Majalah 13 Mimbar Untan

Majalah Mahasiswa Universitas Tanjungpura Edisi XIII/Tahun XXXIX/LPM Untan/2020

Mimbar Untan

Kritis, Ilmiah, Religius, dan Independen

Jejak PGRS-Paraku DI BATAS NEGERI Lipsus: Desa Sempatung, Ditinggal dan Tertinggal

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tidak terasa akhirnya majalah Mimbar Untan Edisi XIII telah terbit. Tidak ada kata selain rasa bahagia dan syukur yang tak terkira. Doa serta usaha dari rekan-rekan yang selalu menjadi semangat kami untuk meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di Mimbar Untan.

Dalam setiap perjalanannya, Mimbar Untan kerap didukung oleh rekan-rekan yang selalu hadir dengan berbagai pemikiran yang kritis, inovatif, serta kepeduliannya yang teramat kuat pada sesuatu yang harus diperjuangkan keadilannya. Hingga di sinilah kami, melahirkan karya di akhir kepengurusan. Kami berupaya semaksimal mungkin menyajikan informasi terbaik untuk para pembaca setia Mimbar Untan.

Hari-hari yang dilalui sangat terasa berwarna. Di kala satu tim memiliki pandangan yang berbeda, adu argumen hingga rela membagikan waktu di saat penat dan sesak, kami masih tetap berupaya keras agar majalah ini dapat dibaca serta diambil manfaatnya bagi khalayak. Banyak sekali lika-liku dalam proses penggarapan majalah ini, namun ketika puncak dari segala itu semua dapat kami rasai bersama, adalah sebuah kenikmatan dan anugerah terbesar yang diberikan kepada kami. Hal itu juga tak lepas

dari usaha serta tekad yang kuat untuk bersama memenuhi tanggung jawab kami.

Pada edisi kali ini, liputan utama kami mengangkat soal Desa Tertinggal yang bersejarah dalam peristiwa PGRS/Paraku di Desa Sempatung Lawek, Kec. Landak Kalimantan Barat serta sosok yang merupakan saksi sejarah dalam peristiwa tersebut. Kemudian pada liputan khusus, kali ini mengangkat masalah akses jalan menuju desa Sempatung yang masih rusak, hingga memperhambat berbagai kegiatan masyarakat yang menggunakan jalan tersebut.

Lalu pada sisi kampus, persoalan kegiatan belajar mengajar yang berubah saat Pandemi Covid-19 yang meresahkan bagi sebagian besar mahasiswa dan kebijakan UKT di kampus untuk mahasiswa yang terdampak.

Atas segala yang sudah terselesaikan ini, semoga segala informasi yang kami sajikan dapat menambah wawasan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami segenap tim keredaksian mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Kami berharap agar Majalah Mimbar Untan tetap menjadi referensi bacaan yang diminati oleh seluruh pembaca.

Sampai jumpa lagi di edisi mendatang. Salam Pers Mahasiswa!!!

Kritis, Ilmiah, Regligius, dan Independen

LEMBAGA PERS MAHASISWA UNIVERSITAS TANJUNGPURA REDAKSI MAJALAH MIMBAR UNTAN EDISI XIII PIMPINAN REDAKSI

NURUL R MAULIDIA

SEKRETARIS REDAKSI

RISKI RAMADANI

BENDAHARA REDAKSI

IMAM FKJ

EDITOR

GUSTI EKA, FIRDAUS DARKATNI, MARYADI, ASRI, ARIS, ADI.

REPORTER

ALL CREW

FOTOGRAFER

KIKI, SEKAR, WAHYU

TATA LETAK

WAHYU

GRAFIS

ANGGELA, ATNA, WAHYU, IMAM, MAR’A, DERY

PENASIHAT

REKTOR UNIVERSITAS TANJUNGPUA WAKIL REKTOR III UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PEMBINA

STRUKTUR KEPENGURUSAN LPM UNTAN 2019/2020 KETUA UMUM

SEKAR APRILIA MAHARANI

SEKRETARIS UMUM

WAHYU MAULANA

BENDAHARA UMUM

NURFIDYA ASSYIFA

DIVISI PSDM

IMAM FIRDAUS KHARISMA JUDA, SELLA PURWASI, RAHMA NING TYAS.

DIVISI PENERBITAN

NURUL RAHMADATUN MAULIDYA, BELLA SUCI MAWARNI, MUHAMMAD LUTFI.

DIVISI PENYIARAN

DIVISI LITBANG

DIYANA, RISKI RAMADANI, EUFEMIA SANTI. MITA ANGGRAINI, JULIO ANDRA IMANUEL, DAYANG ILMA THEANA, YUDA HERLANDA.

DIVISI PERUSAHAAN

ANGGELA JUNIATI, AINUN JAMILAH, ADE PUTRI ANISA

ANGGOTA TETAP

REZA, STEPHANIE, VENTI, VIKA, AZMI, NIA, MARSI, FARID, NISA, MAR’A, PANDU, MARLIN, LALA, NANIK.

ANGGOTA BIASA

ANGGI, ANNISA, ANUGRAH, ARIEF, CHRISTINE, DEDY, DERY, ATNA, ESTER, HAFIDH, TIA, MEGA, MILE, MONICA, IKHFAN, PUTRI, RISKY, BOWO, SYIFA, VIRGHIE, YOSI, ABANG, ADFRAM, DANIEL, DESITA, ERSA, FATHANA, FRISKILA, HAFIDZ, KHARAN, LINA, NINDI, NOVI, PEGGY, SRI, UTI, YEHOSYUA, YOGA

ALAMAT REDAKSI JL. DAYA NASIONAL GEDUNG MKDU UNTAN, KECAMATAN PONTIANAK TENGGARA, KOTA PONTIANAK, 78124.

SUREL: MIMBARUNTAN@GMAIL.COM WEBSITE: MIMBARUNTAN.COM RADIO: UNTAN VOICE RADIO YOUTUBE: MIUN CHANNEL

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

3

Daftar Isi

22 UTAMA

Jejak PGRS-Paraku di Batas Negeri

16 HUMANIORA

Febriandi, Mahasiswa Inspiratif Penyandang Disabilitas Tunanetra di Universitas Tanjungpura

18 PROFIL

Pendeta Pencipta Perubahan di Desa Tertinggal

06 08 12 20 25 30 32 34 38 40

4

EDITORIAL KAMPUS OPINI RELIGI JEPRETAN SEREMONIAL SOROTAN SASTRA RESENSI ILMIAH

26 LIPSUS

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

Desa Sempatung, Ditinggal dan Tertinggal

Surat Pembaca Desa Tak Boleh Tertinggal dan Terlupakan

BEM UNTAN: Relevansi dan Hipokrisi Politik

Saya ingin menyampaikan tentang kesenjangan yang terjadi di pelosok negeri. Hal ini berangkat dari perjalanan saya dan kawan-kawan saat berkunjung ke desa tertinggal Desa Sempatung Lawek di Kabupaten Landak. Hangatnya sambutan masyarakat, keindahan alam dan hasil buminya yang melimpah membuat masyarakat selalu bersyukur walaupun berada di garis ketertinggalan. Sedih menyaksikan pembangunan infrastruktur jalan menuju desa yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai warga negara, namun seolah-olah mereka hanya menerima janji manis yang terkubur bersama lumpur jalanan menuju kota. Dari desa ini saya belajar banyak hal, bahwa hidup tak hanya tentang mengeluh dan protes saja, tetapi bagaimana masyarakat bisa keluar dari ketertinggalannya sebagai masyarakat mandiri. Di desa ini, mereka menciptakan listrik sendiri, menghasilkan pangan sendiri sehingga mereka mampu mandiri energi dan pangan. Harapan saya kepada pemerintah untuk cobalah melihat sedikit lebih jauh dari negeri ini begitu banyak kekayaan yang dimiliki oleh desa-desa, namun diselubungi oleh ketertinggalan. Cobalah bantu mereka untuk keluar dari ketertinggalan karena mereka menaruh harapan besar kepada Anda (pemerintah) yang sudah berjanji pada mereka. Kepada mahasiswa yang menjadi ujung tombak bangsa cobalah untuk main agak jauh jangan hanya di zona nyaman lihat masih banyak desa-desa tertinggal yang memerlukan ide kreatif kalian membantu mereka untuk keluar dari ketertinggalan. Dari situ kita akan mengerti bahwa belajar bukan hanya di kelas menerima materi dan mendapat nilai yang tinggi tapi bersama masyarakat ada nilai yang tidak bisa kita beli sebab diperoleh dari kesederhanaan dan ketulusan.

Posisi BEM Universitas Tanjungpura, yang partisipasinya di masyarakat sering terlambat, masih berkutat pada konflik internal, dan bahkan susah payah menggalang massa di tingkat kampus. Mahasiswa usia belasan dan awal dua puluhan ini memang belum banyak berpengalaman, tapi cita-cita mereka besar: menjadi inisiator dan inovator. Memang dua hal ini amat patut diapresiasi, lebih lagi perlu dikerjakan dengan benar. Kekecewaan mendalam pada kelompok representatif kaum intelek ini sangat terlihat jelas saat mahasiswa se-Indonesia ikut serta dalam #ReformasiDikorupsi. Bukannya turut andil dalam tujuh tuntutan yang telah dibentuk bersama, BEM UNTAN menggalang ketidaktahuan banyak kelompok untuk menolak RUU krusial seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan tak banyak bersuara pada RUU yang lebih penting lainnya.

Tujuan mulia yang malah jadi semacam panggung politik dadakan, bahkan tanpa analisis intelektual.

Lantas untuk menutupi hipokrisi dan menjadi lebih relevan ada beberapa cara yang BEM UNTAN dapat lakukan daripada hanya menunggu momentum.

Namun, coba kita tilik lebih dalam mengapa mahasiswa UNTAN begitu tak acuh bahkan enggan terlibat dalam kerja BEM UNTAN. Rasa kepemilikan dan penerimaan yang minim ini membuat jurang lebar antara kelompok “kanan” dan “kiri” yang ada di kampus. Lantas bagaimana menanggulanginya?

BEM UNTAN harus mengerahkan , mendorong kader-kader baru dari ragam kelompok agama, suku, golongan, gender, dan kepentingan. Masih banyak lagi inovasi dan fokus yang dapat dikerjakan BEM. Karena pada akhirnya, BEM dan riuh politiknya sekali-kali juga perlu bicara soal apa yang menjadi kebutuhan jaman. Idealisme yang membakar harus sejalan dengan kesehatan mental yang baik.

Berinovasi dimulai dengan critical thinking. Mau menjadi pionir merayakan perbedaan dengan cara menjadi cermin toleransi. Sehingga akhirnya saat bersosialisasi di masyarakat bukan lagi menamai diri sebagai pengabdian kepada masyarakat tetapi memaknai pengabdian kepada masyarakat sebagai seorang intelektual yang dapat diandalkan.

GRACIA DE JESUSU LAI

I L UST RA S I : D EWI RA TN A JU WI TA

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Untan angkatan 2016

FEL IA NI Mahasiswa FKIP Untan

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

5

Editorial

Potret Desa Tertinggal yang Hilang dalam Ingatan

M

elewati jalanan berbukit, pepohonan hijau terhampar sejauh mata memandang, menghantarkan perjalanan liputan kami dari Entikong, Kabupaten Sanggau menuju Desa Sempatung Lawek, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak.

Jalanan beralaskan tanah kuning berlumpur membuat kami berenam harus mengangkat motor yang kerap tersangkut pada lubang-lubang berair.

Waktu itu jam menunjukkan pukul 10 pagi, sembari meneguk air perbekalan kami terus berdoa agar tak turun hujan.

“Jangan berangkat di atas jam 12 siang nanti hujan kalian tidak bisa lewat”, pesan Agus, tokoh agama Desa Sempatung Lawek di ujung telepon.

Setelah tiga setengah jam menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai di Dusun Kuang, dusun pertama Desa Sempatung Lawek. Ada perasaan lega yang belum tuntas karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Dusun Kuningan.

6

“Satu orang dibonceng saya saja. Jalannya lebih sulit dari yang tadi,” kata Agus yang sedari tadi menunggu kami untuk bersiap ke dusun selanjutnya.

Perjalanan menuju Dusun Kuningan diiringi penampakan hutan lebat pada sisi kanan kirinya. Kesulitan akses benar adanya. Medan dengan tanjakan dan turunan yang kami hadapi kali ini lebih mendebarkan.

Menurut Agus, Dusun Kuningan tak bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat. Apalagi saat turun hujan, sekalipun motor penduduk sudah terbiasa melewatinya mereka tetap tak mau ambil risiko berjalan kaki meninggalkan motornya. Meski hari ini panas terik, berkali-kali motor kami tergelincir, bahkan yang membonceng terpaksa harus turun jalan kaki. Sementara Agus dengan motornya, tetap tenang dan melaju kencang.

Ya, ketimpangan ini nyata.

Disparitas (ketimpangan) pembangunan adalah fenomena universal yang dihadapi oleh banyak negara dunia, tak

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

terkecuali Indonesia. Pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia belum mencapai kesetaraan. Konsentrasi pertumbuhan secara spasial pada umumnya hanya terbatas di kota-kota besar saja, sementara pedesaan menjadi bagian yang ter marginalkan dalam perhatian. Dikotomi desa dan kota menjadi jurang pemisah. Penggambaran kesejahteraan hidup seolah-olah hanya milik kaum urban, sementara desa identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan dari berbagai akses.

Secara normatif menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa tujuan pembangunan desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan. Sejak lahirnya Permendesa Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (IDM), terdapat klasifikasi desa dalam lima status yakni desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa berkembang, desa maju, dan desa

Melihat begitu banyaknya desa-desa dengan status sangat tertinggal maupun tertinggal di Kalimantan Barat, pengkajian mengenai hal ini menjadi penting sebab dibutuhkan upaya

menciptakan pertumbuhan perekonomian dan pemerataan dari seluruh sektor agar ketimpangan pembangunan dapat dikurangi.

Perjalanan kami menuju Desa Sempatung Lawek adalah perjalanan menuju satu di antara begitu banyak potret desa tertinggal di Kalimantan Barat.

Desa yang terbentuk dari berbagai kelompok masyarakat yang tinggal di hamparan pegunungan ini disebut dengan Bung Patung.

Berdasarkan hasil penelusuran keturunan, masyarakat Desa Sempatung Lawek adalah keturunan Suku Dayak Kumba.

Di bawah ketertinggalan dalam akses transportasi, ekonomi, hingga pendidikan, desa ini menyimpan pesona alam yang sangat menakjubkan.

Kawasan sejuk berada di sisi paling utara Kabupaten Landak ini ditempati oleh 221 Kepala

Keluarga dengan jumlah 579 jiwa laki-laki dan 436 jiwa perempuan. Berjarak sekitar 350 km dari Kota Pontianak, Desa Sempatung memiliki jarak paling dekat dengan Negara Malaysia, dibandingkan dengan ibukota Kecamatan Serimbu.

Segala macam akses vital untuk menuju ke desa ini masih sangat minim. Infrastruktur penunjang pembangunan pada desa terbilang sangat memprihatinkan.

Padahal, desa ini dapat menjadi desa yang potensial dalam segi peningkatan perekonomian dan pariwisata. Dalam realitanya,

bahu-membahu menata sendiri teras negeri. Soal penerangan pun warga tak termangu menanti yang belum pasti.

Mereka memanfaatkan potensi alam yang dimiliki, yaitu air terjun sebagai tenaga penggerak turbin yang menghasilkan listrik.

Kini dengan turbin tersebut mereka dapat menerangi seisi desa, meski masih terbatas. Di Dusun Kuningan tepatnya, pendanaan dari pembuatan turbin yang kini dinamai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ini awalnya berasal dari iuran masyarakat setempat.

desa ini merupakan saksi sejarah Penumpasan Pasukan Gerilyawan Rakyat Serawak (PGRS) di Kalimantan Barat. Meski tak tercatat dalam buku sejarah yang pasti, namun terbukti di Dusun Kuningan, terdapat monumen yang merupakan saksi bisu perjalanan masyarakat dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menumpas PGRS di Kalbar.

Kesenjangan dan jaminan pemerataan wilayah dalam berbagai aspek hari ini memang belum benar-benar terpenuhi Miris rasanya menyaksikan sebuah wilayah bersejarah dengan kekayaan alam batas negeri yang nyaris tidak tersentuh fasilitas memadai, bahkan sekadar jalan layak. Padahal setiap warga Negara Indonesia berhak menikmati pembangunan yang sama dari seluruh sektor kehidupan. Pembangunan desa sudah seharusnya mendapatkan kesetaraan yang sama dengan kemudahan akses layaknya dinikmati penduduk perkotaan. Sudah seharusnya upaya pemenuhan peningkatan pembangunan menjadi PR besar agar desa juga mendapatkan kesejahteraan hidup yang sesuai dengan amanah Undang-Undang.[]

Namun hingga kini, perjuangan masyarakat desa belum berakhir. Akses jalan berupa lumpur, menembus hutan dan sungai tanpa jembatan masih kerap dilalui. Kesulitan warga setempat berimplikasi terhadap kesenjangan ekonomi, telekomunikasi, hingga kualitas pendidikan desa dan perkotaan.

