
3 minute read
Literasi
Laporan Utama
Lentera Penulis Menapaki Gulita Dunia Literasi
Advertisement
Nova Wisnu Murti
Setelah sekian lama tenggelam dalam gelap, kini Indonesia mulai perlahan bangkit dengan hadirnya sastrawan–sastrawan muda yang keberadaannya bak lentera yang mampu memberikan harapan bagi dunia literasi, terutama di Indonesia. Tak hanya itu, saat ini mulai nampak berbagai macam gerakan yang menggaungkan urgensi literasi bagi kehidupan, maupun gebrakan-gebrakan baru yang dilakukan dengan aksi nyata. Memiliki napas yang ringan, salah satu karya besutan Ahmad Tohari yang berjudul Berkisar Merah menjadi awal mula Eko, begitu ia akrab di sapa, terjun dalam dunia literasi. Ketidaktahuannya tentang sastra dan literasi, perlahan dipatahkan oleh rasa cemburu kala, Yunita, salah satu mahasiswi Fakultas Ekonomi yang tergabung dalam komunitas Senjanara telah berhasil menerbitkan sebuah buku puisi. “Kalau anak ekonomi saja sudah menulis, kenapa anak bahasa enggak?” ungkapnya (23/5). Eko Setyawan merupakan salah satu dari sekian sastrawan muda yang memiliki peran penting dalam dunia literasi. Buta dalam dunia sastra, keingintahuannya tentang sosok Sapardi, Joko Pinurbo, dan Goenawan Mohamad perlahan menuntunnya untuk menapaki gelapnya dunia literasi di Indonesia, dengan berbagai karya sastra puisi dan cerpen yang ia tulis. Eko sendiri mengaku iri dengan penulis yang berhasil menghasilkan tulisantulisan yang apik. Terlebih bangku perkuliahan, yang telah mengenalkan Eko dengan komunitaskomunitas juga sosok-sosok yang menjadi pendorong baginya untuk menulis. Seperti halnya sosok Nafi Adilah, Aqib Wisnu, Lenang Manggala, dan Sapta Arif yang merupakan pendiri komunitas Senjanara, menjadi pengantar Eko untuk menulis. Hingga pada akhirnya, Eko Setyawan berhasil menuntaskan cerpen pertamanya yang berjudul ‘Rumah di Ujung Pertigaan Jalan,’ dan berhasil dimuat di Surabaya Post pada 10 September 2017 silam. Berangkat dari hal itu pula, Eko memilih untuk bergabung dengan komunitas Kamarkata Karanganyar, yang ia jadikan wadah untuk terus menghasilkan karya-karya sastra yang menawan. Eko sendiri sudah memiliki beberapa karya yang diterbitkan, baik mengenai antologi puisi maupun cerpen, seperti, ‘Harusnya, Tak Ada yang Boleh Bersedih di Antara Kita,’ ‘Merindukan Kepulangan,’ ‘Mengunjungi Janabijana,’ dan buku terbaru yang akan dirilis ‘Peristiwa Yang Kami Sepakati,’ serta beberapa karya tulis lain yang sedang dalam proses penerbitan. Dalam perbincangan di Kantin Yu Sri FKIP UNS siang hari itu, Eko Setyawan membeberkan betapa pentingnya membaca, terutama bagi penulis sepertinya. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Pascasarjana UNS tersebut, ikut mengutarakan ketidaksamaan pendapatnya dengan beberapa orang awam yang sering mengatakan, bahwa menulis dan sastra bisa dilaikukan dengan mengarang. Baginya, sebuah karya sastra harus memiliki isi yang ingin disampaikan kepada pembaca. “Mungkin kalau sastra dan fiksi itu mengarang, iya. tapi tetap harus ada isinya, jadi menurutku sastra itu nggak bisa kalau hanya mengarang.” Ungkapnya.

Eko juga menambahkan, sebagai seorang pen ulis, membaca adalah sebuah kebutuhan dan membaca adalah sebuah kunci. Ia turut membagikan sebuah tips atau ritual yang dilakukan ketika ingin menulis baik cerpen maupun puisi. Ritual tersebut adalah 4M, Membaca, Membaca, Membaca dan Menulis. “Kalau memang in-

gin menulis, kuncinya adalah bacaan. Kalau mau menulis puisi, ya harus baca 3 puisi dulu, baru kita mulai nulis puisinya. Kalau mau nulis satu cerpen ya minimal harus baca 3 cerpen dulu,” imbuhnya. Menurutnya, dengan membaca ini, ia jadi tahu akan banyak hal, yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang sebelumnya tidak minat menjadi minat.
Lama bergelut dalam dunia sastra dan literasi, Eko nyatanya sudah menghasilkan karya-karya yang mendapat apresiasi dari banyak orang. Seperti buku puisi ‘Mengunjungi Janabijana’ miliknya yang terbit pada tahun 2020 lalu, berhasil mendapatkan Penghargaan Prasidatama 2021 sebagai kategori Antologi Buku Puisi Terbaikoleh Balai Bahasa Jawa Tengah. Hal ini tentunya menjadi bukti, bahwa literasi tak sepenuhnya melulu mengenai membaca buku di sudut ruangan, lalu dilupakan. Literasi mampu menghantarkan seseorang untuk menemukan mimpinya dan membuatnya menjadi lentera yang menerangi dunia literasi.
Antusiasme Literasi Novel
Saat ini, antusiasme muda-mudi di Indonesia terhadap buku bacaan terutama novel kian mengalami peningkatan. Gilang Ayu, mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Solo mengungkapkan, setiap novel memiliki daya tariknya sendiri. Ia menambahkan, bahwa sebenarnya minat baca atau literasi di Indonesia itu tidak sepenuhnya rendah dan gelap, hanya saja setiap orang harus menemukan bacaan yang tepat yang sesuai dengan selera masing-masing. Ia sendiri mengaku, dengan seringnya dia membaca buku, baik buku cerpen, puisi dan novel dapat meningkatkan daya imajinasi, dan memperluas pemikiran. Panji Sukma, salah satu sastrawan sekaligus novelis yang juga tergabung dalam Komunitas Kamar Kata Karanganyar mengungkapkan alasannya lebih memilih untuk menulis novel. “Saya merasa karya novel memiliki gaung yang panjang di kepala pembaca,” ungkapnya. Karya-karya yang ia tulis, terutama novel Sang Keris, menurutnya akan menjadi pemancing generasi muda utuk belajar sejarah. Hal ini dikarenakan karya fiksi tersebut sangat beririsan dengan sejarah Indonesia. Mas Panji, begitu sapaan akrabnya, pun sudah mengeluarkan karya-karya tulisnya dalam bentuk novel, seperti ‘Astungkara’ dan ‘Sang Keris” yang menjadi masterpiece miliknya.