4 minute read

Gambar 1.3 Wawancara dan Diskusi di LTSP-P2TKI Kab. Lombok Timur

• Lombok Timur

Dibandingkan dengan dua LTSA yang telah disinggung sebelumnya, LTSA Lombok Timur tergolong paling lengkap dalam hal layanannya. Saat ini, ada enam layanan yang sudah hadir, antara lain BP2MI/ BP3TKI, BPJS Ketenagakerjaan, Disnaker, petugas layanan kesehatan dari Dinkes, Disdukcapil dan Imigrasi. Perlu menjadi catatan bahwa meski petugas layanan kesehatan sudah dihadirkan, akan tetapi tidak ada sarana kesehatan di LTSP-P2TKI, dan pemeriksaan medis tetap dilakukan di luar LTSA, di rumah sakit yang menjadi rujukan, biasanya di Rumah Sakit Lombok Timur, yang masuk ke dalam kategori Tipe B. Umumnya, biaya yang dikenakan untuk pemeriksaan medis adalah sebesar Rp. 500,000 hingga Rp. 800,000.

Advertisement

Secara garis besar, alur pengurusan dokumen di LTSP-P2TKI Lombok Timur adalah sebagai berikut: • Petugas BP2MI melakukan registrasi dan mengecek kelengkapan berkas/ dokumen CPMI; • Petugas Disnaker melakukan pemeriksaan berkas, dan melakukan proses wawancara; • Setelah pemberkasan dan wawancara dilakukan, dokumen yang telah dilengkapi diserahkan ke petugas Disdukcapil. Mekanisme pemeriksaan oleh Disdukcapil adalah dengan penelusuran NIK, untuk memastikan CPMI tidak berasal dari luar wilayah. Sistem secara otomatis akan menolak permohonan dari CPMI yang tidak tercatat berdomisili di Lombok Timur; • Setelah pemeriksaan dan pencatatan oleh Disdukcapil, berkas ditindaklanjuti dengan pembuatan identitas (ID) pada Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI, sebelumnya Sisko TKLN); • Setelah pembuatan ID, CPMI melakukan pembayaran asuransi ke BPJS

Gambar 1.3 Wawancara dan Diskusi di LTSP-P2TKI Kab. Lombok Timur Peneliti lokal, Usman (kiri; baju putih) sedang memimpin wawancara dan diskusi dengan para petugas LTSPP2TKI di ruangan rapat LTSPP2TKI Kab. Lombok Timur

Ketenagakerjaan. Pembayaran dilakukan melalui bank, akan tetapi karena belum ada perwakilan perbankan di LTSP-P2TKI, proses harus dilakukan di luar LTSA; • Setelah penyerahan bukti pembayaran asuransi, Disnaker akan akan menerbitkan dan mencetak berita acara dan rekomendasi pembuatan paspor. Kepala Dinas selaku koordinator atau perwakilan bidang teknis menandatangani penetapan rekomendasi; • Rekomendasi diserahkan ke Imigrasi untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan dan penerbitan paspor. Pembuatan paspor bagi PMI yang baru pertama kali berangkat tidak bebas biaya, sementara bagi PMI yang melakukan penggantian paspor (masa berlaku paspor lama habis), dikenakan biaya sebesar Rp. 350,000.

Menurut salah satu petugas yang sempat diwawancarai di oleh tim peneliti di Lombok Timur, PAP saat ini sudah dapat dilakukan di LTSP-P2TKI. Selain itu, meski kepolisian belum bisa hadir di LTSP-P2TKI, jika ada CPMI yang membutuhkan SKCK ada petugas akan membantu menguruskan ke pihak kepolisian. Meski belum menyediakan loket pengaduan, LTSP-P2TKI Lombok Timur telah melakukan pengadaan kotak aduan dan informasi masyarakat. Kotak tersebut diletakkan di depan kantor LTSP-P2TKI sebagai mekanisme untuk menerima pengaduan dari PMI dan keluarganya.