Masih jauh dari perhatian, desa yang berpagar hutan dan pegunungan ini memiliki antusiasme warga untuk tetap kekeh

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

F OTO; RISKI RAM ADANI

mandiri. Klasifikasi ini dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan.

Tujuan penyusunan Indeks Desa Membangun adalah untuk menetapkan status kemajuan dan kemandirian Desa; dan menyediakan data dan informasi dasar bagi pembangunan Desa.

7

Mahasiswa Harapkan Keringanan UKT di Masa Pandemi

B

erdasarkan Surat Edaran Nomor 3177/UN22/ TU/2020 tentang Peningkatan Kewaspadaan dan Pencegahan Penyebaran Infeksi Covid-19 di Lingkungan Universitas Tanjungpura (Untan), Garuda Wiko selaku Rektor Untan menetapkan beberapa langkah terkait sistem perkuliahan. Satu diantaranya adalah perpanjangan waktu kegiatan perkuliahan daring (online) terhitung sejak 16 Maret diperpanjang pada tanggal 30 Maret 2020 sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan.

waktu wisuda, Virtual Private Network (VPN) yang disediakan oleh pihak Untan untuk menunjang proses perkuliahan daring namun sulit diakses, dan permintaan pemotongan untuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar lima puluh persen.

Berangkat dari kebijakan tersebut, sistem perkuliahan daring menuai keluhan dari mahasiswa yang kemudian ditanggapi oleh BEM Untan. Forum diskusi bertajuk “Menakar Kebijakan Dalam Memfasilitasi Proses Pembelajaran Mahasiswa dimasa Pandemi Covid-19” bersama Rektor Untan beserta jajarannya diselenggarakan oleh BEM Untan via aplikasi

pihak kampus beserta jajarannya,” ujar Kaharudin selaku Presiden mahasiswa Untan.

“Kami dari mahasiswa mengajukan keringanan serta pemotongan UKT sebesar 50% untuk seluruh mahasiswa baik itu reguler A dan juga reguler B, serta untuk mahasiswa UKT 1 hingga UKT 5, agar semua bisa ikut merasakan secara langsung kebijakan yang diambil oleh

menengah ke bawah. Kemudian ditambah lagi pandemi ini yang kita tahu ekonomi semuanya melemah. Betul, mahasiswa akhir memang tidak menggunakan fasilitas kampus. Yang menjadi pertanyaan, kalau sudah seperti itu kenapa harus membayar UKT full kan? Nah ini yang lagi diperjuangkan kita bersama teman-teman di BEM untuk mengusahakan apa yang memang menjadi haknya mahasiswa,” ungkapnya pada Minggu, (17/05).

Meskipun begitu, ia turut mengapresiasi langkah dari pihak birokrat terkait kebijakannya memfasilitasi proses pembelajaran mahasiswa di masa pandemi maupun bantuan sosial bagi mahasiswa rantau yang tidak bisa pulang kampung.

Namun, terkait permasalahan UKT di semester selanjutnya, Iman mengajak semua ma-

I LU STR A SI : A MA N AT /SHODIQ

M ONICA ED IESCA

Kampus

Google Meet , Selasa (12/5).

Adapun tiga poin yang dibahas dalam diskusi tersebut ialah mengenai penundaan

8

Iman Sumantri mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik (FT) angkatan 2016 merupakan salah satu mahasiswa akhir yang penelitiannya harus tertunda akibat pandemi.

“Mahasiswa ini kan tidak semuanya berada di ekonomi menengah ke atas, tetapi ada juga yang berasal dari ekonomi

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

hasiswa turut bersama-sama mengawal permasalahan ini.

Ia berharap, semua yang telah menjadi masukan atau aspirasi mahasiswa ini untuk ditindaklanjuti dan diberi solusi.

“Saya berharap semua yang telah menjadi masukan atau aspirasi mahasiswa ini betul-betul ditindaklanjuti karena mahasiswa adalah bagian dari kampus juga. Mengenai UKT ini juga harus diutamakan untuk dicarikan solusinya. Harus ada kebijakan terbaik yang dikelu-

I N F OGRAFIS: WAHYU M AUL ANA

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

9

Tampilan laman pengajuan keringanan UKT Untan arkan pihak rektorat. Apalagi dengan adanya Surat Edaran dari Kemendikbud melalui Ditjen Dikti yang memberikan keleluasaan kepada Perguruan Tinggi untuk mengambil kebijakan masing-masing. Harapannya ada pemotongan UKT karena itu sudah menjadi risiko akibat sistem pendidikan yang tidak efektif di masa ini,” ujarnya.

Menanggapi permintaan mahasiswa perihal penurunan UKT, Garuda Wiko selaku Rektor Untan mengungkapkan bahwa pihak kampus sedang mempertimbangkan sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.

“Contoh mahasiswa yang tidak ada lagi perkuliahan tinggal sidang skripsi misalnya, nah bagaimana UKT-nya nanti akan kita pertimbangkan, sekarang kita dalam tahap mengoleksi data, jika memang mahasiswa itu tinggal ujian saja ya bisa dipertimbangkan,” terangnya.

Untan Berikan Keringanan UKT Dalam rangka pembahasan UKT di masa pandemi, Untan mengadakan audiensi bersama tersebut Rektor, Wakil Rektor,

10

Dekan Fakultas, dan perwakilan lembaga organisasi kemahasiswaan yang bertempat di Aula Rektorat Untan Lantai 3, Kamis (2/2020). Bantuan keringanan UKT tertuang dalam surat edaran nomor 7211/UN22/ KU/2020 yang menjelaskan bahwa keringanan UKT terbagi menjadi tiga jenis yaitu cicilan, pengurangan, serta pengurangan dan cicilan. Bantuan ini diprioritaskan kepada mahasiswa dari keluarga peserta PKH, keluarga pemegang KKS, atau mahasiswa dari keluarga dari pendapatan kotor gabungan orang tua/ wali maksimal Rp 4.000.000,00 atau Rp 750.000,00 per orang. Permohonan pengajuan ini dimulai sejak tanggal 13 Juli hingga 24 Juli 2020 dengan mekanisme yang dapat diperoleh dari laman http:// keringananukt.untan.ac.id/.

M Ridwan Priyanto selaku Ketua BEM Fakultas Pertanian mengungkapkan apresiasinya terhadap Untan yang telah menunjukkan rasa kepeduliannya kepada mahasiswa. Namun, ia mengeluhkan persentase pemotongan pada setiap

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

jenjang UKT yang dirasa kurang memuaskan. Kelompok UKT 1 dan 2 dipotong 100%, kelompok UKT 3 dipotong 50%, kelompok UKT 4 dipotong 25%, kelompok UKT 5 dipotong 20%, dan kelompok PPAPK dipotong 20%.

“Mahasiswa UKT 1 dan 2 yang sudah jelas rendah angka pembayarannya justru mendapatkan potongan 100%. Sementara kita ketahui bahwa UKT 3, 4, 5 mendapatkan persentase yang lebih kecil padahal nominal UKT yang dibayarkan dalam pembayaran UKT lebih besar,” ungkapnya, Kamis (2/7).

Ia mengatakan bahwa syarat pengajuan keringanan UKT Untan secara prosedural tidak mempersulit mahasiswa sehingga ia berharap mahasiswa yang membutuhkan segera mengurus administrasi yang diperlukan. “Saya rasa tidak terlalu berat bagi mahasiswa yang mengajukan. Syarat-syarat administrasi tidak akan terlalu berat apabila mereka benar-benar membutuhkan. Harapannya yang benar-benar membutuhkan ya ayolah berjuang,” tutupnya. []

Opini MUHAMAD SOLAHUDIN AL AYUBI

Mahasiswa Universitas Muhamaddiyah Malang

2

020 seolah menjadi tahun penuh duka untuk negeri tercinta Indonesia bahkan dunia. Rangkaian kejadian yang membuat setiap kita mengelus dada dari kejadian kebakaran hutan di Australia, ketegangan diplomasi AS dan Iran, terjadinya bencana alam di Indonesia hingga pandemi yang melanda hampir di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Sejak ditetapkannya covid-19 sebagai pandemi oleh WHO pada tanggal 11 Maret 2020, negara-negara di belahan dunia berlomba untuk sama-sama melawan dan menurunkan angka kasus yang kian hari makin bertambah. Solusi-solusi pun mulai digaungkan dari pemberlakuan karantina wilayah (lockdown), tes masal, hingga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang dilakukan Indonesia.

Dilansir dari who.int1, Virus Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Coronavirus sendiri adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Virus ini menyebabkan infeksi saluran nafas seperti batuk, pilek hingga yang paling parah adalah Sindrom Pernafasan Timur Tengah atau MERS dan Sindrom Pernafasan Akut Parah SARS. Berbeda dengan virus sebelumnya, covid-19 ini merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak diketahui sebelumnya terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.

Sejak kasus pertama covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia mulai melakukan berbagai antisipasi.

Sebelumnya, pada jangka waktu Februari- awal Maret

1 https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-for-public 12

Terapkan PSBB, Indonesia bisa apa?

sebelum adanya konfirmasi kasus, pemerintah terkesan santai dalam menanggapi kemunculan virus baru tersebut.

Alih-alih sebagai waktu untuk mempersiapkan pandemi yang besar, Indonesia malah menjadikan virus covid-19 sebagai guyonan dengan bertebarannya beberapa meme di sosial media.

Beberapa pernyataan tokoh politik dan pemerintah pun tidak lepas dari meme tersebut.

Awalnya memang hanya 2 orang yang terkonfirmasi, angka yang dibilang sangat sedikit jika dibandingkan dengan 267 juta jumlah penduduk Indonesia.

Namun siapa sangka, justru dari hal kecillah sesuatu yang besar

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

ada. Ibarat terkena karma atas kesan “santai” Indonesia dalam menanggapi kasus virus tersebut, kini kenaikan angka kasus positif bertambah setiap harinya.

Sampai saat per tanggal 20 Mei 2020 terdapat 19.189 kasus dengan rincian 13.372 kasus aktif, 4.575 dinyatakan sembuh dan 1242 meninggal dunia2.

Dilema transparansi dari informasi covid-19 per harinya selalu menjadi perdebatan. Polemik dari pandemi ini diperkeruh dengan beberapa kebijakan kontroversial yang membuat masyarakat menggeleng kepala

2 https://coronavirus.thebaselab.com/#statistic-section

Mulai dari PSBB hingga seruan berdamai

Dilansir dari Kompas.com3, PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah sebuah peraturan untuk membatasi aktivitas-aktivitas tertentu bagi warga di daerah yang diduga terdampak dan terinfeksi Covid-19 dengan tujuan pencegahan dari kemungkinan penyebaran lebih luas. Jika peraturan itu diterapkan, maka sejumlah aktivitas yang

3 https://www. kompas.com/tren/ read/2020/04/14/093800065/ mengenal-apa-itu-psbb-aturan-daerah-yang-menerapkan-hingga-sanksinya

melibatkan masyarakat terbatas, seperti kantor atau lembaga yang ditutup, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan transportasi umum.

Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Selasa 31 Maret 2020. Pemberlakuan peraturan ini dikhususkan untuk daerah-daerah episentrum yang terinfeksi covid-19.

Aturan mengenai teknis dan persyaratan PSBB tersebut pun diuraikan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Skala Besar

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

13

I LUST RA SI : WA HY U M A ULA N A

dan mengelus dada. Dari awal data konfirmasi kasus covid-19 di Indonesia, pemerintah pusat dianggap plin plan dan latah dalam mengambil kebijakan.

Hingga saat ini terhitung ada beberapa kebijakan kontroversial ala Indonesia seperti mengeluarkan narapidana, menaikkan tarif BPJS, hingga ajakan berdamai dengan covid-19.

Seolah tidak menunjukkan keseriusan dalam mengambil kebijakan, masyarakat Indonesia mengalami dilematis untuk hidup berdampingan dengan covid-19 atau mati kelaparan di rumah.

dalam Konteks Penanganan Penyakit Virus Corona 2019 (Covid-19) ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto.

garda terdepan yang selalu siap sedia untuk membantu masyarakat agar sembuh melawan covid-19 meskipun nyawa mereka yang menjadi taruhannya.

Nyatanya PSBB hanyalah PSBB, peraturan ini tidak sepenuhnya berlaku untuk semua lapisan masyarakat. Terdapat masih banyak masyarakat yang tidak dapat melaksanakan PSBB dengan khususnya mereka yang harus bekerja, mereka yang terdesak karena ekonomi dan memiliki tanggung jawab besar untuk menghidupi keluarga. Sebenarnya siapa yang harus bertanggung jawab jika kondisi seperti ini? PSBB yang digaungkan sebagai solusi untuk memutus penyebaran covid-19 nyatanya tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Angka kasus terinfeksi terus meningkat ditambah dengan perilaku sebagian masyarakat yang tidak dapat diajak kerja sama dalam menjalankan peraturan.

PSBB yang menjadi harapan kita sebagai solusi kandas mati dengan minimnya partisipasi.

Aturan yang seharusnya dijunjung tinggi, dilaksanakan dan dipatuhi kini lenyap tak memiliki harga diri. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang kini menjadi garda terdepan?

Siapa yang dapat menghambat bahkan memutus mata rantai penyebaran virus tersebut?

Jawabannya adalah kita, bukan hanya pemerintah, bukan hanya tenaga medis, bukan hanya aparatur negara, kepolisian dan tentara, bukan pula hanya masyarakat. Tapi kita semua sebagai manusia yang berhati nurani.

PSBB seperti sudah tidak lagi berlaku dimata sebagian masyarakat. Hal tersebut diperparah dengan ketidaktegasan pemerintah pusat dalam menegakkan peraturan untuk masyarakatnya.

Fakta dilapangan menjadi bukti bagaimana PSBB yang seharusnya menjadi jalan untuk memperlambat atau diharapkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 sudah tidak berlaku. Kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan, kemacetan di jalanjalan besar, penuhnya mal dan beberapa pasar menjadi refleksi besar betapa minimnya partisipasi masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam sama-sama menjalankan peraturan.

PSBB belum selesai, covid-19 belum berlalu Indonesia harus menerima kenyataan terhadap pernyataan Presiden untuk hidup berdamai dengan covid-19, virus ganas yang tidak kenal usia, tidak kenal waktu, tidak kenal jabatan dan agama. Virus ganas yang berisiko mengakibatkan manusia meninggal. Kata berdamai memberikan luka pada sebagian masyarakat, tenaga medis salah satunya. Sekelompok orang yang dicap sebagai

14

Sudah selayaknya kini Indonesia mengevaluasi diri. Berbenah dan bangkit kembali. Melakukan strategi dan berkolaborasi dengan setiap elemen yang ada untuk sama-sama berjuang melawan pandemi yang menyusahkan.

Bukan lagi saling menyalahkan, bukan lagi saling menyudutkan tapi sama-sama berikhtiar, sama-sama memahami bahwa kondisi saat ini adalah momen di mana kita berjuang untuk NKRI. Tidak ada lagi kebijakan latah yang dilakukan pemerintah.

Tidak ada lagi ujaran kebencian dan ketidakpatuhan dari masyarakat. Bersama saling bahu membahu, menjalankan konsep peraturan yang kini memudar.

Upayakan seluruh tenaga untuk sama-sama melawan pandemi virus mematikan ini.

Indonesia adalah negara yang penuh historikal perjuangan.

Negara yang tidak lemah meski dijajah bertahun-tahun lamanya.

Kita memiliki Sumber Daya Manusia yang mumpuni, “researcher” peneliti yang siap dikerahkan untuk berjuang mencari obat dan vaksin. Orang-orang baik yang menggalang donasi, yang berpartisipasi dalam menjalankan peraturan pemerintah.

Indonesia juga masih banyak memiliki jajaran pemerintah yang pro-rakyat, yang siap turun

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

untuk sama-sama berjuang melawan pandemi ini.

Indonesia harus mengaku keliru, salah ambil langkah dalam menghadapi pandemi ini. Namun sebuah penyesalan tidak akan bermakna tanpa adanya pembelajaran, evaluasi dan tindakan aktual untuk bangkit kembali.

Pandemi ini bisa segera diatasi jika pemerintah, masyarakat, dan seluruh tumpah darah Indonesia mau bekerja sama. Pemerintah tegas dalam mengambil kebijakan, masyarakat patuh dalam menjalankan aturan.

