Warta PKKMB 2018 Edisi III

Page 1

Lembaga Pers Mahasiswa

DIDAKTIKA Berpikir Kritis dan Merdeka

WARTA PKKMB

EDISI 2018 #3

IRONI KANTIN KECIL DI KAMPUS IBU KOTA

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 1


SAPA REDAKSI

SUSUNAN REDAKSI PEMIMPIN REDAKSI YULIA ADININGSIH SEKRETARIS REDAKSI ULY MEGA SEPTIANI REDAKTUR PELAKSANA ILHAM ABDULLAH TATA LETAK AHMAD QORI HADIANSYAH REPORTER ILHAM ABDULLAH ADITYA SEPTIAWAN AHMAD QORI HADIANSYAH EDITOR ULY MEGA SEPTIANI ANNISA NURUL HIDAYAH SURYA MUHAMMAD MUHTAR HENDRIK YAPUTRA

Salam!! Kami, LPM Didaktika UNJ kembali hadir untuk memberikan penyadaran, bahwa kampus ini tidak baik-baik saja. Pada Warta PKKMB edisi ke 3 ini, kami menyajikan berita tentang renovasi kantin blok m. Selain itu, tersedia opini tentang hilangnya identitas mahasiswa. Warta PKKMB ini juga menyajikan rubrik wawancara khusus dengan Robertus Robet, yaitu tentang Budaya Akademik Kampus. Tak lupa, rubrik sastra dan resensi juga kami sediakan.

ALAMAT REDAKSI

SEKRETARIAT Gedung G lt. 3 Ruang 304, Kampus A Universitas Negeri Jakarta

@tlt5495s

DAFTAR ISI

OPINI

3

BERITA UTAMA

8

WAWANCARA KHUSUS

11

SASTRA

13

RESENSI

17

LPM DIDAKTIKA UNJ

lpmdidaktikaunj@gmail.com

@lpmdidaktika

@lpmdidaktika

2 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


OPINI

Nilai Praktis yang Menentukan Identitas Mahasiswa

Guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan kerbau. -Soe Hok Gie

Doc. www.google.com

M

ahasiswa merupakan bagian dari kelompok intelektual karena mendapat kesempatan menempuh perguruan tinggi. Berkat identitas itu mahasiswa harus punya kesadaran konstruktif dan rasional melalui tindakan nyata dalam masyarakat. Mahasiswa bisa mewujudkannya dengan melakukan tugasnya sebagai pelajar yang mengamalkan ilmu melalui kegiatan sehari-harinya. Mahasiswa bisa aktif melakukan kegiatan akademis. Selain itu mahasiswa bisa keluar dari ruang kelas. Berbekal

pengetahuannya mahasiswa pasti mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di sekelilingnya. Jadi ilmu yang sudah di dapat melalui pembelajaran tidak hanya hilang menjadi lembaran nilai. Salah satu bentuk perwujudan identitas tersebut ialah keikutsertaan mahasiswa dalam alur sejarah Indonesia. Pada orde baru mahasiswa memiliki peran yang penting dalam proses menuju reformasi. Sejak tahun 60-an mahasiswa membangun kritisisme terhadap otoritarianisme pemerintahan Sukarno. Satu dekade

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 3


kemudian mahasiswa juga turut mengembangkan kritisisme menentang rezim menuju reformasi. Namun peran penting mahasiswa semakin memudar, bahkan hilang arah. Identitas mahasiswa dipertanyakan di era yang penuh ketidakjelasan dan semrawutnya politik Indonesia. Kini mahasiswa lebih sering bersikap acuh tak acuh terhadap urusan politik. Memang memahami politik terasa sulit karena cepatnya arus informasi menyulitkan mahasiswa memilah mana yang baik dan mana yang tidak. Padahal melalui politiklah hidup banyak orang ditentukan. Hilangnya hakikat identitas mahasiswa ini membuat mahasiswa kebingunan. Hasilnya, minimnya mahasiswa yang rela berteriak-teriak menyuarakan kritisisme berdampak pada politik karena Kebingunan. Dampaknya mahasiswa akan fokus terhadap dirinya sendiri dan menjauhi urusan politik yang pelik. Penyebab utama dari pergeseran esensi mahasiswa adalah nilai praktis dalam sistem pendidikan. Nilai praktis adalah sistem penilaian yang digu-

nakan pendidik untuk menilai peserta didik secara praktis sesuai aturan baku ketetapan kementerian. Biasanya nilai ini disebut ‘’objektif’’. Padahal melalui sistem penilaian ini peserta didik hanya akan dibentuk menjadi satu model. Penilaian kaku ini selalu digunakan oleh sistem pendidikan bahkan sampai perguruan tinggi. Mahasiswa pun menjadi robot atau mesin yang diprogram untuk berpikir seolah dia merdeka. Setiap hari harus memakan pelajaran-pelajaran yang belum tentu berhubungan dengan kehidupannya. Hilangnya esensi keilmuan dari mahasiswa bukanlah hal aneh jika terjadi di tiap generasi. Tidak jarang pelajaran, praktik, ataupun penelitian, yang dilakukan mahasiswa hanyalah formalitas belaka untuk memenuhi nilai praktis. Nilai praktis ini menentukan hidup siswa seperti hanya siswa mana yang boleh masuk sekolah ‘’favorit’’. Mereka yang tidak sesuai standar yang ditetapkan akan terpinggirkan; tak ubahnya pelajar di tingkat yang lebih rendah. Dalam perkuliahan, penggolongan tersebut sama masih terjadi.

4 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


Oleh karenanya, mahasiswa akan selalu haus mengejar nilai praktis jika ingin dipilih jadi pekerja di perusahaan ternama atau bergaji besar. Memang apa yang menjamin mahasiswa dengan indeks prestasi bisa turut membangun masyarakat dan bangsanya? Contoh terbaik bisa dilihat dari Naruto yang tidak pernah lulus ujian ninja sehingga tidak naik tingkat keninjaannya. Akan tetapi, ia bisa jadi Presiden Konoha atau bercermin pada Menteri Perikanan Indonesia. Penggunaan nilai praktis berdampak besar terhadap kehilangan identitas kemanusiaan para mahasiswa. Bukan menjadi manusia yang merdeka, melainkan sebagai produk lembaga pendidikan yang identik satu sama lain. Tidak ubahnya pabrik yang menghasilkan satu-dua barang karena kebutuhan konsumen. Selain urusan identitas mahasiswa, nilai praktis bisa membuat kedudukan pengajar berada di tingkatan lebih tinggi dibanding anak didiknya. Dengan bersenjatakan nilai, pendidik di sekolah atau perguruan tinggi bisa mengatur peserta didiknya.

Tidak peduli seberapa dangkal, sempit, atau kolotnya wawasannya, selagi dia pendidik, seringkali ucapannya bagai sabda nabi, tidak bisa dibantah. Berkat sistem penilaian ini, yang membelenggu sejak sekolah dasar, tidak heran jika mahasiswa kesulitan membangun kritisisme.Sebab, kritisisme tidak ada nilainya dalam kelas. Untuk sekedar bertahan hidup saja mahasiswa sudah harus berjuang keras, boro-boro mau kritis. Alangkah lebih baiknya mahasiswa menyibukan diri di ruangruang kelas yang dingin. Berlomba cepat-cepat lulus berebut pekerjaan menanggalkan kewajiban. Akhirnya mengulang lingkaran setan yang sama, pikir para mahasiswa. Di luar kurikulum, siswa memang boleh belajar apa pun sampai muak, namun tidak akan ada nilainya. Karenanya, kelompok mahasiswa yang fokus belajar akan tetap terbelenggu sistem. Tidak mungkin mereka keluar dari sistem itu kecuali sadar akan kebutuhan terhadap ilmu. Menuju Kebabasan Akademis Jika Naruto saja bisa menjadi Ho-

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 5


kage, desa-desa ninja bisa bersatu, dan animenya bisa tamat, maka apa yang tidak bisa diubah? Jika Hinata bisa mengawini Naruto, Madara bisa dikalahkan, Kyubi bisa diajak tos-an, apa yang bisa diubah? Kekuatan terbesar Naruto adalah teman-temannya. Kita yang boleh meremehkan Naruto memang Naruto hanya karakter komik yang nasibnya sudah ditentukan dari awal. Begitupun mahasiswa. Bedanya nasib mahasiswa belum ditentukan oleh penulisnya. Bahkan penulisnya pun belum ditentukan. Bisa saja membiarkan sistem yang membentuk kita atau bisa saja menjadi sadar sepenuhnya. Sadar akan kebebasan untuk jalan ninja kita masing-masing Tapi kebebasan tersebut tidak serta merta dimiliki oleh semua orang, khususnya mahasiswa. Karena itu, perjuangan untuk mencapainya adalah sebuah keharusan. Kebebasan untuk menggali potensi manusiawi yang terpendam harus terpenuhi. Kebebasan Akademis bisa menjadi tujuan perjuangan mahasiswa agar dapat menemukan kembali identitasnya tanpa terkekang. Dalam

lingkungan akademik, mahasiswa akan bisa mandiri bahkan tidak akan membutuhkan dosen selain fasilitator atau alat pijakan belajar. Salah satu inti kebebasan akademis dapat dimulai dengan kesetaraan dalam pendidikan. Keberadaan nilai praktis terus mengikat perbedaan kedudukan antara siswa dan gurunya. Guru akan tetap bisa mengendalikan siswa didiknya dengan leluasa melalui sistem penilaian. Kedudukan hierarkis ini pun tidak ada hubungannya dengan urusan moralitas atau baik-buruk. Kelompok guru tetap akan berpikir bahwa inilah yang harus dilakukan sebagai guru ideal. Begitupun anak didiknya yang akan membatasi dirinya berinteraksi dengan guru. Mereka beranggapan bahwa guru adalah bentuk ideal, karenanya harus terus diikuti sampai kapan pun bahkan jika menihilkan rasionalitas. Nilai praktis adalah pelaku pembunuh kritisime Keberadaan sistem nilai praktis ini pula penyebab pikiran kritis sering diibliskan, seperti Itachi Uchiha yang dianggap jahat. Padahal dia

6 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


mengorbankan dirinya demi kebaikan. Memang pelaku kritisisme tidak memiliki Sharingan, tapi mereka memiliki rasionalitas terhadap irasionalitas. Seperti mahasiswa melawan irasionalitas orde baru. Mengutip ucapan Filsuf German, Hegel, bahwa peradaban dunia bergerak ke arah yang lebih rasional. Dengan logika yang sama, menjadikan melihat masa lalu pasti terasa aneh, seperti perbudakan antar manusia dan kekuasaan absolut seorang raja. Maka, menjadi rasional adalah keharusan atau akan dipinggirkan dan dikalahkan sejarah. Dengan menggunakan kepercayaan sederhana ini, mahasiswa sebagai intelektual harus menjadi pembangun rasionalitas dunia. Salah satu pertentangan rasionalitas adalah demontrasi di kampus yang terjadi pada 2016. Secara sepihak rektorat UNJ menerapkan kebijakan uang pangkal bagi mahasiswa dan penaikan uang kuliah tunggal (UKT). Tentunya kebijakan ini tidak sembarang diputuskan satu dua orang. Melalui proses rasionalisasi

antar petinggi Universitas. Meski begitu bertentangan dengan rasionalitas mahasiswa yang menginginkan uang kuliah terjangkau bagi masyarakat. Maka dua rasionalitas saling tentang dan beradu bagaikan Rasengan dan Chidori, yang paling kuat akan menang dan setiap pemenang menentukan sejarah. Ribuan mahasiswa yang sama-sama menolak kebijakan sepihak rektorat turun ke jalan. Mereka menentang rasionalitas pihak rektorat yang membatasi akses pendidikan. Akhirnya ribuan mahasiswa memenangkan tuntutannya karena lebih kuat rasionalitasnya. Seperti Aliansi ninja dari berbagai desa yang mampu mengalahkan Madara, persatuan yang memenangkan pertempuran. Maka mahasiswa bisa belajar dari Naruto mengenai persatuan dan kesatuan. Kesatuan pun dibangun berlandaskan rasionalitas yang sama. Dengan itu Mahasiswa sebagai kelompok intektual harus membangun rasionalitas yang mengarahkan pada persatuan untuk mencapai tujuan mulia. Penulis:Faisal Bachri Editor :Luthfia Harizuandi

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 7


BERITA UTAMA

Ironi Kantin Kecil di Kampus Ibu Kota

Doc.didaktikaunj Pada Desember 2017, pihak Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pernah menjanjikan perbaikan besar-besaran kepada kantin Blok M di 2018. Namun, hanya renovasi kecil yang terlaksana di tahun ini, penyebabnya lagi-lagi kekurangan dana.

8 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


M

enjelang PKKMB, pihak kampus kian sibuk membenahi Kantin Blok M. Beberapa fasilitas kantin akan diganti diantaranya mengganti atap dan mengubah warna tembok kantin. Namun, renovasi yang dilakukan pada kantin Blok M mengundang tanya, salah satunya datang dari Luky Laksono, mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, yang beranggapan kurang diperhatikannya kantin oleh pihak kampus. Luky juga mempertanyakan niat kampus untuk membenahi kantin Blok M. “Kenapa hanya direnov kecil, padahal udah seharusnya diperbesar,” keluhnya. Tidak jauh dari Luky, Risa Halena, mahasiswa Fakultas Teknik (FT) juga menyayangkan renovasi yang dilakukan hanya sebagian saja. “Padahal, di semester kali ini bakal datang mahasiswa baru, itu berarti akan bertambahnya jumlah pengunjung kantin Blok M,” ujarnya. Ia menambahkan, kantin Blok M memiliki ruangan yang kecil, karenanya udara menjadi panas ketika banyak pengunjung yang datang. Berdasarakan surat pemberitahuan renovasi kantin Blok M, perbaikan akan berlangsung selama 13 hari.

Renovasi kantin Blok M dikerjakan oleh 8 orang. Renovasi dilakukan setelah mendapatkan berbagai keluhan dari pedagang maupun pembeli. Di surat edaran itupun tercantum beberapa konstruksi yang diganti yaitu, balok kayu, kaso, tiang reng dan atap. Sejak dulu, beberapa pedagang sudah mengeluhkan kurangnya perhatian dari pihak UNJ kepada kantin Blok M. Mulai dari fasilitas yang kurang, fasilitas yang tidak terawat, hingga kebersihan yang minim. Salah satu pedagang itu ialah Emak. Pedagang warteg kantin Blok M ini, berharap kantin Blok M untuk segera di renovasi, karena pelanggan tidak nyaman dengan keberadaan kantin yang kecil. “kalau jam makan siang lewat, membludak deh rebut-rebutan duduk,” ujarnya. Menanggapi renovasi yang dilakukan pihak kampus. Emak merasa kecewa. Sebab, menurut emak hasil dari renovasi sementara akan bertahan sebentar. Renovasi sementara hanya mengganti atap dan mengganti warna tembok kantin saja. Padahal, emak berharap, kantin Blok M diperbesar luas lahannya. Tujuanya untuk menampung banyak mahasiswa.

