Haluan Mahasiswa I Edisi Februari 2019

Page 1

SAPA REDAKSI

HASISWA

SAPA REDAKSI

SUSUNAN Redaksi

edaksi Pelaksana REDAKTUR PELAKSANA mtitsal Nabibah Imtitsal Nabibah Wakil Redaksi Pelaksana isael Evan WAKIL FavianREDAKTUR Karsten PELAKSANA Mishael Evan Favian Karsten ekretaris ti Qoiriyah dan SEKRETARIS Tri Sulastri REDAKSI ata Letak Siti Qoiriyah Sulastri uhammad Hafizh dan Tri Bimo Andrianto lan TATA LETAK lfitra Fariz dan AnisaBimo Putri Septiana Andrianto eporter Muhammad Hafizh mtitsal Nabibah, Bimo Andrianto, Misael Evan PERIKLANAN avian Karsten, Fahmi Ramdani, Hastomo Dwi Alfitra Fariz utro, Anisa Putri Anisa Septiana, Nadila Kurniati, Putri Septiana adzma Izdhihar, Muhammad Hafizh, Panji REPORTER aksmana Surasa, Siti Qoriyah, Alfitra Fariz, Tri Imtitsal Nabibah ulastri, Vamellia Bella Cantika Bimo Andrianto ditor Mishael Evan Favian Karsten ly Mega Septiani, Muhamad Muhtar, Annisa Fahmi Ramdhani Hastomo Dwi Putra urul Hidayah Surya, Muhammad Rizky SuryaAnisa Putri a, Faisal Bachri, Ahmad QoriSeptiana Hadiansyah Nadila Kurniati Nadzma Izdhihar N Muhammad Hafizh Panji Laksmana Surasa Siti Qoriyah Alfitra Fariz Tri Sulastri Vamellia Bella Cantika

DAFTAR ISI BERITA UTAMA 2 LAPORAN I 5 LAPORAN II 7 LAPORAN III 9 LAPORAN IV 13 LAPORAN V 16 OPINI 19 PUISI Mendefinisikan Cinta 23 RESENSI Film: Asimetris 24 Novel: CIL 28 PUISI Pembunuhan Pengetahuan 32

EDITOR Uly Mega Septiani Muhamad Muhtar Annisa Nurul Hidayah Surya Muhammad Rizky Suryana Faisal Bachri Ahmad Qori Hadiansyah

lpmdidaktikaunj@gmail.com @lpmdidaktika

Salam perlawanan untuk kita semua! Hai, pembaca setia Didaktika! Kobarkan kembali semangat menempuh semester baru! Haluan Mahasiswa LPM Didaktika edisi Februari 2019 hadir dengan laporan utama tentang KTM Angkatan 2018 Berbayar. Pengawasan kampus yang minim, membuat celah penarikan biaya aktivasi KTM di luar pengetahuan kampus. Lalu, kami menyajikan berita-berita mengenai kondisi kampus saat ini. Selain itu, kami juga menyajikan opini, resensi film dan buku, serta puisi yang menarik untuk dibaca dan menyentil isu-isu hangat Ayo, mengenal situasi kampus dengan membaca Haluan Mahasiswa LPM Didaktika edisi Februari 2019! Kritik dan saran atas berita-berita kami dapat dikirim melalui email kami yang tertera. Terima kasih dan selamat membaca. Salam Redaksi!

Gedung G, Lantai 3, Ruang 304, Kampus A UNJ

www.didaktikaunj.com

LPM DIDAKTIKA UNJ

LPM Didaktika |1


LAPORAN UTAMA

HALUAN MA

KTM ANGKATAN 2018 BERBAYAR Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) merupakan hak setiap mahasiswa. Namun, mahasiswa masih diharuskan membayar untuk mendapat haknya. Beberapa mahasiswa merasa keberatan dengan hal ini Setelah melewati rangkaian Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB). Setiap mahasiswa menerima hak-hak mereka, seperti mengikuti kegiatan akademik, mengakses fasilitas kampus, mendapatkan almamater kampus, dan mendapatkan KTM. Selain sebagai identitas mahasiswa, fungsi KTM antara lain sebagai syarat mendaftar beasiswa, mengambil kartu perpustakaan, maupun bebas biaya parkir di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). KTM juga berfungsi sebagai Anjungan Tunai Mandiri (ATM). 2| Februari 2019

Dengan berbagai fungsi dalam satu kartu, KTM penting untuk dimiliki mahasiswa. Namun, pendistribusian KTM untuk angkatan 2018 belum merata meski sudah berganti tahun Untuk Aktivasi KTM Pembuatan KTM di UNJ pada 2018 dikelola oleh Bank Mandiri Cabang UNJ dan Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang UNJ. Bank Mandiri Cabang UNJ menaungi tiga fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Ekonomi (FE), dan Fakultas


HASISWA Teknik (FT). Sedangkan BTN Cabang UNJ menaungi lima fakultas, yaitu Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Fakultas Ilmu Olahraga (FIO), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), dan Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi). Pada Agustus 2018, Bank Mandiri Cabang UNJ mendistribusikan KTM dan melakukan penarikan biaya untuk aktivasi. Berbeda dengan Bank Mandiri Cabang UNJ, BTN Cabang UNJ tidak melakukan penarikan biaya aktivasi KTM. Bernardus Benny, Kepala BTN Cabang UNJ menyatakan, pendistribusian KTM dilakukan pada Januari, 2019. “Sistemnya, kami mendistribusikan KTM setelah dana dicairkan kampus,” ujarnya. Ia juga menambahkan, BTN Cabang UNJ melakukan pengajuan dana pada 22 Oktober, disusul oleh pencairan dana dari kampus pada 15 November 2018. Sehingga dana lebih dahulu cair daripada pendistribusian KTM. Reporter Didaktika melakukan verifikasi ke Wakil Rektorat (WR) 2, bidang keuangan. Namun, Kelly, staff WR 2 menolak diwawancari mengenai kebijakan KTM berbayar. Ia merasa, pendanaan KTM bukanlah ranah WR 2. ”Kalian ke BAKHUM (Biro Akademik

Kemahasiswaan dan Hubungan Masyarakat) saja. Mereka lebih mengetahui hal ini,” tutur Kelly. Menanggapi kebijakan Bank Mandiri Cabang UNJ terkait KTM berbayar, Kepala BAKHUM, Woro Sasmoyo, mengungkapkan dirinya baru mengetahui hal tersebut (01/02/2019). Ia menyatakan bahwa biaya pembuatan KTM seharusnya tidak berbayar. Sebab biaya pembuatan KTM sudah menjadi tanggungan pihak UNJ. Woro merasa KTM berbayar, bukan merupakan kesalahan pihak UNJ yang tidak melakukan pengawasan. “Tapi kami juga baru mengetahui hal tersebut dari Anda (reporter Didaktika). Makanya mau diklarifikasi,” ujar Woro. Untuk memastikan isu tersebut, Woro langsung menghubungi Kepala Bank Mandiri Cabang UNJ, Hana Novi. Woro mengatakan, Hana Novi mengakui penarikan biaya untuk KTM. “Itu masuk akal, kok. Dana belum cair, sedangkan KTM sudah harus disebar dan takut tertutup otomatis,” jelasnya. Woro menambahkan, bahwa uang yang sudah dibayarkan oleh mahasiswa, akan tetap berada di tabungan mahasiswa. Saat ditemui reporter Didaktika, Hana Novi mengungkapkan kebijakan KTM berbayar dilatarbelakangi oleh kondisi dana LPM Didaktika |3


KTM belum dicairkan pihak kampus meski pendistribusian sudah dilakukan. “Kami (Bank Mandiri Cabang UNJ dan pihak kampus) baru melakukan pencairan dana pertama kali pada November 2018,” jelasnya. Hana juga menjelaskan penarikan uang sejumlah Rp.20.000,00 sampai Rp.50.000,00 digunakan untuk aktivasi tabungan mahasiswa SNMPTN. “Kami mengantisipasi penutupan akun tabungan secara otomatis dengan meminta mahasiswa membayarnya sebagai saldo awal tabungan,” ujarnya. Namun, klarifikasi tersebut tidak begitu memuaskan beberapa mahasiswa. Seperti pengakuan dari Gian Taslimatudiniah, mahasiswi Pendidikan Agama Islam angkatan 2018. Ia membayar biaya aktivasi sebesar Rp.20.000,00. Gian, yang belakangan ini mengetahui bahwa biaya tersebut seharusnya ditanggung oleh pihak kampus, merasa keberatan karena sudah membayarnya.

