Teras Pers Edisi XXIV

Page 1


Foto : Aryanto Wijaya Terdampar di tengah kota )Gelombang tsunami menghanyutkan kapal PLTD dari bibir pantai ke tengah kota, lokasi: Banda Aceh(


Editorial

................... Apa itu BEM? Siapa anggota BEM? Apa fungsinya? Pertanyaan semacam itu kerap terlontar dari mahasiswa angkatan 2014 dan 2015. Tak heran, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) terlihat aktif hanya pada tahun ajaran 20132014 saja. Tentu saja hanya beberapa mahasiswa angkatan 2013 dan sebelumnya saja yang mengetahui eksistensi BEM. Selain ketidaktahuan itu, keresahan mulai muncul dari beberapa mahasiswa yang merasa kehilangan BEM. Aktivitas politik di kampus dirasa mlempem. Mahasiswa dan anggota UKMF seperti kehilangan wadah untuk ber-aspirasi. BEM 2013-2014 yang seharusnya sudah habis masa jabatan belum memiliki pengganti untuk membuat program kerja baru. Keadaan vacuum of power ini tentu saja membuat keadaan menjadi chaos. Padahal keberadaan BEM menjadi sangat penting dalam sebuah fakultas. Bak sebuah Negara, BEM sebagai lembaga ekskutif mengemban tugas melaksanakan undangundang yang telah dibuat oleh legislatif. Mari dipersempit dengan tugas untuk menjalankan pemerintahan, salah satunya adalah menjaga keamanan dan kedamaian untuk mencapai tujuan negara. Tentu saja ini berarti BEM tetap harus ada untuk melaksanakan peraturan yang dibuat oleh dekanat sebagai legislatif, tetapi juga tetap membela kepentingan rakyatnya. Apabila BEM tidak ada, pemerintahan tentu saja tidak dapat dilaksanakan karena peraturan hanya ada pada tataran konsep. Maka, untuk mengetahui seluk-beluk masalah mengapa BEM tidak aktif, Teras Pers berusaha menyajikannya dalam edisi kali ini.

REDAKSI Pemimpin Umum

Venesya

Daftar isi Reporter

Tegar Pambudi Yustina Septriona Wakil Pemimpin Umum Ryan Sara Dewa Ayu Indah Gregorius Bramantyo Sekretaris Gregorius Christian Hadi Sara Pratiwi Albertus Gilang Bendahara Ratih Saraswati Novita Sri Rejeki Nicholas Ryan ................................... Josephine Gisela Artyastiani P. Pemimpin Redaksi Benedicta Alvinta ................................... Layouter Wakil Pemimpin Redaksi

Aloysius Brama

Ignatius Arkadia Maria Heris Devina

Editor

Illustrator Kenia Intan Renaldi Prakoso Christina T. Edmundus Dewa ...................................

Liputan Utama | 03 - 06

Regenerasi BEM: Tanggung Jawab Siapa?

........................... Liputan Utama | 07 - 08

AD/ART BEM, Antara Ada dan Tiada

........................... Politik Kita | 09 - 10

Me-Nyala di Tengah Redupnya BEM

........................... Djendela Rana | 11 - 12

Mencintai Indonesia dengan #Scsi2015

Seni Budaya | 15 - 16

Ketoprak Tobong: Hiburan yang Tak

........................... Profil | 17 - 18

Bagi Saya, Film adalah Teman Sejati

........................... Litbang | 19 - 20

Bagaimana BEM di Mata Mahasiswa?

........................... Cerpen | 21 - 23

Nyanyian Angsa

...........................

........................... Surat Pembaca | 13 - 14

Surat Pembaca

...........................

Fotografer

Gregorius Christian Regy Eka ...................................

Email

redaksi.teraspers@gmail.com Kantor

Jl. Babarsari 44 Contact Person

Venesya

0877 3875 3215

....... 02 .......


Rubrik

................... Liputan Utama

" Regener asi BEM: Tanggung Jawab Siapa? ... Oleh : Aloysius Bram dan Kenia Intan N Berdasarkan durasi masa bakti kepengurusan BEM periode 2013/2014 seharusnya sudah pensiun. Namun hingga saat ini regenerasi di tubuh BEM turung menjadi kenyataan. Apa yang terjadi?

....... 03 .......

Hingga kini eksistensi kepengurusan BEM FISIP masih menjadi polemik. Kepengurusan BEM periode 2013/2014 yang dipimpin oleh Rachel Arianne, sudah seharusnya menyelesaikan masa baktinya. Ketika ditanya mengenai agenda regenerasi kepengurusan BEM, Rachel Arianne menjelaskan bahwa agenda regenerasi bukan merupakan agenda serta wewenang dari pengurus BEM yang menjabat. “Kami sebagai pengurus BEM tidak dapat membentuk Komite Pemilihan Mahasiswa (KPM) sebagai pihak yang berwenang menyelenggarakan proses regenerasi. Hal ini guna menjaga kenetralan proses regenerasi itu sendiri agar terbebas dari dugaan dan praktik intervensi. Maka dari itu pembentukan Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) sebenarnya menjadi tugas serta kewenangan Wakil Dekan (Wadek) III yang membawahi urusan kemahasiswaan,” terang Rachel Arianne. Ia menuding bahwa ketidakpahaman Wadek III akan tugasnya menyebabkan KPM tidak kunjung dibentuk. Padahal KPM berperan sebagai lembaga yang mengorganisir proses pemilihan

pimpinan BEM. Hal ini mengakibatkan terlambatnya penyelenggaraan pemilihan umum FISIP. “Pergantian Wadek III dan tidak adanya koordinasi antara Wadek III terpilih yaitu Bu Desi dengan Wadek III terdahulu yaitu Pak Bona, menyebabkan Bu Desi sendiri merasa bahwa pembentukan KPM bukanlah tugas yang harus ia jalankan. Terlebih semua ini terjadi juga karena tidak adanya aturan yang tetap dan tertulis sebagai dasar,” tutur Rachel Arianne ketika dihubungi melalui WhatsApp. Wakil Dekan III, Desideria Cempaka, yang membawahi urusan kemahasiswaan, termasuk urusan BEM di dalamnya tidak memungkiri bahwa seharusnya BEM sudah memasuki era kepengurusan yang baru. Namun dirinya membantah tudingan yang dilayangkan Rachel kepadanya. “Apa yang Rachel katakan itu tidak ada hubungannya dan bukan penyebab keterlambatan regenerasi BEM dan pembentukan KPM. Kalau pembentukan KPM adalah syarat utama jalannya regenerasi BEM, maka sebenarnya Rachel beserta jajaran


Setelah pihak BEM, UKMF (Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas), dan HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) berkoordinasi dan sepakat bahwa pembentukan KPM dipercayakan kepada Desideria. Sebagai Wakil Dekan III, Desideria berinisiatif menunjuk Reki Febrian, atau yang lebih akrab disapa Sebe, sebagai BEM itu bisa kok membentuk KPM sendiri. Tapi entah apa alasannya, pembentukan KPM justru lalu diserahkan kepada saya sebagai Wadek III,� ungkap Desideria Cempaka ketika diwawancarai oleh TerasPers. Hal ini juga dikuatkan oleh Bonaventura Satya Bharata, Wadek III periode sebelumnya. Beliau menuturkan bahwa selama ia menjabat, KPM selalu dibentuk oleh BEM. “BEM itu mempunyai kuasa membentuk KPM. Walaupun aturan tata mainnya tidak ada. Selama ini hanya dengan landasan moral dan landasan etika, bahwa ketua KPM yang ditunjuk oleh BEM adalah orang yang bebas dari kepentingan.� Bona juga menambahkan, dirinya merasa heran dengan BEM kepemimpinan Rachel yang seakan-akan merasa tidak punya otoritas membentuk KPM.

