Warta PKKMB 2021 Edisi Kedua

Page 1

Edisi II - Agustus


Warta PKKMB 2021

SALAM REDAKSI

Perkuliahan akan dilaksanakan secara daring, tapi jangan khawatir. Didaktika mengawal perkuliahan daring. Warta PKKMB edisi kedua hadir untuk kalian guna mengenal kampus dari sudut pandang kritis. Berpikir kritis sangat diperlukan sebagai seorang mahasiswa. Maka dari itu, kami persembahkan Warta PKKMB 2021 dari LPM Didaktika.

Redaksi

Halo, selamat datang kawan mahasiswa baru Universitas Negeri Jakarta. Selamat datang di kampus pendidikan, katanya.

Warta PKKMB Edisi satu menghadirkan berita hangat mengenai SPU yang membuat mahasiswa baru tertekan. Tidak hanya itu, berita mengenai keluh kesah PKKMB daring juga turut meramaikan warta kali. Selain itu, warta edisi kedua juga menghadirkan opini mengenai kartu marut pendidikan, resensi film hingga cerpen yang menghibur. Terimakasih! Tetap berkawan!

TIM REDAKSI Pemimpin Redaksi Hastomo Dwi Putra

Reporter dan Penulis Izam Komaruzaman Riyasy Asbabur Sekar Tri Widati Sonia Renata Yoga Alfauzan

Tata Letak Asbabur Riyasy

Redaksi

Tim

Redaktur Pelaksana Izam Komaruzaman

Editor Ihsan Dwirahman Sultan Bayu Ananda Ahmad Qori

1


Edisi II - Agustus

Daftar Isi Salam Redaksi..................................................................1 Tim Redaksi....................................................................1 Daftar Isi..........................................................................2 Media Sosial.....................................................................2 Berita Utama....................................................................3 Berita 2............................................................................6 Cerita Pendek...................................................................8 Opini..............................................................................13 Resensi...........................................................................14

Media Sosial @lpmdidaktika www.didaktikaunj.com Lpmdidaktikaunj@gmail.com Gedung G, Lantai 3, Ruang 304, Kampus A UNJ Jl. Rawamangun Muka, RT.11/RW.14, Rawamangun, Pulo Gadung @lpmdidaktika

2

Daftar Isi


Warta PKKMB 2021

Menekan Dengan Dalih Sumbangan Sumbangan Pengembangan Universits tahun ini terdapat opsi 0 rupiah, namun mahasiswa baru masih merasa tertekan dengan adanya SPU.

S

umbangan Pengembangan Universitas merupakan pemberian uang muka yang dibebankan pada calon mahasiswa baru jalur mandiri. Sumbangan Pengembangan Universitas atau SPU pertama kali diberlakukan pada penerimaan mahasiswa baru 2018 melalui SK Rektor UNJ nomor 407/SP/2018. Tahun-tahun selanjutnya muncul gelombang penolakan dari kalangan mahasiswa terhadap SPU. Pihak UNJ sendiri pada 2020 lalu mengakui adanya SPU ini dikarenakan kebutuhan akan pembangunan dan investasi sehingga UNJ mematok besaran SPU minimal 5.000.000 untuk enam program studi tertentu. Tahun ini, UNJ menetapkan SPU dengan minimal 0 rupiah untuk seluruh program studi. Adapun jika ingin memberikan sumbangan maka terdapat minimal, yaitu 750.000 rupiah untuk program studi selain Ilmu Komunikasi, Psikologi, Manajemen, Akuntansi, Sastra Inggris dan Ilmu Komputer. Sementara untuk enam prodi tersebut mahasiswa jika ingin menyumbang minimal 5.000.000. Seperti diketahui, enam prodi

"Pilihan" yang terdapat perbedaan dalam klasifikasi SPU memiliki jumlah pendaftar cukup banyak. Sebagai contoh, berdasarkan data LTMPT 2020 terdapat 3.171 pendaftar SBMPTN di prodi Manajemen memperebutkan 54 kursi, artinya hanya terdapat 1 di antara 58 orang yang diterima masuk UNJ. Menanggapi tentang SPU, Agus Dudung selaku Wakil Rektor II mengatakan pembedaan berdasarkan berbagai pertimbangan, termasuk biaya yang dikeluarkan setiap prodi. Sebagai contoh, menurutnya Fakultas Teknik memiliki pengeluaran lebih besar dibanding Fakultas Ilmu Sosial. Dirinya juga mengatakan perihal SPU merupakan hasil pertimbangan pimpinan dengan dekan setiap fakultas. Sehingga enam prodi yang memiliki rentang berbeda merupakan rekomendasi dari dekan fakultas. "Bukan tidak mungkin ini juga ber-

Berita 1

3


Edisi II - Agustus

dasarkan nilai jual dan jumlah pendaftar di prodi tersebut," tandasnya. Dirinya juga menngatakan bahwa UNJ tidak memanfaatkan SPU sebagai ajang untuk mencari tambahan dana, karena menurutnya prinsip SPU adalah sumbangan. Serta keabsahannya sudah diatur oleh Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi nomor 39 tahun 2017 pasal 8 (a), "PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana." Termasuk juga mahasiswa jalur mandiri. . Menanggapi pernyataan tersebut, Berril Nathanda Utomo mahasiswa Ilmu Komunikasi 2021 jalur Mandiri, merasa kurang adil dengan adanya penggolongan SPU. Walaupun ada opsi 0 rupiah, dirinya tetap merasa takut tidak diterima jika memilih opsi tersebut, hingga akhirnya dirinya beserta orang

4

tuanya memilih untuk memberikan sumbangan. Meskipun, dirinya mengeluh keberatan akan hal tersebut. “Ya, agak goyang juga kalau ga nyumbang,” ujarnya. Salah satu mahasiswa prodi Manajemen Angkatan 2019, Fajar Surya mengatakan, bahwa daya jual Manajemen yang nyatanya termasuk prodi golongan III SPU. Ia merasa bahwa tidak ada perbedaan dengan prodi lain. Dari mulai fasilitas hingga pengajaran tidak ada perbedaan signifikan, apalagi dengan adanya pandemi yang membuat proses pembelajaran tidak terasa adanya daya jual lebih itu. Dirinya juga menyayangkan jika ada mahasiswa baru yang harus tertekan perihal SPU, terutama untuk calon mahasiswa yang kondisi ekonomi orang tuanya sedang sulit "Harusnya kampus lebih pertimbangkan masalah SPU,” ucapnya. Senada dengan pendapat Fajar, Fahrurrozi, mahasiswa prodi Sistem dan Teknologi Informasi 2020 juga menyayangkan jika ada mahasiswa baru yang sampai tertekan hingga takut tidak diterima, karena adanya SPU. Seharusnya juga tidak ada penggolongan SPU berdasarkan banyaknya pendaftar, hal tersebut dirasa kurang adil baginya. “Penggolongan SPU manfaatin keadaan banget, padahal belum tentu dosen dan fasilitasnya bagus,” tandasnya. Penulis: Izam Komaruzaman Editor: Ihsan Dwirahman

Berita 1


Warta PKKMB 2021

PKKMB Online : Orientasi tanpa Esensi

PKKMB Daring tidak lepas dari permasalahan, mahasiswa hingga dosen ramai-ramai mengkritik esensi pelaksanaan PKKMB egiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB UNJ) sejauh ini telah berlangsung selama 4 hari. Kegiatan ini merupakan orientasi yang diperuntukkan mahasiswa baru guna mengenal kampus tempatnya mengenyam pendidikan. Biasanya, kegiatan orientasi dilaksanakan secara langsung. Namun Pandemi Covid-19 menghalangi kegiatan ini terlaksana di luar jaringan. Faris, Mahasiswa baru fakultas Psikologi mengutarakan bahwasanya, Pelaksanaan PKKMB daring cukup berjalan efektif meski mahasiswa tidak hadir lansung di area kampus “Meski-

K

pun dilaksanakan secara daring, tujuan PKKMB untuk pengenalan kampus tetap bisa tersampaikan dengan baik, saya jadi paham bagaimana dunia kampus dan berbagai kegiatan kampus” ujarnya. Berbeda dengan Faris, Nabil mahasiswa Prodi Bisnis Digital mengatakan “PKKMB daring kurang memenuhi ekspektasi saya tentang ospek. Kalau dilaksanakan secara luring sepertinya akan lebih berkesan” PKKMB daring sudah dilaksanakan tahun sebelumnya Azzaky, mahasiswa Prodi Pendidikan Bisnis 2020 yang terlibat langsung pada PKKMB daring tahun lalu berpendapat bahwasanya PKKMB daring tidak sesuai dengan ekspetasinya, ”Sebagai