4| Februari 2019

HALUAN MA

Pengakuan lain datang dari Azzah Aqilah, mahasiswi Manajemen, Fakultas Ekonomi angkatan 2018, yang juga membayar biaya aktivasi KTM kepada Bank Mandiri Cabang UNJ. “Awalnya, saya disuruh bawa uang Rp.20.000,00. Kemudian ada info lagi kalau biayanya sebesar Rp.50.000,00. Jadi, bayar Rp.50.000,00 deh,” tuturnya. Senada dengan Azzah, Fahrul Ardiansyah, mahasiswa Transportasi angkatan 2016, merasa keberatan dengan penarikan biaya KTM angkatan 2018 yang berbayar. Ia mempertanyakan kebijakan KTM yang berbayar. Fahrul memaparkan, kondisi angkatan 2018 berbeda dengan saat ia masuk ke UNJ. Ia tidak perlu membayar biaya aktivasi seperti mahasiswa 2018. “KTM pada 2016, saat pendistribusiannya, sudah berisikan saldo awal sebesar Rp.100.000,00,“ jelasnya.

Penulis : Imtitsal Nabibah Editor: Annisa Nurul H.S


HASISWA

LAPORAN I

UKT masih memberatkan mahasiswa

Sejak diterapkan pada 2012, UKT masih menyisakan berbagai masalah. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sudah menerapkan sistem UKT sejak 2012. Menurut Komaruddin, penerapan sistem UKT ditahun itu merupakan masa uji coba. Menurutnya, hanya UNJ yang sudah menggunakan sistem UKT saat itu (Baca: Haluan Mahasiswa edisi IV tahun 2017). Sebab, peraturan tentang UKT baru turun pada tahun 2013 yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 55 tahun 2013. Sistem UKT masih diterapkan hingga kini. Berdasarkan Permenristekdikti No. 39 tahun 2016, UNJ menggolongkan UKT menjadi de-

lapan golongan. Berkisar antara Rp500.0000 - Rp10.300.000 yang besarannya berbeda di setiap program studi. Penggolongan ini dibagi berdasarkan kemampuan finansial masing-masing mahasiswa yang ditentukan melalui web SIUKAT UNJ. Namun, penggolongan UKT masih belum sepenuhnya tepat sasaran. Seperti yang dialami oleh Kukuh Kurniawan, Mahasiswa Pendidikan Fisika 2017 yang merasa keberatan membayar UKT golongan V. Menurutnya, UKT sebesar Rp.5000.000 masih terlalu memberatkan mengingat banLPM Didaktika |5


yaknya tanggungan orang tuanya. Ia mengaku saat pengisian data, kedua orang tuanya masih bekerja. Namun, ketika sudah berkuliah, Ibu dari Kukuh sudah tidak bekerja lagi. Ketika ditanya mengenai keinginan untuk mengajukan perubahan UKT, Kukuh merasa enggan. Sebab menurutnya, banyak isu yang beredar bahwa pengajuan penurunan UKT seperti pedang bermata dua. “Bisa jadi turun atau malah makin naik” pungkasnya. Berbeda dengan Kukuh, Salma Nisab, Mahasiswi Pendidikan Vokasional Desain Fashion 2018, merasa kebingungan dengan rentang biaya antara golongan II dan III yang terpaut cukup jauh. Golongan I Rp.500.000 dan golongan II Rp.1.000.000 sedangkan golongan III Rp4.100.000. “Untuk tingkat 1 dan 2 itu bener sih sangat murah, tapi kenapa pas di tingkat 3 langsung naik banget gitu. Kenapa gak mulai dari 2 juta atau 3 juta” ujarnya. Sementara, Laurensius, Mahasiswa Bimbingan Konseling 2016 mengaku mengalami kenaikan UKT pada semester kedua. Saat semester pertama ia membayar Rp4.900.000, saat semester kedua meningkat menjadi Rp5.100.000. Kenaikan ini terjadi tanpa adanya sosialisasi terlebih 6| Februari 2019

HALUAN MA

dahulu. “naik Rp.200.000, saya juga gak tahu itu kenaikan apa”. Laurensius mengatakan bahwa bukan hanya ia sendiri yang mengalami kenaikan UKT. Beberapa teman kelasnya mengalami hal yang sama. “Di kelas ada 5 orang yang mengalami hal serupa tanpa ada pemberitahuan,” ucapnya. Ari Saptono, Wakil Dekan 3 Fakultas Ekonomi UNJ, beralasan bahwa kenaikan UKT terjadi karena UKT belum sepenuhnya memfasilitasi biaya operasional perkuliahan. Ia pun berdalih bahwa golongan UKT di UNJ telah sesuai dengan surat keputusan Kemenristekdikti yang diajukan oleh UNJ sejak 2014 silam. Ari mewajarkan timpangnya UKT golongan I dan II dengan golongan III. Karena, golongan tersebut sudah sesuai keputusan Kemenristeksikti. Selain itu, Terjadinya kenaikan UKT adalah hal lumrah. Karena menurutnya, biaya UKT UNJ, jika dibandingkan dengan universitas lain\seperti UNNES dan UNESA lebih murah. “Kalau dibandingkan dengan perguruan tinggi lain UNJ sudah termasuk murah,” ujarnya. Penulis: Nadzma dan Panji Reporter : Nadzma, Panji dan Hafizh Editor : Muhamad Muhtar


HASISWA

Lemahnya sanksi yang diberikan oleh pihak kampus mengakibatkan dosen tak mengacuhkan kalender akademik. Universitas Negeri Jakarta (UNJ) telah membuat kalender akademik sebagai acuan dosen untuk menjalani kegiatan perkuliahan, mulai dari Masa Pengenalan Kehidupan Kampus (MPKK), hingga masa pengisian nilai bagi dosen. Namun dalam pelaksanaannya, dosen acap kali mengubah jadwal perkuliahan. Seperti yang dirasakan oleh Deva Alifah, mahasiswi Manajemen Pendidikan 2017. Ia mengaku pernah diajar oleh dosen yang mempercepat perkuliahan pada satu semester. “Kadang ada dosen saya cepet-cepet mau UAS kejar target, misalnya kayak kemaren UAS kita sebelum natalan.” Perubahan jadwal perkuliahan tersebut juga cukup menghambat Maharani Sulistiyowati, mahasiswi Program Studi Pendidikan Vokasional Desain

