Majalah Cakrawala DPD HPI Bali

Page 50

OPINI

ang Widhi – pencipta alam semesta dan segala isinya. Oleh karena itu, pendalaman makna hari raya Nyepi penting dilakukan untuk menguatkan keyakinan umat Hindu pada tradisi religiusnya sekaligus agar nilai ini dapat direvitalisasi dalam konteks kekinian. Pada saat bersamaan, juga fenomena global menunjukkan kekhawatiraan masyarakat dunia pada terjadinya perubahan iklim, naiknya suhu bumi, dan kerusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia. Artikel ini pada dasarnya hendak memaknai Nyepi, baik sebagai ekspresi religius maupun kearifan lingkungan Hindu sehingga memberikan sumbangan yang berharga bagi alam dan manusia. Pemaknaan Hari Raya Nyepi diawali dengan mencermati rangkaian ritual dan kemudian menafsirkannya dalam kerangka religiusitas dan kearifan lingkungan. Religiusitas dimaknai secara filosofis-teologis,

50

FEBRUARI - APRIL 2012

sedangkan kearifan lingkungan dimaknai sesuai prinsip-prinsip environmentalisme Hindu. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah ekologi budaya yang dikembangkan oleh Julian H. Stewart dan Roy A. Rappaport bahwa agama dan kebudayaan suatu masyarakat berhubungan erat dengan lingkungan alamnya. Pertama, Nyepi diawali dengan upacara Melis, Melasti, Makiyis, atau Jaladri Puja. Bentuk upacaranya adalah menyucikan seluruh arca, pratima, dan simbol-simbol keagamaan lainnya ke laut, muara sungai, danau, atau sumber-sumber air yang disucikan. Upacara ini dilaksanakan 3 (tiga) hari sebelum Nyepi. Dalam lontar Sundarigama dijelaskan bahwa melasti adalah “anganyutaken papa, klesa letehing bhuwana angamet sarining tirta amerta kamandalu� (menghanyutkan segala kekotoran dunia untuk men-

dapatkan air suci kehidupan). Secara ekologi dapat dipahami bahwa upacara ini merupakan upaya pelestarian sumber-sumber air, seperti laut, danau, sungai, dan mata air yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Melalui upacara melasti inilah sumber-sumber air tersebut dimohonkan kelestariannya kepada Hyang Widhi sehingga bermanfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia, dan lingkungan alam. Kedua, upacara pacaruan atau tawur kasanga dalam berbagai tingkatannya dilaksanakan pada tingkat keluarga, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Upacara ini tergolong dalam bhuta yajna sehingga dalam pelaksanaannya dibarengi dengan pawai ogoh-ogoh, yaitu gambaran sosok raksasa yang diarak berkeliling dan kemudian dibakar bersamaan dengan puncak upacara pacaruan. Dalam filsafat


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.