2 minute read

LINI MASA KESETARAAN LINI MASA KESETARAAN LINI MASA KESETARAAN

Advertisement

Gender Di Dunia Gender Di Dunia Gender Di Dunia

Kesetaraan gender adalah topik yang tidak pernah habis dibahas Tidak henti-hentinya para pendukung gerakan ini menyuarakan suaranya setiap tahun. Demo, kampanye, kegiatan relawan, dan cara lain telah diupayakan untuk mensosialisasikan kesetaraan gender ini. Bahkan pemerintah juga sudah berupaya untuk memperjuangkan hal ini dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang kesetaraan gender dalam implementasinya pada lingkungan kerja. Tidak hanya itu, pemerintah juga sudah membentuk suatu kementerian yang khusus untuk memberdayakan perempuan. Akan tetapi, sayangnya pelaksanaan kesetaraan gender di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diperjuangkan, membuat para pendukungnya harus terus berusaha dengan giat agar mimpi mereka dapat tercapai. Namun, sebelumnya, apakah kita semua tahu sejarah terkait kesetaraan gender, terutama di Indonesia? Kalau belum, yuk kita belajar bersama lewat artikel ini!

Sejarah perjuangan kesetaraan gender sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu Secara global, kesetaraan gender bermula dengan aksi unjuk rasa yang terjadi di Amerika pada tahun 1908 (Mustinda, 2020). Unjuk rasa ini akhirnya memunculkan peringatan Hari Perempuan Sedunia pada tanggal 28

Februari 1909. Hal ini sebagai bentuk pengakuan agar dapat memberikan perempuan haknya untuk berpendapat dan berpolitik. Di Indonesia sendiri, terdapat tokoh yang populer memperjuangkan kesetaraan gender, yaitu R A Kartini.

Pada abad ke-19, R.A. Kartini memperjuangkan agar para perempuan di masanya bisa mendapatkan pendidikan yang baik, seperti apa yang ia dapatkan pula. Cara yang digunakan oleh R.A. Kartini sangatlah apik karena dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai sesama perempuan Walaupun begitu, ia tidak merendahkan lawan jenisnya untuk mendapatkan hak-haknya tersebut. Ia banyak menuliskan pemikirannya akan kesetaraan gender dan ia mengirimnya ke Belanda, kepada teman-temannya yang berada di sana. Buah pikirannya pun bahkan sampai dimuat pula di surat kabar

Belanda

Belanda yang bernama De Hollandsche Lelie, yang merupakan majalah khusus untuk memuat perjuangan kesetaraan gender pada perempuan.

Dalam satu karya yang dimuat, Kartini bercerita terkait pandangannya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya yang membuat hatinya sangat pedih, mengingat zaman ia hidup adalah zaman kolonialisme yang biasanya berkaitan dengan perbudakan dan lain sebagainya. Namun, teman-teman

Belandanya merasa kagum karena Kartini punya semangat untuk memperjuangkan hak, tidak hanya perempuan saja, tetapi juga tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan (Marzuqi, 2020).

Meskipun sudah ada tokoh yang berjasa besar dalam pergerakan kesetaraan gender, tetap saja pelaksanaannya masih dapat dikatakan jauh dari mimpi yang ada. Pada film ‘Laskar Pelangi’ contohnya, ada satu tokoh perempuan yang dipandang sebelah mata karena ingin bersekolah, karena biasanya perempuan dianggap hanya perlu mengurus urusan rumah tangga saja (Anak, n.d.). Namun, seiring berjalannya waktu, kesetaraan gender sedikit demi sedikit telah didapatkan oleh perempuan. Hal yang dapat kita lihat salah satunya adalah terkait kesempatan untuk bersekolah. Seperti yang bisa kita lihat, pada saat ini sudah ada perempuan-perempuan yang bisa bersekolah, bahkan sampai ke tahap yang tinggi, yakni perkuliahan dan juga ada yang melanjutkan sampai pada jenjang S3. Walaupun begitu, tetap masih ada perempuan-perempuan di tempat lain yang masih belum bisa mendapatkan pendidikan yang layak, yang salah satu alasannya adalah pandangan terkait kesetaraan gender yang dianut dalam keluarga. Selain dalam hal pendidikan, perempuan zaman sekarang sudah mulai dapat melamar pekerjaan untuk bisa bekerja. Namun, sekali lagi, tingkat penerimaan perempuan dalam pekerjaan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga masih ada kesenjangan dalam hal pekerjaan ini (Wahyuni, 2020).

Mari kita kembali pada zaman sekarang. Walaupun kesempatan untuk perempuan dalam kesetaraan gender sudah lebih terbuka dari yang sebelumnya, tetap masih ada saja perempuan yang masih belum mendapatkan kesempatan kesetaraan tersebut. Salah satu akibat dari hal ini adalah kekerasan pada rumah tangga ataupun kekerasan seksual, yang biasanya menyasar pada perempuan di dalam hubungan yang terjalin (Sulistyowati, 2021).

(Sulistyowati, 2021). Di sisi lain, kesetaraan gender juga harus setara. Arti dari hal ini adalah apapun gender kita jangan lupa untuk tidak merendahkan ya gat , a agi ga harus mengambil andil dalam kesetaraan gender. Yakinlah ketika kita berusaha melakukan bagian kita, tetap akan ada dampak positif yang bisa dirasakan orang-orang di sekeliling kita.

PENULIS: YORA VIOLETTA SUPARMAN (2020), YUSTISIA KRISNAWULANDARI PUTRI (2020)

DESIGNER: ADINDA BUNGA (2020), ASTARI ARFIANA (2020)

This article is from: