Sua edisi 3 mei 2013

Page 1

11 SUARA UTAMA

SURGA JAGUNG DI KAKI SEULAWAH

18

SUARA INOVASI

PEUKAN WASEE MEUGOE

04

ACEH TRADING HOUSE,

SOLUSI KEMAKMURAN SEKTOR PERTANIAN DI ACEH

SUARA UMUM ACEH TABLOID MINGGUAN

MENUJU ACEH MAJU

suaraumum@gmail.com

facebook.com/suaraumum

HARGA ECERAN Rp 5.000,-

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

06 CINTA PETANI PERTANIAN MAJU

17 KOMODITI WARISAN ENDATU

PENERBIT ACEH INTERMEDIA

Doto Zaini Abdullah:

Saree, Agrowisata Andalan Aceh HABA JAMEUN

24 INFOTAINMENT

HABIS HELMY & BEUNU, RIRI MENGAKU BELUM PUAS

TANGUI BEULAKU TUBOH TAPAJOH BEULAKU ATRA TAJAK BEULAKU LINGGGANG TAPINGGANG BEULAKU IJA


2

SUARA REDAKSI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

16

EDITORIAL Edisi ketiga Tabloid Suara Umum Aceh (SUA) kembali hadir di tengah tengah-tengah para pembaca. Kali ini SUA mencoba lebih fokus pada sektor pertanian dan memberi informasi yang lebih lengkap dan menyeluruh di sektor tekait. Edisi kali ini, tabloid SUA mengangkat topik utama masih seputar pertanian, yakni tentang persiapan Saree menjadi kawasan Agrowisata andalan di Aceh. Seiring dengan perkembangan sektor pariwisata Aceh yang menggembirakan dan fokus Pemerintah Aceh tahun 2013 pada sektor pertanian. Kini Konsep wisata berbasis usaha tani atau Agrowisata menjadi pilihan yang tepat untuk dikembangkan, terutama di Aceh Besar yang sebagian besar warganya hidup dari hasil pertanian. Kemudian di susul sajian informasi seputar panen perdana jagung hibrida milik Tgk Saifuddin alias Pakchek di kaki Gunung Seulawah atau tepatnya di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Panen perdana itu juga dihadiri tokoh-tokoh penting dan sejumlah pejabat teras Aceh Besar, termasuk Bupati Mukhlis Basyah, Sejumlah kepala SKPK, Muspika Kecamatan Indrapuri, para PPL dan kelompok tani di Aceh Besar. Mereka akan menghadiri panen perdana jagung hibrida di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar dan Kepala Dinas Pertanian Aceh Besar Ir. H. Hasbalah, MM. Segala daya upaya dalam mempersiapkan tabloid ini telah kami lakukan, sehingga sampai ke tangan pembaca di Aceh dan nasional. Semoga dapat bermanfaat sebagai penambah wawasan baru untuk anda semua!

REDAKSI PENERBIT Aceh Intermedia SIUP: 461/01.01/PK/III/2013 SITU: 503/783/KPPTSP/2013 TDP: 010134607830 NPWP: 03.286.510.7-101.000 DEWAN PENASEAHAT DR. TM. Jamil TA, M.Si, DR. Ir Ilyas , MP, Muhammad Zaini, S.Sos PEMIMPIN UMUM/ PEMIMPIN PERUSAHAAN NJ. Zanielhak PEMIMPIN REDAKSI Rahmat RA SEKRETARIS REDAKSI Z. Ali Kumba REDAK足TUR Desi Rinasari & Dodi Sagala KONTRIBUTOR David & Wulandari KORESPONDEN Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya, Simeulue dan Medan.

SUARA INOVASI

03

PEUKAN WASEE MEUGOE SUARA INOVASI

ACEH TRADING HOUSE, SOLUSI KEMAKMURAN SEKTOR PERTANIAN DI ACEH SUARA INOVASI

CINTA PETANI, PERTANIAN MAJU SUARA UTAMA

SUARA UTAMA

11

SURGA JAGUNG DI KAKI SEULAWAH SUARA PENGUSAHA

RAHASIA ROTI SELE SAMAHANI KOMODITI WARISAN ENDATU SUARA KOMODITI

BERBURU BILEH DI TELUK KRUENG RAYA INFOTAINMENT

HABIS HELMY & BEUNU, RIRI MENGAKU BELUM PUAS

06 07

SAREE, AGROWISATA ANDALAN ACEH

SUARA KOMODITI

04

16 17 19

24

POTRET

IKLAN & SIRKULASI Zainuddin & Dewi Mailisa, SE ALAMAT REDAKSI Jl. Jurong Dagang, Gampong Ceurih, Ulee Kareng, Banda Aceh, Email. suaraumum@gmail. com, Facebook. facebook.com/ suaraumum.

Wartawan Tabloid SUARA UMUM ACEH tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan tabloid ini dilengkapi kartu pengenal atau surat tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan tabloid ini, segera hubungi redaksi.

Kepala BKPP Aceh Drs. Hasanuddin Darjo bersama Kabid Penelitian Kakao Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia DR. Misnawi di Jember, Jawa Timur.

Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah dan Kadis Pertanian Aceh, Ir Razali Adami, MP saat di SMK PP Saree, Aceh Besar.


SUARA INOVASI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

3

Peukan Wasee Meugoe

Pasar Tani yang dirintis Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia di Kampus Kementan Di Jalan Harssono RM, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Pada pagi yang cerah itu, sejumlah tenda pedagang sayuran, buah-buahan, bibit tanaman, peralatan pertanian sederhana dan juga produk lainnya dijajakan dipinggir jalan. Sejumlah ibu rumah tangga dan warga sekitar Pasar Minggu pun memadati areal tersebut. Robongan dari Aceh yang hendak ke Bogor yang dipimpin Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM singgah dan menikmati es durian. Lalu pedagang minuman itu menceritakan bahwa pasar itu memang sudah merupakan rutinitas mingguan di Kampus Kementan Di Jalan Harssono RM, Kelurahan Ragunan, Kecamatan

semakin dikenal masyarakat luas. Pasar yang digelar setiap hari jumat dari pukul 7 pagi sampai 3 sore di lingkungan kampus Kementan ini mendapat tanggapan yang positif dari para petani. Kurang lebih ada 30 anggota yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut, diantaranya para perani dari daerah Jawa Barat yang menjual buah lokal dan sayuran, seperti bawang, kentang, telur asin, sawo, rambutan, dan sayuran hasil pertanian lainnya.Sementara omset yang mereka jual untuk mereka sendiri. Setelah rehat sejenak dan menikmati serta mengamati pasar yang belum ada di Aceh itu, Darjo Cs kembali melanjutkan perjalanan ke Bogor. Dalam

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM singgah di lokasi penjuan buah lokal di pinggiran jalan Banda Aceh-Meulaboh, atau tepatnya di Kabupaten Aceh Jaya.

Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tempat itu tak lain adalah Pasar Tani yang dirintis Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia. Banyak cara untuk mempromosikan hasil pertanian, salah satunya dengan mengadakan pasar tani seperti yang diadakan oleh Kementerian Pertanian yang dikelola oleh Direktorat Pasar Domestik tersebut. Tujuan pasar tani itu untuk mempromosikan hasil-hasil pertanian dari pelaku usaha. Pelaku usaha bisa para petani dan juga para pedagang. Dengan adanya pasar tani tersebut dapat membuat para petani untung dan membuat produk petani

perjalanan menuju Bogor Hasanuddin Darjo mengutarakan keinginannya untuk mengadopsi model pasar tani tersebut. “Saya mulai memikirkan untuk membangun instalasi pasar tani, tapi dengan nama lokal kita di Aceh,” ungkap Hasanuddin Darjo. Mungkin nama lokal yang cocok untuk Aceh, menurut Darjo adalah Peukan Wasee Meugoe atau pasar hasil pertanian dan lokasi pasarnya pun masih dipikirkan Darjo. “Soal lokasi pasar, mungkin kita akan pakai Komplek Keistimewaan Aceh di depan Kantor BKP-Aceh, Lampineung Banda Aceh atau Kampus UPTB Balai Daiklat Pertanian Saree, Aceh Besar karena setiap akhir pekan banyak pelintas yang melewati jalan lintas di Saree,” Cetus Darjo

Berandai-andai. Sepertinya ide mengadakan pasar tani di Aceh bukan sekedar untuk menyalurkan “mental petaninya”, namun memang pasar tani sangat bermanfaat bagi para petani dan pelaku usaha di sektor pertanian. Betapa tidak, pasar tani merujuk kepada pasar yang khusus menjual barang-barang hasil pertanian seperti sayur-sayuran, ayam, dan daging segar yang memiliki konsepkan penjualan langsung jualan langsung, di mana petani atau penternak berpeluang menjual barangan mereka secara langsung kepada orang ramai tanpa melalui orang perantara. Harga yang ditawarkan pun lebih murah berbanding harga di pasar biasa. Selama ini terdapat perbedaan harga hasil pertanian dan hortikultura yang sangat signifikan dari harga jual petani dengan harga jual di tokotoko swalayan atau pasar tradisional Misalnya, harga jeruk di tingkat petani sekitar Rp3 ribu per kg tapi setelah berada di pasar swalayan melambung menjadi Rp15 ribu per kg. Akhirnya, para petani pun banyak yang mengeluh tidak bisa mendapatkan keuntungan harga yang bagus dengan alasan sudah dikendalikan pedagang atau tengkulak. Dengan adanya Pasar Tani, diyakini bisa memangkas mata rantai tata niaga produk pertanian yang dihasilkan petani. Dengan demikian, keuntungan yang didapatkan petani akan lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan tata niaga lain. Sejak tahun 2012, kementrian Pertanian sudah meminta seluruh kabupaten di Indonesia untuk mendirikan Pasar Tani. Sementara pada tahun itu, sudah 18 provinsi atau 37 kabupaten yang mendirikan Pasar Tani. Kembali Darjo, menurutnya bila pasar tani di Aceh terwujud, maka setiap Balai Pelatihan Pertanian harus siap dengan komoditi andalannya, terutama tanaman hortikultura seperti sayur organik, buah-buahan spesifik lokal yang sekarang sudah mulai langka dan produk pertanian lainnya. Arena pasar tani tersebut nantinya, menurut Darjo akan menjadi ajang promosi pertanian, teknologi pertanian dan inteaksi aktif pelaku utama dan penyuluh pertanian. Dimana dalam kegiatan tesebut memiliki nilai ekonomis yang sinergis yang mampu mengintegrasikan sub agro produksi sampai dengan sub agro marketing. Di akhir statementnya ketua Forum Kakao Aceh ini mengatakan bahwa biarlah Aceh ketinggalan 5 tahun terkait pasar tani tersebut, dari pada tidak bebuat sama sekali. n TEKS: REDAKSI SUA, FOTO: ZAINUDDIN