Ketua KPM. Sebe merasa dirinya ditunjuk karena aktivitas politiknya bersama NYALA yang cukup menggegerkan kampus pada waktu itu. Sehingga Sebe dianggap memiliki kompetensi untuk terlibat dan membenahi dinamika politik kampus yang carut marut. Ketika Teras Pers meghubungi Sebe mengenai penunjukkannya sebagai Ketua KPM, ia merasa janggal sehingga berat hati untuk mengemban tugas dan tanggungjawab sebagai ketua. Alasannya, penunjukkan Sebe sebagai ketua KPM dianggap sebagai pembungkaman NYALA, gerakkan di mana selama ini ia terlibat. Di sisi lain, Sebe merasa penunjukkan kali ini hanya keputusan Wadek III saja. Padahal secara struktural, seharusnya penunjukkan Ketua KPM diputuskan dengan koordinasi antara Wadek III dan UKMF. Ketidakpuasan atas penunjukkan dirinya sebagai Ketua KPM membuatnya enggan untuk segera mengkoordinasi tugastugas yang seharusnya dilakukan KPM. Hal ini juga diiyakan oleh Desi. Keengganan ini ditunjukkan dengan sikap Sebe yang tidak kunjung mendesak dikeluarkannya Surat Keputusan (SK). Padahal SK penting sebagai legetimasi KPM untuk melakukan aktivitas, dan juga keabsahan KPM dimata UKMF.

....... 04 .......


Rubrik

................... Liputan Utama

“Kok ya meminta SK setelah saya masuk cuti? Kenapa mereka (KPM) tidak meminta Dekan,” kritik Desi terhadap KPM. Desi pada saat itu memang sempat mengambil cuti untuk proses persiapan melahirkan, sehingga tidak banyak memonitor kinerja KPM.

....... 05 .......

Kini SK yang dipermasalahkan oleh KPM telah terbit. Namun diakui Sebe, pasca terbit SK, KPM masih belum dapat memastikan kelanjutan proses regenerasi di tubuh BEM. Menurutnya hal ini terjadi karena personil KPM sendiri masih terlibat menjadi panitia inisiasi mahasiswa baru 2015. “Saya, Hugo Gian, dan Gregorius Pratyaksa masih terlibat menjadi panitia inisiasi sehingga kami lebih memprioritaskan agenda tersebut (inisiasi)”, jelas Sebe. Selain itu, Sebe juga memaparkan alasan lain yang menyebabkan KPM tak kunjung aktif bergerak. Menurutnya, realitas mengenai ketidakpedulian warga FISIP terhadap BEM – organisasi yang seharusnya menjembatani aspirasi mahasiswa– membuat dirinya secara pribadi melihat bahwa pemilihan BEM masih bisa ditunda. “Sepertinya sebagian besar warga FISIP juga tidak terlalu peduli mengenai keberadaan BEM. Sehingga saya pribadi melihat bahwa pemilihan BEM bukanlah

suatu agenda yang terlalu mendesak,” terangnya. Ketidakpedulian warga FISIP yang disampaikan oleh Sebe ini diindikasi salah satunya dari tidak adanya aktifitas mengkritisi BEM dari warga FISIP, selain “selebaran hitam” NYALA. Elan Priananda, Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2013, mengetahui bahwa ada kekurangan di tubuh BEM berupa regenerasi anggota-anggota BEM yang lambat. Menurutnya ia sebagai warga FISIP perlu mengetahui alasan keterlambatan regenerasi BEM, karena regenerasi merupakan bagian yang penting. “Itu (regenerasi) bukti tanggung jawab anggota BEM sebelumnya, selain mereka selama ini ngapain saja. Penting untuk anak baru juga untuk merasakan mengemban tugas dan tanggung jawab. Selain itu, sebuah sistem jika satu tidak beres atau terlambat maka akan mempengaruhi hal-hal lain baik di dalam maupun di luar BEM itu.” Tidak jauh berbeda dengan Elan, Yosepha Debrina yang akrab disapa Eva ini menyayangkan vakumnya BEM akibat regenerasi yang terlambat. Menurutnya, BEM mempunyai fungsi yang cukup strategis bagi mahasiswa. Lewat keberadaan BEM mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya dan mempertanggungjawabkan keintelektualannya. Mahasiswa dapat menerapkan apa yang mereka dapatkan


sebagai mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui kegiatan-kegiatan konkrit yang bisa diselenggarakan. Bila kondisi BEM dibiarkan seperti ini maka kegiatan diluar ranah akademis yang digawangi oleh berbagai UKMF akan sulit terkoordinasi. “Kalau kondisinya seperti ini kan sangat disayangkan. Karena idealnya mahasiswa butuh BEM sebagai pihak yang paling potensial untuk menghidupkan kegiatan-kegiatan di kampus. Kalau beginikan jadi rugi kedua pihak antara mahasiswa dengan BEM sendiri,� tuturnya. ***

....... 06 .......


Rubrik

................... Liputan Utama

"

AD/ART BEM, Antara Ada dan Tiada ... Oleh : Tegar Pambudi, Christina Tjandrawira Bagai kapal tanpa layar mengarungi lautan. Kekurangan padanya akan menghambat perjalanan dan bahkan berakibat fatal. Ketidaksempurnaan tersebut kemudian mau tak mau menjadi beban bersama yang ditanggung seluruh awak. Begitu pula dengan setiap lapisan di kampus, permasalahan demi permasalahan harus diselesaikan, sebab jika tidak akan menghambat semua pihak.

....... 07 .......

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) memiliki dua badan mahasiswa, yakni Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). HMPS terbagi dua berdasaran prodinya yaitu komunikasi dan sosiologi. Sedangkan BEM berisi gabungan dua prodi tersebut. HMPS menaungi Kelompok Program Studi (KPKS), sedangkan BEM menaungi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Baik HMPS maupun BEM memiliki tenggat masa kepengurusan yang ditandai dengan adanya regenerasi. BEM saat ini mengalami masa kosong kekuasaan. Bisa dibilang BEM vakum selama beberapa waktu. Kabar ini dibenarkan oleh Desideria Cempaka selaku Wakil Dekan (Wadek) III FISIP UAJY. “Jadi, kepengurusan mereka sudah selesai kemarin, sekarang vakum,” terangnya ketika ditemui awak Teras. “Hilangnya” AD/ART Kabar mengenai kekosongan kekuasaan BEM diikuti pula oleh isu “hilangnya” Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BEM. Keberadaan AD/ART bisa dikatakan penting, mengingat fungsinya sebagai acuan atau landasan dalam menjalani sebuah organisasi.

