Tabloid Mahasiswa Universitas Diponegoro LPM Manunggal Edisi 1 Tahun XXI Desember 2021

Page 1


2

Desember 2021

Salam Redaksi

Salam Pers Mahasiswa ! Setelah sekian lama tidak berjumpa dengan pembaca sekalian, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya, serta atas kerjasama berbagai pihak dalam pembuatannya, sehingga Tabloid Manunggal edisi tahun 2021 dapat diterbitkan. Agaknya pandemi tahun 2020 kemarin menciptakan berbagai perubahan dalam kehidupan demokrasi mahasiswa Undip. Terjadi suatu “krisis” dalam demokrasi mahasiswa dimana kurangnya peminat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Raya (Pemira), hingga banyaknya kotak kosong menjadi peserta nomor urut 2. Jika berkaca pada beberapa tahun sebelumnya, terjadi pula suatu peristiwa yang membuat perubahan besar dalam sistem demokrasi mahasiswa Universitas Diponegoro. Berawal dari ketidaksempurnaan sistem demokrasi dimana banyak partai yang berselisih hingga berbagai kerusuhan politik terjadi, tahun 2014 menjadi puncak berakhir sistem Keluarga Mahasiswa yang pernah digadang ormawa Undip. Reformasi ini menjadi tonggak awalnya sejarah baru demokrasi mahasiswa Undip hingga kini. Namun perubahan ini justru menjadikan demokrasi Undip menjadi “prosedural”. Untuk itu kami mempersembahkan sajian utama kami yang berjudul “Bergantinya Sistem Keluarga Mahasiswa pada Ormawa Undip”. Jika membahas perpolitikan kampus, tak lupa membahas kaderisasi yang menjadi sarana peningkatan kemampuan mahasiswa dalam berorganisasi. Pada 2020, salah satu

yang menjadi masalah dalam Pemira Undip adalah mengenai LKMM-TM yang gagal dilaksanakan. Kaderisasi paling tinggi di Undip ini sudah dari tahun ke tahun menjadi syarat para pejabat kampus, sebut saja Ketua dan Wakil Ketua BEM Undip. Seluk beluk kaderisasi madya ini simak selengkapnya di Liputan Khusus “LKMM Madya: Kaderisasi Para Terpilih”. Masalah demokrasi ini juga dibahas oleh dua narsum dari kalangan mahasiswa dan dosen. Tidak hanya demokrasi mahasiswa, kudeta di Myanmar yang terjadi beberapa bulan yang lalu juga dikupas tuntas oleh seorang dosen sejarah bidang politik dan budaya. Selengkapnya dapat dilihat pada artikel “Kudeta Myanmar: Tradisi Militeristik di Tengah Konflik Antaretnis”. Tidak hanya membahas demokrasi, Tim Tabloid Manunggal juga menghadirkan wawancara khusus dengan Top 5 Indonesian Idol 2021 sekaligus mahasiswa FH Undip, tidak lain ialah Jemimah Cita. Wanita kelahiran 13 September 1999 ini tidak hanya jago bernyanyi, tetapi juga berprestasi di bidang hukum. Selengkapnya dapat dilihat pada rubrik sosok mahasiswa. Selain sang penyanyi, kamu juga bisa mencari rekomendasi musik dan film di rubrik resensi untuk yang menarik untuk disimak, serta dalam rubrik sasbud, kalian dapat melihat keindahan tarian sanghyang khas Bali yang mencerminkan tradisi lokal dalam mengusir malapetaka. Akhir kata semoga dengan terbitnya Tabloid kali ini dapat mencerahkan anda-anda semua dengan informasi mengenai lika-liku kampus kita tercinta.

Selamat membaca!

Pelindung Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum. Penasihat Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D Prof. Dr.rer.nat. Heru Susanto, S.T., M.M., M.T. Dr. Darsono, S.E. Akt., MBA Prof. Dr. Ir. Ambariyanto, M.Sc. Dr. Adi Nugroho Pemimpin Umum Faqih Himawan Sekertaris Umum Hiskia Rizki Amanina Chasanti Pemimpin Redaksi Dyah Satiti Pujitaningrum Wakil Pimpinan Redaksi Fidya Azahro Nur Mawaddah Pemimpin Litbang Salsabila Afra Ariqoh Pemimpin Perusahaan Dini Izzati Sabila Redaktur Pelaksana Tabloid Fidel Satrio Hadiyanto Reporter Tabloid Arbenaya Candra Baiti Rahma Asy-syifa Annisa Rachmawati M. Daffa Apriza Redaktur Pelaksana Majalah Ni Kadek Ayu Cindy Yulita Reporter Majalah Aditya Putra Trian Afriyan Noor Seima Lubabah Redaktur Pelaksana Cybernews Aslamatur Rizqiah Reporter Cybernews Eza Adeningtyas Siti Latifatu Christian Noven Mirra Halizah Diana Putri Rafika Immanuela Redaktur Pelaksana Media dan Publikasi Chairunnisa Staf Media dan Publikasi Malahayati Damayanti Anissa Earlysiam Anissa Evita Bethari Ayu Ardiani Eka Setyorini Redaktur Pelaksana Desain Mahfudhoh Ulin Nuha Staf Desain Wulan Cahya Rahmadani Reysma Shinta M. Agisni Eka Wiji Lestari Manajer Rumah Tangga Sofatun Misrofah Manager Produksi, Distribusi dan Iklan Aldilla Natasya Gunawan Staf Produksi, Distribusi dan Iklan Annisa Nur Afifah Vergia Ayunda Aji Ilham Furqoni Staf EO Denia Yurisa Jagad Febrian Kadiv Kaderisasi Siti Marfu’ah Staf Kaderisasi Shofie Najmil Latifa Hasna Karunia Okta Merry Ivana Kadiv Data dan Informasi Vania Elvina Staf Data dan Informasi Viena Aulia Damayanti Azka Putri Nirmala Dian Pertiwi Kadiv Jaringan Kerjasama Rifaldoni Staf Jaringan Kerjasama Annisaa Salas Adellia Putri Tesalonika Jane


Desember 2021

3

Ilustrator: Reysma Shinta/Manunggal

KOMIK MANUNGGAL

Surat Pembaca Kesehatan mental adalah hal yang tak kalah penting dari kesehatan fisik. Maka, pihak BEM Psikologi Undip sudah mewadahi mahasiswa yang berkeinginan untuk konsultasi mengenai kesehatan mental atau sekadar bercerita lewat konseling online ‘Kita Teman Cerita’. Namun, kegiatan konsultasi ‘Kita Teman Cerita’ belum dikenal secara masif oleh mahasiswa. Ke depannya, pihak Undip bisa lebih mengintegrasikan, bekerjasama, atau mempromosikan konsultasi ini kepada mahasiswa secara luas. Mengingat bahwa kesehatan mental sangat penting. (Amalia, FISIP) Fakultas Peternakan dan Pertanian adalah salah satu fakultas yang khas karena memiliki hewan ternak misalnya rusa, kambing, dan sapi. Di masa kuliah daring, banyak hewan tersebut menjadi terbengkalai dan kurus karena kurang makan. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak ada mahasiswa yang memperhatikan hewan tersebut karena terhalang pandemi. Mungkin dari pihak kampus dapat memperhatikan masalah seperti ini. (Aulia, FPP)

Pemimpin Perusahaan 2019

Mutia Larasati

Pemimpin Umum 2019

Alfio Santos

Reporter Cybernews 2019

Isna Farhatina

Selamat & Sukses


4

Desember 2021

Gaung

PEMIRA 2020: ANTUSIASME TURUN AKIBAT PANDEMI?

P

emilihan Umum Raya atau Pemira merupakan suatu ajang pesta demokrasi bagi para mahasiswa di universitas manapun, termasuk Undip. Pada kesempatan ini para mahasiswa berlomba-lomba mencalonkan diri dalam ajang pemilihan lembagalembaga mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Senat Mahasiswa (SM) untuk mengeluarkan aspirasi mahasiswa di kancah kampus, serta menjadi batu loncatan menuju jenjang selanjutnya. Pada tahun 2020 lalu, pesta demokrasi mahasiswa mengalami kendala akibat pandemi Covid-19 menyerang Indonesia. Dampaknya, semua kegiatan mahasiswa di kampus mulai dibatasi dan pembelajaran dilakukan secara daring. Para mahasiswa juga mulai kembali ke kampung halamannya ketika isu mengenai lockdown sedang tinggi. Akibatnya perombakan terhadap mekanisme pelaksanaan Pemira pun dilakukan. Namun, yang paling mengejutkan ialah minimnya antusiasme dari pelaksanaan Pemira itu sendiri yang dibuktikan dengan tidak adanya yang mendaftar sebagai Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM saat itu. Banyak orang yang menyangka hal ini terjadi akibat pandemi, melihat banyak sekali fakultas yang mengalami hal serupa. Namun jika melihat ke belakang, peristiwa ini merupakan dampak dari gagalnya Latihan Keterampilan Manajemen

Sumber Foto: Dok. BEM UNDIP

Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMMTM) akibat aksi walk out para peserta lantaran terdapat dua versi daftar peserta lolos seleksi. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap mereka yang “dieliminasi” oleh rektorat melalui daftar peserta yang baru. Sebanyak sepuluh orang dieliminasi dan sebelas orang lain yang tiba-tiba masuk dalam daftar. Krisis kepemimpinan ini kemudian berlanjut ketika Pemira akhirnya dapat dilaksanakan pasca musyawarah mahasiswa yang memutuskan untuk mengganti persyaratan pendaftaran. Poin yang diubah yakni jika sebelumnya yang diperbolehkan mendaftar adalah mereka yang sudah lulus LKMMTM di Undip, menjadi di luar Undip atau setingkatnya. Hasil pemira pun diselesaikan melalui aklamasi terhadap paslon Thufail Addausi (Daus) M. Chory Firdaus (Chory) dimana keduanya pun menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM Undip 2021. Akan tetapi hal ini tidak lama karena ketua BEM terpilih pun memutuskan untuk mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang unik. Wakilnya, Chory pun naik tahta menjadi ketua baru menggantikan Daus pasca resmi diberhentikan oleh Senat Mahasiswa pada Februari 2021.

Hal yang tidak jauh berbeda dengan Pemira di fakultas, banyak pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua BEM harus melawan kotak kosong. Kotak kosong di Fisip bahkan memiliki suara yang hampir seimbang dengan paslon yang ada dengan selisih 51 suara. Antusiasme peserta juga ikut turun, salah satunya Pemira Fakultas Psikologi yang memiliki jumlah mahasiswa golput lebih banyak dibanding yang ikut menyuarakan pilihannya. Penurunan antusiasme Pemira 2020, pengaruh aksi walk out LKMM-TM? Atau situasi pandemi yang semua serba daring? (Fidel/ Manunggal)


Desember 2021

Sajian Utama

5

Bergantinya Sistem Keluarga Mahasiswa pada Ormawa Undip

D

emokrasi kampus merupakan sebuah frasa yang menjelaskan sistem pemerintahan yang berada di lingkungan kampus/universitas. Wadah students government ini merupakan tempat para mahasiswa belajar berorganisasi dan belajar politik. Keberadaan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) Undip dapat ditarik pada tahun 1998, ketika terjadi demo besar menuntut kejatuhan Presiden Soeharto. Berdasarkan blog BEM KM Undip, kala itu pergerakan mahasiswa mencapai klimaksnya dalam memperjuangkan demokrasi Indonesia yang berada di situasi kritis. Besarnya perjuangan mahasiswa saat itu mendorong pembentukan suatu lembaga mahasiswa yang lepas dari pengaruh Orba, khususnya Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Maka pada akhir tahun 1999, terbentuklah Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro (BEM Undip) sebagai organisasi mahasiswa yang

mewadahi aspirasi dan pergerakan mahasiswa Undip.