Berita 2

5


Edisi II - Agustus

mahasiswa baru, dulu Saya berharap di PKKMB saya akan dapat mengenal lingkungan kampus sekaligus dosen yang akan mengajar namun dikarenakan dilaksanakan secara daring tentu hal tesebut menjadi tidak maksimal” Euforia dalam pelaksanaan PKKMB daring rupanya sangat berbeda seperti yang dirasakan Annisa Kwan mahasiswa Pendidikan Tata Boga 2019 yang sempat mengikuti PKKMB secara langsung, hal inipun menjadi sebuah keresahan baginya. “PKKMB offline lebih seru kegiatannya, karena kita turut merasakan langsung euforia yang terjadi,” ujarnya Kritik terhadapat PKKMB disampaikan oleh Arif mahasiswa prodi Psikologi 2017 menurutnya PKKMB daring sangat terbatas, Padahal banyak sekali hal yang tidak dapat diperkenalkan hanya dengan presentasi dan penjelasan melalui aplikasi zoom atau youtube saja saja “Hal tersebut meliputi pengenalan karakter mahasiswa sendiri, lalu mereka juga tidak mendapatkan gambaran secara langsung mengenai UNJ dan Ormawa, Opmawa dan lain sebagainya” Tak jauh berbeda dengan pendapat Arif, Saifur Rohman Dosen Prodi Sastra Indonesia menambahkan bahwasanya PKKMB daring memang tidak efektif, kegiatan ini tidak memiliki nilai-nilai esensial meski dari pihak dikti sudah menyampaikan mekanisme

6

serta materi PKKMB tapi materi tersebut hanya bersifat material. Saifur juga menambahkan “Ketergantungan akan teknologi sangat berdampak pada efektifitas pelaksanaan PKKMB daring belum lagi sifat teknologi yang makin menjauhi realitas objektif. Maka dari itu sebaiknya PKKMB dilaksanakan dengan memadukan antara daring dengan offline agar berjalan lebih efektif” PKKMB secara daring memang mau-tidak mau harus dilaksanakan disituasi Pandemi Covid-19 seperti sekarang. Irsyad Dosen Sastra Indonesia

Berita 2


Warta PKKMB 2021

berpendapat “Saya kira, sudah bukan saatnya lagi kita mempertentangkan antara pertemuan daring dan offline. Kita semua sudah terlanjur hidup di abad digital. Pertemuan daring itu harus dilihat bukan lagi dalam perspektif darurat, tetapi sudah harus diposisikan sebagai alternatif sistem perkuliahan masa depan. Dan, masa depan itu kini sudah berlangsung” Sementara Evita Adnan, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan menyatakan bahwa meskipun daring, tugas yang diberikan harus reasonable, masalah penggunaan kuota pun perlu diperhatikan apalagi masa pandemi seperti sekarang. “Kaum intelek harus bertindak intelek, PKKMB haruslah lebih humanis” tandasnya. Sementara pihak panitia mengemukakan tidak ada kendala yang benar benar mengganggu, seperti yang dijelaskan oleh Hana, panitia PKKMB Fakultas Ilmu Pendidikan , ia mengatakan “Para peserta mengikuti acara dengan antusias walau kami menerima beberapa masukan karena ada hari-hari tertentu yang acaranya lumayan panjang sehingga menyebabkan peserta mengantuk dan pegal-pegal” Sementara Wisnu Jaya, panitia PKKMB Fakultas Ekonomi, mengatakan kendala yang sangat mengganggu adalah sinyal dan perangkat elektronik penunjang “Dua hal tersebut sangat vital dalam pelaksanaan ke-

giatan ini akibatnya terjadi kesalahan contohnya kurangnya koordinasi antar panitia yang menyebabkan miskomunikasi” Tak dapat dipungkiri, kendala selama PKKMB daring cukup banyak, mengingat kita masih dalam tahap transisi digitalisasi. Ditahap inilah harus dilakukan banyak perbaikan dan inovasi untuk PKKMB daring agar kedepannya kegiatan ini tidak kehilangan esensinya sebagai wadah mahasiswa melakukan orientasi. Inovasi yang dimaksud dijelaskan oleh Hanifah, Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS 2020. Ia menyampaikan sarannya mengenai PKKMB daring. Menurutnya, beberapa materi kebanyakan lewat video/zoom, mungkin bisa dibuat interaktif, “Saat bagian pegenalan kampus. Bisa dibuat website maps untuk keliling kampus 360 derajat, Kalau mau lebih unik, sambil diberi keterangan atau sejarah di website nya seperti museum digital.”