Terkait kabar hilangnya AD/ART, Desideria Cempaka mengatakan bahwa dirinya tidak tahu akan kejelasan dokumen tersebut. Ia mengaku selama menjabat sebagai Wadek III tidak pernah mengetahui adanya dokumen tersebut. “Aku gak tau ya, I’m not sure. Yang jelas pas aku jadi Wadek III aku gak punya AD/ ART tentang BEM, kayaknya udah agak lama,” ujarnya. Sementara berdasarkan hasil wawancara dengan Brian Christian selaku Divisi Humas BEM, AD/ART bukan hilang, melainkan belum jelas. Mahasiswa angkatan 2013 ini tidak menjelaskan secara rinci arti dari pernyataannya, “Nggak hilang untuk AD/ART, belum jelas aja sih sebenarnya,” terangnya. Awak Teras yang semakin penasaran dengan keberadaan AD/ART, menanyakan secara langsung hal tersebut kepada Bonaventura Satya Bharata selaku Wadek III periode sebelumnya. Ia mengatakan bahwa sebenarnya pada masa kepemimpinan 2011/2012, AD/ART BEM sudah pernah dibuat dan didiskusikan dengan UKM. Namun terkait perkembangan AD/ART, ia mengaku mungkin dokumen tersebut belum sempat dikomunikasikan, “Kalau disusun sudah, tapi mungkin belum sempat di-SK (Surat Keputusan) dekan untuk legalitasnya. Mungkin juga karena belum sempat dikomunikasikan dari


satu pemimpin ke pemimpin lainnya,” tuturnya. Pernyataan bahwa AD/ART sudah pernah dibuat didukung oleh Nicholaus Sulistyo , yang akrab disapa Endang selaku Ketua BEM periode 2012/2013. Pada masa jabatannya, AD/ART memang sudah ada, khususnya dalam bentuk soft file yang dikirimkan padanya melalui e-mail. “Di masa jabatanku ada, tapi untuk fisik aku belum pernah n’rima ya. By e-mail aku lihat AD/ART BEM. Atau lebih tepatnya, aku tidak meminta fisiknya. Apalagi yang di e-mailku itu hampir fix,” ujarnya. Lebih lanjut Endang menuturkan pula bahwa meskipun AD/ART pada masa kepemimpinannya sudah ada, namun pada prakteknya, ia tidak menggunakan AD/ART tersebut sebagai patokan. Ia mengungkapkan bahwa AD/ART yang dibuat di masa jabatannya hanya sebagai karet. Diterapkan maupun tidak diterapkan sama-sama sulit. Awalnya, ia sempat menerapkan AD/ART tersebut, akan tetapi justru kesulitan. Semakin lama menjalankan BEM periodenya, ia tidak lagi berdasar AD/ART, tapi di situ prakteknya menjadi jauh lebih mudah, “Bukannya melepaskan, tapi nanti tak lihat dulu gitu lho,” tutur Endang. Mengenai pernah tidaknya pembahasan AD/ART diperiodenya, Brian angkat bicara. Pada periodenya, pernah diadakan rapat antara BEM, Wadek III dan perwakilan UKM membahas beberapa isu kampus, termasuk permasalahan AD/ART ini. “Beberapa waktu yang lalu ada pertemuan teman-teman UKM, BEM, dan Wadek III. Kita meminta kejelasan gimana untuk mempermudah kepengurusan BEM selanjutnya. Hasilnya dari Wadek juga akan mengusahakan AD/ART. Mungkin kita akan diskusikan nanti dari BEM sendiri bersama Wadek III. Kalau untuk hasil bagaimana fix-nya itu belum, mungkin baru proses,” jelas Brian.

Senada dengan Brian, Desideria Cempaka mengutarakan bahwa hingga kini AD/ ART masih dalam proses. Ada kemungkinan AD/ ART bakal dibuat setelah terbentuknya BEM baru. “Mungkin nanti bisa dibuat ulang atau direvisi, tapi itu setelah BEM baru terbentuk,” jelasnya. Endang turut memberikan pendapat sebagai masukkan yang serupa. Menurut Endang, demi kenyamanan penerapannya, lebih baik memang ada penggodokan baru AD/ ART. AD/ART harus disesuaikan dengan kondisi FISIP yang terus berubah. Optimis Beberapa permasalahan tengah dihadapi BEM saat ini, mulai dari kekosongan kekuasaan hingga ketidakjelasan AD/ART. Namun optimisme tetap tersirat dari penuturan para narasumber. Baik dari pihak BEM maupun dosen percaya bahwa BEM ke depannya dapat menjadi lebih baik. BEM menuturkan bahwa pergerakannya tetap berjalan dan tidak terganggu keberadaan dokumen tersebut. “Walaupun AD/ART sekarang memang nggak ada, tapi kita tetap jalan sebagaimana mestinya,” kata Brian. Dosen sekaligus Wadek III periode lalu, Bonaventura Satya Bharata, turut memberikan saran untuk BEM kedepannya. “Saya melihat mahasiswa FISIP itu kooperatif kok. Jika ada permasalahan, itu mungkin karena miss-komunikasi saja. Harus disediakan wahana berpendapat, mungkin berupa rapat atau diskusi terbuka. Perbedaan pendapat itu biasa, tapi bagaimanapun harus ada solusinya. Nah, solusi tersebut sebisa mungkin memuaskan semua pihak,” jelas Bonaventura Satya Bharata, “Dan mengenai kekosongan kekuasaan, mungkin Wadek III bisa memfasilitasi. Sebab jika tidak, eksesnya tentu bisa panjang,” tutupnya. ***

....... 08 .......


Rubrik

................... Politik Kita

Me-Nyala di Tengah Redupnya BEM Tulisan Ryan Sara

....... 09 .......

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya September, mahasiswa dibuat kaget dengan adanya selebaran di setiap kelas. Tak hanya selebaran, bahkan tempelan foto anggota BEM di tembok belakang kampus pun membuat mahasiswa terheran-heran. Selebaran ‘berani’ tak lain berasal dari Nyala, gerakan mahasiswa FISIP yang tidak diketahui siapa dalangnya. Teras Pers berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu anggotanya. Nyala merupakan sebuah gerakan mahasiswa FISIP Atma Jaya Yogyakarta untuk menyalurkan aspirasi dan kritik mahasiswa. Pada awalnya gerakan ini dibentuk tepat setelah inisiasi 2014 selesai dilaksanakan. Nyala dibentuk bukan karena tanpa alasan, karena ada keresahan beberapa anggota dalam organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang menilai bahwa kinerja BEM di inisiasi buruk. Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja mahasiswa di luar BEM yang justru lebih baik. “Harusnya orang-orang yang di BEM ini lebih menguasai daripada orang-orang yang di luar BEM, tapi kenapa malah BEM kinerja nya lebih buruk”, begitu ungkapan

salah satu anggota nyala. Hal tersebut dikarenakan kepemimpinan BEM yang juga tidak efektif dan maksimal. BEM sendiri merupakan suatu organisasi mahasiswa terstruktur yang seharusnya menjadi perwakilan atau tangan kanan mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi dan kritik mereka terhadap kampus. Namun pada kenyataannya, BEM malah tidak memaksimalkan kinerjanya dengan baik sebagai badan eksekutif mahasiswa. Gerakan Nyala kerap kali disebut sebagai gerakan bawah tanah (underground) yang bergerak secara diam-diam. Nyala bukan merupakan suatu organisasi mahasiswa yang besar pada umumnya karena berdiri secara independen. Gerakan ini juga tidak lepas dari tanggung jawab. Maka dari itu, mereka memberikan gerakan underground ini nama. Meskipun Nyala memang bukan sebuah organisasi, tetapi secara kinerja mereka memiliki struktur yang jelas. “Terstruktur dalam arti menjalankan apa namanya, strateginya jalan gitu lho, misalnya ini jatahnya yang nulis siapa, ini


yang design siapa gitu”, ungkap salah seorang anggota nyala. Struktur yang dimaksud dalam gerakan ini adalah program yang terstruktur, bukan struktur hirarki. Nyala tidak hanya mengkritisi persoalan BEM, tetapi juga semua masalah yang berkaitan dengan kampus. BEM dirasa sebagai jembatan antara mahasiswa dengan pejabat kampus, misalnya dekanat. Maka, BEM harusnya lebih dekat dengan mahasiswa dan tidak boleh terlalu condong pada dekanat. Pada kepemimpinan BEM yang sebelumnya yakni periode Nicholaus Sulistyo yang akrab disapa Endang, BEM posisinya adalah berlawanan dengan dekanat. “Achel lebih condong ke wakil dekan, malah semacam kayak jadi event organizer ya untuk teman-teman di dekanat tu lho”, tandas anggota nyala saat ditemui di labkom pada (6/7/2015). Menurut teman-teman Nyala, bahwa BEM tidak lagi menjalankan tugasnya menjadi pengawas di dekanat karena merosotnya BEM sebagai oposisi dekanat.

Ilustrasi Y. Rizky Gumilir

Dalam pergerakannya yang terlihat begitu mengkritisi BEM, Nyala tidak memiliki latar belakang untuk mengambil alih tugas BEM. Justru Nyala hadir untuk meluruskan kewajiban yang sudah seharusnya dilakukan oleh BEM. Pro dan kontra terhadap gerakan ini sudah seringkali terjadi. Bahkan, anggotaanggota Nyala tidak merasa terganggu dengan orang-orang yang kontra dengan mereka. Pada akhirnya, prinsip nyala adalah memperjuangkan kepentingan bersama. “Karena toh menurut kami, kami memperjuangkan orang banyak tu lho, bukan cuma memperjuangkan diri sendiri, ketika kami bergerak dalam organisasi ini kami tidak mengejar apa-apa”, begitu ungkap anggota nyala. Gerakan Nyala ini akan selalu ada, meskipun tak banyak anak-anak FISIP yang ikut berpartisipasi. Harapan gerakan Nyala ini, agar BEM kembali pada tugas dan jalurnya sebagai pengawas, di mana BEM dan dekanat harusnya terpisah. “Harapan kami adalah mereka itu terpisah, jadi saling mengawasi, dekan juga mengawasi BEM dan BEM mengawasi dekan”, katanya.

....... 10 .......


DJENDELA RANA

Mencintai dengan

Tulisan: V Foto: Gregorius C.

Barikade panitia siap mengamankan prosesi puncak SCSI 2015.

Topeng sebagai simbol ekspresi dalam upacara adat.

Penghormatan kepada leluhur adalah sebuah keharusan.

Tari-tarian bebas namun tetap seirama. Prosesi pemberian sesaji merupakan sasaran utama pers.


Indonesia #Scsi2015

....

Air kembang, unsur wajib dalam pemberian sesaji yang dapat dinikmati pengunjung.

Antusiasme pengunjung memperebutkan ayam utuh, lambang seorang pemimpin.

“Indonesia... teruslah berjaya... Indonesiaku...,� lagu yang belum akrab di telinga ini langsung terdengar ketika pertama manapakkan kaki di lokasi Keraton Ratu Boko. Nuansa merahputih sangat terasa dari loket pembelian karcis masuk. Sejak pagi orang-orang sudah siap dengan peralatannya masing-masing untuk mendokumentasikan rangkaian acara yang akan berlangsung. Adalah Seribu Cita Satu Indonesia 2015 atau yang disingkat menjadi #SCSI2015, sebuah program tahunan yang diselenggarakan oleh rekan-rekan dari seribu.org dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Tahun 2015, SCSI diselenggarakan di kompleks Keraton Ratu Boko dengan tujuan untuk pelestarian budaya dan menarik minat wisatawan akan tempat bersejarah. Bertemakan Sedekah Bumi Nusantara, acara utama dari #SCSI2015 adalah pemberian sesaji yang merupakan simbol filosofi hidup dengan arak-arakan serta tarian dengan menghadirkan seniman tari ternama Indonesia, yaitu Didik Ninik Thowok. Sementara kegiatan lainnya adalah upacara bendera, penampilan tari-tarian, serta bersih-bersih keraton yang diikuti oleh seluruh pengunjung. Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang, yang penting kerja, kerja, dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya menghasilkan alasan. – salah satu bunyi pameran pitutur yang diungkapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo sesuai dengan slogan 70 tahun kemerdekaan Indonesia. AYO KERJA!


Rubrik

................... Tulisan Johanes Bhisma P. Mahasiswa FISIP UAJY Angkatan 2013

Surat Pembaca ....... 13 .......

Selain profesi, dosen juga merupakan

tidak sesepele ini. Saya merasa dalam kelas

jabatan yang tinggi di kampus. Ya setidaknya

atau di luar kelas saya harus mengikuti apa

lebih

dengan

yang ia mau bila berurusan dengannya,

mahasiswa. Hampir semua keputusan dosen

dan bila tidak hasilnya kelas kami dianggap

bisa dibilang mutlak, karena tidak semua

“biadab� sesuai dengan apa yang ia tulis di

aturan atau keputusan yang dibuat dosen bisa

Facebook. Kelas kami bisa dikatakan biadab

dikritik atau digugat oleh mahasiswa. Namun

oleh beliau lantaran pada waktu itu hampir

bukan berarti dosen bisa semena-mena

tiap kelompok menggunakan buku buatan

membuat keputusan terhadap mahasiswa.

orang Indonesia dan tidak menggunakan

Mahasiswa juga memiliki hak di dalam

buku buatan orang luar negeri dalam artian

kelas ataupun diluar kelas. Saya sempat

bukunya tidak berbahasa Inggris. Juga pada

mengalami perlakuan dosen semacam itu.

waktu itu kelompok banyak yang dianggap

tidak bisa mengutip dengan benar. Meskipun

tinggi

bila

dibandingkan

Di kelas MPK II merupakan puncak

kesemena-menaan

dosen

tersebut.

tidak mencantumkan secara terang-terangan

Sebelumnya saya sudah mengalami perlakuan

perkataan itu untuk kelas kami, namun

semacam ini di kelas lainnya. Awalnya saya

hal itu sudah sangat jelas bahwa ditujukan

menduga permasalahan ini terletak pada

untuk kelas kami karena ia sudah marah-

mood dosen tersebut dan merupakan masalah

marah di kelas MPK II kami pada waktu itu

yang sepele. Namun pada kenyataannya

dan beberapa menit kemudian munculah


kata-kata tersebut di beranda Facebook.

jarak nilainya cukup jauh. Saya juga hanya

mendapat nilai D setelah semua yang saya

Namanya saja sindiran, pasti tidak

akan dijelaskan kepada siapa status itu

lalui di kelas tersebut.

ditujukan. Yang membuat saya heran yaitu

tanggap salah satu dosen yang bukannya

keluar, sayapun datang ke kampus untuk

menegur atas perkataan kasar oleh dosen

memintta rekapitulasi nilai. Saya hanya

tersebut namun justru membuat hal itu

bisa menggelengkan kepala atas apa yang

seakan lelucon. Dari kejadian tersebut saya

saya lihat. Hanya saya yang mendapat nilai

mulai kehilangan respect dengan dosen

0 untuk UTS. Saya datang dan mengerjakan

tersebut.

dengan sungguh-sungguh saat UTS tersebut,

Kami

hanya

bisa

diam.