4

SUARA INOVASI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Aceh Trading House, Solusi Kemakmuran Sektor Pertanian di Aceh AcehTrading House (ATH) sangat bermanfaat bagi Petani, terutama dalam membuka akses pasar domestik dan luar negeri, meningkatkan omzet produksi petani, membantu petani dalam permodalan dan mutu produksi, serta membantu pemanfaatan teknologi. Aceh memiliki lahan pertanian yang subur terhampar luas di sepanjang kaki bukit barisan yang membelah provinsi Aceh. Belum lagi potensi lahan yang begitu menjanjikan di wilayah dataran tinggi Gayo di kaki Leuser dan burni telong. Untuk mengelola potensi pertanian yang diciptakan Tuhan di bumi Aceh tersebut, tentu saja membutuhkan perhatian serius semua pihak, baik pihak pemerintah, swasta maupun petani selaku pilar utama dalam sektor pertanian. Kendala utama yang dihadapi petani selama ini adalah ketidakmampuan mengelola lahan dengan skala produksi yang dapat mensejahterakan petani. Ditambah lagi dengan pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional karena keterbatasan alat-alat teknologi yang dimiliki para petani, sehinnga petani tak mampu meningkatkan hasil produksi pertanian. Belum lagi soal akses pasar yang menjadi salah satu tujuan utama produksi. Selama ini kita melihat para petani sering kewalahan dalam memasarkan hasil pertanian, jangankan untuk pasar luar negeri, untuk pasar domestik saja terkadang tak menguntungkan para petani. Bayangkan saja, jika hasil pertanian sejenis panen secara serempak, tentu saja akan membanjiri pasar. Hal itu akan berdampak pada anjloknya harga komoditi tersebut. Melihat realitas lemahnya sektor pertanian Aceh, Suara Umum Aceh menjumpai tiga pakar yang pertanian dan pemasaran pertanian di kawasan Aceh

Besar. Ketiga tokoh tersebut tak lain adalah Ir Thurmizi M.Si, Sulaiman, M.Sc dan Ashhabul Yamin SE. Menurut pakar pemasaran Sulaiman, M.Sc, untuk mengatasi kendala pemasaran yang dihadapi

“Selama ini pemerintah terkesan terlibat sebagai ‘pemain’, tapi kedepan kita harapkan pemerintah dapat berfungsi sebagai penyokong sektor swasta, terutama dalam menggenjot pertanian di Aceh” ASHHABUL YAMIN SE PEMERHATI SEKTOR PERTANIAN

para petani di Aceh sangat mungkin dilakukan dengan membentuk trading house atau dalam bahasa sederhana disebut rumah dagang. Trading House terdiri dari dua kata yaitu trading yang berarti dagang dan house yang berarti rumah. Disebut rumah karena dalam kegiatan ini mencakup berbagai macam barang yang ada di dalamnya dan disebut dagang karena menunjukkan kegiatan yang berlangsung berkaitan dengan perdagangan yang dapat berbentuk ekspor, domestik maupun lokal.

Trading House memiliki kriteria seperti perdagangan internasional, Agen ekspor, Promotor, Integratol, manajemen ekspor impor, agen pembelian. “Trading house sangat bermanfaat bagi Petani, terutama dalam membuka akses pasar domestik dan luar negeri yang pasti dengan kontrak minimal satu tahun, meningkatkan omzet produksi petani, membantu petani dalam permodalan dan mutu produksi,


SUARA INOVASI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Trading House perlu diberi badan hukum, berbagai bentuk badan hukum yang dapat digunakan antara lain Individu, Koperasi, Perseroan Terbatas (PT) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Salah satu hambatan dalam pendirian trading house berkaitan dengan modal, utamanya modal awal. Modal awal menjadi salah satu kendala dalam pendirian trading house karena hampir semua pihak berkebaratan kalau harus memodali trading house. Adapun peluang untuk mendapatkan modal dapat berasal dari modal perorangan apabila trading house

“Trading house akan meneliti pasar, Identifikasi calon pembeli, negosiasi penjualan, jaringan pemasaran, teknologi dan pengemasan produk, bibit, pembinaan dan pengembangan serta akses permodalan” SULAIMAN, M.SC PAKAR PEMASARAN

serta membantu pemanfaatan teknologi,” Papar Sulaiman semangat. Selain itu, kata lelaki sederhana dan murah senyum ini, trading house juga dapat memberikan informasi pasar yang akurat bagi para petani, mendorong petani untuk meningkatkan daya saing, membangun rasa saling percaya antara trading house dengan Petani. Selain itu juga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), devisa negara serta menyerap tenaga kerja. “Trading house sendiri akan memberi layanan kepada petani, penelitian pasar, Identifikasi calon pembeli, negosiasi penjualan, jaringan pemasaran, teknologi dan pengemasan produk, bahan baku

“Beberapa kelemahan para petani yang harus dibenahi antara lain, daya saing relatif rendah kemampuan akses pasar rendah, tabilitas produksi lemah, kualitas produksi relatif rendah, sering sulit mendapatkan bibit, keterbasatan dalam modal, komunikasi dengan pelanggan luar negeri lemah, teknologi produksi umumnya kuno, informasi pasar, pembibitan, teknologi” (bibit), pembinaan dan pengembangan dan Akses permodalan,” Tambah Sulaiman. Sementara sumber permodalan trading house dapat berasal dari perorangan, penjualan kepada lembaga keuangan, pinjaman lunak kepada donor, Investor, penjualan saham, kredit bergulir dan modal ventura. Trading House mempunyai landasan operasional yaitu mandiri, kemampuan untuk mengantisipasi dinamika pasar, kemampuan tumbuh dan menguntungkan, Dinamis, Bertanggung jawab dan sosial. Beberapa kelemahan para petani yang harus dibenahi antara lain, daya saing relatif rendah kemampuan akses pasar rendah, stabilitas produksi lemah, kualitas produksi relatif rendah, sering sulit mendapatkan bibit, keterbasatan dalam modal, komunikasi dengan pelanggan luar negeri lemah, teknologi produksi umumnya kuno, informasi pasar, pembibitan, teknologi.

dikelola secara individu. Dalam hal ini trading house tersebut dipunyai oleh individu. Sebagai konsekuensinya semua beban biaya menjadi tanggung jawab individu tersebut. Sumber modal lain, kalau trading house sudah terbentuk, maka modal dapat meminjam ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Persyaratan peminjaman tentunya perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Kalau tidak, jaminan dari pimpinan daerah adalah salah satu jalan keluar untuk mendapat pinjaman dari bank. Pinjaman dapat pula dilakukan oleh donor, baik dalam maupun luar negeri atau investor. Dalam hal ini ada investor yang secara khusus membantu perkembangan trading house dalam permodalan. Tentu akan lebih sehat kalau keterkaitan antara pengusaha dengan trading house didasarkan pada landasan bisnis dan bukan bersifat charity. Peluang lain dalam mendapatkan dana adalah penjualan saham. Tetapi langkah ini relatif sulit dan rumit serta membutuhkan biaya yang tidak kecil. Penjualan saham hanyalah salah suatu alternatif tetapi tidak mudah dalam operasionalnya. Namun yang paling penting di antaranya adalah, Aceh Trading House (ATH) mencari para pembeli jangkat panjang dengan kontrak minimal tiga tahun dengan sistem kontrak hanya dengan ATH, sehingga ATH lebih dapat berkonsentrasi kepada kualitas barang dan kontinuitas komoditi yang dijual. Dewasa ini banyak pihak yang memberikan kredit kepada petani dengan maksud agar petani dapat berkembang. Ini adalah salah satu peluang untuk mendapatkan dana bagi saham petani. Modal ventura merupakan salah satu alternatif dalam mendapatkan dana. Tetapi persyaratan teknis yang tidak mudah dalam modal ventura perlu didiskusikan kepada semua pihak yang terlibat dalam Trading House. landasan Operasional Trading House. Namun menurut pakar pertanian Aceh Ir Thurmizi M.Si, permodalan bagi trading house yang akan dibangun di Aceh nantinya berbeda dengan konsep trading house pada umumnya. Trading House tersebut rencananya akan dikelola dengan permodalan yang bersifat

“Permodalan trading house di Aceh nantinya berbeda dengan konsep trading house pada umumnya. Trading House itu akan dikelola dengan permodalan syariah” IR THURMIZI M.SI PAKAR PERTANIAN ACEH syariah. “Sistem syariah yang kita bangun nantinya akan menguntungkan petani dan model syariah tersebut sesuai untuk Aceh,” Jelas Thurmizi.

5

Sementara menurut pemerhati masalah pertanian Aceh Ashhabul Yamin SE, selain permodalan, dalam upaya mendirikan trading house di Aceh nantinya ditekankan bahwa pemerintah harus membantu dalam hal regulasi dan finansial. Dengan perkataan lain, biaya yang timbul dari trading house tidak merupakan tanggung jawab trading house semata. Namun dalam perjalanannya trading house juga dituntut mampu mandiri dalam arti membiayai kebutuhannya sendiri, bahkan menjadi profit center. “Selama ini pemerintah terkesan terlibat sebagai ‘pemain’, tapi kedepan kita harapkan pemerintah dapat berfungsi sebagai penyokong sektor swasta, terutama dalam upaya meningkatkan dan menggenjot produksi pertanian di Aceh,” Ujar Asaabul Yamin kepada Suara Umum Aceh beberapa waktu lalu. Mengingat perkembangan pasar dunia yang sangat cepat dan uptodate maka pengurus Trading House dituntut untuk mampu memperkirakan selera pasar, meramu kedalam suatu kesimpulan sehingga dengan cepat dapat disusun suatu langkahantisipatif. Pada tahap awal tim peneliti membantu dalam mengamati perkembangan pasar dunia, tetapi lama kelamaan Trading House harus dapat melakukan kegiatan ini sendiri. Suatu hal yang terpenting dalam trading house harus tertanam keyakinan bahwa mereka mampu tumbuh dan berkembang. Keyakinan ini penting sebab kalau tidak, maka trading house akan menjadi lemah dan tidak bisa mandiri. Selain itu usaha trading house harus dianggap sebagai usaha yang mampu mendatangkan keuntungan. Dengan demikian, hal ini akan menjadi daya tarik bagi pengurus untuk mendapatkan hasil yang optimal. Mengenai pengurus trading house, bisa dijabat semua pihak, bisa saja berasal dari pensiunan pejabat daerah atau swasta yang berkompoten. Tetapi yang bersangkutan harus tunduk dan menyadari aturan yang ada pada trading house. Misalnya, mantan pejabat tersebut harus mempunyai sense of business sehingga trading house bukanlah tempat penerimaan mantan-mantan pejabat daerah. ATH yang akan di bangun di Aceh nantinya diharapkan agak berbeda dengan trading house pada umumnya. Trading House di Aceh harus diharapkan benar-benar mempunyai tanggung jawab sosial, dalam artian bersedia membantu perkembangan petani dimana trading house tersebut berada. Trading house tersebut harus tetap berhubungan dengan petani, pemerintah dan stakeholder pertanian, sehingga berbagai bentuk pelatihan nantinya dapat yang bermuara pada meningkatnya keterampilan serta pengetahuan para petani. n TEKS DAN FOTO: ZAINUDDIN


