Edisi 19

Page 1

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 1


BERKAT BANK BPRS

LEBAH JADI SUMBER PENGHASILAN BPRS BHAKTI SUMEKAR MITRA BERMUAMALAH

P

eran Bank BPRS Bhakti Sumekar kian hari semakin meluas. Tak hanya terbatas pada bantuan modal kepada kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sektor Batik Tulis semata, sepak terjangnya pun merembet pada berbagai segmen usaha dan taraf hidup banyak orang di berbagai daerah di di Kabupaten Sumenep. Dengan ini semakin jelas pula keberadaannya sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep tak hanya memberi kesejahteraan ekonomi kepada para nasabah, melainkan sebuah kontribusi sosial-ekonomi tengah menjadi program yang mampu mengangkat strata ekonomi masyarakat bawah sekaligus menekan angka pengangguran di kalangan muda sebagaimana terjadi pada salah satu Peternak Lebah di Desa Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura.

Kisah Usaha “Perjalanan hidup memang tak terduga. Siapa yang menyangka kalau saya akan jadi peternak lebah dan hidup dari hewan penghasil madu,” begitulah kata pertama yang keluar dari Abdurrahaman, 39, ketika ditanya tentang perjalanan usahanya dalam budidaya lebah. Ia mengaku tidak pernah menyangka usaha yang digelutinya itu akan sukses serta dapat

2 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Abdurrahman adalah seorang peternak lebah di Dusun Kebun Kelapa, Desa Kalianget Barat Kecamatan Kalianget yang cukup berhasil. Beternak lebah menurutnya, merupakan usaha yang dulu tidak pernah terbayangkan akan ia tekuni. Malah ia lebih membayangkan menjadi tukang Meubel terkenal dengan kualitas yang baik ketimbang sebagai tukang lebah, minimal dalam lingkup kota Sumenep. Tentu saja hal tersebut terjadi sebelum ia mencicipi ‘manisnya madu’ sang lebah, sebab waktu itu profesinya masih sebagai seorang tukang meubel. “Dulu pekerjaan saya adalah mebel. Meski sekarang saya tidak lantas meninggalkan keahlian tersebut,” akunya kepada Mata Sumenp. Ia bercerita, ketertarikannya kepada lebah madu terjadi pada tahun 2007 silam. Yakni ketika kotak kayu yang ia letakkan di tembok tanpa terduga telah terisi lebah. Lebah tersebut lantas ia biarkan hingga dirasa cukup untuk waktu panen. “Ketika panen pertama tersebut ada tetangga yang bilang mau membeli madu yang saya peras. Waktu itu, tetangga saya berani bayar Rp 10 ribu untuk satu cangkir madu,” cerita Rahman. Berawal dari kejadian tersebut, Rahman merasa semakin tertarik. Ia berkeyakinan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan dari madu lebah

sangat besar. Perhitungannya cukup gampang, jika satu kotak saja dapat menghasilkan uang dengan mudah bagaimana jika memelihara lebih dari satu, maka tentu keuntungan yang didapat akan lebih berlimpah. Berangkat dari pertimbangan inilah kemudian dirinya memantapkan hati untuk memelihara lebah, meski secara teori tidak begitu pengalaman. Kurangnya pengalaman dan minimnya pengetahuan tersebut kiranya membuat Rahman menjalankan usaha lebahnya dengan cara alami. Yakni menunggu lebah datang dan mendiami kotak kayu (Gelodok) secara suka rela. Ia meletakkan gelodok di sawah-sawah dan pepohanan sekitar rumah agar lebah yang bisa dipelihara bisa semakin banyak. Langkah tersebut cukup efektif karena dalam waktu yang tidak begitu lama, pria kelahiran 09 Januari 1976 ini mendapati lebih dari lima gelodok terisi lebah. “Saya tidak menyangka ternyata memelihara lebah itu cukup mudah, namun hasil yang diperoleh sangat besar. Kita hanya perlu membuat sarang (Gelodok, Red), maka lebah tersebut akan datang dengan sendirinya,” aku Rahman. Seiring berjalannya waktu, usaha Rahman terus berkembang. Hewan lebah yang pada mulanya hanya 1 gelodok berkembang menjadi 7, dari 7 meningkat lagi jadi 14 gelodok. Akan tetapi perjalanan usaha tersebut tidak

lantas tanpa rintangan. Pernah suatu ketika, cerita Rahman, gelodok yang sudah terisi lebah tersebut tiba-tiba kosong. Hal tersebut terjadi ketika musim paceklik datang. Kata Rahman, dari 14 gelodok yang dia pelihara, cuma tersisa 4 gelodok saja yang masih terisi lebah. Kejadian ini sempat membuat Rahman tertekan. Namun pada akhirnya ia sadar bahwa tidak ada yang mudah dalam memulai usaha. Rahman semakin sadar masih banyak ilmu yang belum diketahui tentang beternak dan memelihara lebah dengan baik agar tidak gulung tikar di tengah jalan. Atas dasar itu, ia lantas mengikuti pelatihan dasar yang diadakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan seKabupaten Sumenep di Kota Malang. Tidak hanya itu, pada tahun 2011, ia juga mendaftar sebagai peserta pada Pelatihan Managemen Budidaya Lebah di Jawa Barat se-Jatim yang diadakan Kementerian Kehutanan. “Dari pelatihan tersebut saya banyak mendapat ilmu dalam hal budidaya lebah. Termasuk bagaimana cara agar lebah yang sudah ada tidak kabur atau mati,” jelas suami Wakiatul Qamariah ini. Sangat beruntung, dari pelatihan itu pula Rahman mendapat bantuan berupa sarang lebah modern (stub) sebanyak 20 buah, dengan rincian 10 stub kosong dan 10 stub berisi bibit lebah dari Dishutbun.


Bersyukur Dapat Bantuan Dari BPRS Seperti kebanyakan UMKM, problem yang dihadapi Rahman adalah kurangnya modal yang dimiliki untuk mengembangkan usaha. Hal tersebut diakuinya cukup menghambat terhadap kemajuan usaha dan hasil produksi yang dicapai. Sebelum mendapat bantuan, ia mengaku tertatih-tatih dan kebingungan untuk mengembangkan usahanya. Akhirnya, terpaksa ia menjalani usahanya mengalir begitu saja. Memang, sebuah usaha akan semakin besar dan sukses jika disertai dengan kepemilikan modal yang kuat dari pengelola usaha. Menurut Rahman, kalau modal yang dimiliki kuat, maka pikiran akan jalan sendiri untuk mencari cara bagaimana usaha tersebut tidak berhenti di tengah jalan. Seperti membeli alat yang dapat memaksimalkan produksi, memasarkan produk yang lebih luas, dan lainnya. Maka dari itu, di tengah kondisi modal pas-pasan yang dimiliki, Rahman mengaku bersyukur karena ada Program Penguatan Modal dari Bank BPRS Bhakti Sumekar yang

memberikan solusi bagi UMKM untuk mengatasi masalah modal yang dihadapi. Dengan bantuan tersebut, pelaku UMKM dapat leluasa melakukan inovasi untuk meningkatkan nilai jual produksi menjadi lebih baik. Jadi tidak berlebihan kiranya jika Rahman berkata bahwa Program Penguatan Modal dari Bank BPRS Bhakti Sumekar tersebut laksana angin segar di padang sahara. Karena melalui pinjaman modal yang didapat, ia dapat membeli alat-alat yang dapat meningkatkan terhadap produksi madu yang dihasilkan. “Bersyukur sekali, mas. Karena saya menekuni usaha lebah madu ini bukan karena banyak modal, tapi karena berharap usaha ini dapat menjadi tumpuan ekonomi keluarga,” ungkap Rahman. Ia mengaku sudah tiga tahun menjadi nasabah Bank BPRS Bhakti Sumekar, yakni sejak tahun 2012, dan memperoleh bantuan penguatan modal sebanyak empat kali. Bantuan tersebut dipergunakan untuk proses pengembangan koloni dan pembelian alat ekstraktor paska panen (alat pemeras madu, Red). Saat ini lebah

yang dipelihara Rahman sebanyak 120 stub yang diletakkan di tanah kosong depan rumahnya. Dari produksi madu yang dihasilkan, Rahman mengaku mendapat omset mencapai Rp 5 juta tiap bulan. Hal tersebut didapat dari hasil penjualan baik via regular maupun via online yang dapat dipesan melalui akun facebook pribadinya atas nama Abd Rahman. Sementara ukuran madu yang ditawarkan bermacam-macam dengan harga juga yang bervarian. Untuk madu ukuran botol kecil dengan isi 160 ml dibandrol Rp 25 ribu, madu dengan berat setengah kilo dipatok Rp 50 ribu, sedang untuk ukuran botol besar seberat 1 kg seharga Rp 100 ribu. Saat ini, ayah dua anak ini memiliki empat UKM binaan yang tersebar di Desa Kalianget Timur dan Kalianget Barat. Hasil madu dari 4 UKM tersebut ia gunakan untuk menutupi kekurangan barang yang dipesan terutama pelanggan via online seperti Blitar, Madiun, Tanggerang, Kalimantan, dan lainnya. “Pelanggan online itu kalau pesan tidak sedikit, bisa 30 – 50 Kg. Jadi saya juga mengambil produksi madu yang

dihasilkan dari 4 binaan tersebut,” jelas ayah Janista Rani Arsyiah dan Siti Maisyaroh ini.

Bukti Kepedulian BPRS Terhadap UMKM Apa yang dirasakan oleh Abdurraman merupakan bukti konkrit bahwa kepedulian Bank BPRS Bhakti Sumekar terhadap UMKM tidak hanya sebatas kata. Bank BPRS Bhakti Sumekar tidak menutup mata terhadap masyarakat kecil yang mau membuka usaha untuk memperbaiki kondisi ekonomi ke arah yang lebih baik serta mengembangkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang bisa menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Keberadaan Bank BPRS Bhakti Sumekar sebagai BUMD terkemuka menuntut pelayanan bagi masyarakat menengah haruslah optimal. Program pemberdayaan yang dicanangkan disertai dengan pelayanan cepat serta mudah. Sehingga kini tidak ada alasan bagi warga Sumenep berdiam diri untuk mengembangkan usaha karena alasan klasik; tidak punya cukup modal.

ozi’/rafiqi

iklan BPRS

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 3


Daftar Isi

Sapa Redaksi

EDISI 19

Mata Utama Berkat Bank BPRS Lebah jadi Sumber Penghasilan

02

Mata Utama Mengundang USAID dan Merancang Kebijakan Lain

05

Mata Utama Empat Hari di Medellin Kolombia

06

Mata Budaya Mengenal Paramasatra Madura (6)

10

Mata Opini Hiruk Pikuk Pemilukada

12

Kisah Inspiratif Retorika Kreatifitas (2)

15

Pangesto Megah Meriah Pesta Akhir Sanah

17

Profil Penyair yang Lahir dari Rahim Realitas

21

Prestasi SMA PGRI Sumenep Sabet Juara II Sekolah Percontohan

22

Jejak Ulama Sumenep Mengenal Sosok K. R. Abd. Syakur

24

Majelis Taklim KH. M. Shaleh Abdullah

28

Travel & Kuliner Air Terjun Pemandian

30

Metamorfosis Menerima Informasi dengan Cover Both Side

33

BUKTI KINERJA BUPATI SEORANG KIAI Pembaca Mata Sumenep. Kehadiran Bupati Sumenep Dr KH A. Busyro Karim, M.Si di ajang penghargaan Pelayanan Publik Internasional yang popular disebut United Nations Publik Service Award (UNPSA), Kolombia, Amerika Selatan, menjadi puncak penanda bukti kinerja Bupati Kiai ini selama lima tahun. Betapa tidak, ajang yang hanya dihadiri lima perwakilan terpilih dalam Inovasi Pelayanan Publik dari Indonesia tersebut merupakan penghargaan pelayanan publik tertinggi Internasional. Sebagai Bupati seorang Kiai, kesempatan selama empat hari dari tanggal 23 hingga 26 Juni di Kolombia tak hanya menjadi prestasi bagi Kabupaten Sumenep. Namun sekaligus sebuah prestise tersendiri bagi Bupati sebagai puncak pimpinan di Kabupaten ujung timur pulau Madura ini. Sebab, selain menjadi salah satu dari lima perwakilan Indonesia, hal yang wajib digarisbawahi dalam ajang ini adalah kehadiran Sumenep sebagai satu-satunya kabupaten di Jawa Timur dan Madura yang mampu menembus kompetisi Indonesia hingga tingkat dunia. Tentu hal ini tak lepas dari kinerja sungguh-sungguh Bupati dalam memberikan yang terbaik bagi Sumenep, Madura dan Indonesia di mata dunia. Tak hanya sampai disini, bukti berkelanjutan pun sudah dilakukan Bupati semenjak disana. Sebagaimana pepatah “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”, interaksi intelektual di Medellin Kolombia menghasilkan banyak gagasan besar yang siap diwujudkan Bupati dalam periode lanjut kepemimpinannya. Bahkan, detail rencana hingga konsep pencapaian inovasi kedepan sudah ada di depan mata. Bagi bupati, menghadiri undangan UNPSA seperti belanja segudang ide. Kendati demikian, tak pernah pula tersirat dari pribadinya rasa pongah. Justru keinginan memberikan kerja terbaik adalah landasan utama dalam upayanya mendapatakan banyak hal dari UNPSA sebagai modal membangun Sumenep Super Mantap Jilid 2. Disini, latar seorang kiai dalam memimpin Kabupaten Sumenep dalam diri Bupati tentu banyak memberikan andil besar secara pribadi. Tak heran, meski cerca datang tanpa alasan, bukti kinerjalah yang dinyatakan. Karena itu, jika beratus-ratus penghargaan digondol Sumenep selama satu periode kepemimpinannya, bukanlah sesuatu yang mengherankan. Dilain Bukti Kinerja Bupati tersebut, Mata Sumenep edisi kali ini juga membahas catur politik menjelang Pilkada, dimana wacana Duet Bupati sebagai Cabup petahana dengan Cawabup Achmad Fauzi merupakan Trending Topic sejak dibukanya kran pilkada. Bagaimanakah kisah Duet yang disebut-sebut sebagai calon tak tertandingi ini menuju deklarasi? Hanya di Mata Sumenep edisi 19 pembaca bisa menemukannya. Selamat membaca...

Susunan Redaksi Komisaris Dewan Redaksi Redaksi Ahli Redaktur Tamu

: Asmawi : Moh. Jazuli, M. Ali Al-Humaidi : Moh. Ilyas : Suhaidi

Direktur Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Reporter

: Hambali Rasidi : Hambali Rasidi : Rafiqi : Imam Rasyidi, Hairul : Ozi’, Yono

Design Grafis : A. Warits Muhshi Manajer Iklan & Promosi : Rusydiyono Penagih Iklan : Fathorrahem Mnj. Sirkulasi & Distribusi : Moh. Junaedi Keuangan : M. Adi Irawan Kontributor : RB. M. Farhan Muzammil Penerbit : PT. MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP : 70.659.553.5-608-000 SIUP : 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP : 13.21.1.58.00174

Kantor Redaksi : Jl. Matahari 64 Perum Satelit, Tlp. (0328) 673100. E-Mail : matasumenep@gmail.com, Website www.matasumenep.com WARTAWAN SUMENEP DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN DILARANG MEMINTA ATAU MENERIMA UANG/BARANG DARI SUMBER BERITA 4 | 6 JULI 2015MATA MATA SUMENEP


Pasca Menjadi Finalis Inovator Pelayanan Publik Tingkat Dunia di Medellin, Kolombia, Amerika Selatan

MATA UTAMA

Mengundang USAID dan Merancang Kebijakan Lain Catatan: Dr KH A. Busyro Karim, Msi

T

idak ada sedikit pun khayalan, ketika saya mengeluarkan Perbup No 22 Tahun 2012 tentang program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) yang memuat pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat, akan dihargai lembaga Dewan Ekonomi dan Sosial PBB 2015. Inisiasi melimpahkan 8 kebijakan Bupati, meliputi, perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, dan penyelenggaraan, yang mencakup 60 point detail kebijakan, kepada camat, semata demi mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Fokus utama inovasi PATEN hanya memberikan akses pelayanan yang lebih mudah kepada masyarakat melalui kecamatan. Warga Masalembu dan Sapeken, misalnya, tidak perlu repot ke kabupaten untuk sekedar mengurus salah satu diantara 60 point itu. Sebagian orang ada yang mempertanyakan kebijakan saya yang dinilai ‘nyeleneh’. Mereka mempertanyakan alasan sebagian kewenangan bupati diserahkan kepada camat. Tidak ada problem. Separuh kewenangan bupati pun diserahkan kepada camat, saya ikhlas dan legowo. Itu semua dilakukan semata untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Sehingga masyarakat Sumenep benarbenar merasakan atas pelayanan pemerintah. Kebijakan yang saya buat bisa dihargai PBB dan diundang menerima penghargaan bergengsi tingkat dunia di Medellin, Kolombia, Amerika Selatan, 23-26 Juni lalu, juga tidak lepas dari peran serta semua pihak. Terutama para camat yang ikut mensukseskan kebijakan PATEN. Atas penghargaan UNPSA ini, memovitasi kami untuk terus berinovasi demi kenyamanan pelayanan kepada masyarakat. Ketika di Kolombia, saya menelpon Pak Sekda agar dicarikan payung hukum, bagaimana kebijakan sejenis PATEN bisa menyentuh Desa. Kebijakan PATEN, sebagian kewenangan Kabupaten diserahkan ke Kecamatan, apakah tidak bisa, sebagian kewenangan Kecamatan diserahkan ke Desa? Ini kan hanya butuh inovasi pelayanan publik agar

lebih dekat dengan rakyat. Waktu di Kolombia, saya juga berbincang dengan Ibu Mirawari Soedjono, Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) agar USAID (Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika) bersedia mendampingi PATEN dan program pelayanan publik lainnya di Sumenep. Pada tahun 2014, USAID mendampingi Kabupaten Aceh Singkil, berhasil mengembangkan kemitraan antara dukun dan bidan untuk mengurangi angka kematian anak dan ibu melahirkan di Dinas Kesehatan Kab. Aceh Singkil. Sehingga Aceh Singkil tiga kali menjadi finalis UNPSA itu, baru tahun 2015 menjadi pemenang kedua dalam penganugerahan pelayanan publik tingkat dunia.

Ketika ide mengundang USAID ke Sumenep, saya rembug dengan Camat Kota, Moh. Junaedi, ia bersedia untuk mengembangkan dalam program PAUD seperti negara-negara maju yang meraih penghargaan pelayanan publik tingkat dunia. Menggerakan kesadaran masyarakat akan pentingnya bidang pendidikan dan kesehatan, memang penting dilakukan. Sehingga sinergitas program itu, outputnya, bukan hanya anak yang cerdas, tapi ibunya juga ikut cerdas. Memang, memaksimalkan PATEN dan program pelayanan publik lainnya di seluruh wilayah Sumenep, agak tersendat. Geografis Sumenep yang terdiri dari beberapa pulau, menjadi salah satu faktor terseoknya pelayanan publik bisa berjalanan maksimal. Setidaknya, ada pilot project, program

pelayanan publik yang menonjol. Seperti PATEN dan PAUD. Seperti di Aceh Singkil, jumlah penduduk hanya 300 ribu, tidak semua kecamatan sukses menerapkan program kemitraan antara dukun dan bidan dalam reproduksi perempuan. Di Aceh Singkil, hanya ada beberapa kecamatan yang sukses menerapkan program itu. Dalam program pelayanan pengentasan kemiskinan dan terciptanya lapangan kerja yang menjadi isu dunia, Kabupaten

Sumenep juga akan merancang. Karena itu, saya sudah meinstruksikan beberapa camat agar melakukan study banding pelayanan terpadu ke Kabupaten Sragen yang juga menjadi finalis inovasi pelayanan publik UNPSA 2015. Kabupaten Sragen berhasil mengembakan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) sebagai model jawaban kemiskinan. Bentuk inovasi pelayanan publik yang diselenggarakan Pemkab Sragen adalah memberikan kemudahan akses penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat dalam pelayanan satu pintu (One Stop Service). Pelayanan tersebut meliputi bantuan kepada masyarakat miskin di bidang kesehatan, pendidikan, dan bantuan modal usaha.

Kemudahan akses pelayanan tersebut disalurkan melalui pemberlakuan penggunaan Kartu Saraswati yang terbagi menjadi dua jenis, yakni Saraswati Kesehatan serta Sosial Ekonomi dan Saraswati Pendidikan. Sebelum ke Kolombia, Kab. Sragen melakukan study banding ke Sumenep untuk belajar PATEN. Sinergitas pelayanan publik dengan pemanfaatan sistem teknologi informasi (IT) dalam rangka mempercepat dan mempermudah pelayanan publik, jujur saya katakan, Indonesia tentu masih tertinggal dengan negara-negara maju yang lebih awal menerapkan teknologi IT. Seperti Jepang, Korea, Arab Saudi, dll. Kendati demikian, kita masih butuh kenyamanan pelayanan masyarakat dengan memanfaatkan IT. Dalam bidang kesehatan misalnya, bagaimana meningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, bagaimana masyarakat memanfaatkan dan mendapatkan akses informasi itu. Apa dan bagaimana yang bisa didapat masyarakat ketika ingin mengurus izin. Apa saja hak masyarakat dan apa saja yang harus dilakukan pemerintah. Ini hanya bisa diakses dalam penerapan IT. Sekarang kita harus membuka pola pikir kerja, ketika inovasi pelayanan publik sudah menjadi isu dunia agar masyarakat terlayani secara maksimal. Sejauhmana kesiapan mental birokrasi kita. Bagaimana maindset (pola pikir) aparatur dan budaya kerja yang meliputi etika pelayanan publik dapat menempatkan indikator pelayanan baik, jika tingkat survey kepuasan masyarakat menonjol. Semoga penghargaan PBB atas inovasi pelayanan publik yang diterapakan di Sumenep ini, menjadi pintu harapan kebangkitan kemakmuran masyarakat Sumenep agar dilanjutkan pada tahun mendatang...

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 5


Empat Hari di Medellin Kolombia

R

encana keberangkatan duta Indonesia untuk menghadiri penghargaan pelayanan publik tingkat dunia yang diselenggarakan PBB, di Kolombia, Amerika Selatan, mengalami perubahan rute penerbangan. Jika jadwal dari Kemenpan RB, semula rombongan berangkat dari Bandara Internasional Soekarno Hatta menuju Dubai-Madrid-Meddelin, berubah dengan rute Jakarta-AmsterdamPanama-Bogota-Medellin. Penerbangan Jakarta-Amsterdam, memakan waktu 15 jam. Di negara Belanda itu, para duta Indonesia hanya transit sekitar 1 jam. Kemudian melanjutkan penerbangan rute Amsterdam-Panama dengan waktu tempuh penerbangan 11 jam. “Dari Panama, rombongan berpisah. Pak Bupati, langsung ke bandara Bogota dengan waktu terbang 1,5 jam. Transit sebentar kemudian melanjutkan

6 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

penerbangan ke Meddelin dengan jarak tempuh 1 jam. Dan kami bersama rombongan Kemenpan-RB, dari Panama langsung ke Meddelin dengan waktu tempuh 2,5 jam,� cerita Camat Kota, Moh. Junaedi, saat ditemui Mata Sumenep, di rumahnya. Begitupun jadwal kedatangan yang semula, tertulis hari Selasa tanggal 30 Juni mendarat di Bandara Soeta, mundur, pada hari Rabu, 1 Juli, Pukul 17.45 WIB, rombongan baru tiba di Indonesia. Dan Bupati baru tiba di Rumdis disambut Sekda Hadi Soetarto dan pimpinan SKPD serta para camat pada hari Jumat, 3 Juli jam 16.30 WIB. Bupati A. Busyro Karim bercerita, pada hari Selasa, 23 Juni, peserta inovasi pelayanan publik tingkat dunia yang diprakarsai Dewan Ekonomi dan Sosial PBB itu, baru melakukan opening forum diskusi yang bertempat di Centro de Convenciones Plaza Mayor, Medellin, Colombia. Dan tanggal 23 Juni sebagai Hari Pelayanan Publik PBB. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan pameran inovasi pelayanan publik tingkat dunia. Pada hari kedua, para finalis mengikuti workshop sesuai kategori pelayanan dari masing-masing negara peserta, pada tanggal 24-25 Juni. Dan pada tanggal 26 Juni diadakan

acara penutupan dan pemberian penghargaan kepada negara pemenang dalam sejumlah kategori. Bupati menjelaskan, ada sekitar 800 peserta dari seluruh dunia yang menghadiri forum bergengsi ini. Peserta terdiri, para menteri, pejabat pemerintah (bupati/wali kota), aktivis LSM, akademisi, pelaku wirausaha serta organisasi regional. Kata Bupati, selama 4 hari peserta dari 18 negara seluruh dunia itu, mengikuti acara finalis inovasi pelayanan publik yang diselenggarakan PBB. Pada tanggal 26 Juni, acara bergengsi itu ditutup dengan mengumumkan negara pemenang yang meraih pelayanan publik terbaik yang dinilai berhasil melakukan inovasi pelayanan publik dalam memajukan agenda pembangunan baru. Panitia mengumumkan pemenang penghargaan terbagi dalam dua juara. Juara Pertama diraih: Negara Azerbaijan, Ekuador, Estonia, India, Kenya, Korea, Meksiko, Singapore, Spanyol, Thailand, Turki,Uni Emirat Arab. Pemenang Kedua,Brazil, Ethiopia, Latvia, Perancis, Indonesia, Filipina, Thailand. Bupati kepada Mata Sumenep mengaku sangat bersyukur kepada Allah Swt bisa menjadi duta Indonesia di acara bergengsi dunia. Menurut

Bupati, Kabupaten Sumenep menjadi salah satu 5 kabupaten/kotamadya se Indonesia yang tercatat peserta finalis inovator 18 negara seluruh dunia. Dan acara empat hari di Medellin, Colombia itu, kata Bupati, memberi kesempatan kepada negara peserta sidang (Sumenep, Red.) untuk saling bertukar pengalaman, saling promosi negara dan potensi daerah serta menjalin kerjasama internasional dalam mengantisipasi dan merespon inovasi pelayanan publik menyambut tantangan pembangunan kedepan. Sebagaimana diketahui, Bupati Sumenep bersama Bupati Aceh Singkil, Bupati Pinrang, Bupati Sragen dan Wali Kota Cilegon diundang PBB untuk menerima penghargaan inovasi pelayanan publik yang diterapkan pada program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Kebijakan PATEN di Sumenep, sengaja dibuat oleh Bupati Sumenep untuk memberi keleluasaan kepada pemerintah tingkat kecamatan dalam memberikan pelayanan terpadu kepada masyarakat. Lewat Perbup Nomor 22 tahun 2012 itu, Camat memiliki kebijakan penuh dalam delapan hal kebijakan tanpa harus menunggu persetujuan Bupati.

hamrasidi


MATA UTAMA

Apa dan Bagaimana Penghargaan UNPSA PBB?

P

ada tahun 2003, dalam resolusi No 57/277, Majelis Umum PBB menetapkan 23 Juni sebagai Hari Pelayanan Publik PBB. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB menetapkan program penghargaan Layanan Umum PBB (UNPSA) sebagai penghargaan Internasional paling bergengsi dalam pelayanan

publik. UNPSA memberi penghargaan kepada lembaga pelayanan publik yang kreatif dan berkontribusi terhadap administrasi publik secara efektif dan responsif di negaranegara di seluruh dunia. Melalui kompetisi tahunan ini, UNPSA dapat mempromosikan sejauhmana peran

serta, profesionalisme dan visibilitas (transparansi) dalam pelayanan publik yang diterapkan. Hal inilah yang mendorong pelayanan publik yang baik dan mengakui bahwa demokrasi dan pemerintahan yang sukses, dibangun atas dasar pelayanan masyarakat sipil yang kompeten. Sejak tahun 2003, UNDESA telah mengumpulkan, membagi, dan menyebarluaskan praktik inovasi dalam pemerintahan publik melalui UNPSA dan basis pengetahuan lainnya. UNPSA bertujuan menemukan inovasi dalam pemerintahan agar memberi penghargaan bagi sektor publik yang baik, serta memberi motivasi para pegawai negeri untuk lebih mempromosikan inovasinya. Termasuk meningkatkan profesionalisme pelayanan publik, seperti, meningkatkan citra pelayanan publik; meningkatkan kepercayaan dalam pemerintahan; dan mengumpulkan serta menyebarkan langkah-langkah yang telah berhasil agar dapat dijadikan teladan ke depan. Dalam Deklarasi Milenium PBB itu, menegaskan peran penting pemerintahan yang demokratis dan partisipatif dalam menjamin hakhak masyarakat; apakah laki-laki dan perempuan, agar hidup dan bisa

membesarkan anak-anak mereka dalam kehidupan yang bermartabat, bebas dari kelaparan, kekerasan, penindasan, atau ketidakadilan. UNPSA juga mencatat bahwa pemerintahan yang baik dalam setiap negara merupakan prasyarat untuk membuat kemajuan nyata bagi semua orang dan untuk membebaskan seluruh umat manusia dari kekurangan. UNPSA mengurai pengalaman tanpa tata pemerintahan yang baik, secara nasional maupun internasional, serta pelayanan publik yang efisien, kompeten, profesional, responsif dan berdedikasi, maka pembangunan berkelanjutan dan kehidupan akan terancam. Mantan Sekretaris Jenderal PBB, dalam sambutannya di World Youth Forum pada tahun 1998, menekankan pentingnya pelayanan publik dengan mendorong para pemuda dunia untuk masuk ke dalam bidang ini. Dia mengatakan, “Dalam dunia yang berubah dan tantangan yang baru, kita perlu, lebih dari sebelumnya, orang yang berdedikasi dan berbakat untuk masuk layanan publik. Lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan orangorang seperti anda duduk di sini hari ini, untuk membuat pelayanan untuk umat manusia,�.

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 7


Bagaimana PATEN Sumenep Masuk Nominasi PBB? Berawal dari penilaian evaluasi Kinerja Publik Kecamatan (PATEN) tingkat Kabupaten, pada tahun 2013, Kecamatan Kota sebagai juara I. Pada tahun 2013, Kecamatan Kota ikut kompetisi inovasi pelayanan publik tingkat Madura yang digelar Radar Madura Award. Peserta terdiri dari 5 kecamatan terbaik tiap kabupaten se Madura. Hasil akhir, PATEN Kecamatan Kota meraih juara I. Pada tahun 2014, Kecamatan Kota diundang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk ikut kompetisi inovasi pelayanan publik se Indonesia. Kabupaten Sumenep mengirim 5 Kecamatan, plus Pusat Inovasi Pelayanan Pertanian (PIPP) Disperta. Jumlah peserta berjumlah 515 se Indonesia. Peserta yang ikut, berasal dari Kementerian, Lembaga Negara, Kabupaten, Provinsi, BUMDBUMN. Dan Kecamatan Kota berhasil masuk seleksi 99 Top Inovasi Pelayanan Publik Tingkat Nasional. Beberapa bulan berikutnya, Kecamatan Kota diundang Kemenpan-RB untuk presentasi penerapan inovasi PATEN dalam seleksi lanjutan. Dan Kecamatan

8 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

Kota berhasil masuk seleksi 33 Top Inovasi Pelayanan Publik tingkat nasional. Dari 33 top inovasi pelayanan publik itu, Kemenpan RB mengirim ke UNPSA (Penghargaan PBB) tahun 2015 plus tiga finalis UNPSA 2014. Semua peserta berjumlah 36 inovator. Pada putaran ke 2, dari 33 peserta inovasi, hanya tersisa 14 inovasi Pelayanan Publik se Indonesia. Provinsi Jatim, yang sebelumnya ada 8 kabupaten yang masuk kontestan penerapan inovasi pelayanan publik, di ajang UNPSA tahun 2015, hanya tersisa 3 inovasi. Yakni, Kabupaten Sumenep dengan Inovasi Pelayanan Publik (PATEN). Sidoarjo, dengan Inovasi Pelayanan Perijinan Terpadu. Pemprov Jatim di Dispenda dengan Inovasi Jembatan Timbang Bebas Korupsi. Dari 14 Inovasi Pelayanan Publik se Indonesia, akhirnya terpilih 5 finalis Indonesia yang berhak mengikuti penganugerahaan UNPSA PBB di Medellin, Kolombia, 22-26 Juni. 5 finalis inovasi pelayanan publik itu, diundang sebagai Duta Indonesia untuk menghadiri acara penganugerahaan workshop pelayanan publik tingkat dunia. Dan mengikuti pameran pelayanan publik tingkat dunia. Dan Sumenep menjadi salah satu dari 800 peserta inovasi pelayanan publik tingkat dunia.

Apa Keunggulan PATEN? Menurut Bupati A. Busyro Karim, ada beberapa keunggulan PATEN. Pertama, Aspek Substantif didukung oleh oleh UU No 32/2004 dan PP No 19/2008, Permendagri No 4 tahun 2010, dan Perbup No 22 Tahun 2012, tentang pelimpahan sebagian wewenang Bupati kepada Camat. Kedua, penerapan PATEN secara administratife, didukung manajemen pelayanan publik yang baik. Seperti, Standar Operating Procedur (SOP), Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Pelayanan Pengaduan. Ketiga, didukung sarana dan prasarana yang ada seperti teknologi informasi pelayanan publik. Indikator pelayanan yang baik itu, seperti, SDM yang

kompeten dan kehandalan pelayanan PATEN yang ditandai dengan tingkat survey kepuasan masyarakat. Serta adanya perubahan dalam mindset aparatur dan budaya kerja aparatur dalam memberikan pelayanan publik. Keempat, peluang replika. Artinya, inovasi PATEN bisa ditiru kabupaten lain di Indonesia maupun di dunia. Sejauhmana prospek inovasi dan kualitas pelayanan dalam program PATEN. “Sekarang banyak kabupaten lain yang melakukan study banding PATEN ke Sumenep. Ini salah satu contoh bahwa program PATEN bisa ditiru kabupaten lain,� terang bupati kepada Mata Sumenep, di ruang kerjanya, usai tiba dari Kolombia, Sabtu malam. hamrasidi


Duet A. Busyro Karim-Achmad Fauzi Menunggu Deklarasi

W

acana Duet A. Busyro – Fauzi yang mengiang sejak Maret lalu dalam ajang Pilkada Sumenep 2015 pada 9 Desember mendatang, sudah terjawab. Hal ini diawali dengan penetapan DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) melalui surat rekomendasi yang diterima DPC PDI P Sumenep, Senin, pekan ketiga Juni lalu. Termasuk, rekomendasi DPP PKB yang sudah diterima pengurus DPC PKB Sumenep, Jumat 3 Juli kemarin. “Rekomendasi dari DPP PKB sudah ada tinggal diserahkan oleh Ketua DPW PKB Jatim, A. Halim Iskandar kepada Kiai Haji Basyir Abdullah Sajjad. Tunggu waktunya ya.. mas,” terang A. Rusydi, Sekretaris Desk Pilkada PKB Sumenep, saat dihubungi Mata Sumenep via telpon. Begitupun rekomendasi dari DPP PDI-P diterima Senin (22/06) yang menyebut Cabup PDI-P, A. Busyro Karim dan Achmad Fauzi sebagai Cawabup. “Kami sudah lega, karena rekomendasi tentang nama CabupCawabup yang ditunggu-tunggu itu sudah turun,” kata Ketua DPC PDI

Perjuangan Sumenep, Dekky Purwanto, Selasa (23/06). Menurut Dekky, pasca penetapan A. Busyro Karim dan Achmad Fauzi sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep pada Pilkada mendatang, pihaknya hanya tinggal mendeklarasikan isi rekomendasi tersebut. Selain itu, pihaknya sudah menindaklanjuti hasil rekomendasi DPP dengan gelar Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabus) untuk sosialisasi hasil keputusan DPP dalam rekomendasi sekaligus sosialisasi Cabup-Cawabup yang diusung PDI P. Sebagaimana diketahui, Sabtu (27/06) lalu, DPD PDI P Jawa Timur menyerahkan rekomendasi kepada DPC PDI P Sumenep. Dalam penyerahan tersebut, rekomendasi diberikan langsung kepada bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati yang sudah resmi diusung pada Pilkada nanti. “Ada tujuh kabupaten/kota yang rekomendasi Bacabup-Bacawabup sudah turun, termasuk Sumenep,” kata SW Nogroho, Wakil Sekretaris DPD PDI P Propinsi Jawa Timur, usai menyerahkan rekomendasi.

Nogroho yang hadir bersama Wakil Ketua Bidang Maritim PDI P Jawa Timur waktu itu mengatakan, rekomendasi PDI P turun kepada A. Busyro Karim sebagai Bacabup dan Achmad Fauzi sebagai bacawabup Sumenep. Dengan diserahkannya rekomendasi tersebut, Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur MH Said Abdullah berharap agar semua kader PDI Perjuangan bersatu untuk memenangkan pasangan yang diusung dalam pilkada nanti. “Ini koalisi tahun 2010 terulang kembali dan rekomendasi PDIP turun lebih dulu dibanding PKB, sama seperti lima tahun lalu,” ujar Said, di depan pengurus dan kader PDIP, serta pengurus DPC PKB Sumenep yang juga hadir dalam acara tersebut. Namun berbeda dengan Achmad Fauzi, selaku Bacawabup, penyerahan rekomendasi kepada A. Busyro Karim yang direkomendasi sebagai Bacabup PDIP tidak diterima langsung. Sebab yang bersangkutan sedang menghadiri undangan UNPSA di Kolombia, Amerika Selatan. Penyerahan pun diwakili Sitrul Arsy, Sekretaris Dewan

Syuro DPC PKB Sumenep. Menyoal nama yang muncul dalam rekomendasi partai warisan bapak bangsa itu tetap sesuai yang diusulkan, yakni A. Busyro Karim sebagai Bacabup dan Achmad Fauzi sebagai Bacawabup. “Karena yang diusulkan memang satu paket nama itu,” terang Sekretaris DPC PKB Sumenep, AM.Bahrul Ulum, saat dihubungi Mata Sumenep. Turunnya rekomendasi dari kedua partai mengusung tersebut tentu tak hanya menandai resminya koalisi atau sekedar dikantonginya tiket pencalonan dalam pertarungan nanti. Namun, duet maut yang tinggal menunggu deklarasi di tengah masyarakat Sumenep ini juga menabuh gong peringatan akan tingginya kompetisi. Sebab keduanya merupakan partai yang sudah mengakar di hati masyarakat. Di sisi lain, turunnya rekomendasi kepada A. Busyro Karim di pihak PKB merupakan titik tumpu deklarasi sebagai jawaban pasti atas tingginya survey duet A. Busyro – Fauzi selama ini.

rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 9


MATA BUDAYA

MENGENAL PARAMASASTRA MADURA (6)

D

alam ejaan Provinsi, tanda baca hamzah (bhisat) juga tidak digunakan dalam kata-kata yang diawali huruf vokal /a/ataupun /è/, yang mendapat ter-ater yang huruf vokal akhirnya sama. Seperti contoh di bawah ini: 1. Ta + antor, maka haruslah ditulis taantor. Bukan ditulis ta’antor. 2. Ka + anggoej, maka haruslah ditulis kaanggoej. Bukan ditulis ka’anggoej. 3. Sa + arè, maka haruslah ditulis saarè. Bukan ditulis sa’arè. 4. Pa + alos, maka haruslah ditulis paalos. Bukan ditulis pa’alos. 5. È + èrèt, maka haruslah ditulis èèrèt. Bukan ditulis è’èrèt. Sementara kata-kata yang akhir pelafalannya itu ditutup dengan konsonan, jika mendapat panoteng /agi/, /na/, ataupun /èpon/, konsonan penutupnya tersebut harus ditulis rangkap. Seperti contohnya: tolèssagi, tabangngagi, pokollagi, sampanna, kapalla, po’lodda, talammepon, essakkepon, padjoengngepon, dan lain sebagainya. Namun ada juga pengecualian untuk beberapa kata. Yakni katakata yang akhir pelafalannya itu ditutup dengan konsonan dengan huruf /b/ dan /d/ yang mendapat panoteng /epon/, tetap harus ditulis rangkap namun huruf konsonannya tersebut berubah. Jika /b/ maka berubah /p/, dan jika /d/ maka akan berubah /t/. Seperti contoh di bawah ini: 1. Kètab + èpon, maka akan menjadi kètappèpon, bukan ditulis kètabbèpon. 2. Sabab + èpon, maka akan menjadi sabappèpon, bukan ditulis sababbèpon. 3. Masdjid + èpon, maka akan menjadi masdjittèpon, bukan ditulis masdjiddèpon. 4. Sodjoed + èpon, maka akan menjadi sodjoettèpon, bukan ditulis

10 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

sodjoeddèpon.

Cara Bedakan Suara Berat dengan Suara Ringan Di dalam ejaan provinsi Jawa Timur, salah satu poin utamanya ialah menghilangkan tanda huruf /h/ aspira pada konsonan halus bersuara berat, seperti bhibbhi’, dhoedhit, dhoedhoel, ghighir, djhitdjhit, dan lain sebagainya. Dengan demikian, penulisan antara kata yang bersuara berat dan yang bersuara ringan tidak memiliki perbedaan. Namun kendati demikian, tidak ada permasalahan yang signifikan. Ejaan provinsi tetap tidak menyulitkan pembaca karena perbedaannya dapat ditentukan salah satunya dari kalimat yang memuat kata-kata itu sendiri. Artinya, kalimat tersebut sudah bisa menentukan apakah suata kata itu harus dibaca dengan suara berat atau sebaliknya. Contoh : 1. Eboe agoering bara è dapor. 2. Sokona ale’ bara marga loka. 3. Sè tedoeng gi’ ta’ djaga. 4. Djaga ale’na dja’ sampe’ labu! Kata bara di kalimat nomor 1 dan kata djaga di kalimat nomor 3 itu merupakan kata-kata yang bersuara berat. Sementara kata bara di kalimat nomor 2 dan kata djaga di kalimat nomor 4 itu merupakan kata-kata yang bersuara ringan. Bahkan ada satu ejaan sama yang memiliki 3 macam cara bara dengan 5 macam arti. Namun kendati demikian, jika sudah menjadi suatu kalimat yang utuh, bacaannya tidaklah sulit. Karena sekali lagi perbedaannya dapat ditentukan dari kalimat yang memuat kata-kata itu sendiri. Seperti contoh beberapa kalimat di bawah ini: 1. a. badja apa ba’na se dateng? b. saponapa badjana panjenengan? 2. a. agoeng ella ta’ ka’agoengan badja

b. lading reya korang badjana 3. songaj reja bannja’ badjana Arti kata badja dalam kalimat nomor 1.a di atas ialah waktu, sedangkan di kalimat 1.b, badja tersebut bermakna cucu. Sementara dalam kalimat 2.a di atas, badja yang dimaksud ialah gigi, dan di kalimat 2.b, badja yang berarti baja (serupa besi). Dan kata badja yang terakhir dalam kalimat nomor 3, badja alias buaya (nama salah satu bangsa hewan jenis reptil). Disamping bisa dibedakan dengan melihat struktur kata dalam sebuah kalimat, ada satu lagi cara menentukan apakah suata kata itu harus dibaca dengan suara berat atau sebaliknya, yakni dengan aksara carakan. Penulisan ejaan bahasa Madura di masa kuna tidak menggunakan aksara latin, melainkan dengan aksara carakan. Sementara aksara carakan sendiri memang pada dasarnya tidak membedakan penulisan ejaan antara kata yang bersuara berat dengan yang bersuara ringan. Seperti aksara carakan /ba/, /da/, /da/, /ga/, / dja/, tetap bisa dibaca dua macam, yakni bisa dibaca dengan suara berat, maupun sebaliknya, yang sekali lagi tergantung pada kalimat yang mengandung kata tersebut. Sementara penghilangan tanda (~) di atas huruf vokal /a/ halus juga tidak menyulitkan pembaca, disebabkan vokal /a/ ini bersuara halus hanya jika ada dibelakang konsonan halus /b/, /d/, /g/, /dj/ dengan konsonan seperti /l/, /r/, /d/, /d/, /g/, /dj/ yang istilahnya konsonan mardhuwane, dengan konsonan mardhuwane /l/, /r/, /w/, /j/ yang bersuara halus seperti baba, dadja, dadar, gadas, badan, djadjan, gadding, bala, dara, boewa, dija, dan lain-lain.