Terkait kendala yang masih ada, di tingkat teknis, petugas menyebut soal jaringan server yang terkadang mengalami gangguan. Perangkat LTSP-P2TKI juga menyinggung persoalan SDM yang terbatas, di mana kemudian tidak banyak petugas di LTSP-P2TKI yang berstatus PNS. Lebih banyak merupakan pegawai honorer. Tidak mengherankan kemudian timbul juga keluhan mengenai kesejahteraan mereka.

Menarik untuk dicatat bahwa pihak Disnaker Lombok Timur mengatakan belum dapat melakukan sosialisasi di tingkat desa karena keterbatasan anggaran. Hal ini dibenarkan oleh perwakilan Desa Gelanggang yang mengatakan bahwa masyarakat setempat belum mendapatkan sosialisasi tentang LTSA. Sosialisasi yang pernah dijalankan tercatat kepada 10 kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Untuk menengahi kebuntuan sosialisasi, solusi yang pernah dijalankan kemudian adalah menggandeng P3MI untuk melakukan sosialisasi, salah satunya di Desa Stanggor. Pihak Disnaker Lombok Timur mengungkapkan juga bahwa sosialisasi ke desa terhambat oleh beberapa kendala di desa, antara lain desa belum berani mengalokasikan anggaran untuk diseminasi informasi migrasi aman karena belum ada nomenklatur resmi, dan juga belum ada instruksi Permen untuk penganggaran

tersebut. Menarik untuk dicatat bahwa Imigrasi Lombok Timur memberikan pernyataan bahwa untuk tahun 2021 ini pihaknya akan mulai mengadakan sosialisasi ke desa, dengan target 1 desa per bulan. Tidak terlalu jelas bagaimana koordinasi antarinstansi yang sama-sama berada dalam LTSA ini berjalan terkait dengan penyelenggaraan sosialisasi, misalnya antara Disnaker dan Imigrasi.

Seperti halnya dengan dua LTSA lainnya, LTSP-P2TKI Lombok Timur juga memberikan penekanan terhadap peran P3MI dalam proses yang berlangsung di LTSA. Jika ditemukan kekurangan atau kesalahan data, berkas/dokumen dikembalikan ke P3MI. Pihak LTSA juga meminta direktur utama atau kepala cabang P3MI untuk hadir langsung pada saat penandatanganan berita acara dan perjanjian penempatan. Selain itu, LTSP-P2TKI juga mensyaratkan petugas P3MI yang dikirim untuk mendampingi PMI memiliki surat tugas serta kartu identitas (ID card) yang dikeluarkan oleh P3MI. Pelayanan hanya bisa dilangsungkan jika kelengkapan syarat tersebut dipenuhi. Meski prosedur ini dapat dibaca sebagai praktik-praktik langkah pelindungan yang (bermaksud) baik (memastikan pertanggungjawaban P3MI dalam penempatan), akan tetapi di saat yang bersamaan juga muncul pertanyaan terkait kemungkinan PMI untuk melakukan proses pengurusan dokumen secara mandiri.

Juga menjadi catatan adalah posisi P3MI dalam payung hukum LTSP-P2TKI Lombok Timur, yaitu Peraturan Bupati Lombok Timur No. 14 Tahun 2017. Di dalam aturan tersebut tercantum bahwa keanggotaan LTSP-P2TKI terdiri atas personil/ aparat yang ditunjuk oleh pimpinan Perangkat Daerah atau instansi/lembaga terkait, meliputi: (i) unsur Asosiasi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta. Selain masih memakai nomenklatur lama (sekarang aktor swasta pelaksana penempatan dirujuk sebagai P3MI), pengikutsertaan P3MI di sini menghadirkan tanda tanya besar mengenai keberpihakan LTSA, dan pertentangannya dengan semangat UU No. 18 Tahun 2017 untuk melindungi pekerja. Klausul ini semakin menimbulkan tanda tanya ditinjau dari ketidakberimbangan partisipasi, di mana perwakilan masyarakat sipil tidak ikut disertakan dalam keanggotaan.