Fesyen (Tata Busana) 2018, yang ingin menjalani rencana kegiatan luar perkuliahannya. Seperti perekrutan pantia event luar kampus atau rencana liburannya. “Bisa jadi rencana itu penting. Kalo (kegiatan akademik) dimajuin atau dimundurin, rencana itu bakal berubah, dong,” keluhnya. Berbeda dengan Rani, Bagas, mahasiswa Sastra Indonesia 2018, justru memaklumi ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan akademik tersebut. Menurutnya, kampus memiliki beberapa hal yang memengaruhi kalender akademik. Seperti, pelaksanaan ASIAN Games dan error-nya sistem siakad. Ia menambahkan, hal itu kadang juga memberi keuntungan kepada mahasiswa karena bisa libur lebih cepat. “Tapi boleh lah dosen yang tidak tepat jadwal. Kalau misalnya menguntungkan mahasiswa LPM Didaktika |7


LAPORAN II dan dosennya juga,” ucapnya. Menurut Siti Gomo Attas, Kepala Program Studi Sastra Indonesia, dosen-dosen memiliki kewajiban selain mengajar, yaitu melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Hal tersebut menjadi faktor utama dosen untuk mengubah jadwal perkuliahan. “Misalnya dengan memajukan kegiatan akademik, dosen kemungkinan mendapat libur yang lebih panjang dan bisa melaksanan kewajiban-kewajibannya tersebut.” Ia juga mengusulkan adanya pemberian sanksi kepada dosen-dosen yang tidak mengikuti kalender akademik melalui pengawasan Monitoring dan Evaluasi Gugus Penjaminan Mutu (MONEV GPJM) UNJ. “Agar dosen strict terhadap jadwal sesuai kalender akademik,” tuturnya. Pengawasan yang dilakukan berupa tata kelola di tiap prodi dan pelaporan secara berkala dari prodi kepada tim MONEV GPJM UNJ. Mengomentari perihal kalender akademik, Achmad Ridwan, Pelaksana Tugas Wakil Rektor I Bidang Akademik, mengatakan bahwa kalender akademik wajib ditaati dosen dalam melaksanakan proses perkuliahan. “Jadwal kan sudah ditentukan oleh Universitas. Maju atau mundur itu ng8| Februari 2019

HALUAN MA

gak boleh, sebenarnya,” ujarnya. Berdasarkan penilaian mahasiswa terhadap dosen pada akhir semester, pihak kampus memberikan sanksi sosial kepada dosen yang bersangkutan. Caranya, memberikan nilai Belum Lulus (BL) kepada mahasiswa dan dosen. Sehingga, mahasiswa akan menuntut dosennya atas nilai yang mereka terima. Akan tetapi, dosen diperbolehkan untuk mengubah jadwal sesuai kesepakatan dengan mahasiswa, apabila dosen yang bersangkutan memiliki kegiatan di luar kampus. “Ya, berbeda jika dosen tersebut memiliki banyak kegiatan di luar kampus. Misalnya, dosen yang juga berstatus sebagai pejabat.” Ketidakseimbangan jumlah dosen dengan mahasiswa, membuat dosen mengajar lebih dari satu mata kuliah. Akibatnya, dosen kerap kali mengubah-ubah jadwal perkuliahan, guna menyesuaikan waktu mengajarnya. Sebagai imbalannya, dosen yang mengajar lebih dari satu mata kuliah, akan diberikan uang remunerasi. “Pasti banyak dosen yang mengajar empat atau lima mata kuliah dalam satu semester. Karena itu tadi, dosen kita sedikit, mahasiswa kita banyak,” pungkasnya. Penulis : Hastomo dan Anisa Editor : Ahmad Qori


HASISWA

BUKAN PRIORITAS KAMPUS, PERPUSTAKAAN UNJ TAK BERKEMBANG LPM Didaktika |9


LAPORAN III Akibat

HALUAN MA

Akibat dana yang tidak kunjung turun, jumlah koleksi buku perpustakaan minim dan fasilitas tidak memadai. “Kalau untuk penunjang perpustakaan apapun bentuknya, berapa anggarannya, saya pasti menyetujui, perpustakaan kan jantungnya kampus, saya pasti menyetujui sekali demi kebaikan perpustakaan itu,” ungkap Komaruddin (Wakil Rektor II). (website: Ribuan Buku Perpustakaan UNJ Raib, 27 Desember 2017). Pernyataan Komaruddin mengenai perpustakaan sebagai “jantung kampus” nyatanya bertolak belakang dengan keadaan perpustakaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) saat ini. Salah seorang mahasisiwi Sastra Indonesia 2018 Sita Meika, mengungkapkan, perpustakaan merupakan ruang literasi dimana mahasiswa bisa masuk untuk sekadar membaca buku atau mencari referensi. Ia sangat setuju jika perpustakaan disebut sebagai jantung kampus.“Tapi kalau perpustakaan UNJ, I think belum bisa disebut jantung kampus,” tuturnya. Sejalan dengan pernyaataan Sita, Rita Jenny, kepala Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Perpustakaan UNJ, mengungkapkan perpustakaan belum bisa dikatakaan sebagai jantungnya UNJ. Karena

10| Februari 2019

belum adanya perkembangan yang signifikan dari perpustakaan. Hal ini dibuktikan dengan fasilitasfasilitas perpustakaan yang belum diperbaharui. Seperti alat pendetekasi buku dan kamera pengawas. Rita mengungkapkan, jika perpustakaan dianalogikan sebagai jantung kampus, seharusnya pihak birokrat (khususnya Wakil Rektor II) bisa lebih peka dengan kebutuhan perpustakaan. “Kalau mereka (pihak birokrat) merasa perpustakaan jantung UNJ, seharusnya kita tidak perlu mengajukan kebutuhan perpustakaan,” tutur Rita. Selain itu, berbagai keluhan datang dari beberapa mahasiswa lantaran perpustakaan dinilai belum mampu menunjang perkuliahan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Nur Inayah, mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab 2018. Ia tidak menemukan buku untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Sehingga, ia harus meminjam kepada mahasiswa lain. “Waktu cari di perpus ngga ada, jadinya pinjam kating (kakak tingkat) deh,” ucapnya. Hal serupa juga dirasakan oleh Ratna, mahasiswi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2017. Ia


HASISWA merasa kesulitan karena buku yang direkomendasikan dosennya ternyata tidak tersedia di perpustakaan. ”Seperti buku antropologi, tidak ada di perpus,” ujar Ratna. Selain itu, tambah Ratna, koleksi buku yang ada di perpustakaan merupakan

koleksi-koleksi lama yang belum diperbaharui. “Bukunya itu keluaran lama rata-rata, kalau yang baru itu malah ngga ada,” tambahnya. Mengutip data stock opname yang dilakukan pada Maret 2017, Julians Millen, mahasiswa Psikologi 2018 menilai, jumlah koleksi buku yang hilang sangat banyak. Dari total 102.097 koleksi buku, 25.254 buku hilang. Sementara, jumlah buku yang dipinjam hanya sebanyak 7.687. “Jumlah buku yang hilang, berarti seperempatnya dari total buku perpustakaan,” katanya. Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, Rita Jenny men-

egaskan minimnya ketersediaan buku disebabkan oleh tidak adanya anggaran untuk penambahan koleksi buku. Terhitung sudah dua tahun unit ini tidak mendapatkan dana penambahan koleksi buku. Perpustakaan hanya mendapatkan dana untuk operasional yang di dalamnya tidak termasuk untuk pengadaan koleksi. Dana tersebut pun dinilai belum cukup untuk mengembangkan perpustakaan karena dana yang turun hanya sebesar pagu (dana yang telah ditetapkan sebelumnya). Untuk menyiasati dana pengadaan yang tidak kunjung turun, pihak perpustakaan melakukan pengadaan koleksi dengan mengarahkan para mahasiswa yang hendak lulus untuk menyumbangkan buku sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Cara ini adalah inisiatif dari pihak perpustakaan untuk melakukan pengadaan rutin. Sesuai dengan anjuran PP No. 24 tahun 2014 tentang Pelaksana UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 14 ayat 5 yang mengharuskan setiap perpustakaan melakukkan penambahan koleksi setiap tahunnya. Meski Rita berpendapat, cukup atau tidaknya koleksi buku bersifat relatif, namun perpustakaan UNJ masih tertinggal jauh mengenai ketersediaan LPM Didaktika |11


buku dari kampus lain seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM). Selain itu, penyebab ketersediaan koleksi buku yang sangat minim juga disebabkan rusaknya alat pendeteksi buku dan tidak adanya kamera pengawas. Ini mengakibatkan banyaknya buku yang hilang tanpa terdeteksi. Meski pihak perpustakaan sudah sering melakukan pengajuan dana untuk perbaikan alatalat tersebut, namun pihak birokrat belum juga mengetuk palu. Meski demikian, Rita Jenny memaklumi lambatnya pencairan dana tersebut. Menurutnya, mungkin unit lain lebih membutuhan biaya operasional tambahan dibandingkan unit perpustakaan. Seperti setiap fakultas yang membutuhkan dana untuk pembelajaran, dana untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan lain-lain. “Kalalu pimpinan (Wakil Rektor II) merasa perpustakaan tidak terlalu membutuhkan dan unit lain lebih membutuhkan, ya mau bagaimana?” jelas Rita Jenny. Saat ditemui (25/1/2019), staff dari Wakil Rektor II Kely, menegaskan bahwa anggaran pengadaan buku bukan sematamata hanya buku dalam bentuk fisik, tetapi juga buku elektronik. 12| Februari 2019

HALUAN MA

Jika setiap tahunnya perpustakaan melakukan pengadaan koleksi buku, khawatir ditahun berikutnya perpustakaan tidak dapat melakukan pengadaan kembali. Kely juga menegaskan jika pengajuan dana yang masuk tidak dapat cair dalam waktu yang singkat. Selain itu, Kely menambahkan jika tidak semua pengajuan akan diiyakan, melainkan dilihat skala prioritas dari semua pengajuan yang masuk. “Dananya ngga bisa turun cepat, sudah ada jadwalnya masing-masing,” tuturnya. Rita Jenny menyayangkan pencairan dana yang prosesnya lama. Hal itu, menyebabkan terhambatnya perkembangan unit perpustakaan UNJ. Rita berharap apa yang menjadi keluhan dapat diakomodir dan ditindaklanjuti. Sehingga perpustakaan UNJ mampu bersaing dengan perpustakaan kampus lain yang sudah berkembang dengan pesat. Baik dari ketersediaan buku ataupun fasilitasfasilitasnya. “Kalau ditanya (oleh kepala perpustakaan kampus lain) sudah sejauh mana perkembangan perpus, saya mau kita bisa lebih dari UI atau UGM,” jelas Rita. Penulis : Siti Qoriyah Editor : Muhamad Muhtar


HASISWA

Sisi Lain

Vending Machine

LPM Didaktika |13


LAPORAN IV

HALUAN MA

Vending Machine menghasilkan keuntungan bagi mahasiswa untuk melatih pengembangan produknya. Namun, ada tujuan “lain” yaitu membatasi para pedagang keliling di lingkungan kampus. Pada pertengahan 2018, ada sesuatu yang berbeda di lingkungan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yaitu kemunculan delapan buah mesin jual beli otomatis berbasis elektronik atau lebih dikenal dengan nama Vending Machine (VM). Munculnya VM merupakan hasil kerja sama antara pihak kampus dengan BluePay selaku penyedia layanan ini. Petrolis Nusa Perdana selaku staf Wakil Rektor (WR) 2 mengatakan keberadaan VM ini merupakan sebuah program yang dibuat untuk mendorong kegiatan kewirausahaan bagi mahasiswa. Menurut Petrolis, VM ini selain menjual produk dari BluePay, pada tahun kedua juga akan menjual produk buatan mahasiswa UNJ. Produk buatan mahasiswa yang sesuai kualifikasi akan dibeli dan dijual di VM oleh BluePay. “Barang yang akan dibeli harus jelas masa kedaluwarsa, memenuhi standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan ada sertifikasi halal dari MUI,” tuturnya. Pihak kampus ingin mahasiswa mempunyai jiwa wirausaha dengan mengurus dokumen produk 14| Februari 2019

yang akan dijual di VM ini. Tidak hanya berjualan secara keliling di lingkungan kampus saja. Petrolis mengungkapkan, VM ini memberikan keuntungan bagi pihak kampus selaku institusi pendidikan karena bisa melatih mahasiswa mengembangkan kualitas produk makanan dan minuman yang akan dibuatnya. Mahasiswa yang melakukan kegiatan berdagang keliling bisa diatur modelnya dengan menitipkan produk makanan dan minuman melalui VM ini. “Kalau lab kewirausahaan menjualkan produk makanan dan minuman buatan mahasiswa itu silahkan tapi nanti akan kita atur, kalau berjualan keliling itu tidak boleh. Mahasiswa itu kan tujuannya belajar,” ujar Petrolis. Ia menambahkan, selain menghasilkan keuntungan bagi UNJ dan mahasiswa ada tujuan lain dari VM ini yaitu membatasi para pedagang keliling yang berkeliaran di lingkungan kampus. “Hal ini demi terciptanya lingkungan kampus yang lebih tertib.” Kehadiran VM memunculkan beragam pendapat. Nurzengky Ibra-


HASISWA him, Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Sejarah kurang setuju perihal tidak diperbolehkannya kegiatan berdagang keliling di kampus. Ia khawatir apabila semua produk makanan dan minuman yang dibawa oleh mahasiswa ditaruh ke dalam VM, beresiko mematikan pola berdagang keliling yang biasa dilakukan oleh mahasiswa. “Nanti ada tindakan monopoli yang dilakukan pihak BluePay dengan VM-nya,” tegasnya. Haikal Lail, mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah 2017 mengatakan, VM cukup membantu para mahasiswa untuk jajan karena keberadaannya yang ada hampir di setiap bangunan UNJ. “Tidak perlu capek-capek jalan ke kantin untuk mendapatkan jajanan,” tutur Lail. Menurut Lail, di sisi lain VM ini beresiko pada berkurangnya minat pada kantin konvensional di kampus. “Semakin banyak VM, kantin konvensional nanti bisa kalah saing,” katanya. Muhammad Muslim Ridho, mahasiswa Prodi Sosiologi Pembangunan 2015 berpendapat, adanya VM merupakan realitas teknologi yang bisa memenuhi permintaan masyarakat karena modelnya yang efisien dan tidak bisa dihindari di zaman sekarang. Menurut Ridho, tujuan dari kerja sama antara pihak kam-

pus dengan BluePay menandakan badan usaha di kampus tidak berdaya dalam memasarkan produkproduk buatan mahasiswa. Entah karena faktor pelaku badan usaha tidak kompeten dan pengelolaannya yang masih berantakan. Adanya tujuan lain dari pengadaan VM ia mengatakan tidak bagus untuk membatasi pedagang keliling di kampus, karena masih ada mahasiswa yang membutuhkannya. “Kampus harus melihat bahwa masih banyak mahasiswa yang lebih merasa keberadaan pedagang keliling lebih praktis,” imbuhnya. Ridho juga menambahkan, mahasiswa masih banyak yang belum mempunyai aplikasi BluePay sebagai pembayaran di VM. Salah satu pedagang keliling, Arito mengatakan, keberadaannya masih dibutuhkan. Ia menuturkan, masih banyaknya mahasiswa yang memilih beli kopi dan rokok pada dirinya ketimbang harus berjalan jauh ke kantin. Penulis : Fahmi Ramadhan dan Evan Favian Karsten Editor : Muhammad Rizky