Keluarga Mahasiswa dan Partai Mahasiswa

Keberadaan Ormawa ini juga menjadikan kampus sebagai miniatur negara dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai eksektif dan Senat Mahasiswa (SM) sebagai legislatif di bawah rektorat. Namun layaknya negara, terdapat beberapa masalah dalam keberjalanan pemerintah mahasiswa ini. Jika ditarik ke belakang, pada tahun 2014, terjadi pula suatu peristiwa besar yang berakibat pada perubahan status BEM dan SM yang tadinya berbentuk Keluarga Mahasiswa. Peralihan ini juga memicu perubahan sistem demokrasi dan politik yang cukup besar. Salah satu yang paling menonjol ialah pembentukan beberapa lembaga baru dan sistem pesta demokrasi.

Sesuai dengan Bab 1, pasal 1 ayat 1 Pedoman Pokok Organisasi (PPO) tahun 2011, Keluarga Mahasiswa Universitas Diponegoro yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut KM Undip adalah wadah formal dan legal bagi seluruh aktivitas kemahasiswaan di Universitas Diponegoro. Sementara menurut penuturan Sulistyo Nugroho, Mantan Ketua Komisi IV SM Un dip 2014 kepada Awak Manunggal (1/7), sistem Keluarga Mahasiswa yang diterapkan oleh Undip dan beberapa kampus lainnya serupa dengan sistem negara federal. Dalam sistem ini, terdapat dua lembaga mahasiswa yang terdiri dari BEM (lembaga eksekutif) yang dipimpin oleh Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) dan dibantu oleh beberapa kementerian, serta SM (lembaga legislatif) yang berfungsi sebagai wadah politik mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya.

Ilustrasi: Wulan/Manunggal


6

Desember 2021

Sajian Utama

Setiap fakultas memiliki lembaga politiknya masing-masing seperti negara bagian. Layaknya sebuah pemerintahan, demokrasi dalam kampus dijalankan dengan partai-partai bentukan mahasiswa. Namun berdasarkan blog BEM KM Undip, sistem partai sendiri sempat menimbulkan permasalahan yang membuat SM Undip mengambil alih tugas eksekutif selama 1,5 tahun. Keberhasilan sistem ini baru terasa ketika Pemira 2003 yang berjalan stabil. Pasca kepemimpinan Handoyo Prihatanto lah di tahun 2004, BEM KM Undip berdiri menggantikan sistem sebelumnya. “Selama sistem KM berlaku di Undip, ada sistem kepartaian yang memungkinkan mahasiswa untuk membentuk partai dan menyalurkan aspirasi mereka. Beberapa partai yang sering muncul selama Pemira ada Partai Andalan, Party of Evolution Student (PES), Partai Samudra, Partai Anak Rantau, Partai Semesta, Partai Bintang Nusantara (Binus), Partai Keluarga Mahasiswa (PKM),” jelas Sulistyo yang akrab dipanggil Tyo sembari mengingat-ingat. Namun, penerapan sistem partai membawa masalah tersendiri bagi demokrasi kampus. Ia juga memaparkan butuh keberanian bagi mahasiswa yang menjadi Ketua dari Komite Pemilihan Raya (KPR) pada masa KM. Alasannya adalah karena mahasiswa yang berada di posisi tersebut dapat menjadi sasaran tindakan oleh partai yang tidak setuju dengan keberjalanan dan hasil dari Pemira. “Ada berbagai peristiwa yang dinilai meresahkan oleh pihak rektorat seperti pembakaran, penculikan, sampai perusakan fasilitas umum yang terjadi selama Pemira,” ungkap Tyo. Tindakan kecurangan yang sering terjadi menurutnya dilakukan oleh oknum dari partai tertentu seperti menggunakan orang suruhan untuk mencoblos, kotak suara

“Ada berbagai peristiwa yang dinilai meresahkan oleh pihak rektorat seperti pembakaran, penculikan, sampai perusakan fasilitas umum yang terjadi selama Pemira,” ungkap Tyo. ditaruh di tempat yang sulit dilihat, hingga mengganggu fraksi dari partai lain. Lantas KPR kemudian mendiskualifikasi partai tersebut dari ajang pemira. Tindakan tersebut tentu saja menimbulkan pertentangan dari partai lain. “Ada kecurangan pada Pemira Undip di tahun 2014 atau 2015, ada satu fakultas saat itu yang melakukan kecurangan besar, yang nyoblos orang suruhan,” jelas Tyo, “Pemira sempat dibatalkan dan partainya didiskualifikasi. Peserta gak terima kemudian banding ke Komisi Yudisial, sempat bawa Wakil Dekan (WD) 3 buat intervensi. Lalu Wakil Rektor (WR) 3 dan WD 3 ketemu dan ternyata mereka dari fakultas yang sama sampai si peserta dikasih kesempatan kedua, curang lagi,” lanjutnya Sementara pada tingkat universitas, terjadi pula kericuhan partai-partai ketika pengusungan pasangan calon (paslon) berjalan. Terdapat dua partai yang bermasalah: Party of Evolution Student (PES) dan Partai Samudra. Keduanya melakukan dualisme dimana masing-masing partai mengusung dua paslon yang berlaga dalam pemira. Pengusungan paslon dari kedua partai ini dilakukan pada 9 November 2014 atau beberapa menit sebelum waktu deadline yang ditentukan (15:59), alasan itu kemudian digunakan oleh kedua partai ini ketika dipermasalahkan ke Komisi Yudisial. Hasil keputusan dari komisi ini kemudian menetapkan aklamasi terhadap paslon yang mendaftar lebih

awal dan mendiskualifikasi paslon lainnya. Peristiwa ini ikut melibatkan pihak rektorat yang diwakili oleh Pembantu Rektor III, Drs. Warsito SU. Peristiwa besar ini ternyata memiliki dampak yang cukup besar, yaitu perubahan sistem politik kampus dari Keluarga Mahasiswa menuju Ormawa biasa.

Wacana lama Perubahan sistem pemerintahan mahasiswa ini sejatinya sudah diwacanakan sejak lama. Menurut Mantan Ketua SM Undip tahun 2014, Muhammad Ihsan Hidayat, menyatakan sering terjadinya konflik antar partai (yang sering terjadi ketika Pemira) membuat rencana penghapusan terus bergulir. Namun menurut Ihsan, kejadian ini merupakan suatu kewajaran karena mahasiswa yang baru belajar ideologi tertentu terkadang berekspresi secara bebas atas nama partai. Menanggapi golongan-golongan reaksioner ketika Pemira berlangsung, ia berusaha untuk berunding kepada mereka secara damai “Ketika saya menjabat dulu, yang saya lakukan adalah suatu komunikasi ke mereka yang kita pikir berkepentingan di Pemira dan mengajak mereka untuk berdiskusi secara damai, “ terang Ihsan. Di sisi lain, keberadaan sistem partai dan KM ini juga mengakibatkan aspirasi mahasiswa menjadi terpecah sesuai dengan kepentingan partainya masing-masing, meski partai-partai tersebut tidak memiliki ideologi tersendiri seperti Elemen Gerakan Mahasiswa (EGM). Hal ini juga diperburuk dengan konflik antar partai. Maka pada tahun 2014, pembahasan mengenai penghapusan sistem partai pun dilaksanakan. Tidak hanya partai, sistem KM yang telah ada selama sepuluh tahun lamanya juga ikut menjadi bahan bahasan. Pertemuan antara BEM dan SM dengan pihak rektorat pun diselenggarakan tanggal 25-26


Desember 2021 Februari 2014 di Hotel Salib Putih. Setelah berbagai perdebatan dan kompromi, maka pihak rektorat mengeluarkan Peraturan Rektor No. 4 Tahun 2014 tentang Organisasi Kemahasiswaan. Dari peraturan tersebut terlihat tujuan dari pembenahan organisasi kemahasiswaan adalah untuk mendukung visi dari Universitas Diponegoro, yaitu: “Menjadi Universitas Riset yang unggul pada tahun 2020”. Dikeluarkannya peraturan tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari persiapan Undip menjadi PTNBH (Berbadan Hukum). Berdasarkan Joglo Pos LPM Manunggal tertanggal 27 Mei 2014, penetapan Undip menjadi PTN-BH terjadi pasca dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2014. Undip sendiri baru menjadi PTN-BH pada tahun 2017 dengan dua tahun sebelumnya dilakukan masa transisi. Ormawa pun tidak luput dari pembenahan tersebut. Dikeluarkannya peraturan rektor ini menjadi bukti komitmen Undip dalam meraih status PTN-BH.

Era Transisi Pasca penghapusan sistem KM, terjadi perombakan dalam jajaran kabinet dalam sistem Ormawa. Kementerian diganti dengan bidang dan secara ketatanegaraan, tingkatan Senat menjadi setara dengan BEM (sebelumnya senat menjadi lembaga tertinggi). Kata ‘KM’ yang sebelumnya tersemat di BEM dan SM akhirnya dihapus. Sesuai dengan peraturan rektor, Ormawa saat ini memiliki Pedoman Pokok Organisasi (PPO) sebagai acuan bagi pengurus organisasi kemahasiswaan dan Garis Besar Haluan Kegiatan (GBHK) Ormawa sebagai pedoman jalannya tugas-tugas organisasi. Dengan adanya kedua komponen ini, maka jalannya Ormawa memiliki peraturan-peraturan yang lebih jelas dan berintegrasi ketimbang sebelumnya yang berjalan secara mandiri. Meski sudah dikeluarkan, namun penerapannya secara penuh baru dilakukan pada tahun 2016 dengan satu

Sajian Utama tahun masa transisi di 2015. SM Undip kemudian bertugas melakukan judicial review bersama perwakilan BEM dan SM seluruh Undip dalam Musyawarah Mahasiswa (Muswa). Hasil dari review tersebut nantinya akan diteruskan kepada rektorat sebagai bahan evaluasi. Masa-masa transisi ini juga digunakan untuk sosialisasi oleh SM dan rektorat kepada Ormawa dan UKM fakultas. Sistem KM yang berbentuk federasi membuat beberapa fakultas memiliki sistem pemerintahannya masing-masing, membuat sosialisasi sangat diperlukan. Nantinya ketika peraturan diberlakukan secara penuh, maka semua Ormawa memiliki sistem pemerintahan yang sama. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 52 Tahun 2015, Majelis Wali Amanat (MWA) dibentuk sebagai organ Undip yang menetapkan, memberikan pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, dan melaksanakan pengawasan di bidang non-akademik (semacam MPR) pada tahun 2016. Melalui lembaga ini, pengawasan terhadap lembagalembaga kampus lainnya semakin tegas, serta menjadi pengganti tugas senat mahasiswa yang sebelumnya menjadi lembaga terkuat. Khusus untuk non-akademik, keberjalanan organisasi akan diawasi langsung oleh Komite Audit. Dalam lembaga ini terdapat berbagai unsur-unsur kampus seperti perwakilan mahasiswa, dosen, rektorat, dan sebagainya. Terbentuknya MWA sebagai bentuk kemandirian Undip sesuai dengan Hak dan Kewajiban Undip sebagai PTN-BH. Upaya bonding antar Ormawa memang dilakukan pasca perubahan ini. Hal ini juga sebagai upaya menyelaraskan sistem BEM dan SM yang sebelumnya berbeda lantaran sifat federasi dalam Keluarga Mahasiswa. Maka tidak heran sisa-sisa sistem KM masih dapat dirasakan di masa transisi ini, terutama pada bidang fakultas. Misal pada Pemira, menurut Tyo penggunaan partai mahasiswa masih dilakukan pada FPIK, hingga hilang sepenuhnya di tahun 2016. (Fidel, Daffa, Annis, Abe, Baiti/Manunggal)

7

Partai Mahasiswa

Partai Mahasiswa

Beberapa logo partai mahasiswa di Undip dan perubahan logo “BEM KM Undip” menjadi “BEM Undip”. (Sumber Foto: Berbagai sumber)


8

Desember 2021

Liputan Khusus

LKMM MADYA: Kaderisasi Para Terpilih

dari tingkat LKMM tingkat Pra-Dasar bagi seluruh mahasiswa baru untuk m e m b e k a l i keterampilan dasar, seperti berkomunikasi dan mengenal potensi diri. LKMM tingkat Dasar melatih peserta untuk menyelenggarakan kegiatan kemahasiswaan. Lalu pada LKMM tingkat Menengah, membekali keterampilan koordinasi dan membina tim kerja dalam suatu organisasi.

U

Sumber Foto: Nuha/Manunggal

niversitas Diponegoro adalah salah satu perguruan tinggi yang menerapkan kaderisasi berjenjang bagi mahasiswanya sebagai salah satu upaya mendukung pengembangan soft skill untuk keberlangsungan organisasi mahasiswa. Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) di Undip memiliki tiga jenjang. Dimulai

Pada tahun 2014, dikeluarkan Peraturan Rektor Nomor 4 yang menambahkan syarat kelulusan kaderisasi LKMM-TM Undip bagi Ketua dan Wakil Ketua BEM Undip. Di tahun sebelumnya, syarat kaderisasi tingkat menengah ini hanya diwajibkan bagi Ketua BEM Undip saja, sedangkan Wakil Ketua BEM Undip ditentukan oleh Komisi Komite Pemilihan Raya (KPR).

Sembari menggali ingatan lama, Andi Okta Riansyah, Ketua Bidang Harmonisasi Kampus (Harkam) BEM Undip 2015 membagikan cerita kepada Awak Manunggal. “Ya itu memang udah lama. Di BEM emang syaratnya wajib Kabem harus LKMMTM. Wakil Kabem wajib nggaknya harus LKMM-TM tergantung Komisi KPR-nya dulu. Kalau nggak salah ya,” jelasnya sembari mengingat-ingat.

Semakin tinggi jenjang kaderisasi, semakin menurun peserta yang berpartisipasi lantaran ketatnya seleksi yang diadakan. Selain karena tidak semua mahasiswa berkeinginan untuk berorganisasi, label kaderisasi seolah hanya diperuntukan bagi individu-individu yang ingin memangku jabatan lebih tinggi. Akibatnya hanya orang-orang terpilih sajalah yang dapat melanjutkan ke jenjang ini. Edy Hartanto, Ketua SM Undip 2020 mengatakan bahwa penerapan syarat kaderisasi tingkat menengah baik bagi kualitas peserta. Namun, ia merasa kebijakan ini mengekang demokrasi mahasiswa di Undip lantaran ketatnya syarat tersebut sehingga membatasi mahasiswa yang ingin mencalonkan diri. “LKMM-TM menjadi prasyarat karena kalau sudah ikut LKMM-TM, manajemen organisasi tertempa, pengetahuan, dan wawasan kebangsaan bagus. Tapi hal itu malah membatasi, bisa aja ada anak yang tidak ikut LKMM-TM tapi kapasitas dia lebih mumpuni, bisa jadi. Tapi kondisi sekarang ya apa adanya,” jelasnya.

Gagalnya Pelaksanaan LKMM-TM Undip 2020

Untuk pertama kalinya dalam keberlangsungan kaderisasi di Undip, pada 2020 lalu, tidak ada satupun mahasiswa angkatan 2018 di Undip yang lulus LKMM-TM Undip. Hal ini sejatinya berawal dari aksi walk out peserta LKMM-TM yang kecewa


Desember 2021

Liputan Khusus

dengan dua versi pengumuman lolos peserta yang masing-masing dikeluarkan oleh K&PSDM BEM Undip dan pihak rektorat. Terdapat perbedaan pada kedua pengumuman tersebut, dimana dari rektorat terjadi perubahan jumlah dan nama peserta. Sepuluh nama digantikan nama lain. Perubahan ini kemudian memicu pertikaian antara peserta/panitia dan rektorat yang berujung aksi walk out seluruh peserta kaderisasi tersebut. Otomatis tidak ada mahasiswa yang dapat memenuhi syarat pencalonan Ketua BEM Undip 2021.

Akan tetapi pasca perubahan, terjadi beberapa perombakan mengenai lembaga yang mengurus Pemira. Lembaga KPR dan Banwas dirombak menjadi lembaga baru bernama Panitia Pemilihan (Panlih), Panitia Pengawas (Panwas), dan Tim Yudisial (TY). Tugas dari Panlih dan Panwas tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, sebagai pengatur dan pengawas Pemira. Sementara TY dibentuk untuk menyelesaikan sengketa dan memberikan sanksi atas pelanggaran baik dari penyelenggara maupun peserta Pemira.

Untuk mengatasi masalah ini, maka SM memutuskan untuk mengadakan musyawarah mahasiswa yang dihadiri oleh beberapa pemimpin Ormawa. Hasil dari musyawarah tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro Nomor 5 Tahun 2020 yang salah satu poinnya adalah meringankan salah satu syarat yang sebelumnya harus lulus dalam LKMM-TM Undip, menjadi “....lulus Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Madya atau setingkatnya….”.

Khusus Majelis Wali Amanat yang baru dibentuk tahun 2016 memiliki sistem pemilihan yang berbeda. Mereka dipilih melalui Badan Pemilihan (Banlih) yang berasal dari perwakilan setiap lembaga mahasiswa di Undip. Mereka hanya memilih perwakilan dari unsur mahasiswa saja melalui sistem musyawarah. Sementara TY akan dibentuk jika terjadi sengketa dan berasal dari tiga perwakilan mahasiswa dari lembaga: MWA, BEM U, dan SM U.

Pada akhirnya muncul paslon Thufail Addausi dan M. Chorry Firdaus dalam verifikasi berkas yang berujung pada aklamasi. Paslon ini memenuhi syarat setelah perubahan peraturan karena telah mengikuti LKMM-TM Wilayah Jabar dan Jateng 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).

Ahmad Izzudin, Ketua SM Undip 2017, ketika diwawancarai via WhatsApp (10/2) menyampaikan bahwa komposisi serta pembentukan TY ini sempat menjadi bahan perbincangan di parlemen. Sejak Muswa 2016, rektorat sudah memberikan mandat untuk membentuk TY secara

9

permanen, tapi sampai sekarang mandat tersebut belum tercapai. “TY tidak hanya sebatas ketika ada Pemira. Namun di hal-hal lainnya juga. Seperti penafsiran PPO-GBHK, resolusi konflik antar lembaga (misal: BEM-SM), lembaga dengan individu (misal pemberhentian anggota BEM/ SM). Hal-hal tersebut sebetulnya bisa menjadi ranah TY yang diperluas, kalau TY dibentuk secara permanen dengan anggota independen yang berfungsi setahun penuh (tidak rangkap/ad hoc). Jadi secara sederhana ini juga melengkapi trias politica yang ideal. Ada lembaga eksekutif, legislatif, juga yudikatif,” tambahnya. Permasalahan LKMM-TM dalam Pemira ini sejatinya dapat diselesaikan melalui perantara TY selaku lembaga yudikatif dalam pemerintahan mahasiswa. TY dengan kewenangannya dapat melakukan judicial review terhadap Perma maupun UU yang bermasalah. Kehadiran TY dapat menyelesaikan permasalahan menyangkut PPO-GBHK ketika beberapa ayat atau pasal dinilai rancu. Namun hal tersebut sayangnya dibatasi dengan pembentukan TY yang hanya dilakukan jika terjadi konflik dalam Pemira, setelah itu kembali dibubarkan. Akibatnya, permasalahan LKMM-TM seperti pada 2020 bisa saja terus menghantui keberjalanan demokrasi mahasiswa di Undip. (Fidel/Manunggal)

Diperlukan Lembaga Yudikatif pada Ormawa Undip

Kelembagaan pengurus Pemira sebelum perubahan bentuk Ormawa Undip diatur oleh Komite Pemilihan Raya (KPR) dan diawasi oleh Badan Pengawas (Banwas) Pemira. Kemudian ketika terjadi permasalahan berupa sengketa, dibentuklah Tim Yudisial (TY) yang berasal dari kalangan mahasiswa, namun berada di bawah pengawasan Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan.