Kaum intelek harus bertindak intelek, PKKMB haruslah lebih humanis

Berita 2

Penulis: Sekar Tri Editor: Sultan Bayu

7


Edisi II - Agustus

Semesta di Kotak Kamar Oleh: Yoga Alfauzan

T

engah malam lewat tiga belas menit. Aku masih terjaga sebab beberapa pikiran masih saja menusuk-nusuk kepalaku. Seakan mereka tidak ikhlas jika aku mendapat dua per tiga malam untuk istirahat. Padahal, kupikir setelah melewati satu hari yang panjang, aku bisa beristirahat dengan tenang. Walaupun, hanya untuk satu malam. Nyatanya tidak. Tapi, mari kita lihat sisi baiknya. Aku tidak sendirian. Aku ditemani secangkir teh manis yang kubuat sesaat sebelum aku masuk ke kamar. Tadinya itu teh manis hangat, harusnya begitu. Dinginnya malam telah mengambil kehangatan itu dengan perlahan. Membiarkan bibirku kedinginan ketika menyentuh ujung cangkir itu. Waktu-waktu setelahnya kuhabiskan untuk menatap langit-langit. Sebelum kusadar hal itu sangat tidak berguna. Kemudian, aku mencoba mengambil buku catatanku. Mencoba menuliskan semua yang terlintas saat itu juga. Aku ingat, dulu ada tokoh yang namanya Grian. Ia berasal dari semesta yang sama dalam imajinasiku. Grian ini sangat pemberani, dia juga sangat

8

terbuka. Niatnya, dia yang nantinya

akan jadi tokoh utama dalam semesta itu. Jadi, aku mencoba menuliskan "Grian" sebagai kata pertama pada buku catatanku. Tapi, masalahnya tokoh utama tidak pernah bisa hidup sendirian. Ia minimal harus punya satu tokoh yang menjadi pendukungnya. Seseorang yang akan membawanya kembali ke jalan yang benar ketika ia tersesat, yang akan mengingatkannya ketika melakukan kesalahan, serta yang akan

Cerpen


Warta PKKMB 2021

selalu ada disisinya apapun kondisinya. Maka dari itu, Jehan ini muncul. Jehan ini harusnya menjadi Srikandi dalam semesta itu. Tapi, kurasa itu terlalu hebat untuk ukuran seorang tokoh pendukung. Cukup menjadi Drupadi dalam hidup Grian saja itu sudah cukup, biarkan Grian menjadi seluruh Pandawa-nya. Maka, setelah kata Grian harus ada kata lain yang mampu menghubungkannya dengan Jehan. Tapi, tunggu dulu. Mereka berdua terlalu sempurna, tidak realistis. Kehidupan yang asli tidak hanya terdiri dari kata "aku" dan "kamu", pasti ada juga kata "dia" juga "mereka". Semesta yang besar itu tidak mungkin hanya bisa ditinggali dua orang saja, bukan? Aku menerka-nerka, siapa lagi yang pantas untuk hidup di semesta yang luar biasa ini. Kutegak teh yang masih setia menemaniku itu agar aku bisa menjadi lebih tenang untuk berpikir. Mungkin, seorang laki-laki dewasa saja cukup. Tapi, tidak hanya dewasa, dia juga harus pintar. Itu akan membuat semesta ini jauh lebih berwarna. Baiklah, sudah kuputuskan! Laki-laki itu akan kuberi nama Yona, artinya burung merpati. Aku sangat berharap kepadanya, selain pintar dan dewasa, ia yang juga akan menghubungkan Grian dan Jehan sejauh apapun jarak memisahkan.

Aku juga membuat tokoh-tokoh sampingan lain yang tinggal di sana sebagai latar belakang kehidupan mereka. Akhirnya, Semesta yang baru kubangun ini perlahan akan menjadi semesta yang besar dan memiliki banyak cerita di dalamnya. Namun, sepertinya aku salah perhitungan. Yona yang seharusnya menjadi penghubung antara Grian dan Jehan, sekarang malah merebut Jehan. Yona bukan tokoh yang baik lagi, sekarang dia menjadi antagonis utama. Entah kenapa, sekarang semesta ini jadi menyebalkan. Harusnya aku tahu, untuk menyatukan dua orang dalam satu hati, tidak diperlukan orang ketiga. Semua menjadi salah karena ini bukan apa yang aku rencanakan. Cerita yang harusnya bagus ini terpaksa jadi berantakan, padahal kerangka ceritanya sudah tersusun rapi dan tinggal ku

Cerpen

9


Edisi II - Agustus

ceritakan saja. Grian sekarang sedih. Ia telah kehilangan belahan hatinya yang sedari awal memang kuciptakan khusus untuknya. Kini ia hanya bisa diam dan melihat orang yang ia kasihi bahagia dengan orang lain. Cerita ini mulai menjadi terlalu realistis dan semestanya mulai berjalan di luar kendali. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan untuk membantu Grian. Menolongnya merebut Jehan kembali atau menghadirkan orang lain untuk mengisi kekosongan hatinya. Tapi, hati bukanlah mainan yang bisa diisi orang lain sebagai penggantinya begitu saja. Maka, cerita ini mulai mencapai klimaksnya, ia harus merebut Drupadinya kembali. Grian segera berangkat menemui Jehan, ia harus memastikan siapa Pandawa yang akan ia pilih. Dengan hati yang agak gentar, ia tetap memberanikan diri. Karena itu lah sifat dari tokoh utama yang aku hadiahkan kepadanya. Grian dan Yona berhadap-hadapan satu sama lain dengan Jehan berada di antara mereka. Jehan harus memilih satu dari mereka, karena isi ruang hatinya hanya cukup untuk satu. Namun, Jehan tampaknya tidak perlu pusing untuk menentukan pilihan tersebut. Ia selalu memilih Yona. Tidak peduli berapa kali pun diulang kembali, pilihannya tetap Yona. Grian sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi 10

karena Jehan sudah memilih. Diperjuangkan pun juga percuma, karena yang namanya memperjuangkan suatu hubungan, tidak bisa sendirian. Kini, Grian semakin hancur. Ia tidak pantas lagi menyandang gelar tokoh utama karena ia telah kalah. Atau mungkin benar dia tokoh utamanya, hanya saja ia tidak mendapat akhir yang bahagia. Mungkin, dari sini juga Grian akan mendapatkan kekuatan barunya, yaitu keteguhan hati, walaupun aku tahu itu tidak akan butuh waktu yang sebentar. Dengan begitu, aku mengakhirinya. Seluruh semesta yang kubuat dalam semalam itu akan berakhir bersamaan dengan aku menutup buku catatan ini. Entah, untuk kedepannya apabila aku membuka buku ini lagi dan menciptakan semesta baru, aku mungkin akan menjadikan ini pelajaran. Untuk Grian, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih dan semoga lekas sembuh. Aku tidak tahu harus memberikan apa lagi untukmu, tidak tahu apa yang akan dilakukan lagi ke depannya bersamamu, pokoknya aku tidak tahu. Yang aku tahu, kalau kita sama-sama capek. Capek dengan semesta yang tidak terkendali ini. Sekali lagi, akan aku katakan "Aku mengakhirinya di sini".

Cerpen


Warta PKKMB 2021

Karut-marut pendidikan indonesia

S

emenjak Revolusi industri pada tahun 1760, mulai tumbuh sekolah-sekolah konvensional. Yakni sekolah yang kita kenal selama ini. Biasanya sekolah ini memiliki gedung yang dibuat khusus untuk kegiatan belajar mengajar. Sekolah yang dibuat oleh para elite (mereka yang memegang kekuasaan secara politis maupun ekonomi) untuk melanggengkan kekuasaannya. Dalam sistem sekolah konvensional, murid-murid berkembang melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar yang telah disiapkan. Selain itu, kegiatan belajar mengajar yang dirangkai hanya berfokus untuk pengembangan industri. Memperkaya murid-muridnya dengan materi yang diperlukan untuk menjadi karyawan. Sehingga, dapat melanggengkan sistem industri yang dianut kaum kapitalis. Sekolah konvensional membuat pendidikan seolah hal yang terpisah dari dunia nyata. Guru-guru di sana secara kaku memberikan pandangan mereka terhadap murid-muridnya, menceritakan dongeng-dongeng dan penggambaran yang

tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Penyakit ini rupanya juga terjangkit di dalam dunia pendidikan Indonesia. Kebanyakan sekolah yang ada hanya menyajikan materi-materi yang terkadang tidak sesuai dengan keadaan sosialnya. Contohnya, seperti yang terjadi pada siswa-siswa SMK. Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang dilakukan pada tahun 2018. Ia mencatat, dari 7 juta pengangguran terbuka pada waktu itu, 11,24 persennya merupakan lulusan SMK. Dilansir dari ekonomi.bisnis. com, menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance mengatakan bahwa permasalahan utamanya berada di penyerapan tenaga kerja yang masih belum memadai.

Opini

11


Edisi II - Agustus

Padahal, SMK bertujuan mendidik murid-murid agar dapat langsung bisa berkecimpung di dunia kerja. Namun kenyataanya, lulusan SMK banyak yang tak dapat pekerjaan. Gagalnya SMK memenuhi harapannya mencontohkan bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang membaca keadaan sosial di sekelilingnya. Paulo Freire dalam bukunya pendidikan Kaum Tertindas menuliskan, hadirnya sekolah-sekolah ini malah menghilangkan sifat kritis di dalam pendidikan. Pasalnya, metode yang digunakan tidak melibatkan dialog dua arah antara murid dan guru. Alhasil, murid menjadi pasif karena tidak dirangsang untuk berfikir sendiri. Mereka hanya mengikuti kata gurunya, sukar menentang karena takut tindakan-

12

nya tidak sesuai ketentuan yang ada. Sehingga, hilang pemikiran kritisnya dan tanpa sadar telah terprogram untuk mejadi karyawan yang patuh. Model pembelajaran seperti ini tetunya merabunkan mereka dari persoalan yang ada di kehidupan bermasyarakat. Sebab, pemikiran kritis mereka tak pernah dilatih. Yang mereka tau hanya perkataan gurunya yang belum tentu sesuai realitas. Seperti yang penulis rasakan sendiri. Sudah mengenyam Pendidikan selama 15 tahun, namun tetap saja tidak mengetahui apa yang akan saya lakukan dengan ilmu yang dimiliki. Sehubungan dengan ini, Freire juga menyebutkan adanya penyumbatan akses untuk sekolah. Untuk masuk sekolah membutuhkan uang, dan tak semua orang memiliki uang yang cukup untuk membayar sekolah dan menghidupi dirinya. Seperti mereka para kaum tertindas (sebutan Freire bagi mereka yang tak mampu), yang hanya berprofesi sebagai petani kecil, pedagang kaki lima, pengamen, bahkan diantaranya ada yang tak berprofesi. Tentunya uang menjadi batasan mereka dalam mengenyam Pendidikan. Sebab, belum tentu uang yang mereka dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka, apalagi untuk membayar uang sekolah. Hal ini menunjukkan seakan-akan Pendidikan hanya untuk mer-

Opini


Warta PKKMB 2021

eka yang beruang saja, menepis orangorang yang tak mampu membayar. Penelitian Freire memiliki kesamaan dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Bila kita lihat sehari-hari, banyak anak kecil yang berkeliaran di jalan-jalan entah untuk mengamen atau sekedar bermain karena tak ada kegiatan lain. Sebagai tambahan, dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) tentang angka anak putus sekolah di Indonesia pada 2019. Sepanjang tahun itu, sekitar 4,3 juta siswa Indonesia putus sekolah di berbagai jenjang. Selain persoalan akses pendidikan dan metode pendidikan, perihal orientasi pendidikan juga menjadi masalah. Adanya dominasi ekonomi, akhirnya mengubah cita-cita luhur pendidikan, yang menurut Freire untuk memanusiakan manusia. Perubahan kurikulum berulang kali dilakukan, tapi masih saja tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Tetap saja, tujuan pendidikan masih tidak jelas. Sebenarnya, manusia seperti apa yang ingin diciptakan oleh pendidikan? Sehubungan dengan ini Haidar Bagir dalam bukunya Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia menulis, perbincangan Pendidikan di Indonesia kekurangan kajian filosofis dalam diskusinya. Itulah sebabnya perkemban-