LPM Didaktika |15


LAPORAN V

HALUAN MA

Pada 2018, Khusus Mahir Dasar (KMD) memungut biaya sejumlah Rp.725.000,-. Banyak mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang mengeluhkan mengenai biaya tersebut. 16| Februari 2019


HASISWA Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 63 Tahun 2014, pendidikan kepramukaan dijadikan sebagai kegiatan ekstrakulikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah. Dengan alasan, kurikulum 2013 menilai bahwa pendidikan kepramukaan mampu membentuk karakter jiwa kepemimpinan. Berangkat dari kedua hal tersebut, hampir seluruh Program Studi (Prodi) PGSD di Indonesia, mengadakan mata kuliah wajib Pendidikan Dasar Kepramukaan. Dalam mata kuliah wajib Pendidikan Dasar Kepramukaan banyak universitas yang menghimbau mahasiswanya untuk mengikuti program Kursus Mahir Dasar (KMD). KMD bertujuan untuk membekali para calon pembina pramuka. Maka dari itu, prodi PGSD UNJ ikut memberlakukan KMD di dalam mata kuliah wajib pramuka. Lantaran, sertifikat program ini dibutuhkan sebagai bukti kompetensi calon guru. Sehingga, mampu mengajar pramuka di Sekolah Dasar (SD). Akan tetapi, untuk mengikuti program tersebut, mahasiswa diharuskan mengeluarkan biaya. Pada 2018, mahasiswa membayar sebesar Rp.725.000,00.-

Biaya tersebut mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada 2016, biaya yang dikeluarkan sejumlah Rp.500.000,00.- dan pada 2017, menjadi Rp.600.000,00.-. Nadia Syafira Khairani, menjelaskan bahwa program KMD diwajibkan oleh dosen mata kuliah wajib Pendidikan Dasar Kepramukaan. Selain itu, ia merasa kesulitan dalam membayar KMD. “Saya menabung dari jauh-jauh hari. Saya mau ikut tahun lalu tapi belum cukup biayanya jadi ikut KMD di tahun ini,” ujar mahasiswi PGSD 2015. Keluhan lain juga disampaikan oleh Sarah, mahasiswa PGSD 2015. Ia merasa keberatan atas diwajibkan KMD oleh dosen pengampunya. Program ini dijadikan pengganti nilai Ujian Akhir Semester (UAS). “Bagaimana nasib yang berekonomi rendah, dan tidak mampu membayar program KMD,” ujarnya. Sama seperti Nadia, Sarah pun harus mengeluarkan uang sebesar Rp.725.000,00.- sebagai pendaftaran. “Kalo biaya plus beli perlengkapan individu dan kelompok bisa lebih dari Rp.1.000.000,- tuturnya. Perihal biaya, Rosmalida Dwi, mahasiswi PGSD 2018 juga ikut resah. Menurutnya, biaya LPM Didaktika |17


KMD sangat mahal. Ia berpendapat, seharusnya biaya KMD sudah dijamin oleh UNJ. “Ini mah kaya bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dua kali,” katanya. Iqbal Arrasyid, mahasiswa PGSD 2015 mengatakan meskipun program KMD tidak secara tertulis diwajibkan, tetapi Kepala Program Studi (kaprodi) PGSD sering menghimbau mahasiswanya untuk mengikuti KMD. Iqbal khawatir jika mahasiswa tidak ikut program ini harus mengulang mata kuliah. “Ya mau gimana lagi, ini kebijakan dari prodi dan udah disepakati oleh dosen jadinya mau gamau harus kita terima,” ujarnya. Namun, ia menyayangkan, program penting ini harus ada biaya yang diambil diluar UKT. Ia dan beberapa teman di kelasnya sempat mengalami kesulitan untuk mengikuti program KMD. Sehingga, ia mengajukan bantuan biaya ke prodi. “Prodi memberikan pinjaman tapi bukan hibah. Jadi ya harus dikembalikan. Ada sekitar tiga mahasiswa yang dikasih pinjaman sebesar Rp. 725.000,untuk ikut KMD,” ucapnya. Menanggapi biaya KMD yang sebaiknya masuk ke UKT. Fahrurrozi sebagai kepala prodi PGSD, menjelaskan bahwa ia tidak pernah dilibatkan Wakil 18| Februari 2019

HALUAN MA

Rektor (WR) dalam menentukan isi dari UKT. Ia mengatakan seharusnya WR menghitung bersama kebutuhan setiap prodi. Sutrisno selaku dosen pengampu mata kuliah pramuka menjelaskan, KMD merupakan kegiatan yang penting untuk mahasiswa PGSD. Ia mengatakan pentingnya program ini ialah, sebagai bekal mahasiswa PGSD untuk melamar kerja. “Mengingat ekskul pramuka adalah ekskul wajib yang juga harus dikuasai oleh para calon guru,” tuturnya ketika ditemui tim Didaktika di Lobby Daksinapati. Sutrisno, menyampaikan kegiatan KMD juga berengaruh pada absen dan nilai mahasiswa, “KMD ini dimasukan 12 kali pertemuan. Jika tidak ikut bisa jadi tidak lulus. Namun, masih bisa dipertimbangkan seperti memberi nilai B minus atau C plus,” jelasnya. Saat tim Didaktika menemui Komarudin selaku Wakil Rektor (WR) 2 bagian administrasi dan keuangan. Ia mengatakan bahwa sebaiknya, bertanya kepada staf pengembang atau ke prodi PGSD. Sedangkan saat tim Didaktika bertanya kepada Petrolis Nusa Perdana selaku staf pengembang, ia mengaku tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Penulis : Vamellia dan Tri Sulastri Editor: Uly Mega S


HASISWA

OPINI

STANDAR CANTIK yang mengancam Penulis : Nadzma Izdhihar N Kita tahu betul bahwa budaya patriarki telah mengakar di dunia, khususnya Indonesia. Dominasi peran oleh laki-laki terhadap perempuan sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat dalam aspek kehidupan manapun. Dominasi dalam semua lini kehidupan mu-

lai dari kelas sosial, pekerjaan, dan pola pikir rasanya sudah menjadi budaya dalam masyarakat. Paham patriarki ini pun tidak jarang membuat gerak perempuan tidak bebas dan tidak memanusiakan manusia. Teori male gaze yang dikonsepkan oleh Laura Mulvey,

