
1 minute read
Membaca Menekurkan Kesadaran
Membaca Menelurkan Kesadaran
Rynaldi Fajar Septrianto
Advertisement
Membaca dapat membawa seseorang menjadi seperti yang dibacanya. Membaca melahirkan realitas yang dapat melawan, bahkan dapat menggugurkan pikiran. Karena buku yang menjadi bacaannya akan mengkehendaki fantasi menjadi sebuah kebenaran. Bukan realitas yang memaksa seseorang bertindak. Orang yang rajin membaca, sampai apa yang dibacanya menjadi kenyataan bagi dirinya sendiri. Miquel de Cervantes menuliskan orang yang gila baca melalui jelmaan Don Quixote. Kisah Don Quixote merupakan imaji gila yang menyatakan kritik terhadap kenyataan. Dengan gila membaca ia menjadi layaknya kesatria yang sedang berper- ang lantaran membaca kisah peperangan. Dengan demikian, petualangan Don Quixote menjadi kesatria dari daerah de la Mancha. Tak ayal kisah Don Quixote banyak dikembangkan dalam sastra klasik Eropa yang menjadi sumber inspirasi lantaran Don Quixote mampu mengenyahkan keterbatasan diri karena ia membaca. Namun, Cervantes membangkitkan utopia dari nilai pembelaan orang yang kuat terhadap orang yang lemah. Seperti pada kisah Don Quixote sebagai orang aristokrat yang mencintai Dulcina del Toboso yang berasal dari kalangan pariah. Pembelaan terhadap nilai-nilai egaliter telah tertanam bahwa kecintaan Don Quixote kepada Dulcina merupakan bentuk penghargaan, bukan untuk merendahkan dirinya sendiri, tetapi mengangkat derajat Dulcina mempunyai kedudukan setara.
Sekarang dapat kita perdebatkan mengenai kebenaran. Adakah kebenaran yang didapat dari kisah fiksi gubahan Cervantes ini. Dostoyevsky mengatakan bahwa kebenaran diselamatkan oleh kebohongan. Kebohongan inilah yang diselamatkan dari kisah Don Quixote terdapat nilai-nilai yang tak sepenuhnya konyol. Justru tindakan yang tak seyogyanya konyol itu melahirkan pemikiran mengenai cinta dan keadilan yang tak membeda-bedakan. Kadang kala ada kebohongan yang menyelamatkan kebenaran. Bisa saja kisah yang Cervantes tulis itu bohong. Namun, kebohongannya tak terungkat nilai kebenaran dan keadilan. Sekilas, membaca dari siapapun pengarangnya kita mendapati kesembatan untuk mengembangkan kreativitas di luar diri kita. Membaca melahirkan kesadaran berdasarkan proses yang kreatif. Dengan demikian, kita dapat memperdalam bahkan mengonfrontasikan berdasarkan pengalaman serta perasaan. Membaca juga tak hanya sekadar mengumpulkan teks untuk dicerna ke dalam diri pembaca. Sindhunata pernah berujar bahwa membaca adalah sebuah pergulatan yang berat. Pembaca harus dibekali dengan pengalaman, sejarah hidupnya, perasaan, serta keputusannya.