Qu’ran. Itu yang terasa ketika wartawan Mata Sumenep akan menemui, KH. Thaifur Ali Wafa, Mursyid Thariqah Naqsabandiyah Desa Ambunten Timur, Kecamatan Ambunten, Sumenep, ba’da shalat Jumat, 11/07. KH. Thaifur Ali Wafa, pengasuh pondok pesantren Assadad, Ambunten Timur, Ambunten, Sumenep. Nama Thaifur Ali Wafa sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan masyarakat Sumenep. Beliau juga dikenal sering berdakwah dari satu tempat ke tempat lain. Apalagi, tekun menulis kitab. Karangannya, Bulghattullab, Tanwirul Baso’ir, Alfarqudurrofi’, Haba’ilu al Syawarid, Misykatul Anwar, Al Roaudun Nazhir, Kuthufud Daniyah, Sullamul Qashidin, Miftahul Ghawamid, Firdausun Na’im. Terlepas dari itu semua, KH. Thaifur Ali Wafa juga salah seorang mursyid Thariqah Naqsabandiyah. Thariqah Naqsabandiyah, lanjutnya, merupakan salah satu thariqah yang muktabaroh, yaitu thariqah yang sanadnya sampai kepada Rasulullah. ”Thariqah adalah perjalanan hati. Perjalanan hati untuk memperoleh ridha Allah Swt. dengan cara berdzikir,” ungkapnya. Dalam kilasan sejarah, Thariqah Nasabandiyah berasal dari Nabi Muhammad saw. kepada sahabat Abu Bakar. Kendati demikian, Thariqah Naqsabandiyah baru populer pada masa Muhammad Baha’uddin al Naqsabandi kisaran tahun 1317-1389 M di Turkistan. Seiring dengan berjalannya waktu, Thriqah Naqsabandiyah sampai ke Indonesia. Thariqah Naqsabandiyah berkembang di Indonesia hingga kini ada dua; Khalidiyah dari Sayyidina Khalid dan Mudzhariyah Ahmadiyah dari Syaikh Muhammad Mudzhar al Ahmadi (wafat tahun 1884). Thariqah Naqsabandiyah Mudzhariya bisa berkembang dan “mengakar” di Indonesia, terutama Jawa Timur dan

26 | 17 AGUSTUS 2014

Madura, sampai saat ini berkat perjuangan khalifah Syaikh Muhammad Shaleh az Zawawi (khalifah dari Syaikh Muhammad Mudzhar al Ahmadi), yaitu Syaikh Abdul Adzim dari Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Syaikh Abdul Adzim sendiri adalah Wali Allah yang menguasai banyak cabang ilmu pengetahuan agama. Sebagai mursyid Thariqah Naqsabandiyah, beliau sukses menyebarkan Thariqah Naqsabandiya Mudzhariyah ke segala penjuru Republik Indonesia. Syaikh Abdul Adzim juga memiliki banyak khalifa yang kesemuanya ‘alim. Di antara khalifa Syaikh Abdul Adzim adalah Syaikh Hasan Basuni Pakong, Pamekasan; Syaikh Muhammad Shaleh al Maduri; Syaikh Zainal Abidin Kwanyar, Bangkalan; Syaikh Muhammad Jazuli Sampang; dan Syaikh Ahmad Syabrawi al Maduri. Dari masing-masing khalifah yang diangkat oleh Syaikh Abdul Adzim di atas, sebelum wafat mereka mengangkat khalifah baru. Hal ini yang membuat thariqah ini bisa berjaya di Indonesia sampai saat ini. Pada tahun 1975-1996, mursyid Thariqah Naqsabandiya Mudzhariyah paling berpengaruh dan memiliki banyak pengikut adalah Syaikh Muhammad Shaleh atau lebih dikenal Syaikh KH. Lathifi Baidhawi, Malang, Jawa Timur. Konon, Syaikh KH. Lathifi Baidhawi mendapat ijazah sebagai mursyid dari Syaikh KH. Ali Wafa di Ambunten, Sumenep. Syaikh KH. Ali Wafa mendapat ijazah dari Syaikh KH. Ahmad Syirajuddin, Sampang. Syaikh KH. Ahmad Syirajuddin mendapat ijaza dari Syaikh Hasan Basuni, Pakong, Pamekasan dan Syaikh Hasan Basuni mendapat ijazah dari Syaikh Abdul Adzim, Bangkalan. Sebelum wafat pada tahun 1996, Syaikh KH. Lathifi Baidhawi memberikan kepemimpinan mursyid kepada dua orang, yaitu Syaikh KH. Zahid Lathifi, puteranya sendiri dan KH. Thaifur Ali Wafa, putera dari Syaikh KH. Ali Wafa. KH. Thaifur Ali Wafa mengaku mendapat ijazah dari Syaikh KH. Lathifi Baidhawi saat beliau berumur 33 tahun. ”Saya diberi jazah oleh K. Muhammad Shaleh (Syaikh Lathifi Baidhawi, Red.) saat saya berusia 33 tahun, sekarang saya sudah 50 tahun,” imbuhnya, Jum’at, 11/07. Di bawah kepemimpinan kiai yang memiliki empat orang putera dari satu istri ini, secara keseluruhan Thariqah Naqsabandiyah Mudzhariyah mimiliki ribuan jama’ah menyebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sumenep. Antara lain, Kec. Ambunten, Kec. Gapura, Kec. Batangbatang, dll. Tidak hanya di daerah daratan, melainkan juga di kepulauan, seperti di kepulauan Sepudi. Bahkan, konon, ada juga ikhwan (sebutan untuk jama’ah thariqah) dari luar Madura, seperti Kalimantan. Dari beberapa daerah tersebut, Kecamatan Batang-batang dan kepulauan Sepudi-lah yang paling banyak jama’ahnya. Begitu juga dengan di lingkungan kediaman KH. Thaifur Ali Wafa. Menurut beliau, mayoritas masyarakat di sekitarnya menganut thariqah, bahkan mulai sejak kepemimpinan ayahandanya, Syaikh KH. Ali Wafa. Untuk menjadi ikhwan dari Thariqah Naqsabandiyah, seseorang perlu mendatangi seorang mursyid terlebih dahulu untuk berbai’at. Menurut KH. Thaifur, seseorang tidak boleh sembarang ikut. ”Harus berbai’at. Harus berikrar. Harus mengakui. Harus mau mengamalkan. Pokoknya harus berbai’at terlebih dulu,” tegas KH. Thaifur. Namun untuk saat ini, KH. Thaifur Ali Wafa sedang tawakuf (istirahat, Red.) dari kegiatan thariqah. Sewaktu aktif, kegiatan thariqah ini biasa diselenggarakan setiap Jum’at pagi. Kegiatan tersebut diberi nama Khatmil Khawajakan. ”Oleh orang Madura disebut hojhegen,” tambahnya. Melalui thariqah, kata dia, seseorang bisa lebih cepat ’sampai’ kepada Allah dan sifat-sifat tercela yang biasanya bersemayam dalam hati seseorang bisa cepat hilang. ”Thariqah bisa lebih cepat dibanding mujahada,” pungkasnya. | rusdiyono/alif


MATA SUMENEP

RELIGITAINMENT

17 AGUSTUS 2014 | 27


MATA SUMENEP

28 | 17 AGUSTUS 2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.