Haluan 4 Didaktika

Page 1

Edisi Ramadan

HALUAN MAHASISWA Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika UNJ

Kehidupan Pasar DIDAKTIKA KramatUNJ Jati1 Edisi Ramadan||LPM


Sapa Redaksi

M

emasuki bulan suci Ramadan, masyarakat berlomba-lomba untuk mendapatkan berkah-Nya. Mereka berniat untuk memperbaiki akhlak. Selain itu, masyarakat Indonesia memiliki tradisi sendiri untuk merayakan bulan suci Ramadan. Salah satunya ialah membeli takjil untuk menu buka puasa. Masyarakat memanfaatkan tradisi itu untuk mencari nafkah. Berbondong-bondong tiap tepi jalan ditemukan penjual takjil. Di samping murah, takjil dianggap menjadi menu buka puasa paling efisien dan efektif, sebelum sholat dan memakan nasi. Penjual Takjil pun dapat ditemukan di beberapa pasar tradisional. Seketika, pasar tradisional menjadi pasar kuliner. Sebab, pasar menawarkan berbagai jenis makanan untuk berbuka puasa. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh semua pedagang. Para penjual takjil, sebagian besar bukan merupakan pedagang tetap. mereka hanya pedagang musiman yang mendapat berkah dari bulan suci Ramadan. Beberapa pedagang tetap di Pasar, kalah bersaing dengan adanya pedagang musiman tersebut. Salah satu contohnya ialah pedagang di Pasar Kramat Jati. Meski bulan Ramadan dianggap bulan penuh berkah, namun tidak untuk pedagang tetap. Keadaan tersebut memang tidak bersifat mengenalisir para pedagang. Sebab, banyak para pedagang tetap yang juga diuntungkan. Selain penjual makanan di Pasar Kramat Jari, ada juga para pedagang yang menjual barang lain. Salah satunya ialah pedagang pakaian. Tahun ini, pembeli pakaian cenderung sepi. padahal, lebaran segera tiba. Salah satu penyebabnya ialah dikelolanya parkiran oleh pihak swasta. Karcis parkir, dianggap mahal oleh pedagang. Beberapa keadaan tersebut yang akan diinformasikan dalam Haluan mahasiswa kali ini. Tema yang akan di-

Daftar Isi 1

Perbedaan Pendapat Pedagang di Pasar Kramat Jati

6

Sosok: Mencari Nafkah dari Jembatan Penyebrangan

2

Riuh Ramadan di Pasar Kramat Jati

7

Opini

3

Memikat Rezeki dengan Parfum

7

Resensi

4

Strategi Warung Makan di Pasar Kramat Jati

5

Usaha Pakaian Dalam di Pasar Kramat Jati

Pemimpin Redaksi: Yulia Adiningsih, Sekretaris Redaksi: Uly Mega Septiani, Tata Letak: Hendrik Yaputra, Reporter: Ahmad Qory Hadiansyah, Ilham Abdullah, Aditya Septiawan, Muhammad Muhtar, Annisa Nurul Hidayah Surya, Muhammad Rizky Suryana, Yulia Adiningsih, Hendrik Yaputra, Editor: Lutfia Harizuandini, Uly Mega Septiani, Lutfia Harizuandini, Foto Cover: Rebanas.com 2

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Perbedaan Pendapatan Pedagang di Bulan Ramadan

Liputan Satu

Tiap hari di Bulan Ramadan, beberapa pedagang takjil laku keras. Mereka ialah pedagang dadakan yang hadir pada bulan Ramadan. Namun, pendapatan tersebut berbeda dengan pedagang tetap yang ada di Pasar Kramat Jari.