gan pendidikan di Indonesia terus saja tidak menemukan tujuan yang jelas. Haidar Bagir menyebutkan bahwa pendidikan Indonesia harus kembali ke Undang Undang Sisdiknas 2003 yang berbunyi, “bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.” Selain itu, Haidar Bagir menyebutkan bahwa segenap proses pendidikan haruslah bertujuan untuk mengembangkan bermacam-macam potensi manusia untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Tak hanya secara fisik, tapi juga secara emosional dan spiritual. Bukan hanya mencetak warga negara yang baik dan patuh. Apalagi sekedar mencetak pekerja yang kompetitif. Secara singkat, Haidar Bagir menawarkan metode pendidikan karakter yang tak hanya kemapuan konseptual untuk kerja, tapi juga mengembangkan kemampuan emosional seperti pengendalian emosi dan memelihara harga diri. Baginya, pendidikan karakter dapat menjadi titik awal pengembangan pendidikan.

Opini

Oleh: Asbabur Riyasy Editor: Ahmad Qori

13


Edisi II - Agustus

BORI: KEHANGATAN DALAM IRONI PERBEDAAN

Sebuah perbedaan kerap kali menjadi penghalang untuk bisa saling menerima dan menghargai. Menjadi berbeda bukan hanya dirasakan oleh mereka yang memiliki kekurangan. Akan tetapi, berbeda juga dapat dirasakan apabila memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Bila dunia ini sudah terisi oleh keseragaman yang diibaratkan asap. Manusia akan menggunakan mata dan hidungnya untuk mencari perbedaan didalam asap tersebut. Suatu ironi kehidupan dan sifat dasar manusia. Kita 14

seharusnya bersatu dalam perbedaan, bersatu bukan berarti sama. Bersatu berarti menyatukan segalanya, entah itu sama atapun berbeda. Seperti halnya film Bori yang dirilis pada 21 Mei 2020 di Korea. Film “Bori” di ambil dari nama tokoh utama yang merupakan seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang tinggal di sebuah desa pinggir laut bersama ayah, ibu, dan adiknya yang tunarungu. Bori adalah satu-satunya anggota keluarga yang bisa mendengar. Ia sering membantu orang tuanya untuk menerjemahkan ucapan orang lain. Menjadi berbeda membuatnya merasa kesepian ketika sedang di rumah. Setiap pagi, ketika berjalan menuju ke sekolah, Bori selalu menyempatkan diri ke kuil untuk berdoa. Dia berdoa agar tuli seperti anggota keluarganya yang lain sehingga dia tidak akan lagi merasa kesepian. Walaupun Bori bisa berbahasa isyarat dengan belajar otodidak, tetapi dia masih belum lancar menggunakannya. Hal itu yang membuat Bori merasa masih ada tembok penghalang saat berkomunikasi dengan keluarganya. Bori yang merasa kesepian dan menginginkan untuk menjadi tuli mencoba segala hal agar keinginannya terwujud. Sahabatnya juga turut memban-

Resensi


Warta PKKMB 2021

tu keinginan Bori dengan menyarankan untuk mendengarkan lagu keras-keras. Selain itu, berita tentang seorang wanita tua yang kehilangan separuh pendengarannya karena menyelam, menginspirasi Bori untuk menenggelamkan kepalanya di wastafel. Semua hal yang telah ia coba tidak membuahkan hasil. Akhirnya Bori memutuskan untuk menceburkan diri di laut hingga berakhir di rumah sakit. Ayahnya yang sedang memancing segera berlari dan menyelamatkannya. Sebenarnya kejadian tersebut tidak membuat Bori kehilangan pendengarannya, akan tetapi Bori berpura-pura menjadi tuli ketika dokter melakukan pengecekan. Menjadi tuli membuka mata dan pikiran Bori. Ia menjadi tahu apa yang dirasakan oleh keluarganya. Perlakuan yang dibeda-bedakan oleh orang-orang disekitar seperti tidak dianggap atau dikucilkan oleh teman-temannya karena ia juga menjadi tunarungu, membuat Bori geram. Beruntungnya, dia memiliki sahabat yang selalu membelanya. Orang tua Bori akhirnya memutuskan agar Bori dan adiknya dioperasi. Dokter menjelaskan kepada bibinya Bori sebagai pengganti orang tua Bori yang tunarungu. Bahwa setelah dioperasi, Bori ataupun adiknya dilarang untuk bermain sepak bola ataupun berenang. Lalu, Jadwal operasi ternyata bertepatan dengan hari pertandingan sepak bola adiknya. Akan tetapi, ber-