6

SUARA INOVASI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Bila ingin tercapainya pembangunan pertanian yang baik dan berkelanjutan di Aceh, kita harus mencintai petani dan mencintai profesi di bidang pertanian, dengan begitu pertanian kita akan maju. HUJAN lebat mengguyur Ciawi, Bogor, Jawa Barat, tidak mengurungkan Robongan dari Aceh yang dipimpin Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM untuk memenuhi undangan Radio Pertanian Ciawi (RBC) untuk mengisi acara Dialog Interaktif pada Jumat petang tertanggal 12 April 2013 lalu. Sore itu tampak Pak Ben Ahmad, orang nomor dua di jajaran Pusat Pelatihan Manajemen Kepemimpinan (PPMKP) Ciawi beserta beberapa krue lainnya telah menunggu. Mereka menyambut kami dengan sangat bersahaja. Sebelum kami dipersilahkan ke ruang studio, obrolan singkat sebagai ramah-tamah untuk mencairkan suasana agar lebih akrab mungkin. Di ruang kepala instalasi Multi Media tersebut, kami membicarakan tentang peran radio sebagai media penyuluhan pertanian. Dialog interaktif yang ditayangkan secara live oleh Radio Pertanian Ciawi (RBC) bertajuk Ketersediaan lahan dalam upaya pencapaian kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan di Provinsi Aceh. Kepala Badan Ketahanan Pangan, Drs. Hasanuddin Darjo, MM , narasumber pada acara tersebut menyatakan bahwa dalam upaya pencapaian target ketahanan pangan dan swasembada pangan di Aceh, Pemerintah Daerah di beberapa kabupaten/kota telah membuat regulasi untuk membatasi pemanfaatan dan penggunaan lahan pertanian (sawah) untuk dialihfungsikan. Upaya lain adalah budidaya pangan lokal yang memilki kandungan karbohidrat setara dengan beras seperti janeng. Dalam tahun 2013 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh memfasilitasi beberapa demplot budidaya janeng di beberapa kabupaten di Aceh. Pada acara itu, Darjo menjelaskan bagaimana kondisi pertanian khususnya pangan di Aceh, peluang Aceh mengembangkan pangan dan mempopulerkanya di tingkat nasional dan juga manca Negara. Dalam dialog tersebut juga dilibatkan Kepala UPTB Balai Diklat Pertanian Saree drh. Ahdar, MP

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM saat dialog interaktif yang ditayangkan secara live oleh Radio Pertanian Ciawi (RBC), Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Cinta Petani Pertanian Maju sebagai narasumber. Pemirsa mitra tani menanyakan kepada Kepala UPTB BDP Saree tentang peran lembaga pelatihan dalam pencapaian kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan di Aceh. Ahdar menjelaskan bahwa peran UPTB Balai Diklat Pertanian Saree memiliki tupoksi peningkatan SDM Pertanian adalah merubah pengetahuan, ketrampilan dan sikap Sumber daya manusia (SDM) pertanian ke arah yang lebih baik dan maju sesuai program pemerintah. Menyangkut regulasi pembatasan dan bahkan pelarangan pemanfaatan lahan pertanian untuk

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM bersama salah seorang penyiar saat dialog interaktif yang ditayangkan secara live oleh Radio Pertanian Ciawi (RBC), Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

dialihfungsikan, Drh. Ahdar, MP mengusulkan agar Pemda Kabupaten/Kota bekerjasama dengan UPTB BDP Saree dalam rangka sosialisasi regulasi dimaksud dalam setiap session Diklat yang dilaksanakan oleh pihaknya. Seperti diketahui, lebih kurang 35 tahun sejak didirikannya, UPTB Balai Diklat Pertanian Saree telah menyelenggarakan sejumlah Diklat Teknis dan Fungsional dalam rangka meningkatkan SDM Pertanian (Aparatur dan Non Aparatut Pertanian). Sumber Daya Manusia yang profesional akan dapat dilahirkan melalui pendidikan dan latihan pada lembaga yang juga profesional. Oleh karena itu untuk mencapai visi UPTB BDP Saree maka perlu pengakuan secara resmi melalui proses yang komprehensif yakni sertifikasi pelatihan bagi aparatur dan non aparatur pertanian. Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh, Drs. Hasanuddin Darjo, MM, bahwa harus segera ditindaklanjuti upaya pencapaian akreditasi beberapa jenis pelatihan teknis bagi aparatur dan non aparatur pertanian yang merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi UPTB BDP Saree Aceh. Hal ini sangat penting untuk menjadikan UPTB. BDP Saree Aceh menjadi lembaga diklat yang profesional. Di saat begitu seriusnya dialog, ada pemirsa yang menanyakan tentang “Ayam Tangkap”, ternyata “Ayam Tangkap’ familiar di Kota Bogor. Dengan nada guyon, Darjo menjawab, kalau belum makan ayam tangkap, belum sah ke Aceh. Di session akhir dialog, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh menyatakan, Bila ingin tercapainya pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Aceh, kita harus mencintai petani dan mencintai profesi di bidang pertanian, dengan begitu pertanian kita akan maju. Semoga saja! n TEKS & FOTO: ZAINUDDIN


SUARA UTAMA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

7

Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Ir Razali Adami, MP, Sekretaris Komisi C DPR Aceh Adli Tjalok dan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM, mempelihatkan makanan-makanan yang diolah dari hasil pertanian setempat. Foto direkam Waatawan Suara Umum Aceh (SUA) saat kunjungan Gubernur Aceh dan rombngan di SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree, Aceh Besar.

Doto Zaini Abdullah:

Saree, Agrowisata Andalan Aceh Tiga Hal disampaikan Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah saat mengunjungi SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree, Aceh Besar beberapa waktu lalu. Pemerintah Aceh mendukung Saree jadi kawasan Agrowisata, pusat SDM petani dan penggemukan sapi Aceh. Seiring perkembangan sektor pariwisata Aceh yang menggembirakan dan fokus Pemerintah Aceh tahun 2013 pada sektor pertanian. Kini Konsep wisata berbasis usahatani atau Agrowisata menjadi pilihan yang tepat untuk dikembangkan, terutama di Aceh Besar yang sebagian besar

“Kita akan ‘sembuhkan’ kembali sekolah pertanian saree yang sakit, sehingga jadi pusat SDM petani di Aceh” DR. H. ZAINI ABDULLAH GUBERNUR ACEH

warganya hidup dari hasil pertanian. Agrowisata adalah bisnis berbasis usahatani

yang terbuka untuk umum dan sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tour pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan pertumbuhan, pemanenan, pengolahan pangan lokal yang tidak akan ditemukan di daerah asalnya. Agrowisata pada umumnya menawarkan atau memanfaatkan tanaman sayuran, akan tetapi diselingi dengan tanaman buah. Selain itu, agrowisata ini juga digunakan sebagai sarana promosi produk hayati lokal yang bahan bakunya berasal dari kawasan agrowisata tersebut. Lokasi agrowisata biasanya dibagi menjadi 3 lahan, masing-masing untuk lahan sayuran, lahan buah dan lahan untuk pengelolaan produk pangan. Selain itu, juga disediakan taman rekreasi kecil dan jalan-jalan yang diteduhi dengan tanaman buah. Tujuan tujuan Agrowisata tak lain adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menon-


8

SUARA UTAMA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Ir Razali Adami, MP dan Sekretaris Komisi C DPR Aceh Adli Tjalok dan rombongan saat meninjau lokasi penggemukan sapi di SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree, Aceh Besar.

jolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, kita bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. Sebagai pilot project Agrowisata, lahan pertanian milik UPTD BII Aceh yang terletak di kawasan Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar akan dijadikan kawasan Agrowisata. hal itu seperti yang disampaikan Kepala UPTD BBI Holtikultura, Maswadi beberapa waktu lalu. “Sejak awal tahun 2013, kita akan membenah lahan itu untuk dijadikan kawasan wisata pertanian,” kata Maswadi. Menurut Maswadi, 40 hektar lahan pertanian tersebut sangat layak untuk dijadikan kawasan wisata pertanian yang nantinya akan memberi kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Aceh. Tahap awal merealisasi program tersebut, lanjut Maswadi, pihaknya akan merehap lahan yang selama ini tidak digarap secara maksimal. Maswadi juga berharap, pemerintah Aceh mendukung program pengembangan pertanian tersebut. Sementara di pihak pemerintah Aceh melalui Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah menyampaikan dukungannya terhadap program Kawasan Agrowisata Saree. Hal itu disampaikan Zaini saat mengunjungi SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree beberapa waktu lalu. “Kita akan menyiapkan sarana dan prasarana penunjang Agrowisata di Saree ini,” kata Gubernur. Sebenarnya lebel daerah wisata bukanlah hal baru bagi gampong yang terletak di kaki Gunung Seulawah Agam itu. Betapa tidak, sejak lama telah dijadikan tempat persinggahan bagi para pelintas jalan Banda Aceh-Medan atau sebaliknya. Selain

singgah untuk beristirahat sejenak, melepaskan kepenatan dan pegal-pegal selama perjalanan atau sekedar menghirup udara segar. Para pengguna jalan juga berbelanja bungong jaroe atau oleh-oleh yang dijajakan penjual di sepanjang lintasan Saree. Selain sebagai kota singgah dan kota bungong jaroe, di gampong yang berjarak sekitar 75 kilometer dari Banda Aceh tersebut juga terdapat Pusat Latihan Gajah dan Taman Hutan Raya yang tak kalah ramainya dikunjungi, apalagi di hari-hari libur atau akhir pekan. Apalagi dengan ditetapkan ditetapkannya Saree sebagai gampong wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, melalui program PNPM Mandiri Pariwisata pada tahun 2011 lalu. Praktis geliat pelaku wisata di Gampong yang berada di daerah administratif Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar tersebut perlahan tapi pasti berubah menjadi lebih hidup. Bermodal lebel gampong wisata, kini Saree sedang giat-giatnya mengembangkan sektor pariwisata

“Kami akan usahakan untuk sesering munkin terjun ke lapangan untuk membina para petani, sehingga sektor pertanian Aceh bisa berkembang dan populer secepatnya” DRS. HASANUDDIN DARJO, MM KEPALA BKPP ACEH

tersebut, dengan memberdayakan warga setempat, khususnya para pemuda dan ibu-ibu rumah tangga. Menurut Geuchiek Saree Syarwan Gadeng, sejak 2011, dareahnya ditetapkan sebagai gampong wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, melalui program PNPM Mandiri Pariwisata. Lalu Saree pun mulai mengembangkan program wisata alam, kuliner, promosi wisata, kerajinan, transportasi wisata, dan kesenian tradisional. Menjadikan Saree benar-benar sebagai pusat


SUARA UTAMA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

keripik nangka dan bengkuang untuk para ibu rumah tangga, dan penyediaan sado untuk transportasi wisata,” kata Muhammad T Is, Pembina Gampong Wisata Saree Aceh. Menurut Muhammad, program wisata yang melibatkan lima dusun yang ada di gampongtersebut, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang selama ini hanya mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan,” ujarnya.