Lama-

Beberapa hari setelah nilai itu

namun memngapa hasilnya 0?

kelamaan kelakuannya semakin menjadi-

jadi. Jika beliau yang terlambat kami harus

beliau untuk meminta pertanggungjawaban

menunggu untuk tetap kuliah. Namun bila salah satu dari kami yang terlambat maka

Keesokan harinya saya mendatangi

....... atas apa yang tertulis di rekaitulasi nilai. 14 ....... Beliau berkata tanggal 10 saya dan teman-

akan disindir bahkan pintu akan dikunci

teman yang ingin protes nilai bisa datang

sebelum atau tepat di pukul setengah 2.

ke ruangannya pukul 11. Namun pada saat

Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena

tanggal 10 saya mendatangi beliau, beliau

dari pengalaman yang lalu bila melawan

justru berkata bahwa nilai UTS saya belum

keputusannya hanya akan berakhir dengan

ditemukan dan saya justru disuruh mencari

nilai C, D atau bahkan E. kami tidak

hasil UTS saya di tumpukan kertas-kertas

melawanpun hasil yang kami dapat juga

UTS lainnya yang jumlahnya sangat banyak.

hanyalah berkisar C hingga D. hanya ada

Beliau juga berkata bahwa bila nilai tersebut

satu anak yang mendapat nilai A. menurut

dapat berubah di semester 6. Ketika saya

saya anak yang mendapat nilai A tersebut

bertanya apakah saya harus mengulang mata

kemampuannya tidak berbeda jauh dengan

kuliah MPK II ini atau tidak, ia justru berkata

anak-anak

itu urusan saya karena ini nilai saya.

yang

lain,

namun

mengapa


Rubrik

................... Seni Budaya

Ketoprak Tobong: Hiburan yang Tak Semata “Hiburan” Tulisan: Albertus Gilang S. & Josephine Gisela

....... 15 .......

Kesenian, tak dapat dipungkiri adalah salah satu “nyawa” negeri kita Indonesia. Di antara beragam kesenian yang ada, dikenal sebuah seni peran tradisional yakni Ketoprak Tobong. Kesenian yang berasal dari Jawa Timur ini memiliki banyak keunikan; mulai dari sifatnya yang berkeliling hingga interaksi dengan penonton selama jalannya pementasan. Teras Pers berhasil bertemu dan mewawancarai Risang, pemegang estafet praktek Seni Tobong seusai Beliau melakukan pementasan. Menurutnya, sejauh ini Ketprak Tobong sudah berpindah sebanyak 27 kali selama 17 tahun. Kediri, Pare, Karisidenan, Jombang, Magetan, Purwodadi, dan Yogyakarta adalah kota-kota yang pernah disinggahi oleh mereka.

“Teater ini ‘kan berkeliling, konsepnya kerakyatan, jadi masyarakat pada dasarnya butuh ruang ekspresi hiburan, kemudian kesenian wadah ekspresinya,” ujar Risang, menjawab pertanyaan mengapa Ketoprak Tobong berpindah-pindah selama melakukan pementasan. Pementasan yang dimulai dari jam 8 sampai 12 malam ini terdiri dari persiapan sebelum pentas, penuangan atau pembagian peran, kemudian baru pementasan. “Jadi pemain mulai datang jam 8, biasanya persiapan dulu, ada briefing atau yang sering kita sebut sebagai penuangan. Penuangan dalam praktek kesenian ini dijelaskan seperti gelas kosong, dituang, kemudian perform, kemudian satu sampai dua jam sebelum tampil biasanya mereka duduk bareng berkeliling dan ada sutradaranya,” terang Mas Risang. Pemain Ketoprak Tobong harus


yang luas. Hal ini dijadikan sebagai modal bagi pemain saat memainkan peran dalam cerita. Cerita yang diangkat oleh Ketoprak Tobong adalah kisah-kisah epic Majapahit. Kisah kerakyatan,legenda, mitos sampai babat sejarah diangkat dan dipentaskan. “Satu malam satu cerita, kalo ceritanya ya ada ribuan, mulai dari Sampukong, Sam Pek Eng Tai, cerita Wali Songo,” ujar Mas Risang. Salah satu keunikan lain dari Ketoprak Tobong adalah spontanius art, yakni memainkan peran secara spontan dan tanpa naskah. “Dalam perspektif saya yang membedakan Ketoprak Naskah dan Ketoprak Tobong adalah kalo Ketoprak Naskah yang diuji adalah kesiapan pemain dalam menghafal naskah, kalo Tobong kesiapan pemain dalam memiliki kasanah dalam berbahasa daerah,” tegas Risang. Terakit dengan eksistensi, menurut Risang sekarang ini Ketoprak Tobong sedang dalam posisi bertahan, bukan menyerang. “Kita bukan lagi mengembangkan, tapi mempertahankan. Jadi suasananya bukan lagi menyerang, tapi suasanya kita sedang bertahan dari gempuran perubahan,” terang Risang kepada tim Teras Pers. Risang menceritakan, pada waktu itu Ketoprak Tobong ditujukan untuk menghibur warga setempat, tetapi saat ini warga lebih memilih TV atau film dalam menikmati hiburan.

“Kalau dulu masyarakat keluar rumah, datang mencari hiburan, nilai-nilai, belajar filosofi, mendengarkan banyak hal, tapi sekarang masyarakat sudah berubah menikmati hiburan bukan dengan menonton kesenian berjam-jam. Mereka menemukan cara lain, ada televisi, film, ada banyak hal,” jelasnya. Ketoprak Tobong memiliki filosofi yang dalam, bahkan ini yang kemudian membedakan dengan Ketoprak Naskah di gedung-gedung. Jika Ketoprak Naskah hanya sekedar hiburan dengan tata lighting, gedung, dan pemainnya— nothing interested, tidak demikian halnya dengan Ketoprak Tobong. Ikatan dan interaksi sosial menjadi poin penting dalam kesenian yang hadir setiap Sabtu Malam ini. Risang mengaku tidak ingin masyarakat berkutat dengan hiburan-hiburan yang di dalamnya tidak memiliki ikatan sosial. Hiburan yang ada saat ini jauh dari kata bermakna bagi masyarakat dan hanya sekedar tontonan. Masyarakat duduk di depan televisi, menikmati hiburan tak bermakna, dan bahkan menjadi anti sosial. Menurutnya harus ada suatu praktek

hiburan yang mengajak seseorang untuk berkenalan satu sama lain. Persepsi hiburan bukan sekedar kita melihat hiburan, melainkan apa yang menghibur kita. “Apa TV itu hiburan? Bagi orang iya, bagi saya tidak,” ujar Mas Risang, mengakhiri percakapan.

....... 16 .......