Pelaksanaan LKMM-TM 2021. (Sumber Foto: undip.ac.id)


Opini Mahasiswa

D

Desember 2021

DEMOKRASI & PEMIRA

emokrasi merupakan suatu sistem yang telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa Negara. Demokrasi dengan segala kekurangannya, ialah kemampuannya untuk mengoreksi dirinya sendiri melalui keterbukaannya itu. Perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk miniatur negara yang memiliki potensi besar dengan aktor yaitu sivitas akademika dalam pengembangan demokrasi. Salah satunya Universitas Diponegoro yang selanjutnya disebut Undip, adalah perguruan tinggi negeri berbadan hukum. Dalam Peraturan Rektor No 4 tahun 2014 dijelaskan bahwa Pemilihan Umum Raya (Pemira) adalah serangkaian proses kegiatan pemilihan utusan perwakilan mahasiswa dari setiap fakultas dan UKM, Ketua dan Wakil Ketua BEM, serta Ketua dan Wakil Ketua BEM Fakultas. Pemira dalam lingkup Universitas Diponegoro sangat menyita perhatian mahasiswa pada umumnya. Perilaku politik mahasiswa yang apatis dan mahasiswa yang memahami situasi politik di ranah mahasiswa sangat berbeda ketika menentukan pilihannya. Menurut pandangan saya setelah mengikuti Pemira Undip beberapa tahun ini, terdapat banyak perubahan dalam pergerakan yang disebabkan karena mahasiswa menginginkan adanya perubahan kepemimpinan dalam ranah Ormawa Undip. Pada periode 2019 terpilihnya Ketua BEM melalui Pemira dan Ketua SM melalui musyawarah internal digadanggadang membawa adanya perubahan situasi dan kondisi yang ada dalam ranah Ormawa tingkat universitas. Keharmonisan periode 2019 tidak dapat bertahan lama karena pada Pemira untuk pemilihan senator dan Ketua BEM Undip periode 2020. Hal ini bermula

dari adanya pelanggaran oleh panitia pemilihan inti terhadap Peraturan Mahasiswa Universitas Diponegoro (Perma) tentang Pemira yaitu adanya ketidaknetralan panitia terhadap calon senator maupun pasangan calon Ketua BEM Undip 2020. Untuk calon senator yang berasal dari delegasi UKM mendapatkan penolakan dengan alasan berkas tidak lengkap namun berkas syarat yang ada justru melanggar PPO Undip 2017. Dimulai dari permasalahan ini akhirnya SM Undip 2019 mengadakan sidang istimewa yang berakhir dengan pencabutan SK Panlih 2019 karena adanya intervensi dan ketidaknetralan terhadap pasangan calon. Setelah adanya Pemira di tahun 2019, terjadilah pergantian pengurus Ormawa di tahun 2020. Pergantian pengurus ini memberikan harapan baru bagi mahasiswa untuk dapat didengar dan merasa terwakili oleh para pemimpin Ormawa utamanya tingkat universitas. Keberjalanan Ormawa pada tahun 2020 terdapat hambatan dan tantangan dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan pergantian situasi dari offline menjadi online. Perubahan ini menjadikan tantangan yang luar biasa untuk keberjalanan ormawa yang ternyata memiliki pengaruh besar bagi keberjalanan Pemira di tahun 2020. Hal ini bermula dari kegagalan LKMM-TM 2020 yang berdampak langsung dengan Pemira Undip. Pemira Undip 2020 mengalami kegagalan dengan tidak adanya kandidat Bakal Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM Undip untuk periode 2021. Dengan adanya kegagalan ini dan berakhirnya masa kepengurusan Ormawa tahun 2020 maka terjadilah aklamasi dengan ditetapkannya Ketua dan Wakil Ketua BEM yang sesuai dengan persyaratan. Namun ternyata

Oleh Reyva Alviona Fernanda Priskilla (Sekretaris Jenderal SM Undip 2021)

keberjalanan Ormawa 2021 diawal tidak baik-baik saja dengan pengunduran diri Ketua BEM Undip 2021 hingga terjadilah kekosongan jabatan selama beberapa waktu. Waktu berjalan, Ormawa di ranah Undip pada periode 2021 bisa berjalan sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Namun, menuju akhir periode terjadi permasalahan yang berawal dari tidak adanya muswa yang seharusnya menjadi forum tertinggi mahasiswa dalam pengambilan keputusan. Muswa 2021 yang hanya dianggap sebagai formalis oleh beberapa kalangan menyebabkan turunnya kepercayaan mahasiswa kepada Ormawa di tingkat universitas. Hal ini terus bergulir dengan keberjalanan persiapan Pemira 2021 yang hanya diketahui oleh sebagian pihak saja. Terjadinya permasalahan timeline di Pemira 2021 menyebabkan adanya anggapan ketidaktransparan dari pihak yang berwenang menyelenggarakan Pemira. Tidak Adanya pendampingan dan pengawalan pada Pemira tahun ini menyebabkan kurangnya ketertarikan mahasiswa untuk turut berpartisipasi aktif dalam Pemira 2021. Sehingga hal ini dapat dikatakan tidak sejalan dengan demokrasi yang ada. Dengan adanya tulisan ini dan sedikit kritikan yang ada, harapannya dengan terselenggarakannya Pemira dapat membangun Ormawa menjadi lebih baik. Keberjalanan Ormawa di tahun 2020 diharap dapat membawa perubahan besar bagi mahasiswa. Namanya juga organisasi kemahasiswaan, sudah seharusnya membawa dan memperjuangkan kepentingan mahasiswa bukan kelompok ataupun golongan lainnya.

Sumber Foto: Dok. Pribadi

10


Desember 2021

Opini Dosen

11

KUDETA MYANMAR: Tradisi Militeristik di Tengah Konflik Antaretnis Dr.Drs. Indriyanto, S.H.,M.Hum. (Dosen FIB UNDIP)

P

I

ada 1 Februari 2021 yang lalu, di negara Myanmar (yang dulu bernama Birma) telah terjadi kudeta untuk kesekian kalinya, dimulai ketika Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa pimpinan dari partai penguasa ditahan oleh militer Myanmar. Peristiwa ini sebenarnya tidaklah mengejutkan ditinjau dari perkembangan politik negara itu. Birma adalah negeri para migran sejak awal negara ini membentuk dasar-dasarnya pada 13 abad yang lalu. Pemukim pertama adalah suku bangsa Pyu yang mendirikan sejumlah permukiman di Kawasan Birma bagian selatan. Selanjutnya, masuklah suku Bamar ke daerah hulu Sungai Irawadi pada abad IX. Pada abad XIII, bermunculan kerajaan-kerajaan kecil, seperti kerajaan Awa, Hanthawadi, Mrauk U, dan negara orang Shan. Kerajaan-kerajaan kecil ini sejak dahulu selalu berperang untuk saling mengalahkan dan menguasai. Pada abad XVI muncul Kerajaan Wangsa Taungu yang berhasil mempersatukan etnis-etnis di wilayah kekuasaannya, namun tetap membawahi kerajaan kerajaan kecil. Pada abad XVII muncul Kerajaan Wangsa Konbaung yang lebih kuat, tetapi tetap melakukan peperangan dengan negara-negara di sekitarnya, termasuk ketika Inggris datang. Setting historis ini menunjukkan bahwa rakyat Birma selalu hidup dari perang ke perang dan konflik antar etnis

Sumber Foto: Dok. Pribadi

sudah berlangsung sejak awal negara ini membentuk dirinya. Pada tahun 1947, Perjanjian Panglong pernah dilakukan antara Aung San dan para pemimpin etnis, dalam upaya untuk memadamkan permusuhan antar etnis. Namun sayang, perjanjian ini tidak dihormati oleh mereka, bahkan terjadi pembunuhan terhadap Aung San, sehingga memperbesar dan mengobarkan permusuhan antar etnis setelah kemerdekaan. Itulah sebabnya ketegangan antar enis selalu menjadi pemicu konflik sosial rakyat Birma sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini.

II Ketika Birma mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 4 Januari 1948, tradisi kemiliteran para pemimpin Birma tetap berlanjut. Munculnya kelompok-kelompok pergerakan seperti Partai Komunis Birma dan Uni Nasional Karen tetap menjadi medium tradisi konflik kemiliteran negara ini. Sejak Birma mendapatkan kemerdekaan dari Inggris tahun 1948, di dalam negeri Birma berlangsung pemberontakan-pemberontakan hingga tahun 1960-an. Selanjutnya Birma memasuki pemerintahan militer setelah peristiwa kudeta tahun 1962. Sejumlah Gerakan protes, demonstrasi, pemberontakan militer, krisis ekonomi, konflik etnis selalu terjadi pada rakyat Birma. Pada bulan Maret dan Juni 1988, aksi-aksi protes dan demonstrasi muncul secara besar-besaran di seluruh Birma. Pihak militer menanggapinya dengan menembaki kerumunan massa, dengan dalih bahwa massa telah disusupi unsur-unsur komunis. Pihak militer, di bawah Jenderal Saw

Sumber Foto: economictimes.com

Maung melakukan kudeta pada 8 Agustus 1988 untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Selama berlangsungnya kudeta ini, pihak militer menewaskan ribuan orang. Militer mengesampingkan Konstitusi 1974 dan memberlakukan hukum perang di bawah Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara dengan Saw Maung selaku ketua merangkap Perdana Menteri. Ada tiga pelajaran utama yang dapat Indonesia ambil dari keberjalanan negara Myanmar. Pertama, bahwa penggunaan kekerasan, teror, dan militer dalam menyelesaikan masalah kebangsaan, akan menimbulkan dendam, ketakutan, dan korban yang akan selalu bertolak belakang dengan esensi demokrasi itu sendiri. Jangan menjadikan kekerasan dan teror sebagai kebiasaan apalagi sebagai sebuah tradisi. Kedua, persoalan etnis yang beragam merupakan persoalan yang serius, karena tanpa kesadaran, solidaritas sosial yang tinggi, dan nasionalisme yang terjaga, maka akan menjadi ancaman integrasi sebuah bangsa. Ketiga, sebuah bangsa akan tenang, kuat, stabil, apabila menghormati dan melaksanakan konstitusi negara yang telah disepakati, bukan mempermainkan konstitusi untuk kepentingan politik tertentu.


12

Sosok Mahasiswa

Desember 2021

Jemimah Cita: Semua Orang Punya Waktunya Masing-masing

J

uanita Jemimah Cita atau yang dikenal publik sebagai Jemimah Cita adalah mahasiswa Hukum Undip angkatan 2017 yang berhasil menjadi Top 5 Indonesian Idol 2021. Gadis kelahiran Jakarta, 13 September 1999 ini juga menarik perhatian masyarakat karena berhasil menyanyikan lagu milik Ungu Band berjudul ‘Cinta dalam Hati’ dengan gaya

suara yang meliuk-liuk dan menjadi populer di media sosial dengan Jemimah Challenge. Sebelum masuk Indonesian Idol, Jemimah pernah membuat video cover duet milik Marion Jola yang kemudian diunggah ulang oleh Marion Jola sendiri. “Dari situ, akhirnya banyak masyarakat yang perhatian ke aku. Akhirnya, aku membangun komunitas untuk menyampaikan hal positif. Menurutku, orang yang punya massa adalah mereka yang punya kewajiban untuk menjadi good influencer bagi orang lain. Jadi ya, aku sering berbagi sesuatu yang positif,” ujar gadis alumni SMAN 97 Jakarta ini.

Sumber Foto: liputan6.com

“Dari video cover-ku yang direpost oleh Marion Jola, ada label yang menawarkanku buat rekaman. Tapi aku ngerasa belum pantas masuk ke dunia musik Indonesia karena belum punya bekal,” ujar Jemimah. Dari latar belakang terkenalnya Jemimah karena video cover tersebut serta teman-teman yang mendukungnya, akhirnya Jemimah mendaftarkan diri di Indonesian Idol musim kesebelas. “Indonesia Idol adalah tempat yang cocok untuk belajar bagaimana bertingkah di panggung, menyanyi di depan publik, dan bagaimana agar bisa menjadi idola sesungguhnya. Nggak bisa tuh kita asal nyanyi tapi nggak ada hal yang bisa dipetik dari nyanyian kita. Dan aku juga belajar untuk menambah warna industri musik di Indonesia. Awalnya Mama nggak ngeizinin untuk ikut Indonesian Idol, tapi mama ngeliat aku sebagai orang yang haus belajar, ya udah akhirnya diizinin,” ujarnya. Untuk sampai menjadi Top 5, perjalanan Jemimah Cita di Indonesian Idol tentu saja tidak mudah, ia harus menjalani seleksi dan karantina yang panjang. Ia harus berkompetisi pada

masa audisi awal dengan 38.000 pendaftar yang lain. Kemudian maju pada babak eliminasi pertama The Crucial 60 yang harus berkompetisi dengan 200 kontestan lain. Dilanjut dengan babak eliminasi kedua Best Cover yang harus berkompetisi dengan 100-an pendaftar lain. Lalu di eliminasi ketiga Sing for Your Life, harus berkompetisi dengan 50-an orang. Lalu masuk dalam live show dan berjuang bersama 24 orang yang lain. Jemimah selanjutnya lolos masuk ke Final Showcase (15 besar), Spektakuler Top 14 Besar, Spektakuler Top 13 Besar sampai menjadi Spektakuler Top 5. “Untuk mencapai itu semua ya latihan. Tapi latihannya tidak diforsir untuk menjaga stamina. Intinya harus imbang bagaimana agar latihan tersebut nggak terlalu berlebihan atau kekurangan,” tutur Jemimah kepada awak Manunggal. Sempat Berpikir Tidak Lolos Indonesian Idol

“Perjalanan menuju Top 5 memang sangat panjang. Crucial 60 adalah momen yang kukira akan pulang karena kontestan lain di batchku adalah mereka yang pernah masuk kompetisi besar dan sudah berpengalaman di lomba-lomba besar. Di Crucial 60, ibaratnya aku adalah anak baru. Tapi, aku merasa bahwa ini adalah tempatku belajar dan aku punya sesuatu di dalam diriku,” ujar Jemimah. Saat masuk Indonesian Idol, Jemimah memang tidak menargetkan apapun karena ia memiliki pandangan hidup go with the flow. “Pas ngelakuin sesuatu, aku emang ngelakuin hal itu dengan tulus serta aku emang suka ngelakuin hal itu dan nggak berharap apapun dari situ. Tuhan pasti melihat orang yang berhati tulus dan Tuhan pasti memberikan apa yang dibutuhkan oleh orang tersebut.”


Desember 2021

Sosok Mahasiswa

Kontestan yang mengikuti Indonesian Idol memiliki alasannya sendiri. Ada yang mengikuti acara tersebut ingin belajar menyanyi, menambah pengalaman, dan lainnya. Sedangkan menurut Jemimah sendiri, menjadi Top 5 dalam lomba musik seperti Indonesian Idol ibarat fast track di industri musik. “Kalau punya keinginan masuk ke industri musik tuh harus punya jam terbang tinggi, tetapi di Indonesian Idol seperti fast track karena selama karantina 3-5 bulan, ilmunya harus kita cepat ditangkap.”

Philip C. Jessup International Moot Court Competition National Rounds 2019 dan menjadi Delegate for Internal Moot Court Competition Piala Dekan VII Universitas Diponegoro. Dalam pengalaman karir, ia pernah magang sebagai Legal Intern di Otoritas Jasa Keuangan dan di The ASEAN Secretariat.

“Di Indonesian Idol itu nggak langsung dapat label, tergantung orangnya. Tapi dari Indonesian Idol tidak menjanjikan dapat single atau label. Setelah keluar dari Indonesian Idol, semua harus berjuang sendirisendiri,” papar Jemimah.

Meskipun Jemimah bukanlah lahir dari keluarga pemusik, tetapi dari kecil, ia sudah belajar menyanyi secara otodidak, dimulai dari belajar lewat YouTube, TV, serial. “Aku pernah les vokal setahun waktu SMA. Sewaktu di Indonesian Idol juga masih les vokal dan di Indonesian Idol juga diajarin lagi karena ada vocal coach-nya.” Di bidang menyanyi, Jemimah juga pernah menjadi Juara Harapan I Vokal Solo FLS2N Tingkat DKI Jakarta dan Juara I Vokal Solo FLS2N Tingkat Jakarta Selatan.

“Untuk jangka pendek, aku akan terjun ke dunia musik dan dunia hiburan, lalu mengeluarkan single. Untuk bermain di dunia film, itu untunguntungan, jika dapat di situ ya tidak apaapa. Kalau enggak dapat ya tidak apaapa karena pasti akan ada pintu lain yang terbuka. Terkait berkarir di Hukum, itu jangka panjang karena aku tidak akan menyia-nyiakan gelar sarjana hukumku dan pasti lanjut S2 karena ingin berkarir di Mahkamah Internasional. Dan alasan aku masuk Hukum karena memang suka dengan hal-hal berbau hukum,” ujar Jemimah yang ternyata menguasai empat bahasa yaitu bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Melayu. Sederet Prestasi Jemimah di Bidang Hukum dan Vokal

Selain berkarya di bidang musik, Jemimah juga pernah menjuarai perlombaan. Seperti menjadi Delegate for Foreign Direct Invesment Moot 2020, lalu menjadi Bailiff and Usher Division for Philip C. Jessup International Moot Court Competition 2020, serta terlibat dalam lomba Indonesia’s Exhibition Team for Philip C. Jessup International Moot Court Competition International Rounds 2019. Lalu menjadi Top 8 on

“Untuk bisa menyeimbangkan itu semua, ketika aku kuliah, aku tidak menyentuh dunia tarik suara. Sewaktu di Undip, aku memang orangnya suka lomba dan aku masuk Indonesian Idol di semester akhir, jadi nggak ada bentrok antara kuliah dan minat menyanyi. A w a l n y a nggak ada niat untuk masuk Indonesian Idol, tapi Tuhan ngasih anugrah seperti saat ini. Tapi, memang harus ada yang dikorbankan juga. Sewaktu audisi, aku sedang lomba di Korea. Sewaktu babak eliminasi 1, aku sedang bimbingan dengan anak lain. Saat live show pertama, aku sedang UAS. Itu semua bertabrakan. Ngerasa kurang tidur, kurang main, tapi memang harus atur skala prioritas dan mengatur pembagian waktu, jadi jalanin saja. irebon.ayoindonesia.co oto: c m er F b Sum

Setelah Indonesian Idol, Apa Rencana Jemimah ke Depan?

Selain berprestasi di bidang akademik, Jemimah juga aktif di organisasi seperti dalam UKM-F Kelompok Riset dan Debat FH Undip dan UKM-F Pseudorechtspraak

13

Sekarang sedang skripsi, magang, dan nyanyi, ya aku jalanin aja. Kalau Tuhan kasih, berarti kita mampu. Pilihannya kita mau memampukan diri atau tidak. Ya intinya bagaimana cara mengatur waktu.” Pesan Jemimah Cita: Semua Orang Punya Waktunya Masing-masing

Untuk menjadi sosok berprestasi seperti Jemimah Cita, menurutnya, semua orang mempunyai waktu masing-masing. “Di Indonesian Idol, aku nggak bisa memastikan perjuanganku sampai mana, jadi aku masuk Indonesian Idol nggak menargetkan apa-apa. Go with the flow aja. Soal akademik, semua orang juga punya waktunya masing-masing. Nggak usah panik kalau yang lain sudah lulus dan kita belum. Percayalah, semua orang mempunyai pintu rezeki masing-masing. Yang penting teguh, menjalankan apa tugas kita. Tapi tetap punya target jangka panjang di bidang masing-masing. Karena aku percaya, kalau kita bermimpi tinggi, maka saat gagal, kita akan jatuh ke bintangbintang. Jadi aku pegang itu, mimpi aja setinggi-tingginya. Ketika dibarengi doa dan usaha, pasti tercapai deh. Sabar saja, semua orang punya waktu masingmasing,” papar Jemimah. (Baiti/ Manunggal)


14

Desember 2021

Sastra Budaya

Tari Sanghyang: Dirasuki Kekuatan Roh Untuk Mengusir Malapetaka

Beberapa gadis kecil yang menarikan Tarian Sanghyang Dedari melakukan ritual suci. (Sumber Foto: thejakartapost.com, nawabali.id)

I

ndonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki potensi bencana cukup tinggi, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain karena faktor manusia, bencana yang terjadi juga disebabkan oleh faktor alam itu sendiri. Dilihat dari letak geografis, Indonesia berada di kawasan cincin api (ring of fire). Oleh karena itu, tidak perlu heran jika setiap tahunnya Indonesia kerap kali dilanda bencana semacam gempa bumi dan letusan gunung berapi. Di akhir tahun 2019 lalu, sebuah bencana datang melanda dunia—termasuk Indonesia. Sebagai salah satu pandemi yang cukup mematikan, pandemi Covid-19 akhirnya meninggalkan duka yang mendalam bagi para korban dan memberikan dampak cukup besar ke kehidupan masyarakat. Semua orang berlombalomba memanjatkan doa kepada

Tuhan agar bencana ini cepat berlalu. Bahkan, bagi sebagian masyarakat Indonesia yang masih menggenggam erat nilai-nilai budaya dalam kehidupan mereka kerap melakukan berbagai ritual tersendiri, salah satunya untuk mengusir bala atau malapetaka. Seperti orang Bali, misalnya, yang punya tradisi khusus untuk mengusir bala, yakni Tari Sanghyang. Apa Itu Tari Sanghyang?

Di Bali, Tari Sanghyang dikenal sebagai tarian yang bersifat sakral, keramat, dan religius, serta menjadi salah satu bagian dari rangkaian upacara adat agama Hindu. Tarian ini menggunakan kekuatan roh (seperti binatang, bidadari kayangan, atau kekuatan gaib lain) untuk berkomunikasi secara spiritual dengan sang penari hingga ia berada di dalam keadaan tidak sadar atau kerauhan (trance). Oleh karena itu, Tari Sanghyang harus

dibawakan oleh orang khusus—bukan sembarang orang. Adapun tarian ini memiliki fungsi sebagai pengusir malapetaka (penolak bala). Biasanya, Tari Sanghyang dibawakan oleh penari yang masih gadis atau belum dewasa sebab mereka dianggap masih suci. Asal-Usul

Sebagai salah satu budaya warisan pra-Hindu, Tari Sanghyang yang sakral tidak lepas dari nilai-nilai spiritual, seperti kepercayaan dan keyakinan. Pada masa itu, kehidupan spiritual masyarakat Bali kuno masih dipengaruhi oleh animisme, dinamisme, dan totamisme. Selain itu, hidup mereka juga dipengaruhi oleh ritme alam sekitar. Hal-hal itulah yang pada akhirnya memengaruhi kesenian tari yang ada di Bali menjadi bersifat penuh pengabdian, berunsur kerauhan, serta gerakan-gerakan tariannya meniru gerakan alam, misalnya seperti


Desember 2021 pohon yang ditiup angin, gelombang ombak, gerak binatang, dan sebagainya. Saat menari, kekuatan roh akan mengendalikan tubuh sang penari untuk bergerak ke sana kemari dengan mata tertutup. Meski roh memiliki berbagai macam sifat, namun pada masa itu masyarakat Bali kuno percaya bahwa kepercayaan terhadap roh (yang baik) dapat melindungi manusia dari berbagai pengaruh jahat yang atau hal buruk yang bersifat magis lainnya (Lodra, 2017: 244). B e rd a s a r k a n perkiraan para ahli, Tari Sanghyang berasal dari Desa Bona, Gianyar, yang pada saat itu sedang dilanda wabah cacar hingga nyaris seluruh warganya terkena penyakit ini dan sulit untuk disembuhkan. Akhirnya, tarian ini berkembang di beberapa daerah Bali, seperti Bangli, Gianyar, Karangasem, Buleleng, Jemberana, Tabanan, dan Klungkung (Lodra, 2017: 242—245). Disebutkan oleh beberapa sumber bahwa keberadaan Tari Sanghyang—sebagai warisan budaya praHindu—masih bertahan dan berkembang di era global seperti sekarang ini. Macam-macam Tari Sanghyang dan Pementasannya

Tari Sanghyang masuk ke dalam kelompok seni upacara, yang disebut seni wali atau babali. Ada beberapa jenis Tari Sanghyang, di antaranya Sanghyang Dedari, Sanghyang Deling, Sanghyang Bojog, Sanghyang Jaran, Sanghyang Sampat, dan Sanghyang

Sastra Budaya Celeng. Perbedaan setiap jenis Tari Sanghyang terletak pada penarinya, kostum, gerak-gerik, dan cara menyajikannya. Meski begitu, fungsi dari semua jenis Tari Sanghyang tetap sama— untuk mengusir malapetaka (penolak bala). B i a s a n y a , pertunjukan Tari Sanghyang dilakukan di malam hari. Dalam penyelenggaraannya, ada tiga tahap penting yang perlu dilakukan, di antaranya adalah Nusdus (upacara mensucikan medium dengan asap atau api), Masolah (penari dirasuki oleh roh dan mulai menari), dan terakhir Nggalinggihang (membuat medium kembali sadar dengan cara melepas roh agar kembali ke asalnya). Sebelum melakukan tarian, sang penari memiliki beberapa pantangan, misalnya tidak boleh berbicara kasar, tidak boleh mencuri, dan berbohong. Selain itu, penari harus mematuhi syaratsyarat dan petunjuk lain yang telah ditentukan di desa tersebut. Setelah melewati berbagai rangkaian upacara adat tersebut, penari akan diiringi kelompok paduan suara wanita dan pria, yakni gending sanghyang. Masuknya kekuatan “roh” ditandai ketika penari tersebut mulai ambruk, berteriak, hingga bergerak di atas api. Tarian ini berakhir ditandai ketika tubuh sang penari ambruk—tak sadarkan diri, hingga kesadarannya pulih kembali seperti semula. Diakui UNESCO

Sampai saat ini, Tari Sanghyang masih dilakukan di beberapa daerah di

15

Bali. Bahkan, Sanghyang Dedari—salah satu jenis Tari Sanghyang—berhasil masuk ke dalam salah satu dari sembilan Warisan Budaya Tak Benda Dunia yang diakui UNESCO (The United Nations Educational Scientific and Cultural) di tahun 2015 lalu karena nilai dan eksistensinya yang tetap ada dari dulu hingga saat ini. Sebelumnya, Sanghyang Dedari sempat dikabarkan nyaris punah. Namun, setelah berbagai upaya dilakukan— salah satunya dengan membangun museum— Sanghyang Dedari berhasil eksis hingga sekarang. Bagaimanapun, Tari Sanghyang yang bersifat sakral ini tidak boleh punah dan masyarakat harus tetap menjaga kelestarian budaya leluhurnya. Terbukti dengan masuknya salah satu jenis tarian ini ke dalam warisan budaya UNESCO menandakan bahwa nilainilai yang terkandung di dalam tarian ini sangat berarti. Terlebih di era global yang masih diselimuti pandemi ini, setiap masyarakat punya ritual m a s i n g masing agar selalu didatangi oleh kebaikan dan terhindar dari hal-hal yang buruk. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia lain? Apakah ada ritual-ritual budaya yang menarik dan dilakukan saat pandemi ini seperti Tari Sanghyang yang dilakukan oleh masyarakat Bali? (Annisa/Manunggal)

Referensi: Lodra, I Nyoman. 2017. Tari Sanghyang: Media Komunikasi Spiritual Manusia dengan Roh. HARMONI, 6(2), pp. 242—245. Diakses melalui https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/19

Sumber Foto: Gatra guru.net


16

Desember 2021

Polling

Dinamika Pemira Undip 2020

P

emilihan Umum Raya (Pemira) merupakan salah satu agenda tahunan terpenting yang diadakan oleh Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro (SM Undip). Pesta demokrasi yang melibatkan seluruh mahasiswa Undip ini salah satunya bertujuan untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM yang akan memangku posisi eksekutif di Undip selama satu tahun kepengurusan. Namun pada Pemira Undip 2020, terdapat beberapa kejadian istimewa, di antaranya yaitu perubahan persyaratan bakal calon Kabem dan Wakabem, pelaksanaan aklamasi, hingga peristiwa pengunduran diri Ketua BEM yang telah terpilih. Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang melanda dunia turut membuat teknis pelaksanaan kegiatan ini mengalami perubahan. Sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Pemira Undip 2020 terpaksa diadakan secara online, tentunya diikuti dengan tantangan dan keterbatasannya tersendiri. Berkaitan dengan ini, LPM Manunggal melakukan jajak pendapat dengan tajuk “Dinamika Pemira Undip 2020”. Jajak pendapat ini menggunakan kuesioner online yang disebar pada 21 Juni-1 Juli 2020 dan berhasil mendapatkan responden sebanyak 183 mahasiswa. Pada survei ini, responden adalah mahasiswa aktif sarjana dan diploma Undip yang dipilih secara acak dari 12 fakultas dengan margin of error sebesar 7,38% dan tingkat kepercayaan 95%.

Fakultas

Angkatan

FKM 4%

FISIP 3%

FPIK 4%

FPsi 3%

FH 5%

FSM 25%

FEB 5%

FIB 19%

FK 5%

FPP 12%

SV 7%

FT 8%

>2019 13%

2019 66%

2020 21%

Pada survei yang telah disebar, sebanyak 70,4% mahasiswa berpendapat bahwa sosialisasi perubahan persyaratan bakal calon Kabem dan Wakabem belum terlaksana dengan cukup jelas. Angka ini didukung dengan rendahnya persentase mahasiswa yang mengetahui hasil dari perubahan persyaratan tersebut yaitu 30,1%. Hal ini sangat disayangkan mengingat persyaratan ini merupakan kualifikasi minimum paslon yang apabila terpilih akan memimpin seluruh mahasiswa Undip nantinya. Di sisi lain, adanya pasangan calon tunggal membuat Pemira Undip 2020 terpaksa harus diakhiri tanpa pemungutan suara, melainkan dengan aklamasi. Sayangnya, hanya sebanyak 24% mahasiswa yang menilai bahwa sosialisasi pelaksanaan aklamasi ini telah dilakukan dengan cukup jelas. Kurangnya sosialisasi pelaksanaan aklamasi ini mengakibatkan timbulnya perbincangan mengenai hasil akhir dari Pemira. Padahal, mahasiswa Undip sendiri tidak buta dengan aklamasi dengan 76% mengatakan mengetahui apa arti dari aklamasi itu sendiri.

29,5%

28,4% Penilaian Mahasiswa Mengenai Sosialisasi Persyaratan Bakal Paslon

71,6%

Penilaian Mahasiswa Mengenai Sosialisasi Pelaksanaan Aklamasi Jelas Tidak

79,5%

Jelas Tidak


Desember 2021

Polling

17

Tidak berhenti pada pelaksanaan aklamasi, pengunduran diri Ketua BEM yang terpilih kemudian juga menjadi bahan perbincangan di kalangan mahasiswa. Untuk mencegah hal ini terulang kembali, 87,4% mahasiswa setuju bahwa perlu ditetapkan sanksi apabila paslon terpilih mengundurkan diri di Pemira selanjutnya. Sebanyak 83,1% mahasiswa juga setuju bahwa persyaratan perlu diperketat. Pengetatan persyaratan yang diusulkan responden di antaranya seperti penyertaan surat rekomendasi, surat persetujuan keluarga, hingga pelampiran esai, GDO, dan portofolio. Kondisi eksternal dan track record bakal calon Kabem dan Wakabem juga dinilai perlu diperhatikan dalam tahap seleksi. Selain itu, beberapa mahasiswa juga merekomendasikan penyertaan hasil tes psikologis sebagai tambahan persyaratan. Usulan ini didukung dengan pendapat 92,3% mahasiswa yang setuju dengan penyertaan hasil tes psikologis ini dalam menguji kembali kesiapan bakal calon Kabem dan Wakabem. Di sisi lain, 16,9% mahasiswa berpendapat bahwa persyaratan bakal calon Kabem dan Wakabem tidak perlu diperketat. Alasannya, pengetatan persyaratan dinilai hanya akan membuat mahasiswa enggan mencalonkan diri. Responden yang lain juga berpendapat bahwa yang diperlukan bukanlah pengetatan persyaratan, melainkan sosialisasi yang lebih gencar agar seluruh mahasiswa bisa mendapatkan informasi mengenai seluruh kegiatan Pemira dengan baik.

12,6%

7,7%

16,9%

Pemberian Sanksi Apabila Paslon Terpilih Mengundurkan Diri

Penyertaan Tes Psikologis Sebagai Persyaratan Bakal Paslon

Pengetatan Persyaratan Bakal Paslon

87,4%

83,1%

92,3%

Setuju Tidak Setuju

Penilaian Mahasiswa terhadap Pelaksanaan Pemira Undip 2020

Sangat Baik

5

Baik

52

Cukup

88

Buruk

27

Sangat Buruk

11 0 02

20 04

40 06

60 08

80 01

100 00

Permasalahan sosialisasi merupakan tantangan tersendiri dalam Pemira online. Hal ini harus dapat diatasi mengingat Pemira selanjutnya akan diadakan secara online kembali. Untuk itu, terdapat beberapa usulan yang diberikan responden dalam pelaksanaan sosialisasi Pemira yang akan datang, di antaranya yaitu pelibatan birokrasi dalam mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi, penggunaan SSO dan SIAP, hingga pelibatan seluruh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang ada di Undip mulai dari tingkat universitas hingga jurusan. Selain itu, adanya perwakilan sebagai penyalur informasi di tiap angkatan pada tiap jurusan juga disarankan agar informasi lebih menjangkau dan menyeluruh. Untuk Pemira Undip 2021 yang lebih baik, responden juga menyarankan untuk lebih mematangkan kembali acara ini. Pembentukan kepanitiaan Pemira selanjutnya disarankan dibentuk tiga bulan setelah Pemira berakhir. Selain itu, sosialisasi produk hukum, kampanye, serta transparansi dalam pelaksanaannya juga perlu ditingkatkan. Dengan berbagai tantangan serta peristiwa luar biasa yang terjadi, berdasarkan hasil skala likert, Pemira Undip 2020 dinilai sudah terlaksana dengan cukup baik. Meskipun begitu, kematangan acara, sosialisasi, efisiensi, serta transparansi dalam pelaksanaannya diharapkan bisa ditingkatkan di Pemira selanjutnya. (Vania/Manunggal)


18

Kolom

Desember 2021

makanan berat sebelum tidur dan usahakan rutin mengkonsumsi satu atau lebih makanan yang memiliki kandungan penurun stres seperti jeruk (Vitamin C), bayam dan sayuran hijau lainnya (magnesium), ikan (asam omega-3), kacang (lemak nabati), alpukat (potassium), dan susu (kalsium). Ketiga, berhenti sejenak untuk mengambil nafas secara perlahan . Salah satu bentuk aktivitas pernafasan yang disarankan Pal, aet al pada studi Effect of Modified Slow Pembelajaran daring telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan Breathing Exercise on Perceived Stress mental di kalangan mahasiswa, salah satunya adalah stres. Beberapa and Basal Cardiovascular Parameters saran menghadapi stres dari situs kesehatan WebMD adalah bernafas (2018) adalah anuloma viloma secara perlahan, makan secara teratur, relaksasi, hingga konseling pranayama. kepada psikolog. Tutup hidup bagian kanan dengan jempol dan tarik nafas secara perlahan melalui hidung bagian kiri kurang Ilustrasi: Nuha/Manunggal lebih 6 detik. Tutup hidung bagian kiri dengan jari telunjuk kurang lebih 6 detik dan buang napas embelajaran daring telah selama 6 detik melalui hidung kanan. menjadi normal baru semenjak Sekarang tarik napas secara perlahan “Tugas pembelajaran” Covid-19 melanda dunia. Di melalui hidung bagian kanan selama 6 balik kepraktisan dari metode merupakan faktor detik dan kemudian tutup hidung bagian belajar ini, terdapat kekurangan utama penyebab stres kanan dengan jempol selama 6 detik. dalam bentuk stres yang dialami di mahasiswa selama Setelah itu, buang nafas melalui hidung kalangan mahasiswa. Sebuah studi bagian kiri dengan membuka telunjuk pandemi Covid-19. oleh Mustafa Malik yang berjudul kanan dan buang napas selama 6 Perceived Stress Among University detik. Ulangi terus aktivitas ini hingga Students in Oman during Covid-19induced E-learning (2021) mengadakan Tidak hanya itu, ada faktor lain yang 15 menit dan bernapas secara normal survei untuk mengukur tingkat stres di menyebabkan stres pada mahasiswa selama 5 menit. Kemudian, lakukan kalangan mahasiswa selama mengikuti selama kuliah daring; kebosanan, sulit aktivitas ini kembali selama 15 menit. Namun, ada baiknya untuk e-learning. Dari 966 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan karena kendala menghubungi psikolog mengikuti survei ini, 936 (96,9%) sinyal, dan tidak mampu menerapkan segera ketika merasa stres sudah semakin mengakui mengalami stres (82,5% praktek laboratorium karena alat tidak parah. Dikutip dari situs UNICEF, Dr. moderat dan 14,4% stres tinggi). tersedia. Christopher Halimkesuma – dari Keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia Young Health Professionals kalangan mahasiswa Indonesia selama Beberapa Saran Menghadapi Society – menghimbau anak muda pembelajaran daring. Sebagaimana Stres untuk menghubungi pakar kesehatan dinyatakan oleh dr. Hervita Diatri, WebMD, sebuah situs kesehatan mental jika stres sudah sampai diiringi SpKJ(K), seorang akademisi dari UI. Dikutip dari artikel pada situs Kompas. asal Amerika Serikat memberikan pikiran untuk bunuh diri, self-harm, com, beliau menyatakan bahwa banyak beberapa saran menghadapi stres dan mengkonsumsi narkoba untuk orang dalam usia produktif (kisaran pada artikel yang berjudul Stress: Ways melarikan diri dari realita. Akhir kata, kesehatan mental 15-64 tahun) mengalami masalah to Manage and Reduce It. Sebagian gangguan mental selama pandemi besar aktivitas di sini tidak memakan selama pandemi Covid-19 merupakan waktu dan biaya sepeserpun dan dapat masalah yang perlu mendapatkan Covid-19. perhatian dan ditindaklanjuti. Bagi Salah satu golongan yang dilakukan hampir setiap saat. Pertama, berolahraga tiga sampai mahasiswa yang merasakan stres, masuk di dalam usia produktif adalah mahasiswa. Dilansir dari jurnal empat kali dalam seminggu minimal 30 perlu ada keberanian dari diri pribadi yang berjudul “Tugas Pembelajaran” menit per hari. Kegiatan olahraga yang untuk meminta tolong kepada psikolog Penyebab Stres Mahasiswa selama dapat dilakukan dimulai dari berjalan jika stres sudah semakin parah (Daffa/ hingga berlari. Kedua, menghindari Manunggal). Pandemi Covid-19”.

Kuliah Daring dan Stres di Kalangan Mahasiswa

P


Desember 2021

Narasumber Pewawancara

Konsultasi

19

: Dra. Endang Sri Indrawati, M.Si : Baiti Rahma A. (Tabloid)

ib . Pr Sumber Foto: Dok

i ad

Pribadi dan Sosial Pertanyaan: Bagaimana pengalaman di masa kecil dapat mempengaruhi kehidupan di masa dewasa dan bagaimana cara agar pengalaman buruk di masa kecil agar tidak terlalu mempengaruhi kehidupan di masa dewasa? (Feby)

Jawaban: Dinamika terbentuknya kepribadian manusia tidak bisa mengabaikan pengalaman dari dalam kandungan, masa kanakkanak, remaja, dan dewasa. Kumpulan pengalaman tersebut akan membentuk memori, lalu akan membentuk konsep dan keyakinan. Dimana keyakinan ini bisa bersifat benar dan bisa juga bersifat salah. Keyakinan yang kita pikirkan akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Misalnya, di masa kecil mempunyai pengalaman buruk dengan lawan jenis, maka akan tumbuh menjadi dewasa yang menganggap semua lawan jenis itu kurang baik dan pikiran negatif lain. Sehingga dia akan bergaul dengan lawan jenis dengan sangat hati-hati, bahkan tindakan hati-hati yang sangat ekstra. Untuk mengatasi hal tersebut agar tidak terlalu terbawa di masa dewasa, dia harus mencari nilai-nilai baru untuk mengaktifkan fungsi revisi. Setiap manusia dibekali Tuhan dengan fungsi revisi atau memperbaiki. Setiap orang berhak menghapus memori negatif atas kemauan dirinya sendiri. Dia dapat melakukan fungsi revisi dengan bantuan orang dewasa di lingkungannya. Jadi, kita harus terbuka dan mempunyai pengungkapan diri yang tinggi agar orang dewasa dapat mengetahui jika keyakinan kita salah. Misalnya kita berkata bahwa semua orang jahat dan omongan ini terdengar oleh orang dewasa, maka, orang dewasa ini akan Ilustrasi: Reysma Shinta/Manunggal meluruskan keyakinan kita yang salah dengan contoh konkrit. Orang dewasa dapat berupa keluarga, orang tua, guru, atau orang lain di sekitar kita. Jadi, fungsi revisi dapat diperbaiki dengan bantuan orang dewasa. Kedua, seorang anak diharuskan untuk bergaul seluas-luasnya, asalkan positif. Kalau kita bergaul dengan komunitas yang baik, maka fungsi revisi akan berjalan dengan sendirinya. Misalnya, “Oh, ternyata pikiranku tentang lelaki jahat itu salah. Ada juga lelaki yang baik.” Dengan bergaul dengan orang baik, keyakinan diri akan berubah. Konsepnya adalah ada 2 jenis manusia, baik dan buruk. Orang yang jahat tidak selamanya berbuat kejahatan, orang yang baik tidak selamanya melakukan kebaikan, kadang tergelincir melakukan kejahatan/khilaf. Orang yang jahat kadang baik, karena bisikan nurani. Jadi, ketika seorang anak berpikiran tidak terlalu ekstrem ke kiri dan ke kanan, maka hal ini sudah beres, dan dia akan sembuh dari trauma masa kecil.


20

Konsultasi

Desember 2021

Kontrol Emosi Pertanyaan : Bagaimana cara mengekspresikan rasa emosional (rasa negatif dan sedih) dari diri jika kita berada di dalam lingkungan yang selalu menganggap kita adalah orang yang ceria? (Aini)

Jawaban :

Yakinkan pada diri sendiri bahwa manusia yang periang bukan berarti tidak pernah sedih. Seorang periang adalah mereka yang memiliki dominan sifat periang, tetapi kadang-kadang bisa juga sedih dan kecewa, walaupun persentasenya tidak tinggi. Cobalah menjadi manusia yang tampil apa adanya. Ketika muncul perasaan sedih atau kecewa dan butuh menangis, ya silakan. Menangis bukan dosa dan bukan sesuatu yang memalukan. Emosi negatif bisa diekspresikan agar mendapatkan empati dari teman sebaya. Siapa tahu dari empati tersebut akan ada nasihat yang mengubah diri untuk segera move on, tidak sedih, atau yang lain. Hal ini malah bagus. Jika sedang sedih tetapi pura-pura menjadi periang malah jelek secara kepribadian. Ke depannya dapat mengalami penyimpangan perilaku. Seseorang yang terbuka terhadap perasaan malah bagus. Orang lain akan melihat kita secara akurat dan apa adanya. Sehingga kita juga tidak mempunyai beban harus riang sepanjang hari dan orang lain juga dapat menerima kita apa adanya. Orang lain juga tidak akan grogi atau minder saat menghadapi kita. Hal ini karena kita menampilkan kelebihan dan kekurangan kita. Ilustrasi: Reysma Shinta/Manunggal Menampilkan ketidakbahagiaan tidak ada dosanya. Namun, untuk orang yang kurang suka dengan kita akan berkata, “Kasihan, kapok, atau yang lainnya.” Ya tidak apa-apa, cuek saja. Memangnya ketika mereka seperti itu membuat kita rugi dan masalah akan berubah? Tidak ada. Jadi, jangan takut untuk tampil apa adanya agar hidup menjadi lebih ringan.