Sudah banyak negara yang berhasil menekan angka kasus covid-19, ini artinya harapan itu masih ada. Perjuangan Indonesia masih belum selesai, pandemi ini belum usai. Belajar dari keberhasilan negara lain dapat dilakukan sebagai refleksi, pembelajaran untuk menghasilkan “cut solution” bukan hanya “pause solution”. Cut Solution berarti solusi yang bukan hanya memperlambat penyebaran namun juga memutus rantai penyebaran. Hal ini tentu bisa dilakukan dengan kolaborasi baik antara tim ahli, peneliti, pemerintah dan masyarakat. Pandemi ini bukan hal sepele yang layak untuk diremehkan. Dampak pandemi ini sudah terasa pada berbagai sektor, dan sudah saatnya Indonesia memahami bahwa pendemi ini tidak dapat diajak bercanda. PSBB sebagai pause solution atau solusi untuk menghambat penyebaran memang belum memberikan hasil signifikan, namun bukan berarti kita bisa menyerah begitu saja terlebih Indonesia belum menemukan cut solution yang tepat untuk diaplikasikan.

Lepas tanggung jawab dengan mengajak masyarakat berdamai bukanlah solusi tepat, khususnya pola hidup new normal yang masih terkesan abstrak. Kebijakan latah yang acap kali dilakukan harus segera dihentikan. Pasalnya setiap negara memiliki kondisi yang berbeda, memiliki sisi geografis, sosial dan budaya yang berbeda.

Jika PSBB kandas tak bermuka, pola hidup new normal seperti apa yang Indonesia damba?[]

Febriandi, Mahasiswa Inspiratif Penyandang Disabilitas Tunanetra di Universitas Tanjungpura

M

alam itu (24 /11) jauh sebelum wabah Covid-19 menyebar di wilayah Indonesia khususnya Kota Pontianak Kalimantan Barat, Reporter Mimbar Untan diberi kesempatan untuk menyambangi kediaman satu-satunya mahasiswa penyandang disabilitas tunanetra di Universitas Tanjungpura.

Bertempat di Yayasan Tuna Netra Jalan Timor Nomor 16 Akcaya Kecamatan Pontianak Selatan, Febriandi diwawancarai.

Febriandi merupakan mahasiswa Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Pendidikan dan Seni Pertunjukan. Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir pada 22 Februari 1991 silam di Pemangkat, Kabupaten Sambas. Selama berkuliah, ia tinggal di Lembaga Pendidikan Agama Islam (LPAI) Ar-Rahmah di Kota Pontianak yang merupakan lembaga bagi teman-teman netra yang ingin menghafal dan mempelajari Al-Quran serta mempelajari huruf braille. Di sana juga terdapat beberapa temanteman tunanetra dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi.

Kedatangan Reporter Mimbar Untan disambut ramah olehnya.

Ia bercerita awal mula menjadi penyandang disabilitas tunanetra sejak di dalam kandungan, saat itu ibunya terserang penyakit rubela. Ia lahir dengan prematur berusia kurang lebih 6 bulan.

Dengan tawa ia berkata bahwa saat lahir besarnya seperti botol larutan. Kini di usia yang menginjak 29 tahun, Febriandi memiliki tinggi 165 cm.

Meski menyandang disabilitas tunanetra, Febriandi mengenyam

16

pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) hingga kelas 3 Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiah (SD MIN) Negeri Pemangkat, Kabupaten Sambas di sekolah umum. Namun, karena guru khusus yang mengajar pindah akhirnya ia sempat berhenti bersekolah selama beberapa tahun. Selanjutnya, ia kembali bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kota Singkawang begitu pula ia melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Pertama (SMA) di SLB Negeri Kota Singkawang tersebut.

Menjadi berbeda dari temanteman kebanyakan saat di sekolah, pernah menyisakan pengalaman tak mengenakan bagi Febriandi. Ia sempat merasa minder bahkan hingga kini di Perguruan Tinggi.

Namun, karena sudah terbiasa ia tidak peduli tentang apa yang dikatakan orang terhadapnya.

“Pada dasarnya emang saya cuek ya mau orang ngomong apa mau ngomong A mau ngomong B silahkan,” ujarnya.

Lika-Liku Memasuki Dunia Perkuliahan Awal mula Febriandi terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Tanjungpura, ia sempat mengalami penolakan dari pihak prodi Pendidikan dan Seni Pertunjukan. Penolakan itu bukan tanpa alasan, pihak prodi mengaku bingung bagaimana menangani mahasiswa disabilitas tunanetra. Tak lama berselang, pihak fakultas memberikan kesempatan kepadanya untuk mencoba berkuliah selama satu semester dengan lulus jalur Program Percepatan Angka Partisipasi Kasar (PPAPK).

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

Apabila ia tidak dapat mengikuti perkuliahan dengan baik, maka perkuliahan tersebut tak dapat dilanjutkan. Setelah satu semester berselang, ia membuktikan bahwa ia mampu menjalankan perkuliahan layaknya mahasiswa lainnya lewat perolehan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,18.

Hingga kini, menginjak semester 9 perkuliahan Febriandi sedang melakukan penyusunan skripsi.

Sepanjang menjalani perkuliahan, pengerjaan Ujian Tengah Semester (UAS) dihadapinya sesuai tipikal soal yang diberikan dosen. Ada yang lewat ujian tertulis dan lisan. Dalam mengerjakan ujian tertulis, ia dibantu senior dari prodi yang bersangkutan. Sementara, ujian lisan, ia hanya perlu menghadap dosennya saja.

Jauh sebelum itu saat ia dinyatakan diterima untuk berkuliah, ia sempat ditawarkan pihak fakultas untuk diberikan kelas khusus, sebab kondisi yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.

Namun dengan mengikuti kata hatinya ia tidak ingin dibedakan dalam proses menuntut ilmu, baginya kekurangan bukan menjadi penghalang untuk ia berhak mendapat fasilitas yang setara layaknya mahasiswa lainnya.

Proses adaptasi di awal masa

FOTO: WAHYU

AINUN JAM ILAH

Humaniora

Ia juga bercerita tentang Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di semester 7 perkuliahan yang membawanya ke Kota Bandung tepatnya di SLB Negeri A Padjajaran yang berada satu lokasi dengan Panti Sosial Bina Netra Wyta Guna. Keberangkatan maupun kepulangannya ia lakukan tanpa pendamping, namun pihak-pihak terkait seperti petugas bandara maupun petugas transportasi lainnya membantu dan memastikan kenyamanan dan keamanannya.

Senang Bermusik dan Berorganisasi Berkuliah di Prodi Seni dan Pertunjukan membuat bermusik adalah bagian dari hobinya. Ia senang memainkan alat musik umum seperti keyboard dan drum sambil diiringi dengan vocal. Ia juga menyenangi alat musik khas Kalimantan Barat yakni beruas dan tar. Dengan memainkan lagu My First Love dari Nikka Costa dan My Way

dari Frank Sinatra menggunakan keyboard menjadikan kedua lagu tersebut menjadi lagu barat favoritnya. Selain menyukai musik-musik dengan aliran western tentunya ia tak akan melupakan musik-musik keroncong dalam negeri, Gersang dengan lagu terpopuler yang berjudul Bengawan Solo menjadi lagu favoritnya.

Sedari kecil orang tuanya membelikan alat musik keyboard. Ia pertama kali menyentuh tuts demi tuts sambil memfungsikan perasaannya. Setelah itu, ia dibimbing oleh guru musik agar lebih mahir lagi dalam memainkan alat musik tersebut.

Komunikasi bukan menjadi penghalang bagi Febriandi dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya sebab ia dimudahkan dengan adanya smartphone dilengkapi aplikasi Talkback. Kemudahan tersebut akhirnya mampu membuatnya terus berkirim pesan dengan teman-teman maupun keluarga.

Selain memiliki hobi bermusik, aktif di kegiatan organisasi juga menjadi pilihannya. Ia menjabat sebagai Ketua Umum Organisasi Persatuan Tunanetra wilayah Kalimantan Barat, anggota Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia serta anggota Komunitas Kerabat Peduli Inklusi (KLIK).

Selama bergabung di beberapa organisasi maupun komunitas dampak positif yang ia rasakan sangat berpengaruh di hidupnya.

Ia memperluas jaringannya,

Febriandi setelah melaksanakan sidang tugas akhir

bertemu teman-teman dengan keterbatasan yang beragam, tidak hanya penyandang disabilitas tuna netra. Ia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dikelilingi orang-orang yang tak henti-hentinya saling menguatkan satu sama lain.

Penyandang Disabilitas Tuna Netra, Tak Halangi Prestasi Prestasi akademik dan non-akademik berhasil diukir oleh Febriandi. Ia pernah mengikuti Lomba Pramuka di Solo Jambore Nasional (JAMBORNAS) 2012, O2SN lomba catur di Kalimantan Timur 2013, O2SN Sains dan Matematika di Bandung 2013, JAMBORNAS di Bali 2013, FS2LN di Semarang tahun 2014, MTQ Kalbar meraih juara 1 pada tahun 2015. Tahun 2018 bulan Juli ia berhasil meraih juara 1 lomba MTQ yang hadiahnya pergi umrah. Namun ia memilih untuk memberangkatkan ibunya saja. Lalu di akhir tahun 2018, ia dikirim Prodi untuk menjadi perwakilan mengikuti seminar tunanetra di Jakarta, Kalimantan Timur, dan Makassar.

Di tengah pandemi ini, Febriandi telah berhasil menyelesaikan perkuliahannya dengan melaksanakan sidang online dan berhasil mendapat gelar S.Pd-nya. Padahal saat diwawancarai sebelum ia menyelesaikan perkuliahannya, ia sempat berkata ingin bertemu Rektor baru UNTAN yakni Garuda Wiko. “Saya kepengen sekali bertemu dengan rektor UNTAN yang baru yakni Pak Garuda Wiko. Soalnya kemarin pengen ketemu pak Thamrin gak lolos-lolos. Dari awal masuk kuliah gak pernah sama sekali.

Sebelum lulus kuliah ini saya kepengen aja satu kali ini ketemu Pak Rektor,” katanya.

“Saya ingin menyampaikan, kalau ada mahasiswa tunanetra lagi yang ingin berkuliah di sini jangan dipersulit. Saya ingin Pak Rektor menerima dengan senang hati teman-teman tuna netra yang ingin mendaftar di Untan.

Saya juga ingin berduet dengan pak Garuda Wiko yakni nyanyi, saya ingin nyanyi lagu Beruri bersama beliau,” tutupnya.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

17

F OT O: D OK UME N TA SI P R I B A D I

perkuliahan tidaklah mudah baginya. Selama satu bulan, ia diantar oleh pengasuh LPAI Ar-Rahmah yang bernama Samsul. Di bulan kedua ia baru berani datang sendiri dengan menggunakan tongkat jalan. Perjuangannya tak kenal lelah, meski pernah masuk dalam selokan dan jatuh ia pantang menyerah. Menurutnya ketiadaan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas tuna netra seperti akses jalan menjadi sebab yang menghambatnya berlalu-lalang.

potensi yang ada di desa.

Terutama banyaknya destinasi air terjun yang tak dimanfaatkan oleh warga. Berangkat dari itu, ia mulai mengajak warga untuk mulai memanfaatkan potensi air terjun yang ada di desa. “Kalau saya tinggal di sini, jadi listrik nih air,” ungkapnya kala itu kepada warga desa.

SEKAR APRIL IA M AHARANI

Bermodalkan pengetahuan dasar ilmu teknik mesin yang dipelajari dari Sekolah Teknik Menengah Negeri 1 Pontianak.

Ia bersama warga mulai membangun secara otodidak Pembangkit Listrik Tenaga Air

Pendeta Pencipta Perubahan di Desa Tertinggal “Pendeta ini mulai bercerita mengenai kedatangan pertamanya di Desa Sempatung Lawek beberapa tahun yang lalu.

Desa yang terisolir dan tak berlistrik ini cukup jauh dari pusat kabupaten. Dengan segala keterbatasan, ia bersama warga mulai bekerja membangun PLTA secara otodidak.

Kini, ia diminta menangani lima proyek PLTA di desa terisolir lainnya.”

A

dalah Mesakh Amen, pendeta yang membawa perubahan ke Desa Sempatung Lawek, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak. Sebelum kedatangan beliau ke desa ini, sudah hampir

18

puluhan tahun masyarakat tak menikmati listrik. Bahkan akses menuju desa, harus melewati bukit yang terjal dan jalanan yang berlumpur saat musim penghujan. “Sebanyak dua kali saya mengikuti warga ke pasar untuk membeli garam, saya harus menempuh 9 jam perjalanan dengan jalan kaki dari desa ke pasar,” keluhnya sambil mengenang ketika awal berada di Desa Sempatung Lawek.

Ketika ia mengenang perjalanan pertama tiba di desa, Mesakh Amen bercerita saat ia menginap di rumah salah satu warga desa. Karena kondisi rumah tak berlistrik, ia tidur hanya ditemani oleh pelita berbahan bakar solar.

“Setiap bangun pagi, lubang hidung saya menghitam, akibat menghirup asap pelita,” cerita Mesakh sambil terkekeh.

Sembari terus melakukan perjalanan rohani, Mesakh Amen tak berhenti kagum dengan

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

(PLTA). Tak jarang, ia juga membaca berbagai literasi terkait dengan PLTA di Google.

“Saya belajar turbin itu bukan di sekolah, tapi lewat Google.

Beberapa kali salah lama-lama ketemu teknik yang terbaik.

Kebetulan skill-nya ada di logam, plus logika,” ungkapnya.

Perjuangannya mulai menuai hasil pada tahun 2015. Selama enam tahun ia telah melakukan

FOT 0: D OKUM ENT ASI P R IBAD I

Profil

percobaan kegagalan, hingga pada akhirnya ia dapat menciptakan listrik yang sampai hari ini dapat dinikmati oleh Desa Sempatung Lawek.

Menurut Mesakh Amen, PLTA yang telah beroperasi sejak empat tahun lalu di Desa Sempatung Lawek memiliki efisiensi sebesar 90% dan selama musim kemarau sekalipun listrik tetap menyala sebab hanya dibutuhkan sedikit air untuk menggerakkan energi listrik. Kini sebanyak 221 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 1015 penduduk dapat merasakan kemewahan listrik.

tetap datang ke desa tersebut.

“Bukan cuma listrik yang saya urus, tapi ekonomi mereka. Tiap kali ke sana saya bawa bibit tanaman markisa. Sekarang belimpah dan cocok sekali. Seluruh Kalbar di situ yang paling cocok, buahnya rame,” ceritanya.

Perkembangan yang dirasakan Desa Sempatung Lawek setelah listrik berfungsi dengan baik dan masyarakat desa mulai diajak aktif melakukan pemberdayaan dalam bidang ekonomi. Dampaknya, kini anak-anak Desa Sempatung Lawek melanjutkan pendidikan

dan menjadi komunitas yang bermartabat,” terangnya.

Tak hanya membangun PLTA di Desa Sempatung Lawek, Mesakh Amen juga turut serta dalam rencana pembangunan PLTA di desa tertinggal lainnya. Tahun ini ia menangani lima proyek yang didanai oleh dana desa.

“Saya merasa sudah beres dengan diri sendiri, saya gak memikirkan kekayaan. Saya belum punya rumah, baru mau ngurus rumah. Tapi saya hanya punya kebahagiaan yang luar biasa kalau liat orang mengalami perubahan yang baik,” tuturnya

Mereka dapat menggunakan listrik untuk penggunaan berbagai macam alat elektronik.

“Ada hutan ada air. Ada air ada listrik,” imbuhnya.

Setelah selesai membangun PLTA, Mesakh Amen juga bergerak untuk mengembangkan desa dalam berbagai sektor lainnya. Ketertarikannya terhadap Desa Sempatung Lawek menjadikannya semangat untuk

sampai ke perguruan tinggi yang sebelumnya hanya bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar.

Begitu pun dengan sanitasi desa yang sudah lebih memadai.

Tak hanya itu, desa ini menjadi satu di antara beberapa desa prioritas di Kabupaten Landak.

“Pembicaraan listrik bukan hal utama lagi. Tetapi sekarang bagaimana orang Sempatung bisa mengejar ketertinggalan lebih cepat

saat ditemui di Gereja Gembala Umat Gereja Persekutuan Pemberitaan Injil Kristus (GPPIK) Bukit Zaitun Pontianak.

Ia menambahkan bahwa momen tak terlupakan baginya adalah saat seorang Ibu mengirimkan pesan SMS kepadanya yang berbunyi. “Bapak terima kasih ya sudah datang ke kampung kami. Memberi kami kehidupan,” paparnya saat membaca SMS tersebut.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

19

F OTO ; R I SKI R A M AD AN I

Air terjun yang berlokasi di Dusun Kuningan, Kabupaten Landak.

