

Salam Redaksi
Pembaca yang budiman, Buletin PPISDA Edisi IV (Oktober-Desember) 2022 hadir dengan ulasan mengenai KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagai upaya optimalisasi bendungan multiguna yang memiliki potensi listrik. Untuk menjawab keingintahuan Pembaca mengenai pelaksanaan transaksi KPBU, disajikan informasi mengenai mekanisme pengadaan KPBU dalam penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan yang memanfaatkan bendungan milik Kementerian PUPR. Menariknya, tahap pengadaan tidak hanya dilaksanakan di Kementerian PUPR, melainkan terdapat proses penunjukkan langsung di PT PLN (Persero).
Menutup tahun 2022 ini, terdapat satu proyek KPBU sektor Sumber Daya Air yang mencapai babak baru dengan dilaksanakannya prakualifikasi untuk proyek KPBU Unsolicited PLTM Bintang Bano. Selain itu, pelaksanaan Market Sounding untuk tiga proyek KPBU unsolicited, PLTA Tiga Dihaji, DI Komering, dan HLD WS Lombok, serta kegiatan Konsultasi Publik Proyek KPBU DI Colo, maupun perkembangan penyiapan Proyek KPBU Bendungan Merangin tak luput dari sorotan edisi kali ini.
Simak pula pembahasan mengenai dukungan untuk pelaksanaan KPBU yang diwujudkan melalui penyusunan Service Level Agreement untuk subsektor irigasi. Selain itu, pada Galeri Infrastruktur disuguhkan progres pembangunan Bendungan Tiga Dihaji, yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai PLTA melalui skema KPBU.

Direktorat PPISDA akan terus melaju dalam harmoni untuk menyongsong tahun 2023. Ke depan kami berharap akan diperoleh pemenang lelang untuk Proyek KPBU Unsolicited PLTM Bintang Bano. Menyusul proyek-proyek KPBU sektor Sumber Daya Air lainnya yang mulai beranjak ke tahap transaksi.
Khusus dari dapur, redaksi menghaturkan terima kasih kepada seluruh kontributor yang senantiasa membersamai proses penyusunan Buletin PPISDA. Kepada Pembaca setia, kami sampaikan terima kasih atas kesetiaannya menantikan informasi mengenai perkembangan proyek KPBU sektor Sumber Daya Air. Kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan Buletin pada edisi mendatang.
Selamat membaca!
PENGARAH:
• Ir. Arvi Argyantoro, MA,
PENANGGUNG JAWAB
• Acep Atmaja, S.ST, M.T
• Arfin, S.T, M.T
PEMIMPIN REDAKSI
• Eko Supartono, S.ST, M.Si
REDAKTUR PELAKSANA
• Indah Pratiwi, S.Sos. M.Si
EDITOR
• Ika Agus Pawiyarti, ST
• Arif Widianto, SE
• Ishaq Al kindy, ST
• Nanik Yulia Widyanti, S.E.I
• Dwi Hanani Setyawati, SE
LAYOUTER & ILUSTRATOR
• Ririn Risanti, S.Sn
FOTOGRAFER
• Tim Direktorat PPISDA
REPORTER
• Nurul Fauzia, S.Kom, M.M
• Nurul Qolbi, S.E, M.Sc
• Elwin Zanur, S.Sos
SEKRETARIAT & SIRKULASI
• Neny Febriyanti, S.E
KONTRIBUTOR
• Ishaq Al Kindy, S.T.
• Achmad Sofwan, S.E., M.Sc.
• Putri Irina Mayang Sari, S.E., M.Si.
• Yuni Arta Brilliani, S.AB., M.B.A
• Dahwin Ferry Harahap, S.E.
• Dias Shinta Devi, S.Tr.M.
• Ulqi Hibar Nadiyah, S.T.
• Luqman Afif Khairuddin, S.ST.
Arvi Argyantoro
DAFTAR ISI

MEKANISME PENGADAAN KPBU DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN DENGAN MEMANFAATKAN BENDUNGAN MILIK PUPR
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN MELALUI KPBU: PEMBELAJARAN DARI NEGARA LAIN
PERBEDAAN PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA KONVENSIONAL DAN SKEMA KPBU
APA YANG DIMAKSUD DENGAN MARKET SOUNDING?
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Buletin PPISDA Edisi IV Tahun 2022 dapat sampai di tangan para Pembaca sekalian untuk menyampaikan perkembangan proyek KPBU sektor Sumber Daya Air.
Kementerian PUPR terus berupaya mensinergikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dengan kebijakan pada bidang energi dan ketenagalistrikan. Hal tersebut diwujudkan dengan komitmen Kementerian PUPR dalam mensinergikan program pembangunan infrastruktur PUPR khususnya sektor Sumber Daya Air, dengan teknologi Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Salah satunya dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan infrastruktur bendungan untuk pembangkit listrik. Upaya ini dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% dari total bauran energi primer.
Saat ini, Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) sedang menangani KPBU penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan dengan memanfaatkan dua bendungan milik PUPR yaitu Proyek KPBU Unsolicited PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji yang berada pada tahap penyiapan serta Proyek KPBU Unsolicited Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW yang saat ini berada pada tahap transaksi.
Pada tahap transaksi KPBU dalam penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan dengan memanfaatkan bendungan milik PUPR, proses pengadaan dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu Pengadaan BUP di Kementerian PUPR dan proses Penunjukan Langsung di PT PLN (Persero). Akhir dari tahap transaksi adalah pemenuhan pembiayaan (financial close).
Akhir kata, terima kasih kepada tim dan seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buletin PPISDA edisi IV ini. Kritik dan saran yang membangun dari para Pembaca setia selalu kami nantikan demi perbaikan buletin pada edisi selanjutnya.
MARKET SOUNDING PROYEK KPBU PLTA TIGA DIHAJI POTRET ANTUSIASME BADAN USAHA
LOKASI AS BENDUNGAN MERANGIN, TITIK AWAL PENENTUAN KEPUTUSAN
TAWARKAN PELUANG INVESTASI, DIREKTORAT PPISDA JAJAKI MINAT PASAR TERHADAP PROYEK KPBU DAERAH IRIGASI KOMERING DAN HLD WILAYAH SUNGAI LOMBOK
KONSULTASI PUBLIK UNTUK HIMPUN ASPIRASI PARA PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROYEK KPBU DAERAH IRIGASI COLO
20
BABAK BARU PROYEK KPBU UNSOLICITED PLTM BINTANG BANO 22
JADWAL PENGADAAN PROYEK KPBU UNSOLICITED PEMELIHARAAN BENDUNGAN BINTANG BANO DAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PLTM BINTANG BANO KAPASITAS 6,3 MW
24
MENILIK PROYEK KPBU UNSOLICITED PLTA TIGA DIHAJI DI SUMATERA SELATAN 26
DIREKTORAT PPISDA LAKUKAN EVALUASI KINERJA DAN PERCEPATAN PELAKSANAAN KPBU SEKTOR SUMBER DAYA AIR TA 2023-2024
30
PENYUSUNAN SLA SUBSEKTOR IRIGASI UNTUK PASTIKAN LAYANAN TERJAGA 32
WUJUDKAN NET ZERO EMISSION, PUPR DORONG PEMANFAATAN ASET BENDUNGAN 35
AWAK PPISDA SABET JUARA DI AJANG CALL FOR POLICY BRIEF 36
GALERI INFRASTRUKTUR 38
KALEIDOSKOP DIREKTORAT PPISDA TAHUN 2022 40
GLOSARIUM 44
MEMANFAATKAN BENDUNGAN MILIK PUPR
Dalam rangka meningkatkan kemampuan penyediaan energi nasional dan pelaksanaan konservasi energi sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, bahwa pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ditargetkan paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% dari pemanfaatan energi nasional. Oleh karena itu, diperlukan peran Pemerintah untuk mendorong percepatan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan dalam rangka pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan. Percepatan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan dapat dilakukan melalui pemanfaatan 43 aset bendungan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang memiliki potensi listrik melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).


Kementerian PUPR melalui Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (Direktorat
PPISDA, DJPI) saat ini sedang menangani KPBU penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan dengan memanfaatkan dua bendungan milik PUPR yaitu Proyek KPBU Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Proyek KPBU Unsolicited PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji Sumatera Selatan.
KPBU ini dilaksanakan melalui skema Design-BuildFinance-Operate-Maintenance-Transfer (DBFOMT). Pada skema ini, Badan Usaha Pelaksana (BUP) berkewajiban untuk melakukan perencanaan, pembangunan, pembiayaan, pengoperasian, pemeliharaan dan pengalihan aset PLTM pada akhir masa kerja sama kepada Kementerian PUPR. Selain itu, BUP juga memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam kegiatan pemeliharaan bendungan. Pengembalian investasi BUP bersumber dari pendapatan yang diperoleh atas penjualan listrik kepada PT PLN (Persero).

BUP dipilih melalui mekanisme pengadaan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR dan dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung yang dilakukan oleh PT PLN (Persero). Adapun alur mekanisme Pengadaan BUP KPBU yang dilakukan oleh Kementerian PUPR adalah sebagai berikut:
Tahapan Pengadaan KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan dengan Memanfaatkan Bendungan Milik PUPR dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu Pengadaan BUP di Kementerian PUPR dan proses Penunjukan Langsung di PT PLN (Persero).
Pada proses prakualifikasi, Badan Usaha dipilih berdasarkan pertimbangan kelayakan peserta, kemampuan finansial, dan kemampuan teknis yang dinilai dengan menggunakan sistem gugur.
• Kelayakan peserta dinilai berdasarkan bukti keabsahan pendirian perusahaan dan kepesertaan secara administratif, tidak ada pertentangan kepentingan, tidak sedang berada dalam kondisi dipailitkan, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau tidak sedang menjalani perkara pidana, memiliki rekam jejak yang bersih dari wanprestasi pada perjanjian-perjanjian terkait dengan proyek Penyediaan Infrastruktur, dan tidak dalam proses litigasi dan arbitrase yang bersifat material dan sedang berjalan yang melebihi 50% nilai kekayaan bersih peserta.
• Kemampuan finansial peserta dinilai dari peringkat kredit D&B (Dun & Bradstreet) atau S&P (Standard & Poor’s) atau Moody’s atau Fitch atau setara, dan yang masih berlaku dengan nilai minimal 3A3 untuk PLTM dan 5A3 untuk PLTA, surat referensi dari bank yang menjelaskan bahwa performa keuangan dalam keadaan baik dan mampu mendapatkan pendanaan yang diperlukan, serta pengalaman untuk membiayai dan/atau mencari sumber pembiayaan untuk Penyediaan Infrastruktur.
• Kemampuan teknis peserta dinilai dari pengalaman dan kemampuan konstruksi yang dibuktikan dengan menunjukkan pengalaman Independent Power Producer (IPP)/Engineering Procurement and Construction (EPC) atau pengalaman dan kemampuan manajemen dan operasional yang dibuktikan dengan pengalaman dalam pengelolaan, pengoperasian dan pemeliharaan dalam 10 tahun terakhir dan telah selesai COD paling sedikit satu Pembangkit Listrik dengan ukuran serupa.
Pada Proses Pelelangan, pemilihan Badan Usaha dilakukan melalui pertimbangan pemenuhan persyaratan administrasi, persyaratan teknis, dan persyaratan finansial. Persyaratan administrasi dinilai dari surat penawaran, perjanjian konsorsium, jaminan penawaran, dan rancangan perjanjian KPBU. Persyaratan administrasi tersebut dievaluasi menggunakan sistem gugur. Persyaratan teknis dinilai dari Surat Pernyataan Kesesuaian Teknis, Penawaran terhadap Aspek Perencanaan Pelaksanaan Pekerjaan, Penawaran terhadap Aspek Pelaksanaan Konstruksi, dan Penawaran terhadap Aspek Operasi dan Pemeliharaan. Persyaratan teknis dalam Dokumen Penawaran Teknis tersebut dievaluasi kelengkapannya menggunakan sistem gugur, sementara evaluasi penilaiannya dengan sistem gugur dengan ambang batas. Persyaratan finansial dinilai dari aspek finansial terbaik. Peserta lelang dengan penawaran nilai finansial terbaik akan ditetapkan menjadi pemenang lelang oleh PJPK melalui penerbitan letter of award (LoA).
Badan Usaha Pemenang Lelang akan mengikuti proses penunjukan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero), sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Adapun alur mekanisme Pengadaan sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
PEMBENTUKAN
Maksimal 40 Hari Sesual Peraturan Kpbu
Jangka Waktu 8 Bulan Kewajiban Bup: 1. Perizinan: a. Perizinan Berusaha b. KKPR c. IPSDA d. IUPTL e. UKL-UPL/amdal, f. Persetujuan Lingkungan. 2. Menyerahkan Sertifikat Asuransi 3. Menyerahkan Salinan Legalitas Perusahaan
Surat Pernyataan Dan Jaminan
Jaminan Pelaksanaan
Keterangan:
Pada tahap Persiapan Penunjukan Langsung, PT PLN (Persero) akan melakukan evaluasi terhadap dokumen studi kelayakan dan studi interkoneksi yang disusun oleh Badan Usaha Pemenang Lelang. Tahap berikutnya PT PLN (Persero) akan melaksanakan proses Penunjukan Langsung selama 90 hari. Dalam proses penunjukan langsung ini akan dilakukan Negosiasi Tarif Listrik antara BUP dengan PT PLN (Persero). Akhir dari proses Penunjukan Langsung ini adalah dilakukannya Penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara BUP KPBU dengan PT PLN (Persero). Selanjutnya BUP diberikan waktu selama enam bulan untuk memperoleh pembiayaan proyek (financial close).
Seiring dengan proses Persiapan Penunjukan Langsung oleh PT PLN (Persero), Badan Usaha Pemenang Lelang wajib membentuk BUP KPBU. BUP yang dibentuk akan melaksanakan penandatanganan Perjanjian KPBU dengan PJPK selambat-lambatnya 40 hari sejak terbentuk.
Selanjutnya, PJPK akan menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) bagi BUP dalam jangka waktu delapan bulan setelah Penandatanganan Perjanjian KPBU. Selama jangka waktu tersebut BUP diwajibkan untuk mengurus perizinan yang diperlukan seperti Perizinan Berusaha, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Izin Pengusahaan Sumber Daya Air (IPSDA), Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), UKLUPL/AMDAL, Persetujuan Lingkungan. Selain itu, BUP juga wajib menyerahkan Sertifikat Asuransi, Salinan Legalitas Perusahaan, Surat Pernyataan dan Jaminan, serta Jaminan Pelaksanaan. Apabila seluruh perizinan telah terpenuhi, dan PJBL telah ditandatangani, SPMK telah diterbitkan oleh PJPK, maka BUP dapat memulai pelaksanaan konstruksi.
Dengan demikian, pemanfaatan bendungan milik PUPR untuk infrastruktur ketenagalistrikan, BUP harus melalui dua tahapan proses pengadaan. Adapun
tahapan tersebut, yaitu Pengadaan BUP KPBU di Kementerian PUPR dan proses Penunjukan Langsung di PT PLN (Persero). (DFH/DSD)
PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR
KETENAGALISTRIKAN MELALUI KPBU: PEMBELAJARAN DARI NEGARA LAIN
Untuk mendukung keberhasilan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan melalui KPBU, diperlukan international best practice proyek KPBU sejenis sebagai acuan yang dapat diadopsi dengan tetap memperhatikan aspek kelembagaan Indonesia.
Pemerintah terus berupaya mendorong pengelolaan energi berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Salah satu target yang ditetapkan Pemerintah adalah, pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% dari total bauran energi primer sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.

Target peningkatan EBT tersebut dirumuskan Pemerintah dengan mengakselerasi pengembangan pembangkit energi terbarukan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan bendung/ bendungan yang memiliki potensi listrik. Dalam program pembangunan 61 bendungan oleh Kementerian PUPR, teridentifikasi sebanyak 43 bendungan memiliki potensi listrik PLTA dengan kapasitas total 253,86 MW. Tak hanya itu, ke-61 bendungan tersebut juga memiliki potensi listrik PLTS dengan kapasitas total 1.190,67 MW jika diasumsikan 5% dari luas genangan memiliki potensi listrik PLTS.

Pemanfaatan bendung/bendungan milik Kementerian PUPR untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik ini dilakukan dalam upaya mempercepat pembangunannya serta mengurangi risiko hambatan yang timbul saat proses pembangunan dan pengelolaannya. Penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan melalui pemanfaatan bendung/ bendungan ini dapat dilakukan menggunakan skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dalam hal ini, pada bendung/bendungan yang dibangun oleh Kementerian PUPR akan dilakukan pengembangan pembangkit listrik oleh Independent Power Producer (IPP). Selanjutnya listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PT PLN (Persero) selaku off-taker melalui Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL).
Saat ini, terdapat dua proyek KPBU dalam penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan yang memanfaatkan bendungan miliki Kementerian PUPR, yaitu Proyek KPBU Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW yang berada pada tahap transaksi, serta Proyek KPBU Unsolicited PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji yang sedang dalam proses evaluasi dokumen Feasibility Study (FS). Namun demikian, untuk mendukung keberhasilan proyek tersebut diperlukan international best practice proyek KPBU sejenis sebagai acuan yang dapat diadopsi dengan tetap memperhatikan aspek kelembagaan Indonesia.
PLTA KALÉTA DAN SOUAPITI, KISAH SUKSES KEMITRAAN PUBLIK-SWASTA
Listrik di Guinea dengan kapasitas lebih kurang 200 MW, sebelum adanya proyek Kaléta dan Souapiti, berasal dari 75% tenaga air dan 25% aset termal. PLTA pertama yang dibangun oleh Pemerintah Guinea adalah PLTA Garafiri yang beroperasi tahun 2000 dengan kapasitas terpasang 75 MW. Pada tahun 2011, Pemerintah Guinea menandatangani kontrak Engineering, Procurement and Construction (EPC) dengan China International Water and Electric Company (CWE) untuk membangun PLTA Kaléta.
Proyek PLTA Kaléta memperoleh pembiayaan dari Exim Bank of China sebesar 85% dari nilai kontrak EPC. Sementara, Pemerintah Guinea mendanai 15% dari nilai kontrak EPC serta menanggung biaya kontrak pengawasan, tindakan pengelolaan lingkungan dan sosial serta bunga selama konstruksi, yang seluruhnya mencapai 25% dari total biaya proyek. PLTA Kaléta mulai beroperasi pada Agustus 2015.
Sukses dengan PLTA Kaléta, Pemerintah Guinea kemudian mencanangkan pembangunan PLTA Souapiti. Akan tetapi, biaya yang diperlukan diperkirakan mencapai 20% dari PDB. Akhirnya, skema kemitraan publik-swasta dipilih untuk membiayai proyek tersebut. Kemitraan pertama, dilakukan melalui Perjanjian Konsesi Kaléta antara Pemerintah Guinea dengan SOGEKA, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan PLTA Kaléta. Selanjutnya, SOGEKA mengoperasikan infrastruktur melalui kontrak O&M dengan CWE dan menjual listrik yang dihasilkan ke Electricité De Guinée (EDG), sebuah perusahaan listrik nasional, sebagaimana diatur dalam Power Purchase Agreement (PPA).
Dalam upaya memenuhi pembiayaan untuk pembangunan PLTA Souapiti, saham SOGEKA dijual kepada CWE sehingga memungkinkan Pemerintah Guinea untuk menyuntikkan ekuitas ke SOGES, sebuah perusahaan yang nantinya akan bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan PLTA Souapiti. Selain itu, CWE juga menginvestasikan bagian ekuitasnya di proyek PLTA Souapiti. Dengan demikian, ekuitas Pemerintah Guinea dan CWE mencapai 25% dari jumlah yang diproyeksikan untuk proyek PLTA Souapiti. Hal tersebut memungkinkan untuk dilakukannya kemitraan antara Pemerintah Guinea dengan CWE, melalui pembentukan SOGES, sehingga memperoleh pembiayaan sebesar 75% dari nilai proyek dari Exim Bank of China. Struktur proyek PLTA Souapiti tidak berbeda dengan PLTA Kaléta, yaitu Perjanjian Konsesi Souapiti antara Pemerintah Guinea dengan SOGES, kemudian terdapat kontrak O&M antara SOGES dan CWE, serta PPA antara SOGES dan EDG.
Di sisi lain, terdapat kontrak tambahan yang melibatkan SOGES dan SOGEKA. Pertama, Perjanjian Transmisi antara EDG dan SOGEKA untuk memastikan pengelolaan dan pengoperasian yang tepat dari aset transmisi Kaleta yang termasuk dalam Perjanjian Konsesi Kaleta. Kedua, Kontrak Manajemen Terkoordinasi antara SOGES-SOGEKA dan EDG (operator PLTA Garafiri) untuk optimalisasi produksi kaskade. Ketiga, Kontrak Penyambungan Souapiti antara SOGES dan SOGEKA yang menggerakkan penyambungan listrik PLTA Souapiti ke gardu induk dan jaringan transmisi Kaléta.
PEMBELAJARAN DARI PROYEK PLTA DI BRAZIL
Pembelajaran lain dapat dipetik dari proyek KPBU PLTA di Brazil dengan skema Build-Operate-Transfer (BOT)
selama 35 tahun. Pada awal tahun 2000-an, Otoritas Pengadaaan menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Usaha Pelaksana untuk proyek PLTA yang memiliki kapasitas pembangkit di atas 70 MW. Proyek dengan perkiraan total investasi mencapai BRL 4,8 miliar (USD $2,4 miliar) ini merupakan bagian dari program peningkatan 2.607 MW kapasitas pembangkitan di Brasil. Akan tetapi, pembangunannya tertunda karena kesulitan memperoleh izin lingkungan. Selain itu, proyek tersebut tidak mencapai penyelesaian keuangan (financial close) hingga lima tahun, yaitu antara tahun 2005 hingga 2010.
Proyek KPBU PLTA di Brazil tersebut memberikan pelajaran, pertama, apabila terdapat risiko yang memungkinkan BUP tidak memperoleh izin yang diperlukan, maka Otoritas Pengadaan harus memiliki rencana terkait penanganan penundaan yang diakibatkannya. Kedua, apabila diperlukan persetujuan dari badan eksternal, seperti regulator lingkungan, lebih baik sedini mungkin melibatkan badan tersebut sebelum financial close. Ketiga, diperlukan pemahaman yang komprehensif mengenai kinerja keuangan BUP untuk memastikan efektivitas pengelolaan di tahap operasi. Keempat, kebijakan untuk mengurangi risiko permintaan pada BUP dapat menyediakan lingkungan investasi yang berkelanjutan untuk KPBU dan meningkatkan partisipasi sektor swasta. Kelima, persepsi publik terhadap proyek-proyek yang memiliki isu lingkungan, dapat memengaruhi keberhasilan jangka panjang sektor tersebut. Keenam, pada pasar bebas, kebijakan dapat diterapkan untuk mendorong inovasi berkelanjutan dalam efisiensi energi dari sektor swasta. Ketujuh, perlunya memiliki tim manajemen kontrak Otoritas Pengadaan yang menangani beberapa kontrak dapat meningkatkan efisiensi. (NQ)
PERBEDAAN PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA KONVENSIONAL DAN


SKEMA KPBU
Kebutuhan belanja infrastruktur berdasarkan RPJMN 2020-2024 mencapai Rp6.445 Triliun, sementara kemampuan yang dimiliki Pemerintah hanya 37% dari total kebutuhan atau sekitar Rp2.385 Triliun. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pembiayaan untuk memenuhi gap pembiayaan tersebut, salah satunya melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Lalu apa sih perbedaan pengadaan infrastruktur dengan skema konvensional dan KPBU?
KONVENSIONAL (PBJ)
Penganggaran dan Kontraktual
Jangka Waktu
Dipecah dalam beberapa Kontrak (Desain, Konstruksi, Operasi, Pemeliharaan)
Konstruksi (1-3 tahun) Pemeliharaan (tiap tahun)
10-30 tahun
Beban Risiko (Konstruksi, O&M, Permintaan, Layanan, dll)
Spesifikasi Layanan dan Pemantauan
Pemerintah (APBN) Badan Usaha
Pemerintah Badan Usaha Sumber Pendanaan untuk Konstruksi
• Input Specification
• Output Specification
• Pemantauan kinerja berdasarkan yang telah disepakati dalam perjanjian Pembayaran (Tahunan) Berat di Awal Datar
• Pemantauan oleh Sektor Publik
Jadi, pada pengadaan infrastruktur dengan skema konvensional, pendanaanya bersumber dari APBN. Sementara pada skema KPBU pembiayaannya berasal dari sumber dana Badan Usaha Pelaksana yang terdiri atas ekuitasi Badan Usaha dan pinjaman dari Lembaga Keuangan.
Selain itu, pada skema konvensional, pengadaan dilakukan hanya untuk membangun infrastrukturnya sehingga pemerintah akan mengeluarkan biaya konstruksi sejak awal berdasarkan nilai kontrak tahun jamak. Sementara pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaannya dilakukan oleh instansi pemerintah
yang memiliki kewenangan dengan biaya yang bersumber dari APBN.
Berbeda dengan skema KPBU, pengadaan dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang dikerjasamakan (Design, Build, Finance, Operate, Maintenance, Transfer/ DBFOMT) sehingga biaya konstruksi menjadi salah satu risiko yang dibebankan pada Badan Usaha, selanjutnya Pemerintah akan membayar berdasarkan layanan yang disediakan oleh Badan Usaha selama masa kerja sama, yang dimulai dari pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan (Commercial Operation Date/ COD).
APA YANG DIMAKSUD DENGAN MARKET SOUNDING?
Market Sounding (Penjajakan Minat Pasar) merupakan proses interaksi untuk mengetahui masukan, tanggapan, maupun minat calon investor, Badan Usaha di bidang konstruksi, dan/atau Badan Usaha, lembaga, institusi, atau organisasi nasional maupun internasional di bidang keuangan serta para pemangku kepentingan lainnya atas KPBU yang akan dikerjasamakan pada tahap penyiapan KPBU. Market Sounding dilakukan oleh PJPK. Market Sounding dilaksanakan melalui kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one meeting) dan promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional dan internasional, serta pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pelaksanaan KPBU. Market Sounding dapat dilakukan lebih dari satu kali.

MARKET SOUNDING PROYEK KPBU
PLTA TIGA DIHAJI POTRET ANTUSIASME BADAN USAHA
Tingkat konsumsi listrik di Indonesia terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, tetapi pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dinilai masih sangat rendah, sehingga peluang investasi di sektor tersebut masih memiliki potensi yang cukup besar,” ujar Moris Nuaimi, Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputian Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM. Di sisi lain, kemampuan pendanaan Pemerintah terhadap belanja infrastruktur hanya sebesar 37% dari total kebutuhan sebesar Rp6.445 Triliun sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pembiayaan diantaranya dengan melibatkan Badan Usaha melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk menutupi gap tersebut.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional serta pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025. “Potensi energi hidro sesuai RUPTL 2021-2030 sebesar 24,6 GW dimana pembangkit hidro yang telah beroperasi mencapai 5,6 GW dan rencana pengembangan sesuai RUPTL sebesar 10,4 GW,” ungkap Hendro Prasetyawan, Vice President Energi Hidro, Divisi Aneka EBT PT PLN (Persero).

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai Kementerian yang memiliki fungsi pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan berkelanjutan, mendorong adanya optimalisasi pemanfaatan waduk/bendungan multiguna untuk mencapai target tersebut. Saat ini, dari program pembangunan 61 bendungan pada periode 20152025, sebanyak 43 bendungan memiliki potensi untuk dimanfaatkan PLTA/PLTM/PLTMH dengan total kapasitas 253,86 MW dan PLTS terapung sebesar 1.239 MW. Adapun salah satu bendungan yang dapat dimanfaatkan untuk PLTA adalah Bendungan Tiga Dihaji di Sumatera Selatan dengan kapasitas 40 MW.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) melalui Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) sedang mempersiapkan proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan bendungan milik Kementerian PUPR untuk bidang ketenagalistrikan. PLTA Tiga Dihaji berlokasi di Bendungan Tiga Dihaji, Kecamatan Tiga Dihaji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Bendungan ini mulai dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII pada akhir tahun 2018 dan direncanakan selesai pada tahun 2025. Bendungan Tiga Dihaji memiliki manfaat utama untuk irigasi seluas 11.000 hektar, reduksi banjir sebesar 106,1 m3/detik, air baku sebesar 1 m3/detik, dan listrik sebesar 40MW.
Indonesia memiliki potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional serta pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025.
MENGENAL PROYEK KPBU PLTA TIGA DIHAJI
Proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji merupakan proyek KPBU atas prakarsa Badan Usaha (unsolicited) dengan kapasitas listrik sebesar 40 MW dan akan terhubung dengan Gardu Induk (GI) Muara Dua melalui SUTT 150 kV sepanjang 23 Kms. Listrik yang dihasilkan diharapkan dapat mengisi kuota tersebar sistem Sumatera kapasitas 90 MW dengan target COD tahun 2025. Menurut Astu Gagono Kendarto, Perencana Ahli Madya Direktorat
Pengembangan Pendanaan Pembangunan, Kedeputian Bidang Pendanaan dan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji telah sesuai dengan kerangka pembangunan infrastruktur 2020-2024 yaitu mendukung pembangunan energi dan ketenagalistrikan.
“Manfaat proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji diantaranya yaitu menyediakan sistem ketenagalistrikan di Sumatera termasuk melayani kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), dan pelanggan besar lainnya, serta pendanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan Bendungan Tiga Dihaji,” tutur Arvi Argyantoro, Direktur PPISDA.
Berdasarkan dokumen Feasibility Study (FS) yang disampaikan oleh Calon Pemrakarsa, nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun PLTA Tiga Dihaji mencapai Rp1,12 Triliun dengan masa kerja sama selama 27 tahun, yaitu dua tahun masa konstruksi dan 25 tahun take or pay. Skema KPBU yang digunakan yaitu Design, Build, Finance, Operate, Maintain, and Transfer (DBFOMT) dengan pengembalian investasi dalam bentuk user charge atau tarif dari penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) sebagai off-taker.
Pada 8 Maret 2022, Kementerian PUPR telah menerbitkan surat izin prakarsa kepada PT Brantas Abipraya (Persero) untuk menyusun FS, dokumen pengadaan, dan dokumen perjanjian kerja sama. Untuk menunjang proses evaluasi terhadap usulan proyek, DJPI sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) melaksanakan kegiatan “Market Sounding” sebagai sarana untuk menyampaikan profil proyek kepada calon investor potensial dan pihakpihak terkait lainnya.
MARKET SOUNDING PROYEK KPBU PPLTA TIGA
DIHAJI DIMINATI OLEH BADAN USAHA
Pada Kamis (8/12) Direktorat PPISDA melaksanakan Market Sounding Proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji yang berlokasi di Hotel J.W.Marriott, Jakarta. Sesuai Peraturan Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Nomor 2 Tahun 2020, Market Sounding atau penjajakan minat pasar merupakan proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat calon investor, perbankan, dan asuransi atas KPBU yang akan dikerjasamakan pada tahapan penyiapan KPBU.

Pelaksanaan Market Sounding Proyek KPBU Tiga Dihaji dihadiri baik secara daring maupun luring oleh berbagai badan usaha baik dari dalam maupun luar negeri yang bergerak di berbagai sektor, seperti ketenagalistrikan, konstruksi, dan perbankan. Melalui kegiatan Market Sounding ini diharapkan dapat diperoleh masukan, tanggapan, dan minat pasar terhadap proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji.
Tercatat sebanyak sepuluh Badan Usaha telah menyampaikan Letter of Interest (LoI) sebagai bentuk ketertarikannya terhadap Proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji. Dari jumlah tersebut, empat di antaranya berasal dari Jepang dan Republik Rakyat Tiongkok. Adapun ke-10 Badan Usaha yang menyampaikan LoI, yaitu PT Brantas Abipraya (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Waskita Karya Infrastruktur, PT Energi Infranusantara, PT Bangun Daya Utama, PT Kencana Energy Lestari, Tbk, PT Toyota Tsusho Indonesia, PT Kansai Electric Power, Powerchina Huadong Engineering, dan China National Technical Import & Export Corporation. Banyaknya Badan Usaha yang menyampaikan LoI, menunjukan bahwa Proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji diminati oleh Badan Usaha baik dari dalam maupun luar negeri. (AS)
Peserta Market Sounding Proyek KPBU PLTA Tiga Dihaji. KHOMAR























LOKASI AS BENDUNGAN MERANGIN, TITIK AWAL PENENTUAN KEPUTUSAN
Lokasi as bendungan, selain berpengaruh pada desain bendungan termasuk panjang, lebar dan volume bendungan juga akan mempengaruhi tipe bendungan.
Proyek KPBU Bendungan Merangin merupakan pilot project KPBU subsektor bendungan yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan Final Business Case (FBC) oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) melalui Project Development Facility (PDF) dari Kementerian Keuangan. Adapun Readiness Criteria yang telah disusun yaitu Feasibility Study (FS) tahun 2017, Detail Desain Engineering (DED) pada tahun 2018-2019, serta LARAP dan AMDAL pada tahun 2020. Salah satu ruang lingkup kajian teknis yang dikerjakan dalam FBC yaitu melakukan Soil Investigation Test (SIT) pada alternatif dua lokasi as (berada di hulu) Bendungan Merangin dengan merujuk hasil kajian DED. Indikasi awal menyatakan bahwa terdapat profil tanah dan bebatuan yang kurang baik sehingga dilakukan SIT pada alternatif satu lokasi as (berada di hilir) Bendungan Merangin dengan merujuk kajian FS.
Tim Konsultan Teknis Penyusun FBC Bendungan Merangin telah melakukan pengeboran untuk melihat profil tanah pada kedua alternatif lokasi as bendungan. SIT dilakukan dengan mengebor tiga titik, dengan satu titik pengeboran miring sedalam 70 meter di dekat sungai. Selain itu dilakukan Packer Test untuk menilai permeabilitas tanah (kelolosan air) pada kedua alternatif. Hasil pengeboran pada alternatif satu memperlihatkan, terdapat batu pasir dan endapan tuff tebal dengan hasil seismik menunjukkan kekakuan tuff cocok untuk menjadi pondasi bendungan. Sementara, pada alternatif dua ditemukan batu pasir yang bersifat lemah dan mudah retak, endapan tanah yang tebal (15-20 meter) dan tingkatan rekahan yang sangat tinggi pada batuan hingga mencapai kedalaman 70 meter sehingga dinilai kurang cocok sebagai lokasi as bendungan.
As bendungan (axis of dam) merupakan garis tengah horizontal yang menjadi patokan dimensi panjang bendungan sehingga jika lokasi as berubah maka akan berpengaruh terhadap desain bendungan termasuk panjang, lebar dan volume bendungan. Hal ini juga akan berpengaruh pada luas lahan yang digunakan, sehingga diperlukan pembaharuan pada dokumen LARAP yang telah disusun. Adapun ilustrasi dari as bendungan dapat dilihat pada Gambar 1.

Hal lain yang sangat berpengaruh terhadap lokasi as bendungan yaitu tipe bendungan. Bendungan Merangin merupakan bendungan besar yang mempunyai tinggi lebih dari 100 meter. Tim Konsultan Teknis Penyusun FBC Bendungan Merangin melakukan analisis risiko yang perlu diperhatikan dengan tipe bendungan yang dipilih pada DED yaitu urugan batu inti tegak, seperti:
1. Risiko terkait jenis bendungan, ketersediaan tanah lempung yang masih harus dicari pada lokasi lain (diperlukan 25.000 m3) dan pada pekerjaan grouting pondasi bendungan akan memakan waktu yang lama jika kondisi tanah bermasalah, hal ini akan mempengaruhi waktu konstruksi. Selain itu, dengan urugan tanah inti tegak akan mendapatkan volume yang lebih besar dibandingkan dengan tipe concrete dam;
2. Risiko pengalihan sungai, dinilai terlalu kecil berdasarkan debit banjir yang direncanakan dan penggalian terowongan pengalihan (diversion tunnel) terdapat pada kondisi batuan yang lemah;
3. Risiko pengendalian reservoir dengan tidak adanya bottom outlet, tidak dimungkinkan untuk menurunkan air waduk di bawah tingkat ambang pintu pelimpah;
4. Risiko konstruksi intake dan saluran air, konstruksi berada pada kondisi geologis yang sulit dan cukup menantang untuk dibangun dengan desain saat ini;
5. Risiko konstruksi dan operasi pelimpah, lereng curam galian pelimpah tidak realistis dengan kondisi geologis yang lemah dan dapat menyebabkan keruntuhan lereng
Berdasarkan penjelasan diatas, tipe bendungan mempunyai risiko yang cukup besar dan akan mempengaruhi biaya konstruksi yang dibutuhkan, maupun desain bangunan pelengkapnya. Misalnya dengan tipe bendungan urugan, volume tubuh bendungan akan lebih besar dan lahan yang digunakan akan lebih luas dibandingkan dengan tipe beton yang relatif tegak. Pada bendungan tipe urugan, spillway berada di samping, namun jika memilih tipe beton maka desain spillway akan berada pada tubuh bendungan. Selain itu, tipe bendungan juga akan mempengaruhi waktu konstruksi yang dapat berdampak pada nilai Interest During Construction (IDC) dan berbanding lurus dengan nilai Availability Payment (AP) yang akan dibayarkan pemerintah. Oleh karena itu, pemilihan lokasi as dan tipe bendungan yang paling optimal menjadi kunci penting dalam keberlanjutan studi FBC yang sedang dilakukan saat ini.
Beberapa tipe bendungan yang dapat dipilih antara lain, jika tipe bendungan beton akan menambah biaya konstruksi yang relatif tinggi maka pilihan yang dapat digunakan yaitu menggunakan tipe bendungan Concrete Face Rockfill Dam (CFRD), bendungan urugan batu dengan lapisan beton di muka hulu bendungan. Tipe bendungan ini telah digunakan pada Bendungan Ponre-ponre (2009) dan Bendungan Jenelata yang saat ini memasuki masa konstruksi. Adapun ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Menimbang hal-hal tersebut, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan di antara kedua alternatif lokasi as Bendungan Merangin. Direktorat PPISDA sebagai PJPK perlu mempertimbangankan berbagai aspek baik teknis maupun finansial sehingga
menghasilkan kondisi bendungan yang aman dengan nilai AP yang affordable. Adapun ringkasan analisa yang telah dilakukan Tim Konsultan Teknis sebagaimana tertera dalam Tabel 1 (UHN)
1
2 Akses Jalan dan Tata Letak
3 Pengalihan sungai (diversion tunnel)

4 Kondisi geologi


• Akses jalan lebih panjang
• Tapak bendungan dan pekerjaan terkait yang sangat besar
• Kala ulang banjir 50 tahun
• 2 terowongan Ø 425 cm
• Penggalian besar untuk mencapai portal (L 200 m dan H 40 m u/s dan L 150 m dan H 50 m d/s)
• Banyak aktivitas penambangan di sekitar as bendungan
• Perubahan topo yang sangat tidak teratur pada geologi kompleks
• Umumnya lemah hingga sangat lemah meskipun di kedalaman
5 Pelimpah Diletakkan di tepi kanan dan sudah dimodelkan secara fisik
6 Menara Intake Diletakkan di tepi kanan di atas jalur terowongan

7 Kajian AMDAL Dalam proses persetujuan, menunggu KKPR.
8 Kajian LARAP Sudah selesai dilakukan.
9 KKPR Dalam proses persetujuan, menunggu Persetujuan Teknis dari Kantor Pertanahan Kab. Merangin.
10 Masa Konstruksi Sekitar 5 tahun dan 1 tahun penggenangan Bisa lebih panjang jika diperlukan perbaikan pondasi yang lebih besar.
• Akses jalan lebih pendek
• Tapak bendungan lebih kompak
• Kala ulang banjir 20 tahun
• 2 terowongan Ø 390 cm
• Penggalian lebih kecil (L 50 m, H 20 m pada saluran masuk keluar ke portal)
• Terdapat beberapa aktivitas penambangan, tetapi jauh dari tapak bendungan
• Topo halus dengan fitur yang jelas
• Retak tetapi massa batuan kompak dan membaik semakin dalam
Terpasang di badan bendungan dengan pintu tidak memerlukan lokasi terpisah
• Akses jalan lebih pendek
• Tapak bendungan lebih besar dari RCC
• Kala ulang banjir 50 tahun
• 2 terowongan Ø 425 cm
• Penggalian lebih kecil (L 50 m, H 20 m saluran masuk keluar ke portal)
• Terdapat beberapa aktivitas penambangan, tetapi jauh dari tapak bendungan
• Topo halus dengan fitur yang jelas
• Retak tetapi massa batuan
• Kompak, membaik semakin dalam
Bisa diletakkan di tepi kanan
Bisa diletakkan di tepi kanan satu jalur dengan terowongan
Sudah termasuk dalam area cakupan studi Pembaruan diperlukan untuk koordinat sumbu bendungan yang benar.
Tidak termasuk dalam area cakupan studi Perlu pembaruan pada studi LARAP dengan lahan tambahan yang akan dibebaskan di antara Alternatif 2 dan Alternatif 1.
Perlu update koordinat dalam KKPR bila lokasi Alternatif 1 menjadi pilihan.
Diperkirakan lebih singkat daripada Alternatif 2 karena penampang
TAWARKAN PELUANG INVESTASI, DIREKTORAT PPISDA JAJAKI MINAT PASAR TERHADAP PROYEK KPBU DAERAH IRIGASI KOMERING DAN HLD WILAYAH SUNGAI LOMBOK
Pengelolaan infrastruktur irigasi di Indonesia mengalami backlog pendanaan operasi dan pemeliharaan terhadap Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan World Bank serta data dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, pada tahun 2018 pemerintah Indonesia hanya mengalokasikan anggaran operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sebesar Rp500.000/hektar dari kebutuhan anggaran sebesar Rp900.000 sampai Rp1.100.000/hektar. Implikasinya, kinerja sistem irigasi menjadi tidak optimal.
Dalam rangka mendukung terwujudnya layanan irigasi yang lebih optimal, pemerintah perlu merumuskan skema pembiayaan alternatif. KPBU dapat menjadi solusi dalam upaya memenuhi AKNOP yang diharapkan berimplikasi pada peningkatan efisiensi dan kinerja sistem irigasi hingga terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia. Untuk itu, Kementerian PUPR senantiasa mendukung pengelolaan sumber daya air dengan prinsip Smart Water Management (SMW), salah satunya melalui penerapan Smart Irrigation Asset Management System (SIAMS).
IRIGASISaat ini, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) melalui Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) tengah menyiapkan Proyek KPBU Unsolicited Daerah Irigasi (DI) Komering dan Saluran Interkoneksi High Level Diversion (HLD) Wilayah Sungai Lombok. Pada Selasa (20/12), Direktorat PPISDA menggelar Market Sounding di Manhattan Hotel, Jakarta. “Sehubungan dengan penyiapan kedua proyek tersebut, melalui pelaksanaan Market Sounding hari ini diharapkan dapat diperoleh masukan dan tanggapan dari badan usaha dan lembaga pembiayaan, maupun stakeholders lainnya
seperti Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, agar dapat menghasilkan Studi Kelayakan yang lebih komprehensif dan dapat menarik minat pasar untuk berinvestasi,” ujar Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.
Kedua proyek tersebut menggunakan skema pengembalian investasi dalam bentuk pembayaran Ketersediaan Layanan/Availability Payment (AP) sehingga tidak ada risiko permintaan yang ditanggung oleh Badan Usaha Pelaksana. Hal ini diharapkan mampu menciptakan kenyamanan bagi badan usaha untuk berinvestasi. Nantinya pembayaran AP dilakukan setelah masa konstruksi selesai. Pembayarannya dilakukan atas dasar penilaian Service Level Agreement (SLA) oleh PJPK dengan meilibatkan petani dan tim pengendali.
Perspektif Pemerintah:
a. Tidak ada pembayaran pada masa konstruksi; b. Konfirmasi final merupakan acknowledgement atas mandatory spending PJPK selama masa kontrak; dan c. Kepastian kualitas layanan infrastruktur sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian KPBU.
Perspektif Badan Usaha:
a. Revenue stream terjaga; dan b. Demand risk ada di Pemerintah.
2
“Proyek modernisasi irigasi Komering di Sumatera Selatan dan juga revitalisasi, modernisasi irigasi Sistem Interkoneksi HLD WS Lombok ini sudah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024,” ungkap Astu Gagono Kendarto, Perencana Ahli Madya Direktorat Pengembangan Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/ Bappenas. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kedua proyek tersebut termasuk dalam proyek prioritas dalam hal peningkatan pengelolaan alokasi air dan kapasitas kelembagaan irigasi, serta pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi.
Dua proyek KPBU irigasi ini juga menjadi percontohan skema KPBU syariah. Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Arvi Argyantoro, Direktur PPISDA, bahwa penggunaan skema KPBU syariah tersebut ditunjukkan dengan digunakannya prinsip-prinsip syariah pada struktur proyek. Dalam hal ini, PJPK melakukan perjanjian KPBU dengan BUP menggunakan akad I’arah serta Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT). Selain itu, perjanjian regres syariah dilaksanakan menggunakan akad Dayn Kafalah. Terkait dengan hal tersebut, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menyatakan bahwa kedua proyek tersebut telah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pernyataan Kesesuaian Syariah yang dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tanggal 8 November 2022.
1 2
Peserta Market Sounding Proyek KPBU DI Komering dan HLD WS Lombok


Kiri-Kanan: Direktur Perencanaan Infrastruktur Kementerian Investasi/ BKPM, Direktur PSSPP, Vice President Guidance and Consultation PT PII, Direktur PPISDA.
DJPIDUKUNGAN PEMERINTAH UNTUK PROYEK PERCONTOHAN KPBU SYARIAH
“Karena ada upaya untuk menjadikan dua proyek ini sebagai pilot project syariah, maka Kementerian Keuangan pun juga akan menyediakan dukungan,” kata Yonathan S. Hadi, Kepala Subdirektorat Dukungan Pemerintah, Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI), Kementerian Keuangan. Dukungan pemerintah yang disediakan oleh Kementerian Keuangan untuk proyek KPBU unsolicited, yaitu penjaminan syariah yang akan dilakukan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), serta penerbitan konfirmasi pendahuluan dan konfirmasi final untuk Availability Payment
Perjanjian penjaminan dilakukan antara PT PII dengan Badan Usaha Pelaksana (BUP), sementara perjanjian regres ditandatangani oleh PT PII dengan PJPK. Akan tetapi, apabila nilai investasinya relatif besar, dimungkinkan adanya co-guarantee atau penjaminan bersama antara PT PII dengan Kementerian Keuangan. Dijelaskan oleh Rinaldo Purba, Vice President Guidance and Consultation, PT PII, beberapa risiko yang dijamin oleh PT PII antara lain, Tindakan dan/atau tidak adanya tindakan PJPK atau Pemerintah, kebijakan PJPK atau Pemerintah, keputusan sepihak dari PJPK atau Pemerintah, dan breach of contract oleh PJPK. “Dengan adanya penjaminan infrastruktur melalui PT PII, kami ingin memastikan terbayarnya kewajiban PJPK namun tidak mengalihkan tanggung jawab PJPK,” ungkapnya. Selain itu, penjaminan ini diberikan terhadap kewajiban finansial PJPK yang bersumber dari risiko infrastruktur. Dengan demikian, pembayaran kewajiban kepada lenders tetap dilakukan oleh BUP. Adanya dukungan pemerintah ini, diharapkan menjadi sinyal positif bagi para investor dan Badan Usaha untuk berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur irigasi melalui skema KPBU. (NQ)
KONSULTASI PUBLIK UNTUK HIMPUN ASPIRASI PARA PEMANGKU KEPENTINGAN TERHADAP PROYEK KPBU DI COLO
Kementerian PUPR menargetkan untuk mewujudkan 500.000 hektar pembangunan daerah irigasi serta dua juta hektar rehabilitasi jaringan irigasi sebagaimana tertuang dalam dengan RPJMN 2020-2024. Penetapan target yang relatif tinggi untuk rehabilitasi jaringan irigasi dilakukan karena rendahnya kinerja operasi dan pemerliharaan sistem irigasi. Dalam sambutan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan yang dibacakan oleh Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA), Arvi Argyantoro, pada kegiatan Konsultasi Publik Proyek KPBU Daerah Irigasi (DI) Colo Jawa Tengah, Selasa (6/12), disampaikan bahwa, “kinerja operasi dan pemeliharaan yang rendah menyebabkan turunnya efisiensi air irigasi.” Peningkatan efisiensi kinerja sistem irigasi melalui penerapan konsep modernisasi irigasi dilakukan dengan pembangunan jaringan irigasi baru, rehabilitasi jaringan irigasi, peningkatan kapasitas kelembagaan irigasi, peningkatan efektifikas alokasi air irigasi, dan pemanfaatan lahan sub-optimal melalui revitalisasi rawa.
RENCANA REHABILITASI DI COLO
DI Colo mencakup areal irigasi Colo Barat (Kabupaten Wonogiri,Sukoharjo dan Klaten) seluas 5.632,5 hektar dan areal irigasi Colo Timur (Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen dan Ngawi) seluas 20.340 hektar. Berdasarkan survei lapangan dan Real Demand Survey (RDS) yang dilakukan bersama Tim Penyusun SPOBC pada 16-18 November 2022, ditemukan beberapa permasalahan pada jaringan irigasi DI Colo, di antaranya adanya endapan di saluran induk karena masuknya sedimen yang ada di hulu Bendung Colo, tingginyna sedimentasi dari Bendungan Wonogiri sebagai suplai DI Colo, air irigasi pada DI Colo Barat tidak sampai ke hilir, tidak berfungsinya pintu dan bangunan sadap, serta kerusakan pada saluran irigasi primer dan sekunder.
Tidak optimalnya kinerja sistem irigasi pada DI Colo selain dikarenakan adanya kerusakan aset (equipment bangunan air) di beberapa titik, juga disebabkan adanya penggunaan pompa di saluran sekunder oleh warga/petani, maupun penggunaan sumur dalam untuk memenuhi kebutuhan air. Oleh karenanya, hal ini

Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi pada DI Colo melalui skema KPBU diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan petani, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya air.
menjadi tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan dan nutrisi. Untuk itu, Direktorat PPISDA saat ini sedang menyusun kajian terkait rencana rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan DI Colo yang akan dibiayai melalui skema KPBU.
Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi pada DI Colo melalui skema KPBU diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan petani, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya air. Selain itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air, dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah, Eko Yunianto juga berharap, kegiatan ini mampu menunjang produksi pangan dengan target menuju ke arah kedaulatan pangan, tidak sekadar ketahanan pangan. Namun demikian, kondisi keuangan negara yang terbatas perlu disikapi secara bijak. “Jangan sampai melalui KPBU ini membebani pembiayaan daerah tetapi bagaimana kita bersinergitas ke depannya,” pesan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sebagaimana dibacakan oleh Eko.
DUKUNGAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN
Direktorat PPISDA menggelar Konsultasi Publik Proyek KPBU DI Colo, Jawa Tengah di HARRIS Hotel and Convention Solo pada Selasa (6/12). Kegiatan ini digelar guna menghimpun dukungan, tanggapan, dan/atau masukan dari para pemangku kepentingan diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Pengamat Operasi dan Pemeliharaan (OP), P3A/GP3A/IP3A dan akademisi. Konsultasi Publik diharapkan untuk menyempurnakan Dokumen SP-OBC Proyek KPBU DI Colo yang saat ini sedang disusun agar berjalan lancar dan tepat sasaran. Selain itu, konsultasi publik dilakukukan sebagai wadah interaksi dengan pemangku kepentingan yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan efektivitas proyek.

Perwakilan IP3A Colo Barat, Sumanto, mengungkapkan, “saat ini ketersediaan air pada saluran irigasi Colo Barat cukup baik karena curah hujan tinggi.” Namun demikian, ia berharap debit air dapat ditingkatkan agar air sampai
ke wilayah Klaten. Terhambatnya air menuju hilir diungkapkan Koordinator Lapangan Colo Barat, Agus Maryono, ditengarai tingginya sedimentasi di Waduk Wonogiri, Bendung Colo dan saluran irigasi Colo Barat serta adanya kerusakan pada saluran primer maupun sekunder. Sementara, perwakilan IP3A Colo Timur, Sarjanto, mengatakan adanya permasalahan penamaan serta pembagian tugas dan fungsi kelembagaan pada tiap level di setiap daerah yang berdampak pada koordinasi antar pemangku kepentingan yang kurang baik, khususnya terkait pembagian alokasi air.
Keterlambatan dalam penanganan kerusakan saluran irigasi diungkapkan Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Indra Kurniawan, disebabkan oleh keterbatasan anggaran pada kegiatan rehabilitasi DI Colo. Oleh karenanya, ia berharap skema KPBU dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan anggaran tersebut sehingga penanganan kerusakan dapat dilaksanakan lebih cepat dan tidak mengganggu aktivitas pertanian masyarakat.
Konsultasi Publik Proyek KPBU DI Colo ditutup dengan penandatanganan Berita Acara oleh Direktur PPISDA, Arvi Argyantoro; Kepala Bidang PJA BBWS Bengawan Solo, Indra Kurniawan; Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air, dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah, Eko Yunianto; Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Sukoharjo, Rudiyanto; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sragen, Suparwoto; Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Klaten, Widiyanti; Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonogiri, Bowo Dwi; Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Ngawi, Dwi Miyatno; Kepala Subdirektorat Wilayah II Direktorat Irigasi dan Rawa, Novia Rosalita; Kepala Divisi Jasa Asa III Perum Jasa Tirta I, Setiyantono; perwakilan Camat; perwakilan pengamat; perwakilan P3A/GP3A/ IP3A Colo Barat dan Colo Timur; perwakilan PDAM; serta perwakilan akademisi. (YAB/NQ)
Kiri-Kanan: Tenaga Ahli Teknis, Tenaga Ahli KPBU; Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air BBWS Bengawan Solo, Kepala Subdirektorat Legalisasi Rencana Investasi Direktorat PPISDA.
Penandatanganan Berita Acara Konsultasi Publik Proyek KPBU DI Colo.

BABAK BARU PROYEK KPBU UNSOLICITED PLTM BINTANG BANO

Setelah melewati masa penyiapan proyek dan persiapan transaksi yang cukup menantang sejak tahun 2021, akhirnya proyek KPBU Unsolicited Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat secara resmi diumumkan kepada publik pada tanggal 21 November 2022. Proyek KPBU sektor SDA pertama di Indonesia ini diumumkan melalui Media Cetak The Jakarta Post, website Kementerian PUPR, dan website DJPI selama tujuh hari.
Pemilihan ketiga media tersebut diyakini akan membuat proyek ini diminati oleh badan usaha di Indonesia maupun badan usaha dari luar negeri. “Panitia Pengadaan ingin memastikan pengadaan ini terekspose seluas-luasnya, tidak hanya dalam negeri, tapi luar negeri juga,” kata Ketua Panitia Pengadaan, Ishaq Al Kindy.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air, Arvi Argyantoro, secara lugas menyatakan bahwa dengan diumumkannya pengadaan BUP untuk proyek ini merupakan sejarah baru dalam KPBU sektor SDA. “Mungkin ini dianggap terlalu dini ya untuk saya sampaikan mengingat lelangnya belum selesai, tapi tidak apa-apa karena saya yakin proyek ini akan berhasil,” harap Arvi. Lebih lanjut ia mengungkapkan, bahwa proyek ini sebagai tonggak sejarah yang akan dicatat sebagai KPBU sektor Sumber Daya Air di Indonesia. Proyek pertama sektor Sumber Daya Air sekaligus proyek unsolicited pertama, dan proyek pertama yang menggunakan SIPADU sebagai media untuk pengadaan.
Pengumuman prakualifikasi ini terbukti cukup efektif, karena ada 11 badan usaha dari Indonesia, Sri Lanka, maupun Tiongkok yang ikut mendaftarkan
Proyek ini merupakan tonggak sejarah yang akan dicatat sebagai KPBU sektor Sumber Daya Air di Indonesia.
diri sebagai peserta pengadaan. “Kami berkomitmen agar pengadaan Badan Usaha Pelaksana (BUP) dalam proyek ini dapat lebih kompetitif, semakin banyak badan usaha yang mendaftar maka tingkat persaingan akan lebih baik, outputnya juga akan baik. Apalagi sudah ada SIPADU atau Sistem Informasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Proyek KPBU,” ujar Arvi.
Dari 11 Badan Usaha tersebut, terdapat empat Badan Usaha yang memasukan Dokumen Kualifikasi. Selanjutnya Panitia Pengadaan melakukan evaluasi administrasi, teknis, dan finansial. Pengumuman hasil Prakualifikasi telah ditetapkan dan diumumkan melalui website DJPI dan SIPADU pada tanggal 26 Desember 2022. Hasilnya, keempat Badan Usaha tersebut dinyatakan lulus. Saat ini proses Prakualifikasi memasuki masa periode sanggah hasil prakualifikasi sampai batas akhir tanggal 30 Desember 2022. Selanjutnya pada Maret 2023 diharapkan sudah didapatkan pemenang lelang pengadaan BUP PLTM Bintang Bano.
PROFIL PROYEK KPBU UNSOLICITED PLTM BINTANG BANO
Sebagaimana diketahui, Proyek KPBU Unsolicited Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat ini merupakan proyek KPBU atas prakarsa badan usaha yang berlokasi di Bendungan Bintang Bano dengan perkiraan nilai investasi sebesar Rp170.023.000.000,- (Seratus

Tujuh Puluh Miliar Dua Puluh Tiga Juta Rupiah). Ruang lingkup proyek ini adalah pendanaan pemeliharaan Bendungan dan DBFOMT PLTM. BUP yang dibentuk oleh pemenang lelang akan melakukan konstruksi selama dua tahun dan selanjutnya mengoperasikan PLTM selama 25 tahun. Listrik yang dihasilkan dari PLTM akan dijual kepada PT PLN (Persero) melalui skema tarif. Selain itu, BUP juga mempunyai kewajiban untuk membayarkan kontribusi pemeliharaan Bendungan Bintang Bano kepada Kementerian PUPR selaku PJPK. Dengan demikian kontribusi yang dihasilkan tersebut mampu mengurangi beban anggaran OP Bendungan.
Arvi mengungkapkan bahwa Pemerintah maupun masyarakat sama-sama diuntungkan dimana Pemerintah akan terbantu karena nantinya beban anggaran untuk Operasi dan Pemeliharaan (OP) Bendungan berkurang karena ada kontribusi OP bendungan dari BUP. Di sisi lain masyarakat akan mendapatkan banyak sekali manfaat. Tidak hanya manfaat irigasi, air baku untuk air minum, pariwisata di Bendungan Bintang Bano, namun juga manfaat listrik untuk menerangi wilayah Sumbawa Barat dan sekitarnya. “Ya meskipun sama-sama kita akui ini bukan tergolong project greenfield ya, dimana infrastruktur Sumber Daya Air dibangun dari nol, tapi saya anggap ini jadi awal yang baik, dan kedepannya akan lahir project KPBU SDA lainnya, baik KPBU Bendungan, Daerah Irigasi, dan lain sebagainya. Mohon doanya ya semoga semua proyek KPBU sektor SDA sukses,” ujar Arvi. (IA)
MENILIK PROYEK KPBU UNSOLICITED PLTA TIGA DIHAJI DI SUMATERA SELATAN
Listrik yang dihasilkan dari PLTA Tiga Dihaji diharapkan dapat mengisi kuota tersebar sistem Sumatera kapasitas 90 MW dengan target COD tahun 2025.
Rabu (2/11) Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) melakukan rapat koordinasi bersama para punggawa Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII dan dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke Bendungan Tiga Dihaji pada Kamis (3/11). Kegiatan ini juga diikuti oleh PT Brantas Energi selaku perwakilan PT Brantas Abipraya (Persero) sebagai Calon Pemrakarsa. Tujuan kegiatan ini ialah untuk menghimpun data dan informasi tentang progres pembangunan Bendungan Tiga Dihaji dan prasarana PLTA Tiga Dihaji.
Rapat koordinasi bertempat di Ruang Rapat Kepala Balai, dan dibuka oleh Danwismai selaku Kepala Bidang PJSA BBWS Sumatera VIII. Pada kesempatan tersebut, Arfin, selaku Kepala Subdirektorat Koordinasi dan Kerja Sama Investasi menyampaikan maksud dan tujuan kunjungan lapangan. Arfin juga menyampaikan kronologi usulan proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji oleh Calon Pemrakarsa. Selain itu disampaikan pula tentang struktur, profil, dan timeline proyek yang diusulkan oleh Calon Pemrakarsa.

Lukman Hakim selaku Kepala Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) Pembangunan Bendungan BBWS Sumatera VIII kemudian menyampaikan hal-hal yang terkait dengan progres pembangunan Bendungan Tiga Dihaji. Di antaranya, proses pembangunan bendungan yang dibagi menjadi empat paket berikut dengan progres fisik dan keuangan masing-masing paket, data teknis bendungan, desain dan layout bendungan, serta beberapa permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan bendungan.
Dalam kesempatan tersebut, Calon Pemrakarsa yang diwakili oleh Syaiful Arif selaku Manajer Pengembangan Usaha PT Brantas Energi menyampaikan tentang usulan proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji. Ia memaparkan timeline, profil, lingkup, dan perizinan yang dibutuhkan untuk proyek pembangunan PLTA Tiga Dihaji. Selain itu, disampaikan juga biaya alokasi operasi dan pemeliharaan (OP) bendungan terhadap Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP), timeline dan readiness criteria, serta kelayakan ekonomi dan finansial proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji.
PROFIL SINGKAT BADAN USAHA CALON PEMRAKARSABadan Usaha Calon Pemrakarsa Proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji adalah PT Brantas Abipraya (Persero) (BRAP). Untuk melaksanakan proyek tersebut, BRAP menunjuk anak perusahaan yaitu PT Brantas Energi (BREN). BRAP merupakan salah satu BUMN Karya yang dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan porsi kepemilikan 100%. BRAP begerak di bidang kontraktor yang melakukan kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, infrastruktur transportasi (darat, laut dan udara) seperti pelabuhan dan bandara, listrik, serta gedung.


Pada tahun 2011, BRAP membentuk anak perusahaan yaitu BREN untuk memperluas kegiatan usaha konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa. Usaha utama BREN adalah sebagai jasa penyedia tenaga kelistrikan melalui kegiatan investasi pembangunan pembangkit listrik dengan membangun tenaga kelistrikan (ramah lingkungan) pada pembangkit energi PLTA atau PLTM. Selain itu, BREN juga melakukan pengembangan investasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan rooftop panel surya.
Dalam usulan proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji, BRAP sebagai Badan Usaha Calon Pemrakarsa sedang melakukan proses konsorsium dengan PT Indonesia Power (IP). Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan pendanaan dalam membiayai proyek. IP merupakan salah satu anak perusahaan PT PLN (Persero) yang sebelumnya bernama PT Pembangkitan Jawa Bali I (PT PJB I). Kegiatan utama bisnis perusahaan yaitu sebagai penyedia tenaga listrik melalui pembangkit tenaga listrik dan sebagai penyedia jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik yang mengoperasikan pembangkit yang tersebar di Indonesia.
DIHAJI
Bendungan Tiga Dihaji merupakan bendungan multifungsi yang berada di Desa Sukabumi, Kecamatan Tiga Dihaji, Oku Selatan, Sumatera Selatan dan berada di posisi 4° 37’ 44.154” LS: 103° 52’ 36.748” BT. Bendungan mulai dibangun tahun 2018 dan diperkirakan selesai pada tahun 2023. Berdasarkan informasi yang disampaikan Lukman, total investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan bendungan mencapai Rp3,83 Triliun yang terbagi menjadi empat paket dengan sumber pendanaan berasal dari APBN. Paket I senilai Rp3,74 Triliun, paket II senilai Rp1,07 Triliun, paket III senilai Rp629,94 Miliar, paket IV senilai Rp690,71 Miliar dan supervisi senilai Rp82,87 Miliar.

Bendungan Tiga Dihaji memiliki beberapa manfaat, di antaranya menambah kapasitas Daerah Irigasi (DI) Komering, memenuhi kebutuhan air baku 1,00 m3/detik dan PLTA 4 x 10 MW. Selain itu, Bendungan juga dapat dimanfaatkan untuk pengendalian banjir,
sarana pariwisata dan olahraga. Tipe Bendungan Tiga Dihaji adalah urugan batu dengan zona inti tegak, luas genangan dan tinggi bendungan mencapai 4,68 Km2 dan 122,00 m (salah satu yang tertinggi di Indonesia).
Berdasarkan paparannya, Lukman juga menyampaikan progres fisik Bendungan per tanggal 21 Oktober 2022 yang telah mencapai 36,85% dengan detail progres fisik per paket yaitu paket I mencapai 17,8%, paket II 16,2%, paket III 84,8%, dan paket IV 63,0%. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Bendungan di antaranya, adanya kendala pembebasan lahan, perpanjangan MYC yang diperkirakan mundur hingga tahun 2025, peningkatan biaya sekitar 67% dari biaya awal salah satunya disebabkan oleh faktor geologi (ditemukan struktur pasir lepas yang cukup dalam sekitar 27 m), penambahan volume dan desain konstruksi.
PLTA TIGA DIHAJI
Melihat besarnya potensi listrik yang ada pada Bendungan Tiga Dihaji, PT Brantas Abipraya (Persero) melalui PT Brantas Energi menyampaikan usulan proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji. Berdasarkan dokumen studi kelayakan yang disampaikan oleh Calon Pemrakarsa, PLTA Tiga Dihaji mampu menghasilkan kapasitas listrik terpasang sebesar 2 x 20 MW. Listrik yang dihasilkan diharapkan dapat mengisi kuota tersebar sistem Sumatera kapasitas 90 MW dengan target COD tahun 2025.
Dalam dokumen studi kelayakan awal yang disampaikan oleh Calon Pemrakarsa, diinformasikan bahwa proyek KPBU Unsolicited PLTA Tiga Dihaji menggunakan skema kerja sama Design, Build, Finance, Operate, Maintain, and Transfer (DBFOMT) dengan masa kerja sama 25 tahun take or pay ditambah dua tahun masa konstruksi. Skema pengembalian investasi yang digunakan adalah user charge (tarif) dari penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) sebagai off-taker listrik. Total indikatif investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTA Tiga Dihaji mencapai Rp1,125 Triliun dengan porsi pembiayaan sebesar 30% berbanding 70%.
Rencananya, pembangunan PLTA meliputi bifurcation, bypass, bangunan powerhouse, saluran tailrace, bangunan switchyard, bangunan perkantoran, pos jaga powerhouse, jalan akses dan assesoris, pembangunan SUTT 150kV, landscape area powerhouse, gardu switchyard dan perkantoran BUP, serta perkuatan dinding penahan sungai. Dalam menentukan tarif listrik, Calon Pemrakarsa mengacu pada Lampiran I Perpres Nomor 112 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Setelah melakukan rapat koordinasi di BBWS Sumatera VIII, pada Kamis (3/11) Tim melakukan kunjungan lapangan ke Bendungan Tiga Dihaji. Lokasi Bendungan Tiga Dihaji dapat ditempuh melalui perjalanan darat ± selama 7 jam dari Kota Palembang. Pada saat kunjungan lapangan, Tim diberikan informasi tentang progres pembangunan di paket IV yang mencakup bangunan pengelak, pekerjaan drilling and grouting bendungan, bangunan pengambilan, hydromechanical and electrical works (intake utama). Berdasarkan hasil koordinasi dan kunjungan lapangan, Calon Pemrakarsa perlu melakukan analisa dan perhitungan ulang dalam rangka penyempurnaan dokumen studi kelayakan, terutama terkait kajian teknis serta kajian ekonomi dan finansial. (AS)

Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) saat ini tengah menyiapkan tujuh proyek infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) untuk dilaksanakan melalui skema KPBU. Ketujuh proyek tersebut adalah, Bendungan Merangin, Jambi; Bendungan Bodri, Jawa Tengah; Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW, Nusa Tenggara Barat; Penyediaan Infrastruktur PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji, Sumatera Selatan; Daerah Irigasi (DI) Komering, Sumatera Selatan; Revitalisasi dan Modernisasi Irigasi Sistem Interkoneksi High Level Diversion (HLD) Wilayah Sungai Lombok, Nusa Tenggara Barat; serta DI Colo, Jawa Tengah.
Dua dari tujuh proyek KPBU sektor SDA ditargetkan mencapai tahap transaksi pada tahun 2022, yaitu Pemeliharaan Bendungan Bintang Bano dan Penyediaan Infrastruktur PLTM Bintang Bano Kapasitas 6,3 MW, Nusa Tenggara Barat; dan Penyediaan Infrastruktur PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji, Sumatera Selatan. Sementara itu, lima proyek lainnya ditargetkan mencapai tahap

transaksi di tahun 2024, yaitu Bendungan Merangin, Jambi; Bendungan Bodri, Jawa Tengah; DI Komering, Sumatera Selatan; Revitalisasi dan Modernisasi Irigasi Sistem Interkoneksi HLD Wilayah Sungai Lombok, Nusa Tenggara Barat; dan DI Colo, Jawa Tengah.
CAPAIAN KINERJA DIREKTORAT PPISDA
Realisasi keuangan Direktorat PPISDA pada TA 2022 berdasarkan FA Detail status pada tanggal 27 Desember 2022 adalah sebesar 98,43% dengan realisasi fisik sebesar 100,00%. Akan tetapi, mempertimbangkan adanya automatic adjustment, besaran realisasi keuangan Direktorat PPISDA adalah sebesar 91,22%. Meski demikian, dalam mencapai kinerja tersebut terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Di antaranya, adanya dinamika perubahan proyek KPBU sektor SDA (dibatalkan, ditunda, maupun diganti, serta usulan dari calon pemrakarsa); pemenuhan readiness criteria proyek KPBU yang relatif lama; belum adanya kepastian kemampuan fiskal PJPK dalam pembayaran AP; penyepakatan dan finalisasi penlok; serta mundurnya pelaksanaan transaksi akibat terbitnya Perpres 112/2022 dan kenaikan harga
Direktorat PPISDA berupaya terus melaju dalam harmoni untuk melakukan percepatan proyek KPBU sektor SDA yang ditunjukkan dengan penyiapan berbagai instrumen yang diperlukan, seperti dokumen Service Level Agreement, pedoman pemantauan dan evaluasi, profil risiko KPBU, maupun usulan muatan KPBU dalam RPP Pengelolaan SDA.
BBM yang mempengaruhi nilai investasi sehingga perlu dilakukan penyesuaian.
Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja Direktorat PPISDA antara lain dengan melakukan percepatan proyek KPBU SDA yang telah dan sedang dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan, telah tersusunnya Pedoman Service Level Agreement (SLA) Subsektor Bendungan, dan telah tersusunnya Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pembiayaan Infrastruktur Bendungan melalui Skema KPBU. Selain itu, Direktorat PPISDA juga melakukan penyusunan Pedoman SLA Subsektor Irigasi; penyusunan usulan muatan KPBU pada RPP Pengelolaan SDA; penyusunan Perpres Penugasan BUMN; penyusunan Buku Profil Risiko Proyek KPBU Subsektor Irigasi; serta penyusunan Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang memanfaatkan Bendungan milik Kementerian PUPR. Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja Direktorat PPISDA dalam mengawal KPBU sektor SDA.
ISU DALAM PENYIAPAN KPBU SEKTOR SDA
Penyiapan KPBU sektor SDA tentu tidak lepas dari berbagai isu yang harus diselesaikan. Misalnya, belum terintegrasinya perencanaan KPBU Sektor SDA dengan Rencana Strategis Kementerian PUPR, terbatasnya kapasitas fiskal Kementerian PUPR selaku PJPK dalam menyediakan anggaran untuk pembayaran Availability Payment (AP), terbatasnya potensi sumber pendanaan lainnya dan skema blended finance untuk mengurangi beban AP, penganggaran pengadaan tanah, perlunya penyelesaian regulasi terkait Operasi dan Pemeliharaan (OP) dalam proyek KPBU sektor SDA, belum lengkapnya readiness criteria (Dokumen Lingkungan seperti AMDAL/ UKL-UPL/ SPPL, LARAP, dan Penlok), serta perlunya penyepakatan kriteria proyek KPBU penyediaan infrastruktur PLTA/PLTM yang memanfaatkan BMN milik Kementerian PUPR.
Untuk menyelesaikan isu tersebut harmonisasi peraturan pada sektor SDA terus dilakukan dalam upaya mendukung kelangsungan proyek KPBU SDA. Saat ini sedang dilakukan penyusunan RPP Pengelolaan Sumber Daya Air yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2023, penyusunan RPP Irigasi yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2023, dan penyusunan RPP Sumber Air yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2024.
RENCANA KERJA DIREKTORAT PPISDA TA 2023
Dalam Rapat Evaluasi Penyiapan KPBU TA 2022 dan Percepatan Pelaksanaan KPBU Sektor SDA TA 20232024, Kamis (20/12), dirumuskan rencana kerja Direktorat PPISDA pada TA 2023 untuk mendukung pelaksanaan KPBU sektor SDA. Di antaranya, Penyusunan FBC DI Colo; Pelaksanaan transaksi lima KPBU Sektor SDA, yaitu: Bendungan Merangin, Bendungan Bodri, Penyediaan Infrastruktur PLTA 40 MW pada Bendungan Tiga Dihaji, DI Komering, serta Revitalisasi dan Modernisasi Irigasi Sistem Interkoneksi HLD WS Lombok; Pengembangan proyek KPBU pada subsektor pengendalian banjir dan pengaman pantai; Melanjutkan proses usulan muatan KPBU pada RPP Pengelolaan SDA serta menyusun konsep Peraturan Menteri tentang OP KPBU SDA sebagai turunannya; Melanjutkan pengusulan Perpres terkait penugasan BUMN; dan Finalisasi eligibility rules KPBU Sektor SDA yang akan dicantumkan dalam Rencana Umum KPBU.
Adapun target percepatan pelaksanaan KPBU sektor SDA adalah, Menyusun kajian skema blended finance dengan para pemangku kepentingan terkait; Menyelesaikan peraturan perundang-undangan turunan terkait Pasal 57 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air; Melakukan kajian terkait bidding parameter yang digunakan untuk kontribusi OP bendungan; serta Melakukan koordinasi yang intensif terkait pengadaan lahan dengan pemangku kepentingan terkait. (LUQ)
PENYUSUNAN SERVICE LEVEL AGREEMENT SUBSEKTOR IRIGASI UNTUK PASTIKAN LAYANAN TERJAGA
Selain digunakan sebagai acuan pemberian layanan oleh Badan Usaha, Service Level Agreement (SLA) digunakan sebagai tolok ukur pembayaran AP oleh pemerintah kepada Badan Usaha.
Penyelenggaraan rehabilitasi atau peningkatan jaringan irigasi serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi melalui KPBU dengan pengembalian dalam bentuk pembayaraan atas ketersediaan layanan (Availability Payment/AP) dianggap dapat mencapai efisiensi dan efektifitas proyek melalui fleksibilitas dalam mengelola life-cycle cost. Kegiatan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi bertujuan untuk meningkatkan manajemen aset jaringan irigasi dan kinerja layanan dengan memaksimalkan peranan Badan Usaha yang diukur berdasarkan indikator Standar Pelayanan Minimum (SPM) atau Service Level Agreement (SLA) Selain digunakan sebagai acuan pemberian layanan oleh Badan Usaha, SLA digunakan sebagai tolok ukur pembayaran AP oleh pemerintah kepada Badan Usaha.

Melalui skema KPBU-AP, Badan Usaha diharapkan memiliki kapasitas manajemen dan kemampuan yang baik dalam mendefinisikan, mengoptimalkan, melaksanakan serta melakukan intervensi fisik yang
diperlukan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menjamin pemenuhan layanan air irigasi berada pada tingkat layanan yang direncanakan. Badan Usaha dalam batas-batas yang telah ditetapkan memiliki kewajiban mematuhi Perjanjian KPBU, hukum yang berlaku, persyaratan teknis, Indikator Kinerja Bangunan Jaringan Irigasi dan Indikator Kinerja Layanan OP dalam pemenuhan layanan air irigasi serta ketentuan lingkungan dan sosial.
Sebagai tolak ukur ketersediaan layanan pada proyek KPBU, tersusunnya SLA yang komprehensif dan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada subsektor irigasi memiliki urgensi yang tidak kalah penting dari pelaksanaan proyek itu sendiri. Oleh karenanya, untuk mencapai tingkat pelayanan air irigasi yang optimal sehingga dapat menguntungkan pemerintah maupun Badan Usaha, Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) berupaya menyusun Dokumen SLA untuk Subsektor Irigasi.
Petugas
Bendung
DAN BATANG TONGAR

Dalam proses penyusunan dokumen SLA dilaksanakan survei ke beberapa daerah irigasi untuk memperoleh informasi mengenai kinerja jaringan irigasi, kriteria dan metode penilaian jaringan irigasi. Daerah Irigasi (DI) Panti Rao dan DI Batang Tongar di Sumatera Barat menjadi salah satu daerah irigasi yang dikunjungi oleh Direktorat PPISDA. DI Panti Rao dan Batang Tongar dipilih karena termasuk pada program Integrated Participatory Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP), yaitu program pemerintah dalam bidang irigasi yang bertujuan untuk mencapai keberlanjutan sistem irigasi, baik sistem irigasi kewenangan pusat, provinsi maupun kabupaten.



Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan DI Panti Rao dan Batang Tongar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan Tugas Perbantuan Operasi dan Pemeliharaan (TPOP). Akan tetapi, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi OP dilaksanakan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V. Lingkup TPOP yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, mulai dari saluran primer hingga sekunder, sedangkan untuk tersier tetap dilakukan oleh IP3A/GP3A/P3A.

STUDI PADA HIGH LEVEL DIVERSION WILAYAH SUNGAI LOMBOK DAN DAERAH IRIGASI KOMERING


Survei lapangan juga dilakukan ke Saluran Interkoneksi High Level Diversion (HLD) Wilayah Sungai Lombok untuk mendapatkan gambaran kondisi jenis saluran dan bangunan, serta bangunan pelengkap yang akan di rehabilitasi dan/atau ditingkatkan kinerja jaringan irigasinya. Berbeda dengan daerah irigasi, saluran interkoneksi HLD merupakan gabungan dari 12 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terhubung melalui dua saluran interkoneksi HLD dan 24 saluran suplesi dependen. Sistem ini mentransfer air dari DAS surplus ke DAS defisit.
Proyek HLD WS Lombok menerapkan konsep modernisasi irigasi yang meliputi Smart Water Management (SWM), Integrated Water Resources Management (IWRM), Revitalisasi infrastruktur, Kebutuhan air irigasi (mayoritas pengguna air) yang efisien, Penguatan kelembagaan di tingkat sumber dan pengguna air; serta Peningkatan perekonomian daerah. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diketahui bahwa saluran interkoneksi HLD telah menerapkan buka tutup pintu saluran irigasi secara otomatis. Oleh karena itu, pada rumusan SLA yang disusun perlu mempertimbangkan penilaian pada modernisasi irigasi.
DI Komering nantinya juga akan menjadi lokasi uji coba penerapan rumusan SLA yang telah disusun. Berdasarkan survei yang dilakukan, jaringan irigasi yang dinilai masih bagus dan memiliki P3A yang informatif terdapat di Sub DI Belitang I dan Belitang II. Sementara, pada beberapa lokasi di Sub DI Macak I, Macak II dan Muncak Kabau terjadi alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan. Selain itu, didapati saluran
yang tergolong rusak berat karena adanya longsor pada lining, sedimentasi dan gulma tanaman, maupun bangunan-bangunan irigasi yang tidak dapat digunakan.
KONSEP RUMUSAN SERVICE LEVEL AGREEMENT
Rumusan SLA untuk subsektor irigasi dapat berpedomaan pada Indeks Kriteria Sistem Irigasi (IKSI) dengan penilaian yang dapat dilakukan secara mobile (e-PAKSI) ataupun Irrigation Service Agreement (ISA) yang saat ini dikembangkan melalui loan dari World Bank (SIMURP).
Indikator Kinerja Jaringan Irigasi terdiri dari tiga bagian utama yaitu kelengkapan prasyarat OP jaringan irigasi, keandalan bangunan irigasi dan kinerja layanan pendukung OP jaringan irigasi yang didalamnya terdapat ambang minimum dan syarat yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana (BUP). Indikator Kinerja Prasyarat OP menjelaskan terkait jumlah dan kompetensi personil operasi jaringan irigasi, jumlah personil IP3A/GP3A/P3A, peta, skema, gambar as built drawing, manual OP dan buku rencana OP yang perlu dipenuhi sebelum masa layanan. Sementara itu, pada indikator kinerja keandalan terdapat komponen bangunan irigasi dan layanan pendukung OP dengan indikator waktu tanggap pelaksanaan kerusakan dan metode pengukuran yang perlu dilakukan. Nilai pengurangan AP diperoleh melalui perhitungan jumlah bobot setiap komponen yang rusak dikalikan dengan hari keterlambatan perbaikan dan nilai AP per hari. Dalam hal ini, jumlah bobot ditentukan berdasarkan masing-masing komponen aset bangunan. Dengan demikian, disusunnya SLA subsektor irigasi yang komprehensif dan terukur diharapkan mampu mengoptimalkan layanan irigasi yang diterima masyarakat. (PT)
Terminal Jurang Sate ( Fajar)WUJUDKAN NET ZERO EMISSION,
PUPR DORONG PEMANFAATAN ASET BENDUNGAN
Dalam Webinar Series Road to Creative Infrastructure Financing (“CreatIFF”) 2022, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) Arvi Argyantoro menyampaikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) secara konsisten terus mendukung percepatan pembangunan infrastruktur hijau, khususnya di sektor Sumber Daya Air demi mencapai Net Zero Emission (NZE).
Kementerian PUPR memiliki bendungan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik. Dalam Webinar Series CreatIFF sektor Sumber Daya Air, Kamis (6/10), Arvi mengungkapkan, terdapat beberapa major project, seperti pembangkit listrik 27 ribu MW, transmisi sepanjang 19 ribu km, hingga gardu induk sebesar 38 ribu MV Ampere. “Semua proyek itu memiliki manfaat yang dapat digunakan untuk penurunan emisi CO2 sebesar 3,5 juta ton di tahun 2024,” ujar Arvi.
Adapun kontribusi lain Kementerian PUPR dalam proyek infrastruktur hijau adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang diletakkan di atap perumahan subsidi. Proyek tersebut sebagai piloting pada program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) di perumahan subsidi di Provinsi Sulawesi Selatan.
PEMANFAATAN LUAS GENANGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK
Arvi mengungkapkan bahwa Kementerian PUPR memiliki aset 61 bendungan baru yang berpotensi untuk dikembangkan dan menghasilkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). “44 bendungan punya potensi sebesar 256 Mega Watt. Ini cukup besar dan itu berada di beberapa wilayah,” tuturnya. Sementara sisanya, 17 bendungan berpotensi untuk irigasi dan pengendali banjir namun tidak memiliki potensi ketenagalistrikan.

Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 6 Tahun 2020 disebutkan bahwa pemanfaatan ruang sebesar 5% pada daerah genangan untuk PLTS Terapung. Apabila merujuk pada peraturan tersebut, 44 bendungan baru memiliki potensi untuk menghasilkan listrik sebesar 1.239 MW. Akan tetapi, jika belajar dari negara lain yang memanfaakan 20% luas genangan, maka listrik yang dihasilkan dapat mencapai 4.957 MW.
Lebih lanjut Arvi menjelaskan, saat ini ada sekitar 186 bendungan existing. Berdasarkan aturan 5% tersebut, maka semua bendungan itu berpotensi menghasilkan 260,54 MW tenaga listrik dari surya. Namun, jika mengikuti kajian beberapa negara yang memanfaatkan 20% dari luas genangan untuk PLTS maka dapat menghasilkan 1.042 MW tenaga listrik. (IND)
Direktur PPISDA Arvi Argyantoro bersama Direktur Utama PT Brantas Energi Firmansyah Ibnu Haryoso dan Direktur Pembiayaan dan Investasi PT SMI Sylvi J. Gani dalam Webinar Series CreatIFF yang dipandu Syafinaz. ( KOMPU DJPI)AWAK PPISDA SABET JUARA
DI AJANG CALL FOR POLICY BRIEF
Generasi Muda Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (Genmud DJPI) pada tahun 2022 menginisiasi kegiatan Pembiayaan Infrastruktur Kreatif atau Creative Infrastructure Financing (CreatIFF). Salah satu rangkaian kegiatan CreatIFF adalah Call for Policy Brief. Mengangkat tema Inovasi Pembiayaan Infrastruktur PUPR yang Berketahanan dan Berkelanjutan, kompetisi ini ditujukan untuk menghimpun rekomendasi kebijakan pembiayaan kreatif kepada para pemangku kebijakan di Kementerian PUPR, khususnya DJPI.
Call for Policy Brief dalam rangka kegiatan CreatIFF diikuti oleh insan Kementerian PUPR serta umum (akademisi, masyarakat, Kementerian/Lembaga). Peserta menyusun policy brief secara individu dengan
pilihan tema Inovasi Pembiayaan Hijau dan Berkelanjutan untuk Infrastruktur PUPR, Inovasi Pembiayaan Sirkuler untuk Infrastruktur PUPR, dan Inovasi Skema Pembiayaan Perumahan Terjangkau. Sebanyak 73 policy brief diterima oleh Panitia sejak tanggal 10 Oktober 2022 hingga 13 November 2022. Adapun total hadiah dari kompetisi ini adalah 25 juta rupiah.
Pada Senin (5/12), Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna didampingi Corporate Secretary PT Moya Indonesia, Diba Marisa menyampaikan apresiasi serta memberikan hadiah kepada para pemenang Call for Policy Brief dalam rangka kegiatan CreatIFF 2022 di Jakarta. Sebelumnya, Panitia telah mengumumkan pemenang kompetisi ini melalui akun Instagram DJPI (@pupr_pembiayaan) pada Sabtu (3/12).
Juara I Johan Ditjen Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan
Juara II Gede Budi Suprayoga
Juara III Nurul Qolbi
Kajian Pembiayaan Sirkuler untuk Proyek KPBU
Ditjen Bina Marga Mobilisasi Pembiayaan Hijau (Green Financing) dalam Penyediaan Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) untuk Pengelolaan Jalan Tol Berkelanjutan
Ditjen Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan
Carbon Pricing Fund: Alternatif Pembiayaan Hijau untuk Mendukung Pencapaian Net Zero Emission
Kategori Umum
Juara I Andronikus Riansy PT Delta Global Struktur Skema Bundling Brownfiled-Greenfiled Project untuk Menciptakan Siklus Asset Recycling yang Harmonis
Juara II Muhammad Idham Alwi
Juara III Muhammad Iqbal Adiyaswara
World Resources Institute
Universitas Diponegoro
Penggunaan Teknologi Blockchain untuk Green Bond Issuance dan Blockchain – Based Tokenization sebagai Bentuk Inovasi Pembiayaan Hijau dan Berkelanjutan
Renewable Public Housing Finance Berbasis Wakaf Produktif dengan Skema Zero Margin sebagai Alternatif Solusi Financing Gap Infrastruktur Indonesia
Kategori Insan Kementerian PUPRNurul Qolbi, Analis Kebijakan Ahli Pertama Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air (PPISDA) menempati posisi ketiga pada Call for Policy Brief dalam rangka kegiatan CreatIFF 2022. Nurul menggagas pengelolaan dana dari penerapan carbon pricing sebagai dana abadi. Dana tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur yang berkelanjutan namun tidak terbatas pada proyek infrastruktur hijau, sehingga mampu menjangkau proyek-proyek yang diupayakan untuk mendukung pencapaian target net zero emission. Gagasannya berangkat dari dukungan keuangan berkelanjutan yang selama ini masih berfokus pada “pure green finance.”




Pure green finance merupakan konsep pendanaan yang ditujukan untuk mendorong investasi ramah lingkungan serta berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Alhasil perusahaan-perusahaan yang sedang berusaha untuk terus mengurangi emisi gas rumah kaca (“brown” menuju “green”) sulit memperoleh akses terhadap pembiayaan. Terbatasnya akses ke “transition finance” ini perlu didukung melalui pengembangan sumber pembiayaan baru. Altenatif sumber pembiayaan yang dapat dikembangkan adalah Carbon Pricing Fund, yaitu pengelolaan dan pembagian manfaat dari pelaksanaan carbon pricing

Galeri Infrastruktur
PEMBANGUNAN BENDUNGAN TIGA DIHAJI
LOKASI PIPA PESAT (PENSTOCK)
Penstock merupakan pipa yang dialiri air bertekanan dari bak penampungan ke turbin. Penstock didesain guna menahan tekanan pukulan air (water hammer) yang ditimbulkan oleh akibat katup turbin ditutup secara tiba-tiba. Penstock pada Bendungan Tiga Dihaji direncanakan memiliki panjang 636 meter.


PEMBANGUNAN TEROWONGAN INTAKE
Terowongan pengambilan pada Bendungan Tiga Dihaji memiliki diameter 5,0 meter dan panjang 190 meter. Terowongan ini berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan air dari pintu air bangunan pengambilan di hulu menuju ke saluran pemanfaatan air tampungan di hilir.






























































Glosarium
-B-
Badan Usaha
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Badan Usaha Pelaksana KPBU (BUP)
Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung.
Bangunan Utama Irigasi (Head Work)
Kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi.
Brownfield Projects

Investasi proyek dalam aset infrastruktur yang ada sebelum waktu pengadaan, tetapi sedang beroperasi pada saat investasi dilakukan.
-C-
Commercial Operation Date (COD)
Tanggal mulai beroperasinya suatu sistem atau fasilitas–setelah seluruh rangkaian pengujian dilakukan dengan baik–secara komersil untuk menghasilkan produk yang dapat diperdagangkan.
-DDayn Kafalah Keharusan membayar hutang yang menjadi beban orang lain.
-E-
Energi Baru
Energi yang dihasilkan oleh teknologi baru, baik berasal dari sumber energy terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquefied coal), dan batubara tergaskan (gasified coal).
Energi Terbarukan
Energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
Engineering Procurement Construction (EPC)
Tahapan dalam sebuah proses desain/perancangan sistem yang akan dibangun, pengadaan/pembelian barang dan dilanjutkan dengan membangun/konstruksi yang telah dirancang.
-F-
Financial Close
Pelaksanaan penandatanganan dokumen perjanjian dan dokumentasi finansial proyek oleh para pihak dan prasyarat (conditions precedent) untuk penarikan pinjaman telah terpenuhi.
-G-
Greenfield Projects
Investasi proyek baru melalui kegiatan mendesain, membangun, membiayai, mengoperasikan, dan memelihara.
-H-
High Level Diversion (HLD)

Skema sistem pembagi air dengan dua saluran induk interdependen dan 24 saluran dependen yang terkoneksi dengan 249 Head Work (bangunan utama irigasi).
-I-
Ijarah Muntahiya Bi Tamlik (IMBT)

Perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa.
Independent Power Producers (IPP)
Perusahaan bertujuan khusus (Special Purpose Company/ SPC), yang dibentuk oleh sponsor atau konsorsium, untuk melaksanakan perjanjian jual beli listrik dengan PLN dan untuk mengembangkan, membangun, memiliki, dan mengoperasikan pembangkit listrik.
Integrated Water Resources Management (IWRM)
Proses yang mengutamakan fungsi koordinasi dan pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait guna memaksimalkan hasil secara ekonomis dan kesejahteraan sosial dalam pola yang tidak mengorbankan keberlangsungan ekosistem vital.
Izin Pengusahaan Sumber Daya Air (IPSDA)
Izin untuk menggunakan Sumber Daya Air Permukaan untuk melakukan kegiatan usaha.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
Izin kepada BUMN, BUMD, Swasta, Koperasi, dan Swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik, diterbitkan oleh Menteri/Gubernur sesuai kewenangannya.
-K-
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)
Kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR)
Konsorsium
Kesepakatan yang dibuat bersama oleh subjek hukum untuk melakukan pekerjaan bersama dengan pembagian pekerjaan yang sudah ditentukan melalui perjanjian Kerjasama.
Konsultasi Publik
Proses interaksi antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan efektivitas KPBU.
-L-
Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP)
Suatu kegiatan pencarian pola aksi dalam pembebasan lahan, bangunan dan tanaman serta pemindahan penduduk dengan menggunakan pendekatan partisipasi, sehingga mendapatkan suatu kerangka kerja dalam pelaksanaan kegiatan pembebasan lahan yang dibutuhkan dalam pembangunan.
-P-
Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment)
Pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU.
Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding)

Proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat calon investor, perbankan, dan asuransi atas KPBU yang akan dikerjasamakan pada tahap penyiapan KPBU.
Perjanjian Penjaminan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Perjanjian Penjaminan BUPI)
Kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur selaku penjamin dan Penerima Jaminan dalam rangka Penjaminan Infrastruktur.
Perjanjian Penyelesaian Regres
Kesepakatan tertulis antara penjamin dan PJPK yang memuat syarat dan ketentuan pemenuhan Regres.
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA)
Perjanjian pembelian tenaga listrik yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan Pengembang Listrik Swasta.
Prastudi Kelayakan
Kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU dengan mempertimbangkan sekurang-kurangnya aspek hukum, teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan, dan sosial.
-R-
Real Demand Survey (RDS)
Survei untuk mengetahui kebutuhan nyata masyarakat terhadap proyek yang akan dilakukan.
Regres
Hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkannya kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi Kewajiban Finansial Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut (time value of money).
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
Rencana pembangkitan, jaringan transisi dan distribusi, serta penjualan listrik dalam suatu wilayah usaha.
Right to Match
Hak yang diberikan kepada Badan Usaha atau Badan Hukum Asing pemrakarsa Proyek Kerja sama untuk melakukan perubahan penawaran apabila berdasarkan hasil pelelangan umum terdapat Badan Usaha atau Badan Hukum Asing lain yang mengajukan penawaran lebih baik.
-S-
Service Level Agreement (SLA)
Kontrak yang berisi ketetapan yang telah disetujui oleh pihakpihak yang terikat perjanjian yang mencakup hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
Smart Water Management
Optimasi penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang menyediakan data real-time otomatik kondisi sumber daya air dan lingkungan serta prakiraan kondisi cuaca dan iklim.
Solicited Suatu proyek infrastruktur yang inisiasinya dilakukan oleh Pemerintah kemudian ditawarkan kepada Badan Usaha untuk dilakukan KPBU.
Studi Kelayakan (Feasibility Study) Kajian yang dilakukan oleh Badan Usaha calon pemrakarsa untuk KPBU atas mekanisme prakarsa Badan Usaha dalam rangka penyempurnaan Prastudi Kelayakan.
-U-
Unsolicited Prakarsa proyek infrastruktur yang inisiasinya dilakukan oleh Badan Usaha diluar proyek yang diajukan pemerintah untuk dilaksanakan secara KPBU.
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
Pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
-Y-
Yellowfield Projects
Investasi terkait dengan pembaruan, perbaikan, atau perluasan substansial dari infrastruktur yang ada.

Keluarga Besar Direktorat PPISDA menghaturkan...



