Warta PKKMB 2019 Edisi 3

Page 1

WARTA PKKMB

EDISI 3 2019

RESENSI

Fiksi yang Nyata dan Manusiawi

CERPEN

Orang-orang di Pinggir Jalan

BERITA UTAMA

“PENDISIPLINAN” MAHASISWA BARU ALA TDK AGUSTUS |1


Warta PKKMB

BURUH Aku hidup dengan keringat buruh yang berangkat pukul delapan pagi, pulang pukul sepuluh malam dengan gaji tak UMR ia harus masuk tepat waktu dan lembur pula mengejar targetan perusahaan, kata mandor Buruh borongan yang tak punya kontrak sewaktu-waktu dapat dipecat ia pun gigih meniti tumpukan kontainer kerjaan namn tetap saja, gaji takpernah cukup istirahat dan tanggal merah tetap bekerja rumah dan anak terbengkalai Duhai, ibuku buruhku perjuanganku 11 Mei 2019

2| LPM DIDAKTIKA


Contact Us

Sapa Redaksi

lpmdidaktikaunj@gmail.com ig: @lpmdidaktika www.didaktikaunj.com Gedung G, Lantai 3, Ruang 304, Kampus A UNJ

s

alam, selamat datang mahasiswa baru. Sudah sewajarnya sebagai orang baru harus mencari tahu informasi tempat yang baru saja ditempati.

Daftar Isi 4

Berita Utama

“Pendisiplinan� Mahasiswa Baru Ala TDK

Resensi

Fiksi yang Nyata dan Manusiawi

9 Cerpen

Orang-orang di Pinggir Jalan

6

Berkenalan lah dengan isu-isu kampus yang kini merupakan tempat barumu. Tempat menghabiskan sebagian besar waktumu. Jadilah diantara sebagian orang yang peduli dengan membaca isu-isu di kampus lewat pemberitaan LPM Didaktika UNJ. Sikap pembiaran terhadap bentuk-bentuk penindasan adalah pelanggengan nyata yang disebabkan oleh ketidakpedulian kita sendiri. Sudah saatnya, kita mempunyai kesadaran akan realitas dan berpikir kritis.

SUSUNAN REDAKSI Redaktur Pelaksana FAHMI RAMDHANI Sekretaris PANJI LAKSAMANA S. Tata Letak IMTITSAL NABIBAH Reporter FAHMI RAMDHANI - PANJI LAKSAMANA S - HASTOMO DWI P. Editor MUHAMAD MUHTAR

AGUSTUS |3


Warta PKKMB

Berita Utama

“Panitia membentuk TDK untuk memarahi peserta yang melanggar peraturan guna mendisiplinkannya. Namun, tindakan tersebut patut dipertanyakan esensinya.”

Tujuannya, agar peraturan yang berlaku tidak dianggap sepele oleh peserta. “Kita melihat kondisi dan memainkan tempo. Tidak serta-merta langsung ngomel, membabi buta dan tanpa alasan,” tegasnya. Ia menggambarkannya dengan sebuah perumpamaan. Jika dosen terlihat baik dan santai, mahasiswa akan mengacuhkan perintah yang diberikan dosen tersebut. Sebaliknya, jika dosen

baru Universitas Negeri M ahasiswa Jakarta (UNJ), tengah menjalani

masa Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) mulai 19 Agustus 2019 hingga 5 September 2019. Untuk mengikuti proses tersebut, peserta, yakni mahasiswa baru diwajibkan mengikuti beberapa peraturan yang dibuat oleh panitia seperti seragam, atribut, dan jam masuk. Hal itu telah disepakati Wakil Rektor 3 bidang kemahasiswaan. Peraturan dan tata tertib tersebut, dikoorinasikan oleh Tim Disiplin dan Keamanan (TDK). Menurut Nurman Nugraha selaku ketua pelaksana PKKMB, TDK bertugas untuk menghukum peserta yang melanggar peraturan dan tata tertib dengan sanksi sosial, seperti memarahi dan membentaknya. Hukuman tersebut diwajarkan, untuk memberikan penekanan agar peserta tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari. Memperkuat argumennya, Nurman setuju dengan teori behaviouristik. Menurutnya, orang yang melakukan kesalahan harus diberikan hukuman. Tujuannya, agar kedisiplinan seseorang terbentuk melalui hukuman tersebut. “Nah, punishment-nya itu dari TDK,” lanjutnya. Menurut Zhulian Saputra, TDK PKKMB Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNJ, perlu adanya aksen yang tegas dan galak bagi petugas Keamanan, Ketertiban dan Kedisiplinan (sebutan untuk TDK di FIS).

4| LPM DIDAKTIKA

“PENDISIPLINA BARU A terlihat tegas dan galak, mahasiswa mau tak mau harus mengikuti perintah dosen tersebut. Padahal, omelan sebagai bentuk pendisiplinan sudah sejak lama dikritik oleh Ki Hadjar Dewantara, seorang perintis Pendidikan Nasional Indonesia. Melalui gagasannya, ia merintis metode among demi mengedepankan rasa kemanusiaan dan membentuk budi pekerti siswa. Dalam buku Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan Relevansi karya Bartolomeus Samho, Ki Hadjar Dewantara mengkritik pendidikan yang


menggunakan sistem regering, tucht, orde (perintah, hukuman dan ketertiban). Baginya, hal tersebut merupakan suatu perkosaan atas kehidupan batin anakanak. Akibatnya, mereka akan rusak budi pekertinya karena selalu hidup dibawah paksaan atau tekanan. Meskipun begitu, rupanya mahasiswa baru tidak mempermasalahkan hukuman yang dialaminya. Contohnya seperti Asep Gunawan. Mahasiswa baru

AN MAHASISWA ALA TDK DOKUMENTASI: PLAZA UNJ

Pendidikan Vokasional Teknik Mesin ini mengaku dirinya pernah dimarahi dan dihukum push up lantaran telat datang saat PKKMB. Namun, Asep tidak merasa keberatan atas hukuman tersebut. “Itu kesalahan kita, dan wajar kalo dihukum” ucapnya. Selaras dengan Asep, Ridwan Ramadhan, mahasiswa baru Ilmu Komunikasi, mewajarkan adanya sosok TDK untuk membentuk kedisiplinan peserta. Ia pun mengaku pernah dibentak dan dihukum saat PKKMB fakultas. Namun disisi lain, rupanya ada pula

mahasiswa yang mengkritik peraturan PKKMB. Muhammad Khalifah, mahasiswa baru Pendidikan Kewarganegaraan, mengkritik pihak panitia atas dasar peraturan yang tidak sesuai dengan akademik kampus. Pasalnya, ia dan teman-temannya diwajibkan membawa buah dan memotong rambut sesuai perintah panitia PKKMB Program Studi (Prodi) nya. “Harusnya, panitia bisa membangun kesadaran kritis pesertanya,” tambahnya. Meski demikian, Khalifah nampaknya mewajarkan bentakan-bentakan yang dilakukan oleh TDK. Alasannya pun serupa dengan Asep dan Ridwan, yakni guna membentuk kedisiplinan mahasiswa baru. “Ikutin aja cara mainnya,” tuturnya. Menanggapi pernyataan pesertapeserta PKKMB yang mewajarkan tindakan TDK, Irsyad Ridho, Dosen Prodi Sastra Indonesia, merasa prihatin akan hal tersebut. Menurutnya, peserta tidak sadar bahwa hal tersebut merupakan kekerasan simbolik, yakni keadaan dimana dirinya dibentak dan dimarahi oleh seseorang. PKKMB seharusnya menjadi ajang saling mengenal dan menghargai.

“... omelan sebagai bentuk pendisiplinan sudah sejak lama dikritik oleh Ki Hadjar Dewantara, ...”