“Kita ingin menghasilkan lulusan yang mandiri, berprofesi sendiri dan tidak lagi bermental PNS, apalagi jadi honorer dan akhirnya bertambah bodoh dan malas,”” DR. ZAINI ABDULLAH KADIS PERTANIAN & TANAMAN PANGAN ACEH

agrowisata bukan hal yang sulit, pasalnya dataran tinggi yang berada sekitar 800 meter di atas permukaan laut tersebut sudah memiliki berbagai fasilitas penunjang wisata yang memadai. Namun hanya perlu penambahan beberapa infrastruktur seperti penginapan dan penunjang agrowisata lainnya, termasuk sosialisasi yang lebih intensif. Selain itu Saree juga perlu didukung pemerintah dengan program wisata yang inovatif dan kreatif, sehingga menarik perhatian para wisatawan berkunjung ke daerah itu. “Saat ini kita sedang mengembangkan kerajinan ukiran kayu motif Aceh, kios wisata, outbond, pelatihan pembuatan

Pusat SDM Petani Selain sebagai kawasan Agrowisata, kawasan tersebut juga cocok dijadikan lahan praktek bagi mahasiswa dan juga untuk memperkenalkan aneka tanaman yang ada di Aceh dan luar daerah kepada genarai muda. Untuk itu, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan akan aktifkan kembali Sekolah Pertanian Saree yang telah fakum. Bersama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, BKPP dan Fakultas Pertanian Unsyiah, pemerintah Aceh nanatinya akan turun kelapangan untuk sama membangkitkan semangat para petani di kampungkampung untuk pembinaan dan penyuluhan. “Kita akan sembuhkan kembali sekolah pertanian saree yang sakit,” kata Zaini setengah bergurau. Keinginan kuat pemerintah aceh untuk mengaktifkan kembali sekolah tersebut disampai-

9

kan Zaini Abdullah saat mengunjungi SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree. Selain itu, Doto Zaini juga menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh sudah mencanangkan agar Saree bisa menjadi sentra pembelajaran bagi Sumber Daya Manusia (SDM) petani, kata Kepala BDP Saree Ahdar kepada penulis. Dalam kunjungan tersebut, Doto Zaini Abdullah yang didampingi ajudan pribadinya Ustaz Muzakir Hamid dan anggota DPRA Adli Tjalok di sambut ramah oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Ir Razali Adami, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM, Kepala Balai Diklat Pertanian Aceh Ahdar, sejumlah guru dan murit yang sedang menimba ilmu di sana. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Ir Razali Adami, MP sekolah tersebut nantinya akan melahirkan lulusan yang berjiwa kewirausahaan. Tentu saja berbeda dengan fakultas pertanian yang menghasilkan ilmuan, tapi kita di sini menhasilkan praktisi, langsung terjun lapangan sambil sekolah sambil bekerja. “Kita ingin sekolah ini menghasilkan lulusan yang mandiri mandiri yang dapat berprofesi sendiri, menghasilkan profesi sendiri dan tidak lagi bermental PNS, apalagi jadi honorer dan akhirnya bertambah bodoh dan malas,” harap Razali. Penggemukan Sapi Pada kesempatan yang sama Gubernur Aceh menempatkan diri mengunjungi lokasi penggemukan sapi, bertatap muka dengan para murid SMK PP yang baru saja usai memetik kangkung yang segar, melihat tanaman jagung yang tumbuh subur. Terkait penggemukan sapi, Pemerintah Aceh, kata gubernur, sapi akan terus mendorong masyarakat untuk memaksimalkan program tersebut untuk kesejahteraan para peternak. Terutama para peternak di wilayah barat selatan dan wilayah timur utara. Pada umumnya warga di kedua wilayah itu melepas ternak secara liar dan mengganggu

Inilah kandang penggemukan sapi UPTB BDP Aceh di Saree, Aceh Besar. Kini kejayaan sapi Aceh ingin dikembalikan dengan mengembangkan kembali peternakannya. Keunggulan sapi Aceh antara lain memiliki rasa daging yang gurih, ternaknya dapat merumput dengan baik, lebih resisten terhadap gangguan dan serangan penyakit.


10

SUARA UTAMA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Usaha tersebut umumnya mengandalkan sapi bakalan yang diimpor dari Australia. Namun, keberadaan usaha skala besar tersebut belum mampu menghilangkan senjang permintaan dan penawaran, sehingga kenaikan harga daging sapi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Sapi Aceh sendiri adalah jenis sapi potong yang sudah dikenal lama, karena telah menjadi salah satu komoditi ekspor utama Aceh di era tahun 1960an sampai 1970-an. Saat itu sapi Aceh merupakan produk andalan peternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi bagi masyarakat di Sumatera dan sebagian Indonesia. Setelah itu sapi aceh bak hilang ditelan bumi karena produktivitasnya menurun.

“Kita berharap kejayaan pangan Aceh seperti di masa lalu bisa kita wujudkan kembali, demi kemakmuran anak cucu kita, kita harapkan sekarang adalah keamanan yang harus kita bisa jamin bersama di Aceh” TGK ADLI TJALOK ANGGOTA DPR ACEH

ketertiban umum terutama di jalan-jalan lintas provinsi. “Kita akan siapkan sarana dan pra sarana untuk memperlancar progam ini,” kata Zaini Abdullah. Industri sapi potong merupakan salah satu tulang punggung peternakan rakyat yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Sejak 1991, usaha penggemukan sapi potong skala besar mulai ada dan saat ini keberadaannya mampu memasok sekitar 30 persen kebutuhan daging sapi nasional.

Kini kejayaan sapi Aceh ingin dikembalikan dengan mengembangkan kembali peternakannya. Keunggulan sapi Aceh antara lain memiliki rasa daging yang gurih, ternaknya dapat merumput dengan baik, lebih resisten terhadap gangguan dan serangan penyakit (parasit), sangat sesuai dengan kondisi dan iklim di Aceh, mampu beranak dan menghidupi anaknya walaupun pakannya tidak terlalu baik, dapat mencapai berat badan 200-300kg pada umur 3-4 tahun bahkan dapat mencapai berat 450 kg dengan pemberian pakan yang baik.

Untuk penggemukan sapi di Aceh, salah satu caranya adalah melalui teknologi pemberian pakan jerami padi. Namun ketersediaan jerami masih sangat kurang, karena belum diimbangi luas panen padi yakni 357.269 ha, sementara jumlah populasi ternak sapi di Aceh tercatat 673.441 ekor dengan produksi daging sapi 7.339.717 kg. Guna mencukupi dan menyeimbangkan jumlah populasi ternak di Aceh dengan penyediaan pakan jerami padi, maka dapat dilakukan melalui pandayagunaan potensi genetik ternak dengan memanfaatkan pemberian bahan pakan bermutu dari hasil peningkatan mutu jerami padi. Setelah meninjau lokasi penggemukan sapi, Gubernur Aceh dijamu penganan jagung campur kelapa di UPTB BDP Saree. Di sela-sela jamuan tersebut, Sekretaris Komisi C DPR Aceh Adli Tjalok menyatakan keyakinannya terhadap pembangunan Saree sebagai kawasan agrowisata, pusat SDM petani dan penggemukan sapi Aceh. Dia optimis dan lega setelah mendengar pernyataan Gubernur Aceh yang akan menyiapkan segala infrastruktur untuk menujang pembangunan pertanian di Aceh. “Dengan ini kita berharap kejayaan pangan Aceh seperti di masa lalu bisa kita wujudkan kembali, demi kemakmuran anak cucu kita ke depan, yang kita harapkan sekarang adalah keamanan yang harus kita bias jamin bersama di Aceh,” ujar Adli. Sementara BKPP Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM menyampaikan kepada Gubernur bahwa saat ini hubungan kerja sama yang baik terjalin cukup bagus antara Dinas Pertanian dan BKPP Aceh. “Kami akan usahakan untuk sesering munkin terjun ke lapangan untuk membina para petani, sehingga sektor pertanian Aceh bisa berkembang dan populer secepatnya,” jelas Darjo kepada Gubernur. n TEKS DAN FOTO: ZAINUDDIN

Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, Ir Razali Adami, MP, Sekretaris Komisi C DPR Aceh Adli Tjalok dan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Drs. Hasanuddin Darjo, MM, disambut ramah oleh sejumlah siswa dan memegang aneka sayur-sayuran saat gubernur dan rombongan meninjau SMK PP dan UPTB BDP Aceh di Saree, Aceh Besar.


SUARA UTAMA EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

SUARA UMUM ACEH

11

Inilah jagung hibrida siap panen di kebun milik Tgk. Saifuddin alias Pakchek di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Foto direkam beberapa waktu lalu.

Surga Jagung di Kaki Seulawah DI bawah hamparan langit biru yang begitu cerah hari itu, sejumlah mobil dengan berbagai jenis dan merk melaju beriringan di jalan berbatu dan gumpalan debu mengepul berterbangan diantara pohon liar di sepanjang jalan tanpa aspal tersebut. Mobil-mobil itu terus saja menelusuri jalan berkelok-kelok yang melintasi gampong demi gampong di wilayah Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar yang kaya akan potensi pertanian. Sejumlah mobil yang melaju kencang tersebut adalah rombongan tokoh-tokoh penting dan sejumlah pejabat teras Aceh Besar, termasuk di dalamnya Bupati Mukhlis Basyah. Selain itu juga ada sejumlah kepala SKPK, Muspika Kecamatan Indrapuri, para PPL dan kelompok tani di Aceh Besar. Mereka akan menghadiri panen perdana jagung hibrida di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Sementara wartawan Suara Umum Aceh menumpang Mobil double cabin dengan nomor polisi BL 8007 AG milik Kepala Dinas Pertanian Aceh Besar Ir. H. Hasbalah, MM. Hasbalah yang telah lama melanglang buana di bidang pertaniaan ditunjuk oleh bupati sebagai pioneer pertanian di Aceh Besar.

Dalam perjalanan itu Bupati Aceh Besar Mukhlis Basyah didampingi oleh Kabag Humas dan Protokoler Muhammad Iswanto SSTP, MM, perwakilan dari Dinas Pertanian Provinsi Ir. Munawar SP, Let Bugeh, perwakilan dari phak PT Pertiwi sesubagut dan Tgk Saifuddin atau Pakchek yang tak lain adalah salah seorang tokoh masyarakat setempat sekaligus inisiator penanaman jagung hibrida pertiwi 3 di wilayah kaki gunung Seulawah itu. Setiba di lokasi lahan tanaman jagung, tampak para rombongan terkesima melihat hamparan kebun jagung yang begitu mempesona. Segala kepenatan dan kelelahan dalam perjalanan sejauh 15 km dari pasar Indrapuri terbayar sudah oleh pemandangan yang menakjubkan itu. Kombinasi warna hijau, coklat, dan kuning keemas-emasan sungguh sedap dipandang mata. Ditambah lagi dengan tempahan sinar matahari, praktis seantero lahan yang total luasnya sepuluh hektar lebih itu bak seperti kilauan butiran-butiran emas dari perut bumi. Atau bila tak berlebihan, saat berada di kebun milik Saifuddin itu, ibarat berada di “surga jagung�. Surga jagung di kaki Seulawah. Kebun tersebut setidaknya

Tgk. Saifuddin alias Pakchek memperlihatkan jagung saat panen perdana jagung hibrida di kebun miliknya di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.


12

SUARA UMUM ACEH

SUARA UTAMA EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Besar, Ir Hasballah M Ali, MM, Bupati Aceh Besar Muklis Basyah, Tgk. Saifuddin, dan sejumlah tokoh lain saat panen perdana jagung hibrida pertiwi 3 di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

dapat dijadikan salah satu contoh atau pilot project penanaman jagung hibrida di Aceh Besar. Hal itu selaras dengan program Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menargetkan penanaman jagung seluas 5.000 hektare di kawasan itu dalam tahun 2013. Bupati Aceh Besar Mukhlis Basyah mengatakan, sebagai daerah sentra pengembangan padi dan buah-buahan, Kabupaten Aceh Besar juga

sangat potensial untuk mengembangkan tanaman palawija, termasuk jagung. Dengan demikian, diharapkan dapat terus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ribuan petani di wilayah tersebut. Demikian dikatakan Aduen Mukhlis di sela-sela panen perdana Jagung Hibrida di kebun Pakchek siang itu. Penanaman jagung yang digagas Pakchek

Mobil yang membawa rombongan tokoh-tokoh dan sejumlah pejabat teras Aceh Besar yang melaju beriringan menuju lokasi panen perdana jagung hibrida di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar beberapa waktu lalu.

tersebut dinilai sangat sukses dan diharapkan menjadi pioner atau contoh bagi petani lainnya untuk membudidayakan tanaman jagung di Aceh Besar. Aduen Mukhlis menjelaskan, sejumlah lahan pertanian di wilayah yang diamahkan rakyat kepadanya itu sangat potensial untuk pengembangan berbagai komoditi pertanian. Sebagai salah satu kabupaten yang memprioritaskan pembangunan sektor pertanian, Pemkab Aceh Besar terus-menerus mendorong dan memotivasi petani agar senantiasa bekerja giat untuk peningkatan produksi pertanian yang diusahakannya. “Kegiatan ini juga untuk terus memantapkan ketahanan pangan, sehingga Aceh Besar bisa memberikan kontribusi maksimal untuk pembangunan sektor pertanian di Aceh. Kami juga mengajak seluruh petani dan PPL agar senantiasa bekerja keras untuk peningkatan dan kesejahteraan kita semua,� katanya. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Besar, Ir Hasballah M Ali, MM, menambahkan, pembangunan sektor pertanian akan selalu diprioritaskan di wilayah tersebut, mengingat potensi lahan dan mayoritas masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian. “Tahun 2013, untuk tanaman jagung, kita akan usahakan mencapai 5.000 hektar yang tersebar pada beberapa kecamatan. Panen Benih Pertiwi 3 di Gampong Meureu ini sangat bagus hasilnya. Ini harus dicontoh oleh petani lainnya untuk peningkatan kesejahteraan dan pendapatan mereka,� ajak Hasballah. Sementara Tgk Saifuddin sendiri menyatakan rasa syukur dan bahagianya, mengingat jagung yang diusahakannya itu memperoleh hasil yang sangat bagus. Awalnya Pakchek resah melihat lahan di Aceh Besar terhampar luas dan begitu subur, namun terbengkalai sia-sia begitu saja. Bermodalkan 30 hingga 40 orang pekerja, ia menyulap tahan


SUARA UTAMA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

13

tandus tersebut menjadi “surga jagung”. “Dengan melihat tanahnya sukup subur, dan kebutuhan terutama jagung di Banda Aceh cukup tinggi terutama untuk pakan ternak, tapi selama ini semua tergantung dari Medan, jadi saya berinisiatif mennam jagung di tanah yang subur ini, sebelum ada program pemerintah saya mencoba member contoh agar masyarakat termotivasi dan mau menanam,” ujar Pakchek kepada SUA di kebunnya. Amatan SUA di kebun tersebut, memang benar jagung yang ditanam secara alami tumbuh begitu subur di lahan tersebut dan menghasilkan buah yang jauh lebih besar dari pada jagung yang biasa didatangkan dari medan, Sumatra Utara. Pihak PT Pertiwi terlihat membeli jagung tersebut langsung ditempat sebanyak empat ton. Selebihnya banyak juga yang dibeli pengusaha lokal, baik dari Aceh Besar maupun Banda Aceh. Ke depan, kata Pakchek, ia akan menanam kembali seluas 200 hektar. Sebagian besar hasil panen nantinya diperuntukkan sebagai bahan utama pakan ternak. Terutama untuk kebutuhan pabrik pakan ternak ayam yang berlokasi di Meureu dan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. Pemkab Jamin Pemasaran Jagung Petani di wilayah Aceh lhee sagoe tidak usah ragu dan takut untuk pemasaran jagung, karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar sudah menggalang kerja sama dengan sejumlah pihak untuk menampung jagung milik petani pascapanen nantinya. Pemasaran jagung yang diproduksi petani di kawasan Kabupaten Aceh Besar mendapat jaminan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Besar. “Petani tidak usah ragu dan takut untuk pemasaran karena Pemkab Aceh Besar telah melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak yang akan menampung seluruh hasil pertanian jagung milik petani,” kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh

Tgk. Saifuddin, Bupati Aceh Besar Muklis Basyah dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Besar, Ir Hasballah M Ali, MM, saat seremonial panen perdana jagung hibrida pertiwi 3 di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

pasar lokal atau perusahaan di Aceh Besar, tambah Hasballah, hasil panen jagung para petani di Aceh Besar juga ditampung oleh perusahaan di Sumatera Utara. “Jika pasar penampung sudah tersedia, berarti petani bisa terus meningkatkan hasil produksi karena seluruh produksi akan dibeli dengan harga yang stabil sesuai pasaran,” jelasnya optimis.

Bupati Aceh Besar Muklis Basyah dan sejumlah tokoh lain saat panen perdana jagung hibrida di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

Besar, Hasballah M Ali beberapa waktu lalu. Ketersediaan pasar, ia mengatakan, adalah salah satu langkah untuk menjamin keberlanjutan peningkatan produksi hasil dan kesejahteraan petani jagung di Aceh Besar. Selain untuk

Bangun Pabrik Pakan Ternak Ahrir-akhir ini, kebutuhan ayam potong dan telur ayam buras di Aceh semakin meningkat. Para peternak ayam, baik ayam potong maupun ayam petelur pun kian menukjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Maka sangat tepat ketika Aceh segera memiliki pabrik pakan ternak yang mampu memenuhi permintaan pasar lokal di Aceh. Dengan adanya pabrik tersebut, setidaknya beban biaya atau kost produksi para peternak dapat dikurangi. Pabrik pakan ternak yang dibangun swasta tersebut aka segera beroperasi di Aceh Besar. Kehadiran pabrik pakan ternak di Aceh Besar juga merupakan salah satu dari banyak upaya untuk memangkas ketergantungan berbagai kebutuhan ternak yang selama ini dipasok dari Medan, Sumatra Utara. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Besar Hasballah M Ali mengatakan, pabrik tersebut diperkirakan mampu menampung lima ton jagung sebagai bahan baku pakan ternak. “Artinya, petani Aceh Besar perlu meningkatkan produktivitas jagung karena kebutuhan untuk satu perusahaan saja bisa mencapai lima ton perhari,” katanya. Hasballah menjelaskan, peningkatan produksi komoditas jagung juga akan menjamin keberlangsungan perusahaan pakan dan upaya meningkatkan kesejahteraan petani. “Aceh Besar memiliki lahan dan potensi yang cukup untuk dikembangkan bahan baku pakan seperti jagung,” katanya. Dalam tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura menargetkan luas tanam jagung mencapai 5.000 hektar. Lima ribuan areal jagung milik petani tersebut akan dikembangkan di 23 kecamatan dalam upaya meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Karena itu, kata Hasbalah, pihaknya akan berupaya maksimal dalam membina dan mengajak para petani untuk meningkatkan produksi jagung dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak yang diproduksi perusahaan di kawasan Aceh Besar di masa mendatang. “Kami juga akan bekerja sama dengan semua komponen dalam rangka meningkatkan hasil produksi pertanian yang ada di Aceh Besar dalam upaya memenuhi permintaan pasar dan menyejahterakan masyarakat,” pungkasnya. n TEKS & FOTO: ZAINUDDIN


14

SUARA UMUM ACEH

LENSA UMUM EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013


SUARA PENGUSAHA EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

SUARA UMUM ACEH

15

Sering juga pembeli yang membawanya ke Medan dan Jawa sebagai oleh-oleh kuliner dari Aceh. Musisi Achmad Albar juga pernah singgah dan mencicipi roti sele khas Samahani di Dua Saudara. Begitupula dengan kebanyakan pejabat di Aceh. Seperti tampak pada foto-foto yang dipajang di dinding luar dapur sele: tertempel public figur yang pernah singgah di Dua Saudara.

Rahasia Roti Sele Samahani “Saya tak punya prinsip hidup, karena saya tak tahu besok saya hidup”. Menggugah betul. Ungkapan ini milik seorang pemuda yang menjadi tulang punggung keluarga sejak kelas tiga SMA, setelah ayahnya meninggal karena sakit. Maka, usai menamatkan pendidikan di SMA Sibreh, pemuda itu tak menyambungnya ke jenjang lebih tinggi, melainkan pilih bekerja untuk membiayai sekolah adiknya, Dewi. Pertengahan 2004, ia tertarik melanjutkan tradisi usaha roti selai (selanjutnya: sele) di Samahani. Sebab sejak ia lahir, di kampungnya sudah ada orang yang menjual penganan kenyal kering itu. Dia pun belajar pada orang yang pertama membuat sele roti khas Samahani. “Kalau mau belajar, tiga hari harus sudah bisa. Kalau tidak, saya tak lagi kemari menjagarimu,” kata Cek Han pada pemuda itu. Oke, ia pun setuju dan belajar. Beberapa bulan sebelum tsunami meyapu sebagian Aceh, Cek Han mengajarinya di Kedai Kopi Dua Saudara, saat itu belum ada dapur khusus memasak sele. Dari situlah, Adi—sapaan Suliadi,

pemuda yang mengaku tak punya prinsip hidup tadi—belajar meracik sele khas Samahani. Ilmu sudah ada. Tunggu apa lagi? Adi dan sepupunya pun bekerja di Dua Saudara milik Fauzan, di jalan Banda Aceh-Medan KM 18,5 Pasar Samahani, Aceh Besar. Sepupunya sangat mirip dengannya, putih langsat, bertubuh agak kecil. Sapaannya juga Adi. Nama lengkapnya saja beda, Supriadi. Adi membocorkan satu rahasia yang menghasilkan rasa sele Samahani tak bosan di lidah. Ia mengutip cerita Cek Han yang kini berusia 80-an dan berkebun di Lamteuba, bahwa sele Samahani akan sangat lezat bila diolah dengan telur kampung atau telur bebek. “Cuma,” kata Adi di akhir pekan ketiga April 2012, “kami mesti jual sepuluh ribu rupiah per bungkus.” Sekarang, mereka menjualnya Rp6 ribu saja per roti, dan menggunakan telur ras sebagai bahannya. Siang yang adem itu, “Kalau telur kampung, bukannya tak ada pembeli, tapi kami tak sanggup membeli telur kampung,” kata Adi. Harga

telur kampung Rp2 ribu per butir, dua kali harga telur ras. Kembali ke usahanya. Pada tahun pertama produksi, Adi dan Adi menjual Rp2.500 per roti. Hanya laku 100 bata (batangan) roti per hari. Dua tahun berikutnya, roti sele laku 300 bata per hari dengan harga Rp3.500. Usaha mereka naik daun awal 2009. Roti sele Samahani bisa laku 600-700 bata per harinya dengan harga Rp6 ribu. Kini, terjual minimal 600 batangan roti per hari. Sejak membuka usaha, mereka memasok roti dari Pendi (disapa Bang Pendi). Pendi memproduksi roti tawar di rumahnya, sekira 100 meter dari Kedai Dua Saudara, di bibir jalan menuju Dayah Ruhul Falah. Oya, mulai 2005, Suliadi tinggal sendiri. Supriadi berhenti dan memilih buka warung kopi sebelum menjadi kontraktor sejak 2008. Suliadi tetap di Dua Saudara, hingga kemudian Bahri bergabung. Berat juga perjuangan Adi mempertahankan usahanya. Sebab tak cuma di Dua Saudara jual roti sele Samahani. Semua kedai kopi di Pasar Samahani


16

SUARA PENGUSAHA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

semisal roti sele Samahani yang dijual di Gampong Mulia Banda Aceh, juga Darussalam. Adi juga pernah berkeinginan mengemas roti sele Dua Saudara dan melabelkannya, lalu menjualnya di berbagai supermarket hingga tercatat di daftar makanan Indonesia. “Cuma, kami harus membuat sele yang benar-benar bermutu,”—ia diam sejenak, “dan itu sulit.” Sele yang benar-benar bermutu itu, maksudnya

“Saya tak punya prinsip hidup, karena saya tak tahu besok saya hidup”. Menggugah betul. Ungkapan ini milik seorang pemuda yang menjadi tulang punggung keluarga sejak kelas tiga SMA, setelah ayahnya meninggal karena sakit” SULIADI PENGUSAHA ROTI SAMAHANI

melakukan hal yang sama. Ada sekitar enam. Tak enteng bersaing. “Kadang setelah belanja bahan untuk sele, kami tak lagi punya uang untuk makan nasi,” ungkap Adi. “Ya, sabar aja,” sambungnya. Membungkus roti dengan kertas khusus Dua Saudara. PM/Makmur Dimila Agar tetap maju, Adi menyuguhkan perbedaan pada pembeli. Lihatlah pembungkusnya. Dua Saudara mencetaknya khusus di Banda Aceh dengan harga Rp200 per eks. Satu sisi, kertasnya abuabu melompong. Satu lagi berwarna hijau daun; dua pohon kelapa lebat saling condong merangkul kata Dua Saudara atau disingkat DS. Sementara, roti sele Samahani yang dibeli di tempat lain tak akan mendapati pembungkus demikian, kecuali berbagai ragam kertas koran,

yang tahan lama. “Yaitu tahan atau tak basi hingga empat hari. Bisa aja sih. Cuma tak ada waktu, sebab harus memasaknya hingga 10 jam, minimal,” kata Adi. “Kapan menjual rotinya?” dia menyela. Sementara sele yang dibuat sekarang hanya bertahan dua hari, karena memasaknya 5 jam saja. Namun tetap menarik minat beli masyarakat Aceh. Biasanya penumpang angkutan umum dari Pidie, Bireuen, Aceh Utara, hingga Aceh Timur, singgah di muka kedai milik keluarga bupati terpililh Aceh Besar periode 2012-2017 Adun Mukhlis itu. Sering juga pembeli yang membawanya ke Medan dan Jawa sebagai oleh-oleh kuliner dari Aceh. Musisi Achmad Albar juga pernah singgah dan mencicipi roti sele khas Samahani di Dua Saudara. Begitupula dengan kebanyakan pejabat di Aceh. Seperti tampak pada foto-foto yang dipajang di dinding luar dapur sele: tertempel public figur yang pernah singgah di Dua Saudara. Apa sih rahasianya? “Tidak bisa saya ceritakan,

karena sele ini khas kami,” tegas Adi. Hanya resepnya yang boleh diketahui. Sebab meski resepnya sama, namun cita rasa akan berbeda. Tergantung racikan dan takaran komposisinya menurut sang koki. Adi anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Muhammad Ali (alm) dan Khadijah. Ia tinggal di Gampong Lam Ara Tunong, Mukim Samahani, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar. Sekali lagi, ia adalah tulang punggung keluarga yang mengaku tak punya prinsip hidup, tapi sabar menjalani usahanya. Ini Resepnya Bahri, pemuda Lam Ara Cut, Samahani, Kuta Malaka. Ia koki sele roti di Dua Saudara. Berbodi sedang. Hari itu mengenakan kaos belang berkerah, berwarna hijau-hitam, kontras dengan ruangan dapur sele Dua Saudara yang merah-hitam. Sele yang berwarna seperti kuning telur kampung mengandung Omega 3, menghasilkan paduan warna yang menarik di ruang dapur ukuran dua kali tiga meter itu. Bahri memberikan resep sele khas Samahani. Untuk ukuran satu langseng buleng (Aceh: sangku), sekali masak menghabiskan satu lempeng telur, 10 sachet tepung vanili 1 gram, santan 13 kelapa, 6 bungkus tepung banta (tepung jagung) ukuran 60 gram, dan satu set gincu sebagai pewarna, ditambah gula secukupnya dan daun pandan sebagai pewangi. Satu langseng buleng ukuran 12 kg bisa menampung bakal sele untuk 100 bata roti. Dua Saudara per harinya dua kali masak, sehingga menghasilkan sele untuk 600 bata roti. Sekali naik api, sanggup menghasilkan sele untuk 300 roti dalam tiga sangku 12 kg. Dimasak selama lima jam. Sele itu tahan dua hari. Sele roti khas Samahani mirip serikaya. Bedanya, serikaya tidak pakai gincu. “Boleh sih serikaya pakai gincu, cuma warnanya tak bagus,” kata Bahri, di ruang masak yang pengap. Resepnya boleh saja ditiru, “tapi hasilnya itu tergantung cara meraciknya,” kata pemuda kelahiran 1980 ini. Bahri belajar meramu sele Samahani dari Adi (Suliadi), yang dua tahun lebih putik darinya. “Guru siuroe— guru sehari,” gurau Bahri. Selamat mencoba! n TEKS & FOTO: MAKMUR DIMILA


SUARA KOMODITI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

17

Komoditi Warisan Endatu Merujuk tempo dulu, Aceh pernah jaya dengan hasil bumi tanaman lada. Saat itu hasil produksi lada Aceh mampu menutupi kebutuhan pasar dalam negeri dan diekspor berbagai belahan dunia, misalnya, Turki, Persia, dan negara Eropa. Dalam rangka pembangunan ekonomi masyarakat petani, Pemerintah berencana akan kembali kembangkan tanaman lada. Dengan mengalakkan tanaman lada diyakini mampu meningkatkan ketahanan pangan serta menyejahterakan masyarakat umum. Terutama petani di kawasan pedalaman Aceh. Kepala Badan Ketahan Pangan Aceh Hasanuddin Darjo, mengatakan hal itu di Saree, Aceh Besar, pada acara Pendidikan serta pelatihan pengelola lembaga mandiri mengakar di masyarakat (LM3) dan tokoh masyarakat Se-Sumatra. Rencana budi daya lada termasuk dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di wilayah provinsi paling barat Indonesia tersebut sesuai pembicaraan Hasanuddin Darjo dengan Ketua Dewan Perwakilan Aceh (DPRA) Hasbi Abdullah beberapa waktu lalu. Lada merupakan bahan rempah yang sangat cocok dan tumbuh subur di kawasan Aceh. Tanaman ini bisa tumbuh subur di 23 kabupaten/kota di Aceh termasuk di dataran tinggi dekat lereng pengunungan, lokasi rendah seperti pesisir laut Samudera Hindia dan Pantai Selat Malaka. “Kita jadikan lada sebagai kekuatan baru ekonomi Aceh,” kata Hasanuddin Darjo. Merujuk tempo dulu, Aceh pernah jaya dengan hasil bumi tanaman lada. Saat itu hasil produksi lada Aceh mampu menutupi kebutuhan pasar dalam negeri dan diekspor berbagai belahan dunia, misalnya, Turki, Persia, dan negara Eropa lainnya. Sejak puluhan tahun sebelum Masehi, lada (Piper nigrum L) yang tumbuh di Sumatera bagian utara telah dilirik para pedagang

asing, khususnya para pelaut dari Tamil, India selatan. Puncak kejayaan lada Sumatera terjadi pada abad ke-16 kala Kesultanan Aceh berdiri. Kesultanan yang menguasai pantai barat hing-

“Kita jadikan komoditi lada sebagai kekuatan baru sektor pertanian Aceh” DRS. HASANUDDIN DARJO, MM KEPALA BKPP ACEH

ga timur Sumatera ini pun kaya raya karena perdagangan lada. Selain dipakai untuk menggenjot perekonomian, lada juga dipakai Kesultanan Aceh sebagai alat diplomasi. Syahdan, seorang Sultan Aceh memerintahkan sebuah misi untuk mengirim upeti berupa lada satu kapal penuh kepada Kerajaan Turki yang melindungi Kerajaan Aceh dari serangan Portugis dan musuh lain. Singkat cerita, misi dari Aceh itu tiba di Istanbul. Namun, pegawai kerajaan tidak memperbolehkan mereka menemui Raja Turki. Setelah beberapa lama di Turki, perbekalan mereka pun habis hingga mereka terpaksa menjual sebagian demi sebagian lada upeti untuk biaya hidup. Utusan Aceh itu akhirnya bisa bertemu dengan Raja. Dan, mereka hanya bisa mem-

persembahkan lada secupak (sekitar 675 gram) yang tersisa di kapal. Raja Turki tetap menerima upeti dengan perasaan senang. Ia membalas ”upeti” lada secupak dengan memberikan meriam yang kemudian diberi nama meriam secupak (Snouck Hurgronje, 1985). Lada memang lama mengakar dalam kehidupan orang Aceh, sampai-sampai ada keyakinan bahwa lada di dunia berasal dari sana. Menurut dongeng yang dikutip JJCH Van Waardenburg (1936), tanaman lada ada berkat usaha seorang keramat bernama Teungku Lam Peuneu’eun yang makamnya terletak di daerah Aceh Besar (IX mukim Tungköb). Keramat itu dikatakan telah menyemai bibit kapuk (panjoe)dan dari bibit itulah berasal tana-

Nenek Rohani menunjukkan pohon lada di Desa Ie Suum, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Buah lada digunakan sebagai rempah atau bumbu masak.


18

SUARA UMUM ACEH

man lada. Untuk menghormatinya, sebagian masyarakat di Aceh Timur dan Aceh Barat setiap tahun menggelar kenduri saat tanaman lada mulai berbunga di usia tiga tahunan. Kenduri bunga lada itu dimaksudkan untuk mencegah bunga lada rontok sebelum panen tiba. Waardenburg juga mencatat, masyarakat Aceh memiliki sejumlah istilah yang dipinjam dari kata lada. Satu penggal periode pertumbuhan janin dalam kandungan ibu, misalnya, dinyatakan dengan ukuran lada. Umur janin dua bulan disebut sebesar butir lada (dua buleuen ubó lada), tiga bulan berbentuk manusia (lhèe buleuen ka meusipheuet), empat bulan jadi manusia (peuet buleuen jeuet keu ma ‘nusia). Jika seseorang merantau dan tak kembali lagi ke daerah asal, ia dikatakan ”mate reudeueb maté lada”atau mati tanaman dadap, mati tanaman lada. Arun K Dasgupta (1962) mengatakan, sejak kejatuhan Malaka ke tangan Portugis, pedagang Muslim melirik Pasai (berada di Aceh Utara) dan Pedir (pesisir Aceh Pidie) sebagai tempat berniaga.

SUARA KOMODITI EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Kota pelabuhan itu pun menjelma menjadi bandar niaga yang sibuk pada abad ke-16. Abad ke-17, muncul Kesultanan Aceh yang mengalami masa jaya di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda, yaitu Kerajaan Aceh Darussalam yang menyatukan semua kerajaan di Aceh, termasuk Pasai dan Pedir. Bahkan kekuasaan kerajaan ini sampai hingga ke Pahang, Malaysia. Kerajaan yang menguasai wilayah Aceh dan daerah di pesisir barat Sumatera bagian utara itu disebut-sebut kaya-raya karena lada. Pada masa itu, kebun (seuneubok) lada banyak dibuka. Namun, berapa persis produksi lada yang dihasilkan tidak diketahui jumlah pastinya. Namun, bekas-bekas kebun lada masih kita jumpai hingga sekarang dan bahkan masih ada peninggalan kejayaan lada ini yang masih dipelihara dengan baik sebagai tanda bahwa sumber lada dunia ada di Aceh. Melihat dari serpihan catatan yang dibuat oleh pedagang atau utusan asing. Tome Pires (1512-1515), misalnya, mencatat, pelabuhan Pidie dan Pasai saja ketika itu

memperdagangkan lada sebanyak 16.000 bahar atau sekitar 2.718 ton per tahun. Van Leur memperkirakan jumlah total lada yang diproduksi per tahun di pesisir barat Sumatera sekitar 2.400.000 lbs atau 1.088,62 ton. Ditambah lada yang dikuasai Raja Aceh sebanyak 408,2 ton, total produksi lada Kerajaan Aceh sekitar 1.524 ton. Namun, catatan lain dibuat sebelum tahun 1620 yang menyebutkan volume lada yang dikuasai Kerajaan Aceh hanya sekitar 1.190 ton (Dasgupta, 1962). Terlepas dari perbedaan data di atas, catatan tersebut menunjukkan produksi lada saat itu jauh melampaui produksi lada Aceh saat ini. Buku Statistik Perkebunan Aceh tahun 2011 mencatat, produksi lada Aceh sebesar 217 ton pada 2009, 205 ton tahun 2010, dan 216 ton di tahun 2011. Luas areal tanaman lada juga terus menyusut dari 1.022 hektar (2009) menjadi 921 hektar (2010) dan 896 hektar (2011). Dari angka itu pun ternyata hanya 424 hektar kebun lada yang menghasilkan. Sisanya, 332 hektar, belum menghasilkan dan 141 hektar rusak. Sebagian besar kebun lada saat ini tersisa di Aceh Besar dan Pidie. Ada suatu pernyataan tertulis yang disampaikan oleh Portugis mengenai ekspansi rempahrempahnya ke kawasan Asia terutama mencari sumber lada dunia. Inilah pernyataannya yang terkenal itu: “it had the whole of the trade at that time… gathered together such great merchants with so much trade along its sea coasts, that nowhere else so large so rich was known. Some of them were Chinese, some arabs, Parsees, Gujaratees, Belgalees and many other nationalities”. Arti bebasnya seperti ini: “itu adalah seluruh perdagangan pada waktu itu ... Ada begitu banyak pedagang-pedagang besar berkumpul sepanjang pantai laut, ada beberapa negara kaya yang sangat terkenal yaitu China, beberapa negara Arab, Pasai (Aceh Sumatera), Gujarat (India), Benggala (India) dan juga beberapa negara lain”. n TEKS & FOTO: REDAKSI SUA, ZAINUDDIN,KOMPAS & DARI BEBAGAI SUMBER


SUARA KOMODITI

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

19

Berburu Bileh di Teluk Krueng Raya Diproduksi dengan tangantangan legam di kampung kumuh. Dinikmati di restoran megah, mewah dan berkelas. Bileh bu atau Teri nasi adalah komoditas andalan kampung nelayan di Teluk Krueng Raya. Tepatnya di Gampong Meunasah Keudee atau lebih dikenal sebagai lancing, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Dari perkampungan kumuh itulah, saban hari ber-ton-ton Bileh bu diangkut ke pusat Kota Banda Aceh dan medan, Sumatra utara. Rasannya tak berlebihan jika, kampung berbau ikan itu disebut-sebut sebagai salah satu sentra produksi kareng alias ikan teri terbesar di Aceh. Selain itu, di Lancang juga diproduksi berbagai jenis ikan asin, keumamah (ikan kayu) dan berbagai hasil laut lainnya. Ikan teri berwarna putih dan menggemaskan ini berukuran hanya sebesar nasi lonjong. Bila dicicipi dengan serius, ternyata kelezatannya sangat yang luar biasa. Mungkin karena warna yang persis seperti nasi, makanya masyarakat setempat lebih senang menyebutnya Bileh bu. Penyajiannya pun beragam, mulai dari peyek, tumis, goreng, gulai lemak, bahkan bisa dijadikan abon. Gorengan teri ditaburkan dalam masakan nasi goreng akan menimbulkan sesasional tersendiri. Lalu teri ini juga bisa dibumbui duren asam atau tempoyak, rasanya beu meutuah lon nendang banget. Tapi sayang seribu sayang hasil laut ini lebih dikenal masyarakat seantero negeri itu sebagai teri medan. Padahal, teri putih nan lembut sep-

Teluk Krueng Raya

Beleh bu atau teri nasi.

erti nasi itu dijaring, direbus, dijemur di krueng raya. Baru kemudian dipasarkan ke Banda Aceh, Medan, dan seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri dengan pedikat nama baru ‘teri medan’. Ironis bukan? Saat menyantap kelezatan tangkapan nelayan khas krueng raya itu di meja makan rumah, warung atau restoran kesayangan anda anda, pernahkah terbayang

bagaimana peliknya nelayan menunggang gelombang untuk mendapatkannya? Lalu, Proses penangkapan dan pengolahannya dan sampai ke mulut anda? Memburu Bileh bu Karena penyebaran ikan Bileh bu berada di sekitar pantai, maka umumnya nelayan pangkap Bileh bu adalah nelayan tradisional yang menggu-


20

SUARA UMUM ACEH

SUARA KOMODITI EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

ada jenis alat tangkap dan fasilitas penunjang lain, seperti boat labi-labi, boat becak dan boat thepthep. Namun pascatsunami, sebaian besar palongpalong dan beberapa armada penangkapan ikan sirna disapu gelombang dengan kerugian ditaksir miliar rupiah. Belum lagi kerusakan pada boat penarik palung, pondok pengolahan Bileh bu yang disebut Jamboe Reuboh (tempat pengolahan ikan teri), maka dari satu titik perekonomian di Aceh, hancur total saat itu. Tepi Teluk Krueng Raya pun berubah menjadi padang raya kehancuran. Namun setelah tsunami, warga meunasah keudee kembali mendapatkan alat nelayan mereka dari program rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh.

Palong atau jaring apung untuk menangkap bileh bu.

nakan perahu dan beberapa alat tangkap sederhana lainnya. Alat tangkap itu berupa bagan tancap atau stationary lift net, bagan perahu atau palong (boat lift net) atau payang teri (seine net). Untuk menangkap Bileh bu, nelayan hanya memerlukan waktu tidak lebih dari tujuh jam sehari atau one day fishing. Rata-rata setiap perahu mampu menghasilkan 3 hingga 10 kilogram Bileh bu setiap harinya. Untuk mendapatkan Bileh bu yang merupakan makluk kecil yang sangat sensitif, nelayan harus ekstra hati-hati. Betapa tidak, si mungil itu mudah lecet, patah bahkan hancur yang ujung-ujungnya bakal cepat membusuk. Nah apabila ikan kecil ini rusak atau lecet, maka kualitas yang dihasilkan juga akan menurun. Sudah barang pasti nilai jualnya pun bisa dibawah standar. Karenanya proses penjaringannya serta proses pengolahan tergolong amat rumit, untuk mendapatkan Bileh bu kualitas andalan, barang siapa yang hendak mendapatkannya, harus merogoh kocek lebih banyak. Sebelum Tsunami, tak kurang 45 palung dan delapan pukat darat saban hari beroperasi untuk menangkap Bileh bu di teluk teluk bersejarah itu. Bagan-bagan itu memiliki bentuk unik, diantaranya badan palong terdiri atas dua buah boat yang digandeng rapi dan kokoh. Selain itu juga meiliki empat tangan atau sapai dalam bahasa setempat. Sapai itu dipasang kokoh pada empat sisi bagan, panjangnya kira-kira 5 meter terhitung dari pangkal dinding bagan. Masing-masing bagan juga dilengkapi dengan jaring seluas 10 meter persegi dan katrol tradisional terbuat dari pohon kelapa. Pada empat sisi jaring yang dibenamkan ke dasar teluk Krueng Raya itu dilengkapi dengan cincing kuningan yang ukurannya kira-kira sebesar kepingan mini DVD dengan ketebalan tiga centimeter. Pada setiap cincin beri tali dengan ukuran setengah dari tali tambat kapal di dermaga, tali itu dihubungkan dengan ujung sapai bagan dan menuju ke badan katrol batang kelapa. Untuk memancing Bileh bu agar mendekatinya, bagan juga dilengkapi beberapa lampu dengan beberbagai warna serta satu buah mesin pembangkit listrik solar atau bensin. Pokoknya kalau kita melihat kumpulan bagan tersebut dari tepi pantai terkesan sedang melihat Kota Metropolitan yang

mengapung di lautan. Jika Bileh bu sudah berkumpul mengintari lampu yang dibenamkan ke laut itu, maka nelayan mulai menggerakkan katrol untuk mengangkat empat sisi jaring yang sudah ditenggelamkan ke dasar samudra tadi. Alhasil, Bileh bu pun terjebak jaring, tanpa tunggu tempo, nelayan pun menanggok atau geusawok ikan itu untuk dimasukkan ke dalam raga

“Alat penangkap Bileh bu di teluk bekas markas Armada Laut Lakseumana Malahayati di zaman kerajaan Aceh itu bukan hanya palong saja. Tapi ada lagi alat lainnya, yakni pukat darat. Meski tujuannya sama untuk menagkap bileh, tapi teknik kerja pakat dara dan palong sangat jauh berbeda, kualiatas hasil tangkapannya pun berbeda pula.� atau keranjang ikan. Akhirnya boat becak (istilah warga setempat untuk boat penggengkut ikan) pun siap menghantarkan jerih nelayan itu ke Bandar Jamboe Reuboh (tempat pengolahan ikan). Alat penangkap Bileh bu di teluk bekas markas Armada Laut Lakseumana Malahayati di zaman kerajaan Aceh itu bukan hanya palong saja. Tapi ada lagi alat lainnya, yakni pukat darat. Meski tujuannya sama untuk menagkap bileh, tapi teknik kerja pakat dara dan palong sangat jauh berbeda, kualiatas hasil tangkapannya pun berbeda pula. Hasil tangkapan palong biasanya lebih besih dan bebas pasir laut karena bagan beroperasi di permukaan air. Sementara pukat darat, setelah melabuh, dua sisi pukatnya ditarik kedaratan berpasir. Dua sisi tersebut oleh nelayan biasanya disebut lamat (sisi kanan) dan reundok (sisi kiri). Saat pukat ditarik ke daratan oleh awak pukat (anggota), kedua sisi pukat harus imbang. Tujuannya agar bileh dengan mudah terperangkap dalam poncong atau kantung menampung yang ada ditengah-tengah pukat. Selain palong dan pukat darat, di sana juga