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 9


“Kalau kantin diperbesar, palanggan dan pedagang jadi lebih nyaman,” ujarnya. Selain itu, pihak UNJ juga tidak menyediakan tempat relokasi sementara untuk para pedagang. Mahasiswa sempat kebingungan dalam mencari keperluan makan, tapi beberapa pedagang berinisiatif membangun tenda-tenda sementara untuk berjualan. “Kasian, mereka harus keluar unj buat beli makan, jadi kami bikin warung dadakan disini biar gak jauh.” Ujar emak. Irzan Zakir, selaku pengelola kantin mengatakan memang kantin Blok M sudah tidak sehat. Banyak fasilitas yang rusak seperti instalasi yang sering konslet dan atap yang tidak layak. “Karena kantin Blok M sudah takut rubuh, apalagi kalau nanti maba dateng,” ujarnya. Ia juga mengatakan beberapa kali mengajukan untuk melakukan renovasi, namun terkendala dengan dana. “Untuk memperluas kantin kan butuh dana yang gede, dana dari mana lagi?” tambahnya. Ia memang tidak memutuskan untuk mencari tempat relokasi sementara untuk pedagang, sebab

renovasi bertepatan dengan jadwal libur mahasiswa. Lalu Irzan juga tidak mengetahui mengenai pedagang yang membuka tenda secara sementara di samping kantin. Tim Didaktika mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Peningkatan perguruan Tinggi (P2T), Ramlan Lumbaturuan mengatakan utuk renovasi kantin Blok M memang belum dapat diperluas, sebab masih ada beberapa gedung di UNJ yang sedang di bangun. “Anggaran kantin belum ada,” ujarnya. Ia menambahkan, anggaran yang diberikan untuk renovasi sementar hanya sebesar 150-200 juta. “Itupun dilakukan dengan Penunjukan Langsung kepada pemborong, enggak melewati lelang tender,” ujarnya. Pihak UNJ lebih memprioritaskan pembangunan yang menunjang kegiatan akademik seperti University Training Center (UTC). Namun, tanggapan pihak P2T berbeda dengan pernyataannya 9 bulan lalu ketika ditemui tim Didaktika, ia mengatakan akan merenovasi besar-besaran kantin Blok M menjadi 4 lantai pada 2018. Penulis : Ilham Abdullah Editor : Hendrik Yaputra

10 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


WAWANCARA KHUSUS Kebebasan Akademik Adalah Kunci Robertus Robert merupakan Koordinator Program Studi Sosiologi, Tim Didaktika menemui ia di kantor prodi. Dalam wawancara khusus kali ini kami membawakan tema mengenai kultur akademik. Robert akan menjelaskan mengenai kultur akademik dengan baik. Simak bincangbincang Didaktika dengan Robertus Robert Apa itu kultur akademik? Kultur akademik adalah seperangkat nilai, praktek di dalam suatu lingkungan akademis yang dilakukan dalam upaya menemukan, mempertahankan kebenaran ilmiah. Itulah kultur akademik. Dalam implementasinya bagaimana kultur akademik yang seharusnya? Kultur akademik yang baik akan menciptakan lingkungan ilmiah yang bagus. Tahap umumnya adalah menciptakan lembaga pendidikan universitas/sekolah lebih bagus atau bermutu. Bagaimana cara meneumbuhkan budaya akademik yang baik? Pertama adalah kebebasan akademik. Yang pertama-tama harus dijamin yang mananya penyelenggara kebebasan akademik, supaya orang dapat bebas berpikir terlebih dahulu,

Robertus Robert gambar: Muhamad Muhtar

karena kebenaran ilmiah syaratnya adalah kebebasan berpikir, baru seseorang dapat menemukan kebenaran ilmiah. Kedua adalah ini yang penting. Harus didukung birokrasi akademik dan terdapat birokrasi akademik yang sehat. Manajemen akademik yang sehat adalah yang berfungsi sebagai supporting system bagi terselenggaranya kebebasan akademik dengan cara yang beragam. Contoh mensupport dari segi prasarana, dan juga dari segi softaware misal aturan-aturan atau mekanisme yang memungkinkan setiap civitas akademika itu bisa mengaktualisasikan pikiran dan kebebasannya dalam rangka mencari ilmu. Ketiga adalah lingkungan

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 11


kampus yang manusiawi dan nyaman, yang memungkinkan orang bisa berpikir dengan enak, dan bisa berdiskusi dengan nyaman. Selain itu, infrastrukturnya juga bisa merangsang pergulatan pemikiran, merangsang perdebatan gitu loh. Kalau itu terpenuhi itu yang akan menghasilkan suatu kondisi nilai-nilai praktik akademik yang sehat dalam sebuah kampus. Jadi kampus itu nantinya akan dipenuhi oleh kegitan berpikir, bukan kegiatan politis, dan bukan dalam kegiatan-kegiatan birokratisasi. Birokrasi ada di dalam rangka menopang untuk mensupport orang berpikir bukan malah sebaliknya, mematikan orang berfikir. Menurut bapak kultur akademik di UNJ bagaimana? Kultur akademik kita ini masih buruk dan harus diperbaiki, karena apa? Terlihat dari masih minimnya diskursus akademik yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Habitus di UNJ itu masih terlalu banyak diwarnai oleh birokratisasi, domestik politik, dan urusan-urusan privat. Nah, itu menjadi beban dari manculnya budaya akademik yang lebih maju di UNJ. Itu semua mesti disingkirkan, budaya akademik kita masih buruk. Apakah sejauh ini kebijakan UNJ mengarah ke perbaikan akademik? Setelah rektor PLT ada sedikit ke-

mungkinan ada arah untuk memperbaiki. Ada peluang untuk memperbaiki budaya akademik UNJ, tapi ini PLT sifatnya sementara, budaya akademik tidak dapat dibangun tapi dia mensyaratkan adanya satu kebijakan yang determinan dan serius untuk memperbaiki budaya akademik itu. Contohnya adalah mengubah mata rantai birokrasi menejemen yang selama ini terus menggrogoti budaya akademik kita. Apa penyebab kultur akademik kita buruk? Satu, karena menurut saya kita terlalu banyak inbreeding, inbreeding itu kita mencari dosen-dosen yang berasal dari kampus ini, UNJ rekrut dosennya fari lulusan UNJ. Itu menghambat pertukaran pikiran dan justru menimbulkan patronase yang tidak sehat Kedua nepotisme, anak si ini saudara si ini dibawa masuk semua. Nepotisme berdasarkan kekeluargaan mau pun kedaerahan atau berdasarkan kelompok. Nah itu banyak terjadi di UNJ, hal tersebut mengosongkan akal sehat, karena apa? Itu juga menghasilkan budaya yang mampet karena orang-orang lebih banyak terlibat dalam hubungan yang bersifat primordial nantinya, ketimbang perdebatan dalam pemikiran Penulis: Aditya Septiawan Editor : Muhamad Muhtar

12 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


TUGAS UDIN

oleh Ahmad Qori eperti biasa, Udin selalu membantu Ibunya setiap pagi. Setelah membantu Ibunya, ia menyeduh kopi hitam. “Kling.. kling,” itulah suara yang keluar dari cangkirnya. Kemudian, Udin duduk di teras rumah. Kicauan burung Murai Batu mengiringi Udin yang sedang menikmati kopi. “Sruput...” suara tersebut keluar dari mulut Udin. Tak lupa, Udin melengkapi kenikmatan tersebut dengan membakar sebatang rokok. Hal itulah yang dilakukan Udin setiap pagi. Namun, hari itu ada yang berbeda. Udin tidak membantu ayahnya memandikan burung. Hal itu membuat Udin kena semprot ayahnya di pagi hari. “Din.....Udin, sini bantuin babeh mandiin burung!” “Yaelah beh, nih hari kan pertama kali udin masuk kuliah.” Udin menolak perintah ayahnnya. “Heran, segitu semangatnye pengen kuliah.” Omel ayahnya. Pagi itu baru pukul 06:30, tetapi Udin sudah bersiap untuk berangkat kuliah. Padahal, jadwal masuk mata kuliah adalah pukul 08:00. Kemudian Udin pamit den-

S

SASTRA gan kedua orang tuanya. Tak lupa ia meminta uang saku kepada ayahnya yang baru saja mengomeli dia. Dengan penuh semangat, Udin berangkat. Udin mengharapkan teman-teman barunya itu memiliki solidaritas seperti yang didoktrin oleh senior-seniornya. “Kalian ini keluarga! Harus solid.” Sesampainya di kampus, Udin menunggu teman-temannya. Di bawah pohon rindang, Ia kembali membakar sebatang rokok. Memang, Udin ini merupakan pecandu rokok. Ia menunggu sampai rokoknya tinggal setengah batang. “DORRRRRR” Udin dibuat kaget sampai rokok yang dipegangnya jatuh. Ternyata, Asep yang mengagetkannya. Kemudian, mereka berdua merokok bersama sampai lupa jika waktu menunjukan pukul 08:00. Artinya,mereka berdua harus masuk kelas untuk mengikuti matkul Sosiologi Pendidikan. Di kelas, Udin begitu serius memerhatikan dosen yang memberikan materi. Walaupun Udin tidak paham. Udin berlakon selayaknya orang yang paham. “Hmmm... begitu,” ucap Udin. Setelah dosen menyampaikan materi, si dosen memberikan kesempatan bagi yang ingin bertanya. “Yang bertanya mendapatkan tamba-