Baginya, panitia keliru akan makna kata disiplin. Disiplin, lanjutnya, adalah komitmen pada sebuah kesepakatan yang dibuat antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam pelaksanaan PKKMB, mahasiswa baru yang melanggar peraturan dianggap sebagai orang yang tidak disiplin dan patut diberi hukuman. Namun, peraturan tersebut hanyalah kesepakatan antara panitia dan birokrat kampus (Wakil Rektor 3), tidak melibatkan peserta. “Kalau tidak ada kesepakatan antara orang yang terlibat, maka satu pihak tidak berhak menuntut disiplin dari pihak lain,” tambahnya. (HDP/MM)

AGUSTUS |5


Warta PKKMB

Resensi FIKSI YANG NYATA DAN MANUSIAWI

Judul

: Arok Dedes

Penulis

: Pramoedya Ananta Toer

Isi

: xiv + 561 halaman

Penerbit : Lentera Dipantara

A

rok Dedes merupakan satu dari sekian banyak buah karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam Arok Dedes, Pram mampu menggambarkan peristiwa revolusi Tumapel secara apik dan epik. Banyak tokoh dari berbagai latar belakang dan berbagai kepentingan beradu siasat demi tampuk kekuasan Tumapel. Ditambah dengan sentilansentilan asmara dan pergolakan batin, Arok Dedes bertiwikrama menjadi bacaan yang paripurna. Tumapel adalah bagian dari Kerajaan Kediri. Segala kebijakan, ketentuan dan aturan Tumapel, harus tunduk pada Kediri. Hasil panen, emas, dan kekayaan lain milik Tumapel, menjadi milik Kediri juga. Tumapel adalah sapi perah Kediri. Begitu juga Tunggul Ametung, seorang akuwu di Tumapel, menjadi budak Kediri. Tumapel memiliki hirarkinya sendiri, yaitu segala yang ada di Tumapel dimiliki Tunggul Ametung. Aturan Tunggul Ametung adalah aturan Tumapel. Hirarki yang menyengsarakan ini di pertahankan dengan darah manusia. Dedes, putri seorang brahmana terkemuka, Mpu Purwa, adalah salah satu korban Hirarki Tunggul Ametung. Ia diculik dan dijadikan sebagai prameswari Tumapel, pendamping Tunggul Ametung. Ametung memaksanya untuk menjalani

6| LPM DIDAKTIKA

proses perkawinan yang bahkan tak dihadiri oleh Mpu Purwa. Hati Dedes jelas dipenuhi kesedihan, dan perlahan kesedihan itu berubah menjadi dendam. Dedes bersumpah akan menjatuhkan Tunggul Ametung dari dalam istananya sendiri. Tak lama berselang setelah pernikahan yang memilukan itu, muncul pemberontakan di timur Tumapel. Ada yang bersaksi pemberontak itu bernama Borang, ada juga yang mengatakan ArihArih. Padahal, pemberontak itu adalah Arok. Kabar itu dengan cepat sampai ke Tumapel, sampai Tunggul Ametung terpaksa meninggalkan sang premeswari untuk menumpas pemberontakan. Dalam perjalanan, Tunggul Ametung pongah. Ia menganggap pemberontak itu hanya pemberontak biasa yang dapat dengan mudah ia tumpas, namun kenyataannya


