2 minute read

Perundungan Harus Dibumi Hanguskan Di Sekolah

H. Syafruddin S.pd, M.pd. Fenomena terjadinya kasus perundungan atau Bullying di sekolah masih saja tinggi terhadap anak didik dan ini merupakan salah satu dosa besar dalam pendidikan, karenanya perlu dicarikan solusi sehingga bullying ini tidak terjadi dilingkungan sekolah, " sikap ini harus dibumihanguskan " kata H.Syafruddin S.pd, M.pd pada wartawan Macca belum lama ini H. Syafrudfin mengungkapkan hal diatas setelah pekan lalu 2 hingga 5 september telah mengikuti Bimbingan teknis bantuan pemerintah pencegahan perundungan tahap ll di sentul Bogol, Jawa Barat. Ia mengutip ulasan Mantan direktur SMA Mendiknas Purwadi Sutanto, menurutnta ada tiga dosa besar didunia pendidikan, yakni intoleransi, kekerasan sexsual dan Bullying atau perundungan. Ditekankan bahwa sekolah adalah rumah kedua untuk sekolah penggerak harus menjadi pionir anti bullying disekolah. Bimbingan teknis ini diikuti sejumlah kepala sekolah Negeri dan swasta di Sulawesi Selatan yang masuk dalam kategor sebagai sekolah penggerak. Sementara ketua Musyawarah kerja kepala sekolah penggerak ( MKKSP), Dr.Muh.Asrar yang juga kepsek SMA 2 Makassar, mengatakan siap menjadi pionir anti bullying bersama sejumlah kepsek penggerak di Sulsel. (Ahmadi Haruna).[]

Teropong La Macca

Advertisement

JANGAN GENGSI BERBAHASA DAERAH

Ini fenomena dan nyata. Tak bisa disanksikan masih banyak saudara kita, sahabat, dan keluarga berkesan “gengsi “ berkomunikasi dengan bahasa daerah. Terlebih ketika berada atau bertemu kolega di sebuah tempat dan disebuah daerah diluar asal daerah kita, contoh di Jakarta mereka langsung berkomunikasi dengan, kalimat Gue atau Luu. Secara prinsip komunikasi tidak ada yang salah, hanya saja dari sisi kekentalan silaturrahim kurang cair. Sebab alangkah mesranya jika bertemu teman atau keluarga di perantauan langsung berkomunikasi dengan bahasa daerah - Bugis atau Makassar, Toraja maupun bahasa Selayar. Sikap yang di atas diakui banyak faktor yang mempengaruhi, antaranya gengsi, merasa modern, ada kesombongan sosial yang tidak terukur, dan yang terakhir hadirnya ke-egoan- untuk membunuh karakter orang yang dihadapi. Faktor di atas menjadi dasar seseorang enggan atau gengsi berkomunikasi dengan bahasa daerah yang dimiliki pada lawan bicaranya. Sejatinya, mereka tak perlu bersikap berlebihan seperti diatas, sebab berbincang dengan bahasa daerah pada orang yang se daerah, akan lebih sipakatau dan sipakalebbi, bahkan secara tidak langsung mendukung pelestarian nilai-nilai kedaerahan yang dikondisi kini mengalami distorsi. Perkembangan teknologi dan kemajuan kehidupan modern memang sulit dielakkan, meski tidak berarti kita harus dipaksa masuk ke dalamnya. Kita dituntut mampu memilih - untuk tidak terjebak dalam sikap yang dapat mengurangi rasa sipakatau dan sipakalebbi yang muaranya orang memberikan penilaian kurang etis terhadap sikap kita. tidak ingin jauh mencampuri urusan privasi seseorang, namun sahabat yang baik adalah yang selalu dan mau memberikan nasehat bahkan teguran kepada sahabat yang mungkin lalai atau hilap dalam mengambil keputusan atau pun bersikap. Penulis hanya mau garis bawahi, mari lestarikan bahasa daerah kita, dan jangan gengsi berbahasa daerah ditengah zaman modernisasi ini. []

This article is from: