

Dalam kesempatan ini izinkan saya mewakili Redaksi Buletin Sanskerta mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah berjasa dalam proses penerbitan Buletin ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada tim redaksi yang selalu memberi semangat serta tidak lupa pula kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam segala proses penerbitan buletin ini.
Buletin ini merupakan wadah bagi mahasiswa Ilmu Sejarah UNY untuk menunangkan kreativitasnya baik dalam menulis maupun berdiskusi. Adapun tema yang kami angkat dalam buletin ini adalah gerakan mahasiswa dari awal hingga akhir abad ke 20
Mahasiswa sebagai kelompok kaum muda yang lengkap dengan atribut intelektual, sudah seharusnya dapat membawa perubahan bagi bangsa Indonesia Dimana dengan kemampuan berfikirnya, mahasiswa diharapkan dapat menyuarakan keinginan serta
cita-cita rakyat Indonesia Hingga saat ini, terdapat beberapa peristiwa bersejarah yang menjadikan mahasiswa sebagai tokoh utamanya. Banyak perjuangan dan gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa untuk memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia Dengan demikian, melalui tulisan-tulisan yang tercantum dalam buletin ini, mari kita bersamasama melihat perjuangan mahasiswa sebagai kelompok intelektualitas dalam menyuarakan keinginan serta cita-cita mereka terhadap bangsa Indonesia
AWAK SANSKERTA PERIODE 2023
PENANGGUNG JAWAB Daffa Farras Ardyansyah PEMIMPIN UMUM Sava Aisah
Putri PEMIMPIN REDAKSI Ignatius Senapatya Pandu Jagad Yuswondo EDITOR
Wisnu Yogi Firdaus ILUSTRATOR COVER Alfaraisi Almer Fadhilah DESAIN DAN
TATA LETAK Sava Aisah Putri, Wisnu Yogi Firdaus SEKRETARIS Nazhwa Nurfadillah
BENDAHARA Ndaru Pratama
ALAMAT REDAKSI Sekretariat Hima Ilmu Sejarah, Gedung PKM Lantai II, Fakultas
Ilmu Sosial, Hukum dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Yogyakarta EMAIL
buletinsanskerta@gmail com BLOG sanskertaonline id INSTAGRAM
sanskertaonline id
Indonesia telah menjadi panggung
berbagai peristiwa bersejarah
terutama bagi mahasiswa dalam
memperjuangkan perubahan sosial
dan politik Salah satu peristiwa yang
patut disoroti adalah Peristiwa
Gejayan
Peristiwa ini merupakan tonggak
penting dalam sejarah gerakan
mahasiswa di Indonesia, di mana
mahasiswa memainkan peran sentral
dalam menuntut perubahan yang
lebih baik bagi bangsa dan negara
Peristiwa Gejayan terjadi pada tahun
1998 di Yogyakarta. Saat peristiwa
berlangsung
Dok TribunnewsWikicom
Indonesia sedang menghadapi krisis
ekonomi dan politik Penyebab aksi ini sebagai buntut ketidakpuasaan terhadap rezim orde baru yang dipimpin Soeharto
Mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Yogyakarta turun ke daerah
Gejayan Mereka menjadi motor penggerak perlawanan terhadap kebijakan
pemerintah yang dianggap tidak adil dan syarat kasus korupsi.
Peran mahasiswa dalam Peristiwa
Gejayan ini sangat signifikan Mereka menjadi garda terdepan dalam menuntut perubahan. Mahasiswa tidak hanya membatasi diri pada ruang kampus tetapi mereka juga
turun ke jalan dan menyuarakan
aspirasi mereka dengan penuh
semangat. Demonstrasi unjuk rasa
serta aksi-aksi kritis lainnya menjadi
bagian penting dari perlawanan mahasiswa
Selain itu mahasiswa juga
memainkan peran penting dalam
menyebarkan informasi dan menggerakkan massa
Mereka menggunakan media
alternatif seperti pamflet, selebaran, dan radio komunitas untuk
menggalang dukungan dan menyebarkan kesadaran akan
pentingnya perubahan sosial dan politik di Indonesia. Peristiwa Gejayan
berhasil mencapai tujuannya dalam
mengguncang singgasana Soeharto
Demonstrasi dan unjuk rasa yang
dilakukan oleh mahasiswa
mendapatkan perhatian publik dan mendorong kesadaran nasional akan
pentingnya demokrasi, keadilan, dan
keterbukaan Peristiwa ini juga memicu
gelombang unjuk rasa di berbagai daerah
Melalui Peristiwa Gejayan perubahan politik Indonesia amat terlihat Takhta
Soeharto akhirnya runtuh setelah
menjabat selama 32 tahun Peristiwa ini membuka jalan reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Kini, mahasiswa diakui sebagai agen perubahan yang memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi dan mengawasi kinerja pemerintah
Dengan begitu Peristiwa Gejayan merupakan tonggak penting dalam sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia
Mahasiswa sebagai motor penggerak perubahan berhasil mengguncang rezim otoriter orde baru dan membuka jalan bagi reformasi politik di Indonesia
Peristiwa ini menunjukkan betapa kuat pengaruh mahasiwa pada saat itu
Pada tahun 1998 Indonesia mengalami
perubahan besar yang terjadi dalam politik
serta sosial-ekonomi negara Pergantian
kekuasaan secara cepat dari era orde baru
menuju reformasi telah menghasilkan
berbagai peristiwa penting yang akan
membentuk masa depan bangsa.
Dalam konteks ini, penolakan dilakukan oleh mahasiswa terhadap Presiden ketiga
Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie
merupakan salah satu momen penting
dalam periode tersebut
Setelah Soeharto mengundurkan diri dari
presiden, B.J. Habibie yang pada saat itu merupakan wakilnya langsung diangkat
menjadi Presiden Indonesia Habibie
mengumumkan kabinetnya pada tanggal 22
Mei 1998 pukul 10:30 WIB Namun, ribuan mahasiswa yang masih menduduki gedung
MPR/DPR dan menolak pengangkatan
Habibie menjadi Presiden Mereka menilai
Habibie masih memiliki pemikiran yang sama dengan Soeharto.