SEKAR APRIL IA M AHARANI

Temu Pemuda Lintas Iman Ajak Anak Muda Kalbar Rawat Keberagaman

S

ejak 2018 lalu, Organisasi SADAP (Satu Dalam Keberagaman) Indonesia telah melahirkan suatu kegiatan bertajuk toleransi dalam beragama. Adalah Temu Pemuda Lintas Iman Kalimantan Barat (Tepelima) yang merupakan wadah perjumpaan pemuda lintas iman untuk merawat keberagaman. Tepelima Kalbar hadir di tengah berbagai peristiwa intoleransi berbasis agama yang kerap kali melanda Indonesia. Sebagai negara yang memiliki kemajemukan agama, nyatanya Indonesia masih menyisakan catatan konflik yang belum selesai. Kemajemukan agama belum diterjemahkan secara menyeluruh sebagai konsep toleransi yang setara dalam konstruksi sosial masyarakat.

Dilansir dari BBC News Indonesia edisi 3 April 2019, disebutkan bahwa terungkap kesepakatan antar warga di Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta untuk menolak penduduk non-muslim tinggal di desa mereka. Bahkan

20

ironisnya, Bantul merupakan daerah paling banyak kasus intoleransi kebebasan beragama sejak 2016 hingga 2018 yakni delapan peristiwa. Kelompok beragama yang kemudian menjadi eksklusif menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Indonesia untuk turut hadir di tatanan masyarakat dari lingkup terkecil. Perluasan hakikat toleransi dalam beragama agaknya perlu membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, tak terkecuali komunitas yang diusung oleh para anak muda.

Seperti Tepelima Kalimantan Barat yang hadir sebagai penyejuk bagi anak muda untuk menebarkan makna indahnya satu dalam keberagaman.

“Adanya Tepelima karena memang di Kalbar belum ada ruang ketemu, ngobrol lintas agama, lintas suku. Jadi kita pikir kita butuh ruang itu makanya kita bikin kegiatan Pemuda Lintas Iman,” ujar Isa Oktaviani Ketua Organisasi SADAP Indonesia.

Tepelima telah banyak

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

menunjukkan kiprahnya dalam berbagai kampanye keberagaman, baik lewat kegiatan diskusi hingga berkunjung ke rumah ibadah. Hingga memasuki tahun ketiga, Tepelima terus berupaya melanggengkan kegiatan ini untuk dilaksanakan setiap tahunnya. “Setiap mereka yang terlibat di Tepelima bahwa udah tugas kita untuk merawat keberagaman dan mereka setuju setiap agama mengajarkan kebaikan,” tambahnya.

Sebagai harapan, Isa ingin ke depannya Tepelima menjadi ruang yang aman dan nyaman untuk saling berdiskusi lewat membuka diri dengan banyak orang. “Apakah kita mau hidup damai, nyaman, dan rasa saling memiliki satu sama lain, kalau mau ayo kita sama-sama untuk membuka diri, jangan tertutup, jangan berteman dengan satu kelompok saja, tapi coba untuk mengenal karena kita sama-sama ciptaan Tuhan,” pesannya.

Maraknya intoleransi dalam beragama akan menjadi fase kelam bagi kehidupan suatu umat manusia apabila terus terjadi secara masif. Sebab dalam ajaran agama menapung, tak pernah mengajarkan ujaran kebencian. Imam Maksum pemuda asal Singkawang yang terlibat dalam kegiatan Tepelima men-

lebih memahami dan lebih dekat apalagi kan tajuknya bertemu pemuda-pemuda,” ceritanya.

Imam bercerita bahwa kegiatan Tepelima menghadirkan isian kegiatan yang mengundang tokoh agama, menulis konten kreatif di media sosial, serta diisi pula oleh kampanye perdamaian di YouTube. “Makanya daripada kita sendiri yang kena korban mending ikut dulu nih kegiatan yang bisa memberi pengetahuan lebih dalam terkait agama dan kelompok lain jadi kita bisa memfilter diri dulu terutama buat bisa mengerem konten yang berbau provokatif,” lanjutnya.

Menurutnya, penyebab konflik antar agama adalah stereotipe negatif yang masih tersebar pada tatanan masyarakat.

“Masih adanya egoisme terhadap kepentingan pribadi. Kita tuh jarang untuk mau mengenal orang-orang yang berbeda dengan kita, tidak mau membuka diri untuk berdiskusi dengan kawan-kawan yang berbeda dari kita. Kalau misalnya kita lebih terbuka ngobrol, kita lebih bisa memahami. Sehingga kalau kita lebih memahami otomatis sikap toleransi dari diri kita kan bakal kebangun,” lanjutnya.

orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Begitu pula Tepelima memberikan segenap pengajaran untuk berbagi pemaknaan indahnya keberagaman iman dalam ruang lingkup anak muda.

Ketertarikan Imam Maksum untuk terlibat sebagai peserta Tepelima pertama di tahun 2018 berangkat dari rasa keingintahuannya untuk lebih mengenal perbedaan agama, apalagi mengingat pemuda ini berasal dari kampus IAIN Pontianak yang semua mahasiswanya memeluk agama Islam. “Yang buatku tertarik itu berangkat dari rasa penasaran buat lebih mengenal bagaimana sih agama lain, suku, etnis, kepercayaan lain, organisasi lain. Berangkat dari keingintahuan untuk

“Hal yang buat berubah setelah ikut kegiatan itu prasangka. Dulu tuh prasangka kita terhadap suku dan agama ada pasti hal-hal yang negatif.

Nah prasangka-prasangka itulah yang harus diubah. Karena menurutku ketika kita makin bertambah pengetahuan dari situlah kita bisa menimbang dan mengidentifikasi realitas dan fenomena di sekitar kita.

Analisa kita lebih tajam untuk memakai pikiran juga hati agar lebih menghargai sebuah perbedaan,” tutupnya.[]

F OT O: SA D A P I N D ON ESI A

gungkapkan bahwa ia memaknai perbedaan sebagai hal yang pasti, bukan sebagai penyebab konflik diskriminatif terjadi. “Aku memaknai perbedaan sebagai keniscayaan, suatu hal yang pasti. Jelas di agamaku pribadi Islam memang Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda.

Dan seharusnya perbedaan itulah yang membuat kita harus saling berdekapan menguatkan bukan malah menjadikannya sebagai perpecahan,” jelasnya.

Imam dan para peserta Tepelima tak hanya sekedar dapatkan teman baru. Lebih jauh dari itu, mereka mendapatkan pemahaman untuk mengenal perbedaan agama, kepercayaan, suku, kebudayaan, kelompok, dengan segala sejarahnya. Tepelima menjadikan Imam lebih peduli untuk merawat keberagaman khususnya di Kalimantan Barat.

Seperti sebuah kalimat yang akrab kita dengar dari sosok Gusdur (K.H. Abdurrahman Wahid), “Tidak penting apa pun agama, atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang,

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

21

Utama

SEKAR APRIL IA M AHARANI & RISKI RAM ADANI

Jejak PGRS-Paraku di Batas Negeri Sempatung Lawek berada di batas negeri. Desa yang terletak di perbukitan Gunung Nyiut Kabupaten Landak ini dekat dengan Negara Malaysia. Pada desa kecil inilah sejarah Republik Indonesia pernah terukir harum. Kemenangan Tentara Republik Indonesia (TNI) bersama penduduk lokal menumpas Pasukan Gerilyawan Rakyat Serawak (PGRS) – Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pernah terjadi lima puluh enam tahun silam.

S

ore itu (21/10/2020), Kual Johan selaku Kepala Dusun Kuningan berjalan kaki menelusuri situs sejarah lokal. Langkahnya terhenti saat gemercik sungai terdengar mengalun deras. Dari kejauhan, tampak bongkahan batu mengaliri Sungai Dusun Kuningan.

Ada gurat tulisan terukir di atas bebatuan yang mulai terbaca samar. “Tekad Hidup dan Mati Untuk Keagungan Corps Jaga Bangsa dan Agama.”

ini berada di puncak Desa Sempatung Lawek, tepatnya 11 km dari Dusun Kuang dengan menghabisi waktu tempuh 1 jam 30 menit.

Pada saat peristiwa PGRS-Paraku, Sempatung Lawek belum terbentuk menjadi desa. Wilayah ini terbagi atas enam dusun yaitu Kuningan, Sateng, Kuang, Meret, Nanum, dan Lukung. Pembentukan desa terjadi pada tahun 1991 yang secara resmi terbagi menjadi Dusun Kuang dan Dusun Kuningan.

Penduduk setempat meyakini ukiran itu adalah jejak tulisan dari pasukan Tentara Republik Indonesia (TNI). Walau tak disematkan penanda lokasi dan perawatan khusus pada batu ukiran itu, mereka berusaha merawat ingatan melalui berbagi kisah dari generasi ke generasi.

Johan melanjutkan langkah menuju situs berikutnya. Ia berhenti pada monumen peringatan perjuangan penumpasan PGRS-Paraku yang tidak jauh dari Gereja Persekutuan Pemberitaan Injil Kristus (GPPIK) Jemaat Gosyen.Lukisan bambu kuning, bendera merah putih, dan potret perang TNI bersama penduduk desa melawan PGRS-Paraku terpatri di dinding monumen itu.

Di depannya, berdiri tegak tiang kibaran sang merah putih.

“Ukiran batu sungai itu merupakan ukiran tangan TNI pada saat berperang melawan PGRS-Paraku tahun 1964-1970,” kenangnya.

Dusun Kuningan yang menyimpan sejarah penting

“Monumen ini diresmikan oleh

Monumen Peringatan Perjuangan Penumpasan PGRS di dusun Kuningan, Sempatung Lawek.

Pangdam XII/TPR Mayjen (TNI) Achmad Supriadi Kodam XII Tanjungpura tahun 2018 lalu,” katanya.

Selain kedua tempat tersebut, Dusun Kuningan menyimpan saksi bisu lainnya yaitu Bukit Pahlawan. Sama halnya dengan ukiran batu, Bukit Pahlawan tak memiliki penanda lokasi. Bukit ini layaknya bukit biasa ditumbuhi beragam pepohonan dan rumput ilalang yang dibiarkan tumbuh subur. Kerap dilewati begitu saja oleh para pendatang. Padahal konon katanya pada bukit inilah baku tembak pernah terjadi, kala itu banyak TNI yang gugur sehingga dibuatlah lapangan pesawat Helikopter di Dusun Kuningan untuk membawa jenazah pasukan.

Penduduk Desa Terlibat Perang Pria berpostur tubuh kurus dengan rambut memutih sedang duduk bersila di beranda rumahnya. Namanya Udin Lolong (73), Kepala Desa pertama Desa Sempatung Lawek yang pada 2018 lalu dianugerahi oleh Kodam XII Tanjungpura sebagai pahlawan penumpas PGRS Paraku yang tersisa hingga kini. Pagi itu (22/10/2020), Udin tampak semangat bercerita mengenai pengalaman terpenting sepanjang perjalanan hidupnya. Pada usia senjanya, sosok bersahaja ini masih mengingat peristiwa

Tahun 1964 ketika PGRS-Paraku mulai memasuki Dusun Kuningan, Udin masih pelajar Sekolah Rakyat (SR) di Kecamatan Serimbu Kabupaten Landak. Ia bersekolah di kecamatan karena masa itu pendidikan belum menjangkau desanya. Kepulangannya ke kampung halaman karena mendengar kabar kedatangan PGRS-Paraku di desanya. “Saat itu saya tidak tamat SR. Sempatung saat itu yang bisa baca tulis hanya saya dan satu orang teman saya. Makanya saya sempat ikut PBH atau Pemberantasan Buta Huruf. Jadi selama masa PGRS, akhirnya banyak yang bisa baca tulis,” ceritanya.

“Kelompok PGRS-Paraku masuk dari jalur perbatasan Sambas menuju Sungkung Kabupaten Bengkayang,” lanjut Udin.

PGRS-Paraku merasa sudah tidak aman di lokasi pos sebelumnya yang terletak di daerah Bubuk dan Jajah Lembah Gunung Sinjang karena sudah diketahui oleh TNI. Mereka memindahkan posnya di Gunung Berambang yang berjarak 5 km dari Dusun Kuningan. Mendirikan tempat tinggal dan meratakan tanah di beberapa bagian dari kaki Gunung Berambang untuk dijadikan tempat bermukim. Tak banyak yang tahu keberadaannya, hanya para pemburu dan penduduk yang berladang di lembah Gunung Berambang saja.

PGRS-Paraku sering kali berinteraksi dan membangun hubungan baik dengan penduduk Desa Sempatung Lawek.

“Pasukan

PGRS-Paraku

itu

terdiri dari laki-laki, perempuan, baik tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak kurang lebih 500 orang membangun tempat tinggal di kaki Gunung Berambang,” jelas Udin.

Keberadaan PGRS-Paraku di Gunung Berambang pada 12 April 1965 akhirnya diketahui oleh TNI yang diperoleh dari penduduk desa setempat. Melalui Operasi Teritorial, TNI membina hubungan baik dengan masyarakat untuk membangun kekuatan bersama. Keesokan harinya, TNI bersama penduduk desa naik ke Gunung Berambang. Penduduk desa ikut terlibat dalam memperkenalkan medan pertempuran dan membawakan amunisi untuk perlengkapan perang. Namun, penyerbuan Gunung Berambang ini telah diketahui oleh PGRS-Paraku dari beberapa penduduk Sempatung Lawek.

“Saya ikut naik ke Berambang bersama dengan tentara sampai tidak makan, karena tidak boleh menghidupkan api. Nanti asapnya ketahuan musuh. Jadi hanya makan roti dari jagung,” kisahnya.

Ketika naik ke Gunung Berambang, Udin dan para tentara menemukan pos-pos PGRS yang kosong. Mereka hanya mendapati tulisan berbunyi ‘Kami hanya sementara saja di sini. Kami pulang sekarang’. Hal itulah yang membuat pasukan TNI akhirnya pulang. “Tapi itu hanyalah bagian dari trik bualan mereka.

Satu bulan setelah kepulangan para tentara, PGRS muncul dan menangkap serta membunuh dua orang dari penduduk Desa Sempatung Lawek yang ikut

membantu tentara,” katanya.

Saat itu, Udin dan penduduk desa mulai ketakutan akibat ulah PRGS yang mulai anarkis dan meresahkan.

“Syukur-syukur saya tidak ditangkap karena membantu tentara,” lanjutnya.

Akhirnya Udin yang berusia 17 tahun beserta satu orang temannya memutuskan untuk berangkat ke Sanggau Ledo bertemu dengan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan meminta agar kembali ke Desa Sempatung Lawek. RPKAD kemudian mengambil langkah menghubungi tentara dari beberapa batalion dan sejak saat itu pasukan kembali diluncurkan.

Pertempuran yang terjadi pada 18 April 1965 di Gunung Berambang juga melibatkan TNI Angkatan Darat dan Angkatan Udara.

Udin masih ingat betul peristiwa penembakan dan bom yang dijatuhkan ke pos PGRS-Paraku di Gunung Berambang. Pengeboman yang dilakukan sebanyak tiga kali oleh TNI AU membuat PGRS-Paraku menyerah.

“Kocar-kacirlah mereka selama dua hari lamanya. Mereka akhirnya tidak terpusat di Gunung Berambang lagi, tapi sudah tersebar ke beberapa gunung terdekat. Tentara pasukan 310 menyisir tempat, berhasil menemukan keberadaan mereka dan ditumpas sampai tuntas,” katanya mengenang peristiwa tersebut.

Peristiwa pertempuran di Gunung Berambang adalah akhir dari PGRS-Paraku di Desa Sempatung Lawek. “Akhir 1970-an, PGRS dinyatakan sudah tidak ada lagi di Desa Sempatung Lawek dan penduduk desa bisa hidup dengan tenteram,” katanya sambil menghela nafas panjang.

Hingga kini, sebagai sosok yang dituakan Udin kerap menjadi pencerita sejarah penumpasan PGRS Paraku di Desa Sempatung Lawek. Perjuangan ikut bersama Tentara Republik terus ia rawat dalam ingatannya.

Bongkahan batu mengaliri Sungai Dusun Kuningan yang terdapat tulisan samar “Tekad Hidup dan Mati Untuk Keagungan Corps Jaga Bangsa dan Agama”.

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

23

F OT O: RISKI RAM ADANI

yang sudah berlalu lima puluh enam tahun silam.

Memasuki dekade 1960, Presiden Soekarno menyerukan semangat Ganyang Malaysia karena dianggap negara tersebut bagian dari pendukung Inggris yang berambisi membentuk Federasi Malaysia. Upaya penggabungan koloni-koloni Inggris di Asia Tenggara dalam satu kesatuan dianggap mengancam kemerdekaan Indonesia. Soekarno pada saat itu mengirimkan Menteri Negara di Kabinet Dwikora 1 bernama Oei Tjoe Tat ke perbatasan Utara Kalimantan untuk menghimpun kekuatan bersama. Kunjungan itu pada akhirnya melahirkan terbentuknya barisan sukarela yaitu PARAKU yang dikombinasikan dengan PGRS pada tahun 1964.

“PGRS-Paraku itu Bung Karno yang mencanangkan, kemudian dinamakan dengan Dwikora.

Dwikora itu menggagalkan Negara Boneka Kalimantan Utara.

Perhebat pertahanan sepanjang perbatasan. Jadi ketika itu banyak masyarakat yang dipersenjatai.

Nah di antara masyarakat itu ada yang dari Sarawak Malaysia, Kalimantan Utara,” jelas Syafaruddin Usman selaku sejarawan.

PGRS-Paraku dibentuk atas izin pemerintah pusat di bawah komando Brigadir Jenderal Supardjo Panglima Komando Tempur IV Mandau yang pusat kedudukannya di Bengkayang. Pasukan ini turut dilatih oleh RPKAD. “Mereka juga dibina oleh TNI. Tapi begitu Dwikora selesai ternyata mereka tidak mau kembali ke Ibu Pertiwi.

Mereka merasa enjoy menjadi pasukan dan bergerilya berdiri sendiri memerangi bangsa Indonesia,” terangnya.

Syafarudddin memaparkan perubahan pandangan PGRS-Paraku yang semula dibentuk dengan tujuan menjaga kemerdekaan Republik Indonesia, berbalik arah menjadi musuh yang harus dilawan bangsa sendiri. Kesamaan nilai PGRS-PARAKU dan

FOT O: KOD AM XII/T P R

Melumpuhkan PGRS-Paraku

Diskusi bersama Pangdam XII/TPR Mayor Jenderal TNI Muhammad Nur Rahmad PKI dalam menegakkan komunis di Indonesia adalah keresahan yang membuat keberadaannya diperangi. “Mereka itu dipersenjatai oleh orang-orang Cina-Malaysia. Oleh karena itu TNI memerangi mereka karena ada indikasi terkait dengan PKI gaya baru pimpinan Ahmad Sofyan,” paparnya.

“Mereka juga melakukan tembak-tembakan, merampok, mengacaukan situasi keamanan di Kalbar,” tambahnya.

Penumpasan PGRS-Paraku diupayakan lewat strategi gerilya yang dibagi dalam beberapa gelombang. Enam operasi militer dilakukan untuk menumpas Pasukan TNI yang terlibat dalam perjuangan melumpuhkan PGRS Paraku antara lain Kodam XII/ Tanjungpura, pasukan Yonif Raider 305/Tengkorak, Yonif Para Raider 328/Dirgahayu dan Pasukan Kopassus.

Persebaran lokasi PGRS-Paraku berbasis gunung dan hutan rimba dengan medan sulit dijangkau.

Selain itu, jalur perbatasan menjadi lokasi strategis untuk memu-

PGRS-Paraku lewat Sandi Operasi Tertib I Oktober 1966 – Desember 1966

24

Operasi Tertib II

Januari 1967 - Maret 1967

Operasi Saber

1 April 1967 - Juli 1967

Operasi Saber II

Agustus 1967 - Februari 1967

Operasi Saber III

Maret 1969 - Desember 1969

Operasi Laksusda Kalbar

1970- 1973

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

dahkan proses koordinasi kepada pasukan dari negara tetangga.

Daerah perbatasan Kalimantan Barat menjadi tempat pelarian karena terdiri dari perbukitan, hutan lebat, dan rawa-rawa yang strategis sebagai tempat persembunyian.

“Desa Sempatung Lawek menjadi pilihan lokasi yang strategis karena berdasarkan titik koordinat Sempatung itu strategis untuk berperang dan merupakan kawasan kaki gunung perbukitan yang bagus,” katanya. Syafaruddin juga menjelaskan bahwa daerah terdepan pertahanan PGRS-Paraku salah satunya adalah Gunung Merbuka, Sungkung Komplek, kemudian daerah Sempatung.

Sebagai wujud mengenang peristiwa PGRS-Paraku di Desa Sempatung Lawek, Syafaruddin menghimbau adanya pelestarian terhadap seluruh dokumen masa lalu. “Arsip, dokumen, guntingan surat kabar harus kita simpan sebagai salah satu bentuk konkret,” pesannya.[] Sumber: 1. Buku Penelitian PGRS Paraku di Kalbar oleh Pembayun Sulistyorini (Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalbar) 2. Buku Operasi Militer TNI AD Menumpas Gerakan Komunis PGRS Paraku Oleh Dinas Sejarah Angkatan Darat, Bandung 2018

Jepretan

Gerbang utama Desa Sempatung Lawek, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak.

Sahang (lada) sebagai potensi pertanian Desa Sempatung Lawek.

Potret pemukiman Desa Sempatung Lawek tak jauh dari Gunung Nyiut.

Kondisi akses jalan dari Kecamatan Entikong menuju Desa Sempatung Lawek.

Tampak para siswa hanya mengenakan sandal sebagai alas kaki saat proses belajar di SDN 09 Dusun Kuang.

Masyarakat Desa Sempatung gotong royong mengangkut batu dari sungai sebagai material pembangunan jalan desa.

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

25

NUR UL R M AULID IA

Lipsus

Desa Sempatung, Ditinggal dan Tertinggal Petani di Desa Sempatung sangat sulit menjual hasil pertanian ke daerah kota. Pasalnya, kondisi jalan menuju pusat kabupaten dan akses antar kecamatan terkendala dengan kondisi jalan yang rusak parah. Butuh modal yang lebih besar untuk bisa keluar dari desa.

Dampaknya, petani dijerat kemiskinan.

Belum lagi soal harga sembako di desa yang melangit. Mimbar Untan pun berkesempatan merekam kondisi desa yang berada di Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak ini.

U

ntuk menuju ke Desa Sempatung ini.

Setidaknya butuh waktu sekitar empat jam dari Kecamatan Entikong, Sanggau.

Tentunya dengan menggunakan kendaraan roda dua. Kendati memulai perjalanan dari Entikong. Sejatinya, desa ini terletak di Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak. Dipilihnya rute ini, karena akses jalan yang lebih mudah ditempuh. Dibanding akses jalan yang lain.

Kala itu, hari tengah siang, tepatnya Jumat, November 2019 lalu. Untuk mencapai desa, tim reporter Mimbar Untan mesti melewati medan jalan yang terjal dan berbatu. Kontur tanah yang kuning dan berlubang pun jadi sahabat perjalanan. Celaka kalau hujan. Jalan bisa jadi kubangan.

Lebih sulit bisa dilewati.

26

Tim Liputan berusaha mendorong salah satu motor yang terbenam di lumpur ketika hendak menuju desa Sempatung.

Sulitnya aksesibilitas mencapai Desa Sempatung Lawek menyebabkan sulitnya pergerakan masyarakat dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.

Hal inilah yang mengharuskan masyarakat melewati kabupaten lain yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau agar dapat menekan biaya perjalanan yang cukup jauh dan medan yang sulit dilalui apabila dibandingkan melewati Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak.

Pertumbuhan perekonomian warga, menjadi salah satu hal yang dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat sebab akses jalan yang rusak.

Sesampainya di desa, tim pun menemui Adrianus (36), warga desa yang berasal dari Dusun Kuningan ini mengungkapkan, sulitnya jalan yang dilalui mempengaruhi keinginan petani yang

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

ingin menjual hasil tanamannya ke daerah luar.

Ia mengatakan hanya mampu menjual hasil tanaman seperti sayuran, padahal ada beberapa komoditas unggulan yang terpaksa tidak dapat dijual ke luar akibat harga jual yang berbanding dengan jalan.

Keinginan para petani yang ingin memasarkan komoditas unggulannya seperti markisa, ubi cilembu, sahang, dan padi organik terpaksa terhambat karena harga jual yang rendah dikarenakan ongkos kirim yang lebih mahal karena akses jalan yang tidak mendukung. Mereka hanya bisa menjual hasil pertanian yang dapat menghasilkan biaya untuk mereka.

“Kita ingin jual produk kita yang unggul seperti markisa, ubi cilembu, sahang, termasuk padi organik yang ada. Itu bisa dijual

Sementara itu, Kepala Desa, Timotius (37) mengungkapkan keresahan yang dialami masyarakat desa perihal infrastruktur jalan yang menghambat mobilisasi. Ia mengatakan bahwa banyak hasil dari pertanian warga selama ini masih sulit dipasarkan karena jalan yang sulit diakses.

Masalah jalan rusak, kata Timotius, sangat berdampak pada melonjaknya harga sembako yang dijual di warung desa dibandingkan harga normal karena ongkos pengiriman yang tinggi. “Justru itu persoalannya, harga sembako di Sempatung jelas lebih tinggi. Sementara harga jual usaha pertanian menurun.

Hasil pertanian pemasarannya di Entikong. Ongkir sudah pasti tinggi,” jelasnya melalui pesan WhatsApp Jumat (5/6).

kalau jalan mendukung. Jadi kita usahakan hanya menjual sayur jak jadinya, yang bisa menghasilkan biaya dan bisa menghasilkan ekonomi kita,” ujar Adrianus, November 2019 lalu.

Tanaman lain seperti cabai yang juga banyak ditanam di Desa juga terpaksa tak bisa dipasarkan, padahal harganya relatif mahal jika bisa dipasarkan ke daerah luar.

“Cabai jak yang harganya mahal ndak bisa dijual gitu bah, karena kan harus cepat (red-dipasarkan) itu. Makanya yang jangka pendek gak bisa kita jual, harus tanaman yang jangka panjang,” sambungnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Agus (31). Ia menginginkan daerahnya dapat menjual sesuatu yang bernilai tinggi, namun sayangnya masih terhambat oleh jalan. “Yang diusahakan di sini

Melihat perkembangan jalan hingga kini, kata Timotius, sampai sekarang belum ada dilakukan peningkatan jalan. Ia mengungkapkan bahwa pada Tahun 2018, Dinas PUPR Provinsi pernah menganggarkan biaya pembangunan jalan, namun hingga saat ini belum terealisasi. “Jalan, sampai sekarang belum ada peningkatan lagi. Terkait jalan tahun 2018, pernah Dinas PUPR Provinsi pernah menganggarkan, tapi sampai sekarang belum ada realisasinya,” ungkapnya.

Ia menyebut adanya beberapa sungai yang belum dibangun jembatan penghubung dari Desa Nyari menuju Sempatung. Sementara ini, untuk menghubungkan jalan hanya ada sebuah jembatan darurat menggunakan kayu bulat dengan kapasitas yang tidak memadai.

Timotius menceritakan bahwa kondisi jalan sudah rusak sejak tahun 2016. Meskipun pembukaan bodi jalan sudah dilakukan pada tahun 2014 oleh Dinas PUPR Kab. Landak sampai ke Dusun Kuningan, namun begitu karena medan dan kontur tanah yang ekstrem serta curah hujan tinggi menyebabkan jalan longsor dan banyak genangan air yang membuat tanah berlumpur.

Akses jalan menuju Desa Sempatung memang sudah mulai dilirik oleh pemerintah kabupaten sejak tahun 2010. Pembangunan jalan tersebut dimulai dari Desa Tengon sampai Desa Nyari.

Pada saat itu, pembangunan melewati Desa Sempatung.

Namun, karena daerah pegunungan, pekerjaan pembangunan pada saat itu belum maksimal.

Pada akhirnya kembali dilakukan pembukaan bodi jalan pada tahun 2014 dari Desa Nyari ke Desa Sempatung oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Landak. Lama berselang, pada tahun 2018 melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) dibangunlah jalan antar Dusun kuang menuju Dusun Kuningan.

Sebenarnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak telah melakukan pelebaran jalan dari Ngabang menuju Sempatung selebar 4 meter dengan jarak 70 km dari kota Ngabang pada tahun 2014. Meski begitu, jalanan masih sulit dilintasi kendaraan karena tidak ada pengerasan jalan. Total jarak kota Ngabang menuju Dusun Kuningan 70 km.

Sekitar 50 km dari total jarak tersebut, kondisinya rusak parah. Kubangan lumpur ditemukan di sepanjang jalan sejauh 50 km itu. Lubang yang memiliki kedalaman hingga 50 sentimeter dengan diameter 60-100 cm terdapat hampir di sepanjang jalan.

(Disadur dari artikel berjudul “Pertempuran Kami Belum Usai” yang telah tayang di Kompas. com pada 26 Agustus 2018).

Kuwal Johan, Kepala Dusun Kuningan menuturkan bahwa pembangunan badan jalan dilakukan dari titik 0 hingga titik akhir dengan jarak berkisar 6,5 km. “Pembukaan badan jalan ini sebenarnya sudah dilakukan 2 kali. Yang kedua kalinya terlaksana oleh TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) dari titik 0 hingga titik akhir jarak berkisar 6,5 km. Sebelum ada jalan ini, masyarakat menjangkau pasar berjalan kaki dengan jarak paling dekat selama 8 jam. Itu pun dengan beban yang dibawa, ada yang 30-50 kg, sebelum ada badan jalan,” cerita Kuwal saat

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

27

FOTO: RISKI RAM ADANI

kan adalah sesuatu yang bernilai jual tinggi, berbanding dengan jalur yang seperti ini,” keluh Agus.

menyambut kedatangan reporter di kediamannya.

Kuwal sempat menceritakan pengalamannya saat para pejabat kota hingga pusat menyambangi desa mereka. Ia pernah menyampaikan langsung kepada mereka bahwa masyarakat Desa Sempatung belum sepenuhnya mendapatkan keadilan, meskipun Desa Sempatung sudah merdeka sejak dulu. “Desa Sempatung ini dari dulu sudah merdeka, tetapi keadilan masih belum kita nikmati, sebelum adanya pembukaan badan jalan,” ucapnya.

Sudah Diusulkan Ke Pemerintah Setempat Kepala Desa Sempatung, Timotius menuturkan bahwa dalam waktu ini tantangan yang berpengaruh besar adalah infrastruktur jalan. Ia mengaku bahwa pihaknya telah menyampaikan usulan dalam bentuk proposal kepada pemerintah setempat.

“Upaya yang kami lakukan selama ini kepada pemerintah hanya bisa menyampaikan usulan dalam bentuk proposal, dan langsung menyampaikan keluhan lewat Musrenbang tingkat kecamatan. Makanya selama ini kami hanya bisa membawa masyarakat bergotong royong untuk memperbaiki jalan yang dapat kami kerjakan secara manual dengan cara gotong-royong yang masih kuat di Sempatung,” tuturnya.

28

Dia berharap agar pemerintah peduli dengan pembangunan jalan sehingga dapat meningkatkan ekonomi warga. “Mudah-mudahan pemerintah mau peduli dengan pembangunan jalan, supaya dapat meningkatkan ekonomi warga,” pungkasnya.

APDB Terbatas, Jalan Tak Dapat Dibangun Redi Suhendi, Plt Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Landak, kepada reporter Mimbar Untan, Rabu (15/7), mengatakan bahwa pada tahun 2018 dari Pemerintah Provinsi Kalbar pernah menganggarkan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Tahun Anggaran (TA) 2018 untuk pembangunan jalan ruas jalan yang berstatus sebagai jalan Desa Sempatung sesuai Surat Keputusan Bupati Nomor 620/241/HK-2007.

Namun hingga kini belum direalisasikan.

Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Dinas PUPR Provinsi telah menganggarkan biaya untuk pengerasan jalan di ruas jalan Dusun Nyari hingga Sempatung Lawek pada Tahun 2019 dan telah selesai direalisasikan.

Ia mengungkapkan selama ini sudah melakukan pengajuan untuk pembangunan jalan Desa, namun yang direalisasikan oleh Dinas PUPR Provinsi hanya ruas jalan Desa Nyari menuju ke Desa Sempatung yang merupakan

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

jalan Kabupaten.

“Pada tahun 2018 dari Pemprov Kalbar pernah menganggarkan dalam APBD TA 2018 untuk pembangunan jalan ruas tersebut, tetapi tidak dilakukan.

Sehingga kembali dianggarkan pada TA 2019 tetapi pekerjaannya yang kami dengar dilakukan pengerasan beton di dusun Nyari,” ungkap Redi melalui pesan WhatsApp. Dia menambahkan, bahwa sampai saat ini pihaknya belum melakukan peninjauan kembali ke jalan Desa Sempatung.

Namun, pihaknya akan tetap mengusulkan dalam program ditahun-tahun ke depan untuk dilakukan peningkatan jalan.

Redi menjelaskan bahwa setiap tahun dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), baik ditingkat kecamatan maupun kabupaten selalu ada penyampaian oleh perangkat desa dan kecamatan untuk dilakukan peningkatan ruas jalan tersebut. Namun, dikarenakan APBD Landak yang terbatas dan pembiayaan yang besar di ruas tersebut, hal itulah yang menjadi kendala dan tidak masuk ke dalam prioritas pembangunan.

Pihaknya telah mencoba mengusulkan dari Tahun 2017 hingga saat ini. Pembangunan dan peningkatan ruas jalan tersebut, kata Redi, dapat menelan ang-

garan yang cukup besar. Hingga akhirnya mereka berupaya untuk mengusulkan ke Pemerintah Provinsi dan juga Kementerian Pertahanan dan Keamanan dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah yang dekat dengan perbatasan.