Rubrik

................... Profil

"

Bagi Saya , Film adalah Teman Sejati ... Oleh : Yustina Septriona Sudah delapan tahun ia bekerja sebagai pengulas film. Mulai dari pengulas film di laman website, hingga menjadi salah satu juri festival film bergensi telah ia lakoni. Tangan diginnya sudah mengulas ribuan judul film. Kecintaannya terhadap dunia film memang tidak tanggung-tanggung. .......................................................................................................................................................

....... 17 .......

Namanya adalah Olody Amantha Nadeak. Laki-laki berusia 26 tahun ini mulai bekerja sebagai pengulas film sejak tahun 2008, atas rekomendasi seorang teman yang tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat. Lody, begitu biasa ia disapa, mempelajari cara mengulas film secara otodidak. Hanya selama 4 hari saja. Ketika mulai bekerja pada tahun 2008, ia diangkat menjadi Coordinator Writer atau orang yang menggantikan tugas reviewer dalam mengulas film. Baru pada bulan Juli yang lalu, ia secara resmi menjadi Coordinator Reviewer dari Christy Lemire di Christylemire.com dan David Nusair di Reelviews.net di bawah James Berardinelli. Awalnya, ia hanya ingin memiliki uang dari jerih payahnya sendiri.Akan tetapi, semakin hari ia justru semakin menikmati pekerjaannya. Cukup melakukannya dari rumah tanpa perlu kemana-mana, “Terus saya juga bisa nonton film gratis, hehe...,” tuturnya penuh canda. Sebagai reviewer film, ia memiliki fasilitas menonton film secara gratis di bioskop. Cukup dengan menunjukkan identitasnya, atau menelpon reviewer-nya untuk pemesanan film. Dalam seminggu, paling sedikit ia menggarap sekitar 10 hingga 25 ulasan film.

Jika film tersebut belum tayang di bioskop Indonesia, ia harus streaming film dari jam 22.00 hingga 05.00 pagi untuk sekitar tiga film. Hasil review film tersebut kemudian dimuat dalam majalah film yang ada di USA, seperti The Hollywood Reporter, Variety Magazine, Filmmaker Magazine, Empire Magazine, dan lain-lain. Saking banyaknya film yang telah ‘lewat’ di tangannya, ia tidak bisa mengingat banyak judul film. Seingat Lody, beberapa film yang pernah di-review yaitu Man of Steel, Maggie, Insidious 3, dan lain sebagainya. Selama menjalani pekerjaan ini, Lody juga memiliki pengalaman buruk yang berharga. Ia dilarang lagi untuk mengulas film bertema superhero. Lody ingin Man of Steel masuk sebagai nominasi, alhasil hasil ulasannya menjadi bias. Hal ini menyebabkan ia harus menerima ‘hukuman’ dengan mengulas 20 film tanpa dibayar! Ia telah melanggar salah satu perjanjian lisan kode etik dalam mengulas film, yaitu tidak boleh memihak terhadap suatu film. Menjadi seorang co.reviewer film tidaklah mudah, dikarenakan harus adanya kecocokan pemikiran antara reviewer dengan co.reviewer-nya. Menurutnya, agar hasil review film yang ia lakukan mendapat kecocokkan dengan reviewer di atasnya,


maka level knowledge harus dianggap sama dalam hal alur cerita film, dan tidak dipengaruhi oleh rasa suka atau tidaknya terhadap suatu film.

review film sehingga karyanya diakui. Tidak seperti ketika masih menjadi co.reviewer, hasil review film yang ia buat masih menggunakan nama reviewer diatasnya.

Lody menggeluti pekerjaannya sebagai co-reviewer film dari tahun 2008 hingga 2015. Baru-baru ini ia beralih sebagai jurnalis film di Tribeca Film Festival, dan Toronto Film Festival dan sebagai juri di Cannes Film Festival. Ia merasa tertantang karena tingkat kesulitan sebagai jurnalis film dan juri festival film lebih tinggi dibandingkan sebagai co.reviewer. Oleh karena itu ia memilih keluar dari zona nyamannya untuk ‘memaksa’ dirinya lebih berkembang. Di mana tugasnya sebagai jurnalis dan juri festival film adalah mereview film-film yang telah di-input dalam website Cannes Film Festival. Film-film yang telah di-review tersebut diseleksi apakah pantas untuk dijadikan nominasi atau tidak. Selain itu, setidaknya kini Lody sudah dapat mencantumkan namanya sendiri dalam me-

Ada fakta menyedihkan ketika dirinya sendiri hanya bisa me-review filmfilm yang masuk dalam kategori festival film internasional. Artinya, Ia tidak pernah me-review film dari Indonesia karena filmfilm tersebut tidak pernah masuk dalam festival film internasional yang bergengsi. “Film yang tidak akan pernah ditayangkan di Indonesia itulah yang sering saya review,” jelas Lody. Hal ini menurutnya dikarenakan adanya Lembaga Sensor Film (LSF) yang melarang film yang dianggap tidak cocok dengan budaya di Indonesia. Namun hal ini tidak membuatnya berkecil hati, karena Ia bangga dapat menjadi salah satu dari 20 juri perwakilan benua Asia Tenggara. Dirinya juga punya andil untuk memilih sekitar 300-700 film yang nanti akan dimasukkan dalam nominasi per festival. Untuk pemuda seumur Lody, dirinya termasuk sebagai juri termuda ketiga dari total 134 semua juri dari berbagai negara. Selain itu, dari total semua juri tersebut yang belajar otodidak hanya 30 orang, salah satunya termasuk Lody. Menurutnya, jika kita memiliki passion tertentu, lebih baik jangan dipendam. Bahkan ketika kita mencintai sesuatu dalam hal positif, alangkah baiknya apabila kita dapat mengembangkan dan mempertahankan hal tersebut. Kita harus membuktikan bahwa kita bisa berkarya. “Kembangkan ilmu pengetahuan yang kamu cintai tutupnya dengan senyum. ***

dan ya,”

....... 18 .......


Rubrik

................... Litbang

" Bagaimana BEM di Mata Mahasiswa? ... Tulisan Artyastiani P. dan Claudya Tarigan

....... 19 .......

BEM merupakan singkatan dari

Yogyakarta selama ini. Jejak pendapat ini

Badan Eksekutif Mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa ini merupakan organisasi mahasiswa yang berada dalam sebuah universitas. Masa aktif dari anggota atau kepengurusan BEM tersebut ialah satu tahun. Badan Eksekutif Mahasiswa ini dibuat agar menjadi penghubung antara mahasiswa-mahasiswa dengan lembaga tempat mereka kuliah. Setiap kampus umumnya memiliki organisasi yang disebut dengan BEM tersebut. BEM juga berfungsi untuk menampung dan mendengarkan aspirasi mahasiswa, baik itu merupakan keluhan kepada pihak kampus, saran ataupun kritik.

dilakukan dengan menyebarkan kuesioner melalui aplikasi Google Docs. Kuesioner dibagikan kepada 35 mahasiswa aktif Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

BEM juga merupakan wakil dari mahasiswa-mahasiwa yang ada dalam sebuah universitas. BEM yang dianggap sebagai wakil tentunya harus memperjuangkan dan memperhatikan hak-hak mahasiswa demi terciptanya kesejahteraan mahasiswa. Melalui programprogram yang dibuat oleh BEM, mereka seharusnya mencoba untuk memperhatikan dan menjadi pendengar yang baik bagi mahasiswa-mahasiswa lainnya. Teras Pers melakukan jejak pendapat untuk mengetahui pendapat mahasiswa terhadap kinerja Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Atma Jaya