Selain itu, mereka juga menuntut dilakukannya pemilu ulang dalam waktu
dekat, dan meminta pertanggungjawaban
Soeharto atas kegagalan orde baru serta
mengusut kekayaannya
Pada saat yang sama, ribuan massa pendukung
Habibie juga datang ke gedung MPR/DPR
sehingga terjadi konfrontasi terbuka antara mahasiswa dengan pendukung Habibie
Pada malam harinya, kelompok mahasiswa yang masih bertahan dipaksa mundur. Mereka dipukuli dengan tongkat kemudian dibawa dengan truk-truk militer di bawah pengawalan
Korps Marinir dan TNI-AD
Selama pemerintahan Habibie Indonesia
telah mengalami berbagai perubahan dalam berbagai bidang Situasi ini mendorong munculnya harapan positif terhadap
pemerintah. Namun, harapan itu mulai pupus
ketika Habibie memperlihatkan kebijakan yang dinilai kontroversial dan bertentangan dengan reformasi
Salah satunya masalah yang berkaitan dengan
Timor Timur, Habibie pada saat itu mengeluarkan kebijakan tanpa melalui proses konstitusional terlebih dahulu Habibie menawarkan dua opsi untuk penyelesaian masalah yang terdapat di Timor Timur yaitu tetap bergabung dengan Indonesia atau merdeka
Selain itu juga masalah mengenai dwifungsi
ABRI yang masih dilanggengkan Habibie
Hal itu membuat rakyat menentang pemerintahannya, termasuk para mahasiswa
Mereka menuntut diadakannya pemilihan umum dalam jangka waktu yang cepat Melihat hal itu, Habibie segera menempuh langkahlangkah strategis dan mengadakan Sidang Istimewa MPR yang sejalan dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Sidang ini berlangsung antara 10-13 November
1998 Sidang itu juga diwarnai aksi penolakan oleh beberapa gerakan mahasiswa Sepanjang
sidang berlangsung mereka melakukan demonstrasi Kelompok demonstran tidak hanya diikuti oleh para mahasiswa, namun juga diikuti oleh ribuan rakyat
Mereka berkeliling kota Jakarta sembari
meneriakan yel-yel yang berisikan penolakan Sidang Istimewa, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, serta menuntut untuk mengadili Soeharto
Pada hari terakhir Sidang Istimewa berjalan, terdapat sebuah tragedi berdarah yang dikenal dengan Tragedi Semanggi I
Dalam tragedi itu 18 orang dinyatakan meninggal dunia, dengan rincian tujuh orang mahasiswa, satu siswa SMU, sembilan orang pejalan kaki, dan satu orang polisi Sejak saat itu, gerakan mahasiswa mengalami penurunan secara drastis, hal ini diakibatkan oleh penangkapan terhadap para aktivis menjelang pemilu 1999.
Ratusan partai politik mendaftar sebagai peserta pemilu yang terselenggara pada Mei 1999, namun hanya 48 partai yang lolos verifikasi. Pemilu tersebut dimenangkan oleh
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri
Pasca pemilu, rezim Habibie ingin mengesahkan Rancangan Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU-PKB) yang telah dibuat oleh DPR
Namun, kebijakan ini ditolak oleh para mahasiswa juga rakyat dan melakukan perlawanan. Penolakan tersebut terjadi karena
RUU-PKB hanyalah upaya militer untuk
Referensi:
mendapatkan kewenangan dalam politiknya kembali
Keadaan menjadi tidak terkendali ketika Komandan
Koramil menolak keinginan para mahasiswa untuk
menandatangani penolakan mengenai
diberlakukannya RUU-PKB Hal ini memicu bentrokan
antara mahasiswa dan anggota Koramil yang
menyebabkan tewasnya dua orang mahasiswa
Dienaraputra, R.D., dkk. ( 2001).
“Profesi Peralihan Kekuasaan dari
Habibie ke Abdurahman Wahid: Sebuah Penelitian Awal” Jurnal Sosiohumaniora, 3(3), 177-186
Kurniawan, A D , dkk (2021)
“Pemikiran Politik Bj Habibie
dalam Demokratisasi di Indonesia” Journal of Politics and Policy, 3(2), 157-176
Suharsih, & Mahendra, Ign (2007)
Bergerak Bersama Rakyat: Sejarah
Gerakan Mahasiswa dan
Perubahan Sosial di Indonesia.
Yogyakarta: Resist Book
Tahun 1999 adalah tahun yang
mencekam. Satu tahun setelah
runtuhnya masa orde baru Pada
tahun itu sebuah tragedi yang cukup
kelam dan menyayat luka di hati
masyarakat Indonesia terutama bagi
mahasiswa.
Luka ini cukup mendalam dan hingga saat ini masih terngiangngiang terutama bagaimana
kejadian itu berlangsung. Luka ini
amat membekas khususnya
mahasiswa Universitas Indonesia
Tragedi itu bernama tragedi
Semanggi II Dalam tragedi itu salah
seorang mahasiswa UI bernama Yun
Hap meregang nyawa akibat luka
tembak
Tragedi itu bermula dari geramnya
Yun Hap menyaksikan berita di
televisi tentang munculnya korban
jiwa dari aksi-aksi demonstrasi yang
menentang Rancangan Undang-
Undang Penanggulangan Keadaan
Bahaya (RUU-PKB)
Mendengar berita itu justru tidak
membuat nyalinya ciut, sebaliknya
tanpa rasa takut ia kembali turun ke
jalan untuk ikut serta dalam unjuk
rasa
Sebelum mengikuti aksi ibu Yun
Hap sebenarnya sudah melarang
putranya turun ke jalan Bukan tanpa
sebab banyaknya korban yang
berjatuhan bahkan tidak sedikit yang
meregang nyawa, menimbulkan rasa
kecemasan tersendiri dalam lubuk
hati orang tua
Namun, keinginan Yun Hap yang lebih besar
ketimbang rasa khawatir dirinya, akhirnya Yun
Hap ikut serta dalam unjuk rasa Sayangnya
aksi itu menjadi hari terakhirnya dalam
menyuarakan jerih pikirannya Pasalnya secara
membabi buta salah seorang oknum aparat
memberikan tembakan pada tubuh Yun Hap
Hujan peluru yang dilepas oleh aparat tidak
hanya menargetkan Yun Hap seorang, melainkan juga diarahkan kepada peserta
unjuk rasa lain Tidak kurang dari 300 orang
mahasiswa juga masyarakat yang tengah
berkumpul di Universitas Atmajaya menjadi
sasaran
Berondongan tembakan berasal dari 8 truk
yang berisi aparat keamanan Truk itu datang
dari arah flyover Casablanca Akibat hujan
peluru yang dilepaskan para mahasiswa dan
masyarakat berlarian tidak tentu arah untuk
menyelamatkan diri
Tembakan yang bersarang di tubuh Yun
Hap terjadi ketika ia sedang menikmati nasi
pemberian masyarakat Peluru yang bersarang berhasil menembus punggungnya. Alhasil Yun
Hap dilarikan ke rumah sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta Pusat Sayangnya hari
itu ia dinyatakan tewas Peluru yang bersarang
pada tubuhnya diketahui yang biasa
digunakan oleh TNI-Polri.
Hingga saat ini kasus itu selalu
diangkat oleh mahasiswa dan para aktivis Mereka berusaha untuk mencari
tahu bahkan berusaha menyelesaikan
kasus ini dan membawa pelaku yang
terlibat untuk menerima hukuman yang setimpal
Sayangnya hingga detik ini tragedi
Semanggi II belum dinyatakan sebagai
kasus pelanggaran HAM berat. Sebuah
kenyataan yang menyedihkan bagi para mahasiswa dan masyarakat Indonesia
Bagaimana menurutmu?
Dok
Perkembangan gerakan mahasiswa di Indonesia, tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah perkembangan negara
Gerakan mahasiswa telah menjadi
fenomena penting dalam perubahan
politik yang terjadi di Indonesia
Bahkan keberadaan gerakan
mahasiswa selalu berpengaruh pada
kondisi politik nasional
Peran gerakan mahasiswa dalam
dinamika politik memiliki pengaruh
yang cukup penting Mahasiswa seakan
menjadi salah satu pionir suara kritis, seperti pada masa perjuangan
kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan
masa jatuhnya Soekarno yang melahirkan era orde baru, dan juga masa reformasi yang melengserkan rezim Soeharto
Memasuki awal tahun 90-an, di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, terjadi aksi mahasiswa di Yogyakarta yang dikenal dengan Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY)
Aksi ini menuntut pencabutan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus)
Melalui konsep NKK/BKK, pern yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh
Ditambah dengan munculnya UU No.
8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka politik praktis semakin tidak diminati
oleh mahasiswa Sebab sebagian ormas
menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara
posisi rezim semakin kuat
Kebijakan ini ditujukan untuk
membungkam gerak politik dari mahasiswa.
Nampaknya untuk beberapa saat bisa
dikatakan berhasil, terbukti dengan tidak
adanya aktivitas politik, baik protes maupun
unjuk rasa yang bersifat mengkritik gerak langkah pemerintah.
Aktivitas mahasiswa pun hanya sebatas mencari ilmu pengetahuan belaka Melalui
pengawasan yang ketat dari birokrasi kampus dan ABRI unit kegiatan mahasiswa hanya dapat berjalan dalam bidang olahraga dan
sosial Sedangkan aktivitas yang mengarah dalam perbincangan bahkan aktivitas politik dilarang secara tegas
Pemerintah melalui birokrasi kampus tidak segan untuk memberhentikan mahasiswa yang kedapatan melakukan praktik politik, namun justru ini menjadi sebuah paradoks
Di satu sisi organisasi politik mahasiswa seperti Dewan Mahasiswa dilumpuhkan, akan tetapi disisi lain justru mendorong mahasiswa membentuk forum-forum diskusi, dan
studi sebagai bentuk pelarian dari aktivitas politik kampus.
NKK/BKK ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan pada rezim Soeharto untuk memecah kemasifan gerakan mahasiswa. Kampus yang terlibat dalam gerakan FKMY adalah Institut Seni Indonesia, Universitas Janabadra, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas
Gajah Mada, dan IAIN Sunan Kalijaga
Setelah gerakan dilancarkan, akhirnya kebijakan NKK/BKK dicabut dan diganti dengan Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK)
Melalui PUOK menetapkan organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Di kalangan mahasiswa baik secara kelembagaan maupun personal timbul pro-kontra menanggapi SK tersebut Bagi mereka yang menerima, konsep ini dapat menjadi basis konsolidasi gerakan mahasiswa meskipun perlu diakui ada sejumlah kelemahan
Namun, bagi mereka yang menolak konsep SMPT ini tidak lain hanya sebatas langkah hidden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus, dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus
akhirnya kebijakan NKK/BKK dicabut dan
diganti dengan Pedoman Umum Organisasi
Kemahasiswaan (PUOK)
Melalui PUOK menetapkan organisasi
kemahasiswaan intra kampus yang diakui
adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat
Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Di kalangan mahasiswa baik secara
kelembagaan maupun personal timbul prokontra menanggapi SK tersebut Bagi
mereka yang menerima, konsep ini dapat
menjadi basis konsolidasi gerakan
mahasiswa meskipun perlu diakui ada sejumlah kelemahan.
Namun, bagi mereka yang menolak
konsep SMPT ini tidak lain hanya sebatas
langkah hidden agenda untuk menarik
mahasiswa ke kampus, dan memotong
kemungkinan aliansi mahasiswa dengan
kekuatan di luar kampus
Referensi:
Adryamarthanino Verelladevanka Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia, Sejak 1908 hingga Reformasi
https://www kompas com/stori/read/2 021/08/29/110000279/sejarah-gerakanmahasiswa-di-indonesia-sejak-1908hingga-reformasi Diakses pada tanggal 27 Mei 2023, 11 43
Rahmadani, Randi Gerakan Mahasiswa Indonesia
https://www kompasiana com/randira hmadani7561/617e7f5501019067d03c8 842/gerakan-mahasiswa-indonesia Diakses pada tanggal 27 Mei 2023, 11 00
Sanit, Arbi (1999) Pergolakan
Melawan Kekuasaan : Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik Yogyakarta : Insist Press
Supriyanto, Didiek (1998) Perlawanan
Pers Mahasiswa : Protes Sepanjang
NKK/BKK Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Susilo, Cahyo (2018) Dari Aksi Hingga Pesta Demokrasi Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Reformasi dalam lembaran
sejarah menjadi salah satu
momen penting negara
Indonesia Reformasi dianggap
sebagai monumen keruntuhan
otoriterisme orde baru Praktek
kritik yang kuat pada nilai-nilai orde baru sudah digaungkan
sejak pertengahan tahun 90-an
Momen kemenangan Soeharto
pada pemilu tahun 1997
menunjukkan bahwa pemilu
seolah menjadi seremonial
demokrasi belaka
Nilai-nilai demokrasi yang
tidak dijalankan selama 30 tahun
seolah sirna pada praktek
pemilu Padahal jika ditinjau
lebih dalam pemilu seolah lahan permainan orde baru, menjadi sebuah indikator kepuasan, atau
bahkan menjadi sebuah indikator penilaian kepatuhan pada rezim
Dialektika seperti ini memang terjadi Kotak-kotak pemilu yang hadir di bangku sekolah, industri, ataupun instansi menunjukkan bahwa pemilu seolah-olah merupakan “CCTV Soeharto” yang terlihat nyata Otoriterisme yang hendak diruntuhkan mulai menapaki jalan terang ketika suara-suara kritik mulai menghiasi permukaan
Permasalahan ekonomi, KKN, hingga manipulatif hasil pemilu mulai banyak menghiasi dalam ingatan masyarakat Mahasiswa sebagai salah satu elemen kontrol sosial mulai banyak melakukan aksi suara-suara yang kadung tidak terdengar pada masa itu seolah berubah Meskipun ada rasa ketakutan tersendiri bagi tiap mahasiswa, namun keyakinan untuk merubah tampilan bangsa menjadikan rasa takut itu luntur.
Momen keruntuhan orde baru ini, diawali dengan krisis moneter yang dialami oleh negara-negara Asia tidak terkecuali Indonesia pada tahun 1997
Kurs Rupiah dihadapan Dollar AS mengalami kontraksi yang cukup dalam Sebelumnya angka kurs rupiah terhadap dollar AS berada di angka Rp 2 500,00 Namun memasuki tahun 1998 angkanya merosot tajam hingga 85%. Alhasil kurs rupiah menurun hingga menyentuh angka Rp 17 000 per dollar AS
Angka itu menunjukkan bahwa rupiah mengalami titik terendah dalam sejarah Melihat lemahnya digdaya rupiah pada mata uang Paman Sam tersebut menyebabkan kondisi ekonomi yang dibanggakan Orde Baru berubah 180o. Sloganslogan “lebih enak jaman-ku toh” seolah hanya menjadi kata-kata manis di hadapan pahitnya realitas
Memburuknya ekonomi semakin parah kala kebijakan moneter yang diambil justru tidak memiliki efek apapun Suara-suara mahasiswa yang didukung oleh berbagai lapisan masyarakat seolah menjadi potret yang lumrah dan justru ketika mereka diam perlu dipertanyakan Belenggu kesenjangan yang dipelihara orde baru justru menjadi bumerang tersendiri
Kacaunya ekonomi dan tidak stabilnya politik seakan hanya tinggal menunggu waktu. Keguncangan dunia industri mendorong timbulnya PHK secara besar-besaran sehingga semakin memperparah kondisi di dalam negeri Belum lagi kondisi ini memperjauh jarak ketimpangan
di masyarakat terutama masyarakat kelas atas dengan kelas bawah.
