Lampungpost edisi 4 mei 2014

Page 15

±

±

CMYK

CMYK

F KUS minggu, 4 mei 2014 LAMPUNG POST

14

Animo TKI Terus Melonjak Di tengah sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri, pilihan menjadi TKI menjadi keniscayaan. Sudah sulit, menjadi buruh juga kurang menarik karena upah yang kurang layak. Meza Swastika

S

EBUAH pesan singkat masuk ke ponsel Usman—bukan nama sebenarnya—warga Desa Cimanuk, Way Lima. Ia agak tergesa-gesa membuka ponsel itu. Beberapa detik kemudian bibirnya mengembangkan senyum. “Sudah sampai di Jakarta. Tinggal berangkat lagi ke Malaysia minggu depan,” ujarnya. Pekan lalu ia baru saja mengirim tiga perempuan atas perintah “bos” karena stok calon tenaga kerja wanita (TKW) sudah tidak ada. Sementara permintaan tinggi. Namun, ia agak gelagapan ketika ditanya nama perusahaan jasa tenaga kerja tempat ia bernaung. “Tugas saya cuma ngirim orang aja,” kata dia. Di Kecamatan Way Lima, setidaknya seperti yang diakui Usman ada empat “calo” TKI yang berkeliaran mencari calon TKW dengan iming-iming buaian cepat kaya dengan menjadi TKW. Modusnya, para calo ini umumnya mencari gadis-gadis remaja bahkan janda di pelosok-pelosok desa di daerah itu untuk dijadikan tenaga kerja wanita. “Yang enggak banyak macem, yang penting mau kerja.” Dari sini, para calo liar ini bisa meraup untung jutaan rupiah untuk satu orang tenaga kerja yang disalurkan ke Malaysia, Taiwan, termasuk ke Arab Saudi. Bahkan, tak hanya mendapat ujung dari penyalurnya, para calo ini juga tak jarang mendapat “sogokan” dari orang tua yang meminta agar anaknya bisa cepat berangkat bekerja ke luar negeri. “Tugas saya cuma sebatas ngirim orang. Kalau sudah di Jakarta bukan tanggung jawab saya lagi, sudah urusan yang di sana (Jakarta, red),” kata dia. Pekerja perempuan menjadi sasaran utama bagi calo TKI. Itu karena permintaan tenaga kerja perempuan yang lumayan tinggi. “Berapa pun asal perempuan ditampung karena cepat dapat kerjanya di sana.” Ia sesumbar, banyak warga di

desanya yang sukses, khususnya perempuan, menjadi tenaga kerja di luar negeri. “Kalau enggak sukses enggak mungkin sampai sekarang masih banyak yang nitip anaknya ke saya biar bisa kerja jadi TKW,” ujarnya. Tapi, ia juga tak menampik seorang TKW yang ia kirim babak belur dihajar majikannya. “Kalau yang seperti itu risiko, kenapa mau jadi TKW.” Animo TKI Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lampung Fahrizal mengakui TKW cenderung lebih diminati di luar negeri karena pekerja perempuan asal Indonesia dinilai memiliki kesabaran dan tekun. “Kalau yang laki-lakinya biasanya di perkebunan,” ujarnya. Meski demikian, Fahrizal menilai selama ini sebagian besar tenaga kerja asal Lampung bekerja di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga atau pengasuh bayi. “Mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja di sektor formal.” Di sisi lain, Kabid Penempatan dan Pelatihan Keterampilan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lampung Muhammad Zulkarnain Mursyd menyebut tingginya animo kerja di luar negeri membuat mereka cenderung nekat. Mereka melakukan berbagai cara agar bisa bekerja di luar negeri, termasuk melalui jalurjalur TKI ilegal yang selama ini menjadi celah para calo TKI. Parahnya lagi, kebanyakan calocalo liar ini tak terpantau oleh dinas. “Kami yakin jumlah TKI yang berangkat secara resmi melalui jalur PJTKI yang resmi jumlahnya jauh lebih kecil dari yang ilegal.” Proses pengiriman para tenaga kerja ini bahkan terbilang nekat melalui jalur-jalur ilegal untuk bisa lolos dari imigrasi. “Banyak jalurnya, bisa lewat Batam dan itu difasilitasi oleh jasa tenaga kerja ilegal,” kata Zulkarnain.

Berdasarkan data negara yang menjadi sasaran para pekerja ini, yakni Taiwan, Malaysia, Hong Kong, Singapura, dan Arab Saudi adalah negara-negara dengan jumlah TKI yang tinggi. Yang jadi masalah lagi, selama ini Dinas Tenaga Kerja Provinsi maupun yang ada di kabupaten/kota kesulitan melakukan pengawasan kepada para tenaga kerja. Termasuk perusahaan jasa tenaga kerja ini karena kewenangan sepenuhnya berada di pusat. Demikian halnya dengan perusahaan penyalur tenaga kerja yang banyak di daerah adalah perusahaan cabang yang hanya sebatas bertugas menyalurkan pekerja. “Regulasinya memang mengatur kewenangan berada di pusat sehingga kami kesulitan melakukan pengawasan. Tapi, ketika terjadi kekerasan

Selembar Foto di Dekapan Masni TANGAN Masni (54), warga Desa Bernung, Gedongtataan, terlihat bergetar memegang erat selembar foto usang yang sudah berdebu itu. Ia seperti enggan melepas foto Eka Murni (28), anak tertuanya yang kini hilang tak jelas rimbanya. Matanya terus menatap foto itu. Keresahan Masni kian hari kian memuncak. Sudah sembilan tahun lebih ia tak lagi bisa berhubungan dengan anaknya yang menjadi TKI di luar negeri itu. “Saya takut anak saya ada apa-apa. Saya cuma mau dia pulang, itu saja,” kata Masni sembari terus menangis. Setiap menceritakan Eka Murni, air mata Masni memang terus meleleh tak berhenti. Supar, suami Masni, pun sudah tak tahu lagi harus bagaimana. Di satu sisi ia ikut merasa kehilangan anak perempuannya itu di Malaysia, di sisi lain, ia tak kuasa melihat keadaan istrinya yang terus menangis. “Hampir setiap hari menangis, setiap lihat foto Eka Murni pasti menangis,” kata buruh

mebel ini. Ia bercerita sekitar sembilan tahun yang lalu anaknya bertolak ke Malaysia karena diminta majikannya untuk bekerja kembali sebagai pembantu rumah tangga. “Karena diminta majikannya, Eka tidak melalui jalur resmi. Karena kata anak saya jalur melalui perusahaan justru ribet dan berbelit, selain itu biayanya juga besar.” Tahun pertama bekerja, anaknya masih tetap melakukan komunikasi bahkan sempat mengirimkan uang untuknya. Namun, setelah itu, komunikasi terputus. Ia berusaha menghubungi Eka Murni melalui telepon rumah majikan anaknya, tetapi sang majikan justru menyebut jika Eka Murni sudah tak lagi bekerja di rumahnya. “Majikannya bahkan memarahi saya karena terus menghubunginya untuk menanyakan keberadaan anak saya,” ujar Masni. Masni nyaris putus harapan, ia tak tahu lagi harus berbuat apaapa. “Tolong saya, tolong anak saya

di sana diselamatkan.” Kehilangan Masni terhadap Eka Murni bukanlah kasus tunggal. Sedikitnya terdapat lima kasus TKW asal Kabupaten Pesawaran yang mengalami, mulai dari penganiayaan sampai hilang tak jelas rimbanya. Sejumlah keluarga TKW yang kehilangan keluarganya pun mengaku pasrah terhadap nasib keluarganya yang bekerja di luar negeri yang kini “hilang”. Suyoto, yang putrinya bekerja di Malaysia, juga mengakui hal yang sama. Kini dia sudah pasrah terhadap nasib Jumiati, anaknya, yang sudah empat tahun tak ada kabar. Terakhir, anaknya itu mengirim surat jika dirinya tak betah bekerja di Malaysia karena terus mendapat siksaan dan tak digaji. Istri Suyoto bahkan tiap salat kini selalu mengirimkan doa ampunan. “Setiap salat istri saya selalu berdoa agar anak saya diampuni dosanya dan diterima di sisi-Nya. Kami sudah ikhlas.” (M1)

atau ada tenaga kerja yang dianiaya hingga tewas, daerah selalu dituding dan disalahkan,” kata dia. Kini, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tengah menguatkan fungsi balai latihan kerja untuk para tenaga kerja yang hendak bekerja ke luar negeri agar memiliki keahlian. “Saat ini persentase pekerja di luar negeri jauh lebih besar pekerja di sektor informal daripada formal.” Hal ini pulalah, menurutnya, membuat posisi para tenaga kerja ini tak memiliki posisi tawar di tempatnya bekerja. “Mereka tak memiliki keahlian sehingga mereka tak bisa berharap penghasilan yang besar. Selain itu, ketiadaan keahlian ini juga yang membuat para tenaga kerja kerap mendapat perlakuan yang diskriminatif dari majikannya,” ujar dia. Terlebih lagi, Zulkarnain tak me-

lihat kemungkinan jumlah tenaga kerja luar negeri menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahunnya, bahkan sebaliknya terus melonjak. Data tahun 2012, jumlah tenaga kerja asal Lampung yang bekerja di sektor informal di luar negeri mencapai 12 ribu tenaga kerja, angka ini pada 2013 melonjak hampir 50 persen dari tahun sebelumnya menjadi 17 ribu tenaga kerja dengan 80 persen pekerja adalah tenaga kerja wanita (TKW). Angka ini belum disandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang diberangkatkan secara ilegal oleh calo-calo TKI yang marak berkeliaran. “Jumlah tenaga kerjanya jika dijumlahkan antara yang resmi dan ilegal bisa lebih dari dua kali lipatnya,” kata Zulkarnain. (M1)

meza@lampungpost.co.id

±


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.