180 derajat berbeda. Tunggul Ametung untuk pertama kalinya kembali ke Tumapel dengan Tangan Kosong. Bahkan, kini Tunggul Ametung mulai gentar pada para perompak. Padahal sejak menjabat menjadi akuwu (pemimpin daerah) Tumapel, tak pernah ada yang ditakuti Tunggula Ametung selain Kediri. Mendengar kabar ketakutan Tunggul Ametung, Dedes merasakan secercah harapan pada para pemberontak itu. Ia mulai membangun kekuatan dalam istana Tumapel sendiri. Arok, pemimpin pemberontakan di timur Tumapel, masih terus melancarkan gerilya. Kereta-kereta upeti ia jarah dan bala tentara Tumapel yang berlaku semenamena juga ia tumpas. Semua hasil jarahan ia berikan pada orang-orang desa. Di timur Tumapel, kelompok Arok mendapat sambutan hangat dari warga. Keberadaan kelompok Arok seperti juru selamat yang m e m b a w a kemakmuran. Meskipun berasal dari kasta sudra, kecerdasan Arok tidak bisa dianggap rendah. Ia fasih berbahasa sansekerta dan banyak mengetahui isi lontar. Ajaran-ajaran Budha pun ia kuasai dan pahami. Para Brahmana sudah tidak meragukan kecerdasannya. Arok tampil menjadi penyelamat bagi rakyat Tumapel dan para brahmana. Mungkin akibat segala kemuakan yang tersimpan sejak lama, pemberontakan Arok menjadi besar dan semakin besar. Namun, bukan hanya Arok dan para brahmana yang menaiki kereta revolusi Tumapel, melainkan juga pihak-pihak lain yang tergiur kekuasaan. Seperti Arok, pihak lain juga melancarkan tipu muslihat untuk melancarkan aksi mereka. Musuh dari musuh kita adalah sekutu, meskipun persekutuan itu sangat rapuh.

Perang taktik ini berlangsung terus menerus. Tujuan Arok dan pihak manapun dalam novel ini nampaknya serupa. Menjatuhkan Tunggul Ametung dengan tangan orang lain, kemudian tampil sebagai penyelamat Tumapel. Tidak ada satupun dari mereka yang mau mengotori tangan sendiri. Begitu pun para Brahmana, orang nan suci dan cerdas, hanya menangis, memaki dan menyumpahi Tunggul Ametung yang kelewat gila. Kenyataan bahwa dia seorang sudra d�an menjadi akuwu saja sudah menyulut amarah para brahmana, apa lagi dengan segala kekejiannya. �Dia yang terlalu tinggi di atas singgasana tidak pernah melihat telapak kakinya. Dia tak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian yang bernama telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara dewa, juga tidak suara segala yang di bawah telapak kaki. Ia hanya dengarkan diri sendiri. Suara murid Bapa ini takkan sampai kepadanya. Untuknya yang paling tepat hanya dijolok� Sekilas, kondisi Tumapel mungkin mirip dengan kondisi politik bangsa, pasca reformasi tentunya. Indonesia tak ubahnya neo-Tumapel dalam bentuk dan ukuran yang berbeda. Penguasa korup bertangan dingin pernah berjaya selama 32 tahun. Kereta reformasi-pun samasama digunakan oleh banyak kepentingan. Mulai dari kepentingan ekonomi, agama, politik, hingga kepentingan segelintir elit. Di Indonesia, Kereta reformasi itu bahkan masih berjalan hingga sekarang. Penumpangnya masih berupa kepentingan dan elit yang sama. Elitelit lain bahkan telah menunggu di tiap stastiun pemberhentian kereta

“... kepentingan rakyat yang sudah sejak awal ada dalam kereta harus dikorbankan dan dibuang ...�

AGUSTUS |7


Warta PKKMB reformasi. Mereka akan masuk meenjejali kereta reformasi, hingga tidak ada lagi ruang untuk kepentingan rakyat. Hingga akhirnya, kepentingan rakyat yang sudah sejak awal ada dalam kereta harus dikorbankan dan dibuang agar menjadi tempat nyaman bagi elit untuk menaiki gerbong reformasi. Selain kesamaan dalam reformasi, nampaknya politik brahmana adalah populisme pada masanya. Mereka ramai-ramai menyunjung dirinya sendiri dan menganggap kaum brahmana paling pantas berkuasa. Bukan ksatria yang hanya bisa berperang, apalagi sudra yang segala kehinaannya. Namun, pandangan ini mereka tutup rapat-rapat. Melalui garuda mereka, Arok, brahmana berusaha menancapkan pendangan mereka pada tampuk kekuasaan Tumapel. Dari sekian banyak perbedaan antara lakon Arok Dedes dengan lakon kebangsaan kita saat ini, ada satu yang paling mencolok. Keberadaan Dedes sebagai wujud kemanusiaan. Dedes adalah tokoh paling manusiawi sepanjang cerita. Rasa marah, iba, sedih, malu dan gamang lengkap ia tampilkan. Dedes menjadi perwakilan bahwa mereka yang berebut tampuk kekuasaan pada akhirnya hanyalah manusia biasa, dengan segala kemanusiaannya. Kemanusiaan yang