Melalui jejak pendapat diketahui bahwa 23% mahasiswa mengetahui siapa pengurus dan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Sedangkan 77% mahasiswa tidak mengetahui pengurus dan anggota BEM. Hasil ini cukup mengejutkan mengingat BEM seharusnya menjadi lembaga yang dekat dengan mahasiswa, tapi banyak mahasiswa justru tidak mengenal anggota BEM. Teras Pers menayakan tentang pengetahuan mahasiswa terhadap program yang dibuat BEM selama ini. Ternyata 94% mahasiswa tidak mengetahui program apa saja yang telah dibuat BEM. Padahal programprogram BEM ditujukan bagi mahasiswa, tapi mahasiswa justru tidak mengetahui apa saja yang telah dilakukan BEM. Sedangkan mahasiswa yang mengetahui program yang dibuat BEM adalah 6%. Selanjutnya Teras Pers mendapatkan hasil bahwa terdapat 91% mahasiswa yang merasa BEM selama ini tidak sepenuhnya mendengarkan aspirasi mahasiswa. Kemudian 9% mahasiswa lainnya merasa BEM selama ini sudah mendengarkan aspirasi mahasiswa. Hal ini berlanjut dengan 86% mahasiswa merasa tidak terwakili aspirasi mereka melalui


BEM selama ini. Di sisi lain, 14% mahasiswa merasa sudah terwakili aspirasi mereka oleh BEM. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mahasiswa merasa BEM belum sepenuhnya mendengarkan aspirasi mahasiswa, tapi ada mahasiswa merasa sudah cukup terwakili dengan adanya BEM. Teras Pers lalu menanyakan tentang kepuasan mahasiswa terhadap kinerja BEM selama ini. Hasilnya, 43% mahasiswa merasa tidak puas, 34% memilih netral, dan 23% merasa sangat tidak puas. Ternyata masih banyak mahasiswa yang merasa tidak puas dengan kinerja BEM selama ini. Hal ini tentu juga berkaitan dengan masih sedikitnya mahasiswa yang mengetahui siapa saja anggota BEM dan program yang telah dibuat. Namun, ada juga mahasiswa yang mengetahui program yang telah dibuat BEM tapi merasa hal tersebut masih tidak memuaskan. Melalui hasil ini, dapat diketahui bahwa mahasiswa merasa kinerja BEM masih belum maksimal. BEM sebaiknya lebih mendekatkan diri kepada mahasiswa sehingga lebih dikenal baik dari anggota dan program yang dibuat.

....... 20 .......


Rubrik

...................

Nyanyian Angsa Cerpen

...

Oleh : Andreas Ricky Febrian ......................................................................................................... Sekejap ia teringat akan masa kecil yang indah itu bersama kekasihnya. Kekasih, kalau ia sebut demikian. Meski terasa sepihak bagi dirinya saja, namun kata itu lah yang selalu ia kenangkan di hati ketika bertemu dengan gadis yang kini kuyu dan hampir busuk itu. Meski pandangan gadis itu telah melemah dan nanap, ia masih merasa jatuh cinta terhadapnya.

....... 21 .......

Kemudian teringat dahulu di kampung halamanya, yang jauh dari deru mesin pengaduk semen. Tak ada aspal yang membuat kaki manusia bersijingkat di musim kemarau. Manis ia rasakan, ketika sekali lagi kedua insan ini terperangkap dalam kebekuan yang bisu. Untuk sementara ia mengalami detik detik terlama dalam hidupnya, ia kenangkan masa itu. Dimana mereka berdua, dalam fajar hari menuju masa pubertas, berlari di pematang sawah mencoba menangkap ikan sepat atau sekedar berkejaran dengan capung. Atau melempari tanah lapang yang luas dengan bongkah-bongkah lempung sawah yang telah mengering, lagi ia masih ingat, nikmatnya mencari tebu di ladang pak Lurah, untuk kemudian mendapat tendangan di pantat masing-masing. “Woooo anak demit! Kecu!� Begitu damprat Pak Lurah. Namun yang paling ia ingat adalah di hari Rabu Legi, mereka berdua terduduk termangu bersama memandang jalan aspal baru yang panjang, yang mereka kira bisa tembus sampai ke negeri Cina sana.

Dua pra remaja ini sedang berisitirahat, baju mereka basah dan bau anyir air sungai. Truno, namanya, ia memandang sang kekasihnya, setidaknya itulah yang diharapnya. Ia memandang Maria Zaitun, kekasihnya dengan penuh rasa khidmat. Kemudian darahnya terasa hangat, dalam pandanganya Maria Zaitun terlihat begitu mempesona. Rambutnya jatuh lurus, tipis, berjuntai kebawah, matanya, ohh, bola matanya sedikit kecoklatan, dengan kelopak yang sedikit ditarik ke samping, memberikan kesan sipit, namun sangat manis perpaduan itu. Hidungnya mungil, mancung, rasanya ingin ia mengigit gemas. Dan yang paling membuatnya blingsatan ialah buah dadanya yang mulai memperlihatkan bentuknya, dibalik blusnya yang basah itu. Sebuah perasaan sangat aneh muncul dalam dirinya. Sebuah perasaan dimana ia ingin mendekap kekasihnya selama-lamanya. Ia pandangi lagi wajah kekasihnya. Bibirnya yang tipis terus berceracau tentang ikan sepat dan luwak yang ia lihat di sawah tadi. Tak tahan lagi, ia kemudian mengambil ancang, dan mencium pipi kekasihnya yang lembut layaknya kue moci itu. Sejenak waktu terhenti. Diantara langit yang semakin jingga, kedua remaja yang akan telah memasuki masa puber itu terdiam beku. Kelelawar terbang, dan burung sawah berpulang ke sarangnya. Muka mereka memerah, namun semua meledak ketika akhirnya si Maria Zaitun tertawa terbahakbahak. Ia mencubit pipi Truno yang memerah padam karena malu. Jantung Truno seakan


mau copot. Tetapi jauh didalam sanubarinya Truno berangan ingin menjadi bapak dan simbok dengan Maria Zaitun, tinggal di Desa, dan punya kolam sepat serta ladang tebu. Syukur-syukur mereka bisa memiliki motor DKW seperti milik pak Lurah Komandan. Impian Truno terbang tinggi. Dengan gugup ia membukakan pintu gerbang gereja yang telah dikunci itu bagi kekasihnya, Maria Zaitun. Lonte kelas wahid, primadona bagi kaum hidung belang yang kini telah membopong ajal dan segala kutuk penyakit nista. Maria Zaitun sama sekali tidak ingat akan Truno. Matanya kosong dan memohon untuk segera mati. Pergi sajalah dari penyakit dan kutuk ini. Tergopoh Truno panggilkan pastor yang sedang makan siang dengan mewahnya. Truno, si koster mempersilahkan kekasihnya menunggu berteduh di bawah patung Santo Yusuf dengan mata memelas itu. Tanpa basa-basi ia segera cabut. Tak disangka, setelah peristiwa Rabu Legi itu, ia akan bertemu kembali dengan Maria Zaitun. Truno duduk bertekur di bawah pohon sengon tak jauh dari pelataran gereja. Kepalanya diletakkan di atas kedua tanganya yang bertumpu di atas lututnya. Mulutnya komat-kamit kacau, “Kamu selama ini kemana Marrr”, kemudian, “Kamu kenapa Marrr,” disusul dengan, “Gimana aku Marr,” kalimat itu diucapkanya lirih, tanpa berani ia tanyakan langsung. Hatinya dongkol, nanap, iba, remuk, penuh kasih sayang dan kacau. Sejam berlalu, dua jam berlalu. Maria Zaitun yang telah masuk ke dalam gereja diusir keluar oleh pastur. Truno sayup-sayup mendengar kata, “Galak seperti macan!” dan, “Kamu tidak perlu pastor,” disusul dengan umpatan, “Santo Petrus!” Hatinya teriris melihat kekasihnya dilempar dari dalam rumah Tuhan itu. Seketika ia melihat tubuh yang kurus itu terhuyung dari pintu besar gereja. Ia melihat kekasihnya menangis tersedan. Wujud Santo Yosef, bapak Yesus itupun hanya diam terpaku melihat anak manusia terkapar di depan