Munculnya jurang pemisah yang sangat dalam memperparah potret unjuk rasa Ketika banyak masyarakat yang menyuarakan aksi, malah mereka kelompok kelas atas
terutama etnis Tionghoa menjadi sasaran empuk penjarahan.
Hal ini seakan menjadi gelombang tsunami manusia dari kebungkaman suara-suara kritis yang seolah mati
Melihat situasi yang semakin menjadi akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto memilih menyerah Tindakan yang sebenarnya sudah amat terlambat Mengingat dalam jangka dua tahun kebelakangan situasi trah kekuasaan Soeharto sudah diambang keruntuhan Tindakan-tindakan yang terus berupaya melanggar HAM tidak ada kata “berhenti”
Keruntuhan Soeharto seakan menjadi angin segar bagi merekamereka yang terbelenggu dari otoriterisme orde baru. Mereka dengan lantang menyuarakan suarasuara perubahan dan keinginan membuka lembaran-lembaran baru dengan harapan baru tentunya
Kemenangan rakyat termasuk mahasiswa yang jika dilihat melalui potret reformasi kini seolah hanya menjadi alat pemindah kekuasaan belaka Praktek-praktek KKN yang terpelihara rapih pada masa orde baru seakan tidak bisa lepas, dan justru semakin liar serta semakin besar Perubahan-perubahan konstitusi yang menjadi pemisah antara orde baru dengan reformasi seakan hanya pelapis saja
Mereka yang sudah menjadi perubah tatanan konstitusi
seolah berubah setelah
menapaki jabatan Mereka seakan sudah merdeka ketika
rakyat belum merdeka dari
standar hidup sejahtera yang
didambakan Mereka lupa akan
jerih rintihan dan tangisan dari perjuangan rakyat jelata
Apakah reformasi hanya menjadi langkah pemindah kekuasaan? Atau reformasi hanya menjadi alat peruntuhan rezim sebuah dinasti untuk
digantikan dinasti lain tapi yang serupa?Atau reformasi hanya menjadi titik awal perubahan dari kemajuan menjadi kemunduran?
Apakah reformasi hanya menjadi langkah pemindah kekuasaan? Atau reformasi hanya menjadi alat peruntuhan rezim sebuah dinasti untuk
digantikan dinasti lain tapi yang serupa? Atau reformasi hanya menjadi titik awal perubahan dari kemajuan menjadi kemunduran?
Pertanyaan-pertanyaan diatas hanya dapat terjawab oleh waktu
WRITTEN BY SAVA
AISAHSelain buruh kekuatan masyarakat
dalam menyuarakan aksi adalah
mahasiswa Mereka adalah kelompok
intelektual yang melek politik berserikat
berdiskusi, dan membuat kajian yang
berkaitan dengan suatu isu yang sedang berkembang
Setelah kemerdekaan, mahasiswa
memiliki peran yang cukup besar dalam
catatan sejarah bangsa Hal ini dapat
dilihat dari berbagai peristiwa yang
muncul seiring dengan adanya gerakan mahasiswa
Gerakan mahasiswa sendiri merupakan
salah satu fenomena yang menarik di
sejumlah negara berkembang tak
terkecuali di Indonesia
Hal ini menandai adanya bentuk
aktivitas politik di lingkungan kaum
terdidik
Meskipun sebagian besar dari
mereka berasal dari kalangan sosial
kelas mapan namun penentangan
yang mereka lakukan justru
menunjukan, bahwa mereka memiliki
nilai dan orientasi yang berbeda dari
lapisan mana mereka berasal
Gerakan mahasiswa ini bukanlah
dewa yang serba bisa Maka dari itu, mahasiswa perlu mengkontekskan
gerakannya dalam geliat zaman Perlu
ditekankan bahwa setiap zaman
mempunyai masa dan setiap masa
memiliki pola gerakannya
"Sehingga perlu dipertanyakan lagi apa yang mau diharapkan dari mahasiswa ketika pola penindasan yang justru lebih berkembang daripada pola gerak aktor perubahannya?” (Adi Surya: Koran Media Indonesia, 2009: 8)
Dalam gerakan mahasiswa tentunya diperlukan adanya pengorganisasian Dimana dari pengorganisasian inilah mahasiswa kemudian melakukan aksi massa, demonstrasi dan sejumlah aksi-aksi yang lain untuk mendorong kepentingan mereka
Di Indonesia sendiri terdapat BEM SI. BEM SI adalah organisasi mahasiswa yang berangkat dari kesadaran bahwa gerakan mahasiswa pasca tahun 1998 sangatlah
disorientasi dan terkesan berjalan sendirisendiri Maka dari itu memunculkan pemikiran bahwa mahasiswa harus memiliki
arah gerak yang sama. Diperlukan adanya wadah nasional untuk menampung gerakan mahasiswa agar mereka tidak hanya terfokus
terhadap isu-isu mikro saja
Menurut blog BEM SI, BEM SI dideklarasikan di Bogor tepatnya, pada tanggal 24 Desember 2007 dengan anggota
dari berbagai BEM kampus-kampus di Indonesia, diantaranya: BEM UI, BEM ITB, BEM UGM, BEM IPB, BEM UNPPAD, BEM ST
FARMASI BOGOR, BEM UBL, BEM APP, BEM
STMI JAKARTA, BEM PNJ, BEM AKA, BEM IT
TELKOM, BEM UNJA, BEM UNSRI, BEM UNJ, BEM UIR BEM POLINELA BEM STT Tekstil
BEM STIE Bisnis Indonesia, BEM UNISMA, BEM
UNTAN, BEM SEBI, BEM UNS, BEM UPI, BEM IS, BEM UNILA, BEM UNY, BEM UNRI, BEM
UNAIR dan BEM TRUNOJOYO
Pergerakan BEM SI ini terus berlanjut, dimana pada tanggal 23 maret 2008 melalui
pertemuannya yang diadakan di lampung, BEM SI menghasilkan “TUGU RAKYAT” atau
Tujuh Tuntutan Rakyat Adapun isi dari TUGU
RAKYAT adalah sebagai berikut:
Nasionalisasi aset strategis bangsa
Wujudkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu terjangkau dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia
Tuntaskan kasus BLBI dan korupsi
Soeharto beserta kroni-kroninya sebagai perwujudan kepastian hukum di Indonesia
Kembalikan kedaulatan bangsa pada sektor pangan, ekonomi dan energi
Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok bagi rakyat
Tuntaskan reformasi birokrasi dan berantas mafia peradilan
Selamatkan lingkungan Indonesia dan tuntut Lapindo Brantas untuk mengganti rugi seluruh dampak dari lumpur Lapindo
Tidak sampai disitu saja, untuk terus
melanjutkan pergerakannya BEM SI
membagi beberapa teritorial dengan kajian
yang berbeda-beda, hal tersebut merupakan
langkah untuk mempermudah koordinasi
BEM SI.