Setelah selesai dilakukan beberapa perubahan di atas dalam ejaan Balai Pustaka (BP) oleh para PS dengan pihak inspeksi Jawa Timur tersebut, lantas disahkanlah ejaan perubahan itu menjadi ejaan Provinsi Jawa Timur. Ejaan ini disahkan di tahun 1940 oleh Inspekteur Hoofd V/D Dienst der Prov Onderwijs aangelegenheden van Oost Java atau di bahasa Indonesiakan menjadi Kepala Inspeksi Pengajaran Provinsi Jawa Timur, yang bernama E van Stappershoef, yang telah disebut sebelumnya. Sementara yang kebagian tugas menyusun pedoman dan surat untuk disebarkan ke sekolahsekolah di provinsi Jawa Timur ialah Oemar Sastrodiwiryo (PS Pamekasan) dengan M Wirjoasmoro (PS Bondowoso). Keduanya menggelar pertemuan di kabupaten Bondowoso yang juga dihadiri oleh Inspektur Stappershoef. Di tahun 1941, buku-buku bacaan dan pengajaran Bahasa Madura sudah menggunakan ejaan provinsi Jawa Timur. Buku-buku yang digunakan waktu itu di antaranya Tjareta Babad Basoke (1941) karya MS Djojohamisastro, dan buku Anglingdarma (1941) karya R Sosrodanoekoesoemo.

bersambung… RB Moh Farhan Muzammily


MATA BUDAYA

Mengembangkan Bahasa Tulis Madura Lukman Hakim AG*

S

ebagian kalangan mulai pesismistis terhadap keberadaan bahasa Madura. Perkembangan zaman menyita perhatian generasi muda. Tidak sedikit diantara mereka yang ’meninggalkan’ bahasa daerah. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia. Meski berkomunikasi sesama orang Madura. Bahkan, kecendrungan mereka lebih tertarik belajar bahasa asing daripada mengamalkan bahasanya sendiri. Perasaan malu dan kurang percaya diri menjadi alasan. Menggunakan bahasa Madura dianggap kampungan, ndeso, dan lain sebagainya. Akibatnya, mereka mulai kehilangan identitas sebagai putra daerah dan tercerabut dari akarnya. Ini yang menjadi keraguan terhadap basa Madura masa kini. Meski demikian, kegelisahan ini terkesan hanya menjadi pelengkap penderita yang tak terselesaikan. Selama ini, belum ada langkah konkret untuk mengimbangi laju zaman itu. Memang, upaya sejumlah pihak sudah dilakukan. Namun, semua itu terkesan ’asal jadi’ dan kurang maksimal. Fokus program terhadap pengembangan bahasa Madura masih patut dipertanyakan. Sementara itu, di bagian yang lain tetap optimistis juga dengan berbagai alasan. Sejumlah basis pelestarian bahasa ibu itu tetap eksis. Masyarakat yang tinggal di pelosok desa tetap menggunakan bahasa Madura. Berbagai ungkapan sastra lisan juga masih sering terdengar. Sejumlah kelompok kesenian

tradisi juga mengambil peran penting dalam hal yang sama. Begitu juga dengan dunia pesantren. Kita patut bangga dengan semua itu. Yang butuh perhatian semua pihak adalah bahasa tulis. Kita akui, jumlah literatur bahasa lokal ini sangat terbatas. Bisa dicek di perpustakaan daerah, misalnya, dan bandingkan dengan buku bacaan yang menggunakan bahasa lain. Sangat miris! Kita bisa menghitung sejumlah buku yang terbit dalam edisi bahasa Madura sejak 1990. Dalam sebuah tulisan, Tjiptowardono mencatat ada Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Madura menjadi Alketab dengan tambahan keterangan e Dhalem Basa Madura. Proses penerjemahan ini dikerjakan selama sepuluh tahun (1982-1992) oleh anggota greja Ny. Cicilia Jeanne d’Arc Hasaniah Waluyo. Buku itu terdiri atas Parjanjiyan Kona (setebal 1.306) dan Parjanjiyan Anyar (512 halaman). Buku itu diluncurkan pada 28 Agustus 1994. Tiga tahun kemudian terbit antolongi puisi Madura Nyelbi’ e Nomor Kara (Ghot, 1997). Buku ini sangat sederhana dan ditulis oleh sejumlah penyair Sumenep. Antara lain Arach. Djamali, Hidayat Raharja, En. Hidayat, Ibnu Hajar, Abd. Gani, dan Banu Sabeta. Buku ini, oleh En. Hidayat dalam sebuah tulisannya diklaim sebagai antologi puisi Madura yang terbit kali pertama. Selanjutnya, pada tahun 2008 terbit buku yang sangat berharga dalam khasanah bahasa Madura. Yakni, Paramasastra Madura

karya RP Abd. Sukur Notoasmoro yang diterbitkan oleh STKIP PGRI Sumenep. Di tahun yang sama terbit buku sastra Madura. Yakni, antologi puisi Sagara Aeng Mata Ojan yang diterbitkan Balai Bahasa Surabaya (sekarang Balai Bahasa Jawa Timur). Buku ini merupakan kumpulan puisi karya Lukman Hakim AG. Dua tahun kemudian terbit kembali antologi bersama puisi puisi Madura Lanceng Paraban Ganja. Kali ini diterbitkan oleh Komunitas PELAR di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni (STITA) Sumenep, 2010. Penerbitan buku ini tidak lepas dari peran Lukman Hakim AG selaku pembina di komunitas itu. Buku ini berisi puisi karya belasan anak muda untuk membuktikan kecintaannya kepada bahasa lokal mereka. Sebenarnya, mereka juga menulis careta pandha’ (carpan/cepren), lakon, dan berbagai tulisan lain dalam bahasa Madura. Pada 2012, almarhum Yayan Ks, penyair Pamekasan menerbitkan dua kumpulan puisi Madura sekaligus. Masing-masing berjudul Kējhung Aghung dan puisi Grănyeng. Namun, tidak hanya mereka yang menulis dalam bahasa Madura. Nama-nama penulis yang lain bisa dilacak di buletin Konkonan terbitan Tim Pembina Bahasa Madura (Nabara) Sumenep yang terbit di era 1990-an. Selain itu, bisa dibaca di buletin Pakem Maddu terbitan Yayasan Pakem Maddu Pamekasan dan Majalah Jokotole terbitan Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT).

Lain dari ini, sejumlah puisi Madura Arach. Djamali yang pernah terbit di Konkonan dikumpulkan dan dijid lalu diberi judul Rarengganna Tana Kerreng dan kumpulan cerpen Madura Bato Ko’ong. Selain itu, roman sejarah dua bahasa Adipati Arya Wiraraja berjudul Lalampannepon Dhari Singosari ka Songennep. Sayang, tiga karya besar itu tidak diterjemahkan hingga sang sastrawannya meninggal dunia Juni 2006. Salah satu carpan Arach. Djamali juga diterjemahkan dan diterbitkan dalam dua bahasa oleh Yayasan Obor Indonesia 1998. Cerpen itu berjudul Kajal dalam buku Wulan Sendhuwuring Geni. Dalam buku itu juga terdapat puisi Madura Ibnu Hajar Bulan Tasellem ka Sagara. Itu sebagian tulisan bahasa Madura. Penulis yakin masih banyak tulisan dan penulis lain. Terutama pada sebelum tahun 1990. Ke depan, kita boleh berharap penulisan bahasa Madura semakin berkembang. Hemat penulis, sungguh ironis, sebagai orang Madura jika tidak bisa menulis dengan menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Sementara, saat ini merupakan zaman melek baca dan tulis. Lebih-lebih, jika generasi di pulau ini tidak berbahasa Madura dalam bertutur sesama orang Madura. Lalu, basa nantowagi bangsa dimaknai seperti apa? Salam Madura.

*Penulis antologi puisi bahasa Madura “Sagara Aeng Mata Ojan” (BBS, 2008). Mengelola www.serratpote. blogspot.com.

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 11


Mata Opini

HIRUK - PIKUK PEMILUKADA Oleh : Abana Fairus*

L

embut suara Irwan sang finalis Dangdut Academy 2 Indosiar asal Sumenep yang sempat menghipnotis masyarakat Jawa Timur, Madura, khususnya masyarakat Sumenep dalam tiga bulan terkahir, sebentar lagi akan tertimpa panasnya ajang Pemilukada. Pada tahun 2015 ini Indonesia akan menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak. Bumi Sumekar Sumenep salah satu diantaranya. Saat yang ditunggutunggu oleh para pelaku demokrasi, lebih-lebih sang kandidat akan disambut dengan bangga. Melalui proses panjang di Gedung Parlemen, telah ditetapkan Pemilukada di Indonesia dilaksanakan serentak dan mengharamkan seseorang yang pernah menjabat dua kali, baik sebagai Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah untuk mencalonkan kembali. Selanjutnya, dalam prakteknya Pemilukada dilaksanakan satu putaran. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang Pemilukada. Hal ini diyakini sebagai upaya untuk menekan biaya Pemilu yang tidak sedikit menguras uang Negara. Itulah tiga point pokok diantara beberapa kesepakatan yang menjadi aturan atau regulasi dalam Pemilukada kali ini, hasil sidang Wakil Rakyat di Parlemen. Gong Pemilukada memanglah belum ditabuh. Tapi para elit politik selaku aktor demokrasi sudah mengambil ancang-ancang. Bahkan ada calon kandidat yang sudah membentuk tim sukses malah ada yang sudah tancap gas. Blusukan ke kampung-kampung mencari pendukung dengan pendekatanpendekatan. “Tak Gendong Kemanamana” dalam rayuannya, bak syair almarhum Mbah Surip, asal mau mendukungnya. Membaca peta politik di bumi Sumekar Sumenep yang berwarnawarni. Bisa dikata Pelangi Politik tengah memayungi kabupaten dengan

12 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

seribu pulau ini. Ada Biru, ada Hijau, ada Merah dan ada Kuning. Bersyukur kita karena tidak ada warna politik yang Abu-abu, sebab khawatir kalau ada politik yang abu-abu janganjangan elit politiknya bertindak seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Menghalalkan segala cara, sikut kanan sikut kiri, maju kena mundur kena. Tak peduli siapa dilawan dengan semangat 45. Menyoal politik abu-abu, mungkin saja ada meski tidak nampak dimata, Naudzubillah. Bertobatlah sebelum “lenduh” melipat dan membenamkan bumi Sumekar tercinta. Sementara itu, sang figur (memfigurkan diri) dan yang difigurkan, kandidat (mengkandidatkan diri) dan yang dikandidatkan sebagai bakal calon datang dari beragam latar belakang serta memiliki track record yang berbeda. Dari yang Birokrat, Pengusaha, sampai seorang Kyai atau Nyai, menjadi sebuah isu publik yang tak dapat disangkal bekalangan ini. Bisa jadi dan tidak menutup kemungkinan dari kalangan artis atau pelaku seni seperti di daerah lain akan tampil sebagai calon kandidat. Sunadiye si Sinden Tayub misalnya, atau Yus Yunus pulang kampung untuk meramaikan sebagai calon kandidat. Bertarung dalam Pemilihan kursi “empuk” sekaligus “panas” Bupati dan Wakil Bupati Sumenep dengan predikat M 1 dan M 2. Bagi yang difigurkan atau yang dikandidatkan, nampak begitu kalem. Dia menunggu restu dan dukungan yang nyata dari masyarakat akar rumput terutama restu dari para ulama atau kyai dan tokoh berpengaruh lainnya. Dia nampak tidak terburuterburu, karena saking sami’na wa atho’na dan siap menjalankan amanah saja. Dia akan melangkah melalui jalan yang sebenarnya. Manakala figur atau kandidat yang begini ditakdir Allah terpilih, maka garansinya Shidiq, Amanah, Tabligh

dan Fathonah. Disisi lain, sang figur (memfigurkan diri) atau kandidat (mengkandidatkan diri) akan tampak ambisius, percaya dirinya tinggi bahkan kesannya tergesa-gesa. Dia berani selingkuh dengan Parpol yang bukan muhrimnya (demikian sebagian orang mengistilahkan) demi tercapai yang dia inginkan. Ini sebuah kebulatan “nekat” bukan “tekad”. Tentu demi kekuasaan dan ambisi, selagi ada kesempatan dan belum kiamat, maju, maju dan maju. Berjudi menang atau kalah dengan taruhan harga diri. Berbagai cara dia akan lakukan, jurus yang paling jitu demi kemenangan adalah memfitnah setiap lawan. Sekian kali gelaran pesta demokrasi yang sarat dengan politik sejak bergulirnya roda reformasi, sekian kali pula rakyat dicoba lagi disuguhi pendidikan politik yang kurang santun. Hak asasi sudah tidak lagi dijunjung tinggi. Intimidasi dan praktek-praktek black campaign lainnya praktis mewarnai bahkan sampai pembunuhan karakter. Dulu, masyarakat awam kian terlempar jauh dari hakekat demokrasi dan politik yang sebenarnya. Bukan hanya kebodohan dan kemiskinan, tapi kekemarukan dijadikan lumbung perolehan suara. Mereka dijebak dalam kubangan partai atau calon yang dalam kampanyenya “berjuang” plesetan dari “beri baju dan uang”. Bahkan, hanya dengan harga sebungkus rokok si awam menjual suaranya. Dengan janji akan dikeramik langgarnya mereka berharap sang kyai morok akan memobilitasi orang tua santrinya untuk memilih sang calon pemberi janji. Tapi sekarang, masyarakat sudah pintar, mereka sudah bisa bertahan dan melawan dari rayuan sebungkus rokok, beras, mie instan dan iming-iming lain yang bermerk “gombal”. Masyarakat sudah bisa memilih dari bukti dan hasil kerja Pemerintah sebelumnya, yang sudah

nyata dirasakan mereka bukan yang dijanjikan. Janji belumlah nyata, tapi yang nyata adalah bukti. Yang perlu diwaspadai salah satu warna yang juga muncul dalam hiruk-pikuk Pemilukada adalah tampilnya “Selebritis Politik” yang pulang kampung walau dia lebih pantas dijuluki “Makelar Politik” yang diperankan oleh politikus comberan yang merasa punya massa. Dalam adegannya dia tampil sebagai seorang kandidat. Pada setiap ruang waktu dan kesempatan dia membangun opini seolah dia didukung sekian tokoh. Tapi karena memang tidak ada yang mengkandidatkan dan dia tidak punya banyak modal untuk ongkos politik, selanjutnya dia seolah legowo mundur. Kemudian dia berharap kandidat lain datang mendekatinya dengan sebuah kompensasi. Pada ujungnya dia rela memobilisasi segelintir massanya kepada kandidat lain. Ini kepentingan pribadi, karena yang ia bidik sejatinya memang sebuah kompensasi saja. Benar-benar dia seorang Makelar Politik. Astaghfirullah. Mahasiswa dan kaum santri berulangkali berteriak pemilihan ini harus demokratis Luber dan Jurdil. Berbekal ego, darah muda dan idealisme dari sebuah ilmu, mereka berupaya membongkar karang politik dan demokrasi yang carut–marut. Mereka melihat jelas jauh perbedaan antara teori dan praktek politik serta demokrasi di tanah tumpah darahnya cukup menjadi alasan demonstrasi para mahasiswa. Sungguh cerita ini sangat kontrakditif dengan kisah Arya Wiraraja sang penguasa pertama bumi Sumekar. Beliau dipilih dan diangkat karena sebuah pengabdian, karena sebuah jasa, karena sebuah hasil kerja dan kharisma. Bukan karena apa dan siapa.

*Penulis tinggal di Perumahan Griya Mapan.


Mata Opini

Berkah di Bulan Ramadlan; Antara Kenaikan dan Bertahan Bunda Ana*

M

engawali bulan ramadlan tahun ini, wacana dan suasana lazimnya menyambut dimanamana. Baner dan baliho-baliho ucapan bertaburan, dari Marhaban ya Ramadlan, Ramadlan; Raih Rahmat dan Ampunan hingga kata bernada ajak Mari Kita Tingkatkan Ibadah di Bulan Penuh Berkah. Memang bagi ummat Islam, tidak dapat dipungkiri, kedatangan ramadlan disambut luar biasa dan menjadi ajang meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Bahkan, di lain ibadah pun segalanya serba mengalami peningkatan (baca: kenaikan) di bulan ini. Tak tanggung-tanggung kenaikan yang terjadi pun merembet ke berbagai sektor diluar spiritual, utamanya sektor ekonomi. Mengapa demikian? Itulah pertanyaan wajar yang kerap dilontarkan. Padahal ada tanda tanya lain seperti; mengapa berkah di bulan ramadlan selalu cenderung menyoal kenaikan_ yang juga patut dibicarakan, setidaknya menjadi perbincangan dalam ngabuburit menjelang bedug buka puasa. Umumnya, setiap peningkatan dan atau kenaikan memang memiliki nilai positif di bulan ini, sehingga melibas spesifikasi nilai dan makna tertentu di dalam suatu konteks. Kenaikan seolah melulu mengalirkan energi positif yang dipengaruhi konteks ramadlan tanpa memedulikan konteks lain yang sedianya kurang mendukung terhadap semakin berkah dan nikmatnya menjalani ibadah puasa. Meski sebagian besar masyarakat terlihat tak peduli, tanpa sadar beberapa kalimat yang meletup dari bibir mereka saat berbelanja beras atau daging di pasar cenderung terdengar berat sama halnya dengan pers dalam beberapa judul pemberitaan

universalitas keberkahan mereka; Pekan Pertama Puasa, ramadlan patut direnungkan. Harga Daging Meroket, misalnya. Tujuannya tak lain agar perhatian Jika diperhatikan kata terhadap persoalan kenaikan “Meroket� dalam permisalan harga kebutuhan tak hanya coba judul berita di atas sudah dikaitkan dengan kedatangan merepresentasikan wacana ramadlan secara momentum kenaikan, kendati di sektor semata. Bahwa keduanya memiliki ekonomi. Namun inilah mengapa korelasi lebih dalam lagi dalam di muka tulisan ini, terjadi upaya mencapai anugerah Allah penyangsian atas identifikasi berkah dalam konteks peningkatan SWT, adalah sesuatu yang sangat niscaya jika atau kenaikan “ Umumnya, setiap sudah mulai semata. peningkatan dan menyadarinya. Bahwa dalam atau kenaikan Barangkali sebagian hal, memang memiliki memang tidak meski di bulan puasa begini, nilai positif di bulan terlalu penting bertahan pun ini, sehingga melibas menyoal satu sisi kecil yang sangat mungkin spesifikasi nilai dan gelap dalam merupakan makna tertentu di bagian dalam suatu konteks. memaknai keberkahan di dari wujud Kenaikan seolah bulan ramadlan. keberkahan melulu mengalirkan Apalagi jika ramadlan. energi positif kesadaran yang Tak mudah yang dipengaruhi timbul nantinya dibelokkan konteks ramadlan pun tak dapat kecenderungan tanpa memedulikan menurunkan ini saat semua konteks lain yang atau mafhum menstabilkan sedianya kurang keberkahan ramadlan mendukung terhadap harga-harga yang kerap semakin berkah dan dimaksud dalam diperbincangnikmatnya menjalani sektor ekonomi. Namun, dapat khotbahkan, ibadah puasa. “ menjadi penting termasuk pengetahuan ini ketika dibaca-tuliskan di media, kenaikan saat ramadlan dalam selalu berpusat di sekitar kata sekian hal perlu dipertanyakan, peningkatan dan kenaikan. seperti mengapa harga beras dan Kesulitan ini pun semakin daging musti naik. Sebab jika pun didukung oleh pengertian stok menjadi argumen paling atas, keberkahan yang lazim dibatasi pertanyaan selanjutnya adalah pada sekitar ruang religiusitas. mengapa setiap ramadlan stok Karena itu, jika imbas negatif dari musti menipis pula dan merembet makna kenaikan sebagai ruang pada harga. tafsir yang bebas hanya berada Jika sudah begini, teori jumlah di satu ruang diluar religiusitas produksi dan daya beli pun juga (baca: ekonomi), menjadi tidak tak dapat menjadi penutup tanya. berpengaruh terhadap upaya Hal yang perlu dikembangkan perluasan makna berkah. adalah apa sebenarnya sebab Sebagai upaya meraih paling intim dari persoalan berkah yang sempurna, tentu kenaikan. Ini puasa, (maaf) tapi saja keterbukaan pikir akan

apa tak ada pertanyaan atau kemungkinan lebih liar kalaukalau kapitalisasi-lah barangkali di balik ini semua. Kenaikan diamdiam yang ditumpangkan dalam momentum keberkahan. Pasar tengah dimainkan. Biarlah itu menjadi pertanyaan besar untuk dibawa pulang dan direnungkan dalam diam. Selanjutnya penting pula kiranya bertahan yang diduga ikut ambil bagian dalam keberkahan ramadlan pada paragraf keempat di atas lebih diperjelas. Secara sederhana saat sebagian kenaikan merujuk pada hal yang dianggap bukan bagian keberkahan lantaran tak menguntungkan, bertahan dan konsisten menjadi ladang berkah dengan sendirinya. Hal ini dapat dilihat pada betapa penuh syukurnya masyarakat jika mendapati harga-harga kebutuhan pokok dan barang tetap stabil dalam arti tak ada perubahan kenaikan saat bulan ramadlan datnag. Sudah tentu berkah yang sebenarnya sangat melimpah semakin dirasa tak ada duanya mengiring bulan puasa. Dan secara materi, pengharapan akan datangnya ramadlan bisa jadi akan lebih tinggi. Melihat realitas tersebut, kesangsian akan berkah di bulan ramadlan yang merentang antara kenaikan dan bertahan semoga semakin meyakinkan. Sebab terkadang pola pemahaman lurus dalam mengarus opini publik musti dibenarkan dalam upayaupaya penyangsian yang wajar serta analisa sederhana dari interaksi realitas dengan pikiran yang lebih cerdas.

*Penulis lepas. Seorang ibu dan Owner Rumah Baca Rifqiel Ilmy, Bintaro, Longos, Gapura, Sumenep.

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 13


Mengenal Profile Penulis dari Annuqayah

Kiai Musik, Sastra dan Teater Kiai Muhammad Affan

M

encerap setiap realitas yang terbaca, lalu menerjemahkan dalam risalah naskah, ditafsir dalam gerak, dihidupi oleh rasa, serta diolah oleh jiwa, itulah teater kata Kiai Muhammad Affan, penulis Annuqayah yang telah lama menggeluti beragam kesenian, termasuk teater. Bagi Kiai Affan, panggilannya, memainkan teater berarti mementaskan bagian kehidupan ini ke dalam panggung realitas yang disertai ruh. Upaya ini dapat dianggap berhasil jika realitas dalam peran seorang aktor menjadi suatu kesatuan yang utuh, seakan realitas semayam dalam tubuh. “Disinilah teater menemukan aktualisasinya. Seperti bangun tidur di pagi hari. Dalam fisafat Cina purba ritus tubuh semacam itu disebut tzu-jan, yang berarti “terjadi dengan sendirinya”. Kadang kita menyebutnya ‘spontan’,” tulis Kiai Affan, dalam esainya berjudul “Teater Kehidupan”. Sebagai aktivis teater yang juga penulis, putra ketiga dari pasangan Kiai Haji Abdul Adzim Khalid dan Nyai Hajjah Wardah Mahfoudz ini, sudah tidak diragukan lagi wawasannya dalam dunia seni peran. Aktif dalam dunia teater sejak menjadi mahasiswa di Kota Malang, mengantarkan dirinya menjadi Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) PCNU Sumenep, hingga tahun ini. Dalam kepemimpinannya, Masyarakat Seni Pesantren (MSP) merupakan program kerja LESBUMI PCNU Sumenep yang kegiatannya terus berkelanjutan hingga sekarang. “Kegiatan bulanan Masyarakat Seni Pesantren (MSP), yaitu Kompolan

14 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

Ahad Kalèbun yang digelar setiap bulan, tepat hari Ahad Kalèbun,” kata Kiai Affan kepada Mata Sumenep. Kompolan ini, lanjutnya, diikuti oleh puluhan sanggar dan teater berbasis pesantren di Kabupaten Sumenep. Adapun kegiatannya meliputi baca puisi, musikalisasi puisi, pentas teater, diskusi, bedah buku, dan lain-lain. Belakangan, beberapa sanggar dan teater non pesantren di Sumenep juga bergabung. “Ada juga jaringan seniman dari Pamekasan dan Sampang yang dalam beberapa kali kegiatan tersebut ikutan nimbrung,” ujar lelaki kelahiran Sumenep, 22 Januari 1980. Tak hanya giat dalam dunia keteater-an, dalam seni sastra suami Roudhotul Jauharoh ini pun terlibat aktif penulisan naskah teater. Selain itu, karya puisinya seperti Ruang Operasi Pop Culture, Rusuk! Rusak!, dan Mitos Industrial, telah banyak nongkrong di beberapa media dan menjadi referensi baca-tulis para santri Annuqayah. Namun demikian, ayah Muhammad Abdullah Ali Al Husaini ini merasa kurang pantas bila disebut penulis, sebab dilain sastra dan teater, dirinya mengklaim lebih suka bermain musik. Lahir, besar dan menempuh pendidikan MI hingga MA Pondok Pesantren Annuqayah di lingkungan dhalem Sabajarin, Guluk-Guluk, Sumenep, tidak membuat Kiai Affan mati dalam kreativitas. Tak tanggungtanggung, genre underground menjadi aliran yang ia pilih dalam bermusik di Mother of Grunge, sebuah group band yang pernah ia dirikan di masa mudanya. Tentu saja segala sepak terjang dalam ketiga macam seni pilihannya itu (musik, sastra

dan teater, red) tidak membuatnya menerobos batas-batas kewajaran dalam lingkungan pesantren. Sehingga ketiganya dapat ia geluti dengan intens hingga hari ini. Di kalangan santri, selain terkenal gemar bermusik dan menulis naskah teater, ia juga dikenal aktif di berbagai organisasi. Beberapa organisasi yang pernah diikutinya malah memberinya posisi strategis sebagai pengurus dan kadang termasuk pendiri pula. Kepada Mata Sumenep, ia mengaku sebagai mantan pengurus Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA), mantan anggota Presidium Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, mantan koordinator GUSDUR Sumenep, Aliansi Masyarakat Madura Pemerhati Nuklir (AM2PN) Daerah Sumenep, dan Teater Komedi Kontemporer Universitas Islam Negeri (UIN) Malang (1997-1999). “Selain itu saya juga termasuk Dewan Pendiri Masyarakat Santri Pesisiran, Dewan Pendiri Masyarakat Seni Pesantren, dan mitra fasilitator Solidaritas Buruh Migran Indonesia (SBMI) Region Sumenep,” tandas Guru Sosiologi di SMA 3 Sabajarin, Annuqayah ini. Sekarang, selain membina rumah tangga samawa dan terus berkarya, Kiai Muhammad Affan, tinggal bersama ketiga saudaranya, yakni penyair nasional M Faizi, Iffah Al Batul, dan Ahmad Irfan AW, di komplek Pondok Pesantren Annuqayah daerah Sawajarin, GulukGuluk Sumenep, Madura.

imam/rafiqi

Mitos Industrial Para pesolek buruk rupa Parasnya merengut dibalut rias kosmetika Senyumnya dibuat mengembang Jalannya diatur melenggang Hatinya was-was Khawatir tak menarik Saat dieksploitasi publik Para pesolek buruk rupa Dibidik industri dan iklan pembual Korban kapitalisme primitif Di angkasa raya Globalisasi mengangkara Para pesolek buruk rupa Gemuruh kota merenggut eksistensi Hentakan mode, gaya hidup Menampar jantungnya kian berdegup Para pesolek buruk rupa Konsumerisme menerjang pintupintu rumah Yang dibangunnya dengan susah payah Dari uang pas-pasan hasil kerja kasar Di dalam kamar, televisi mencekik otaknya (pon minimalis journal#02Desember 2012)


KISAH INSPIRATIF

RETORIKA KREATIVITAS (2) (Antara Cerpenis dan Jurnalis) Zainul Muttaqin*

B

aginya hidup tidak semudah membalik telapak tangan, begitu juga dengan menulis. Semuanya butuh proses, bahkan harus berdarah-darah. Beberapa bulan di Yogya ia sempat tidak makan seharian, bahkan ia pernah makan nasi sisa orang. Nasi yang sudah dibuang ke tong sampah ia ambil dan dimakannya. Namun di balik itu semua Tuhan memberikan kejutan, salah seorang temannya meminta menulis cerpen yang akan dimuat di Majalah AlMadina Surabaya. Dari apa yang terjadi pada dirinya ia menghasilkan sebuah cerpen berjudul Rumah Luka. Ia selalu menulis dari apa yang ia rasakan, dan yang ia lihat. Karena hanya dengan ini ia yakin bahwa cerpennya akan memilki jiwa.

Tuai Kerja Kreatif Dalam kurun waktu satu tahun ia tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Baru pada tahun 2011 ia memutuskan untuk melanjutkan di STAIN Pamekasan dan mengambil jurusan Tadris Bahasa Inggris (TBI). Panggilan jiwanya kepada dunia sastra sangat kuat sehingga pada semester pertama dimanapun ia berada, di kelas maupun di taman kampus tak pernah lepas dari buku catatan. Kemudian ia menuliskannya menjadi sebuah cerpen. Setiap hari Zainul Muttaqin ini selalu menulis baik cerpen atau puisi. Karena ia yakin semakin rajin menulis, maka kualitas tulisannya akan semakin baik pula. Masuk pertengarahn semester, artikelnya dimuat di Radar Madura. Tidak hanya itu, tahun 2011 ia mengikuti Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) yang diadakan Rohto Mentholatum Golden Award. Cerpennya tersebut terpilih sebagai cerpen Favorit, dan pada tahun 2013 cerpennya kembali terpilih sebagai

cerpen Favorit di LMCR Rohto Mentholatum Golden Award. Duduk di bangku kuliah tidak membuatnya mati berkarya, bahkan ia semakin intens mengirimkan cerpen-cerpennya ke berbagai media. Tak heran, cerpencerpennya tersebut sudah dimuat di beberapa koran lokal Madura, seperti Kabar Madura, Suara Madura, dan Koran Madura. Puncaknya pada tahun 2013 cerpennya yang berjudul Dendam dimuat di koran nasional, yaitu Jurnal Nasional. Sama sekali ia tidak menyangka jika cerpen yang ditulis sekali duduk tersebut berhasil menembus koran sebesar itu. Ia tahu alasannya cerpen tersebut ditulis berdasarkan apa yang ia lihat, dalam artian tidak murni imajinatif. Bahasa dalam cerpennya itu pun sederhana dan mudah dicerna. Sebab baginya cerpen yang baik adalah cerpen yang mudah dimengerti oleh pembacanya. Menulis baginya bukan semata iseng atau sekadar mengisi waktu luang. Ia menjadikan menulis sebagai bagian dari pekerjaannya. Setidaknya dalam satu hari harus menulis, meskipun hanya satu lembar. Karena tulisan akan semakin baik jika banyak berlatih. Apapun itu semakin banyak berlatih, maka semakin baik pula yang dilatihnya. Ia selalu menulis, tidak hanya pada saat-saat tertentu, seperti dituntut mengikuti lomba atau alasan lainya. Meski demikian, lebih baik menulis dengan alasan apapun daripada hanya berdiam diri. Dalam tahun 2013 hingga 2014 cerpennya terpilih sebagai nomine Lomba Menulis Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional yang diadakan oleh LPM Obsesi STAIN Purwokerto Jawa Tengah. Dua tahun berturut-turut telah membuatnya memiliki banyak teman penulis dari berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, pada dua tahun berturut-turut tersebut (2013-2014) cerpennya yang lain juga masuk pada Lomba Menulis Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional yang diadakan oleh LPM Edukasi Fak. Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang. Dan antara 2013 dan 2014

ia menghadiri Penganugerahan Cerpen di dua perguruan tinggi tersebut. Keberangkatannya kesana mendapat apresiasi sekaligus dibiayai pihak kampus.

Laku Jurnalis Di bidang pers ia sudah bergelut sejak di Madrasah Aliyah. Mulai menjadi seorang redaktur di sebuah bulletin, kemudian koordinator pers di IKSTIDA Ponpes Annuqayah Lubangsa. Hingga di STAIN Pamekasan ia pun langsung bergabung dengan LPM Activita STAIN Pamekasan. Lalu pada semester lima dipercaya sebagai pimpinan redaksi Majalah Activita STAIN Pamekasan, setelah sebelumnya menjadi reporter di Vita Pos. Selain mencintai dunia sastra ia juga mencintai dunia jurnalistik. Tidak ingin tanggung-tanggung terhadap apa yang dilakukannya, sekitar semester enam ia menjadi wartawan lepas di Tabloid Warta STAIN Pamekasan. Cerpen dan jurnalistik baginya tak bisa dilepas dari dalam dirinya. Ia mencintai keduanya. Persis seperti tokoh idolanya yaitu Seno Gumira Ajidarma yang dikenal sebagai cerpenis nasional sekaligus seorang jurnalis yang hebat. Tahun-tahun sebelumnya sekitar semester tiga ia sempat menjadi salah satu penyiar radio Suara STAIN, dan pernah diundang oleh radio Suara Pamekasan dalam rangka bincangbincang inspiratif seputar jurnalistik dan dunia sastra. Dalam hal ini orang tuanya selalu mendukung apapun yang dipilih Yin, panggilan Zainul Muttaqin, termasuk menjadi seorang jurnalis maupun cerpenis. Selain sudah pernah mengisi beberapa kajian penulisan cerpen ia juga pernah mengisi beberapa kajian jurnalistik di lingkungan STAIN Pamekasan. Prestasi terakhir yang diraihnya pada bulan Mei 2015 adalah terpilih sebagai Juara III Lomba Cerpen Tingkat Nasional yang diadakan INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep. Beberapa karyanya berupa cerpen dan puisinya sudah dibukukan dalam sejumlah antologi bersama seperti; Kaliopak Menari (Matapena-

Lkis: Jogjakarta, 2008), Wanita yang Membawa Kupu-Kupu (Dewan Kesenian Sumenep: Juni, 2008), Senja di Teluk Wondama (Tuas Media: Kalimantan Selatan: Desember, 2011), Bingkai Kata Sajak September (Leutika Prio: Februari, 2012), Dari Jendela yang Terbuka (Edukasi Press; IAIN Wali Songo Semarang, 2013), Cinta dan Sungai-Sungai Kecil Sepanjang Usia (Obsesi Press; STAIN Purwokerto, 2013), Catatan Sebuah Luka (LPM Activita: STAIN Pamekasan, 2014), Perempuan dan Bunga-Bunga (Obsesi Press; STAIN Purwokerto, 2014) , dan Gisaeng (Edukasi Press; IAIN Wali Songo Semarang, 2014). Sampai saat ini, Zainul Muttaqin tetap menulis dan selalu bersinggungan dengan dunia jurnalistik. Awalnya ia hanya orang biasa yang dianggap tidak memiliki bakat apapun. Akan tetapi ia menggali bakatnya. Dulu tidak ada seorang pun yang menyangka kalau ia punya bakat menulis, sekarang ini siapapun yang bertegur sapa dengannya selalu bilang kalau Zainul Muttaqin punya bakat luar biasa dalam menulis. Di dunia ini, banyak sekali orang menganggap dirinya tidak bakat menulis, padahal mereka tidak pernah mencobanya atau sekalipun mencoba berhenti di tengah jalan. Baginya kata ‘bakat’ muncul setelah orang tersebut berhasil menguasai apa yang digali dalam dirinya. Motto yang tertanam dalam dirinya adalah tidak ada alasan untuk tidak menulis. (Habis)

*Cerpenis dan Jurnalis, asal Garincang, Batang-Batang Laok, Sumenep.

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 15


PENDIDIKAN

Pawai Budaya & Haflatul Imtihan Nurul Islam, Bicabbi, Dungkek, Sumenep

& KESEHATAN

K

arnaval dalam rangka Haflatul Imtihan Yayasan Asy-Syafi’iyah, Nurul Islam, Dusun Sumur Dalam, Desa Bicabbi, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, berjalan sesuai harapan. Tak hanya siswa, masyarakat nampak antusias mengikuti jalannya perayaan tahunan tersebut. Dalam kegiatan yang masyhur disebut Pawai Budaya itu, basmalah dan pemotongan pita hijau di pintu gerbang sekolah serta pelepasan balon semangat oleh Ketua Yayasan Asy-Syafi’iyah menjadi

BERI BEASISWA HAFIDZ SHARROF tanda pawai resmi diberangkatkan. “Kami memberikan wewenang kepada Wali Kelas sehingga setiap kelas terkonsep dengan keberagaman, namun tetap dalam satu tujuan demi kesatuan. Seperti yang kita saksikan ini , ” ujar Ahnan, Kepala MTs. Nurul Islam sekaligus Sekertaris Panitia Haflah tahun ini. Kreasi para Wali Kelas pun tak urung menyita perhatian penonton yang berjejalan sepanjang kurang lebih 500 meter ke pintu gerbang sekolah. Kehadiran Ul Daul Ngalecer dari Desa Banjar Timur dan Drum Band Nourizh sendiri menambah kehebohan acara. Suguhan menarik tersebut, kata

Ahnan, bertujuan untuk merampungkan kembali siswa-siswi, alumni, masyarakat dan para dewan guru dalam nampan yang sama, yakni suka cita Haflatul Imtihan yang sudah berlangsung sejak tahun 2001. Menurut Adi Yono, salah satu pengurus Yayasan AsySyafi’iyah, perayaan tersebut akan berlanjut di malam hari dengan penobatan 50 orang WisudawanWisudawati dari tingkat RA hingga SMK Nurul Islam. Lebih lanjut, Adi mengatakan, penampilan pemenang Gebyar Lomba, seperti puisi, pildacil, pidato, dan lainnya ikut meriahkan rangkaian acara. Di puncak acara, Yayasan yang dipimpin KH Mastuni Syafi’e ini juga memberikan beasiswa bagi Hafidz

Sharrof, yakni siswa-siswi terbaik dalam penguasaan ilmu Alat. “Mereka adalah Wihdatus Shofiyah, Nadira, dan Faiqatudz Dzakiyah. Masing-masing diberikan beasiswa berupa uang dengan nominal ratusan ribu rupiah,” ujar Adi. Tak hanya aneka tarian dan pakaian tradisional, apalagi tata rias dan pakaian khas kebanggaan masing-masing kelas. Lebih jauh, Ahnan berharap, masyarakat Dusun Sumur Dalam, Desa Bicabbi, Kecamatan Dungkek bisa ikut serta dalam mendidik dan menjaga putra-putrinya menjadi insan kamil; manusia yang berilmu dan berakhlaqul Karimah. “Semoga mereka juga mampu mengembangkan ilmu-ilmu yang telah mereka ketahui,” tandasnya, penuh harap.

imam/rafiqi/adv

Menjadi Trainer a g g n i H ke Negeri Tetangga

A

dalah Halili Hasan, seorang tenaga medis di UPT Puskesmas Kecamatan Gapura yang sukses sebagai Trainer Hypnotherapy hingga ke negeri tetangga. Ia merupakan seorang pemerhati pikiran bawah sadar yang berhasil mendirikan sebuah lembaga yang concern bergerak di bidang pendidikan, pelatihan dan pemberdayaan pikiran bawah sadar, bernama NURANI Institute. Lembaga ini bergerak di bidang training, workshop, seminar konseling, coaching, therapy dan pelatihan private,, khususnya ilmu pemberdayaan pikiran bawah sadar. Lahir di Desa Longos, Kecamatan

16 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

Gapura, Kabupaten Sumenep, pada 05 Juni 1974, Halili, begitu akrab dipanggil, telah melanglang buana mengisi seminar dan pelatihan maupun workshop di berbagai kota seluruh Indonesia, terutama di Madura. Keahliannya itu juga telah membawanya hingga ke negeri Jiran, Malaysia, menjadi trainer sekaligus membangun cabang NURANI Institute di Putrajaya, Malaysia. Profesi dan keahliannya saat ini, kata Halili, memang berawal dari kesenangan belaka. Setelah lulus dari pendidikan SPK Depkes RI, di Bangkalan pada tahun 1994, ia mulai menyenangi ilmu hypnotherapy. “Awalnya hanya senang dan hobi saja,” ujar Halili, saat ditemui Mata Sumenep.