anaknya yang mengerang menanggung dosa manusia. Maria Zaitun bangkit, ia bergerak bagai macan lapar menuju jalan aspal sambil mengemasi pakaiannya. Tubuhnya membusuk dan bau tak sedap memancar, namun di mata Truno, hanya dialah yang mampu mewujudkan semua mimpinya. Dari jauh Truno ikuti kekasihnya itu, tanpa berani mendekat. Ia masih cinta. Sangat cinta. Ia tahu ajal akan segera mendatangi kekasihnya. Ia terus ikuti sepanjang jalan penderitaan terakhir Maria Zaitun dengan khidmat. Terus ia ucapkan doa keselamatan baginya. Tak berani ia tolong kekasihnya, karena sakit hatinya, ketika mendengar raga suci baginya telah dirajah-rajah para pejabat berdasi, kolonel angkatan bersenjata, sampai garong dan bandit pasar. Buah dada yang dulu baginya adalah cawan suci, kini telah menjadi jasad nista yang telah dipetik auman berahi manusia. Ia kecewa, tapi ia masih cinta. Ingin ia membeli seluruh raganya, tapi apa kata pastor nanti. “Dasar keparat bejat sialan asu tengik!” bentaknya dari kejauhan. Namun sekali lagi ia berteriak dalam tangis hati yang terluka, ia masih cinta. Justru di saat yang seperti itulah, Truno dapat melihat mata kekasihnya lagi. Sahabat kecilnya di kampung dulu. Pernah ia berpapasan denganya, ketika menyaksikan karnaval di pusat kota. Maria Zaitun tampil dengan busana serba erotis nan ganas. Tubuh moleknya terbungkus kain latex, berwarna hitam, ketat dan sungguh menggiurkan. Ia tampil sebagai primadona yang bisa didapatkan secara eksklusif, hanya di Hotel 69. Tapi, Truno tidak mengenalinya, kala itu, ia hanya merasa, gadis primadona itu sungguh jauh, sangat jauh, sekaligus dekat. Tak terjangkau namun intim.

....... 22 .......


Semakin luka Maria Zaitun berjalan terseok-seok. Nampak kakinya sudah tidak bisa menopang lagi. Orangorang disekitarnya menutup hidung, menghindari bau busuk tubuh Maria Zaitun. Akhirnya ia pergi jauh, masuk ke sebuah persawahan. Ia terhenti dan duduk di sebuah batu di kali. Kepalanya menengadah, menatap langit, direntangkanlah tanganya, beberapa saat ia memohon hujan karena kehausan. Kemudian rubuhlah raganya. Sakratul maut. Dalam keadaan begitu, ia menyanyikan senandung dolanan masa kecilnya.

....... 23 .......

Menyaksikan kesedihan serupa, Truno membuang semua egonya, untuk terakhir kali ia ingin mendekap raga kekasihnya, memberikan perpisahan pahit terakhir namun juga ia harus telan semua nya. Ia ingin kenang-kenangkan lagi impian nya menjadi pasangan Pak lurah dan bu lurah, dengan ladang tebu dan motor DKW. Ia tahu kekasihnya haus, ia panjat sebuah pohon kelapa yang terdekat dan ambilkan sebuah kelapa muda yang ijo pupus dan sangat cantik rupanya. Segera Truno mencari batu di sekitar kali itu, sembari terus mengawasi Maria Zaitun yang terus berceracau lirih, ia sudah tidak sadar, tubuhnya rebah di bantaran pinggir kali. Ia segera buat lubang di kelapa itu. Jantungnya kini berdegup kencang. Gugup dan ini bukan berahi. Perlahan ia hampiri Maria Zaitun. Kepalanya ia angkat sehingga Maria Zaitun berada dalam posisi duduk. Ia sandarkan kepala Maria Zaitun dalam lindungan tangannya. Kemudian perlahan ia tuangkan air kelapa itu. Sekejap kemudian, perlahan mata Maria Zaitun terbuka, dan kedua

manusia ini saling beradu pandang lagi. Kali ini Truno berani angkat suara. “Akhirnya kita ketemu disini,” ujar Truno. Mata Maria Zaitun membelalak, kemudian tersenyum tipis, lelah dan aman ia rasakan. “Siapakah namamu?” Ujar Maria Zaitun. Air mata Truno kembali menetes, ia tidak ingat. Kekasihnya tidak ingat. “Akulah mempelaimu,” seloroh Truno, sedikit jengkel. Maria Zaitun hanya tertawa, namun ia sentuh wajah Truno, dan berciumanlah mereka berdua di bantaran sungai itu. Lama dan intim. Diselingi jangkrik dan burung hantu, sebuah ciuman di ujung ajal antara dua sahabat, yang diharap menjadi keakasih. Akhirnya pegangan Maria Zaitun mulai lunglai, bibirnya kemudian ia lepaskan dari bibir Truno. Kini mata Maria Zaitun telah terpejam, dan sudah saatnya untuk pergi. Tetapi, untuk terakhir kali ia tertawa lirih, sekali lagi sejak rebo legi itu, ia cubit pipi Truno dengan manja, dan berkata “Aku tahu siapa kamu”. Maka pergilah sukma dari raganya. Lepaslah semua deritanya. Truno kemudian mendekap jasad Maria Zaitun dengan erat, penuh peluh air mata ia nyanyikan lagu dolanan tentang rembulan. Ia ciumi kekasihnya sekali lagi dan ia gendong jasad itu jauh masuk ke perladangan. Ia ingin berikan penguburan yang layak. Jengkerik menghantarkan langkah Truno sembari membopong raga tak bernyawa. Burung uhu mendendangkan serenada cinta yang jauh namun begitu dekatnya. Desir angin malam membawa pergi semua mimpi Koster sederhana itu. Dan kucing hutan merekam perjalanan mereka, primadona pelacur tersohor seluruh kota, mati, dan ia diarak oleh jengkerik, burung hantu, angin. Di atas tubuh koster, penjaga rumah Tuhan yang sekalipun tak pernah seranjang bergumul. Begitu jauh, sekaligus begitu dekat.




Foto : Aryanto Wijaya Keceriaan Anak Nusantara Lokasi: Bukit Lawang, Bahorok, Sumatera Utara



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.