seringkali luput dari pandangan kita dalam urusan kebangsaan sekarang. Arok Dedes dengan segala kemelutnya adalah gejolak zaman. Keadaan yang terjadi di Tumapel kala itu, sangat mungkin terjadi di belahan bumi manapun. Kisah kemanusiaan Dedes dan kisah kepahlawanan Arok, mungkin menjadi bagian dari kisah-kisah di seluruh dunia. Penindas macam Tunggul Ametung muncul di berbagai babak sejarah. Segala yang terjadi dalam Arok Dedes mungkin juga terjadi dalam banyak kejadian besar, atau kecil. Seperti kata para Brahmana “Setiap kerusuhan di sesuatu negeri, bukan hanya Tumampel, adalah cerminan dari ketidakmampuan yang memerintah�. Lalu apa bedanya lakon Arok Dedes dengan lakon-lakon lainnya? Apa yang membuat Arok Dedes menjadi sebegitu hebat? Apa makna Arok Dedes bagi keadaan kita saat ini? Saya pribadi tidak bisa memberikan jawaban. Meminjam lirik lagu White Shoes & The Couple Company, hamba tak kuasa menutur paksa makna cerita, hamba tak ingin ada kecewa. (PLS/MM)

“Setiap kerusuhan di sesuatu negeri, bukan hanya Tumampel, adalah cerminan dari ketidakmampuan yang memerintah.� 8| LPM DIDAKTIKA


P ORANG-ORANG DI PINGGIR JALAN

embodohan yang tiada akhir, sistem ekonomi yang mencekik masa depan, tananan kehidupan sudah hancur. Memang tidak terlalu bisa dirasakan namun terjadi dikenyataan. Waktu dihabiskan untuk menghancurkan, tenaga dicurahkan untuk penghisapan, perlawanan yang terjadi terputus di tengah jalan, anak-anak menjadi gelandangan. Bajingan. Pagi yang terik, kebisingan suara kendaraan dijalanan meraung-raung. Orang-orang mulai saling memburu dan mulai mencari mangsa. Uang,uang,uang menjadi kunci. Dipinggir jalan yang dipenuhi dengan ludah mereka disitulah terbangun pedot setelah semalaman mabuk berat. Ah sungguh nikmat cap tikus. “ hey dat, bangun. Mau sampai kapan kita tidur disini?” ucap pedot sambil menggoyang-goyangkan badanku “hmmmm, yaa ya gua bangun” ku terbangun sembari mengucek mataku dan menenggak lagi minuman sisa semalam. “cari sarapan ayok! Biasa... bu pipah. Nasi uduk’an kita pagi ini”

P

Cerpen

semangat pedot “lu yang beli ya, nih” ku menyodorkan beberapa lembar “tuhan” “sip, tunggu disini” Pedot pun berlalu meninggalkan diriku sendiri di trotoar jalan ini, sendirian. Bosannya menjalani kehidupan seperti ini, tapi setidaknya aku tidak sama seperti mereka yang rela dihisap dan selalu menghisap lainnya. Pecudang amoral, pikirku. Makin bosan, kutenggak sekali lagi minuman ini ahh panas tenggorokan. “hmmm sedap” sembari mengelap leher ku Kembali lagi ku memandangi jalanan yang penuh padat, lalu pandanganku tertarik melihat rombongan remajaremaja yang berajak dewasa sedang berbaris. Terlihat diwajah mereka sedang cemas berjalan sembari mengikuti arahan seseorang, mungkin pembimbing mereka. Lalu aku tersadar ternyata itu rombongan calon “intelektual baru”, haaah bertambah lagi calon “pemangsa” atau “korban” di dunia ini. Kasihan sekali celetukku.