Sebagai contohnya untuk teritorial
Bandung Raya mereka melaunchingkan
GEBRAK (Gerakan Berantas Korupsi), dalam bidang Pemilu mereka
bekerjasama dengan KPU dengan
menggunakan badut door to door, membumikan TUGU RAKYAT, serta
membentuk SATGAS PEMILU untuk
merancang strategis edukasi ekstra kampus
Referensi:
Jubaedah, S (2019) Gerakan Mahasiswa (Kajian Tentang Peranan Mahasiswa
Universitas Trisakti Pada Mei 1988
Dalam Proses Pergantian Kekuasaan
Orde Baru). Criksetra: Jurnal
Pendidikan Sejarah, 8(2), 18-40
Nabilla, Farah (2022, 17 April) Siapa
Saja Anggota BEM SI? Aliansi Mahasiswa
dari Sumatera hingga Papua Diakses
dari
https://www suara com/news/2022/04/17
/092623/siapa-saja-anggota-bem-sialiansi-mahasiswa-dari-sumatera-
hingga-papua
https://bemits files wordpress com/2009
/11/review-perjuangan-dan-sejarah-bemsi doc
Mungkin kita semua pernah mendengar istilah, “mahasiswa adalah Agent Of Change” -- saat kita memasuki dunia perkuliahan Agaknya sematan tersebut sering di gembor-gemborkan saat acara wahana PKKMB/ospek berlangsung, atau mungkin di saat kita mendengarkan celotehan kating saat kaderisasi ormawa
Jika kita terjemahkan sendiri Agent Of Change memiliki arti “Agen perubahan”, dan di balik sematan tersebut banyak sekali tanggung jawab yang besar mengikuti perjalanan seorang mahasiswa
Jika merujuk ke salah responden saya dia beropini simbolitas mahasiswa sebagai, “Agent Of Change”---timbul dalam diri mahasiswa dan tentunya mempunyai kesadaran jiwa, rasa
peduli, kepekaan dan imajinasi untuk kehidupan yang lebih baik. Dan berbagai opini utopis yang se-akan menjamin seluruh mahasiswa akan melakukan tanggung jawab atas disematkanya istilah tersebut
Jika melihat secara langsung, mungkin hal tersebut sangatlah berat jika sematan itu dipukul rata kepada seluruh mahasiswa. Mengapa berat? Karena saya pun sampai detik ini masih pesimis mengenai sebutan itu, dan muncul lah berbagai pertanyaan dalam benak saya “apakah semua mahasiswa mau dijadikan sebagai Agent Of Change itu? Kalau pun ada yang membanggakan, apakah seluruh?”
Realitanya sampai saat ini tidak semua mahasiswa mau, dan tidak semua mahasiswa yang bangga dapat menjalankan seluruh tanggung jawab atas sematan itu
Saya sempat berfikir bahwa sematan itu hanyalah retorika politis belaka, dan menciptakan streotip mahasiswa sebagai kaum elite intelektual, dan hanya seorang mahasiswa lah yang mampu menjadi agen perubahan peradaban
Sematan ini juga sebagai ajang promosi nama Universitas sebagai tempat pendidikan yang menjamin mahasiswa sebagai si Agent of Change
Dan hal tersebut pun malah menjadikan jurang pemisah antara mahasiswa yang di cap sebagai kaum elit intelektual Agent Of Change, dan bukan mahasiswa yang hanya duduk termangu mengikuti zaman. Nampaknya sebagian mahasiswa tidak menyadari, hal ini lah realita yang terjadi
Sematan Agent of Change adalah suatu impian yang besar Namun di lain sisi pun memiliki dampak tersendiri bagi mahasiswa Jika menengok mahasiswa secara langsung saat ini, berbagai citacita serta tanggung jawab dibalik sematan Agent of Change ini bahkan tidak relevan Yang saya maksud tidak relevan adalah memukul rata semua mahasiswa sebagai Agent of Change dengan segala cita-cita beserta tetek bengek utopisnya
Pada kenyataanya masih sering kita jumpai praktek-praktek korupsi, dan nepotisme yang dilakukan mahasiswa Agaknya kasus penyaluran beasiswa bidikmisi tidak tepat sasaran kepada mahasiswa bisa dijadikan salah satu praktek korupsi yang dilakukan oleh mahasiswa setiap tahunya
Embel-embel bantuan yang diarahkan kepada masyarakat yang dianggap kurang mampu dalam finansial, justru di salah artikan oleh sekolompok mahasiswa picik
Mereka berpura-pura terlihat jauh lebih dibawah dari mereka yang layak menerima, dan mereka memanfaatkan apa yang didapat hanya untuk kesenangan bukan penunjangan pendidikan
Agaknya embel-embel seperti Agent of Change ini harus ditinjau ulang oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Apakah dibalik penyematan itu seluruh mahasiswa dapat melakukan tanggung jawab yang menyertai
Penyematan Agent Of Change?, atau dengan dalih penyematan istilah itu justru hanyalah suatu alibi untuk mendompleng nama mahasiswa, yang sebenarnya jika ditanjau di lapangan tidak sesuai dengan apa yang telah di citacitakan pada bagian awal atas sematan Ini hanya sekedar opini, yang mungkin jika kita melihat realita secara langsung faktanya bisa saja berbeda, dan bisa saja sama dengan apa yang penulis pikirkan saat ini.
Kita terlalu haha-hihi dengan sematan Agent of Change, namun tidak melihat di sekitar kita banyak sekali yang harus kita benahi, baik dari saya ataupun dirimu yang selalu melanggengkan tindakan yang kurang benar
Agaknya jika perlu kita mengkritisi, sematan Agent of Change hanyalah
buaian/pujian/sanjungan untuk kita, namun dari segi pengamalan tanggung jawab dan cita-cita itu hanyalah ke fanaan belaka yang setiap tahunya selalu di lontarkan saat acara penyambutan mahasiswa baru atau di saat pertemuan seminar dengan guru-guru besar yang terlalu optimis jika mahasiswa adalah
Agent of Change peradaban
Namun saya beranggapan, Agent of Change adalah suatu cita-cita yang besar dan mulia, tapi dalam prakteknya tidak dibarengi kampus dalam membina mahasiswa yang
digadang-gadang sebagai
Agent of Change Sehingga
sematan itu untuk sementara
ini hanyalah berguna sebagai
daya tarik bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya di universitas
WRITTEN BY IGNATIUS SENAPATYA PANDUJAGAD
Banyak sekali problem yang terjadi di Indonesia, dari masalah ekonomi hingga
masalah sosial Salah satu polemik yang
ada di Indonesia adalah tentang kebebasan
berekspresi. Sebenarnya setelah Indonesia
memasuki masa reformasi kebebasan
berekspresi sudah bisa dibilang sangat berkembang
Sebab pada masa orde baru Indonesia
memasuki babak pengekangan berekspresi
dalam berbagai hal Serta berbagai wadah
berekspresi seringkali diawasi bahkan
dicekal secara ketat Namun pada masa
reformasi hal itu sudah mulai berkurang
walaupun belum seperti utopis yang
dibayangkan oleh orang-orang, bahwa kita
bisa mengekspresikan diri sebebasbebasnya
Dari sini kita bisa melihat bahwa
bentuk kebebasan berekspresi bisa
dilakukan dalam berbagai bentuk
dan batasannya tidak memiliki
tolak ukur yang jelas. Seperti pada
polemik tentang rancangan
undang-undang anti pornografi dan juga pornoaksi yang terus terjadi
pada tahun 2006
Beragam suara yang terdengar di permukaan terus digaungkan, baik mereka yang mendukung
maupun yang menolak Aksi itu
berhasil mengerahkan ratusan
massa terutama dari pihak
mahasiswa. Banyak orang yang
membahas isu ini baik di forum
tertutup maupun di media massa
Publik pun terbagi menjadi pihak yang pro maupun yang kontra, mereka semua
memiliki argumentasi yang sama-sama kuat
untuk mempertahankan sikap mereka.