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 13


han nilai,” Ucap dosen. Satu persatu mahasiswa yang ada di kelas itu bertanya. Hanya Udin dan Asep saja yang diam, seperti ayam makan karet. Udin kebingungan. Mereka berdua pun dibuat bingung oleh temantemannya. Udin bingung karena pertanyaan teman-temannya itu tidak perlu dijawab. Udin juga merasa kesal karena teman-temannya itu bertanya hanya untuk mendapatkan nilai. Hari itu matkul berakhir pukul 10:00. Setelah keluar kelas, Udin dan Asep mengajak teman-temanya untuk main terlebih dahulu. Ajakan tersebut disambut baik oleh teman-teman mereka. Akhirnya, Udin, Asep dan temantemannya berkumpul di Warung Kopi dekat kampus. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 15:00. Akhirnya obrolan mereka berhenti, dan memutuskan untuk pulang. Udin mengantarkan Asep ke kosan. Di perjalanan, mereka saling bercerita tentang keseruan hari ini. Setelah mengantarkan Asep, Udin memutuskan untuk langsung pulang ke rumahnya. “Mampir dulu din?” Asep menawarkan. “langsung aja dah sep, udah sore, ntar babeh gua ngomel,” jawab Udin. Akhirnya, Udin sampai di rumah bersamaan dengan kumandang azan maghrib. Udin menganggap hari ini sangat seru. Ia senang bisa berkenalan dan main

bersama teman-teman barunya. Tetapi, kebahagiaan Udin hilang ketika Ayahnya memarahinya. “KEMANA AJA DIN?! EMANG KULIAH SAMPE SORE? UDIN KULIAH ATAU NYAPUIN KAMPUS?” Omel ayahnya yang sudah menunggu Udin di meja makan. Memang seperti itu tingkah ayah Udin. Walaupun sering memarahi Udin, ayahnya juga seorang yang peduli terhadapnya. “Sini din, buruan makan. Jengkol udah babeh sisain buat lu.” Ucap ayah Udin, menunjukan kepeduliaannya kepada Udin. Udin mengambil piring dan nasi, kemudian duduk makan bersama sang ayah. Udin bercerita tentang kuliah hari pertamanya itu. Ayah Udin yang awalnya ngomel, terlihat begitu peduli. Udin berbicara tentang suasana belajar di kelas, sampai ia berkumpul di warung kopi bersama teman-temannya. Di tengah pembicaraan yang asik itu, datanglah abang Udin, yang baru lulus kuliah jurusan Sistem Informatika. “Elu baru awal-awal din, nanti juga kalo udah banyak tugas, temen lu ga ada yang bantu.” “Ah!! Di jurusan gua mah beda bang, solid!” Udin membela diri. Abangnya hanya menjawab dengan senyuman, seakan meledek Udin. Hari demi hari perkuliahan su-

14 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


dah Udin lewati. Sampai suatu saat di mana banyak tugas-tugas kuliah yang harus dikerjakan. Seperti biasa, Udin dan Asep menginisiasi teman-temannya untuk mengerjakan tugas bersama. Tujuannya, agar saling membantu apabila, mengalami kesulitan. “Kawan-kawan, kerjain tugas bareng yuk!” Udin mengajak teman-temannya. “Iya tuh ayok! Aduhhh gua kaga ngarti dah kalo tugas tentang teori-teori.” Sahut Asep. Namun, ajakan mereka berdua ditolak teman-temannya. Temantemannya memilih mengerjakan tugas di rumah masing-masing. “Kalo ada kesusahan bilang di group aja, biar saling bantu.” Ucap salah satu teman Udin. Akhirnya, tugas itu dikerjakan di rumah masing-masing. Udin dan Asep dirundung rasa kecewa. Mereka berdua kebingungan untuk mengerjakan tugas. Sesampainya di rumah, Udin langsung mengerjakan solat maghrib,berdoa dan langsung mengambil laptopnya untuk mengerjakan tugas. Udin tak lupa menyeduh kopi terlebih dahulu. Udin menghirup kopi dengan harapan mendapat inspirasi.Batang demi batang rokok sudah dilewati. Namun, inspirasi tetap tidak menghampirinya. Tiba-tiba, handphone Udin berdering. Terlihat nama Asep yang muncul. Ternyata Asep yang menel-

epon Udin. Kemudian, Udin menjawab telepon dari Asep. “Halooo Din!” Asep berteriak keras. “Kenapa sih Sep?” Jawab Udin. Ternyata Asep menelepon Udin untuk mengajaknya mengerjakan tugas bersama. Udin menerima ajakan Asep. Asep disuruh datang ke rumah Udin. Pukul 21:00, Asep sampai ke rumah Udin. “Din... Udin!” terdengar suara Asep di depan rumah Udin. Udin yang telah menunggu Asep di depan rumah, langsung menyuruh Asep masuk. “Ngopi kaga sep?” Udin menawarkan kopi kepada Asep. “Wah boleh tuh din, ini mata udah sepet banget” Jawab Asep. Akhirnya, mereka berdua ngobrol sambil menikmati kopi. Sampai lupa, kalau mereka belum mengerjakan tugas. “Aduh ngobrol mulu nih kite, yok dah ngerjain tugas dulu!” Ajak Udin. Mereka berdua duduk di depan laptop masing-masing. Merenung. Suasana menjadi sunyi, sampai terdengar suara jeritan Jangkrik yang seakan menertawakan mereka berdua. “Ahh sial! Pusing, mentok, kaga paham mau ngerjain apaan,” keluh Asep. Mereka berdua sudah pusing bukan kepalang. Waktu sudah menunjukan tengah malam. Kemudian, Udin punya ide untuk bertanya di group kelas mereka. Mereka berdua pun kembali terdiam