Halili Hasan (tengah) foto bareng peserta pasca mengisi sebuah seminar. Bermodalkan keyakinan, ia pun mulai mencari jalan bagaimana hobinya dapat berkembang menjadi keahlian. Hal itu dilakukannya melalui membaca literatur terkait, mengikuti pelatihan, seminar dan workshop seputar hypnotherapy, dari tingkat kabupaten hingga nasional. Bahkan, ia sukses melanjutkan ke tingkat struktural dalam bidang tersebut dan termasuk satu-satunya di Sumenep ini. “Banyak yang belajar hypnotherapy di Sumenep, tapi mungkin hanya saya satu-satunya yang melanjutkan ke tingkat struktural,” katanya, optimis. Selain menjadi trainer, Halili banyak membantu masyarakat dalam

pengobatan terapi. Beberapa masalah yang terjadi pada masyarakat seperti minder, phobia, trauma, dan lainnya. Namun, meski prestatif lantaran banyak memperoleh penghargaan dan pengakuan dari berbagai lembaga terkait keilmuan hypnotherapy, alumni Universitas Muhammadiyah Surabaya ini tetap menjalankan kesehariannya sebagai perawat sekaligus koordinator rawat inap di UPT Puskesmas Kecamatan Gapura. Dan sebagai putra desa, dalam menjaga kesehatan masyarakat ia membuka praktek mandiri keperawatan di rumahnya, yang berjarak sekitar 3 Km dari Puskesmas Kecamatan Gapura.

hairul/rafiqi


MEGAH MERIAH

P

ondok Pesantren Al Karimiyyah Desa Beraji, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep menggelar Pesta Akhir Sanah yang dikemas dalam Khatmil Qur’an dan Wisuda Bersama, Minggu, pekan ketiga Juni lalu. Selama ini pondok pesantren orang nomor satu di Sumenep ini, belum pernah melaksanakan Khatmil Qur’an berbarengan dengan Wisuda Bersama RA, MI, MTs, dan MA. Baru tahun ini kedua kegiatan besar tersebut terselenggara bersama dengan megah dan meriah. Acara yang berlangsung selama dua malam sehari tersebut dimeriahkan dengan beragam prosesi kegiatan. Malam pertama, Minggu (14/06) Wisuda Bersama dari tingkat RA, MI, MTs, dan MA Al karimiyyah terlaksana dengan penuh hikmat. Sementara Senin siang (15/06) digelar Pawai Budaya (karnaval) masih dari semua jenjang pendidikan. Kemudian pada malam hari, acara Khatmil Qur’an bagi santri purna pendidikan al Qur’an, menjadi penutup dari segala rangkaian kegiatan. Menurut Ketua Panitia Pelaksana Pesta Akhir Sanah, Abd Rasyid, penggabungan kedua acara besar pesantren tersebut lantaran adanya instruksi dari pengasuh. “Tahun ini karena ada instruksi dari Dr KH A. Busyro Karim agar kedua acara disatukan, maka kami satukan saja. Menurut beliau, ini musti dilakukan karena mepet dengan bulan Ramadhan. Ternyata acara meriah sekali,” papar Abd Rasyid bangga, saat ditemui Mata Sumenep di kediamannya. Lebih meriah lagi, acara Wisuda Bersama dapat dihadiri Bupati Sumenep, KH A. Busyro Karim. Kata Rasyid, tanggal acara memang sengaja disesuaikan dengan jadwal nihil Bupati, agar dapat melangsungkan prosesi wisuda dan khatmil Qur’an

bagi para siswa maupun santri. Sebab, selain sebagai Bupati Sumenep, kehadiran beliau di tengah acara sangat bermakna dalam posisinya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Karimiyyah. Dijelaskan Rasyid, acara Khatmil Qur’an adalah acara khusus pihak pesantren, sementara wisuda merupakan milik sekolah dari tingkat RA hingga MA, sehingga pagelaran keduanya pun lazim terpisah. Namun ia mengaku, Khatmil Qur’an memang menjadi acara paling meriah dari tahun ke tahun. “Karena selain khataman bagi santri, Khatmil Qur’an sekaligus Haflatul Imtihan khusus santri,” dalihnya. Rasyid menambahkan kemeriahan kerap terjadi karena antusiasme para wali. Biasanya, setiap wali santri yang putranya mengikuti Khatmil Qur’an akan membawa 50 orang lebih kerabat dan tetangga sebagai bentuk syukur dan suka cita. Tak hanya wali santri, Khatmil Qur’an bagi pesantren sendiri merupakan acara besar nan sakral yang wajib digelar. Acara ini sudah ibarat ritual suci tahunan yang tak boleh ditinggalkan. Bahkan, tiada kebanggaan bagi wali santri kecuali datangnya momen Khatmil Qur’an sebagai penanda purna pendidikan al Qur’an putra mereka di Pondok Pesantren Al Karimiyyah. Prosesi Khatmil Qur’an tahun ini tak jauh beda dengan tahun sebelumnya. Dibuka dengan pembacaan 30 Juz Al Qur’an dari para purna santri, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan 4.444 Shalawat Nariyah, Ceramah Agama dari KH Ubad Yusuf Amin, Pengasuh Pondok Pesantren Sumber Bunga, Saletreng, Situbondo bersama rombongan hadrahnya, menjadi sajian penutup yang meriah di

tengah ribuan jama’ah dari wali santri, wali siswa, dan jama’ah shalawat nariyah se-Dapil V, serta beberapa instansi Pemerintah Kabupaten Sumenep. Untuk mencapai acara yang sebegitu meriah dan megah, kata Rasyid, persiapan maksimal dilakukan segenap panitia sekitar satu minggu menjelang hari H. Persiapan sematang itu dianggap penting pihaknya untuk menuai kesuksesan dan menghindari berbagai hal yang tak diinginkan di tengah pagelaran. “Untuk mencapai hasil yang megah dan eksotis designer panggung pun kami hadirkan langsung dari Kabupaten,” ucapnya.

hairul/rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 17


ADVERTORIAL

RSUD

H MOH ANWAR PROSES ALIH STATUS KE TIPE B

P

asca ditetapkan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Sumenep dengan dasar hukum Pasal 11 Peraturan Bupati Sumenep Nomor 43 Tahun 2010, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) H. Moh. Anwar Sumenep tak hanya mengalami kenaikan pendapatan sebesar 15% hingga tahun 2014 lalu. Namun sebagai upaya meningkatkan prestasi pelayanan kesehatan terbaik, pihak rumah sakit juga telah mengadakan studi kelayakan eksternal di tahun yang sama menuju proses uji kelayakan internal rumah sakit sebagai proses alih status tipe C ke tipe B di tahun 2015 ini. Dengan Perbub yang mengatur Tentang Pedoman Persyaratan Administratif Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menetapakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD), Satuan Kerja Perangkat Daerah yang telah memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan administratif dapat ditetapkan sebagai satuan kerja perangkat daerah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK BLUD), hingga tahun 2014 lalu porsentase pendapatan RSUD yang semula 101% naik menjadi 116%. Diberikannya lampu hijau kepada pihak manajemen RSUD oleh Bupati Sumenep KH. A. Busyro Karim tersebut diharapkan menjadi

18 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

awal meningkatnya loyalitas kerja RSUD. Seperti disampaikan Direktur RSUD, dr. Fitril Akbar, berkat kebijakan bupati tersebut, dirinya semakin percaya diri untuk mengolah dan mengembangkan rumah sakit yang tengah dipimpinnya. Karena pemberian kewenangan itu, ia mengaku bisa menyesuaikan pola kerja dengan pengalaman yang telah lama dijalani. Termasuk masalah anggaran yang menjadi urat nadi dari semua programnya selama ini. “Salah satu kelebihan RSUD H. Moh. Anwar Sumenep dengan status BLUD, yaitu pola penataan keuangan lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan yang ada di RSUD Sumenep sendiri,” jelas Fitril. Selain itu, dalam rangka menyonsong prestasi pelayanan kesehatan terbaik, tahun lalu pihak RSUD telah mengadakan studi kelayakan eksternal tentang kajian demografi, sosio-ekonomi, serta kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan di tahun 2015 ini, RSUD juga sedang dalam proses uji kelayakan internal rumah sakit, untuk mengukur layak tidaknya alih status ke tipe B. Sehingga dibutuhkan upaya dan komitmen agar cita-cita manajemen

rumah sakit tercapai, salah satunya dengan cara menambah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi alat kerja menuntaskan tugas-tugas rumah sakit. Adapun penambahan SDM dalam RSUD terdiri dari lima (5) tenaga. Pertama, Dokter Spesialis, tahun 2010 hanya ada 8 orang tenaga spesialis, namun 2015 jumlah itu berubah menjadi 15 dokter. Sementara Dokter Umum sudah ada 18 orang yang sebelumnya hanya 14 dokter. Ketiga, Dokter Gigi bertambah 2 orang, sehingga semua berjumlah 4 orang dokter. Keempat, Perawat sudah tersedia 188 orang dan terakhir Bidan yang semula 13 orang ditambah menjadi 20 orang. Langkah kedua, untuk mencapai predikat layanan terbaik dan berkualitas, pihak RSUD juga meningkatkan kualitas sarana. Contoh sarana yang mengalami perbaikan dan penambahan adalah Tempat Tidur (TT) sebanyak 70 buah bersamaan dengan penambahan gedung, sehingga di tahun 2015 TT yang ada sudah mencampai 240 TT sesuai dengan standar yang harus dimiliki rumah sakit tipe B. Mengenai kelengkapan prasarana tersebut, kata Fitril, juga tidak lupas dari objek perbaikan, yakni dengan cara pengadaan alat kesehatan (Alkes berupa alat radiologi, USG-4D, CT-Scan, Ventilator, serta Digital Radiologi yang semuanya lebih canggih. Sehingga nantinya diharapkan benar-benar dimaksimalkan pemanfaatannya dalam peningkatan kualitas

layanan kesehatan. Sementara menyoal sumber dana untuk memenuhi segala macam bentuk kebutuhan, berbeda dengan tahun sebelumnya RSUD Sumenep saat ini sudah memiliki dua sumber. Jika tahun 2010 kemarin hanya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), maka di tahun 2015 ini sumber itu bertambah dari Anggaran BLUD. Hal itulah yang menjadi pendongrak kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal. Bukti terakhir yang juga mengindikasi bahwa setapak demi setapak RSUD H. Moh. Anwar Sumenep memang telah mengalami peningkatan dapat dilihat pada database RSUD, seperti fluktuasi signifikan pada jumlah pasien dari tahun 2010 hingga 2014 kemarin. Di tahun 2010 tercatat jumlah total pasien mencapai 69.943 orang, sedang di tahun 2014 lalu semua berjumlah 75.743 orang. Sementara untuk tahun 2015 belum dapat dijumlah, karena belum mencapai waktu penghitungan (akhir tahun). Menigkatnya jumlah pasien dari 2010 sampai 2015 ini bisa membuktikan kalau kepercayaan masyarakat Sumenep terhadap pelayanan RSUD H. Moh Anwar Sumenep semakin kuat. Dan itu merupakan modal besar bagi pihak pengelola untuk terus meningkatkan dan mengembangkan pelayanan yang selama ini sudah berjalan. “Secanggih apapun peralatan yang kami miliki dan sebagus apapun SDM yang ada, tetapi kehilangan kepercayaan dari masyarakat, maka kami yakin semua program yang kami canangkan tidak akan berjalan sesuai dengan harapan,” jelas Fitril.

rusydiyono/rafiqi


Warung Rakyat BERBAGI UNTUK RAKYAT

H

ari pertama puasa, Rabu, pekan kedua Juni lalu, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim, mengunjungi Pasar Takjil di Taman Adipura Kabupaten Sumenep bersama Bunda Nurfitriana Busyro Karim, didampingi tiga putera dan satu putri. Bupati beserta rombongan tiba di lokasi sekitar pukul 16.25 Wib dari arah jalan menuju Pendopo Keraton Sumenep. Dalam kunjungan tersebut, Bupati ditemani Bunda Fitri mendatangi setiap stand makanan yang berlokasi di depan Markas Kodim 0827. Tampak jelas kehangatan dan kedekatan terbangun antar pemimpin dan rakyat. Tak hanya intens bersalam sapa dari ujung timur hingga ujung barat stand, Bupati bersama Bunda

Fitri sekaligus berbelanja persiapan berbuka puasa. “Semoga jualannya lancar ya, Bu..,” kata Bu Fitri mendoakan salah satu penjual. Hari itu, pasca membuka Warung Rakyat di Taman Adipura, Bupati membagikan Kupon Takjil kepada masyarakat Sumenep untuk ditukar di Warung Rakyat Super Mantap dan stand yang telah tersedia. Alhasil, Kupon tersebut langsung diserbu masyarakat yang yang ingin menikmati buka puasa di jantung kota. “Bagi kuponnya, Pak Bupati,” kata salah seorang abang becak yang belum kebagian. Memang, selama bulan Ramadlan, terdapat beberapa stand Warung Rakyat yang disediakan untuk masyarakat Sumenep, khususnya masyarakat miskin. “Warung Rakyat ini tidak hanya standby di Taman Adipura melayani warga, baik dengan kupon atau tidak. Sebagian ada yang standby di pelabuhan Kalianget untuk memenuhi penumpang

kepulauan yang akan berbuka di atas kapal. Sisanya berjalan ke sejumlah keramaian untuk membagikan takjil dan kebutuhan pokok secara gratis,” jelas Badrul Aini, inisiator Warung Rakyat Super Mantap, kepada Mata Sumenep. Anggota Dewan asal Sapeken ini berdalih kehadiran Warung Rakyat ini sebagai bentuk kepedulian Bupati Sumenep terhadap masyarakat yang membutuhkan. tersebut. Darimana anggarannya? Badrul mengakui, selain keluar

dari kocek pribadi dan kolega di gedung parlemen yang mendukung kepemimpinan A. Busyro. Juga menggaet sejumlah sponsor dan mengorganisir sejumlah relawan dalam pelaksanaan. ”Nanti setelah Lebaran, kami akan jual makanan yang serba Rp 5.000. Murah meriah untuk masyarakat. Ini bagian dari persembahan Super Mantap,” tambah Badrul saat ditemui di sela membagikan takjil, di Warung Rakyat Pelabuhan Kalianget.

ozi’/rafiqi

Khitanan Massal Gratis Sejumlah petinggi Gapoktan Sumenep berbuka puasa bareng Bupati A. Busyro Karim bertempat di rumah Ketua DPRD Sumenep, H Herman Dali Kusuma Minggu sore (5/6). Di akhir acara mereka menyatakan dukungan kepada A. Busyro untuk melanjutkan kepemimpinan kali kedua. “Lanjutkan Super Mantap,” ucapnya secara koor....

R

emaja Islam Sukarela (RIS) Kabupaten Sumenep bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Sumenep, menggelar Khitanan Massal di RGS (Radio Gema Sumekar) pada Minggu (05/07/2015). Peserta Khitanan Massal Gratis berjumlah 100 ini, juga mendapat santunan berupa sarung dan beras yang dihasilkan dari dana yang di kumpulkan pengurus RIS Kabupaten Sumenep. Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sumenep, Nurfitriyana Busyro karim saat sambutan menyampaikan terimakasih atas terselenggaranya khitanan massal yang di selenggrakan RIS kerja bareng Diskominfo. “Atas nama pemerintah Kabupaten Sumenep saya ucapkan banyak terima kasih atas terselenggaranya program bhakti sosial ini. Adanya acara ini bukti tidak hanya pemerintah Kabupaten Sumenep yang harus peduli terhadap Masyarakat. Stakeholder lain juga harus peduli kepada sesamanya,” katanya. (yon)

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 19


K

PROGRAM TAHFIDZUL QUR’AN GAET SANTRI DARI LUAR PROVINSI

esempatan kerjasama dengan Pondok Pesantren Sulaimaniyah Turki benar-benar dimanfaatkan pihak Keluarga Besar Pondok Pesantren Al Karimiyyah, Desa Beraji, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. Dengan beragam media publikasi, jauh hari pihak pesantren telah berupaya agar program Tahfidzul Qur’an yang baru dirintis tahun ini dapat berjalan dan berkembang dengan pesat dalam waktu yang sangat singkat. Berbarengan dengan keinginan masyarakat Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Sumenep, program tersebut akhirnya mendapat sambutan baik dari banyak kalangan. Terbukti, meski pendaftaran baru berjalan sekitar satu bulan, jumlah santri yang resmi mendaftar dan mengikuti orientasi sudah mencapai kisaran 30 sampai 40 orang. Menurut Ketua Yayasan Kariman, Haji Nadzir Mabruri, proses orientasi terhadap santri yang ada pun sudah dilangsungkan dan dipandu khusus oleh tenaga pengajar dari Ponpes Sulaimaniyah. Namun meski pendaftar terbilang banyak, target jumlah santri baru yang diajukan

20 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

Yayasan Sulaimaniyah kepada Yayasan Kariman, kata Haji Nadzir, musti mencapai 50 orang untuk tahun pertama ini. Sehingga, untuk memenuhi kuota tersebut pihak yayasan masih terus membuka pendaftaran sembari berpikir positif akan membludaknya para pendaftar lantaran anemo masyarakat yang masih signifikan. Bahkan, lanjut Nadzir, sudah pula terdapat pendaftar dari luar Madura. “Yang sudah ada sementara masih dari NTB dan Sulewesi. Sisanya dari beberapa kabupaten di Madura,” tutur Haji Nadzir, saat ditemui Mata Sumenep di kediamannya. Sementara Bupati Sumenep Dr KH A. Busyro Karim, selaku Pengasuh Ponpes Al Karimiyyah, mengatakan, proses penerimaan santri berlangsung melalui penyeleksian yang ketat dari pihak Kementerian Agama. Hal ini senada dengan pernyataan Haji Nadzir bahwa penerimaan dan penyeleksian santi baru mutlak menjadi keputusan Kementerian Agama Jawa Timur dan Yayasan Sulaimaniyah. “Untuk keputusan penerimaan santri baru khusus tahfidz ini pihak Al

Karimiyyah tidak ikut campur. Semua berada di tangan Kementerian Agama Jawa Timur dan Yayasan Sulaimaniyah Turki,” jelasnya. Adapun penyeleksian yang diterapkan Ponpes Sulaimaniyah dalam program ini ada dua tahap. Seleksi pertama berupa tes tulis dan hafalan yang dilaksanakan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Kemudian hasil seleksi akan diumumkan melalui Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan website www. kemenag.co.id dan www.uicci.org. Sedangkan seleksi tahap kedua yakni berupa masa orientasi. Tahap ini dilaksanakan pada Pesantren Sulaimaniyah, namun hasil seleksi juga akan diumumkan melalui Kantor Wilayah dan website Kementerian Agama Provinsi. Namun demikian, untuk mencapai hasil maksimal dalam program tersebut, kata Haji Nadzir, pihak Al Karimiyyah telah menyediakan fasilitas yang sangat mewah, seperti kamar ber-AC, ranjang tidur, dan loker tempat peralatan seharihari para santri. Selain itu, ruang belajar yang megah dan nyaman serta jauh dari keramaian akan sangat mendukung aktivitas belajar santri. Bahkan, satu bangunan yang masih dalam masa garap di komplek pesantren memang sengaja dibangun melengkapi fasilitas para santri. “Kami baru membangun satu gedung lagi untuk dapur dan tempat makan. Itu dimaksudkan untuk menunjang proses pembelajaran. Apalagi kalau di Sulaimaniyah Turki sana hafidz itu sangat dimuliakan,” tandasnya kepada Mata Sumenep.

hairul/rafiqi

Alur dan Mekanisme Pendaftaran Untuk mendaftarkan diri dalam program Tahfidz Al-Qur’an ini, setiap calon santri harus melengkapi beberapa berkas dan dua kategori persyaratan {semua berkas dimasukan ke map Merah untuk Putra atau map Hijau untuk Putri}. Dengan membawa berkas-berkas wajib serta memenuhi dua kategori persyaratan sebagaimana di bawah ini, para santri atau siswa sudah boleh mendaftarkan diri ke kantor Pondok Pesantren Al Karimiyyah Beraji Gapura Sumenep, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur atau melalui website di www.kemenag.co.id dan www.uicci.org : A. Pemberkasan 1. Formulir pendaftaran 2. Surat pernyataan 3. Fotokopi ijazah tsanawiyah/sederajat yang telah dilegalisir (jika sudah keluar ijazahnya) 4. Fotokopi KK 2 lbr 5. Fotokopi Akte Kelahiran dan KTP (kalau ada) masing-masing 2 lbr 6. Pas Foto 3x4 berwarna 4 lbr (latar belakang berwarna MERAH) 7. Surat rekomendasi B. Persyaratan I. Persyaratan Umum 1. Telah lulus pendidikan tingkat Wustha MTs/SMP sederajat. 2. Lancar membaca Al-Qur’an dengan Tajwidnya. 3. Berakhlak mulia, disiplin dan tidak merokok. 4. Bersedia mengikuti pendidikan di Indonesia dan di Turki hingga selesai apabila mendapatkan beasiswa. II. Persyaratan Khusus 1. Program Tahfidz Al-Qur’an diikuti oleh peserta yang telah hafal Al-Quran minimal juz ke-30 dan minimal lulus pendidikan SMP/Sederajat dan maksimal umur 18 tahun. 2. Program Tadris dan Bahasa diikuti oleh peserta yang telah hafal Al-Quran 30 juz dan dan maksimal berumur 22 tahun.


PROFIL

IWAN YONGKINATA

Penyair yang Lahir dari Rahim Realitas

N

ama aslinya mungkin tidak banyak dikenal masyarakat. Karena sejak dulu ia lebih beken dengan nama pena yang menghias di setiap karyanya. Iwan Yongkinata, begitulah nama pena itu. Terlahir dengan nama A. Suwandi, adalah sosok penyair yang mengabdikan dirinya di dunia sastra. Ia tidak pernah lelah untuk berproses dan berusaha menjadi orang bermanfaat bagi orang lain. Sebab baginya, menjalani hidup yang datar dan biasa, tak lebih seperti orang mati yang masih beruntung beroleh nafas. “Tidak ada alasan untuk tidak berbuat suatu kebaikan dalam hidup”. Begitulah prinsip yang selalu tertanam dalam benak penyair yang akrab dipanggil Iwan ini. Suatu keyakinan yang mengakar, lahir dari rahim waktu yang bersenda dengan keringat dan air mata. Baginya, melakukan hal positif dan bermanfaat adalah hal logis bagi manusia, sebagai konsekwensi telah diciptakan dengan begitu sempurna oleh Tuhan dibanding makhluk lainnya. Keyakinan ini, terus terpatri dalam hati yang terejawantah dalam kehidupan sehari-hari. “Saya merasa hampa jika dalam satu hari misalnya dibiarkan berlalu begitu saja dan tidak melakukan apa-apa”, ungkapnya mengawali cerita. Berangkat dari semangat ini, kemudian ia mantapkan hatinya untuk bergelut di dunia sastra. Baik dalam hal cipta puisi, baca puisi, dan dunia keteateran. Pilihannya terhadap genre ini tidak lain karena ia merasa bahwa dalam puisi, seseorang dapat menumpahkan banyak hal dengan menggunakan bahasa keindahan. Dan karena keindahan merupakan bahasa yang menjadi fitrah manusia, tanpa mengenal kelas dan usia. “Saya melihat puisi itu simple dan komplit. Kita dapat menumpahkan banyak hal di dalamnya, dengan bahasa yang sedikit tapi kalau berusaha dipikirkan ternyata membutuhkan waktu yang banyak,” akunya kepada Mata Sumenep.

Cerita Kepenyairan Iwan bercerita, pertama kali berkenalan dengan dunia kepenyairan melalui program sastra di radio dan dari sumber bacaan yang mengisi rak pustakanya. Hal tersebut kemudian terus ia geluti secara otodidak terutama semenjak lulus dari bangku sekolah dan menjadi tenaga pengajar di desa. “Saya mengajar di desa sejak tahun 1977. Dari sana banyak hal yang saya lihat dan pelajari dari kehidupan keseharian masyarakat, aktivitasnya, dan keshalehannya dalam mengabdi kepada Tuhan. Inilah yang seringkali menjadi inspirasi dalam perenungan saya hingga akhirnya menjadi sebuah karya,” kata ayah tiga anak ini. Jika dilihat dari puisi-puisinya, semua orang tidak akan menampik bahwa karyanya tersebut banyak berbicara tentang persoalan sosial yang terjadi di sekitarnya. Banyak puisi yang lahir bahkan dari sesuatu yang sifatnya sepele, seperti pohon kelapa, jagung bakar, pak tani, dan lain-lain. Hal ini seakan sudah menjadi corak dalam setiap karya-karya Iwan, bahwa realitas yang terjadi di masyarakat membuatnya tidak dapat terlelap ketika malam datang sebelum hal tersebut menjelma menjadi sebuah karya. Dalam menggeluti dunianya ini, ia mengaku belajar secara otodidak bahkan berlaku sangat keras terhadap dirinya sendiri. Karena itu ia menerapkan berbagai aturan dalam proses belajarnya hingga tidak menyisihkan waktu untuk sekedar main-main. Seperti tiada hari tanpa membaca dan menulis puisi, dan tiada hari tanpa berinteraksi dengan masyarakat. Sikap seperti ini ia lakukan agar keinginan dan semangatnya dalam menekuni dunia sastra tidak berwujud seperti ‘buntut tikus’ yang besar di awal tapi kecil di akhir. Untungnya, aktivitas sebagai seorang pengajar di desa yang digelutinya sangat membantu, karena setiap hari ia pasti berkeliling desa dan berkomunikasi dengan masyarakat.

“Bisa dibilang saya jarang berdiam diri di rumah. Sehabis mengajar saya lebih suka bersenda gurau dengan masyarakat, atau bersantai di teras rumah sambil membaca buku dan mengarang puisi,” kata lelaki yang mengaku tidak suka nonton Televisi. Bagi Iwan, menonton sinetron di Telivisi merupakan perbuatan yang tidak bermanfaat. Malah dapat menimbulkan efek ketergantungan. Makanya ia tidak pernah menyukai aktivitas tersebut sebab hanya akan membuat waktu berlalu dengan percuma.

“ Ia banyak membina murid-muridnya dari SD-SMA dan seringkali tampil dalam even seperti Hari Jadi Sumenep, Hari Kemerdekaan Indonesia, Malam Tahun Baru Islam (Muharram), Malam pergantian Tahun (Masehi), dan Pekan Seni Pelajar seJawa Timur. ” “Salah satu aktivitas yang paling tidak saya sukai adalah menonton televisi, karena hal tersebut dapat membunuh karakter dan kreativitas diri. Dan saya sangat menyesali ketika generasi muda hari ini malah sangat senang berlama-lama berada di depan tivi, bahkan terkadang sampai lupa waktu,” jelas Iwan.

Penuhi Media dan Even Penerbitan Pria kelahiran Sumenep, 28 Juli 1958 ini memulai kreativitasnya sebagai penyair sejak mengajar di desa tahun 1977. Dan mulai berani mempublikasikan karya puisinya di tahun 1980 di beberapa Koran Jawa Timur, seperti Bhirawa, Surabaya Minggu, Memorandum, Surabaya Pos Minggu, dan Majalah Kebudayaan Kali Mas Surabaya. Kemudian banyak pula

terbit di Koran Suara Karya Minggu Jakarta dan Eksponen Yogyakarta. Tahun 1984 terbit kumpulan puisinya pertamanya dalam antologi Dua Noktah, dan beberapa antologi bersama seperti Tujuh Penyair Madura (Teater Akura, 1989), Festival Puisi I se Jawa Timur (Teater Genta, 1991), Temu Penyair se Madura (Teater Tinta, 1992), Festival XIII, XIV (PPIA, 1992 & 1994), Menengok Wajah Pasar Anom Sumenep (KSRB-DKS Surabaya, 1994), Pekan Seni Pemuda (Aksara-Yayasan 66 Surabaya, 1994), Temu Sastrawan se Indonesia “Setengah Abad Indonesia Merdeka” (UNS Surakarta, 1995), dan Temu Penyair Nasional pada acara Haul Bung Karno (Blitar, 1996). Selain itu, Iwan aktif pula di teater Sanggar Kembara sejak tahun 1985 sampai saat ini. Ia banyak membina murid-muridnya dari SD-SMA dan seringkali tampil dalam even seperti Hari Jadi Sumenep, Hari Kemerdekaan Indonesia, Malam Tahun Baru Islam (Muharram), Malam pergantian Tahun (Masehi), dan Pekan Seni Pelajar seJawa Timur. Hingga saat ini, dalam usianya yang ke-56 tahun, selain menjadi kepala sekolah SDN Patean II Sumenep, ia masih aktif bercocok tanam kata dan imaji di ladang meditasi. Dan harapannya, semoga karya-karyanya banyak dibaca orang dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan.

ozi’/rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 21


PRESTASI

SMA PGRI Sumenep

SABET JUARA II SEKOLAH PERCONTOHAN

S

MA PGRI Sumenep adalah salah satu lembaga pendidikan swasta yang terbilang tua di Kabupaten berlogo kuda terbang ini. Dibangun pada tahun 1982 di Jl KH Mansyur No 43 Sumenep, sejak awal berdirinya SMA PGRI merupakan hasil perjuangan para dewan guru dan segenap pimpinan di dalamnya. Baru-baru ini, satu-satunya SMA yang berada di bawah naungan Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Dasar Menengah (YPLP Dasmen) PGRI Jawa Timur di Sumenep ini, menyabet Juara II Lomba Sekolah Contoh di Lingkungan YPLP Dasmen PGRI Jawa Timur. Di bawah pimpinan Endang Supendi, M.Pd.I sejak dua tahun lalu, SMA ini kembali unjuk prestasi. Menduduki jabatan Kepala Sekolah, Endang dan segenap pimpinan beserta dewan guru terus berupaya agar SMA PGRI senantiasa berbenah dan terus berkembang. Bagaimana hal itu dimulai? Menurut Endang, langkah pertama dimulainya dengan melengkapi segala saranaprasarana sekolah. Selanjutnya, administrasi dan manajemen serta system pembelajaran menjadi agenda perbaikan yang tak kalah penting. Salah satu wujud perbaikan tersebut seperti terlihat pada intensitas pembinaan kepribadian siswa, aktifnya kelompok-

kelompok belajar ekstrakurikuler dan binaan khusus menulis. Upaya yang dilakukan SMA PGRI itu pun menuai hasil yang cukup membanggakan. Di tahun ajaran 2014/2015 kemarin misalnya, SMA PGRI Sumenep meraih prestasi Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) yang diselenggarakan BEM FISIP Universitas Wiraraja Sumenep tingkat SMA/SMK/ MA se-Kabupaten Sumenep, Minggu (29/03/2015). Pada kesempatan itu, dua dari tiga siswa asal SMA PGRI berhasil membawa pulang dua piala sekaligus.

“ The School of Science, Art and Sport ” Kepala SMA PGRI Sumenep, Endang Supendi, mengatakan itu merupakan prestasi yang membanggakan SMA PGRI. Sebab LKTI, kata Endang, merupakan salah satu even favorit di kalangan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Sumenep. Selain itu, Juara I Lomba Nasyid Islami tingkat SMA/MA Swasta se-Kabupaten Sumenep tahun kemarin, juga diraih SMA PGRI mengalahkan deretan SMA favorit di Sumenep. Terbaru, 11 Juni lalu, SMA PGRI kembali memperoleh satu penghargaan sebagai Juara II Lomba

Endang Supendi (kanan) tersenyum saat menerima penghargaan dari YPLP Dasmen Jawa Timur, 11 Juni 2015. Sekolah Contoh di Lingkungan YPLP Dasmen PGRI Jawa Timur. Sayang, Juara I masih diborong SMA PGRI Purwoharjo, Banyuwangi. “Namun, semua ini merupakan kebanggaan bagi keluarga besar SMA PGRI Sumenep, terutama bagi saya,” ujar Endang, saat ditemui Mata Sumenep, di ruangannya. Endang menuturkan, untuk mencapai Juara II Lomba Sekolah Contoh di Lingkungan YPLP Dasmen, pihaknya melakukan persiapan beberapa bulan sebelum pelaksanaan penilaian dari tim YPLP Jawa Timur. Diantaranya adalah memenuhi 8 Standar Pendidikan Nasional, meliputi Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Selain memenuhi standar itu, lanjut

Endang, pihaknya juga membangun pola komunikasi internal dan eksternal untuk menambah keakraban seluruh elemen SMA PGRI Sumenep. “Dan yang terpenting itu bertujuan untuk membangun integritas dan kemajuan bagi SMA PGRI Sumenep,” tambahnya. Kedepan, Endang berkomitmen pihaknya akan terus berusaha menjadikan SMA PGRI Sumenep menjadi sekolah yang tak hanya unggulan, namun diuggulkan masyarakat dan diburu siswa-siswi yang hendak bersekolah lanjutan di Kabupaten ini. Karena itu, melalui motto The School of Science, Art and Sport, salah satu cara mencapai target yang sudah digarap adalah menunjukkan kualitas dan kuantitas kepada masyarakat Sumenep serta menunjukkan kesanggupan SMA PGRI dalam mengemban amanat Pendidikan Nasional.

MATA SUMENEP MENERIMA KIRIMAN BERITA PROFIL/LEMBAGA BERPRESTASI. TULISAN MAXIMAL 650 KATA DAN SERTAKAN FOTO KEGIATAN . TULISAN BISA DIKIRIM VIA EMAIL: matasumenep@gmail.com

22 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

hairul/rafiqi


academy

Tarekat dan Mursyid Tarekat dalam Masyarakat Madura (5) Martin van Bruinessen*

K

onflik tersebut menyebabkan perpecahan dalam organisasi induk tarekat ‘ortodoks’, yakni Jam`iyah Ahl al-Thariqah al-Mu`tabarah. Asosiasi ini telah didirikan pada tahun 1957 dan memasukkan tarekat utama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebuah dokumen berisi tidak kurang dari 44 tarekat yang dianggap ortodoks (mu`tabar, secara harfiah berarti ‘diakui’), tetapi sebagian besar anggotanya berasal dari baik Naqsabandiyah atau Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Organisasi ini tetap aktif sampai tahun 1975, ketika mengadakan kongres di Madiun yang dihadiri oleh hampir semua penting kiai tarekat. Posisi Kiai Musta’in saat itu masih begitu kuat sehingga ia terpilih menjadi presiden Jam`iyah ini. Empat tahun kemudian, di sela kongres NU ke 26, aliansi anti-Musta’in mengadakan kongres tarekat sendiri yang juga dihadiri oleh kiai yang sama banyaknya di tahun 1975. Sebuah nama baru, yang mengecualikan Musta’in dan mereka yang setia kepadanya, terpilih dan dalam rangka untuk menekankan kesetiaan kepada Nahdlatul Ulama, mereka menambahkan ‘al-Nahdhiyah’ dalam nama asosiasi. Selanjutnya ada dua organisasi induk tarekat, dengan nama yang hampir sama. Musta’in dan, setelah kematiannya, penerusnya berpura-pura bahwa mereka masih satu organisasi yang sah, tetapi Jam`iyah Ahl al-Thariqah al-Mu`tabarah al-Nahdhiyah adalah jelas organisasi yang lebih besar dan lebih signifikan. Organisasi terakhir ini tetap sangat didominasi oleh Tebuireng. Pengikut Kiai Musta’in yang berasal dari Madura menemukan diri mereka dalam dilema setelah keputusannya untuk bergabung dengan Golkar (di mata orang Madura hal itu bahkan mungkin suatu dosa besar, lebih buruk dari persepsi orang Jawa). Beberapa badal-nya memilih untuk mengikuti Kiai Usman di Surabaya,

yang tidak terlibat dalam persoalan sama sekali, beberapa orang lain bergabung Kiai Adlan Ali. Banyak pengikut tampaknya kehilangan minat mereka kepada tarekat sama sekali. Pada tahun 1984 baik Musta’in dan Usman meninggal, dan penerus mereka (adik Musta’in, Rifa’i dan anak Usman, Asrori) melihat pengikut mereka menurun drastis. Tarekat Tijaniyah membuat banyak kemajuan di antara orang Madura di tahun-tahun setelahnya. Kita hanya bisa menduga berapa sebenarnya orang yang berpindah dari satu tarekat ke tarekat lainnya, tetapi yang jelas jumlah mereka cukup signifikan. Saya (Martin van Bruinessen) bertemu beberapa orang di antara orang Madura pengikut tarekat Tijaniyah yang mengaku bahwa mereka sebelumnya mengikuti Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Seorang Kiai muda Tijani, Badrut Tamam dari Banyuates, mengatakan kepada saya bahwa ayahnya adalah salah satu badal Musta’in Romly, dan ia sendiri telah belajar dengan Musta’in juga sebelum bergabung ke Tijaniyah.

Naqsabandiyah Naqsabandiyah, seperti yang dikatakan, saat ini memiliki pengikut terbanyak di antara orang Madura, baik di pulau itu sendiri (dimana ia diwakili di semua kabupaten) dan di antara orang masyarakat Madura di tempat lain. Hal ini terutama berpengaruh di antara orang Madura di Kalimantan Barat. Selama lebih dari setengah abad dari sekarang, guru Naqsabandi dari Madura secara teratur mengunjungi masyarakat yang jauh ini untuk memberikan bimbingan rohani. Sebuah proporsi yang sangat tinggi dari orang Madura disini telah bergabung dengan Naqsabandiyah; berlatih tarekat ini, dengan ini masyarakat, merupakan bagian yang hampir tak terpisahkan dari kehidupan sebagai seorang Muslim. Tarekat Naqsabandiyah juga memiliki pengikut di kalangan orang

Jawa, tapi semua cabangnya berbeda dari tarekat induknya, yang dikenal sebagai Khalidiyah, sedangkan para guru tarekat asal Madura menamai cabang tarekat mereka sendiri Mazhariyah. Guru Madura pertama cabang ini adalah Abdul Azim dari Bangkalan, yang menghabiskan bertahun-tahun di Mekah di akhir abad 19. Dia dimasukkan ke dalam tarekat Naqsabandiyah dan diangkat khalifah oleh Syaikh Muhammad Salih al-Zawawi. Snouck Hurgronje, dalam bukunya yang ditulis di Mekkah (1889), berbicara sangat dari ini Muhammad Salih, memuji keseriusan dan kealimannya. Berbeda dengan dua Syaikhs Naqsyabandi lainnya yang disebut Snouck dengan penghinaan (Sulaiman Efendi dan Khalil Efendi, wakil kepala Khalidiyah di Mekah), Muhammad Salih hanya memasukkan seseorang ke dalam tarekatnya hanya ketika ia yakin bahwa orang tersebut memiliki cukup pengetahuan tentang Islam formal dan hidup sesuai dengan syari`ah tersebut. Sementara syaikhs lain yang begitu ingin meningkatkan pengikut mereka sehingga mereka memasukkan siapa saja ke dalam pengikutnya serta cukup mudah menjanjikan seseorang untuk menjadi khalifah. Sulaiman Efendi memiliki banyak deputi di seluruh Sumatera dan Jawa, Muhammad Salih

memiliki hanya beberapa. Muridnya kebanyakan dari Pontianak dan kesultanan Riau, tapi satu-satunya komunitas di mana cabang nya dari Naqsabandiyah yang mengakar kuat adalah orang Madura. Banyak orang Madura mengunjungi Mekkah belajar di sana kepada khalifah Muhammad Salih al-Zawawi, yaitu Abdul Azim al-Manduri. Setelah kembali ke Bangkalan, atau mungkin sejak di Mekah, Abdul Azim menunjuk tidak kurang dari empat, bahkan mungkin lima khalifah di pulau Madura. Sebagian besar khalifah ini pada gilirannya juga mengangkat setidaknya satu khalifah. Hubungan antara guru dalam jaringan yang meluas ini tetap lebih ramah dan kooperatif daripada yang sering terjadi di tempat lain. Sebuah pola unik yang dikembangkan di mana syaikhs mengunjungi murid-murid masing-masing, dan para pengikut mempertimbangkan beberapa syaikhs sekaligus sebagai mentor spiritual mereka.

bersambung... *Tulisan ini disadur dari hasil penelitian Martin van Bruinessen, yang berjudul, ‘Tarekat and Tarekat Teachers in Madurese Society’ yang dipublish dalam buku Across Madura Strait: The Dynamics of an Insular Society. Leiden: KITLV.Press, 1995, di halaman 91-117.W

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 23


Jejak Ulama Sumenep

Mengenal Sosok

K. R. ABD. SYAKUR “Waktunya Hanya Untuk Umat”

S

osok Kiai Raden Abdusy Syakur atau yang biasa disingkat K R Abd Syakur bagi generasi saat ini mungkin kurang begitu populer. Namun sebaliknya, bagi generasi tiga jaman sebelum era reformasi, nama Kiai yang berdomisili di Jl Manikam Kelurahan Bangselok ini sangat dikenal dan disegani banyak kalangan, khususnya kalangan Nahdliyin. Kiai Raden Abdusy Syakur atau yang biasa dipanggil Kiai Syakur atau Dhin Syakur—Dhin merupakan penggalan kata dari Radhin atau Raden, lahir di Sumenep pada tahun 1919 Masehi. Beliau adalah putra pasangan Raden Sidin Joyowitomo dan Nyai Sabati, dari Kampung Lao’ Sok-sok, Desa Pandian, Sumenep. Dari segi nasab, Dhin Syakur berasal dari keluarga ulama dan bangsawan. Ayahnya, Raden Sidin adalah cucu dari Kiai Zainal ‘Abidin, Penghulu Batuampar yang menikah dengan salah satu putri Raja Semarang yang wafat tahun 1830-an Masehi dan dikuburkan di Sumenep, yaitu Kangjeng Kiai Adipati Ario Suroadimenggolo ke-V. Kangjeng Kiai ini adalah salah satu penguasa di masanya yang anti Belanda. Beliau juga adalah saudara sepupu Sultan Sumenep, Pakunataningrat, sekaligus mertuanya. Sementara Kiai Zainal Abidin sendiri adalah cucu dari Kiai Ibrahim, saudara Bindara Saud alias Tumenggung Tirtonegoro (Raja Sumenep) dari lain ibu. Keduanya sama-sama putra Kiai Abdullah atau Kiai Batuampar, salah satu waliyullah dan ulama besar di masanya.

Pendidikan dan Aktivitas Menurut salah satu putra Kiai Syakur yang bernama Kiai Haji Raden Taufiqurrahman, Kiai Syakur menempuh jalur pendidikan umum dan salafiyah. Namun menurut Kiai Taufiq—panggilan akrab KHR Taufiqurrahman, tidak ada catatan yang jelas mengenai riwayat pendidikan Kiai Syakur. “Hanya setahu saya, Kai (ayah; red) itu mengaji pada banyak kiai. Jadi gurunya banyak. Istilahnya tabarrukan. Cuma yang sering saya dengar beliau itu mengaji pada Kiai Haji Zainal Arifin, Tarate, dan juga salah satu kiai yang ‘alim di Desa Kebunagung. Hanya saya lupa nama kiai yang di Kebunagung tersebut,” jelas Kiai Taufiq. Lepas dari menimba ilmu agama, Kiai Syakur mengajar mengaji. Disamping itu, aktivitas sehariharinya juga sebagai pegawai pemerintah di PN Garam Sumenep. “Hanya saja, di PN Garam, Kai itu tidak lama, alias mengajukan pensiun dini,” tambah Kiai Taufiq.

24 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

Kiai Syakur juga pernah aktif di politik. Beliau tercatat merupakan salah satu fungsionaris partai berlambang Ka’bah atau PPP (Partai Persatuan Pembangunan) di era Orde Baru. Bahkan Kiai Syakur juga tercatat sebagai Jurkam (Juru Kampanye) PPP. “Namun, lagi-lagi beliau mengundurkan diri. Mengenai alasannya, saya juga kurang begitu tahu,” aku Kiai Taufiq. Sementara di kalangan Nahdliyin, Kiai Syakur merupakan tokoh ‘alim yang sangat dihormati. Beliau juga termasuk tokoh yang ikut membesarkan NU Sumenep. Di NU, Kiai Syakur menempati posisi sebagai Musytasyar (penasehat). Setelah memutuskan pensiun dini di PN Garam Sumenep, dan sekaligus mengundurkan diri sebagai anggota PPP, Kiai Syakur fokus pada kegiatan sosial kemasyarakatan. Beliau membina aktivitas pengajian bagi masyarakat umum yang difokuskan di sebuah mushalla atau langgar di depan dhalem atau rumahnya di Jl Manikam Kelurahan Bangselok. Kegiatan tersebut ditekuni beliau hingga berpulang ke rahmatNya. Saat ini kegiatan tersebut diteruskan oleh putranya, yaitu Kiai Taufiq. “Alhamdulillah saya diberi kesempatan dan kemampuan untuk meneruskan peninggalan beliau, yakni perjuangan dakwah Kai,” kata Kiai Taufiq.

Kehidupannya Kiai Syakur menikah tiga kali. Isteri pertamanya, Raden Ajeng Atiqah melahirkan seorang anak laki-laki bernama Raden Ahmad Muhyiddin. Setelah itu Kiai Syakur menikah lagi dengan Raden Ajeng Bahriyah dan dianugerahi tujuh putra-putri, di antaranya Raden Ajeng Bashiratul Halimiyah, Raden Ajeng Siti Mahmudah, Raden Ajeng Fatihatussa’adah, Raden Abdul Halim, Raden Ajeng Barratuttaqiyah, Raden Abdurrahman, dan Raden Taufiqurrahman. Sementara dengan isterinya yang ketiga, Raden Ajeng Ernaniyah, Kiai Syakur dikaruniai empat putra putri, yaitu Raden Ajeng Lilik, Raden Ajeng Fathimatuzzahra, Raden Muhammad Nur, dan Raden Ajeng Nuraniyah. Dalam menjalankan kehidupan, Kiai Syakur dikenal sebagai sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Menurut Kiai Taufiq, satu-satunya putra beliau yang biasa mendampingi setiap aktivitas dakwahnya, hampir tak pernah terdengar keluhkesah keluar dari bibirnya. “Beliau tidak suka bicara yang tidak begitu perlu. Jadi memang yang saya ingat itu, apapun

kondisinya, beliau tidak tidak pernah mengeluh,” ungkap Kiai Taufiq. Kiai Syakur juga merupakan tokoh masyarakat yang selalu mendahulukan kepentingan umum. Pernah pada suatu saat, isteri keduanya, yakni ibunda Kiai Taufiq meninggal dunia. Pada saat yang bersamaan, salah satu tetangga Kiai Syakur juga meninggal dunia. Di saat itu, datanglah keluarga atau anak dari tetangga beliau yang wafat itu, dan meminta kesudian Kiai Syakur untuk memandikan jenazah orang tuanya. Dengan sigap, Kiai Syakur memenuhi permintaan tetangganya tersebut. “Padahal saat ini, kondisi Kai juga ‘kan dalam keadaan tengah berduka,” kenang Kiai Taufiq. Setiap waktu yang dimiliki Kiai Syakur dalam pengamatan Kiai Taufiq selalu berkutat pada kepentingan umat. Jadwal setiap harinya selalu padat dengan aneka bentuk pengajian umum. Masyarakat selalu menantikan segala bentuk arahan, nasehat, pelajaran yang bisa dipetik dalam pribadi Kiai Syakur. “Kai itu kalau berkata langsung bisa menyentuh hati lawan bicaranya. Beliau juga merupakan sosok yang disegani oleh tetangga dan masyarakat umum,” kata Kiai Taufiq. Di tengah semua itu, satu hal lagi yang diingat Kiai Taufiq mengenai sosok ayahnya. Kiai Syakur dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana dan jauh dari gemerlap duniawi. Beliau juga kerap menolak dengan halus saat ada uluran bantuan bagi pribadinya. Bahkan salah satu putranya sendiri saat bermaksud untuk memberangkatkan beliau ke tanah suci Mekkah ditolaknya mentah-mentah. “Namun ada salah satu murid beliau yang menyaksikan melihat Kai menunaikan ibadah haji, saat yang bersangkutan itu ke Mekkah,” pungkas Kiai Taufiq.

Wafat Salah satu sebab diangkatnya ilmu Allah SWT di muka bumi ini ialah dengan diwafatkannya ulama. Tahun 1990 merupakan tahun berdukanya umat Islam di Sumenep dan sekitarnya. Di tahun itu sosok yang ‘alim, tegas, sederhana, dan selalu mendahulukan kepentingan umat itu wafat. Kiai Syakur wafat dalam usia 71 tahun. Lautan umat di kala itu mengantar sang sosok panutan ke peristirahatan terakhirnya. Jenazah beliau dimakamkan di komplek makam keluarga Kiai Penghulu Zainal Abidin, Desa Kebunagung.

RB Moh Farhan Muzammily


MATA PESANTREN

Ponpes At Taufiqiyah, Aengbaja Raja, Bluto

Cetak Santri Kiai Sejak Masa Jepang

B

ertandang ke Desa Aengbaja Raja, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, kita akan mendapati sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang tetap berdidiri kokoh dari waktu ke waktu. Sebuah pondok pesantren yang tetap eksis menjadi lumbung ilmu bagi masyarakat selama lebih dari setengah abad lalu, yakni Pondok Pesantren At Taufiqiyah; satu dari sekian lembaga pendidikan keagamaan yang tak dapat dinafikan perannya dalam memberikan sumbangsih keilmuan bagi masyarakat Sumenep. Tak banyak yang tahu sejarah pondok pesantren ini, meski sejatinya sejarah tak lain hanyalah cerita tentang bagaimana perjuangan dimulai dan siapa yang memulai. Namun pada akhirnya, kita akan mengerti betapa kesabaran dan keikhlasan menjadi kunci dari setiap perjuangan yang dilakukan. Bahwa harus ada figur yang berani menjadi pioner dalam merespon kondisi sosial dan membawanya ke arah yang lebih baik. Dalam konteks inilah Ponpes At Taufiqiyah lahir dari keprihatinan Bindara Abd Rauf terhadap kondisi masyarakat Bluto waktu itu yang buta terhadap ilmu agama, berprilaku jahily, dan jauh dari ilmu pengetahuan. “Pendiri pondok ini adalah Bindara Abd Rauf, atau lebih dikenal dengan nama Bindara Addur, yakni pada tahun 1942, tepat dengan masuknya Jepang ke Indonesia,” tutur Kiai Haji Imam Hasyim, saat ditemui Mata Sumenep di kediamannya. Dalam penuturan Kiai Hasyim, Bindara Addur merupakan pendatang dari Desa Cangkreng yang kebetulan menikah dengan Nyai Haninah, putri Nyai Hajjah Ruwaidah di Desa Karang Cempaka, Kecamatan Bluto. Sementara kedatangannya ke Desa Aengbaja Raja karena ikut sang mertua yang mempunyai sebidang tanah kosong disana. Dari situlah komunikasi Bindara Addur mulai intens dengan masyarakat sekitar. Kecakapan dalam komunikasi, membuat Bindara Addur cepat beradaptasi dengan masyarakat sehingga hubungan yang dijalin semakin dekat. Bahkan pada perkembangan selanjutnya, Bindara

Addur menjadi sosok yang ditokohkan oleh masyarakat. “Beliau itu termasuk orang yang cepat beradaptasi dengan masyarakat, sehingga dalam waktu dekat ditokohkan dan menjadi tempat bertanya,” cerita Kiai Imam. Salah satu petunjuk kepribadian luhur tersebut, Bindara Addur terbukti banyak mendirikan kompolan dengan masyarakat dan sekaligus memimpinnya. Seperti kompolan tahlilan, samman, dan hadrah yang menjadi kesenangan masyarakat masa itu. Dalam hal ini, Bindara Addur memang diakui pandai mencari celah dalam membina hubungan baik dengan masyarakat. “Aba itu banyak mengepalai kelompok masyarakat yang dikemas dengan nuansa islami untuk menambah ketakwaan masyarakat,” tutur anak kelima dari enam bersaudara putera Bindara Addur ini. Bermodal kepercayaan inilah, Bindara Addur mulai membuka pembelajaran agama bagi masyarakat yang pada masa awal hanya terdiri dari 7 orang santri.

Perkembangan Pesantren dan Pendirian Madrasah Seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tumbuh dan meningkat. Hal ini berimbas besar terhadap jumlah santri yang menuntut ilmu di pesantren At Taufiqiyah. Santri yang awalnya berjumlah 7 orang meningkat pesat seiring semakin banyaknya masyarakat yang memasrahkan anaknya untuk menuntut ilmu kepada Bindara Addur. Hingga akhirnya, Bindara Addur mengambil inisiatif dengan mendirikan Madrasah Wajib Belajar (MWB) untuk menampung santri yang sedang mencari ilmu. “Pada tahun 1945-1946, Bindara Addur mendirikan sebuah lembaga formal namanya MWB, yakni Madrasah Wajib Belajar. Jadi kalau sekarang pemerintah mencanangkan wajib belajar Sembilan tahun itu, almarhum sudah memulai lebih dulu,” ungkap suami Nyai Hajjah Jamilah

Siradj ini. Selain mendirikan lembaga formal MWB, Bindara Addur juga mendirikan lembaga Muallimin sebagai jengjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut dimaksudkan agar para santri yang sudah lulus dari MWB dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkatan yang lebih tinggi dalam menyelami samudera ilmu Tuhan yang tidak berbatas. Sebagai lembaga formal pertama yang berada di daerah Bluto, maka tidak dapat dibayangkan antusiasme masyarakat yang telah mendapat petunjuk untuk mencari ilmu. Dari tahun ke tahun jumlah santri mukim dan non mukim terus semakin bertambah. Hal itu pula yang menuntut Bindara Addur untuk membuat bilik (kamar) bagi para santri. “Sekitar tahun 70-an, madrasah Muallimin berubah nama menjadi MTs, dan MWB berubah menjadi Madarasah Ibtidaiyah. Sedangkan pada tahun 1982 lembaga formal Madrasah Aliyah juga didirakan,” tambah Kiai Imam. Tak lama menangani pesantren, Bindara Addur bersama Ny Haninah berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Kiai Haji Hasyim Ali, sementara Nyai Haninah menggunakan nama Nyai Hajjah Huzaimah.

Visi-Misi: Kiai Dimana Saja Pada tahun 1981, Kiai Haji Hasyim Ali berpulang ke rahmatullah dalam usia yang tak muda. Ia meninggalkan santri dengan lembaga yang dirintisnya dari nol. Pucuk pimpinan selanjutnya untuk sementara dipegang menantu beliau, Kiai Haji Azhari dan Kiai Haji Moh Husni. Kemudian pada tahun 1986, Kiai Haji Imam Hasyim, mengambil alih pimpinan setelah selesai menuntut ilmu di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton. Sejak pimpinan dipegang Kiai Imam jalannya pesantren semakin dinamis, sebab sebagai generasi muda yang kenyang pendidikan, Kiai Imam mempunyai visi yang jelas bagaimana menjalakan roda pesantren. Visi-misi

tersebut, kata Kiai Imam, tak lain merupakan semangat yang memang dikembangkan almarhum Kiai Hasyim yang juga mengilhami berdirinya pesantren. “Visi-misi pesantren yang saya kembangkan adalah membangun akhlak yang terpuji, dan menjadikan santri kiai dimana saja berada,” ujar Kiai Imam. Kiai Imam menjelaskan, yang dimaksud menjadi “Kiai Dimana Saja Berada” adalah menjadi kiai dalam setiap kondisi dan profesi. Hal ini menjadi penting agar prilaku santri tetap berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama, meski situasi dan pekerjaan yang ditekuni berbeda-beda. “Kalau jadi pedagang, maka menjadi kiainya pedagang. Jadi petani, maka jadi kiainya petani, begitu selanjutnya. Yang namanya kiai maka dia akan selalu berpegang teguh terhadap nilai yang terkandung dalam agama serta tidak berbuat suatu kecurangan untuk meraih keuntungan pribadi,” imbuhnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kiai Imam menekankan terhadap pembelajaran kitab-kitab klasik untuk ditekuni para santri. Ini bertujuan, agar berbagai mutiara hikmah yang terkandung dalam kitab klasik dapat diserap dan menjadi referensi dalam kehidupan nyata. “Di dalam kitab kuning itu kan banyak keterangan dari para Salafunas Shaleh tentang tuntunan menjalani hidup. Bagaimana menjadi kiainya pedagang, petani, pejabat, dan pekerjaan yang lain,” pungkas Kiai Imam. Terpisah, Ahmad Yasin, Kepala pondok pesantren At Taufiqiyah, membenarkan perhatian pengasuh terhadap pemahaman kitab kuning yang sangat tinggi. “Perhatian pengasuh terhadap kitab kuning itu sangat tinggi. Bahkan pesantren secara khusus mendelegasikan santri untuk sekolah Amsilati di Jepara, yang memang khusus mendalami kitab kuning. Itu semuanya dibiayai oleh pesantren,” jelas santri asal Pagar Batu, Saronggi. Kini, santri yang menuntut ilmu di Ponpes At Taufiqiyah, baik yang mukim dan non mukim, berjumlah 1400 lebih. Hal ini menunjukkan pesantren telah berkembang dengan pesat dan berjalan dinamis dari waktu ke waktu.

ozi’/rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 25


Syarah Al-Hikam (14)

OASE

Syukur Nikmat Allah Berhati-hatilah bila anugerah Allah terus melimpahi sementara dirimu terus bermaksiat. Karena bisa jadi, itu adalah awal kehancuranmu yang berangsur-angsur. ~Ibn Athaillah~

D

alam Al Hikam, Ibn Athaillah menerangkan, siapa yang tidak mensyukuri nikmat berarti membuka jalan untuk kehilangan nikmat itu. Dan barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia mengadakan pengikat bagi nikmat yang diperolehinya. Orang yang tidak mengetahui nilai nikmat tatkala memperolehnya, ia akan mengetahuinya tatkala nikmat sudah lepas darinya. Lebih lanjut Ibn Athaillah membagi tingkatan syukur menjadi 3 macam. Pertama syukur lisan, yaitu mengungkapkan secara lisan, menceritakan nikmat yang didapat dan memujiNya dengan ungkapan Alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah seperti diterangkan dalam al-Qur’an, “adapun terhadap nikmat Tuhanmu, ucapkanlah”, “dan ucapkan (wahai Muhammad) Alhamdulillah”. Kedua, syukur dengan anggota tubuh, yaitu syukur yang diimplementasikan dalam bentuk beramal saleh dalam rangka taat kepada Allah. Sebagaimana disebutkan perintah Allah kepada keluarga Nabi Daud, ”beramallah (saleh) wahai keluarga Daud,

26 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

sebagai bentuk rasa syukur”. Ketiga, syukur dengan hati, yakni mengakui bahwa hanya Allah Sang Pemberi Nikmat. Segala bentuk kenikmatan yang diperoleh dari manusia sematamata dari-Nya, seperti firman-

Allah berfirman, “Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui” (QS Al-A’raf:182). Semakin seseorang kufur atas nikmat Allah semakin dia akan jauh dari-Nya. Nya: “tidaklah nikmat yang terjadi padamu, melainkan dari Allah”. Dari ketiga tingkatan tersebut paling berat adalah tingkatan ketiga, yaitu kesadaran bahwa Allah-lah sang pemberi nikmat yang hakiki kepada kita. Sementara diri kita hanyalah hamba yang tidak memiliki daya dalam hadirnya nikmat tersebut, kecuali atas rahmat sang Tuan. Ketika kesadaran tersebut telah terpatri dalam jiwa, maka bentuk syukur dalam bentuk ucapan dan amal saleh akan terlaksana dengan sendirinya. Sebaliknya syukur

Ahmad Muhammad

Sarjana Universitas Al-Azhar, Mesir dan Magister Tasawuf di UIN Sunan Ampel

dalam bentuk lisan dan perbuatan tidak selalu datang dari dalam hati. Tak jarang lisan mengucap syukur dan anggota badan melaksanakan ketaatan, sementara dalam hati masih tersisa kesombongan. Bahwa nikmat tersebut datang lantaran jerih payahku, karena kepintaranku dan kekayaanku. Amalan semacam ini adalah bentuk syukur kaum munafik, yang menampakkan syukur secara lahir namun dalam batin masih tersisa kesombongan dan ke-aku-an. Sementara seorang salik adalah orang yang menghilangkan ego, rasa aku dalam diri. Dikisahkan Junaid alBaghdady, seorang sufi kolega Syekh Abd al-Qadir al-Jailani berkata; ketika saya hadir dalam majelis Sarri as-Saqathy, tiba-tiba ditanya tentang arti syukur. Aku menjawab, syukur adalah tidak menggunakan nikmat pemberian Allah untuk perbuatan maksiat. Sarri berkata, saya khawatir kalau bagianmu dari karunia Allah hanya dalam lidahmu belaka. Mendengarnya al-Junaid seketika menangis, khawatir apa yang diucapkan oleh Sarri tersebut menjadi kenyataan. Dengan demikian menjadi layak bahwa kita sebagai hamba untuk selalu bersyukur kepada Allah yang Maha Pemurah, atas segala yang telah

Dia anugerahkan kepada kita. Sebaliknya, siapa yang lupa bersyukur atau kufur nikmat, adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat adzab Allah. Dalam hal ini Ibn Athaillah mengingatkan, “berhati-hatilah bila anugerah Allah terus melimpahi sementara dirimu terus bermaksiat. Karena bisa jadi, itu adalah awal kehancuranmu yang berangsurangsur. Allah berfirman, “Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui” (QS Al-A’raf:182). Semakin seseorang kufur atas nikmat Allah semakin dia akan jauh dari-Nya. Setiap berbuat dosa ditambah nikmat, semakin dia dilupakan untuk meminta ampun dan beristighfar. Terus ditambah nikmat sehingga mereka bergembira, semakin bertambah jauh dari Allah. Hingga ketika mereka mabuk kepayang, seketika Allah akan menariknya dalam jurang kebinasaan tanpa disangka-sangka. Karena inti dari bersyukur adalah penghambaan. Semakin seorang merasa hamba kepada Allah, semakin besar rasa syukurnya kepada sang Tuan, atas segala nikmat yang diberikan kepadanya.

bersambung...


SURI TAULADAN

Metamorfosis Al-Ghazali (19) Dari Filsuf Menuju Sufi

Berdzikir Puncak Ibadah al-Ghazali Moh. Jazuli Muthhar Dosen STIT Al-Karimiyyah

Mengapa alGhazali hanya menyebut nama Allah dalam dzikirnya? Dalam sejumlah kitab yang ditulis al-Ghazali, merujuk firman Allah Swt dalam Surat Thaha ayat 14, berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kamu sekalian (dengan menyebut nama Allah), dzikir sebanyakbanyaknya,”. Al-Ghazali mengakui banyak metode dzikir kepada Allah Swt yang diketahuinya saat menjadi pengikut tarekat. Namun, al-Ghazali memiliki dzikir hanya menyebut nama Allah Swt sebeagaimana firman Allah Swt dalam surat Thaha, ayat 14 itu.

S

etelah uzlah, al-Ghazali kembali berkumpul dengan keluarganya dan tetap mengajar di padepokan sufi miliknya. Meski hidup dan tinggal di tengah keramaian, hati dan sepanjang nafasnya tetap berdzikir menyebut nama Allah Swt. Al-Ghazali tidak larut dalam hiruk pikuk kehidupan dunia. Al-Ghazali sadar berdzikir tidak harus jauh dari keramaian. Hal ini diketahui setelah dirinya terlatih mengasah hati saat keluar dari selebritas di sekolah Nidzamiyah. Menurut al-Ghazali, meski bersama orang lain, hatinya harus tetap nyambung (ingat) kepada Allah Swt melalui metode dzikir yang samar. Sebagaimana hadits Nabi Saw, dzikir yang baik adalah dzikir yang samar. Dan dzikir yang samar ada cara khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Mengapa al-Ghazali hanya menyebut nama Allah dalam dzikirnya? Dalam sejumlah kitab yang ditulis al-Ghazali, merujuk firman Allah Swt dalam Surat Thaha ayat 14, berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kamu sekalian (dengan menyebut nama Allah), dzikir sebanyak-banyaknya,”. Al-Ghazali mengakui banyak metode dzikir kepada Allah Swt yang diketahuinya saat menjadi pengikut tarekat. Namun, al-Ghazali memiliki dzikir hanya menyebut nama Allah Swt sebeagaimana firman Allah Swt dalam surat Thaha, ayat 14 itu. Selain memilih nama Allah Swt sebagai pilihan dalam berdzikir, alGhazali juga mencari metode (cara) paling ampuh agar bisa memasuki tangga-tangga makrifat Allah. Karena itu, dalam kitab Ihya’, Mi’raj as-Saalikin dan Misykat al-Anwar, al-Ghazali menjelaskan hasil para salik yang dilalui dalam menapaki tangga makrifat. Seperti, alam ruh, alam malaikat dan alam nur. Metode dzikir yang dimaksud alGhazali adalah dzikirnya hati, yang biasa dipraktekkan kelompok tarekat. Kemudian, dzikir ar-ruh, yaitu dzikir kelompok hakikat. Dan terakhir,

dzikir as-sirr, yaitu dzikir kelompok makrifatullah. Bagi al-Ghazali, dzikir Allah dalam hati agar lebih merasakan khusyu’. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Ketika hati khusyu’, maka khusyu’ pula semua anggota tubuhnya”. Allah juga memerintahkan untuk selalu berdzikir (ingat) kepada Allah melalui firman-firman-Nya. Seperti, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat) -Ku. (QS. Al Baqarah: 152). Firman Allah SWT di atas bermakna: ingatlah kepadaKu niscaya Aku akan mengingat kalian dengan nikmat yang akan Aku limpahkan. Ingatlah kepadaKu dengan mengesakanKu, maka Aku akan mengingat kalian dengan memberikan perlindungan. Ingatlah Aku dengan rasa syukur, maka niscaya aku akan mengingat kalian dengan tambahan nikmat. Ingatlah Aku dengan rasa cinta, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dengan rahmat-Ku. Ingatlah Aku dengan rasa takut, niscaya Aku akan mengingat kalian dengan rasa aman. Ingatlah Aku, maka niscaya Akau akan mengingatmu dengan mewujudkan harapan-harapanmu. Allah berfirman dalam surat AlJumu’ah, Dan ingatlah Allah sebanyakbanyak supaya kamu beruntung. (QS. Al jumu’ah: 10) dan “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d: 28). Dalam sebuah hadits Qudsi yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: Aku adalah menurut perasaan hambaku terhadapKu dan aku akan terus bersamanya saat ia mengingatKu. Jika ia mengingatKu dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan jika ia mengingatKu di tengah kumpulan orang banyak, maka Aku mengingatnya dalam sebuah kumpulan yang jauh baik daripadanya.

Jika ia mendekatkan diri kepadaKu sejengkal. Maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya sehasta. Dan jika ia mendekatkan diri kepada sehasta, maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya sedepa. Jika ia mendekatkan diri kepadaKu dengan berjalan. Maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya dengan berlari. Menurut al-Ghazali, dikata mukmin sejati selalu ingat Allah dalam setiap keadaan. Ketika, hati ingat Allah seluruh anggota tubuhnya terasa damai sehingga tak ada sisa anggota tubuhnya terkecuali melakukan dzikir kepada Allah. Jika hati mengingat Allah SWT, mampu menahan diri dari apa-apa yang dilarang Allah. Dan jika kaki melangkah menuju sesuatu, tetap mengingat Allah, langkah kakinya dalam ridhai-Nya. Jika matanya melihat sesuatu, tetap mengingat Allah, sehingga ingatannya akan mampu menghentikan pandangan kecuali yang di ridhai Allah. Demikian pula dengan pendengaran, lisan, dan seluruh anggota tubuhnya akan terjaga dengan sikap moroqabah atau merasa senantiasa di awasi oleh Allah Azza wa jalla dan memperhatikan perintah-Nya serta merasa malu mengingat dirinya selalu berada dalam pantauan Allah SWT. Demikian kata al-Ghazali makna banyak berdzikir hati kepada Allah.

bersambung...

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 27


Majelis Taklim KH M Shaleh Abdullah

KEBENARAN HAKIKI HANYA MILIK ALLAH SWT Nama Te-ta-la Pendidikan Aktivitas Keluarga

: KH M Shaleh Abdullah : Sumenep, 09 Desember 1961 : IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, Ponpes Krapyak Yogyakarta (2 tahun), Ponpes Sidogiri : Pengasuh Ponpes Mathali’ul Anwar Putri Kelurahan Kepanjin : a. Istri : Hj Siti Maftuhatul Miladiyah b. Putra/i: Afiyah, Sulha, Arufa, Ivo, Fafa, dan Zayyan

*****

S

osoknya yang tenang dan murah senyum, serta santun menjadi ciri khas dari putra bungsu Kiai Haji Abdullah bin Husein ini. Kiai Haji Muhammad Shaleh Abdullah, atau biasa dipanggil Kiai Mad Shaleh atau Kiai Shaleh. Sementara santri Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar menyebutnya dengan panggilan Kiai Anom. “Kiai Anom ya? Iya beliau ada. Tunggu sebentar,” kata salah satu santri putri di pesantren yang didirikan oleh Kiai Abdullah ini. Kiai Shaleh menemui tabloid ini di ruang terima tamu. Lalu beliau bercerita tentang sejarah singkat berdirinya Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar yang terletak terpisah antara pondok putra dan putri. “Kalau secara pastinya, tidak ada catatan tertulis mengenai waktu atau tahun berdirinya Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar ini. Cuma yang saya tahu, Kai (ayah; red) mulai morok (mengajar) sejak umur 15 tahun,” kata pria kelahiran Sumenep, 09 Desember 1961 ini. Menurut Kiai Shaleh, Kiai Abdullah lahir pada tahun 1917 Masehi. Sebelum mendirikan pondok pesantren, Kiai Abdullah mondok atau mengaji pada Kiai Haji Miftahul Arifin, Pajinggaan Kelurahan Bangselok. Lepas itu, Kiai Abdullah juga mengaji pada Kiai Haji Abisyuja’ Kebunagung, dan merupakan santri kesayangan. “Jadi kalau dihitung dari tahun lahir Kai, dan usia pertama kali morok, kemungkinan pesantren ini

28 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

berdiri di tahun 1930-an,” kata Kiai Shaleh. Pertama kali, lokasi pondok terletak di desa Pangarangan. Namun sejak sekitar tahun 1961, Kiai Abdullah pindah ke kelurahan Kapanjin, yaitu yang sampai sekarang menjadi lokasi pondok putri di jalan Meranggi. “Setelah kakak saya Kiai Sa’id kembali dari mondoknya, beliau membantu mengasuh pondok sampai Kai wafat tahun 1984. Pondok pun mulai berkembang pesat, bahkan sudah mulai ada lembaga pendidikan formal hingga jenjang MA untuk santri putra maupun putri,” kisahnya. Pada tahun 1990, yakni sekembalinya Kiai Shaleh dari mondoknya di pesantren Sidogiri, Kiai Sa’id pindah ke desa Pangarangan dan seluruh santri putra ikut serta. Sehingga yang di Kepanjin hanya tinggal santri putri, dan Kiai Shaleh yang ditunjuk sebagai pengasuh atau penanggung jawab. “Namun khusus santri putri yang sudah sekolah MA dipindah ke Pangarangan, gedung madrasahnya di belakang kediaman Kiai Sa’id. Jadi yang di sini ini hanya sampai jenjang Madrasah Tsanawiyah,” jelasnya.

TANAMKAN PENGAMALAN ALQURAN Salah satu pesan dari Kiai Abdullah yang selalu diingat oleh Kiai Shaleh ialah agar selalu berpegangan pada kitab suci alQuran dalam kehidupan sehari-hari dan sekaligus mengamalkan isinya.

Sejak kiai Abdullah, ada beberapa kitab wajib yang selalu diajarkan pada santri, yakni Tafsir Jalalain, alHikam, dan Fathul Mu’in. “Namun kini khusus di santri putri hanya pengajian tafsir dan Fathul Mu’in. Sedangkan yang al-Hikam di pondok putra,” kata Kiai Shaleh. Menurut Kiai Shaleh, Kiai Abdullah dulunya seorang penghulu. Beliau juga disebutnya sebagai penganut thariqah Naqsyabandiyah Muzhhariyah. Namun sebagaimana yang dikatakan kiai Shaleh, Kiai Abdullah tidak pernah mengarahkan putra-putrinya untuk masuk ke dalam dunia thariqah. “Kai hanya berpesan agar selalu berpegangan pada al-Qur’an dan Hadits. Jangan sampai terlepas dari keduanya,” ujar ayah lima anak ini.

HARGAI PERBEDAAN PENDAPAT Dewasa ini memang kebebasan berfikir dan mengutarakan pendapat mengemuka. Paham dan aliran yang semula tenggelam dalam “gerakan bawah tanah” mulai timbul ke permukaan, seiring dengan dibukanya kran bernama era reformasi. Masing-masing aliran dengan tokoh-tokohnya mengklaim sebagai kelompok yang paling benar. Ironisnya, aktivitas saling menyalahkan mulai jadi kebiasaan. Perselisihan di kalangan para pengikut dari kelompok-kelompok tersebut, jika dibiarkan bisa menjadi api permusuhan yang berpotensi memecah-belah kesatuan Islam. “Dalam menghadapi banyaknya pendapat itu harus diingat bahwa

kebenaran hakiki hanyalah milik Allah SWT,” kata kiai Shaleh. Bahkan di kalangan Nahdlatul Ulama sendiri, menurut kiai Shaleh saat ini asumsi yang berkembang NU adalah madzhab Syafi’i, atau madzhab Syafi’i itu adalah NU. Padahal NU menganut salah satu dari empat mazhhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. “Jadi selama orang NU itu bermazhhab salah satu dari keempatnya tersebut, ya tetap NU,” tegas Kiai Shaleh sambil tersenyum. Memang secara amaliah, mayoritas NU menggunakan mazhhab Syafi’i, namun Kiai Shaleh mengakui bahwa masih banyak warga NU yang menganggap NU haruslah bermazhab Syafi’i. “Jadi hal-hal semacam ini yang harus bisa kita pahami bersama. Sehingga dengan demikian bisa saja orang yang tak ber-qunut misalnya, lalu ia mengaku NU bisa saja. Berarti dia itu NU yang bermazhhab Maliki,” tambahnya. Sedangkan untuk banyaknya aliran atau kelompok yang mengklaim sebagai yang paling benar, menurut Kiai Shaleh masyarakat harus bisa bersikap bijaksana, dan menghindar dari perselisihan yang berarah pada permusuhan. “Ya, selama masih sesuai dengan al-Quran, Hadits, dan tak menyalahi pendapat mayoritas, kita tidak bisa menganggap suatu itu salah. Karena sekali lagi kebenaran hanya milik Allah,” tutupnya. RB Moh Farhan Muzammily


WAKIL SUMENEP DI AJANG KRPL JATIM

S

ebagai upaya meningkatkan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui TP PKK Jawa Timur bekerjasama dengan Dinas Pertanian Jawa Timur melaksanakan Lomba KRPL 2015. Sangat beruntung, dari sekian Kecamatan di Kabupaten Sumenep Pemerintah Kecamatan Bluto menjadi satu-satunya kecamatan yang dipercaya mewakili Kabupaten Sumenep di ajang tersebut. Penilaian dilaksanakan oleh Tim Penilai dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur dan telah

berlangsung pada bulan Juni kemarin. “Kebetulan hanya Kecamatan Bluto yang mewakili Kabupaten Sumenep untuk lomba KRPL ini,” tutur Siswahyudi Bintoro selaku Camat Bluto. Dalam mengikuti Lomba KRPL Jatim tersebut, pihak Kecamatan Bluto, kata Bintoro, sudah melakukan persiapan sejak bulan November 2014 lalu hingga menjelang penilaian dilakukan oleh Tim Penilai. Sementara lahan yang dipakai untuk Lokasi Penanaman Bahan Pangan bertempat di Desa Errabu, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, milik salah satu

Kelompok Tani binaan Kecamatan sendiri. Bintoro juga menjelaskan, tanaman pangan yang dibudidayakan di lokasi penanaman diantaranya adalah sayursayuran, jagung, padi dan tanaman pangan yang lainnya. Kata Bintoro, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan lahan pekarangan kosong untuk ditanami sesuatu yang dapat berguna bagi kehidupan seharihari. Dengan kesadaran yang dibina mulai sejak dini itu, lanjut Bintoro, masyarakat tidak hanya diharapkan bisa memanfaatkan lahan dengan maksimal namun juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Errabu dan umumnya masyarakat Sumenep. Bintoro juga berharap, dalam ajang yang diwakili Kecamatan Bluto tersebut Sumenep mampu menggondol Juara. “Kalau sudah tidak juara, setidaknya bisa masuk dalam nominasi Jawa Timur,” tandasnya penuh harap.

Kiprah

Camat Bluto Siswahyudi Bintoro

hairul/rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 29


Air Terjun

PEMANDIAN

R

UBARU. Rupanya kecamatan ini tidak hanya terkenal karena Varietas Bawang Merah dan destinasi wisata lereng bukit dari gua yang baru ditemukan tiga bulan lalu. Dengan wilayah yang hampir semua pegunungan, Kecamatan Rubaru memiliki potensi wisata air terjun yang tak kalah menakjubkan. Jika pembicaraan air terjun selama ini kerap berujung pada 5 air terjun Kota Malang (Air Terjun Coban Rondo, Air Terjun Coban Talun, Air Terjun Coban Rais, Air Terjun Coban Pelangi, dan Air Terjun Coban Sewu), hasil jelajah Mata Sumenep kali ini pasti berhasil menarik penyuka traveling mengunjungi Air Terjun Pemandian. Lokasinya terletak di Dusun Lenteng, Desa Basoka, Kecamatan Rubaru, Sumenep. Tempat ini berada pada garis bujur 113.7223T dan garis lintang 6.974795. Sungguh keindahannya menunjukkan maha karya tuhan. Batubatu besar yang menyembul di jatuhan genangan airnya menambah eksotika yang luar biasa. Airnya pun jernih berwarna biru, dingin di tengah terik matahari. Sedingin es batu

30 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP

yang cocok menjadi penyegar di siang hari. Jika diamati, Air Terjun Pemandian memiliki ketinggian sekitar 7 meter dari permukaan air, dan panjang kurang lebih 30 meter. Sementara lebar kawahnya sekitar 30x10 meter, dengan kedalaman sekitar dada orang dewasa. Gak percaya? Mata Sumenep sudah pernah mencoba. Di tebing bagian timur, ada sebuah gua yang sudah tertutup oleh sampah, kayu dan rerumputan liar. Hal ini, kata Ahmad Ali (40), disebabkan tidak ada yang memperhatikan gua tersebut. Sementara di bagian barat terdapat sumber air besar, yang konon merupakan bekas tempat seorang pertapa yang entah. Bila diperhatikan, batu besar menghampar di dalam rimbun pohonan sangat mungkin menjadi alas para pertapa tersebut dalam melakukan ritualnya. Untuk menuju air terjun ini, para penikmat traveling harus mengikuti jalur jalan raya Kecamatan Rubaru dan melintasi Pasar

Rubaru. Setelah sampai di perbatasan Desa Basoka dan Desa Duko, tepat di sebelah utara tapal batas, terdapat jalan desa menuju lokasi. Melalui jalan itulah hingga sampai di sebuah warung kiri jalan, lalu masuk melalui jalan setapak ke selatan kita akan tiba di sebuah masjid. Nah, di belakang masjid, Air Terjun Pemandian siap menunggu siapa saja menikmati sejuk airnya. Kenapa Air Terjun Pemandian? Tak ada yang tahu pasti mengenai asal nama itu. Dalam penelusuran Mata Sumenep, banyak orang menyebutnya dari bibir ke bibir dan terus hidup tanpa kisah muasal. Namun, keberadaan Air Terjun yang dijadikan tempat pemandian bagi masyarakat sekitar, dapat menjadi rujukan dalam penamaannya. Sebagai suatu kekayaan alam, belum ada pihak yang menyadari potensi wisata dari Air Terjun Pemandian ini. Padahal, jika dikembangkan dan dikelola dengan benar, kemungkinan tumbuhnya potensi lain, seperti ekonomi, sangat prospektif. Selama ini, pengelolaan Air Terjun Pemandian yang berada dalam aliran sungai Basoka itu, hanya sebatas pada penampungan air di bagian atas yang sengaja dibuat untuk keperluan nyuci dan mandi. Sementara di genangan air terjun hanya digunakan mandi oleh orang-orang tertentu. “Kadang para siswa yang lagi liburan terlihat mandi di Air Terjun Pemandian ini,� kata seorang ibu-ibu yang lagi nyuci. Lokasi air terjun yang tepat di belakang masjid sangat strategis. Jika berkenan, bagi masyarakat yang

hendak melaksanakan ibadah shalat, bisa langsung mandi dan bersuci disana. Bahkan, sebelum listrik masuk desa, menurut Ahmad Ali, Air Tenjun Pemandian dahulu pernah digunakan masyarakat setempat menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Kini, disamping banyak dilirik pengunjung, Air Terjun Pemandian masih menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat. Di dinding tebing air terjun masih terlihat peralonperalon menganga menangkap air yang dialirkan ke sawah-sawah untuk keperluan pertanian dan lainnya.

hairul/rafiqi


MATADESA

Saat sosialisasi dari Kemen PU Perumahan soal Home Stay bagi Wisatawan Giliyang. Dua dari kiri (Camat Dungkek)

Home Stay Tanean Lanjhang

Manjakan Wisatawan Giliyang

Contoh Home Stay di Banraas Giliyang; fasilitas penginapan untuk para wisatawan.

S

osialisasi Teknologi Hasil Litbang di Bidang Permukiman Akomodasi Wisata Tanean Lanjhang untuk Pulau Giliyang yang bertempat di Desa Banraas Giliyang, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Rabu kemarin (24/06) merupakan salah satu bentuk usaha Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Kecamatan Dungkek untuk memberikan pemahaman bagaimana pentingnya tetap mempertahankan

budaya lokal tradisional, yakni Tanean Lanjhang di Kabupaten Sumenep kepada masyarakat Giliyang, khususnya Tokoh Masyarakat, Pemerintah Desa dan Pemuda Giliyang. “Kami (Pemerintah Kecamatan Dungkek) bersama rombongan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, memberikan sosialisasi

bagaimana pembuatan Home Stay Tanean Lanjhang yang baik. Sementara untuk pembangunan 1 unit Home Stay Tanean Lanjhang yang dimulai tahun 2014 kemarin, sudah selesai,” ujar Camat Dungkek, Wahyu Kurniawan Pribadi. Menurut Wahyu, pembangunan 1 unit Home Stay Tanean Lanjhang itu, hanya menjadi sebuah percontohan bagi masyarakat Sumenep, terutama bagi masyarakat Giliyang. Selain Home Stay Tanean Lanjhang untuk melestarikan budaya lokal Sumenep, keberadaannya juga sebagai daya tarik wisata tradisional untuk wisatawan, khusunya wisatawan asing. “Saya berharap masyarakat setempat mencontoh Home Stay Tanean Lanjhang yang telah dibangun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Kecamatan Dungkek, agar masyarakat setempat bisa mendapat manfaat ekonomi dari

adanya wisata di Giliyang ini,” tutur Camat yang bertugas di Dungkek sejak 2013 kemarin. Home Stay tersebut, pada hakikatnya adalah bagian dari rumah masyarakat yang disewakan bagi wisatawan asing (turis) yang mengharapkan kehidupan tradisional dan ingin berinteraksi dengan pemilik Home Stay maupun masyarakat setempat. Selain itu, Home Stay Tanean Lanjhang sangat tepat diterapkan di pulau Giliyang mengingat tanean lanjhang merupakan salah satu local wisdom yang masih kental di masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata sekaligus menikmati pundi-pundi ekonomi dari kekayaan alam di kampung halaman sendiri. “Dengan aHome Stay Tanean Lanjhang, saya kira pulau Giliyang sudah siap menerima wisatawan asing,” pungkas camat kelahiran Jember ini kepada mata sumenep.

hairul/rafiqi

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 31


32 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP


Metamorfosis KH Busyro Karim Metamorfosis DrDr KH A.A. Busyro Karim (5)(4)

Menerima Informasi dengan Cover Both Side Catatan Hambali Rasidi

Suatu ketika, Kiai Busyro mengutip kisah para sahabat Rasul Muhammad Saw. Menurut Kiai Busyro, para sahabat Rasul Saw itu, banyak. Jumlahnya ratusan. Rasul Muhammad Saw memperlakukan sama antar sahabat. Tidak ada yang diistimewakan. Jika ada yang menilai sahabat Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Abu Bakar dan Utsman bin Affan, tergolong sahabat Rasullullah Saw paling dekat, diantara sahabatsahabat yang ada, itu sebuah efek dari kadar nilai loyalis sahabat kepada Rasululllah Saw.

S

alah satu model kepemimpinan Kiai Busyro adalah bisa memfilter informasi yang diterima dari aneka tipe anak buah dan orang-orang dekatnya. Termasuk orangorang (masyarakat umum) yang menyampaikan aspirasi langsung kepada dirinya. Suatu ketika, Kiai Busyro menerima informasi soal kinerja salah satu orang dekatnya. Orang itu berdalih, informasi itu penting diketahuinya, dikhawatirkan menjadi “bom� yang sewaktuwaktu meledak. Dan berimbas negatif dalam kepemimpinannya. Bagaimana responnya? Kiai Busyro menerima infomasi itu dan melakukan cover both side (mencari informasi pembanding). Ada banyak model dalam melakukan cover both side. Salah satu yang dilakukan Kiai Busyro adalah menyampaikan langsung informasi itu kepada orang yang dituju. Kiai Busyro berargumen, jika informasi itu benar, dapat diklarifikasi. Sebaliknya, jika informasi

yang diketahui kurang benar, juga dapat dijelaskan langsung kepada dirinya. Sikap demikian, sengaja dilakukan Kiai Busyro untuk meredam vested interest (gesekan kepentingan) diantara orang-orang dekatnya. Sehingga, dinamika di antara lingkaran itu dapat teredam secara bijaksana. Kiai Busyro sadar, aneka tipe orang-orang dekatnya, baik secara struktur di pemkab maupun mereka yang tergolong non eselon (parpol dan non parpol), tetap diperlakukan sama. Tidak ada yang dianak emaskan. Kenapa Kiai Busyro berbuat demikian? Kiai Busyro sadar jabatan sebagai Bupati, potensi konflik antar orang di lingkarannya rentan terjadi. Sikap egalitarisme kepada orang-orang dekatnya, bisa menjadi salah satu sikap bijaksana Kiai Busyro dalam memenej sejubel aktivitas dan problem. Bagaimana bila terlihat ada orang yang dekat dan diperlakukan beda? Suatu ketika, Kiai Busyro

mengutip kisah para sahabat Rasul Muhammad Saw. Menurut Kiai Busyro, para sahabat Rasul Saw itu, banyak. Jumlahnya

Menjabat Bupati, keperibadian Kiai Busyro tetap alias tidak berubah. Setidaknya, sikap kesahajaan dan

ratusan. Rasul Muhammad Saw memperlakukan sama antar sahabat. Tidak ada yang diistimewakan. Jika ada yang menilai sahabat Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Abu Bakar dan Utsman bin Affan, tergolong sahabat Rasullullah Saw paling dekat, diantara sahabatsahabat yang ada itu sebuah efek dari kadar nilai loyalis sahabat kepada Rasululllah Saw.

peka terhadap problem yang mendesak dicarikan solusi tetap kental dalam pribadinya. Hanya saja, dalam implementasi sebuah kebijakan yang diinisasi dirinya, terkadang lamban terwujud maksimal karena terkait sarana dan SDM yang berkompeten. Selain komitmen kuat yang belum tersalurkan dalam mengemban tugas masingmasing stafnya.

bersambung...

MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 33


34 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP


MATA SUMENEP 6 JULI 2015 | 35


36 | 6 JULI 2015 MATA SUMENEP


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.