B

ulan Ramadan memiliki keunikan tersendiri. Pedagang-pedagang dadakan bermunculan ketika bulan Ramadhan datang, contohnya pedagang takjil dan pedagang timun suri. Mulai yang berdagang di pinggir jalan hingga berdagang di pasar-pasar. Pedagangpedagang tersebut juga ditemui di Pasar Kramat Jati, yang berada di kawasan Jakarta Timur. Omzet yang didapatkan pedagang juga bervariasi. Mulai dari puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah per hari. Seperti yang dialami Annisa, pedagang takjil berusia 16 tahun. Momen Ramadhan tahun ini, merupakan pertama kalinya ia berdagang takjil. Ia pun mengungkapkan bahwa dengan adanya momen bulan Ramadhan ini, ia dapat memperoleh keuntungan yang lumayan besar, hingga mencapai ratusan ribu rupiah.

Doc. cosmopolitan.kompas.com

“Saya kalo hari-hari biasa, pendapatan bisa mencapai 1 juta rupiah per hari. Kalau di bulan Ramadhan hanya 5OO ribu rupiah saja, karena mulai berdagang cuma dari jam 3 sore,” tutur Agitnas.

Sama seperti Annisa, Agitnas juga tidak mempunyai cara-cara tersendiri untuk menarik pelanggan. Biasanya, pelanggan datang karena rasa dari makanan yang ia jual. hal yang serupa juga dikatakan oleh salah satu pelanggan Agitnas, yang kebetulan sedang membeli Ketika berdagang, Annisa hanya bermodalkan takjil. Pelanggan tersebut mengatakan bahwa rasa menmeja dan kursi saja. Di mejanya, terlihat takjil yang disu- jadi hal yang menyebabkan ia membeli makanan. “Kalo sun di atas nampan dan ditutup selembar koran. Dalam saya kurang memikirkan tampilan, yang penting rasanya berdagang, ia tidak menggunakan cara-cara khusus untuk enak.” memikat pelanggan, seperti menghias meja. Menurutnya, Selain kedua pedagang takjil tersebut, Ade, pedpembeli datang karena rasa dari dagangannya itu sendiri. agang timun suri tidak mengalami hal yang berbeda di Selain itu, Annisa juga sudah memiliki pelanggan bulan Ramadhan ini. Pria yang dalam kesehariannya tetap, yang memesan dagangannya setiap hari. “Biasanya berdagang buah-buahan ini tidak mengalami peningkatan memesan lewat telepon atau whatsapp. Nanti menjelang maupun penurunan pendapat. Sambil merapihkan timun suri, Ade mengatakan “sehari hanya dapat 5O ribu saja, berbuka diambil,” ungkapnya. sama seperti hari-hari biasa.” Berbeda dengan Annisa, Agitnas, pedagang takjil Timun suri yang dijual Ade memiliki harga yang yang berusia 56 tahun ini, sudah 25 tahun berdagang di kawasan Pasar Kramat Jati. Dalam kesehariannya, ia me- bervariasi, bergantung ukurannya. Timun Suri yang berumang penjual aneka makanan, seperti bakwan, tempe, kuran besar dijual dengan harga Rp 1O.OOO dan yang martabak, tahu isi, dan lontong. Di bulan Ramadhan ini, kecil Rp 5.OOO,. Selain itu, Ade mengungkapkan bahwa ia mengalami penurunan pendapatan. Ia pun mengang- Ia memperoleh timun suri dari pasar Induk Kramat Jati. gap bahwa semakin banyaknya pedagang takjil dadakan di bulan Ramadhan, menyebabkan persaingan meningkat. Selain itu, jangka waktu berdagang juga menjadi salah Penulis : Ahmad Qory Hadiansyah satu penyebab penurunan pendapatannya. Editor : Annisa Nurul Hidayah Surya “Saya baru mulai berdagang tahun ini, keuntungannya lumayan besar. Bisa mencapai Rp 2OO.OOO per hari,” ucap Annisa.

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 3


Liputan Dua

Riuh Ramadan di Pasar Ikan Kramat Jati Saat bulan Ramadhan seperti ini, para pedagang lebih semangat dalam berjualan. Sebab, banyak hal yang bisa menemani mereka begadang untuk berjualan, salah satunya orang-orang yang rutin membangunkan sahur. Mereka menjadi hiburan sederhana bagi para pedagang, “ada yang tingkahnya lucu bangunin sahur pake ember dipukulin” ungkap Nurul, Pedagang Ikan.

P

asar ikan memang terus melekat dengan citra kumuh, becek, ramai, dan bau amis. Meskipun begitu, Pasar Kramat Jati tetap menjadi sasaran para pecinta seafood. Setiap malamnya kios-kios penjual ikan laut segar disesaki pembeli yang sekadar membeli beberapa ekor ikan, ataupun porsi besar untuk rumah makan. Pusat perputaran bisnis ikan terbesar di Jakarta terdapat di Muara Angke, Jakarta Utara, namun, letaknya cukup jauh. Sebab itu, banyak pasar ikan di sudut Jakarta hadir sebagai alternatf bagi penikmat seafood maupun para penjaja masakan ikan. Salah satunya pasar ikan di kilogram. “Saya juga biasa beli ikan kakap, 45 ribuan. Dan itu masih bisa ditawar,” tuturnya. Kramatjati, Jakarta Timur. Pasar Kramatjati memang telah lekat dengan sebutan pasar ikan. Namun, pasar ini sama halnya dengan pasar tradisional lainnya. Pada pagi hingga sore hari, pedagang sayur memadati kios-kios di dalam pasar, begitu juga pedagang kue, daging, prabotan, maupun sembako, seperti pada umumnya.

Pedagang Ikan Keturunan Madura

Riuh saling saut pedagang yang didominasi ibuibu, berteriak memanggil para pelanggan yang sedang kebingugan untuk memilih kios ikan. Ini membuat suasana menjadi berisik dan gembira, sebab bunyi klakson kendaraan dan alunan dangdut dari tukang kaset juga menam Aroma berbeda muncul selepas maghrib, bau amis bah ke bingaran Pasar Kramat Jati. pekat mulai tercium di sekitaran pasar. Tak perlu khawatir, Uniknya, pedagang ikan laut di Pasar Kramat itu berasal dari pedagang ikan laut segar di pinggir jalan pasar. Kios pedagang ikan tersebut berjejer sekitar 1km Jati rata-rata adalah keturunan Madura. Seperti yang biasa kita temukan sehari-hari, pedagang yang berasal dari dan menjajakan dagangannya sampai subuh. Madura biasanya berjualan sate ataupun nasi goreng. Kita Yuli, pembeli cumi yang sudah terbiasa dengan dapat menemukan wanita-wanita perkasa berjualan ikan aroma amis menuturkan, untuk hidangan sahur dengan laut tengah malam di sana. keluarga, ia lebih percaya membeli ikan laut di pasar kraNurul asal Madura yang kini telah berjualan ikan mat jati. Sebab, selain tidak jauh dari rumah, para peda- gang menawarkan dagangan dengan ramah. “Di sini pili- laut selama 11 tahun, menceritakan susah senangnya selama berjualan di Pasar Kramat Jati. Ia merasa bersyuhan ikannya banyak dan segar-segar,” katanya. kur bisa mendapatkan penghasilan dari berjualan ikan, Ia juga menambahkan, harga ikan di Pasar Kra- hasilnya bisa menyekolahkan anak-anak. Jika hujan turun matjati cukup terjangkau. Untuk membeli hidangan siap terkadang sering ingat orang rumah yang nyenyak tidur, santap agak mahal harganya, ia memilih untuk memasak tapi saat pembeli lagi ramai, itu bisa menutupi diginnya sendiri. Ia biasa membeli cumi dengan harga 65ribu per malam. 4

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Doc. tribunnews.com

Ia juga menambahkan saat bulan Ramadhan seperti ini, para pedagang lebih semangat dalam berjualan. Sebab, banyak hal yang bisa menemani mereka begadang untuk berjualan, salah satunya orang-orang yang rutin membangunkan sahur. Mereka menjadi hiburan sederhana bagi para pedagang, “ada yang tingkahnya lucu bangunin sahur pake ember dipukulin” ungkapnya.

Dari berjualan Ikan, khususnya bulan Ramadhan ini, Margani mengaku mendapatkan omzet relatif tinggi. Walaupun pelanggan dari rumah makan yang biasanya membeli dengan porsi besar menurunkan jumlah pembeliannya. Ia tetap bersyukur, karena kebutuhan santap seafood masyarakat tidak berkurang. “Sekitar 350ribu sampai 500ribu semalam bisa dapat,” imbuhnya.

Sulis acap kali datang membeli ikan untuk keperluan santap di bulan Ramadhan ini. Ia mengajak anak perempuannya, sekadar untuk cuci mata saat malam melihat-lihat ikan besar segar maupun hewan laut lainnya. Ia juga terbantu oleh putrinya untuk memilih ikan yang segar untuk di beli. “Kalau belanja bareng, enaknya bisa saling kasih saran,” imbuhnya.

Jenis ikan yang di jual oleh Margani tidak jauh berbeda dengan kios sekitarnya: udang, cumi, lobster, gurame, patin, kerang, hingga kepiting. Ia memperoleh ikan tersebut langsung dari muara angke pada sore hari, dan menjualnya pada malam hari.

Ikan yang di tawarkan beragam jenis, ikan tersebut di susun rapih oleh para pedagang. Dari ikan yang besar sampai jenis kerangpun terlihat cantik bertengger di kios pedangang. Di tambah lantunan dangdut menambah kesan menarik, untuk memikat perhatian para pembeli. Margani(35), salah satu penjual ikan menuturkan, berjualan di Pasar Kramat ati sudah 7 tahun. Ia merasa senang berjualan setiap hari di sana, seperti ibadah harus ikhlas menjalankannya. “ Sebelumnya, bapak saya dulu yang berjualan disini dari tahun 80an,” jelasnya.

Pasar kramatjati telah menjadi induk penghasilan dari ratusan orang, baik pedagang maupun oknum yang memanfaatkan penghasilan dari pasar. Pasar tradisional tetap berdiri bukan untuk dirubah, namun kearifan lokal yang ada di setiap sudutnya haruslah dilestarikan. Citra kotor, ramai ataupun kumuh biarlah menjadi keresahan yang timbul setelah berkunjung. Tapi, setiap pengunjung akan kembali lagi dan membutuhkan pasar sebagai tempat perputaran hidup. “Satu-satunya penghasilan saya untuk keluarga, ya dengan berjualan ikan ini,” ujar Margani. Penulis: Ilham Abdullah Editor : Yulia Adiningsih Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 5


Liputan Tiga

MEMIKAT REZEKI DENGAN PARFUM

Doc. pribadi

P

arfum merupakan komoditas yang sering ditemui di sepanjang jalan ketika memasuki Condet, sebuah daerah yang terletak di Jakarta Timur. Cukup mudah untuk menemukan jenis parfum yang diinginkan di sini, tentunya dengan kualitas yang baik. Condet tidak hanya menjajakan parfum saja, melainkan barang-barang khas Arab juga ada disini. Sorban, sarung, baju gamis, siwak (sejenis kayu untuk menyikat gigi –red), sampai sisha (sejenis candu dari Arab –red) beserta alat penghisapnya hadir menemani parfum di dalam berbagai toko. Layaknya “Pasar Arab”, Condet menyimpan keunikan tersendiri di tengah modernitas ibukota.

Ia menuturkan bahwa promosi toko parfumnya dilakukan melalui media sosial, yaitu Instagram. Selain itu, toko ini menggunakan cara tester untuk menarik minat membeli produknya. “Kita promosi di kantor-kantor, bawa parfum dalam botol kecil untuk dites,” ucapnya. Taufik menuturkan bahwa ia digaji Rp350.000,per bulan oleh pemilik toko. “Uang segitu untuk makan aja mas, saya enggak nyewa kos, tinggal di asrama dekat toko,” tambahnya. Ia juga berkata bahwa setiap pulang ke Wonosobo, biaya pulang serta kebutuhan sehari-hari di kampung halamannya ditanggung pemilik toko. Mayoritas pedagang parfum di Condet berasal dari Wonosobo. “Teman-teman saya ada yang kerja di PGC, jual parfum juga,” ujarnya. Berbagai jenis parfum dijajakan di Toko Hajrain. Taufik mengatakan yang paling laris dijual adalah parfum jenis Hugo Boss Energy. “Parfum itu laris karena wanginya bikin tahan lama bagi pemakainya,” ujar pria berusia 16 tahun ini. Taufik juga menambahkan bahwa bahan-bahan untuk parfum di tokonya didatangkan dari luar negeri, paling banyak berasal dari Dubai. Selain Hugo Boss Energy, parfum jenis Majita dan Malaikat Subuh juga laris di Toko Hajrain.

Parfum di Toko Hajrain dijual dengan kisaran harga Rp10.000,- untuk ukuran botol 20 mililiter (ml) sampai dengan Rp30.000,- untuk ukuran botol 50 ml. Menurut Taufik, asal parfum juga menentukan harganya. “Kalau Ketika saya menelusuri pusat parfum Condet, ter- bahan parfum dari Arab lebih mahal mas,” ucap Taulihat seorang pria muda dengan menggunakan baju koko fik. Bahan-bahan parfum dibedakan menjadi tiga warna: serta sarung sedang menunggu pembeli untuk singgah ke merah (berukuran 4000 ml), hijau (2000 ml), dan kuning tokonya. Saya menyempatkan diri untuk mampir ke toko (1500 ml). Taufik juga menuturkan bahwa penjualan paritu. Tidak lama kemudian, ada pembeli yang datang ke fum di tokonya bisa mencapai kisaran Rp30 juta per butokonya dengan menggunakan sepeda motor. Ia memarkir lan. motornya dan duduk sambil melirik parfum-parfum yang ada di sekeliling sang pedagang. Setelah mereka melaku- Taufik berkata bahwa parfumnya berbeda dengan kan transaksi, saya membuka obrolan dengan sang peda- parfum buatan pabrik yang beredar di pasaran. “Kalau gang. parfum buatan pabrik wanginya tiap jenis hampir sama Pedagang tersebut bernama Taufik. Taufik adalah mas, nah kalau disini tiap biang beda-beda wanginya,” seorang karyawan di sebuah toko parfum bernama tegasnya. Ia juga menyayangkan peredaran parfum palsu Hajrain. Taufik menyambut saya dengan ramah, sambil di masyarakat. “Emang mas ada yang kandungan parfummenyebutkan asal usulnya. “Saya dari pesantren di So- nya dikurangi, dominan air dan bahan yang berbahaya, sejokerto, mas. Jaga toko karena ikut kyai ke Jakarta,” tu- harusnya pembeli jangan dibohongi,” tutup sambil bergeturnya. Sojokerto adalah sebuah daerah yang terletak di gas mendatangi pembeli yang baru datang ke tokonya, Wonosobo, Jawa Tengah. Sementara itu, kyai yang men- diiringi adzan Ashar yang berkumandang di sekitarnya. gajaknya ke Jakarta bernama Murtadho. Menurut Taufik, Murtadho membuka toko parfum ini sejak 7 tahun yang Penulis: Muhammad Rizky Suryana lalu. Editor : Hendrik Yaputra 6

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Strategi Warung Makan di Pasar Kramat Jati

Liputan Empat

Ramadhan menjadi tanda bagi umat Islam di dunia untuk berpuasa, utamanya menahan lapar dan haus. Terdapat perubahan-perubahan sosial di Indonesia baik menjelang, atau saat bulan Ramadhan. Seperti beberapa kios di pasar Kramat Jati yang biasanya buka saat non Ramadhan, ada yang memilih untuk membuka kios lebih awal, lebih lambat, atau bahkan tidak berjualan. Pasar Kramat Jati yang terintegrasi langsung dengan halte busway pasar Kramat Jati berada di kawasan Kramat Jati pula. Pasar Kramat Jati, layaknya pasar tradisional pada umumnya menjual aneka kebutuhan ekonomi manusia yang berupa sandang, atau pun pangan. Dari antara kios-kios yang tutup tersebut, terlihat seseorang lehalte busway pasar Kramat Jati, konsumen disambut den- laki yang sedang menyiapkan jualannya. gan penampakan kendaraan yang diparkir, berbagai jenis kerudung serta pakaian yang berwarna warni. Ialah Mbou, seorang lelaki yang ditemani sang istri untuk berjualan sate padang. Ia mengaku sebagai orang Di lantai dua, terlihat aneka kios. Terdapat penjual asli Padang, dan kemudian mencoba membuka usaha di baju, emas, hingga makanan dan cemilan. Salah satu wa- pasar Kramat Jati. Mbou juga menyatakan bahwa ia baru rung makan yang masih buka saat bulan Ramadhan ialah tiga tahun berjualan di pasar Kramat Jati. 2018 merupakwarung bakso, yang letaknya persis di sebelah tangga. an tahun ketiganya berjualan di pasar Kramat Jati. Ialah pak Rahmat, yang menjual bakso-bakso tersebut. Ia menyatakan bawa hadirnya bulan puasa membawa rezeki Tidak seperti dua tahun pertamanya, Mbou menbaginya. Bakso-baksonya lebih ramai dibandingkan saat gakui Ramadhan tahun ini sulit baginya untuk mendapathari-hari biasa. Namun ia mengaku tidak memakai strategi kan konsumen. “Ramadhan pertama Alhamdulillah lukhusus. Harga bakso per porsinya juga tetap sama, tidak mayan banyak yang beli. Namun dari Ramadhan 2017 dikurangi atau dilebihkan. “empat belas ribu per porsi, sampai sekarang semakin sedikit, terutama tahun ini,” dan engga ada strategi khususnya, sih” Ujar Rahmat. ujarnya. Pada lantai dua, juga terlihat seorang lelaki sedang melayani pelanggan yang sedang duduk menunggu. Ialah Sukiran, seorang pedagang cendol. Ia menyatakan bahwa pada bulan puasa ini, pendapatannya bertambah. “biasanya menjelang berbuka , konsumen semakin ramai,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa strategi yang ia gunakan dalam menarik pembeli ialah memberikan bonus. Setiap yang membeli cendol lebih dari lima plastik, Sukiran memberikan satu plastik cendol tambahan sebagai bonus. Namun sama halnya dengan Rahmat, Sukiran juga tidak memiliki strategi khusus terkait manajemen waktu usahanya. Ia membuka warung cendol tersebut layaknya hari-hari biasa ia berjualan. “Saya buka warung dari jam delapan pagi, sampai jam lima sore”.

Sulitnya mendapatkan konsumen berdampak langsung pada pendapatan sehari-hari Mbou. Ia mengungapkan pendapatannya berkurang saat Ramadhan ini jika dibandingkan dengan hari-hari biasa. Menurutnya, faktor sulitnya mendapatkan konsumen terjadi karena daya beli masyarakat mulai menurun. Dalam berjualan, Mbou menyatakan dirinya tidak memiliki strategi khusus. Dari tahun 2016 sampai sekarang, harga yang ia tawarkan pun masih sama. Satu porsi sate padang dihargai dengan dua puluh ribu rupiah. Namun dalam memanajemen waktu usahanya, Mbou menyatakan terdapat perbedaan antara hari biasa dengan bulan Ramadhan. Ketika bulan Ramadhan, Mbou membuka warung satenya lebih sore dengan alasan menghormati orang yang berpuasa.

Sedangkan di lantai tiga pasar Kramat Jati, warung yang buka lebih sedikit dibanding lantai satu mau- Penulis : Annisa Nurul Hidayah Surya pun lantai dua. Beberapa kios terlihat tertutup. Namun di Editor : Hendrik Yaputra