Mahasiswa terutama kalangan perempuan
mayoritas menolak dan merasa dirugikan di dalam rancangan undang-undang ini
Dikarenakan undang-undang ini menyangkut hal-hal yang cukup privat yaitu bagaimana
orang bersikap, lalu bagaimana orang harus berperilaku, serta bagaimana orang
mengekspresikan dirinya
Dari pihak mahasiswa terutama kaum
perempuan menganggap bahwa rancangan undang-undang ini dianggap mengekang
kebebasan Lalu ada juga yang menilai bahwa
rancangan undang-undang ini bertentangan
dengan adat sebagian wilayah, seperti
contohnya Bali dan Papua
Para mahasiswa juga menuding bahwa bundaran undang-undang ini sebagai bentuk
intervensi negara terhadap ruang privat warga negaranya Mereka juga mengatakan bahwa
kata “ porno ” itu sendiri bersifat multi-tafsir dan undang-undang ini akan berbahaya karena akan menangkap siapa saja yang dianggap porno menurut mereka
juga pornoaksi ini tidak jelas Dan mereka menuding bahwa ini adalah bentuk pengaburan belaka
Gunawan Muhammad seorang budayawan yang cukup ternama menuliskan artikel di koran Tempo yang berjudul “RUU Porno: Arab atau Indonesia?” Lewat artikel ini Gunawan Muhammad menilai melalui pengesahan
RUU ini aktivitas seni dan budaya akan kekeringan kreativitas Dan juga ia menganggap bahwa RUU ini merupakan bentuk adopsi dari nilai-nilai yang berada di dunia Arab atau Timur Tengah
Di taman budaya Yogyakarta, juga berlangsung aksi penolakan yang dihadiri seniman-seniman ternama Sikap mereka sama dengan teman-teman mahasiswa dan juga aktivis lain, bahwa mereka menyatakan menolak terhadap uraian undang-undang ini Bahkan WS Rendra sebagai seorang pujangga mewakili sikap dari kalagan seniman bersikap menolak pengesahan rancangan undangundang ini.
Dia menganggap bahwa undang-undang ini akan menggiring masyarakat ke moral yang mekanis, dan menghilangkan daya kritis dari masyarakat. Lalu kedewasaan masyarakat
Rancangan undang-undang ini juga disebut membatasi kreativitas seni. Mereka
menganggap bahwa kreasi seni dan juga
budaya akan menjadi kering Lalu tentang
batasan atau tolak ukur dari pornografi, dan
juga akan terhambat karena hidup akan serba diatur, dan tidak bebas dalam memilih mana yang baik dan buruk untuk
dirinya Jadi kalian memihak yang
mana?
Dr Tjipto Mangoenkoesoemo adalah seorang dokter revolusioner dan radikal, beliau menjadi salah satu aktor dalam meramaikan gelanggang pergerakan, terutama pada peristiwa yang terjadi di kota
Surakarta Tjipto lahir pada tahun 1886 di desa Pecangakan, Jepara Tjipto merupakan putra tertua dari keluarga
Mangoenkoesoemo yang notabene adalah guru bahasa
Melayu di sekolah dasar kota
Ambarawa
Meskipun bukan berasal dari keluarga priyayi yang tinggi orang tuanya berhasil menyekolahkan Tjipto di Stovia Di Stovia Tjipto mulai memperlihatkan sikap yang agaknya sedikit berbeda dengan kawan seangkatan
Ia lebih suka membaca buku, bermain catur, dan dengan ciri khas eksentriknya yaitu: memakai surjan dengan bahan lurik, dan tak lupa rokok kemenyanya
Awal Sepak Terjang Tjipto di Pergerakan Nasional
Setelah mengenal sekilas dari sosok Tjipto, sebelum beranjak ke pembahasan gelanggang pergerakan Surakarta, kita harus mengetahui awal mula Tjipto terjun di dunia pergerakan Tjipto awalnya tergabung dalam organisasi Boedi Oetomo yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa Stovia
Namun di Boedi Oetomo pendapat Tjipto selalu dihiraukan oleh kawankawannya Hal itu terjadi pada saat kongres BO di Yogyakarta, yang dimana Tjipto berdebat dengan seniornya yaitu Dr Radjiman Wedyodiningrat
Di saat Radjiman berpidato mengenai orang Jawa tidak dapat mengetahui pengetahuan orang barat Nah, hal tersebut Tjipto bersama para mahasiswa yang progresif menyanggah pernyataan dari pidato Radjiman tersebut
Tjipto berdalih, justru ketika orang jawa mendapatkan pengetahuan barat, maka di titik itulah ia akan menyadari akan rasa kebangsaanya, dan tak lupa juga dengan nasibnya
Lalu perdebatan itu dihentikan oleh pimpinan sidang Namun, hal tersebut tidak menyurutkan Tjipto untuk tetap tampil progresif di organisasi Boedi Oetomo Tepat setahun kemudian, pada kongres BO yang kedua, dan dengan latar yang masih sama yaitu Yogyakarta, Tjipto mengusulkan BO harus meluaskan keanggotaanya, tidak hanya sebatas beranggotakan golongan priyayi Jawa, namun seluruh anak Indiers (Seluruh Hindia).
Dengan didukung para anggota progresif yang lain, Tjipto mengusulkan BO harus menjadi organisasi politik yang terbuka dan demokratis.
Namun usulan tersebut ditolak oleh Radjiman, Radjiman tetap kukuh pada pendiriannya kalau BO merupakan sebuah gerakan yang bersifat Jawaisme Dan hasilnya para kelompok progresif yang dipimpin oleh Tjipto tersingkirkan dari badan organisasi Boedi Oetomo
Dan di saat itu pun Tjipto dengan Suwardi Suryaningrat pergi ke Bandung Di Bandung bersama dengan Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker, mereka berhasil memprakarsai Indische Partij Penentangan Tjipto di Surakarta
Setelah mengenal Tjipto melalui keberanianya dalam bersuara di Boedi Oetomo dengan retorikanya yang tegas dan militan Kita akan bergeser ke Surakarta, dimana kota ini menjadi saksi Tjipto menunjukan taringnya sebagai dokter yang revolusioner serta radikal
Dan juga di kota ini menjadi awal pertemuan Tjipto dengan Haji Misbach, seorang agamawan desa Kauman, yang dikenal sebagai sangpropagandis
Duet antara Tjipto dan Misbach berhasil membesarkan organisasi Insulinde Afdeling Surakarta, dan memobilisasi para petani untuk melakukan pemogokan Ketika pemogokan petani di Surakarta berhasil diredam oleh pemerintah kolonial, tpkph-tokoh penggerak petani termasuk Misbach berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Namun, saat pemogokan petani tersebut usai, dan para tokoh pimpinan kring-kring petani ditangkap Tjipto menuliskan keprihatinanya dalam majalah Panggoegah, tulisannya memuat rasa terima kasih serta keprihatinanya atas tertangkapnya Haji Misbach
Tidak lama setelah tertangkapnya Haji Misbach, Tjipto menerbitkan surat kabar Medan Temporer untuk menggantikan surat kabar Medan Moeslimin yang dipimpin oleh Misbach yang sebelumnya sebagai media propaganda Namun Tjipto agaknya lebih berani karena Tjipto mulai mengkampanyekan anti-raja dalam sidang Volksraad, maupun yang ia tuliskan di majalah Panggoegah
Dalam kampanye ini ia langsung menghunuskan pernyataannya kepada tiga pemimpin yaitu: Sunan, Pemerintah, dan Perkebunan Namun, serangan utamanya tetap tertuju kepada Sunan Pakubuwana X, disusul kepada pemerintah, lalu perkebunan
Kampanye Anti-Raja
Tjipto memulai kampanye anti-raja pada Juni 1919 Kritik tajamnya atas sunan ini (konotasinya mungkin include Mangkunegara Sultan dan Pakualaman) bukanlah hal yang mengejutkan. Kampanye anti raja yang dirumuskan oleh Tjipto memiliki keunikan
Yang pertama serangan Tjipto kepada Sunan Pakubuwana X bisa dikatakan memiliki signifikansi politik, mengingat ia pernah melakukan kritikan atas sunan di Volksraad akibat penangkapan Haji Misbach.
