3 minute read

Bahasa Daerah di Sekolah SETENGAH HATI, SETENGAH HASIL

Mata pelajaran bahasa daerah hari ini telah menggeser posisi mata pelajaran Matematika dan bahasa Inggris selaku pelajaran yang dianggap "momok " oleh anak didik hampir disebuah tingkatan pendidikan. Hal ini tentu merupakan keprihatinan dunia pendidikan yang sejatinya anak didik tidak bersikap demikian. Karena dalam filosofi pembelajaran tidak seharusnya ada mata pelajaran yang harus ditakuti murid maupun siswa. Lalu bagaimana solusinya? Tim “Macca” turun kelapangan menemui beberapa nara sumber yang dinilai cukup komputen untuk memberikan tanggapan akan benang merah yang dihadapi murid dan siswa serta guru sastra dan bahasa daerah. Dr. H. Ajeip Padindang, SE., MM., Anggota DPD/ MPR RI menilai, persoalan pengajaran bahasa daerah di sekolah memang tidak mudah mengurai kendala yang dihadapinya. Tidak sedikit pengaruh yang dapat disebut sebagai tantangan dalam penerapan pembelajarannya. Faktor guru bukan masalah yang serius, namun adalah anak didik. Ajeip memberikan contoh orang tuanya Bugis tulen tapi anaknya gagap untuk berbahasa Bugis. Ini menjadi tantangan bagi guru sastra dan guru bahasa dalam proses belajar mengajar, kata pendiri sekolah Bugis di empat kabupaten di Sulsel. Untuk itu peran orang tua dirumah cukup penting selain tenaga pendidik disekolah sebagai upaya melestarikan bahasa daerah. Sementara menurut Kepsek SD Inpres Layang

bertingkat Dra. Hj .Lili Suratin M., MPd., bahasa daerah ditingkat Sekolah Dasar sangat penting sebagai awal pengenalan tahap awal untuk mengenali budaya bangsa. juga menurutnya dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk peningkatan nalar anak didik. Dikatakan, bahasa daerah juga dapat menjadi identitas jati diri di era globalisasi sehingga menjadi saringan masuknya pengaruh budaya asing, jelas kepsek yang banyak mengantar SD Inpres Layang bertingkat yang berdomisili di jalan Tinumbu Makassar. Menyinggung, animo anak didik untuk mengikuti mata pelajaran bahasa daerah, Dra. Hj. Lili Suratin M., MPd, menilai khusus untuk disekolah yang dipimpinnya, murid cukup antusias untuk mengikutinya, meskipun katanya, memang perlu ekstra disiplin dalam sistem pengajarannya sehingga murid cepat paham

Advertisement

dan mampu membaca dan menulis huruf lontarak "Alhamdulillah, proses belajar mengajar bahasa daerah normal di sini, seperti dengan mata pelajaran lainnya," kata Lili Suratin meyakinkan. Salah seorang guru bahasa daerah di bilangan Utara kota Makassar, menilai tantangan pelajaran bahasa daerah yang paling krusial adalah jam mengajarnya sangat minim yakni hanya dua jam dalam sepekan, nah untuk idealnya katanya minimal empat jam. Jam untuk pelajaran muatan lokal sebaiknya perlu dievaluasi, “ ujarnya. Ketidak cukupan jam mengajar bahasa daerah membuat anak didik juga kurang cepat bisa memahami, apalagi pengetahuan orang tua di rumah untuk bisa membantu mengajar anak didiknya di luar jam sekolah sangat tidak mungkin, kebanyakan orang sibuk dan pengetahuan akan bahasa daerah sangat kurang.

Dra. Hj. Hasnia.

Dra. Hj. Hasnia. mengakui kadang melakukan komunikasi langsung dengan orang tua siswa keluhannya rata- rata mereka terkendala untuk membantu pelajaran dirumah karena dirinya juga sangat terbatas pengetahuannya. Solusinya, biasa mereka menyuruh anaknya belajar bersama dengan teman-temannya yang paham akan bahasa daerah dalam bentuk huruf lontarak Makassar. Menyoal animo anak didik menurut Guru di Sekolah dasar Inpres Layang bertingkat ini, cukup

Dra. Hj. Lili Suratin M., MPd,

antusias. Hanya karena anak didik memang lahir dari rahim era modern dan digital saat ini, hingga jadi hambatan untuk percepatan pemahaman. disarankan pada pemerintah agar perlu merekrut/ mengangkat guru yang memang merupakan lulusan jurusan Bahasa Daerah, sehingga mata pelajaran muatan lokal lebih efektif. “Kalau yang ada saat ini kebanyakan adalah guru kelas, yang tentunya tidak penuh kompetensinya di Bahasa Daerah,“ ungkap Hj. Hasnia melempar saran. Dari berbagai narasumber yang ditemui berkaitan dengan upaya pelestarian bahasa daerah di semua tingkat pendidikan, pemerintah hendaknya membentuk tim kerja dan turun di lapangan melakukan penelitian secara cermat akan tantangan PBM muatan lokal khususnya bahasa daerah yang kemudian dirumuskan kembali untuk perbaikan agar pembelajaran lebih efektif. Beberapa faktor yang perlu dikaji adalah, masalah kurikulum kaitan porsi jumlah jam pelajaran, Akselerasi atau strategi proses belajar di kelas agar murid atau siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran bahasa daerah, motivasi para orang tua untuk ikut serta berperan di luar jam sekolah dan paling penting perlu guru yang mengajar bahasa derah memang memiliki kompetensi ilmu bahasa daerah, jadi bukan guru kelas yang kompetensinya setengah. Kondisi sekarang pembelajaran bahasa daerah menjadi setengah hati-setengah hasil, inilah pekerjaan kita semua baik orang tua murid di rumah, pemerintah, guru dan masyarakat lebih luas. []

This article is from: