Sulbar Ekspres

Page 16

Matra Ekspres Membangun Lebih SMART

16

Senin, 6 Februari 2012

Regulasi Lemah, Picu Konflik Agraria PASANGKAYU — Banyaknya konflik agraria yang terjadi di sejumlah daerah Indonesia, termasuk di Kabupaten Mamuju Utara (Matra), disebabkan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah lemahnya penerapan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Hal itu disampaikan Anggota DPD-RI, M Asri Anas, saat berkunjung ke Matra guna penyelesaian konflik lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat, Sabtu 4 Februari. Menurut Asri, seluruh perusahaan perkebunan sawit di Matra kerap menimbulkan konflik dan persoalan dengan pemerintah dan masyarakat. Letak masalahnya karena undang-undang pokok agraria, pertanian, perkebunan dan kehutanan, isinya lebih cenderung berpihak kepada pengusaha ketimbang masyarakat. Masalah lain, tidak adanya data soal Hak Guna Usaha (HGU) masing-masing perusahaan perkebunan sawit menjadikan pemerintah daerah (pemda) sulit mengindentifikasi konflik dan mencari penyelesaiannya. Sementara itu, Asisten I Pemprov Sulbar Akhsan Djalaluddin menyampaikan, dalam waktu dekat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulbar akan mengundang semua pimpinan perusahaan perkebunan sawit yang ada di Mamuju dan Matra guna untuk melakukan pengukuran. Pengukuran ini dilakukan untuk mengembalikan HGU perusahaan sehingga tidak lagi terjadi konflik. Pemicu terjadinya konflik lahan yang kerap terjadi di Matra, selain tidak transparannya pihak perusahaan tentang luas pengelolaan HGU, juga karena ketidak kejelasan tapal batas area kelola. Asri Anas yang tergabung dalam Komite II DPD RI membidangi perkebunan, mengungkapkan, laporan yang

masuk ke DPD soal konflik lahan di Matra sudah mencapai sekitar 15 kasus, salah satu dari 15 kasus tersebut yakni kasus antara masyarakat dengan PT Unggul dengan objek sengketa seluas 300 hektar. Masalah ini akan menjadi prioritas penyelesaian, sementara kasus lainnyadiserahkan ke Pemprov Sulbar dan Pemkab Matra. Ditegaskan, proses penyelesaian semua sengketa yang terjadi di Matra tidak mungkin dilakukan secara bersamaan. Sehingga penyelesaian dilakukan berdasarkan klaster kasus. Ia juga berjanji, soal sengketa lahan seluas 300 hektar antara PT Unggul dengan masyarakat akan dituntaskan kurun waktu 30 hari. Sementara itu, Bupati Matra H Agus Ambo Djiwa, mengatakan, dalam penyelesaian konflik lahan perkebunan, pemerintah akan bertindak sebagai mediator dan bukan pengambil keputusan. Kasus ini diserahkan ke DPD RI untuk diselesaikan. Lain halnya disampaikan Koodinator PT AAL Wilayah Celebes I Made Suwarna. Ia menampik kalau program pemberdayaan masyarakat oleh PT Astra dinilai masih sangat minim. Made menyebutkan, program IGA bagi petani sawit di Matra sudah mencapai sekitar 10.300 hektar dan plasma mencapai sekitar 8.000 hektar. Bahkan bukan hanya itu, program lainnya seperti perbaikan sarana jalan, kesehatan, dan pendidikan juga merupakan program yang terus di lakukan PT Astra. Ia berharap konflik yang terjadidi daerah lain seperti di Mesuji itu tidak terjadi di Matra. Peran pemerintah daerah memediasi permasalahan sangat penting bagi PT Astra. “Terhadap kasus ini, kami sangat membutuhkan peran pemerintah daerah untuk dapat memediasi secara objektif,� pintanya. (sym/ham)

ANGGOTA DPD RI M Asri Anas bersama Bupati Matra Agus Ambo Djiwa dan unsur Muspida Matra menggelar dialog terbuka dengan para SKPD lingkup Matra, pimpinan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat akhir pekan kemarin.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.