Dari pernyataan itu disambut dengan hangat oleh para aktivis radikal yang ada di Volksraad, namun respon kemarahan pun muncul pada kubu kalangan priyayi yang pro terhadap Kasunanan Yang kedua, Tjipto memilih sunan sebagai objek kritik, ketika para pemimpin Sarekat Islam memfokuskan pada perekonomian anti-kapitalis, dengan begitu tidak peduli ada atau tidak monarki Kasunanan.
Pada 9 Juni 1919, Tjipto dengan lantang menyuarakan opininya dalam majalah Panggoegah bahwa masyarakat Surakarta sangat terbebani oleh kewajiban untuk tetap memelihara dua keraton (Surakarta dan Mangkunegaran)
Lalu ia mengusulkan agar Sunan (dan juga Mangkunegara) dipensiunkan dengan diberi tunjangan pensiun sebanyak 2 000 gulden, Kadipaten Madiun dikembalikan kepada wilayah Kasunanan atau mengembalikan semua keuntungan yang sudah didapatkan pemerintah Hindia Belanda dengan beroperasinya perusahan-perusahan negara Seperti memonopoli garam, candu, serta rumah-rumah gadai.
Lalu Terbitan Panggoegah selanjutnya pada tanggal 16 Juni 1919, Tjipto menghantam seluruh monarki feodal Vorstenlanden dengan mengatakan bahwa dari Amangkurat II beserta anak cucunya merupakan budak-budak VOC beserta penggantinya, yaitu Hindia Belanda Dan kampanye tersebut tidak hanya ia lontarkan melalui majalah
Panggoegah, namun juga ia sampaikan melalui pidatonya di Volksraad pada 26 Juni
Sehingga serangan kepada sunan yang dilakukan Tjipto ini menjadi isu politik pergerakan di Surakarta Pada pidatonya di Volksraad Tjipto berpendapat, Kasunanan hanya bisa bergantung hidup kepada rakyat, dan mengatakan jika
“Memelihara Sunan dengan seluruh pengikutnya, dan kemegahan upacara adatnya hanya membuang uang saja”.
Perlawanan Tjipto pada SimbolSimbol Kerajaan
Serangan semacam itu tidak pernah sekali terpikirkan berapa biaya pemeliharaan Sunan yang secara politik mandul itu Dan dapat dikatakan argumen untuk menyerang Sunan merupakan argumen yang baru
Namun bagi Tjipto memelihara Sunan bukan hanya soal menghamburkan uang saja, namun dengan mandulnya sistem politik Sunan tersimpan rahasia mengenai bekerjanya sistem “Abad pertengahan” di Vorstenlanden
Salah satu contohnya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Sunan untuk mewajibkan berbahasa Jawa Krama untuk para kuli jawa, melakukan kerja wajib dan menyerahkan tanah perkebunan kepada pemerintah, juga memberi dasar hukum untuk membungkam petani
Kampanye anti-raja yang dilontarkan oleh Tjipto langsung menimbulkan amarah besar di pihak pro-Kasunanan Barisan terdepan yang melakukan serangan balik adalah anggota
Boedi Oetomo dan surat kabar
Martodharsono Djawi Kanda dan Djawi Hiswara Pada awalnya mereka membantah jika bukan
Sunan-lah yang menyengsarakan
rakyat, melainkan pemerintahlah yang bertanggung jawab atas seluruh kebijakan di Kasunanan
Dalam kancah pergerakan di Surakarta BO dan SI tampil sebagai kekuatan pro-kerajaan yang anti Tjipto. Pada bulan Juli 1919, Haji Samanhudi mengadakan pertemuan kepada para pimpinan SI untuk membicarakan mengenai usul Tjipto untuk mempensiunkan Sunan. Di pertemuan tersebut diputuskan untuk pembentukan komite dengan nama Komite
Keslametan Rahajat Vorstenlanden Ketua dari komite tersebut merupakan Haji
Samanhudi dengan M
Pawirosoemardjo sebagai redaktur
Kampanye anti-raja yang dilontarkan oleh Tjipto memperkeruh suasana di Surakarta Pada 25 November Tjipto sekali lagi menghantam muka Sunan, Mangkunegaran, serta residen dengan pidatonya di Volksraad Pidato Tjipto menciptakan nuansa tegang, yang di mana Pangeran
Mangkunegaran, Prang Wedana, dan juga anggota Volksraad, mencoba untuk bertanya kepada pemerintah, “ peran otonom apa yang akan diberikan kerajaan ketika Hindia berdiri?”
Lalu pertanyaan tersebut direspon oleh wakil pemerintah di Volksraad, yaitu W Muurling dengan berpendapat “siapapun yang mencoba mengguncangkan kekuasaan kerajaan Jawa, pemerintah akan melawannya ”
Gaya Baru Penentangan Tjipto
Hingga akhir 1919, Tjipto mempertaruhkan dirinya dan juga
Insulinde untuk melawan kekuatan Sunan, Mangkunegaran, dan anggota
BO serta SI yang pro-kerajaan Namun, hal tersebut tetap tidak menyurutkan
Tjipto untuk tetap berani tampil di medan pergerakan Surakarta. Tjipto melakukan kampanye anti-raja dengan bentuk baru, tidak lagi di Volksraad ataupun melalui majalah
Panggoegah Namun, melalui rapatrapat umum Insulinde
Model baru yang dilakukan oleh
Tjipto untuk menyerang sekali lagi kasunanan adalah dengan penampilan ketoprak, alasannya mengangkat historis kelam dari kerajaan Mataram
Islam Dan di penampilan ketoprak itu
Tjipto menyusun satu cerita yaitu Ki
Ageng Mangir Dasar cerita tersebut adalah buku babad Ki Ageng Mangir yang diterbitkan oleh Volkslectuur.
Tjipto mencoba untuk menginterpretasi kembali dengan menambahkan unsur revolusioner Alasan dari penampilan lakon Ki
Ageng Mangir ini adalah, Tjipto ingin memberikan suatu gambaran historis, jika ada satu tokoh yaitu Panembahan Senopati sang pendiri Trah Mataram Islam, sebagai ksatria yang licik.