LPM Didaktika |19


berisi penggambaran perempuan atau keperempuanan sebagai daya tarik dalam perspektif visual lakilaki heteroseksual. Dalam aspek visual, male gaze mempunyai tiga perspektif yaitu di belakang kamera, di dalam kamera, dan penikmat. Contoh yang paling dekat dengan kita di lingkungan kampus adalah maraknya akun pemasang foto mahasiswi cantik, seperti @ unj.cantik. Akun ini merupakan buah produk patriarki yang dibungkus dengan komersil berbentuk paid promote. Pemilik akun Instagram @unj.cantik sebagai orang di belakang kamera, mahasiswi yang fotonya dikirim ulang sebagai di dalam, dan ketertarikan laki-laki heteroseksual sebagai penikmat. Akun @unj.cantik pun kerap kali tidak meminta izin untuk mengirim ulang foto para mahasiswi dengan mencantumkan identitas mereka seperti nama, fakultas, dan angkatan. Hal ini membuat ketidaknyamanan pemilik foto secara langsung maupun di dunia maya. Di sisi lain, tidak dapat ditampik bahwa beberapa mahasiswi yang dikirim ulang fotonya, merasa tidak keberatan. Ada juga mahasiswi yang berpikir bahwa hal ini merupakan penghargaan atas dirinya sebagai bentuk pengakuan dari orang lain. 20| Februari 2019

HALUAN MA

Hal ini menjadi peluang bagi pemilik akun @unj.cantik untuk membuka jasa paid promote melihat banyaknya jumlah pengikut akun yang lebih dari 19.500 (31/1). Akun tersebut mematok harga sesuka hati kepada siapa saja yang ingin memasang iklan di berandanya. Namun, para mahasiswi yang dipasang fotonya tidak bisa menikmati hasil yang didapat. Karena foto mahasiswi yang dipasang hanya sebatas daya tarik untuk menambah pengikut, khususnya laki-laki yang menjadi penikmat produk male gaze. Hal yang didapat oleh mahasiswi malah komentar seksis dan bernada tidak sopan. Asumsi bahwa foto yang diunggah ke media sosial merupakan konsumsi publik, nyatanya foto sebatas selfie pun termasuk properti pribadi dan data elektronik. Properti pribadi ini diatur dalam pasal 25 Undang-undang (UU) nomor 11 Tahun 2008 dan juga UU ITE nomor 11 Tahun 2008. Dalam hal penggunaan informasi yang berkaitan dengan data pribadi harus melalui persetujuan orang yang bersangkutan juga diatur dalam pasal 26 (1) UU nomor 11 Tahun 2008. Pasal tersebut diamendemen oleh UU nomor 19 Tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik. Kerugian


HASISWA yang diterima orang tersebut dalam pasal 26 (1) UU nomor 11 Tahun 2008 dapat diajukan gugatan perdata (vide pasal 26 (2) UU ITE). Selain gugatan perdata, adapun ancaman pidana yang dapat dikenakan pada pemilik akun @unj.cantik atas perbuatannya mengomersialkan data elektronik berupa foto tanpa persetujuan pemilik foto sebagaimana diatur dalam pasal 115 UU nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta:

dan bagian tubuh tertentu sebagai indikator perempuan yang memenuhi standar. Akibatnya, perempuan menstandarkan kecantikan berdasarkan apa yang ditampilkan media. Standar ini memicu maraknya produk yang mendukung standar kecantikan seperti pemutih kulit, operasi plastik, operasi sedot lemak, dan lainnya. Perempuan menjadi haus akan pengakuan hingga menjadi korban gaya hidup demi diterima di lingkungannya. Pada dasarnya, perempuan “Setiap orang yang tanpa ingin menjadi manusia sesungpersetujuan dari orang yang di- guhnya yang dapat menentukan potret atau ahli warisnya melaku- pilihannya sendiri. Objektifikasi kan penggunaan secara komer- seksual perempuan datang sesial, penggandaan, pengumuman, bagai hasil dari norma sosial dan pendistribusian, atau komuni- budaya kita, peran media yang kasi atas potret sebagaimana di- membentuk male gaze, serta lingmaksud dalam pasal 12 untuk kungan yang membiasakan dan kepentingan reklame atau perik- meremehkan kekerasan seksual lanan untuk penggunaan secara terhadap perempuan. Objektifikomersial baik dalam media ele- kasi bukan datang dari diri perktronik maupun non elektronik, empuan itu sendiri, namun cara dipidana dengan pidana denda pandang pihak lainnya yang mepaling banyak Rp500.000.000,00 lihat perempuan sebagai objek. (lima ratus juta rupiah)" Editor : Muhammad Rizky S. Kecantikan yang disorot pun merupakan konstruksi sosial yang dibuat oleh media. Anggapan bahwa standar kecantikan perempuan didasarkan pada beberapa kriteria. Umumnya warna kulit LPM Didaktika |21


22| Februari 2019

HALUAN MA


HASISWA

Mendefinisikan Cinta Imtitsal Nabibah Mencintai itu apa, Bu? Ibu berkata, mencintai adalah menerima. Mencintai itu apa, Pak? Bapak berkata, mencintai adalah bertanggungjawab. Walaupun mereka berdua tak tahu pasti definisi cinta. Di dapur ibu berkata, cinta adalah terpenuhi, sambil mengacungkan pisau. Di teras bapak berkata, cinta adalah mencari cara, sambil memanaskan motor; pergi bekerja. Bila musim hujan tiba, cinta memastikan tetap hangat dengan kehadiran. Bila musim kemarau tiba, cinta membuat kita bersenandung dalam paceklik. Di hari-hari tuanya yang mereka tahu hanyalah mencintai tanpa kata cinta. Kresek, 2 Februari 2019

23LPM | Februari 2019 Didaktika |23


RESENSI FILM

HALUAN MA

LENYAPNYA K DIBALIK INDUSTR Penulis : Hastomo Dwi Putra Judul Durasi Produser Produksi

: Asimetris (2018) : 68 menit : Indra Jati, Dandhy Laksono : Watchdoc – Ekspedisi Indonesia Biru

Pernahkah kita berpikir bagaimana cara perusahaan mendapatkan kelapa sawit begitu banyaknya? Selanjutnya, pikirkan bagaimana nasib petani kelapa sawit di Indonesia? Semua itu mungkin pernah terbesit dipikiran segelintir orang ketika melihat komposisi pada sebuah produk yang mereka konsumsi. Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah berputar di dalam kepala kita, tanpa ingin mencari tahu lebih dalam. Dinamika apa yang sesungguhnya terjadi pada perindustrian perkebunan kelapa sawit di negeri ini. Ingatkah kalian pada kabut asap yang pernah menutupi wilayah Kalimantan dan Sumatera tahun 2015? Atau, ingatkah kalian pada konflik-konflik lahan yang menyangkut perkebunan kelapa sawit? Masalah ini yang menyangkut konflik lahan perkebunan kelapa sawit 24| Februari 2019

di Indonesia, baik yang terlihat oleh rakyat, maupun yang tidak, sudah dibongkar dalam film Asimetris. Film dokumenter kesembilan dari Ekspedisi Indonesia Biru ini, dilakukan dengan ekspedisi keliling Indonesia menggunakan sepeda motor sejauh 14.000 kilometer. Guna meliput berbagai dinamika sosial yang terjadi. Asimetris menyajikan berbagai dampak yang ditimbulkan dari industrialisasi perkebunan kelapa sawit pada 2015 secara besarbesaran. Film ini menyajikan datadata berdasarkan hasil risetnya, Asimetris mencoba untuk membuka mata penontonnya bahwa, dibalik barang jadi hasil campuran minyak kelapa sawit yang kita konsumsi, terdapat perampasan dan penindasan di dalamnya. Meskipun, kelapa sawit adalah tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan


HASISWA

KEMANUSIAAN RI KELAPA SAWIT pelumas mesin. Kebutuhan ini kita sebut oleokimia. Kini, minyak kelapa sawit juga dibutuhkan untuk campuran bahan bakar, atau yang kita sebut sebagai biofuel. Guna manusia. Terutama buahnya yang dapat menghasilkan minyak. Minyak tersebut, merupakan salah satu komoditas penting bagi banyak industri sebagai bahan campuran barang produksinya. Penggunaan minyak kelapa sawit dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu kelompok makanan, oleokimia dan biofuel. Minyak kelapa sawit dapat dikategorikan kedalam kelompok makanan, contohnya mentega, minyak goreng, dan lain-lain. Selain itu, minyak kelapa sawit juga dapat dijadikan sebagai bahan campuran non makanan seperti shampoo, detergent, ataupun

mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbahan fosil. Umumnya, 50% produkproduk yang dibeli masyarakat urban setiap harinya, pasti mengandung minyak kelapa sawit. Artinya, berbagai perusahaan yang membutuhkan minyak kelapa sawit ini terus mencari lahan yang cocok untuk ditanami tumbuhan kelapa sawit, termasuk di Indonesia. Proyek perkebunan kelapa sawit menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi perusahaan dan pemilik tanah. Beberapa daerah tropis termasuk Indonesia, khususnya wilayah Kalimantan, Sumatera dan LPM Didaktika |25


Papua bagian selatan, menjadi sasaran empuk negara dan investornya untuk dijadikan proyek perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Maka tak heran jika setiap lima tahunnya, lahan perkebunan untuk kelapa sawit rata-rata bertambah hingga seluas Pulau Bali. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit membutuhkan cara yang cepat untuk mengonversikan perkebunan sebelumnya menjadi perkebunan kelapa sawit. Cara kotor pun ditempuh oleh perusahaan industri kelapa sawit yaitu dengan cara membakar hutan dan lahan. Kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan ini mengakibatkan pencemaran udara yang mengganggu aktivitas manusia, termasuk penyakit pernapasan yang ditimbulkannya. Sejak Juli 2015, Kota Palangkaraya menjadi salah satu bukti dampak pencemaran udara akibat pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Pada bulan Oktober di tahun yang sama, kadar polusi mencapai 1.300% dari ambang kualitas udara yang sehat bagi manusia. Di Kalimantan dan Sumatera, 19 orang meninggal dunia dan sekitar setengah juta diantaranya, mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang balita hingga orang dewasa. 26| Februari 2019

HALUAN MA

Pada September 2015, wilayah Sumatera khususnya di Jambi mendapat perhatian internasional secara khusus karena kabut asap menyebabkan terganggunya penerbangan di Singapura dan Malaysia. Lebih parah lagi, kabut tersebut juga berdampak pada 69 juta orang yang terkena berbagai penyakit saluran pernapasan. Hal ini membuktikan bahwa, pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara membakar hutan dan lahan, sangatlah merugikan orang banyak, bahkan telah memakan korban jiwa. Api tak mudah untuk dijinakkan, sebab 52% lahan yang terbakar adalah lahan gambut yang mengering dan menyimpan bara di kedalaman tanah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah titik api di seluruh Indonesia yang mencapai 3.200 lokasi. Ini menyangkut 2,6 juta hektar lahan dan hutan yang terbakar antara bulan Juni dan Oktober 2015. Luas wilayah yang terbakar ini, sama luasnya dengan empat kali Pulau Bali. Industrialisasi kelapa sawit tak hanya berdampak pada pencemaran udara saja. Di kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, aliran sungai


HASISWA di desa Paminggiran telah tercemar akibat limbah industri kelapa sawit yang membuat ikan-ikan mati. Akhirnya, warga yang sebelumnya menggantungkan hidupnya dari sungai, harus pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Indonesia mendapatkan suntikan dana dari investor-investor dalam dan luar negeri untuk usaha perkebunan kelapa sawit Total kredit yang diberikan oleh investor-investor dalam dan luar negeri untuk 25 industri perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, mencapai 170 triliun rupiah dalam waktu lima tahun. Hal ini membuktikan bahwa 55% tanaman kelapa sawit, dikelola oleh perusahaan. Meskipun sisanya masih murni dikelola oleh petani-petani kecil, para petani ini pun harus mempertahankan tanah perkebunannya agar tidak digusur dan dikuasai oleh perusahaan. Hal itu juga menimbulkan konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawi. Sepanjang tahun 2017, terdapat 659 konflik agraria yang sepertiganya adalah konflik terkait perkebunan kelapa sawit. Salah satu contoh konflik agraria terkait perkebunan kelapa sawit, pernah terjadi di Mahuze Besar, Papua. Papua-

pun mulai mengalami nasib yang sama seperti Kalimantan dan Sumatera karena pembukaan hutan dan perkebunan mulai marak terutama di bagian selatan, seperti Merauke dan Boven Digoel. Penolakan yang dilakukan oleh Suku Malind Deq di Mahuze Besar, Papua terhadap perkebunan kelapa sawit, disebabkan karena mereka ingin mempertahankan tanaman sagu. Mereka merasa tanaman sagu adalah bahan makanan masyarakat Papua yang harus dipertahankan dan tidak boleh dihilangkan. Industri kelapa sawit memberikan banyak dampak buruk bagi manusia, lingkungan dan ekosistem di dalamnya. Film ini membuka mata kita bahwa Industri perkebunan kelapa sawit sangatlah tidak manusiawi, sebab perampasan yang dilakukan oleh negara dengan dalih kemajuan ini, telah merampas hak hidup banyak orang. Semoga, rakyat sadar bahwa Indonesia belum sepenuhnya merdeka karena perampasan dan penindasan masih berlangsung hingga hari ini. Pertanyaan yang dapat ditarik dari film ini bukanlah “mengapa kita harus melawan?� tetapi “mengapa kita tidak melawan?� Editor : Muhamad Muhtar LPM Didaktika |27


RESENSI BUKU

HALUAN MA

Judul : Cantik Itu Luka Penulis : Eka Kurniawan Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun : 2016 Tebal buku : 505 halaman Diterbitkan pertama kali oleh AKYPress dan Penerbit Jendela pada Desember 2002

CANTIKNYA LABELLING DI MASYARAKAT Penulis : Anisa Putri Septiana Cantik Itu Luka adalah salah satu dari empat novel karya Eka Kurniawan yang mendapat sorotan dunia kesusastraan internasional. Dari kekreatifannya dalam menggunakan konsep realisme magis, maka tak mengherankan jika novel yang sudah 28| Februari 2019

diterjemahkan ke dalam 34 bahasa ini memenangkan penghargaan sebagai World Readers 2016 di Hongkong.

Eka menceritakan berbagai peristiwa yang terjadi saat zaman kolonialisme di Indonesia. Seperti, penjajahan Jepang, pemberontakan


