2 minute read

Tabel 3.6 Profil LTSA di Banyuwangi, Karawang dan Lombok Timur

Tabel 3.6 Profil LTSA di Banyuwangi, Karawang dan Lombok Timur

LTSA Tahun berdiri Dasar hukum Layanan yang tersedia (pada saat penelitian ini dilakukan)

Advertisement

Jarak/waktu tempuh dari desa terjauh ke LTSA

Banyuwangi (tergabung dengan Mal Pelayanan Publik) Layanan untuk PMI dibuka 2017 (diresmikan 2018) Peraturan Daerah No. 15 tahun 2017 tentang Perlindungan TKI Kabupaten Banyuwangi di Luar Negeri Disnaker (Di dalam MPP terdapat BPJS TK, Imigrasi, dan Disdukcapil, tetapi pelayanannya umum. Yang dirujuk sebagai LTSA hanya Disnaker) Jarak LTSA kota Banyuwangi dari Desa Sarongan dan Kalibaru (dua desa terjauh) adalah sejauh 95 km dengan waktu tempuh dapat mencapai 2.5 jam

Karawang (menggunakan nama Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pekerja Migran Indonesia) Diresmikan sebagai LTSA sejak 2018; PTSP membuka layanan sejak Desember 2016 Peraturan Bupati Karawang No. 69 Tahun 2009 tentang PTSP; Raperda Kabupaten Karawang No. Tahun 2021 tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Asal Daerah Kabupaten Karawang BP2MI Disnaker Imigrasi

Lombok Timur 2018 Peraturan Bupati Lombok Timur No. 14 Tahun 2017 mengenai LTSP-P2TKI BP2MI Disnaker Dinkes (petugas layanan kesehatan) Disdukcapil Imigrasi BPJS Ketenagakerjaan Jarak LTSA dari ujung pesisir daerah Desa Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan kurang lebih 40 km

3.2.2 Penggunaan LTSA oleh PMI

Dari paparan yang dirangkum Tabel 3.7, menarik untuk diamati bahwasanya banyak dari responden PMI yang telah mengakses LTSA pun tidak mengetahui bahwa sebenarnya mereka sudah melakukan proses prakeberangkatan di sebuah

layanan terpadu. Dari total 33 responden di tiga wilayah, terdapat 17 orang yang melalui LTSA, hanya 6 orang yang menyadari keberadaan LTSA.

Secara lebih terperinci dapat dicermati, bahwasanya di Karawang, dari 7 orang yang melalui LTSA, hanya 1 orang yang menyadari adanya layanan terpadu tersebut (lihatTabel 3.7b), sementara di Lombok Timur, dari 6 orang yang sebenarnya melalui LTSA, tidak ada satu pun yang mengetahui mereka telah mengakses layanan tersebut (lihat Tabel 3.7c). Seringkali para responden hanya mengetahui bahwa yang telah mereka akses adalah layanan Dinas Ketenagakerjaan. Mengafirmasi temuan dalam survei kuantitatif, survei kualitatif juga mendapati bahwasanya jarang sekali (calon) PMI mengakses LTSA secara mandiri. Mayoritas responden yang pernah menggunakan LTSA datang ke LTSA dengan didampingi oleh petugas P3MI ataupun sponsor. Sebagaimana terilustrasikan dalam subbab sebelumnya, 3.1.3. Potret layanan terpadu di tiga LTSA, khususnya dalam kasus Banyuwangi dan Karawang, proses yang berlaku menunjukkan peran perantara yang dominan. Pengurusan dokumen dilakukan oleh PT, yang diwakilkan oleh petugas atau calo. Alur yang berjalan kemudian tidak tampak mendukung kemandirian PMI untuk melakukan proses pemberkasannya sendiri.

Tabel 3.6 juga mengetengahkan persoalan jarak/waktu tempuh ke LTSA. Dalam Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa salah satu asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Kemudahan dan keterjangkauan ini dapat diartikan bahwa tempat/ lokasi sarana pelayanan memadai dan mudah terjangkau oleh masyarat dengan menggunakan berbagai metode, misalnya memanfaatkan metode daring dan luring. Ditinjau dari metode luring, jarak/waktu tempuh dari titik/desa terjauh ke LTSA masih cukup signifikan. Selain implikasi biaya dan waktu yang diperlukan untuk mencapai lokasi LTSA, jarak yang jauh ini juga membuka ruang untuk aktor-aktor perantaraan seperti broker untuk hadir dan mengambil peran dalam proses prakeberangkatan.