Dan disini Tjipto lantas menambahkan, “Jika pendirinya saja sudah ksatria yang licik, maka seluruh keturunannya termasuk Sunan
Pakubuwana X dan begitupun satutrah kerajaan Mataram Islam adalah kesatria gadungan” Yang kedua, Tjipto ingin membongkar tipu muslihat/kelicikan Panembahan Senopati.
Pada 21 Maret 1920 Tjipto berencana untuk menggelar pertunjukan ketoprak pada kongres NIP-SH Surakarta Namun, diam-diam Pangeran Hadiwidjojo mempelajari siasat Tjipto dalam penampilan tersebut
Hadiwidjojo merekrut mata-mata untuk menyelidiki kalangan Dan akhirnya para mata-mata tersebut berhasil menemukan kejelasan jika pertunjukan itu akan mempermalukan kraton Lalu patih meminta izin kepada residen untuk melarang pertunjukan ketoprak tersebut, dan residen membatalkan izin nya Tindakan itu justru membuatnya masuk ke dalam genggaman Tjipto Tjipto menuding kalau residen tidak konsisten.
Disini kita bisa mengetahui bahwa Tjipto telah menyerang secara frontal, menjungkirbalikkan kekuasan, hierarki Kasunanan Surakarta, dan membuat geram residen Dengan memperlihatkan kelicikan Sunan dan Panembahan Senopati Tjipto dapat bercerita dengan orang tuli lewat visualisasi ketoprak itu, bahwa sebenarnya Sunan dan seluruh trah-Mataram Islam yang tinggal dibalik tingginya pagar keraton adalah seorang yang licik dan penuh dengan tipu muslihat
Dan seperti nama majalahnya Penggoegah, Tjipto memang adalah seorang revolusioner yang penggugah. Ia membuat orang melihat apa yang tidak bisa orang itu lihat Dan ketika orang melihat, maka posisi Tjipto berada diatas Hierarki Kasunanan yang
Tjipto jungkir balikkan. Namun perlu diperhatikan, mungkin jika mengambil dari perspektif
masyarakat yang pro-Kasunanan
Tjipto akan digambarkan seorang yang gila
Namun, dalam kegilaanya itu
Tjipto dapat menampilkan
taringnya yang menghunus tembok Kasunanan Surakarta
yang mandul dalam berpolitik
pada masa tersebut
DPR Dewan Pengkhianat Rakyat”, seru salah satu mantan mahasiswa, yang pernah memperjuangkan penolakan RUU KUHP Tahun 2019.
Sosoknya belakangan ini menjadi ramai diperbincangkan usai mendaftarkan diri sebagai bakal caleg DPRD Jakarta, dapil 6 Jakarta Timur melalui Partai Perindo
Tentunya hal tersebut bukan salah siapapun, mengenai pilihannya dalam menyuarakan suara rakyat melalui masuk ke dalam lembaga yang sudah dicap sebagai “pengkhianat rakyat”
Dengan dalih harapan untuk bisa tetap dan terus
menyuarakan suara publuk dari jalur politik, katanya Lalu apakah dari kronologi tersebut, sudah mencerminkan sifat manusia yang suka mengingkari kata-katanya sendiri.
Kursi-kursi legislatif saat ini banyak terisi oleh mereka yang dulunya rajin meneriaki para penguasa Entah sadar atau tidak, mereka terbawa arus politik yang penuh intrik dan motif terselubung
Tak usah jauh-jauh kita melihat, politik kampus dapat mencerminkan itu semua, terutama setiap agenda pemilihan ketua BEM KM. Kemudian mengapa harus mahasiswa?
Agaknya mahasiswa sendiri sudah memiliki kemampuan untuk bisa bergerak dan menyuarakan pendapatnya. Tidak lupa mengenakan jas almamater universitas masingmasing dalam menyelenggarakan aksi atau hanya menyuarakan pikirannya Unik memang mereka seakan menonjolkan dua eksistensi, pertama sebagai seorang “pelajar” dari kampus, kedua sebagai bagian kontrol masyarakat
Mahasiswa merupakan sosok pertengahan dalam masyarakat yang masih idealis, namun pada realitasnya terkadang harus keluar dari idealitasnya. Memang mahasiswa dianggap memiliki intelektualitas berpikir yang terbuka dan kritis walaupun tidak semuanya
Gerakan mahasiswa selain menghadirkan tokoh-tokoh aktivis, juga melahirkan calon-calon ideal dalam mencalonkan diri sebagai tokoh yang berkampanye di tiap-tiap kampungnya Sayangnya, idealisme tidaklah sejalan dengan realita lapangan, tetaplah harus ada penyesuaian yang dilakukan saat kita berusaha masuk dalam kehidupan terutama dalam bekerja
Mahasiswa juga dikaitkan erat dengan optimisme Namun tidak sesederhana optimisme dan pesimisme, tetapi mengenai perubahan jangka panjang yang ditimbulkan dari hal tersebut.
Seberapa besar dan hal-hal apa yang dibutuhkan untuk bisa menciptakan aksi yang memang memberikan sebuah kesadaran Juga tidak berpaku pada romantisme sejarah karena sejarah bukanlah doktrin
Kemudian jika dilihat dari kesempatan para lulusan SMA untuk bisa melanjutkan kuliah hanya 1,3 juta dari 3,6 juta lulusan SMA pada tahun 2020
Hal ini juga merupakan privilege yang ada dalam masyarakat bagaimana dengan sisa sekian juta dari mereka yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi? Itu berarti perjuangan kelas sosial dalam masyarakat, selain mahasiswa,
Utamanya pekerja dan buruh, juga memiliki pengaruh yang besar, bahkan bisa jadi lebih besar daripada perjuangan yang muncul dari mahasiswa saja, walaupun mungkin hak-hak yang disuarakan sama
Lalu apakah pergerakan mahasiswa memiliki impact yang besar terhadap terjadinya perubahan. Tentunya sebuah perubahan tidaklah terjadi dalam satu malam
Dibutuhkan banyak faktor dan aspek dalam terjadinya perubahan. Mahasiswa yang menyuarakan suaranya dalam aksi demonstrasi, mahasiswa yang rajin mengikuti perlombaan, mahasiswa yang mengejar nilai akademik, mahasiswa yang ini dan itu, macam-macam Seluruhnya memiliki aksinya masing-masing
Namun yang saya tekankan adalah bagaimana mereka memegang idealisme mereka masing-masing untuk mencapai tujuan mereka untuk halayak umum, baik saat masih menjadi mahasiswa, maupun sudah tidak
Sesungguhnya tulisan ini masih sangat prematur, mengingat penulis sendiri yang masih banyak sok tahu ketimbang sok tidak tahu-nya, bahasan yang tidak sinkron, dan sebagainya
Namun mengenai pergerakan mahasiswa, pertanyaan yang ingin saya tujukan kepada teman-teman mahasiswa lain, dan juga saya sendiri adalah, apa yang ingin kalian dapat dari menjadi mahasiwa?
Pertanyaan ini tidak memiliki kunci jawaban, dan hanya diri kalian sendiri yang berhak membenarkan atau menyalahkan jawaban masing-masing. HIDUP MAHASISWA!!