“Kami berupaya untuk mengajukan ke pemprov dan kementerian terkait bahkan pernah ke Kementerian Pertahanan dan Keamanan dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah yang dekat dengan perbatasan. Tapi kembali lagi, belum mendapatkan perhatian yang lebih,” sebutnya.

Jaringan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Bidang Bina Marga, mengungkapkan bahwa pihaknya telah merealisasikan pembangunan ruas jalan Desa Nyari sampai Sempatung Lawek pada Tahun Anggaran 2019. Ia menyebut, total ruas jalan yang dibangun adalah sepanjang 800 meter. Jalan kembali dilebarkan dari semula 3 meter menjadi 4,5 meter. Pembangunan tersebut menelan anggaran sekitar Rp. 2,2 miliar dari dana hibah provinsi.

Pembangunan tersebut dilakukan berdasarkan ajuan proposal dari pemerintah kabupaten setempat.

“Jalan menuju desa sudah saya bangun, jalannya sudah dibeton, tahun kemarin anggaran dananya itu 2,2 miliar untuk pembangunan

terkait. “Kami sangat berharap dengan segala upaya dan harapan besar, ruas jalan tersebut bisa mendapat penganggaran, baik ditingkat Pemprov hingga Kementerian terkait. Kami tidak pernah lelah dengan segala upaya tetap mengusulkan dan memperhatikan ruas tersebut hingga bisa terwujud untuk dilakukan peningkatan hingga kondisi mantap,” pungkasnya.

dari awal desa sampai ujung desa (red-Desa Nyari sampai Sempatung Lawek). Panjang jalan 800 m pakai beton, lebar 4,5 m. Itu sudah kami kerjakan dan sudah saya tinjau ke sana kemarin,” ucapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (1/7).

“Karena sifatnya bantuan ini adalah bantuan hibah, jadi harus ada proposal dari kabupaten dulu, masuk ke provinsi dan disetujui gubernur dulu baru bisa kita laksanakan,” terangnya.

Supiandi menambahkan bahwa pihaknya belum sampai pada jalan Desa tersebut. Ia menjelas-

FOTO: RISKI RAM ADANI

Mengenai hal itu, pihaknya menginginkan agar pendanaan ruas jalan tersebut dapat kembali dianggarkan oleh pihak yang

sebab termasuk ke jalan desa.

Sementara itu, pada tahun 2020 ini, kata Supiandi, tidak ada informasi penanganan ke daerah tersebut. Ia mengatakan bahwa dana yang digunakan untuk pembangunan merupakan dana hibah dari provinsi. Jika ingin ada pembangunan di jalan desa tersebut, harus mengajukan proposal dari kabupaten untuk kemudian di proses ke provinsi.

Sementara itu, Supiandi, Kasi Pengembangan Pembangunan

Dia menegaskan bahwa pihaknya belum menerima informasi untuk penanganan ke jalan Desa Sempatung.

Ia mengatakan bahwa jalan yang dimaksud kepala desa adalah kewenangan Dinas PUPR Kabupaten Landak,

kan jika sudah ada proposal dari kabupaten ke provinsi, pihak Dinas Provinsi akan dapat meninjau lokasi tersebut.

“Belum ada peninjauan kalau dari provinsi ya. Saya tidak tahu kalau dari kabupatennya mungkin sudah ada dan pasti sudah ada meninjau ke sana. Kecuali kalau ada proposal dari kabupaten naik ke kami, kami akan meninjau lokasinya, begitu administrasinya,” tutupnya.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

29

R ISKI R AM AD H AN I

Seremonial

Jurnalis Smanpul Wujudkan Melek Literasi Siswa

A

danya kesukaran untuk menjadikan membaca dan menulis sebagai suatu hobi, maka terbentuklah Jurnalis Smanpul yang dinaungi oleh beberapa siswa SMA Negeri 10 Pontianak. Selain untuk mewujudkan melek literasi khususnya di bidang jurnalistik di lingkungan sekolah, organisasi yang berdiri sejak tahun 2019 itu juga berupaya menaikkan eksistensinya di kalangan SMA Pontianak.

Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad Rikaz Prabowo selaku guru sekaligus pembina dari Jurnalis Smanpul. Ia merasa kesadaran akan literasi di SMA Negeri 10 Pontianak masih sangat kurang, sehingga ia merasa perlu untuk mendidik siswanya dengan mewajibkan membaca buku.

“Saya catat siapa yang gak bawa buku. Meskipun dipaksa mereka udah mau baca buku.

Tentunya nanti nilainya saya lebihkan. Ada sih siswa tuh secara sadar bawa buku dan bukunya masuk akal,” ucapnya.

Kemudian gerakan mengunjungi perpustakaan sekolah juga masih minim. Menurutnya ini dikarenakan jarak antara perpustakaan ke gedung sekolah jauh dan buku sumbangan dari pemerintah menyesaki ruangan perpustakaan sehingga siswa hanya diperbolehkan untuk meminjam buku saja dan tidak membaca di perpustakaan.

Menghadapi permasalahan itu maka terbentuklah Jurnalis Smanpul. Tidak hanya membaca, ia juga menginginkan siswanya memiliki keterampilan dalam menulis khususnya tulisan jurnalistik. Selain itu, Jurnalis Smanpul hadir karena tak adanya corong informasi terkait kegiatan-kegiatan di tempat ia mengajar tersebut.

30

“Saya pengen siswa punya keterampilan lain dalam menulis.

Selain itu memang karena di SMAN 10 belum ada semacam corong informasi. Selama ini kegiatan-kegiatan siswa, kegiatan guru tidak terlalu tersebar,” tuturnya.

Jurnalistik menjadi pilihannya dalam melatih keterampilan menulis karena ia menginginkan agar siswanya lebih berpikiran kritis terhadap fenomena yang sedang terjadi. Setelah pemahaman itu telah diterima siswanya, hasil dari pemikiran dan reportase siswanya tersebut berhasil dituangkan ke dalam bentuk buletin.

Buletin yang dikerjakan dua minggu sekali setiap edisinya itu dikerjakan oleh anggota Jurnalis Smanpul yang berjumlah 13 orang. Agar semua siswa di SMA Negeri 10 dapat membaca hasil tulisan di buletin tersebut, mereka meminta iuran setiap kelas sebesar 10 ribu untuk dua edisi. Sehingga setiap kelasnya mendapatkan 10 eksemplar dan softfile-nya diberikan ke gurunya agar disebar lagi ke muridnya.

Tentu sebagai organisasi sekolah yang masih baru tak akan terlepas dari rintangan-rintangan. Rikaz mengaku jika rintangan yang dihadapi oleh Jurnalis Smanpul ialah perihal pelatihnya, anggotanya sendiri, dana dan sekretariat.

“Rintangan pertama adalah pelatihnya, tapi saya juga berterima kasih kepada LPM Untan yang telah membantu. Kedua, SDM-nya sendiri, semangat siswanya belum sama. Ketiga, adalah dana. Secara khusus dari sekolah belum ada, tapi kalau sudah dilantik Insya Allah mungkin ada. Selama ini sekolah hanya membantu jika ada kegiatan pelatihan seperti biaya konsumsi.

Rintangan keempat itu adalah

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

sekretariat yang resmi. Mau nyimpan arsip gimana,”tuturnya.

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura (LPM Untan) tidak terlepas dari terbentuknya Jurnalis Smanpul.

Ketua LPM Untan, Sekar Aprilia Maharani menilai bahwa perjalanan pers sekolah memang bukan perjalanan yang mudah sebab untuk mulai menyukai kegiatan jurnalistik, modal dasarnya adalah literasi.

“Sedangkan kita semua tahu bahwa budaya membaca dan menulis masih jadi PR panjang untuk Indonesia, termaksudlah Pontianak. Di jenjang sekolah

F OT O:ANGGEL A JUNIATI

Anggota LPM Untan foto bersama guru dan para siswa SMAN 10 Pontianak menengah atas, siswa mesti dibekali dengan pembinaan secara berkelanjutan dalam proses belajarnya. Sulit untuk melepaskan siswa secara mandiri, layaknya pers kampus. Maka dari itu mereka butuh pembina yang terus menjadi kontrol bagi target-target yang sudah mereka tentukan di awal, ”ucapnya.

Ia pun beranggapan jika semua sekolah di Pontianak mau menerapkan itu, tentu baik sekali namun haruslah dipikirkan tentang konsistensi keberadaan pers sekolah untuk terus ada, tidak sekedar dibentuk lalu berangsur-angsur hilang dan bubar.

Selain itu, hadirnya jurnalis sekolah adalah kabar baik bagi pers kampus.

“Meski berbeda tingkatan, tapi inti pergerakan pers kampus maupun pers sekolah adalah kemerdekaan berpikir yang tidak ditunggangi oleh pihak mana pun.

Independensi terjaga dan bahkan kalau sedari sekolah sudah dibentuk pengenalan jurnalistik, ketika kuliah dan hendak melanjutkan ke ruang pers kampus tentu ini akan jadi privilege bagi siswa itu sendiri,” serunya.

Privilege itu turut dirasakan oleh Masreal Bachrul Alam yang merupakan salah satu anggota

Jurnalis Smanpul. Ia merasakan manfaatnya setelah bergabung seperti membuat berita, mudah berinteraksi dengan masyarakat dan lebih bertanggung jawab.

“Bisa dibilang berfaedah semua di jurnalis sekolah, dapat ilmu juga. Kita diajarkan cara bikin berita yang baik dan benar terus lebih mudah juga berinteraksi dengan masyarakat yang dulunya malu-malu, terus yang pasti kita diajarin untuk belajar tanggung jawab, bertanggung jawab untuk berita yang kita bikin terus diproses sampai tahap dipublikasikan,” terangnya.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

31

NUR FIDY A ASSY IFA

Kilas Balik PMB FT UNTAN Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) di lingkungan kampus menjadi momen sakral bagi sebagian mahasiswa. Tidak terkecuali di Fakultas Teknik (FT) Universitas Tanjungpura. Berbagai tradisi turun temurun terus dijaga demi membentuk kader-kader kampus yang berintegritas. Namun, sejak peniadaan Pengenalan Akademik Wawasan Angkatan (PAWANG) pada tahun 2016 lalu, warna PMB di teknik telah berbeda. Perubahan yang paling terasa adalah vakumnya BEM Teknik hingga tahun 2020.

S

eptember 2016 silam, ratusan mahasiswa FT Untan melakukan orasi di Gedung Rektorat Untan untuk menuntut Rustamadji, Dekan FT Untan, turun dari jabatannya. Hal ini sebagai bentuk protes terhadap kebijakannya terkait peniadaan kegiatan PAWANG (Pengenalan Akademik Wawasan Angkatan) untuk mahasiswa baru angkatan 2016. Rustamadji mengatakan bahwa telah terjadi perpeloncoan pada saat PMB dan tidak sesuai dengan peraturan pembelajaran dan kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

“Kegiatan Pawang memang wajar dihapuskan karena tidak sesuai dengan asas pelaksanaan.

Kegiatan ini sudah tidak dijiwai lagi, kegiatan kemahasiswaan yang berasaskan demokratis, keterbukaan dan humanis,” ujarnya Kamis (29/9/2016).

Ia menambahkan bahwa para orang tua sudah diberi tahu dan mendesak peniadaan kegiatan yang bernuansa perpeloncoan.

“Para orang tua mendesak untuk meniadakan kegiatan yang bernuansa perpeloncoan. Kami akan

32

menghapuskan semua kegiatan yang didalamnya tidak sesuai dengan peraturan menteri,” tambahnya saat itu.

Dampak dari peniadaan kegiatan PAWANG di FT Untan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FT Untan dibekukan dan segala macam kegiatan yang berhubungan dengan mahasiswa baru dihentikan.

Hafiz, yang menjabat sebagai Ketua BEM FT Untan pada periode itu dikenakan sanksi berupa skorsing selama dua semester masa kuliah. Aksi mahasiswa dengan melakukan orasi serta memalangkan kayu pada pintu-pintu kelas selama beberapa hari menyebabkan aktivitas perkuliahan dihentikan untuk sementara waktu.

Melalui rilis pers yang dikeluarkan, pihak BEM FT Untan menyayangkan keputusan yang diambil oleh otoritas fakultas terkait peniadaan kegiatan tahunan mahasiswa FT Untan demi menjaring minat dan bakat para mahasiswa barunya tersebut.

Pasalnya, peniadaan tersebut disetujui oleh orang tua mahasiswa dengan serta merta tanpa

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan PAWANG itu sendiri.

Mahdi, wakil ketua BEM FT Untan kala itu menegaskan, agenda yang merupakan program kerja tahunan Departemen Dalam Negeri BEM FT Untan tersebut merupakan pendidikan alternatif di luar jam perkuliahan formal demi membentuk karakter serta kemampuan mahasiswa dalam menghadapi realitas dunia kerja.

“Pengaderan untuk mahasiswa baru, di mana selama proses ini berlangsung, karakter dan mental mahasiswa baru akan dibentuk dan dibina. Mengingat kami merupakan mahasiswa teknik. Berbeda dengan disiplin bidang keilmuan lainnya, bidang keteknikan menuntut para ahlinya agar siap berkecimpung dan bekerja di lapangan. Pembinaan karakter dan mental yang kuat ini tidak akan didapatkan dalam proses perkuliahan di dalam kelas,” ujarnya Sabtu (1/10/2016).

PAWANG sendiri memiliki agenda unggulan yaitu bincang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diwadahi oleh Dirjen Dikti, membahas potensi yang dimiliki mahasiswa Indonesia untuk mengkaji, mengembangkan, serta memfasilitasi penerapan IPTEK yang diseleksi ditingkat nasional. Bukan hanya itu, simulasi Tanjungpura University Test of English Proficiency (TUTEP), lomba video berbahasa Inggris, bincang beasiswa, Study Club, pembinaan olahraga, pembinaan seni musik, tari, dan teater, serta bakti sosial ke berbagai panti asuhan di kota Pontianak, masuk dalam list kegiatan tahunan mahasiswa FT Untan tersebut.

Hadirnya Studium Generale Sebagai pengisi kekosongan kegiatan mahasiswa baru

“Kita memang ingin menghilangkan kekerasan yang selama ini selalu menjadi momok bagi mahasiswa baru. Karena kan seangkatan, ndak mungkin juga mereka akan berbuat kasar karena ya bisa dikatakan senasib,” tambahnya.

Dalam SG kedua, Rustamadji, Dekan FT Untan saat itu membantah adanya pembekuan kegiatan di lingkungan Fakultas Teknik.

“Di dalam Fakultas Teknik tidak ada kegiatan organisasi apapun, itu bullshit. Fakultas Teknik tidak membekukan semua kegiatan, yang kita bekukan itu adalah terkait dengan pengumpulan maba tanpa sepengetahuan dan seizin fakultas,” jelasnya Sabtu (3/12/2016).

“Apa pun kegiatan mahasiswa harus sepengetahuan fakultas dan harus ada dosen pendamping. Kalau saya mengabaikan itu, berarti saya mengabaikan perintah. Risikonya ada di saya, pimpinan fakultas.

Karena fakultas bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan maka boleh kami tertibkan, kalau tidak kasihan lembaga itu sendiri,” tegasnya.

Terhitung sejak mulai dijalankan, kegiatan SG diselenggarakan hanya sebanyak tiga kali yaitu pada 26 November oleh prodi Teknik Sipil, 3 Desember oleh prodi Teknik Elektro, dan 10 Desember oleh prodi Teknik Informatika. Kurangnya minat mahasiswa untuk mengikuti kegiatan tersebut menjadi alasan kegiatan Studium Generale terhenti.

Wakil Dekan III FT Untan saat itu, Yusuf, menjelaskan bahwa terhentinya kegiatan SG ini bukan kesalahan dari birokrat kampus. “Kami sebagai pihak fakultas sebenarnya hanya memfasilitasi

dan mewadahi. Mahasiswalah yang seharusnya berinovasi dan aktif untuk membuat sebuah kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka,” ujarnya, Kamis (18/5/2017).

Penyebab terhentinya kegiatan SG ini menurut satu diantara mahasiswa FT Untan, Wahyu, mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan konsep kegiatan yang dibuat kurang matang. “Akibat dari kurang matangnya konsep kegiatan sehingga membuat peserta kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan SG tersebut. Alhasil semakin hari peserta yang hadir semakin berkurang,” tuturnya.

Tiga Tahun Vakumnya BEM FT Menyikapi tiga tahun vakumnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik (FT) Untan, Kaharuddin selaku Ketua BEM Universitas Tanjungpura (Untan) angkat bicara. Ia mengungkapkan bahwa BEM Untan telah melakukan berbagai upaya pengawalan pembentukan BEM FT Untan, Rabu (6/11/2019).