AGUSTUS |9


Warta PKKMB Saat rombongan itu melewatiku yang sedang terduduk, muncul tatapan kegelian dan penuh penghinaan dari mata mereka. Ah, dasar sekumpulan kerbau yang dicucuk. Mereka tak sadar akan status mereka untuk hari ini. Menjadi belatung, B-E-L-A-T-U-N-G. Embel-embel penuh kebohongan, menjadi pemimpin masa depan, agen perubahan, cuih! Omong kosong. Setidaknya diriku tidaklah sama dengan kalian hei BELATUNG!. Rombongan itupun berlalu meninggalkan debu bertebaran disekitarku. Tak berapa lama terlihat seorang intelektual baru lain sedang terpogoh-pogoh berlari kecil, terlihat wajah payahnya. Mungkin ia telat pikirku. Oooh, rasa gelisah dan ketakutan karena telat pasti tertanam di kepalanya pagi ini. “kasihan...” ucapku. Bosan menunggu pedot yang tak kunjung datang, ku mulai berjalanjalan kecil. Sekedar meregangkan badan dan berolahraga sedikit. Ck, pegalpegal badanku semua, bagaimana tidak pegal kalau hampir setiap hari tidur beralaskan semen trotoar yang keras. Terlihat di ujung jalan bapak tua yang sedang menyapu jalanan. Pahlawan, pikirku. Hampir tiap hari ia menyapu, membersihkan, menyiram tanaman dipinggir jalan. Orang jalanan sepertiku mengenalnya sebagai pak bara. “pagi pak bara” ucapku kepada bapak tua yang sedang menyapu tersebut “oh yaaa, pagi nak asdat. Udah sarapan?” tanyanya seraya menggerakkan sapu “ini sedang nunggu pedot pak, biasa nasi uduk” “wih mantap itu” Pak bara pun menawarkan air mineral botolan kepadaku “nih nak diminum, haus kan?” “iya pak bara, makasih” Langsung saja kuraih botoh itu dan

10| LPM DIDAKTIKA

langsung kutenggak. “waah segar pak, hehe” “hehe iya nak, ketimbang minumminum yang gejelas, mending” ucap pak bara dengan nada bercanda “ah bapak bisa aja, saya balik kesana ya pak” ucapku seraya menunjuk tempat ku tadi “yak mari nak, mari” Lekas ku kembali ke tempat ku tidur tadi, terlihat pedot yang sedang nongkrong menungguku sembari menghisap sebatang kretek. Terlihat jua dua bungkus nasi uduk yang terlihat lezat tergeletak didekatnya. “dat, kemana aja lu... ditungguin juga” “sorry, sorry... jalan-jalan bentar tadi” “ayok makan lah” ajak pedot seraya membuka bungkusan nasi “yok makan makan” Kami pun menyantap nasi uduk itu, dengan penuh kenikmatan disetiap suapan. Hmm sungguh tak ada yang bisa menandingi rasanya memakan nasi uduk di pagi hari yang mulai terik dan padatnya jalanan kota. Dengan lahap kuhabiskan nasi tersebut, seperti biasa makan menggunakan tangan tanpa alat makan. Pedot pun terlihat lahap, mungkin karena semalam ia belum bertemu makanan. Sambil makan, ku termenung memikirkan perjalananku selama ini menjadi anak jalanan. Orang-orang mungkin menjuluki diriku sebagai “sampah masyarakat” yang harus dibina atau mungkin disingkirkan. Anak PUNK, gelandangan, sampah masyarakat, lebih hina dari kaum “paria”, itulah julukanjulukan dari mereka yang tidak sadar karena diselimuti oleh pembodohan yang luar biasa. Rela menghabiskan waktu untuk memenuhi hasrat memperkaya diri, mengorbankan sesamanya, menjatuhkan sesamanya, haha lucu sekali melihatnya. Ya, menjadi anak jalanan sudah menjadi pilihanku semenjak menyelesaikan


pendidikan sekolah menengah atasatasan. Ambisi ingin terbebas dari segalanya menjadi faktor utama ku mengenal dunia jalanan ini. Tidak banyak orang-orang yang mengetahui alasanku menjadi penduduk di jalan ini. Ya siapa juga yang mau tinggal dijalanan? Hanya orang yang dianggap tidak waras sepertiku saja yang mau. Diriku memasuki dunia ini pun tak terlepas dari adanya pedot. Berawal dimana aku bertemu pedot yang sedang terduduk lemas dipinggir jalan. Ku melihatnya sedang terduduk lemas, tatapan kosong, dan seperti sudah sekarat. Ku melihat lalu-lalang orang sekitar yang tidak perduli akan keadaan pedot, memang tak punya hati orang-orang itu. Spontan saja aku langsung menghampiri pedot seraya memberikan air minuman dari dalam tasku. Sampai harus aku yang menyuapi minuman tersebut kemulutnya. Setelah itu pedot yang merasa baikan berkenalan denganku, dan diriku menjadi mengenal dunia jalanan ini berkat pedot. Haha masa-masa suram. “wey dat, bengong aja lu. Mikir jorok lu ya hahah” celetuk pedot menyenggol bahuku “kaga, kaga, lagi bengong aja gua” ucapku “kesurupan lu ntar haha” canda pedot sambil menenggak air dari botol “hhheeh” Mungkin kalian semua berpikir, kehidupan dijalanan itu tidak menyenangkan? Salah besar saudarasaudara. Lebih menyenangkan ketimbang kehidupan yang sudah diatur dan dijalani oleh kalian-kalian hey, orang-orang tak sadar. Di sini ku mengenal apa itu persekawaan, hidup berdampingan, tidak terlalu memikirkan kefanaan juga rakusnya dunia yang tak ada habisnya. Anggap saja berada dijalanan menuntun kalian menjadi seorang “sufi” dan lebih memaknai arti kalian hidup di dunia ini. Biarpun terkesan bebas untuk berada dijalanan, tetap saja ada yang

mengancam kebebasan kami. Siapa lagi kalau bukan “polisi moral” yang tiap kali menangkapi orang-orang seperti kami, entah untuk dibina dan dibentuk untuk sama seperti mereka atau bahasa ngerinya disingkirkan “jiwa” kami. Seperti yang pernah kualami bersama pedot, kami berdua dikejarkejar polisi moral sampai tersengal-sengal nafas kami. Kawanku si budi kena tangkap dan sampai sekarang belum kembali. Kami berdua berlari melalui gang-gang sempit, perkampungan warga, sampai comberan-comberan demi menghidari mereka. DRAP! DRAP! DRAP! “tangkap mereka berdua!” ucap seorang anggota polisi moral seraya mengancungkan tongkatnya DRAP! DRAP! DRAP! DRAP! “dat lari dat, lebih cepat!!!” “hhhhhh!!!” “hei jalan lari kalian! Hei!” Kami berdua pun memasuki pasar dan berlindung di kerumunan orangorang. Akhirnya kami berdua lolos dari kejaran polisi “amoral” tersebut. “Selamat.... selamat” ucap pedot bersyukur Mungkin suatu saat kami berdua akan tertangkap, Namun tetap saja jiwa kami yang seutuhnya dan sudah terasah tak akan pudar. Takkan pernah mati untuk menjadi orang merdeka. “ayo dat, ngamen lagi kita” ucap pedot menyadarkan lamunan ku sekali lagi “heeh ayo dot” jawabku mengiyakan ajakannya. Kami pun meninggalkan trotoar tempat kami tidur, tak lupa juga membuang sampah bekas makan kami ke tempat sampah. Waktunya mencari “lembaran tuhan” kembali untuk menjalani hidup dan bertahan di kehidupan yang tidak kami inginkan. (FR)

AGUSTUS |11


Warta PKKMB

NANTIKAN WARTA PKKMB EDISI 4 2019!!! SALAM BERPIKIR KRITIS DAN MERDEKA, KAWAN!

12| LPM DIDAKTIKA


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.