APRIL 2023
Serba Serbi Ramadhan 2023
HIJRIYAH
EDISI
ECorner
1444
Perbedaan 1 Ramadan antara Nahdatul
Ulama dan Muhammadiyah
DiIndonesia, metode penentuan awal puasa Ramadan biasanya dilakukan dengan menggunakan dua metode utama yakni hisab dan rukyat. Dua metode ini tentu berbeda satu sama lain.
Secara umum, metode hisab adalah metode penentuan awal bulan Ramadan berdasarkan perhitungan astronomi yang dilakukan oleh Lembaga Falakiyah. Sementara metode rukyat adalah metode penentuan awal bulan Ramadan berdasarkan pengamatan langsung bulan sabit dengan mata telanjang. Pengamatan bulan sabit ini dilakukan pada malam tanggal 29 bulan Syakban.
Dua metode tersebut merujuk pada cara yang dilakukan oleh dua ormas Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama biasanya menentukan awal Ramadan menggunakan metode rukyatulhilal, sementara Muhammadiyah menentukan awal Ramadan dengan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Sumber: nursyamcentre.com
Keputusan awal Ramadhan 2023 di Indonesia memang telah ditetapkan. Berdasarkan sidang isbat Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Ramadan 1444 H atau awal puasa Ramadhan 2023 jatuh pada Kamis (23/3/2023).
Berbeda dengan Pemerintah dan Nahdatul Ulama, Muhammadiyah telah menentukan awal dimulainya puasa Ramadan 2023, yaitu pada tanggal 1 Ramadan 1444 H yang bertepatan pada Rabu, 22 Maret 2023. Ditetapkannya tanggal tersebut mengacu pada Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2023 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah 1444 H yang diterbitkan.
Penentuan awal puasa Ramadan menurut Muhammadiyah didasarkan dari hasil hisab h Dua metode tersebut merujuk pada cara yang dilakukan oleh dua ormas Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama biasanya menentukan awal Ramadan menggunakan metode rukyatulhilal, sementara akiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (SS/AM/ SMF)
ECorner
ECorner
Ragam
Tradisi di Berbagai Daerah
Menyambut Bulan Suci
Ramadan
Ketika menyambut bulan suci Ramadan, terdapat banyak persiapan yang sering dilakukan setiap umat muslim di dunia, khususnya di Indonesia. Setiap masyarakat memiliki tradisi berbeda-beda dari daerahnya, dimana tradisi tersebut bermakna norma yang menjadi ciri khas dari setiap daerah. Berdasarkan berbagai sumber, berikut beberapa tradisi dalam menyambut Ramadan di setiap daerah:
1. Meugang di Banda Aceh
Tradisi yang berasal dari Aceh ini dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yaitu ketika menyambut bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha. Meugang adalah tradisi dimana warga
Aceh akan membeli daging dalam jumlah yang banyak, kemudian dimasak bersama-sama. Setelah itu, daging tersebut dinikmati bersama keluarga, kerabat, dan yatim piatu.
2. Malamang di Minangkabau
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dengan diawali mencari bambu, kemudian diisi dengan beras ketan putih dan santan untuk dibakar di atas api kayu bakar. Makanan tersebut disebut dengan lemang.
3. Megibung Karangasem di Bali
Tradisi ini berasal dari kata “Gibung” yang bermakna berbagi sambil duduk melingkar dan makan bersama dengan nasi diatas nampan. Biasanya, tradisi ini membagi kelompok yang terdiri dari 4-6 orang untuk makan bersama. Selain untuk menyambut Ramadan, ritual ini dilakukan pada tanggal 10, 20, dan 30 Ramadan.
Tradisi ini merupakan kegiatan wajib bagi masyarakat Jawa Kejawen khususnya Jawa Tengah. Mereka akan mengunjungi makam kerabat atau leluhur, yang diawali dengan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian tabur bunga dan doa tahlil. (RR/NM/SMF)
4. Nyadran di Jawa
ECorner
Perbedaan Metode NU dan Muhammadiyah dalam
Menetapkan Satu Syawal
Sudah menjadi hal yang lumrah tentang perbedaan yang terjadi antara NU dengan Muhammadiyah dalam penetapan
1 Syawal. Perbedaan penentuan tersebut seringkali menjadi pertanyaan yang dilontarkan oleh sejumlah umat Muslim di Indonesia. Dalam hal ini, perbedaan disebabkan oleh metode yang digunakan oleh kedua organisasi islam terbesar di Indonesia tersebut dalam menentukan 1 Syawal. Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyatulhilal, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode wujudul hilal.
Metode rukyat atau rukyatulhilal merupakan sebuah metode penetapan awal Ramadan dan 1 Syawal lewat pengamatan bulan. Hilal atau bulan sabit baru akan diamati ketika matahari tenggelam atau ketika mendekati waktu magrib dengan mata telanjang atau menggunakan bantuan alat optik, seperti teleskop. Jika hilal terlihat, maka saat sudah memasuki waktu magrib pada hari tersebut, ketika itu juga sudah termasuk tanggal 1 bulan baru. Namun, jika hilal tidak terlihat, maka umur bulan digenapkan menjadi 30 hari dan tanggal 1 bulan baru ditetapkan pada waktu magrib hari berikutnya. Saat ini, NU telah menggunakan kriteria baru dari MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dalam menjalankan metode rukyatulhilal, yaitu tinggi hilal minimal adalah 3 derajat dan jarak elongasi minimal 6,4 derajat.
Kemudian, metode yang digunakan oleh Muhammadiyah adalah metode wujudul hilal, yaitu suatu cara dalam menentukan awal
bulan dengan menggunakan perhitungan astronomi dan hisab yang terintegrasi dengan pengamatan hilal. Metode ini menggabungkan antara kajian ilmu falak atau astronomi dengan metode hisab untuk memperoleh prediksi tentang kemungkinan munculnya hilal secara ilmiah. Hasil dari perhitungan kemudian dibandingkan dengan pengamatan langsung hilal sebagai bentuk konfirmasi. Metode
tersebut digunakan oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan, termasuk dalam penetapan waktu puasa Ramadan dan penetapan 1 Syawal. (SAL/TB/SMF)