HASISWA kelompok nelayan, sampai terbentuknya Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa bersejarah itu nyata, tetapi Eka membangun cerita dengan menyelipkan hal-hal magis yang tidak rasional, itu lah konsep realisme magis yang Eka hadirkan. Seperti, dendam roh jahat (Ma Gedik) kepada keturunan Ted Stamler yang telah merebut Ma Iyang-nya. Dendam tersebut menjadi kutukan bagi Dewi Ayu, anak-anaknya, dan menantu-menantunya. Bahkan, hingga Dewi Ayu bangkit dari kubur setelah 21 tahun lamanya. Kutukan tersebutlah yang mengiringi munculnya peristiwa sejarah di novel ini. Awal mula Dewi Ayu menjadi budak seks adalah ketika satu persatu orang pribumi ditangkap dan dikirim ke Bloedenkamp, sebuah penjara yang sangat menjijikkan dan penuh sesak dengan tahanan. Mereka mengalami kelaparan dan banyak yang terserang penyakit. Setelah penderitaan itu, Dewi Ayu beserta 19 gadis cantik yang lain, dibawa paksa oleh pasukan Jepang ke sebuah rumah pelacuran Mama Kalong. Penulis kelahiran 1975 ini, seolah ingin menceritakan bahwa perang dapat merendahkan derajat perempuan dengan menyeleksi gadis-gadis tahanan perang un-

tuk dijadikan pelacur. Hal itu lah yang menyebabkan novel ini banyak menjabarkan pekerjaan PSK, seperti kutipan berikut. “Dewi Ayu, pelacur itu, terkejut mendengar maklumat yang dikatakan Maman Gendeng, namun tetap bersikap waspada terhadap apapun yang diinginkannya, sebab kedudukannya sekarang sangatlah jelas setelah membunuh Edi Idiot, maka ia hanya mengirim seorang kurir untuk mengundang sang preman yang baru. Maman Gendeng menerima dengan baik undangan tersebut, dan berjanji akan datang sesegera mungkin.� (hlm. 130) Eka juga membahas penyimpangan sosial yang dilakukan Dewi Ayu. Penyimpangan sosial yang dilakukan oleh tokoh utama merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Pekerja seks bertugas melayani orang-orang yang menyewa jasanya sebagai pemuas berahi. Hal itu bertentangan dengan nilainilai agama yang masih tertanam kuat di masyarakat karena pelacuran termasuk bagian dari zina. Selain PSK, preman dipilih sebagai pekerjaan tokoh lain di novelnya, yaitu Maman Gendeng. Preman merupakan salah satu kasus penyimpangan sosial, LPM Didaktika |29


karena dianggap melanggar nilai dan norma agama yang sangat melekat kuat di masyarakat. Penyimpangan sosial pun bisa dilakukan karena kehendak pribadi (biasanya tuntutan ekonomi) maupun karena faktor lingkungan yang sebagian besar orang di sekitarnya adalah pelaku penyimpangan. Dalam kasus Maman Gendeng, selain karena kehendak pribadi, masyarakat juga melabelinya sebagai seorang begundal pengangguran yang hanya merepotkan warga kota. Dengan memunculkan kasus penyimpangan sosial, Eka seolah memberi sindiran ke masyarakat yang masih suka melakukan labelling kepada pelaku penyimpangan sosial (devians). Pengambilan kasus labelling di novel ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut. “”Mereka percaya bahwa kita adalah sampah-sampah masyarakat yang tidak berguna,” Maman Gendeng menyimpulkan. “Itu benar, tapi banyak di antara kita kekurangan pendidikan untuk menjadi apa pun dan mereka menutup pintu. Apa yang kita lakukan pada akhirnya menjadi garong, menjadi pencopet, dan hanya menunggu waktu untuk melampiaskan dendam pada orang-orang yang te30| Februari 2019

HALUAN MA

lah membuat mereka cemburu. “Aku cemburu melihat orang baik-baik memiliki keluarga yang bahagia. Aku menginginkan hal seperti itu. .... Dan kini, setelah aku memperolehnya, seseorang merampas kembali kebahagiaan itu dariku. Dendam lama terbuka kembali, seperti sebuah luka.” (hlm. 468) Maman Gendeng sebenarnya sudah mengumpulkan uang dan bermimpi untuk membangun kehidupan keluarga yang damai dengan melepaskan label premannya. Sayangnya, mimpi tersebut harus ia kubur setelah anaknya, Rengganis Si Cantik, mengaku diperkosa dan enggan mengungkapkan siapa pelakunya. Ia pun dibutakan oleh amarah dan membuat kerusuhan di Kota Halimunda. Tak peduli lagi dengan citra dirinya yang semakin memburuk. Toh, yang masyarakat kota percayai dia adalah preman, penyuka kekerasan, dan sampah masyarakat. Sekalipun Maman Gendeng berhasil pensiun dari kepremanannya, stigma buruk masyarakatterhadapnyatidakberubah. Kasus seperti yang dialami Maman Gendeng sebenarnya dapat kita temui di lingkungan sekitar. Banyak mantan narapidana yang kehadirannya ditolak masyarakat karena stigma yang buruk tersebut.


HASISWA Dalam waktu yang lama, label dan stigma yang terus mengekori kehidupannya, justru bisa berdampak buruk di masa depan. Makin lama, ia akan percaya bahwa kejahatan adalah bagian dari dirinya yang tak dapat dipisahkan dan ia akan mencari, bergabung, dan bergaul dengan kelompok orang yang merasa senasib dan sependeritaan. Perilaku menyimpang yang sempat ia tinggalkan pun kembali ia jalani dan ia anggap sebagai jalan hidup. Begitu pula dengan PSK yang tak luput dari gunjingan masyarakat. Stigma yang tumbuh di masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh aparat negara dan atau ormas agama. Kebijakan tersebut biasanya lebih digunakan untuk ‘membereskan’ PSK yang membuat pekerjanya dianggap seperti kriminal karena ada hukuman yang dijadikan ganjaran. Dengan begitu, pekerja seks biasanya dianggap sampah masyarakat dan dikucilkan di lingkungan masyarakat. Padahal, PSK dijadikan pilihan pekerjaan karena kemiskinan, kesenjangan sosial, bahkan bisa jadi karena penipuan, seperti yang dialami Dewi Ayu. Melepaskan kebiasaan labelling di kehidupan bermasyarakat sepertinya cukup sulit dan

hampir mustahil. Hal tersebut disebabkan karena lebih mudah melabeli orang dari apa yang mereka lihat daripada harus mengenal orang tersebut lebih dalam. Dengan adanya labelling, manusia cenderung menyembunyikan sisi buruknya dan memperlihatkan sisi baiknya ke publik. Orang yang menonjolkan sisi buruk seperti yang dilakukan Maman Gendeng dan Dewi Ayu di novel ini, pasti akan dicap sebagai orang yang buruk. Kendati demikian, labelling bisa dijadikan alat pengembangan diri (self-improvement). Kita bisa berkaca dari label yang kita berikan kepada orang lain agar kita tidak menjadi seperti mereka, dalam hal ini label yang diberikan adalah label yang buruk. Dengan jalan cerita yang rumit dan sulit ditebak serta alur maju mundur yang mendominasi, novel ini pun tidak cukup dibaca dalam sekali atau dua kali duduk. Oleh karena itu, saat membaca novel ini sebaiknya jangan terlalu lama memberi jeda agar tidak lupa dengan jalan ceritanya. Editor : Ahmad Qori

LPM Didaktika |31


HALUAN MA

Pembunuhan Pengetahuan Imtitsal Nabibah

Mau berdiri di kaki sendiri, tapi meminjam kaki-kaki orang mati. Tak mampu menopang dengan sepenuh hati. Barangkali mereka pun tak menginginkan ini. Sekadar mengenang romantisme; Apa yang diharapkan oleh mereka yang membaca buku terpilah-pilah dan tak sepenuhnya benar? Pembenaran milik si pemenang. Mengapa membaca buku ini harus bersembunyi layaknya pencuri? Kata Pram, seseorang yang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran. Entah sejak kapan berganti, kuasa pengetahuan jadi pengetahuan kuasa. Pemberedelan, pembakaran buku-buku; itu semua pembunuhan pengetahuan! Membaca sama sekali bukanlah kejahatan! Jika ini salah di mata mereka. Mari kita ajarkan membaca: Tentang fakta dan fenomena. Jangan sampai kita yang dieja. Rawamangun, 29 Januari 2019

32| Februari 2019

LPM Didaktika | 32


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.