Rambah Pasar Internasional Bileh bu terdiri dari beberapa jenis, ada Bileh bu ijoe (Bileh bu hijau), teri jenis super ini ukurannya agak sedikit besar, tekstur bodynya kokoh, padat dan harganya mahal. Ada juga jenis Bileh bu haloh atau teri yang berukuran kecil, biasanya yang jenis ini kerap bikin nelayan kewalahan. Selain, bentunya kecil-kecil, lembek dan mudah patah pate dan harganya pun murah. Selain dua jenis itu, ada stu lagi, yakni Bileh bu mirah rhung atau teri yang mempunyai garis merah di punggungnya. Jenis ini ukurannya sedan dan harganya tak jauh beda dengan Bileh bu haloh tadi. Untuk Bileh bu kelas super yang kualitas lebih bagus, lebih renyah dan lezat itu biasanya jadi komoditi ekspor yang sangat diminati di pasar internasional saat ini. Hal itu sangat berbeda Ketika belum ada agroindustri yang mengekspor produk tersebut. Dulunya harga Bileh bu segar, baik kualitas unggulan atau yang biasa saja masih relatife murah. Nelayan menganggap jenis ikan ini sebagai komoditi laut yang tidak begitu potensial. Namun, keadaan menjadi berubah pada awal tahun 1990an. Saat pertama kali para pelaku bisnis agroindustri mengekspornya ke Jepang. Saat ini, Jepang termasuk salah satu pasar potensial produk Bileh bu. Di Negara ini, Bileh bu merupakan jenis makanan pokok yang sangat digemari, sehingga Bileh bu mempunyai nilai tawar yang tinggi. Harga Harga Bileh bu kering di tingkat eksportir rata-rata mencapai 10 dollar AS. Dengan harga jual yang begitu tinggi, harga Bileh bu segar di tingkat nelayan meningkat dari sekitar 0.8 dollar AS dollar menjadi 1.5 dollar AS. Akibatnya, Pendapatan nelayan Bileh bu juga meningkat. Jika sebelumnya pendapatannya hanya sekitar Rp. 24 ribu rupiah sampai Rp. 40 ribu per hari, menjadi Rp. 45 ribu sampai Rp. 75 ribu per hari selama musim teri. Agroindustri Bileh bu juga mendapatkan keuntungan yang relatif tinggi. Dengan asumsi rendemen Bileh bu kering adalah 21%, harga jual produk Bileh bu kering adalah 10 dollar AS atau Rp85.750, harga Bileh bu segar 1.5 dollar AS dan biaya produksi adalah 10% dari biaya bahan baku. Maka keuntungan bersih produk Bileh bu kering mencapai 25%. Artinya, jika kapasitas produksinya rata-rata 1 ton per hari dengan nilai bahan baku Rp15 juta, maka keuntungan bersih yang diperoleh sekitar Rp2,7 juta per hari. Bileh bu adalah komoditas perikanan tangkap yang belum dapat dibudidayakan, maka keberlanjutan produksinya sangat dipengaruhi oleh cara pengelolaan perikanan tangkap dan faktor lingkungan. Kerusakan lingkungan perairan akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan bileh bu. Jika keberlanjutan sumberdaya Bileh bu dapat dikelola dengan baik, agroindustri Bileh bu akan dapat berkesinambungan. Pengusaha agroindustri dan nelayan tradisional akan dapat hidup sejahtera. n TEKS & FOTO: REDAKSI SUA& DARI BEBAGAI SUMBER


SUARA BUDAYA

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

ACEH INTERMEDIA TABLOID SUARA UMUM ACEH

21

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KOTA BANDA ACEH Mengucapkan

Mengucapkan

SELAMAT ULANG TAHUN

SELAMAT ULANG TAHUN

Satukan tekad, bulatkan langkah untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai model kota madani

Satukan tekad, bulatkan langkah untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai model kota madani

TTD

Yudi Kurnia, SE Ketua dewan

TTD

Razali, S.Ag Wakil ketua

NJ. Zanielhak Pimpinan Umum

Drs. Ansarullah Sekretaris dewan

Edi Aryansyah Wakil ketua

PEMERINTAH BESERTA RAKYAT KOTA BANDA ACEH Mengucapkan

SELAMAT ULANG TAHUN

Satukan tekad, bulatkan langkah untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai model kota madani TTD

Illiza Saad’dudin Djamal Wakil Walikota

Ir. Mawardi Nurdin, M.Eng Walikota T Saifuddin Sekdako


22

IKLAN

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

ACEH INTERMEDIA TABLOID SUARA UMUM ACEH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BESAR

Mengucapkan

Mengucapkan

SELAMAT ULANG TAHUN

SELAMAT ULANG TAHUN

KOTA JANTHO

KOTA JANTHO

KE

29

KE

29

Semmoga menjadi kota yang selalu dilimpahkan rahmat dan karunia oleh Allah SWT, sehingga menjadi kota yang bersih, nyaman, sejatera dan damai.

Semmoga menjadi kota yang selalu dilimpahkan rahmat dan karunia oleh Allah SWT, sehingga menjadi kota yang bersih, nyaman, sejatera dan damai.

TTD

TTD

H. T Ibrahim, ST, MM Wakil Ketua

NJ. Zanielhak Pimpinan Umum

Saifuddin Ketua Dewan Bahrul Jamil, S.Sos, M.Si Sekretaris dewan

Sulaiman Wakil Ketua

PEMERINTAH BESERTA RAKYAT KABUPATEN ACEH BESAR Mengucapkan

SELAMAT ULANG TAHUN

KOTA JANTHO KE

29

(3 Mei 1984 - 3 Mei 2013) Semmoga menjadi kota yang selalu dilimpahkan rahmat dan karunia oleh Allah SWT, sehingga menjadi kota yang bersih, nyaman, sejatera dan damai. TTD

Samsul Rizal, M.Kes Wakil Bupati

Mukhlis Basyah Bupati Drs. H. Jailani Ahmad, MM Sekretaris Daerah


IKLAN

SUARA UMUM ACEH

EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN ACEH BESAR

DINAS PENGELOLA KEUANGAN DAN KEKAYAAN DAERAH ACEH BESAR

Mengucapkan

Mengucapkan

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES

ATAS PELANTIKAN

ATAS PELANTIKAN

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

23

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

TTD

TTD

Ir. H. Hasbalah, MM Kepala Dinas

Drs. Iskandar, MSi Kepala Dinas

KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN ACEH BESAR

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ACEH BESAR

Mengucapkan

Mengucapkan

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES

ATAS PELANTIKAN

ATAS PELANTIKAN

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

TTD

TTD

Ir. Junaidi, M.Si Kepala Dinas

Drs. Surya Rayendra Kepala Badan

DINAS PENGAIRAN KABUPATEN ACEH BESAR

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN ACEH BESAR

Mengucapkan

Mengucapkan

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES

ATAS PELANTIKAN

ATAS PELANTIKAN

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

DRS. H. JAILANI AHMAD, MM

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

SEBAGAI SEKDAKAB ACEH BESAR

OLEH BUPATI ACEH BESAR

MUKHLIS BASYAH

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

PADA TANGGAL 19 APRIL 2013 DI AULA HT BACHTIAR PANGLIMA POLEM KANTOR BUPATI,

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

KOTA JANTHO, ACEH BESAR

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

Semmoga selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT dalam melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

TTD

TTD

Ir. H. Azwar, MM Kepala Dinas

Drs. Razali Kepala Badan


24

SUARA UMUM ACEH

Infotainment EDISI NO. 03 - TAHUN 1 - MEI 2013

Habis Helmy & Beunu

Riri Mengaku Belum Puas BAGI anda penggemar acara-acara hiburan seperti reality show atau kuliner, tentunya tak asing lagi dengan gadis yang satu ini. Ia pernah terlibat syuting bareng bareng Helmy Yahya dalam acara Uang Kaget yang mengambil lokasi di Aceh. Uang Kaget adalah sebuah acara realitas yang ditayangkan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada bulan November 2009. Selain itu gadis berperawakan langsing ini juga pernah mengisi program acara kuliner yang di produksi Trans TV. Dalam program itu, pemilik nama lengkap Ariyanthy Elissa itu mendampingi Beunu Buloe untuk menjajaki sejumlah kuliner khas di Aceh pada September 2012. Karyawati Bank BRI kelahiran Banda Aceh, tepatnya 19 September 1988 ini mulai menggeluti dunia model sejak 9 tahun lalu. Saat ini gadis yang disapa akrap Riri ini tercatat sebagai salah seorang anggota sekaligus pelatih model di sekolah dan agency model Studio One atau SOne di Banda Aceh. Selama melalang buana di dunia model, dara pasangan Saiful Azhar dan Fatimah Zahara ini menoreh sejumlah prestasi, antara lain lulusan FKIP Ekonomi Unsyiah tahun 2006 ini pernah meraih juara 1 busana muslim pada kompetisi seni islami tahun 2010. Juga pernah jadi model APPMI majalah NOOR edisi No. 06 Juni 2011 dan masuk 5 besar pemilihan Top model SOGO 2011 di Medan, Sumatra Utara. Prestasi gemilangnya di dunia model tak cukup sampai di situ, pada bulan November 2011, pemilik hobi diving, travelling dan reading ini juara 2 biggest fashion Yamaha dan pada tahun yang sama ia terpilih sebagai Lady Mio berbakat 2011 hingga menjadi salah satu finalis Lady Mio se-Sumatera 2011. Tidak hanya berhenti dan puas begitu saja, karier model gadis jebolan LP3I Jurusan Informatika Komputer tahun 2007 semakin menanjak saja. Hal itu dibuktikannya dengan meraih juara 1 Hijab Casual Hut Iwabri pada April 2013 dan juara 1 fashion BMPD antar Bank se Aceh pada tahun 2012. Padahal di tahun sebelumnya ia telah membuktikan diri layak masuk 5 besar dalam ajang pemilihan Puteri Indonesia Aceh pada tahun 2011. Selain aktif di dunia model, gadis yang beralamat lengkap di Jalan Tandi, Ateuk Meunjeng, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh ini juga menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan dan dunia hiburan lainnya, diantaranya menjadi relawan atau volunteer dan trainer HIV/AIDS Medan Aceh Partership 2010, penyiar Oz Radio sejak 2010 sampai 2011 dan pelatih catwalk S One Agency sejak 2011 sampai sekarang. Meski telah sukses tampil di layar televisi nasional bersama Helmy Yahya dan Beunu Buloe, namun Riri mengaku belum puas, dan akan terus mengejar prestasi-prestasi baru di dunia yang telah melambungkan namanya itu. n TEKS & FOTO: ZAINUDDIN


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.