“Sejak sebulan yang lalu, BEM Untan sudah melakukan diskusi bersama Wakil Dekan III Teknik Untan dan Wakil Rektor Untan yang lama. Kita juga sudah menyediakan AD/ART yang mungkin bisa dijadikan contoh, tinggal menunggu komunikasi internal mahasiswa teknik,” tuturnya.

Kaharuddin juga menyampaikan bahwa BEM Untan siap mengawal pembentukan BEM FT dari awal sampai pelantikan.

Ia juga berharap mahasiswa FT Untan bersedia menjadi penggerak dalam pembentukan kembali BEM FT Untan.

“Jika memang ada temanteman FT yang siap bergerak, maka dari BEM Untan akan siap kawal sampai pelantikan dan memfasilitasi hingga penyusunan program. Yang terpenting saya berharap ada yang bersedia menjadi penggerak lah, dari ketua-ketua himpunan dan UKM misalnya,” ujarnya.

Ketiadaan BEM FT menuai keluhan dari mahasiswa, HS merupakan satu diantara mahasiswa FT

angkatan 2019 mengungkapkan tidak adanya partisipasi BEM FT dalam PKKMB menjadikan kegiatan pengenalan kampus yang dipandu oleh dosen ini tidak sesuai ekspektasinya dan terkesan monoton.

“Kegiatan PKKMB ini terbilang cukup monoton karena hanya duduk, diam, dan mendengarkan narasumber menyampaikan materinya (monoton di sini bukan berarti tidak bermanfaat ya). Jadi saya pribadi, sedikit iri dengan Fakultas lain yang PKKMB-nya rame dan ga boring” ujarnya Rabu, (15/07) Ia meyakini bahwa tindakan pembekuan dan pengalihfungsian peran BEM dalam PKKMB ini bertujuan baik untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Namun menurutnya hal ini menjadikan mahasiswa baru sulit beradaptasi dengan lingkungan FT. “Karena kurangnya interaksi antara kakak tingkat dan maba, kami juga menjadi sedikit sudah adaptasi dengan lingkungan FT. Kebanyakan dari kami hanya berteman dengan teman seangkatan, dan menjadi segan terhadap kakak tingkat,” ungkapnya.

Lain halnya dengan mahasiswa berinisial SA ia mengatakan bahwa pembekuan BEM FT ini berdampak kepada kurang aktifnya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan kegiatan kampus yang sepi.

“Sedikit menyayangkan ya jika hal ini juga berdampak kepada kurang aktifnya UKM dan kegiatan kampus yang sepi, karena mahasiswa seperti saya kesulitan menyalurkan minat saya jika wadahnya saja dibekukan,” tuturnya via WhatsApp Rabu, (15/07).

Ia berharap semoga BEM FT dapat kembali hadir dan menjadi wadah yang lebih baik lagi ke depannya. “Berharap BEM FT diadakan kembali dengan catatan menjadi lebih baik lagi ke depannya agar dapat kembali menjadi wadah mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya. mungkin bisa diterapkan juga sistem asosiasi kekeluargaan dalam BEM FT,” tutupnya.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

33

FO TO : S EK AR A P R I LI A

angkatan 2016, Yusuf, selaku Wakil Dekan III FT Untan saat itu, menyatakan bahwa konsep yang akan dilaksanakan oleh fakultas ke depannya yaitu dengan kegiatan yang menunjang perkuliahan dan Program Studi (Prodi). Kegiatan yang dinamai dengan Studium Generale (SG) digadang-gadangkan akan dilaksanakan pada setiap hari Sabtu oleh setiap panitia berbeda dari masing-masing prodi.

R AH M A N IN G T Y AS

Sastra

Perempuan yang Tidak Menikah

D

araningsih atau wanita yang lebih akrab disapa Dara sedang dilanda frustrasi. Ia dihadapkan pada angan-angan pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia sebenarnya urung menikah, entah siapa pun pria yang ingin menikahinya. Tapi bagaimana pun, anak gadis -ucap para tetangga tak boleh dibiarkan menua seorang diri.

Setidaknya menurut mereka, anak gadis harus menikah sebelum berusia 27 tahun.

Lebih dari itu, sebutan perawan tua akan terus membayang.

Sayangnya usia Dara telah menginjak usia 33 tahun, membuat kedua orang tuanya repot-repot merencanakan pernikahan. Sekalipun rencana tersebut bertentangan bagi keputusannya untuk tidak akan terikat dalam hubungan apa pun, apalagi memiliki keturunan.

“Mau sampai kapan betah dengan sebutan perawan tua?”

Bu Anas mengawali pembicaraan yang tak sedap itu di hadapan tukang sayur.

Dara yang diminta ibu belanja kebutuhan pokok, hanya mengamini bahwa memang akan selamanya ia disebut demikian.

“Iya, dek. Kamu itu kan anak tunggal. Gak kasihan sama Bapak dan Ibu gak punya cucu?”

Wanita paruh baya lainnya ikut menimpali. Sepagi ini, pikir Dara, apa ibu-ibu tidak tertarik membahas buku Bumi Manusia karya Pram itu, ketimbang mengurusi hidup si perawan tua.

Wanita bertubuh gempal di samping Dara tak kalah telak membuatnya kesal setengah mati. Ia mengatakan hal tersebut tepat di samping telinga Dara, membuat suara apa pun yang dihasilkan wanita tersebut akan terdengar jelas. “Harus segera, Dar. Bagaimana pun kau harus tahu rasa nikmat-

34

nya bersuami,” ucap wanita gempal setengah berbisik dan membuat seisi perkumpulan ibu-ibu rumpi cekikikan.

Lain lagi, ketika seorang pria bernama Yohan ditolak Dara cintanya.

“Ah, kalau dilihat-lihat wanita sepertimu bisa jadi menyukai sesama jenis. Sebab didekati pria saja tak mau menanggapi,” gerutunya.

Dara tentu tak terima ucapan Yohan. Ia jelas masih tertarik dengan pria- bukan Yohan.

Bahkan tiap kali menemui pria bertubuh atletis, bisa saja membuat Dara kelewat ingin menyetubuhi. Tapi sekali lagi, pus-

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

takawati yang gila buku ini selalu menghindar ajakan pria untuk berpacaran apalagi menikah.

Apa sih yang dicari dari mereka yang berumah tangga?

Sebetulnya apa tujuan dari pasangan setelah diajak menikah? Pencapaian karier tentu bisa dicapai sejak dini, anak bisa diadopsi, teman susah senang bisa dicari, apalagi. Jika menikah memang untuk menyempurnakan separuh agama, apa yang salah dari mengerjakan banyak pahala kecil yang seharga dengan separuh agama itu?

Yohan hanya tak pernah mengenal lebih dalam seorang Dara.

Nyatanya Dara pernah mencoba

Setelah lama putus dari Fajar, Dara mencoba kembali peruntungan dengan menjadikan Hari sasaran berikutnya. Pria dengan sebutan buaya kampus itu merupakan penentu keputusan akhir Dara dalam berhubungan.

Dara merasa di dua hubungan yang sebelumnya, ia menghabiskan banyak waktu dengan percuma. Sekedar berbalas pesan, menerima panggilan dan bermalam mingguan ternyata cukup membuatnya kehabisan waktu istirahat dan kehilangan selera untuk menyelesaikan tumpukan tugas kuliah.

Namun kenyataan bersama Hari bagi Dara ialah jawaban yang sangat fatal. Seusai ia mencoba dua bulan berstatus sebagai pacarnya Hari, membuat Dara memutuskan untuk tak ada yang lebih baik dari menerima diri sebagai perawan tua. Hari, pria buaya itu berniat jahat kepada Dara dengan meminta paksa kehormatan.

I L LUSTR ASI: DEWI RATNA JUWITA

“Gila... Kau kira aku serendah itu?” Dara jelas terkejut, ini pertama kalinya pria menagih jatah layaknya telah beristri.

“Hei, Dara. Kau kira apa untungnya pria mengantar jemput wanita, mentraktir makan dan membelikan buah tangan ke orang tua si wanita ketika bertamu ke rumah? Setidaknya membalas sedikitlah uangku yang keluar untukmu selama itu.”

tiga kali. Tiga kali untuk tiga hubungan. Pertama Draco, kedua Fajar dan terakhir Hari.

Mereka adalah teman sekampus Dara yang secara tidak sadar hubungan mereka dijadikan sampel uji coba bagi Dara. Ia yakin bahwa menjalani hubungan tidak seburuk yang dibayangkan.

Hubungan pertama bersama Draco, Dara menghabiskan waktu berpacaran selama 4 bulan.

Hubungan tersebut berakhir sebab Draco selalu memaksakan diri untuk menyukai hal yang Dara juga sukai, mulai dari buku, menu makanan bahkan hobi.

Dara menyadari Draco tersiksa sebab terpaksa agar ia selalu

dikira satu pemikiran, sehobi dan pada akhirnya selalu cocok berdampingan dengan Dara.

Hubungan kedua tak kalah menarik, meski usai lebih cepat, Fajar di mata Dara setelahnya terkesan menyebalkan. Sebab pada bulan pertama hubungan mereka, Fajar menuntut Dara untuk mengenakan pakaian tertutup. Ia meminta Dara untuk tidak cekikikan dan tidak berteman dengan banyak pria. Fajar juga tak segan mengatur-ngatur kehidupan pribadi Dara yang lantas membuat wanita itu risih setengah mati. Pikir Dara, kenapa tidak kau pacari saja wanita yang sudah benar sikapnya?

Dara yang diajaknya bicara seketika kehabisan kata. Ia tak mengira akan dipertemukan dengan pria yang penuh perhitungan. Perhitungan yang sama sekali tak masuk di akal yang berpikir menurut Dara, bagaimana Hari bisa menyamakan pengeluarannya yang tak seberapa dibandingkan harga kehormatan seorang gadis.

Namun setelah ia mengungkapkan apa yang terbesit di pikiran, membuat Dara harus menerima perlakuan kasar dari Hari. Untunglah ia berhasil melepaskan diri dan sejenak hilang selama beberapa bulan.

Bukan karena trauma, Dara hanya menyendiri untuk berpikir, bahwa sia-sia ia menghabiskan waktu untuk menguji banyak pria yang

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

35

hasilnya tak pernah memuaskan.

Benar, harusnya aku sudah merasa cukup untuk saat ini.

Dara menguatkan hati. Ia menyadari tak akan pernah merasa cukup hanya dengan memiliki pasangan. Bahkan ketika harus membicarakan segala hal, ia tak perlu pusing menentukan waktu yang tepat untuk berbicara. Hatinya juga bisa sangat membaik tanpa harus mendengarkan candaan dari pria yang menyenangkan.

Lalu, tanpa disadari ia telah kehilangan selera bercinta.

Dara tak lagi membiarkan dirinya jatuh dalam pelukan pria di luar sana. Ia mencoba sebisa mungkin untuk menarik diri lalu menghabiskan sisa usia dengan membaca dan mengoleksi ratusan buku di perpustakaan pribadinya.

Pemikiran tersebut ia dapatkan setelah ia bepergian ke beberapa desa untuk sekedar menenangkan diri. Dara merasa itu merupakan keputusan yang tepat demi menghindar dari gunjingan para tetangga dan pertanyaan yang menyebalkan dari teman sebaya.

Terlebih ketika di sepanjang perjalanan menuju kota Solo, ia dibuat jatuh cinta oleh buku yang ia baca di kereta. Buku yang membuat Dara merasa lebih baik dengan keputusannya untuk menjadi Bibbi Bokken, salah satu tokoh di buku tersebut. Bibbi seperti sedang menuntun Dara untuk tak apa menua bersama ratusan buku sepertiku. Bahkan, akan lebih sempurna jika ia bernasib sama, menjadi bibliografer ulung lalu berpetualang bersama dua bocah jenius di usianya yang renta.

Untung saja, kewarasan Dara masih terjaga. Meski telah dibuat kagum pada Bibbi, Dara paham betul itu hanyalah kehidupan fiksi yang menyenangkan.

Hidupnya semasa tua, pikirnya akan sama dengan nenek-kakek yang pikun pada umumnya.

Akan menyenangkan sekali.

Tua bersama buku yang tak pandai merajuk dan membosankan meski sebagian sudah usang.

Seorang bocah laki-laki

36

menjauhi keramaian. Ia tampak melarikan diri, menyisakan satu teman yang sedang menghitung dalam keadaan mata yang tertutup. Teman yang lain ikut berlari, mencoba mencari celah untuk bersembunyi di sekitar taman. Tak butuh waktu lama, bocah laki-laki tadi memutuskan untuk bersembunyi dibalik kursi taman yang sedang diduduki nenek tua bersyal kuning muda.

Si nenek terlihat sedang membaca sebuah buku. Lebih tepatnya, ia memaksakan diri untuk tak terganggu oleh suasana apa pun, termasuk bocah laki-laki yang telah menyelinap masuk ke kolong kursi yang didudukinya.

Nenek terus membaca sambil sesekali melihat ke arah bawah.

Ia tersenyum lalu melanjutkan bacaan. Ia mengeluh, Membosankan sekali menjadi Bibbi. Tua bersama buku yang tak pernah membalas bicara dan tak merasa kehilangan ketika Bibbi berpulang.

Buku yang ia baca mendekati akhir cerita. Tinggal beberapa halaman lagi sebelum ia tutup dan pulang ke rumah dengan tenang. Seorang bocah yang bersembunyi, mendengar jelas keluhan si nenek tua.

Nenek tampak begitu emosional terhadap tokoh yang hidup sendirian. Si bocah yakin, kisah si tokoh yang terdapat dalam buku tidak sesedih yang nenek itu keluhkan.

Hanya saja si bocah enggan bertanya apa yang terjadi pada Bibbi. Ia hanya tertegun melihat nenek berlinang air mata. Ini bukan pertama kalinya melihat nenek tua tersebut membaca buku yang sama di tiap akhir pekan. Buku berjudul The Magic Library pastilah buku yang telah ratusan kali dibaca nenek yang ia kenal bernama Dara.

Nenek berusia 60 tahun itu dikenal hidup di rumah sederhananya sendirian. Hanya beberapa kali asisten rumah tangga dan pengasuh menghampiri dua hari sekali. Selebihnya, Nek Dara akan berjalan sekitar 200 meter menuju perpustakaan pribadi miliknya setiap pagi.

Perpustakaan yang ia sulap lantai utamanya menjadi toko

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

buku dan ruang bawah tanah berisi ribuan buku yang menurut tetangga penampakan ruangan tersebut sangat menakjubkan.

Tanpa sadar si bocah telah duduk di samping nenek tua.

Menatap iba nenek yang merasa kesepian di taman yang sesak oleh pengunjung.

Pasti nenek sedang menangisi tokoh yang bernasib sama dengannya, menua bersama buku-buku yang menyebalkan.

Perlahan Dara menyadari ia ditatap oleh seorang bocah lalu menoleh ke arah si bocah. Dara seperti hendak mengatakan sesuatu, terdiam kemudian melanjutkan, “Kau tahu, nak? Menyenangkan sekali pada akhirnya. Tokoh favoritku di buku ini tak ada bedanya denganku, bukan?

Ia seorang bibliografer yang punya perpustakaan di ruang bawah tanah. Lihat, aku juga punya hal yang sama,” Dara kemudian tertawa. Ia sama sekali tak menyesal untuk tidak menikah. Meski harus melewati banyak hal yang menyebalkan seperti mata merabun, ingatan bermasalah dan kaki yang tak kuat lagi berdiri lebih lama membuatnya menyadari, ia tiba di kesulitan setelah berpuluh-puluh tahun hidup sendirian.

Untung saja fase menyebalkan itu tak berlangsung lama. Menurutnya menikmati masa tua bersama buku usang tidak salah, barusan ia hanya menangis haru atas pencapaiannya, memiliki ruang bawah tanah yang berisi ribuan buku menjelang berpulang.

Sebentar lagi. Harus kuwariskan ke siapa ribuan buku itu? Di buku tersebut, si Bibbi tak lagi diceritakan ke mana isi perpustakan ajaibnya diberikan.

Ia lantas menatap si bocah yang ternyata sedang asyik membolak-balikkan halaman dari buku yang tadi ia baca.

Sebagai perempuan yang tidak menikah, harusnya ke sembarang orang tidak masalah, bukan?[]

RISKI RAMADANI

TITIN KARMILA

Staf Penyiaran Periode 2019/2020

Bendahara Umum Periode 2017/2018

DAN SUAMI

DAN SUAMI

RIKA EFENDI Bendahara Umum Periode 2015/2016

DAN SUAMI

WIRZA RACHMAN Kadiv Litbang Periode 2016/2017

SAWITRI

Staf Perusahaan Periode 2017/2018

SEPTI DWI SABRINA Sekretaris Umum Periode 2016/2017

DAN SUAMI

WAH Y U M AULAN A

Resensi

Buku Sejarah yang Menyenangkan

S

ebagian orang merasa jika membaca buku sejarah sangat membosankan, bahkan penulis merasakan hal yang sama juga.