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 15


dan menunggu jawaban dari temantemannya. “Plung..” suara dari handphone Udin, menandakan ada pesan masuk. Benar saja, pesan itu dari teman-temannya. Udin dan Asep begitu sumringah, ia berpikir akan ada bantuan datang. Tetapi, kenyataannya jawaban yang didapatkan sama sekali tidak menjawab pertanyaan Udin dan Asep. Teman-temannya berucap “Aduhhh gatau gua din”. Mereka berdua menjadi bingung dan memutuskan untuk mengerjakan tugas secara tidak serius. Mereka akhirnya mencomot dari internet. Padahal, hal itu sudah dilarang oleh dosennya. Tapi, karena keadaan sudah memaksa mereka untuk melakukan itu. Tugas mereka selesai, disusul dengan kumandang adzan shubuh. Setelah sholat, Asep memutuskan untuk pulang ke kosan. Sebelum pulang, ia memberi pesan kepada Udin, “Din, nanti bangunin gua ya di kosan. Takut ketiduran.” Wajar saja, mereka berdua begadang, sedangan kuliah dimulai pukul 08:00. Udin kemudian masuk ke dalam rumah. Abangnya yang baru saja selesai mandi malah menertawakan Udin. “Hahahahaha, lu tau sendiri kan akhirnya din? Mana yang kata lu solid? Lu kesusahan begitu aja kaga ada yang

bantu.” Udin hanya diam diledeki oleh Abangnya. Karena takut kebablasan, Udin memutuskan untuk tidak tidur. Ia langsung mandi, dan makan. Melihat Udin yang matanya memerah, Ibu Udin khawatir. “Ya ampun din, kamu kenapa belom tidur begitu, nak?” “Udin abis ngerjain tugas bu.” Jawab Udin dengan halus. “Yasudah nak, kamu nanti hati-hati mengendarai motornya. Ibu khawatir.” Ibu menasihati Udin. Seperti biasa, sebelum berangkat Udin selalu meminta restu orang tuanya. “Udin jalan ya bu. Beh jalan dulu beh.” Di perjalanan, Udin begitu ngantuk. Matanya menjadi sipit terkena sinar matahari. Tak disadari, Udin tidur sambil mengendarai motor. “Brakkkk” motor Udin menghantam trotoar. Udin terpental dan kepalanya terbentur pohon besar. Seketika Udin pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Mendengar kabar tersebut, orang tua Udin sedih dan langsung bergegas ke rumah sakit. “Ya ampun, din. Kamu kenapa bisa begini nak, besok-besok lebih baik kamu tidak usah mengerjakan tugas saja deh.” Ibu Udin menangis sangatlah kencang. “Gua kata juga apa din, mending bantuin babeh lu mandiin burung.”****

16 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


RESENSI BINATANG(IS)ME oleh Aditya Septiawan

Judul : Animal Farm Pengarang : George Orwell Penerbit : Bentang Tahun : 2016 Kota : Yogyakarta Tebal Buku : 142 halaman

“Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa menghasilkan. Ia tidak memberi susu, ia tidak bertelur, ia terlalu lemah menarik bajak, ia tidak bisa lari cepat untuk menangkap terwelu. Namun, ia adalah penguasa atas semua binatang� (hal. 6)

P

ada malam itu di Peternakan Manor, ketika sang pemilik peternakan tersebut yang bernama Jones telah tertidur lelap. Sementara, didalam peternakan seekor Babi Tua yang dihormati menyampaikan gagasannya tentang kebebasan. Ia menyampaikan bahwa hidup mereka di peternakan ini bukanlah hukum alam. Begitulah awal mula buku George Orwell. Buku tersebut menceritakan bagaimana babi tua yang biasa dipanggil Si Tua Major dan dianggap pemimpin oleh hewan lain di peternakan itu. Pada malam itu ia ingin menceritakan mimpinya. Sebelum bercerita, ia mengungkapkan bagaimana

Doc. google.com ketertindasan yang sebenarnya sedang dialami oleh para hewan-hewan itu. Hewan ternak harus bekerja untuk jones sementara, untuk pakan saja hewan ternak tidak berwenang memilih. “Sekarang, Kamerad, apa sih, sifat kehidupan kita? Mari kita hadapi: hidup kita ini sengsara, penuh kerja keras, dan pendek.� (hal. 5) Menurut Major, satu-satunya jalan untuk mereka dapat hidup bahagia adalah dengan dihilangkannya manusia dari dunia ini. Satu-satunya jalan, menurut Major adalah pembrontakan. Setelah menyampaikan gagasanya tersebut, Major menceritakan mimpinya dan ternyata mimpi terse-