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 7


Liputan Lima

Usaha Pakaian Dalam di Pasar Kramat Jati Pasar Kramat Jati selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Pasar ini dikenal karena banyak yang berjualan ikan. Namun, Devi (21) memilih jalan yang berbeda, ia lebih memilih untuk berjualan pakain dalam ketimbang Dari Ibu ke Anak jualan ikan. Ada istilah “like mother, like daughter”. Selama Devi mempunyai nama lengkap Devi Yuliani empat tahun lebih Devi ikut berjualan, ia mengaku banmerupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Ia mengaku su- yak belajar dari ibunya. Kelak ia juga ingin meneruskan dah lama ikut berjualan dengan ibunya. Ia menjelaskan, apa yang telah dilakukan oleh ibunya. Kadang-kadang ia juga menggantikan ibunya jualan jika Ia menceritakan bagaimana awal mula usahanya ibunya sedang tidak bisa ke pasar. Namun, Devi tidak bisa tiap hari menjual pakaian dalam karena ia masih sibuk ku- bisa berjalan. Ermawati, ibu dari Devi sudah berjualan di liah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. ‘Pal- Pasar Keramat Jati kurang lebih 30 tahun. Awalnya, ia diajak oleh kakaknya untuk merantau ke Jakarta dan berjuaing sabtu-minggu atau pas libur puasa,” ujarnya. lan aksesoris. Ia pun pergi ke Jakarta dan ikut berdagang Saat ini Devi berkuliah di Universitas Negeri Ja- bersama kakaknya. Modal yang ia keluarkan saat itu sebekarta (UNJ) mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi. sar 200rb. Namun, pada 2002 ia memutuskan untuk berNamun, perempuan berdarah asli Minang ini blak-blakan henti berjualan aksesoris dan beralih ke pakaian dalam. ketika lulus nanti ia akan lebih memilih berjualan Pakaian Ermawati melihat pada saat itu penjual aksesodalam, dibandingkan menjadi guru. “Insyaallah menerus- ris semakin banyak. Otomatis, saingan pun bertambah kan ibu,” ucap Devi. tinggi. Lalu, ia melihat peluang bagus dari berjualan pak Ia merasa bahwa jiwa orang Minang yang dikenal aian dalam. “Hampir semua orang memerlukan pakaian sebagai ‘jago dagang’ mengalir di dirinya. “Kami tidak dalam,” ucapnya. Dengan kata lain, lanjutnya, barang dasuka disuruh-suruh, lebih suka bebas atau jadi bos. Jadi gangan mereka pasti akan ada yang beli. Berbeda dengan rata-rata berjualan,” ucapnya. Selain ibunya dan dia, ked- aksesoris yang semua orang belum tentu membutuhkanua kakanya pun mempunyai pekerjaan yang sama. Kakan- nya. ya yang pertama berjualan obat dan kakaknya yang kedua Terbukti, dengan modal 3juta, usahanya itu masih berjualan pakaian dalam juga tetapi di daerah Halim. bertahan sampai sekarang. Bahkan, pada momen-momen Selain itu, ia juga berpendapat bahwa berjualan itu tertentu keuntungan yang didapat bisa lebih dari 1juta/ lebih menguntungkan dari pada menjadi guru. Ia menge- hari. “Kalau lagi bulan ramdhan, dan menjelang lebarang luhkan kecilnya gaji guru. Ia menjelaskan jika mau me- biasanya banyak yang beli,” jelasnya. jadi guru yang dianggap profesional dan mendapat lebih Selama beberapa tahun, usahanya itu ia tekuni baik harus mengikuti PPG, jika tidak gajinya akan kecil. “Kalau jadi guru lama buat bisa balas budi ke orang tu- sendiri sampai anak keduanya, Dinda, ikut membantunya. Setelah Dinda, kini devi pun mengikuti jejak kakak dan anya,” ucapnya sambil tertawa. ibunya untuk berjualan celana dalam. Ia mengaku uang yang ia dapat dari berjualan Kini, penjual celana dalam juga bertambah banpakaian dalam bisa sampai 1juta dalam sehari. Meskipun banyak juga yang berjualan pakaian dalam ia dan ibunya yak, namun ia tidak takut untuk teteap berjualan. tidak akan kehabisan pelangkan karena mereka mempunyai strategi sendiri. Selain itu, mereka juga sudah mempu- Penulis: Yulia Adiningsih nyai langganan khusus. Editor : Hendrik Yaputra 8

Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 9


10 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


SOSOK

Mencari Nafkah di Jembatan Penyebrangan Orang Suasana terik matahari di Pasar Kramat Jati pada bulan Ramadan tidak menyurutkan semangat dagang Bambang Kusnadi pria kelahiran Jawa Tengah ini. Ia selalu menawarkan dagangnya kepada orang-orang yang berlalu-lalang di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) Pasar Kramat Jati. Pria berumur 49 tahun tersebut berujualan aneka tas dan handuk. Bambang besar di Ibukota. Sedari kecil, ia sudah mahir berjualan. “Pada masa SD sampai SMA saya berdagang sayur-sayuran di Pasar Renjo, Jatinegara.” Masa kanak-kanaknya dilalui di daerah Pisangan dekat Jatinegara. Lalu ketika ia sudah SMP ia pindah ke daerah dekat Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Ketika sudah menikah ia tinggal di daerah Condet dan orangtuanya pindah di Bekasi. Ketika sudah berkerja, ia tidak melupakan dunia dagangnya. Pada saat berkerja menjadi buruh pabrik, ia masih berdagang sayuran. Dari pagi buta sampai jam tujuh ia berdagang, lalu ketika waktu menunjukan pukul tujuh ia menyerahkan dagangnya ke anak buahnya. “Anak buah ada dua, yang satu saudara saya sendiri,” tuturnya. Setelah ia menikah akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke daerah Condet. Kepindahannya tersebut membuat ia tidak lagi berjualan sayuran di Pasar Renjo. Ia pun memutuskan untuk bekerja di konveksi tempat pembuatan seragam ABRI. Ketika ingin dipindahkan ke rawamangun ia memilih untuk berdagang lagi daripada harus meneruskan pekerjaannya. Setelah bekerja, ia akhirnya berdagang manisan keliling di daerah Kramat Jati. Hal itu dilakukan hingga sekarang. Ketika Ramadan tiba, ia tidak berdagang manisan. Ia lebih memilih untuk berdagang tas di JPO pasar Kramat Jati. Dalam berjualan tas, ia mengeluarkan modal awal tiap tahun sekitar dua sampai tiga juta. Modal itu dibelanjakan di Pasar Senen ataupun Jatinegara. Menurutnya dalam berjualan manisan atau tas memiliki kelebihan dan kekurang. “Kalo jualan manisan

Doc. pribadi

saya pas cape mudah untuk istirahat bisa di masjid ataupun pos-pos terdekat, sedangkan kalo di JPO ini kita kan enak disini aja ga kemana-mana,” terangnya. Ia pun merasa was-was ketika berdagang di JPO ini, “takut ada satpol PP.” Terangnya Ia selalu bersemangat dalam mencari uang. Sebab, untuk menafkahi istri dan dua anaknya. Anak yang pertama sekarang sedang berkuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STEI) Widya Persada. Bambang menceritakan bagaimana anaknya merasa di curangi dalam penerimaan mahasiswa baru di Universitas Indonesia (UI) melalui jalur beasiswa penuh pada tahun 2016. Menurut Bambang anaknya seharusnya dapat diterima di UI pada waktu itu anaknya mendapatkan nilai 8,7 sedangkan yang diterima adalah 8,9. Menurutnya ada kecurangan dalam tes tersebut karena anaknya telah melewati tahap tes kesehatan dan di dalam tes tersebut pun anaknya dinyatakan sehat. “kalo kata temen-temen saya mah ada kecurangan, saya sepat menanyakan kepada anak yang diterima saya tanya nilainya berapa dia ga berani jawab,” keluhnya. Menurutnya banyak permainan dalam seleksi tesebut terlebih UI pun universitas ternama di Indonesia. Penulis : Aditya Septiawan Editor : Hendrik Yaputra Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 11


12 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 13


Liputan Enam

14 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 15


Liputan Tujuh

16 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 17


Opini

18 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ


Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ 19


lpmdidaktikaunj@gmail. com

lpmdidaktika

LPM Didaktika UNJ

@tlt5495s

20 Edisi Ramadan||LPM DIDAKTIKA UNJ

@lpmdidaktika www.didaktikaunj.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.