Pertanyaan :

Fight for Your Love

Terkadang, seseorang malas berhubungan dengan lawan jenis karena mengalami trust issue, misalnya ayahnya yang kerap selingkuh dan lainnya. Bagaimana mengatasi hal tersebut agar kita dapat menilai lawan jenis tanpa bias dari trust issue tersebut? (Esa)

Jawaban : Perempuan yang tumbuh dalam sosok ayah yang selingkuh, tidak bertanggungjawab, maka ia akan tumbuh menjadi dewasa yang memiliki pandangan pada lawan jenis yang tidak begitu hormat. Maka, saat dewasa, anak tersebut harus banyak bergaul dengan orang dewasa yang bertanggungjawab. Apalagi jika ia bertemu dengan sosok orang dewasa yang mempunyai karakter berbeda dengan ayahnya, itu bisa mengubah persepsi dan mengubah pandangan kita menjadi lebih proporsional. Pandangan yang proporsional adalah pandangan bahwa manusia ada 2, baik dan buruk, manusia baik tidak selamanya melakukan kebaikan dan manusia yang buruk tidak selamanya melakukan keburukan). Ketika kita punya pandangan proporsional, objektif, rasional, hal ini sudah sehat dan sudah mengatasi kekacauan pikirannya tentang keyakinan diri yang salah. Untuk generasi muda juga harus hati-hati dengan informasi di media sosial. Jika di masa kecil mempunyai pikiran jika laki-laki jahat dan di masa dewasa menonton film yang di dalamnya terdapat peran lelaki jahat, hal ini akan kurang bagus. Maka, pentingnya untuk hati-hati, perlunya pendampingan orang dewasa, rajin curhat dan bertanya kepada orang dewasa, maka dia akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih baik serta dapat mengubah pola pikir.

Ilustrasi: Reysma Shinta/Manunggal


Desember 2021

Puisi

Tentang Manusia di Penghujung Tahun Oleh: Salma Zakiyyah Az-zahrah

Desember adalah tentang hujan, puisi, dan rindu yang semakin sesak. Berhambur bersama isak yang lenyap, terampas surya yang sudah saatnya tidur

Ilustrasi: Pinterest.com

Desember adalah tentang mengumpulkan tiap alpaalpa yang sudah terjadi. Mengingat, terenyuh salahkan raga yang membias karena mungkin angin, ombak, bahkan badai sekalipun. Desember adalah tentang pemberhentian kapal, karena sudah saatnya sang Nakhoda berlabuh dan berlayar lagi Entah yang segera atau lamban. Manusia menjadi manusia yang ingin lepaskan segala suram, berharap tidak lagi temaram, tapi terang.

Tanah Kusir Oleh: Salma Zakiyyah Az-zahrah

Masih musim penghujan Hijau, tidak kemarau Manusia sibuk berlalu-lalang, kau adalah kehidupan Tiap-tiap kepala sibuk mencari berpijar-pijar di atas bentala yang asri, terdefinisi yang akan berai, tercerai Lalu manusia dipaksa berhenti ‘tuk kembali pada mulanya muasalnya, tanah, di dalam bentala yang akan berai, tercerai Meski yang paling hebat sekalipun Semuanya sama-sama harus pulang Sebuah tanah kusir tempat pemberhentian, tempat peristirahatan Sudah musim penghujan Hijau, tidak kemarau Manusia sibuk berlalu-lalang, kau adalah kehidupan, kematian.

Ilustrasi: dreamstime.com

21


22

Desember 2021

Resensi Film

Diangkat dari Kisah Nyata, ‘Girl in The Basement’ Menjadi Salah Satu Film Awal Tahun yang Wajib Ditonton Pemain Sutradara Penulis Produksi Tayang Durasi

: Stefanie Scott, Judd Nelson, Joely Fisher, Emma Myers, Braxton Bjerken, Jake Nutall, Emily Topper : Elisabeth Rohm : Barbara Marshall : Big Dreams Entertainment, Lifetime, Swirl Flims : 27 Februari 2021 : 88 Menit

Sumber Foto: yoursun.com

P

ernahkan kalian mendengar tentang kisah keji yang dialami Elisabeth Fritzl? Jika belum, kalian wajib untuk menonton film berjudul Girl in The Basement yang tayang pada tanggal 27 Februari 2021 lalu. Elisabeth Fritzl merupakan seorang gadis berkewarganegaraan Austria yang disekap oleh ayah kandungnya sendiri, Josef Fritzl, mulai dari 28 Agustus 1984 dan baru ditemukan pada tahun 2008. Josef menyembunyikan Elisabeth di ruang bawah tanah rumahnya bukan tanpa alasan, hal ini ia lakukan karena ingin putri bungsunya menuruti kemauannya dan tidak membangkang lagi kepadanya. Namun, selama 24 tahun tersebut Josef justru melakukan pelecehan seksual kepada Elisabeth hampir setiap hari hingga pada tahun 1988 Elisabeth memiliki anak pertamanya, Kerstin, dan melahirkan enam anak lagi yang diberi nama Stefan, Lisa, Monika, Alexander, Michael, dan Felix. Elisabeth Rohm, salah satu direktur film ternama, berusaha mengulik dan menggagas kisah nyata tersebut hingga mengangkatnya menjadi sebuah film dan memberinya judul Girl in The Basement. Film yang

dibintangi Stefanie Scott, Judd Nelson, dan Joely Fisher itu tak mengadaptasi secara keseluruhan cerita yang dialami Elisabeth Fritzl itu sendiri, terbukti dari penamaan tokoh hingga alur yang disajikan tampak sedikit berbeda dari aslinya. Secara garis besar, Girl in The Basement menceritakan tentang Sara, seorang gadis remaja yang sedang dimabuk cinta hingga seringkali acuh terhadap perintah atau larangan orangtuanya, terlebih ayahnya, Don, yang tempramental. Sara yang setiap harinya semakin tidak bisa diatur membuat Don naik pitam, ia menculik dan menyekapnya di dalam ruang bawah tanah rumahnya selama bertahun-tahun. Tak hanya itu, Don juga meminta Sara untuk menulis surat palsu kepada ibunya yang berisi pesan agar tidak mencarinya lagi. Saat berada di dalam ruang bawah tanah Sara sudah seringkali mencoba untuk melarikan diri tapi tak kunjung berhasil, Don yang semakin kesal justru melakukan kekerasan seksual kepada putri bungsunya hingga akhirnya Sara melahirkan beberapa anak secara mandiri. Meski mengusung genre crime

dan thriller, Girl in The Basement juga memiliki segudang pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi para penonton, mengingat alur filmnya yang diangkat dari kisah nyata. Hal ini membuktikan bahwasanya film Girl in The Basement layak untuk dimasukkan ke dalam daftar film yang wajib ditonton pada tahun 2021. Film ini mengajarkan kita tentang bagaimana pentingnya untuk mematuhi dan bersikap baik kepada kedua orangtua. Selain itu, Stefanie Scott yang memerankan karakter bernama Sara berhasil menyampaikan pesan dengan apik yakni menunjukkan arti dari sebuah perjuangan, bagaimana ia bisa bertahan hidup dan sabar menjalani masa-masa sulit di bawah tekanan patut untuk diapresiasi. Tak hanya akting para pemain filmnya yang patut diacungi jempol, secara keseluruhan Girl in The Basement memang sudah selayaknya diakui dan diperhitungkan. Film ini juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengingat sejarah atau peristiwa masa lalu, yang dapat dialihfungsikan menjadi bukti dan bahan ajar, sehingga hal-hal tidak senonoh semacam ini tidak dapat terulang lagi di masa sekarang. (Abe/Manunggal)


Desember 2021

Resensi Musik

23

Usik, Sebuah Suara untuk Mereka yang Tak Mampu Bersuara

Potret Feby Putri, seorang penyanyi dan pencipta lagu ‘Usik’. (Sumber Foto: NoxInfluencer.com)

b

erbicara mengenai tindak perundungan di Indonesia memang tidak akan ada habisnya, tingkat kasus bullying yang tiap harinya semakin meningkat itu seolah tumbuh menjadi momok masyarakat yang tidak bisa ditinggal diam. Berbagai macam upaya harus segera dikerahkan, salah satunya ialah dengan menyentuh titik kesadaran diri dan hati nurani masyarakat itu sendiri, melalui pesan-pesan moral yang bisa disuarakan lewat sebuah lagu misalnya. Seperti lagu Usik yang diciptakan dan dinyanyikan oleh seorang penyanyi yang lahir pada tanggal 5 Februari di Makassar 20 tahun silam: Feby Putri Nilam Cahyani, yang dikenal karena sering meng-cover lagu di kanal YouTube pribadinya. Karyakarya Feby selalu diterima baik oleh penikmat musik Indonesia, seperti halnya lagu pertamanya: Halu yang sangat sukses dipasaran. Tepat pada tanggal 19 Desember 2019 lalu, Feby merilis lagu terbarunya yang diberi judul Usik. Mengusung tema yang tidak bisa dibilang pasaran, ia berusaha mengambil hati para pendengar dengan menyinggung perihal tindak

kekerasan sosial seperti perundungan atau perjuangan s e s e o r a n g untuk bangkit dari keterpurukan dari masa-masa kelam. Setelah digali lebih dalam, lagu ini menceritakan tentang curahan hati orangorang yang diperlakukan tidak pantas, seperti menghina bentuk fisiknya yang tak sempurna. Misalnya terlahir cacat, baik fisik maupun mental. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah pesan bahwa Tuhan itu baik, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tinggal bagaimana kadar syukur yang harus kita ukur. Sama seperti apa yang sudah kita ketahui, bahwasannya lagu atau musik juga dapat dijadikan sebagai media komunikasi dengan sifatnya yang inspiratif serta edukatif. Dalam pembuatan lagu dan musik video Usik, Feby dan tim melakukan riset bersama Teman Tuli di berbagai daerah mengenai bullying dan hak kesetaraan. Lagu ini didedikasikan kepada para Teman Tuli yang sudah berjuang dalam pergerakan budaya tuli, seperti peningkatan mutu bahasa isyarat dan menyetarakan hak mereka dengan orang yang mendengar. Lagu yang diproduseri oleh Suthe Nurbesari dan Nikmatul Akbar ini memiliki benang merah pada tindak kekerasan sosial, yakni perundungan pada anak-anak atau orang-orang penyandang disabilitas dan kesetaraan hak sebagai manusia. (Abe/Manunggal)

Agar lebih kenal dengan Usik, alangkah baiknya untuk membaca dan memahami liriknya: Usik - Feby Putri Tusuk halt gnay natagni gnajrenem Tudusret uk ini gnaur tagnah malad Tural halt gnay lah kaugnem Tersesak beriring kabut Menguak hal yang t’lah larut Dalam hangat ruang ini kutersudut Menerjang ingatan yang tlah kusut Hanyut di dalam duniaku Binasa seram kelam redup Perlahan menjerit atas yang kuterima Dari orang-orang yang tak paham Hari-hari kujalani harap ada yang bermakna Kembalikanlah senyumku yang pergi Secepat seperti dilahirkan lagi Tiada yang meminta seperti ini Tapi menurutku Tuhan itu baik Merangkai ceritaku sehebat ini Tetap menunggu dengan hati yang lapang Bertahan dalam macamnya alur hidup Sampai bisa tiba bertemu cahaya Tapi menurutku Tuhan itu baik Tapi menurutku Tuhan itu baik Hari-hari kujalani harap ada yang bermakna Kembalikanlah senyumku Secepat seperti dilahirkan lagi Hari-hari kujalani harap ada yang bermakna Kembalikanlah senyumku yang pergi Secepat seperti dilahirkan lagi Hari-hari kujalani harap ada yang bermakna Kembalikanlah senyumku yang pergi Secepat seperti dilahirkan lagi

Sumber Foto: google.com


24

Desember 2021


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.