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 17


but adalah sebuah lagu, lagu tersebut berjudul “Binatang Inggris” dan tanpa waktu lama binatang tersebut mampu menyanyikan lagi tersebut yang iiriknya berisikan dengan indahnya dunia tanpa manusia. Major lanjut menceritakan mimpinya. Mimpinya tentang lagu yang berjudul “Binatang Inggris”. Kemudian, lagu itu dinyanyikan di dalam kandang bersama hewan ternak lainya. Beberapa bulan setelah itu, Si Babi Tua Major mati dipanggil sang ilahi. Namun walaupun Major mati semangat tentang revolusi itu tidak padam pada kalangan binatang di peternakan tersebut. Ada tiga babi yang setelah kematian Major menjadi penyebar gagasan-gagasan Major dan mengelaborasikan ajaran Major dan mereka sebut sebagai “Binatangisme”. Babi-babi tersebut itu bernama Napoleon, Snowball dan Squealer. Di dalam Binatangisme terdapat tujuh perintah yang harus ditaati semua binatang inti dari tujuh perintah tersebut adalah kesataraan sesama hewan. Tanpa disadari pembrontakan itu terjadi bukan melalui rencana yang matang melainkan melalui massa yang marah. Para hewan tersebut marah karena Jones lupa memberi makan. Akhirnya pembrontakan tersebut berhasil dan para hewan tersebut hidup di

peternakan tanpa ada seorang pun manusia. Setelah Jones pergi para hewan tersebut mengontrol peternakan itu sendiri dan menyebut nama peternakan tersebut peternakan Binatang. Awalnya mereka hidup dengan bahagia, mampu mengurusi kehidupan peternakan tersebut demi kepentingan mereka sendiri. Namun, terjadi friksi antara Napoleon dengan Snowball mereka ingin mengelola peternakan tersebut dengan caranya masing-masing. Ada dua kelompok yang memperebutkan hegemoni di peternakan tersebut, kelompok Napoleon dan kelompok Snowball Orwell menggambarkan kedua Babi itu layaknya manusia yang sedang memperebutkan pengaruh di peternakan tersebut dan ada sifat buruk manusia juga bahwa menjadi penguasa bisa dilakukan dengan cara apapun. Itulah yang dilakukan oleh Napoleon, ia mengusir Snowball dari peternakan tersebut dan menuduh Snowball sebagai pengkhinat. Akhirnya Napoleon pun menjadi pemimpin tunggal di peternakan tersebut dan dibantu oleh Squeler yang menjadi juru bicara mengontrol peternakan tersebut secara sewenangwenang. Napoleon pun melanggar perintah yang ia buat dulu bersama

18 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


Snowball dan disepakati oleh penghuni peternakan binatang. Mulai dari membunuh sesama hewan sampai berhubungan dengan manusia. Napoleon melakukan hal itu dengan sangat cantik, ia menutupi kebohongan-kebohongannya dengan doktrin yang rasional terhadap penghuni peternakan tersebut. Ia memerintah tidak lebih baik dari Jones. Namun karena kepergian Jones sudah lama, membuat binatang penghuni peternakan lupa bagaimana kondisi pada saat Jones masih memimpin. Namun karena Napoleon selalu mendoktrin, di bawah kepemimpinannya lebih baik semua binatang percaya sepenuhnya. Orwell membuat novel ini melihat keadaan yang terjadi di Uni Soviet dulu. Ketika orang-orang soviet berhasil meruntuhkan kekuasan Tsar Nicolas II yang bertindak sewenang-wenang dan membuat rakyat tercekik. Mereka tergerak dengan rasa ketertindasan. Sama seperti yang Orwell gambarkan melalui buku ini. Ketika orang-orang Soviet yang dikenal dengan nama Bolshevik berhasil menggulingkan kekuasaan tersebut hidup mereka tidak lebih baik daripada sebelumya. Bahkan, semakin parah ketika Stalin memimpin. Ia pun membunuh banyak orang sama seperti yang Napoleon lakukan.

Menurut saya pun, mirip dengan bagaimana yang teradi di Indonesia pada tahun ke 1965 ketika Soeharto berhasil menggulingkan Soekarno. Pada saat itu harga-harga melambung tinggi dan masyarakat ingin ada pembaruan untuk membaiki perut mereka, sama seperti yang dialami oleh hewanhewan di peternakan Manor. Namun setelah mengganti kekuasaan pun tidak berlangsung selamanya dan rakyat pun merasa sengsara kembali. Ketika membaca novel ini saya melihat adanya kesamaan dengan kehidupan yang pernah terjadi di Indonesia, padahal novel tersebut dibuat pada tahun 1945. Novel ini tidak lekang oleh waktu dan dapat dinikamti dengan santai dengan bahasa yang mudah dimengerti, Bakti Soemanto berhasil dalam menerjemahkan novel tersebut. Namun kekurangan novel tersebut adalah ceritanya tidak sesuai alur seperti pada awal-awal novel tersebut diceritakan bahwa manusiamanusia disana tidak mengerti apa yang diucapkan hewan-hewan tersebut. Namun dalam lembar akhir buku tersebut diceritakan bagaimana Napoleon yang sedang bercengkrama di meja makan sambil meminum bir dan tertawa bersama sekumpulan manusia. Editor : Muhamad Muhtar

WARTA EDISI 3||LPM DIDAKTIKA UNJ|| 19


20 ||LPM DIDAKTIKA UNJ||WARTA EDISI 3


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.