main bola merupakan hobi yang paling disukai adiknya. Adiknya yang memiliki masalah pendengaran sering kali dikucilkan oleh teman-temannya. Ia hanya bermain bersama mereka ketika bermain permainan sepak bola. Hal tersebutlah yang membuat adiknya sangat menyukai sepak bola. Sayangnya, tidak bisa mendengar membuatnya hanya menjadi pemain cadangan. Mengetahui hal itu, Bori meminta bantuan kepada sahabatnya yang sudah mengetahui bahwa Bori hanyalah berpura-pura tuli. Bori meminta agar sahabatnya bilang ke ayahnya yang merupakan kepala desa agar adiknya bisa ikut bermain. Sang bibi tidak pernah memberi tahu akan larangan setelah operasi. Hal tersebut membuat Bori lagi-lagi menanyakan persetujuan adiknya untuk dioperasi. Dia juga menanyakan kepada orang tuanya, apakah mereka senang dengan kondisi Bori yang tuli. Ayahnya mengatakan, “Mau tuli atau tidak, kamu tetap anak ayah yang paling manis.” Bori juga menanyakan apakah tidak apa jika adiknya tidak di oper-

Resensi

15


Edisi II - Agustus

asi. Orang tuanya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Akhirnya Bori menangis dan berkata jujur bahwa ia tidaklah tuli. Ia memberi tahu bahwa ia mendengar dari dokter akan larangan-larangan setelah operasi. Akhirnya adik Bori tetap mengikuti pertandingan dan mendapatkan penghargaan sebagai pemain paling berharga. Film Bori ini memberikan banyak pandangan akan arti dari berbeda. Melukiskan setiap makna perbedaan dengan indah. Berbeda karena memiliki kekurangan bukan berarti kelemahan, kekurangan bisa berarti kemenangan. Seperti adik Bori yang mendapatkan peghargaan menjadi pemain paling berharga pada saat pertandingan sepak bola. Sedangkan berbeda karena memiliki kelebihan bukan berarti bisa segalanya, kelebihan bisa berarti membutuhkan. Seperti halnya Bori yang memiliki indra yang sempurna tetapi masih merasa perlu dimanja dan diperhatikan kedua orang tuanya. Melihat seseorang memiliki kekurangan membuat orang lain merasa superior. Banyak kesalahpahaman yang terjadi jika kita tidak mau mengerti apa yang ingin orang lain sampaikan. Seperti halnya kasus yang 16

dialami oleh Steven di Papua. Dalam video viral yang beredar di media sosial, Senin, 26 Juli 2021, terlihat seorang warga tunarungu (Steven) sedang ribut di sebuah warung bubur. Kemudian dua oknum prajurit TNI AU datang dan melakukan aksi kekerasan dengan menginjak kepala seorang warga penyandang tunarungu tersebut. Tidak hanya mendapatkan perlakuan kekerasan, penyandang disabilitas juga kerap kali dilecehkan. Seperti pada kasus 8 April 2021, yang dialami seorang perempuan tunarungu di Bekasi. Dilansir dari Tempo, korban mengaku terlebih dahulu dicekoki alkohol hingga mabuk. Setelah mabuk dan tak berdaya, pelaku dengan leluasa melakukan pemerkosaan terhadap korban. Kasus-kasus ini merupakan bukti nyata akan minimnya edukasi tentang disabilitas di Indonesia. Masyarakat masih menganggap bahwa penyandang disabilitas adalah kelompok tak berguna, kelas bawah. Masyarakat lupa bahwa penyandang disabilitas juga merupakan manusia yang memiliki hak untuk hidup tenang. Mereka juga memiliki potensi untuk menunjukkan keterampilan mereka.

Resensi

Penulis: Sonia Renata Editor: Ihsan Dwirahman


Warta PKKMB 2021


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.