Perasaan yang berbeda timbul ketika tak disangka-sangka akhirnya telah menyelesaikan sebuah buku yang menuliskan riwayat singkat umat manusia.

Awal mula tertarik dengan buku ini bukan karena rekomendasi Barack Obama, Bill Gates, hingga Mark Zuckerberg yang tertulis rapi di belakang buku dengan sampul putih ini. Respon positif dari tokoh terkenal dunia bak kata-kata manis yang mengatakan bahwa buku ini layak untuk dibaca. Namun ada satu pertanyaan yang muncul ketika melihat sekilas judulnya. Apakah ada buku yang bisa menuliskan sejarah umat manusia yang tak bisa dibayangkan begitu banyak kisah yang telah dilaluinya dalam sebuah buku yang hanya terdiri dari 525 halaman?

Sapiens Riwayat Singkat Umat Manusia ditulis oleh Dr. Yuval Noah Harari. Pertama kali di publikasikan di Israel sebagai Kitzur Toldot Ha’enoshut pada tahun 2011. Beliau meraih gelar Ph.D sejarah dari Oxford University dan sekarang mengajar di Universitas Ibrani Yerusalem dengan spesialisasi sejarah dunia, begitulah yang tertulis di halaman terakhir buku pada bagian “Tentang Penulis”. Dikisahkan juga jika Yuval memang tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan besar seperti hubungan antara sejarah dengan biologi, hingga apakah manusia semakin bahagia seiring berjalannya sejarah?

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan dapat dijawab dalam buku ini, walau terkadang belum dapat dipastikan kebenarannya.

Yuval menyusun bukunya dalam 4 babak besar. Tertulis jelas dalam daftar isi bahwa buku ini membagi perjalanan sejarah

38

Homo sapiens menjadi 4 babak, yaitu Revolusi Kognitif, Revolusi Pertanian, Pemersatuan Umat Manusia, dan Revolusi Sains.

Buku ini memang lebih banyak menceritakan sejarah kita, sebagai spesies dengan nama ilmiah Homo sapiens yang berarti “manusia bijak”. Terlalu luas jika disebut manusia karena jenis manusia saja terdiri dari banyak spesies yang berbeda, sama dengan yang diceritakan dalam buku sejarah saat kita sekolah.

Bagian pertama buku ini menceritakan bagaimana awal dari kemunculan manusia. Yuval menghimpun berbagai sumber sejarah awal mula manusia hidup. Teori-teori yang dapat menjawab pertanyaan yang muncul bagaimana bisa Homo sapiens bisa menyingkirkan spesies manusia lain yang telah hidup lebih lama bahkan hingga 2 juta tahun sebelum kemunculannya. Jelas tak ada jawaban pasti yang bisa menjelaskannya.

Namun setidaknya, teori-terori tersebut dapat menjawab rasa penasaran yang muncul di awal bagian buku. Fondasi yang kuat terdapat pada bagian awal ini.

Cerita padat akan informasi yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya, hingga fakta-fakta unik yang berkaitan erat dengan tingkah laku Homo sapiens modern, disajikan oleh Yuval

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

berdasarkan penelitian para ilmuan yang telah dipublikasikan sebelumnya. Gaya penulisan sederhana dan mudah dipahami dapat menarik pembaca serta menimbulkan rasa penasaran.

Bahkan bisa dikatakan, jika bagian Revolusi Kognitif tidak dikemas semenarik ini, sebagian besar orang akan merasa bosan dan tidak akan melanjutkan bacaannya pada bagian berikutnya.

Revolusi kognitif berlanjut hingga Homo sapiens memasuki revolusi pertanian. Yuval mengisahkan diawal tulisan revolusi pertanian, Homo sapiens masuk dalam fase paling menyulitkan dalam tahapan evolusi manusia.

Transisi ini diawali dengan domestikasi gandum dan kambing pada sekitar tahun 95008500 SM di wilayah perbukitan Turki tenggara, Iran barat, dan Masyrik. Dalam pemikiran modern, revolusi pertanian merupakan lompatan besar bagi umat manusia. Domestikasi hewan maupun tumbuhan dapat menjadi modal ledakan populasi Homo sapiens hingga berkali-kali lipat. Namun Yuval dengan mengutip penelitian-penelitian yang telah dilakukan, domestikasi ini digambarkan sebaliknya. Gandumlah yang mendomestikasi Homo sapiens.

Berbagai fakta yang dikemuka-

Judul : Sapiens – Riwayat Singkat Umat Manusia Penulis : Yuval Noah Harari Jenis Buku : Non Fiksi Sejarah Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia Tahun Terbit : 2017 Jumlah Halaman : 544 halaman

kan Yuval pada bagian revolusi pertanian terasa seperti opini yang tak memiliki dasar dan tak masuk akal. Bagaimana bisa kita dapat hidup sampai sekarang kalau tidak melewati revolusi pertanian? Apakah manusia modern akan tetap menjadi pemburu-pengumpul yang memanjat pohon mangga demi makan siangnya? Pertanyaan ini akan muncul ketika menghabiskan bab revolusi pertanian.

Perspektif Yuval tak sepenuhnya salah, malah bisa menambah sudut pandangan baru tentang revolusi pertanian jika dilihat dari sudut pandang Homo sapiens yang hidup dikala itu. Bagian ini juga mengisahkan sisi gelap dari revolusi pertanian. Domestikasi hewan ternak seperti sapi digambarkan sebagai proses yang kejam. Kondisi ini juga tetap terjadi hingga masa sekarang. Bahkan mungkin setelah membaca buku ini, segelintir orang akan mulai berpikir untuk menjadi seorang vegetarian.

Pemersatuan umat manusia menjadi tajuk besar ketiga dalam buku yang telah diterbitkan dalam lebih dari 20 bahasa di seluruh dunia ini. Tatanan sosial yang telah terbentuk sejak revolusi pertanian semakin berkembang dalam perjalanannya. Kisah budaya yang diwariskan dan tak akan pernah berubah, bagaimana uang memengaruhi Homo sapiens, kejayaan era Kekaisaran Romawi hingga hukum agama diceritakan dengan apik oleh Yuval. Runtut-

an cerita secara kronologi dapat dirasakan pada tiap paragraf, sehingga pembaca tak mudah merasa tersesat dan segera menutup buku ini dikarenakan merasa bingung serta kehilangan gairah untuk membaca.

Memasuki 1500 M, Homo sapiens melewati tahap sejarah yang mengubah seluruh takdir kehidupan di bumi. Revolusi sains bermula saat manusia menemukan ketidaktahuan.

Rasa ingin tahu yang tinggi dan “hadiah” yang didapat ketika memecahkan misteri memacu umat manusia untuk berkembang lebih cepat. Secara statistik, dalam periode ini pertumbuhan manusia di berbagai bidang berbentuk kurva eksponensial, baik dalam populasi, ekonomi dan konsumsi. Semua terasa berubah sangat cepat.

Kemampuan manusia tumbuh berkali-kali lipat dalam hal pengetahuan hanya dalam waktu ratusan tahun. Pengetahuan menjadi komoditas yang dapat dijadikan modal bersaing dengan bangsa lain. Gejolak yang terjadi dalam tahap ini diceritakan hingga revolusi industri mengubah cara hidup manusia. Gambaran sains dan revolusi industri yang berdampak besar kepada umat manusia digambarkan dengan perlahan namun pasti. Pembaca akan dibawa seperti dalam roller coaster yang melewati tanjakan dan turunan memacu adrenalin.

Walau tak selengkap yang

“Kamu tidak akan pernah bisa meyakinkan monyet untuk memberimu pisang dengan menjanjikannya pisang tanpa batas setelah mati di surga monyet.”

YUVAL NOAH HARARI Penulis buku Sapiens Sejarah Singkat Umat Manusia

dibayangkan, bagian ini cukup menarik dengan segala kisah yang diceritakan oleh Yuval.

Sapiens Riwayat Singkat Umat Manusia bukanlah buku sejarah yang sempurna. Kurangnya perspektif lain dalam memandang revolusi pertanian, hingga ketertarikan Yuval kepada salah satu agama tertulis jelas dibuku ini. Menakar kebahagiaan dalam perspektif biologis dan menghubungkannya dengan agama Budha menjadi salah satu bukti bahwa buku ini kebanyakan adalah opini dari sang penulis.

Porsinya memang tak banyak, namun bisa dapat menjadi alasan buku ini tak bisa menjadi satu-satunya referensi dalam memahami Homo sapiens secara utuh. Sebagai catatan, Yuval juga menyertakan referensi yang digunakan dalam menyusun buku ini, sebagian besar dari penelitian-penelitian ilmiah.

Gaya penulisan yang ringan namun padat akan informasi, menjadi titik keberhasilan Yuval mengemas buku ini menjadi buku yang tak sulit untuk direkomendasikan kepada pembaca novel fiksi sekalipun. Membuat tiap orang yang berhasil menamatkan buku ini merasa menjadi orang yang lebih “open minded” karena mengetahui dan menerima bagaimana perspektif lain sejarah umat manusia. Tentu berbeda dengan sejarah yang telah diceritakan oleh agamanya masing-masing, yang wajib hukumnya untuk diimani tanpa merasa berdosa jika percaya dengan apa yang dikisahkan oleh Yuval.

Yuval menutup Sapiens Riwayat Singkat Umat Manusia dengan bukti bahwa kita sebagai Homo sapiens modern mulai melewati batas-batas biologis.

Mengajak pembaca untuk melihat manusia yang telah berhasil menciptakan kecerdasan buatan, hingga hidup layaknya Tuhan yang maha menciptakan dan memusnahkan. Penutup ini dapat menjadi jembatan yang mengantarkan pembaca untuk lanjut menamatkan buku Yuval berikutnya yaitu Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia.[]

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

39

Khasiat Kurkumin pada Kunyit sebagai Imunomodulator

I

ndonesia bak surga yang jatuh ke bumi lantaran sangat begitu kaya akan hasil sumber daya alamnya, salah satunya adalah rempahrempah. Keragaman jenis rempah-rempah khas Nusantara menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Indonesia dijuluki sebagai Mother of Spices karena dari sekitar 400-500 spesies rempah di dunia, 275 diantaranya ada di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara yang paling banyak menghasilkan jenis rempah-rempah. Kunyit salah satunya, yang merupakan jenis rempah yang paling umum ditemui di Indonesia.

Kunyit (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.) tergolong dalam suku jahe-jahean atau zingiberaceae.

Tanaman yang satu ini termasuk salah satu tanaman rempah

dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Kunyit dikenal sebagai bahan pelengkap makanan yang memiliki cita rasa dan warna yang khas. Rempah yang satu ini juga tidak hanya digunakan sebagai bumbu dapur, melainkan juga untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan karena kandungan yang dimilikinya.

Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman rimpang yang satu ini terdiri atas zat warna kurkuminoid, minyak atsiri, dan senyawa lainnya.

Kurkuminoid merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri atas kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.

Kandungan utama kunyit adalah kurkumin yang merupakan komponen penting dari Curcuma longa Linn dan memberikan warna kuning yang khas. Kurkumin merupakan bagian dari kombinasi tiga

molekul yang disebut kurkuminoid. Senyawa ini merupakan golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang kerap digunakan sebagai penguat cita rasa pada makanan. Senyawa kimia pewarna kuning tersebut diduga mampu membantu proses penyembuhan dan menunjang sistem kekebalan pada tubuh.

Pandemi Covid-19 sempat menyorot penggunaan senyawa aktif kurkumin pada kunyit.

Senyawa ini disinyalir dapat meningkatkan ekspresi enzim ACE-2 (angiotensin converting enzyme 2) yang merupakan tempat masuknya virus SARS-CoV-2. Namun terdapat penelitian berbasis bioinformatika yang menyebutkan bahwa senyawa kurkumin dapat berikatan dengan reseptor protein virus, menghambat aktivitas dan pertumbuhan virus, serta menghambat terjadinya

FO TO : HA L OD OC

D ER Y WAH Y UD I

Ilmiah

40

Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura

Imunomodulator merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok agen atau senyawa yang dapat mengubah atau mempengaruhi sistem imun menjadi normal kembali.

Pengaturan fungsi ini meliputi menaikkan, menurunkan atau meregulasi reaksi imun dalam tubuh menuju normal. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering terpapar oleh patogen berbahaya dan polutan lingkungan yang dapat memengaruhi status kesehatan dan homeostasis/keseimbangan tubuh. Oleh karena itu, adanya imunomodulator mampu meningkatkan atau menekan respons kekebalan pada penyakit yang dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh.

Kemampuan imunomodulator dari kurkumin timbul dari interaksinya dengan berbagai imunomodulator lain, baik itu komponen seluler maupun komponen molekuler yang terlibat dalam proses inflamasi, termasuk mengontrol dan melemahkan pelepasan sitokin.

Beberapa data pra-klinis dan klinis menunjukkan efektivitas kurkumin dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit seperti kanker, kardiovaskular, inflamasi, metabolisme, neurologis, dan penyakit kulit. Efek anti-inflamasi dari kurkumin juga digunakan lebih lanjut untuk meningkatkan kemanjuran agen anti mikroba. Berdasarkan banyak penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa kurkumin dapat memodulasi jalur molekuler yang terlibat dalam peradangan dan respon imun. Selain itu, kurkumin juga dikaitkan dengan kemampuannya sebagai

FOT O: UNSP LASH /FOOD ISM 3 6 0

badai sitokin. Sindrom badai sitokin ini merupakan kumpulan gejala yang terjadi akibat peningkatan jumlah sitokin (terutama IL-6 dan TNFα) dalam tubuh pasien Covid-19. Gejala tersebut berupa memburuknya kondisi paru-paru pasien yang ditandai dengan sesak nafas yang semakin memberat. Peran kunyit sebagai imunomodulator justru sangat disarankan untuk mencegah terjangkit virus, baik itu SARS-CoV-2 maupun infeksi virus secara umum.

antioksidan, penghambatan karsinogenesis, penghambatan proliferasi sel, antiestrogen, dan antiangiogenesis.

Senyawa bioaktif lain dari kunyit telah diselidiki karena kemampuannya memodulasi sistem kekebalan selain kurkumin yang meliputi α-turmerone dan ar-turmerone. Senyawa lain seperti turmerin, elemene, furanodiene, curdione, bisacurone, cyclocurcumin, calebin A, dan germacrone, juga telah terbukti menunjukkan aktivitas biologis yang berperan sebagai anti-inflamasi dan anti kanker.

Manfaat lain dari kunyit dalam mengatasi gangguan kesehatan juga telah banyak dibuktikan.

Sebuah penelitian menyatakan kemampuan kunyit sebanding dengan obat ibuprofen dalam mengatasi s atau peradangan sendi akibat kerusakan tulang rawan. Mengonsumsi suplemen kunyit juga bisa meringankan rasa sakit akibat menstruasi.

Mengonsumsi kunyit juga bisa membantu mengurangi gejala perut kembung pada penderita dispepsia. Menurut beberapa penelitian juga menyampaikan bahwa kurkumin dapat mengurangi pertumbuhan pembuluh darah baru pada tumor, penyebaran kanker, serta berkontribusi pada kematian sel kanker.

Ada banyak cara untuk mengonsumsi kunyit melalui olahan makanan dan minuman.

Perlu diingat pula bahwa tiap hal yang berlebihan tentu dapat berujung kurang baik. Kunyit yang dikonsumsi dalam jumlah

berlebihan dapat menyebabkan detak jantung menjadi abnormal dan menimbulkan efek samping lainnya. Oleh karena itu, sebelum mengonsumsi kunyit sebagai pendamping pengobatan, alangkah lebih baik jika melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter.[] Referensi: Catanzaro M, Corsini E, Rosini M, Racchi M, Lanni C. Immunomodulators Inspired by Nature: A Review on Curcumin and Echinacea. Molecules.

2018;23(11):2778. Published 2018 Oct 26. doi:10.3390/ molecules23112778.

Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM. 2020. Kunyit (Curcuma Longa Linn.). [online] Dapat diakses di: https://ccrc. farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 [Diakses pada 16 Juli 2020].

Pribadi, F., 2020. Kunyit Dan Temulawak, Immunomodulator: Menguntungkan Atau Merugikan? [online] UC x Corona (Covid-19).

Dapat diakses di: https://corona. uc.ac.id/kunyit-dan-temulawak-immunomodulator-menguntungkan-atau-merugikan/ [Diakses pada 16 Juli 2020].

Widiyastuti, Y. 2020. Curcumin, Aman Dikonsumsi Saat Pandemi Covid-19. [online] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dapat diakses di: https://www.litbang.kemkes. go.id/curcumin-aman-dikonsumsi-saat-pandemi-covid-19/ [Diakses pada 16 Juli 2020].

Majalah Mimbar Untan Edisi XIII

41