
3 minute read
Kisah Tragis Gundik dalam Balutan Kolonial
Kisah Tragis Gundik dalam Balutan Kolonialisme
Gilang Ayu Dwi Nanda
Advertisement
Judul Buku : Cantik Itu Luka Penulis : Eka Kurniawan Cetakan : Ke-duapuluh (April 2020) Tahun Terbit : Desember 2017 Penerbit : PT Gramedia Putaka Utama Jumlah Halaman : 508 halaman ISBN : 978-602-03-6651-7
Cantik Itu Luka adalah buku karya Eka Kurniawan yang diterbitkan pertama kali oleh AKYpress dan Penerbit Jendela pada tahun 2002. Eka Kurniawan sendiri lahir pada tahun 1975 di Tasikmalaya, dan menyelesaikan studinya di Fakultas Filsafat, Universitas Gajah Mada pada tahun 1999. Eka Kurniawan telah menciptakan berbagai karya tulis baik dalam bentuk cerpen, puisi, maupu novel yang telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Tak hanya itu, karya milik Eka Kurniawan telah mendapat berbagai macam penghargaan, salah satunya adalah novel Cantik Itu Luka yang berhasil menyabet piala kemenangan pada World Readers Award pada tahun 2016 silam. Novel Cantik Itu Luka, merupakan novel fiksi Eka Kurniawan yang memiliki latar belakang pada masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, dan masa setelah kemerdekaan. Selain historial yang cukup kental, novel ini juga menyajikan cerita mengenai hal-hal mistis, kepercayaan, sejarah, serta mitos-mitos pada masa tersebut. Cantik itu luka menceritakan seorang perempuan bernama Dewi Ayu yang merupakan keturunan Indo-Belanda, yaitu Henri Stammler yang merupakan orang Belanda, dan Aneu Stammler yang juga seorang Indo-Belanda. Yang mana pada novel ini, Dewi ayu dikisahkan memiliki kehidupan yang teramat berat. Diceritakan, Dewi Ayu adalah seorang perempuan dengan paras yang sangat cantik, akan tetapi kecantikkannya justru membawa dirinya menjadi seorang pelacur pada usia yang terhitung cukup belia, yaitu 19 tahun. Yang mana, pen-
giriman dirinya di rumah yang megah ‘Mama Kalong’ dengan iming-iming untuk menjadi perawat bagi para prajurit Jepang hanya omong kosong belaka. Dari situlah Dewi Ayu memulai hidupnya yang kelam. Pada masa tersebut, Dewi Ayu merupakan seorang pelacur dengan bayaran yang mahal di Halimunda.. Hingga hasil dari pekerjaannya tersebut, Dewi Ayu diberi berkah dengan kelahiran 4 puteri yang tidak diketahui asal muasal bapaknya. Tak sampai disitu, Dewi Ayu Kembali diberi cobaan ketika ketiga puteri yang memiliki wajah yang selaras dengan dirinya, si bungsu justru terlahir dengan wajah yang buruk rupa. Tiga puteri Dewi Ayu dengan paras cantiknya bernama, Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi. Dan si bungsu yang buruk rupa, bernama Cantik. Setelah beranjak dewasa, ketiga anak Dewi Ayu yang memiliki paras rupawan telah memutuskan untuk menikah. sementara anak terakhir, si Cantik, masih tinggal dengan Dewi Ayu dan seorang pembantu dirumahnya. Dikarenakan ketiga anaknya sudah menikah, yang diinginkan Dewi Ayu pada saat itu adalah meninggal. Maka pada waktu itu, Dewi Ayu memilih untuk mengurung diri dikamarnya dan tak butuh waktu lama akhirnya Dewi Ayu meninggal dirumahnya dengan meninggalkan seorang putri yang buruk rupa dan pembantunya. Hal magis dalam cerita ini begitu menonjol, terlebih ketika pada suatu saat seseorang datang mengetuk pintu rumah si Cantik. Yang tanpa di duga, Dewi Ayu Kembali muncul (bangkit dari kubur) dan memilih untuk kembali mengurus si Cantik. Bagi saya, baik kehidupan Dewi Ayu hingga keempat anaknya memiliki kehidupan yang amat berat dan terlampau tragis. Mulai dari pernikahan Alamanda dan Kapten Shodancho yang terus diwarnai pertengkaran. Kekasih Adinda, Kamerad Kliwon yang memutuskan untuk mengantung diri karena merasa bersalah telah menjalin hubungan gelap dengan Alamanda, kakak Adinda. Anak Maya Dewi dan Maman Gendeng, Rengganis yang diperkosa di kamar mandi sekolah. Dan Krisan yang merupakan kekasih Cantik terbunuh, dengan kalimat terakhir yang ia ucapkan, Cantik Itu Luka, cukup membekas di hati si Cantik Dapat dilihat di atas, bahwa novel ini memiliki permasalahan yang cukup kompleks dengan permasalahan antar tokoh yang saling berkesinambungan. Novel ini memiliki banyak sekali tokoh didalamnya, dengan setiap tokoh memiliki alur kisah masing-masing, sehingga menjadikan novel ini sulit untuk ditebak alur kedepannya. Akan tetapi, meski memiliki alur yang sulit ditebak, novel ini memiliki transisi pergantian alur yang baik dan halus sehingga pembaca kadang tidak sadar jika alur dari novel telah berubah. Penggunaan bahasa yang sedikit ringan, menjadikan novel ini mudah untuk dimengerti dan dipahami. Menurut saya, novel ini sangat cocok dibaca bagi orang-orang yang menyukai sastra, novel ini juga cocok dibaca oleh orang yang menyukai genre magis dan sejarah. Namun novel ini kurang cocok dibaca oleh anak usia sekolah, dikarenakan didalam novel terdapat banyak adegan vulgar dan bahasa yang kasar.