Jurnal Kopkun Institute Vol I Artikel 003/ 2015

Page 1

JURNAL KOPKUN INSTITUTE | ARTIKEL VOL. I No.003/2015

HAL 1

VISI KEBANGSAAN KOPERASI PEMUDA INDONESIA, ADAKAH? Oleh: Firdaus Putra, HC.

“Asep Palahudin, Ketua Umum, harus berani ketok palu: Pertama, reorientasi Kopindo sebagai koperasi pemuda tingkat nasional yang bervisi kebangsaan; Dan kedua, membuat rencana strategis atau Manifesto Kopindo 2025” EKSISTENSI NASIONAL Eksistensi Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) sebagai organisasi nasional nyaris tak terdengar gaungnya [1]. Berbeda dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) atau ormas-ormas tingkat nasional lainnya. Padahal basis keanggotaannya tersebar di seluruh provinsi. Anggotanya hampir mencapai 100 koperasi primer yang terdiri dari Koperasi Mahasiswa (Kopma), Koperasi Pemuda (Kopeda) dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren).

Visi kebangsaan koperasi tentu saja seperti apa yang sudah Bung Hatta sampaikan, membangun sistem demokrasi ekonomi di Indonesia. Demokrasi ekonomi yakni bagaimana membuat rakyat banyak dapat mengakses kue-kue pembangunan ekonomi negeri ini; Bukan sebaliknya, nilai lebih hanya dinikmati segelintir orang saja. Demokrasi ekonomi membangun rakyat banyak menjadi subyek ekonomi, yang tentu saja harus lebih banyak memproduksi daripada mengonsumsi.

Sayangnya tak banyak orang tahu kiprah koperasi sekunder yang satu ini. Bahkan sedikit orang tahu bahwa pada 25-27 Juni 2015 mendatang Kopindo menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau konggres ke-34 di Bandung. Angka 34 menandakan organisasi nasional di bawah binaan Menteri Koperasi dan UKM serta Menteri Pemuda dan Olah Raga ini sudah berdiri sejak tahun 1981.

Demokrasi ekonomi juga bagaimana membuat sumber daya dimiliki dan dikelola berbasis komunitas. Misalnya pemilikan sumber mata air harus sepenuhnya dimiliki komunitas sekitar dan peruntukkannya pertama untuk kebutuhan mereka. Bukan kemudian diprivatisasi dibawah kendali perusahaan air minum kemasan yang perharinya menyedot ribuan sampai jutaan liter kubik. Dampaknya masyarakat sekitar mengalami kekeringan.

Sebagai organisasi nasional yang concern pada dunia perkoperasian dan kepemudaan, Kopindo jarang terdengar kiprahnya. Sebutlah saat gerakan koperasi Indonesia beramai Judicial Review UU Perkoperasian No. 17 tahun 2012, Kopindo tak terdengar sikap politiknya. Padahal sematan istilah “pemuda” dalam Kopindo harusnya mewakili semangat progresivitas gerakan. Progresif dalam makna memegang teguh idealisme gerakan koperasi meski harus berhadap-hadapan dengan pemerintah.

Visi demokrasi ekonomi meletakkan kemandirian sebagai pilar pembangunan. Bukan sebaliknya bergantung pada hutang luar negeri yang terus menggerogoti devisa, nilai tukar dan membuat neraca perdagangan timpang. Kemandirian hanya mungkin dibangun bila rakyat berbondong menabung, investasi dan produksi. Sebaliknya, saat ini kita tergolong masyarakat konsumen dengan mantra, “Belanja lewat kredit, kredit untuk belanja”.

Di masalah lain, saat masyarakat ramai masalah impor beras, harga minyak naik, geger pabrik semen dimana-mana, kasak-kusuk proyek MP3EI, nilai tukar rupiah melemah dan isu-isu publik lainnya, sama sekali kita tak pernah dengar Kopindo bersikap. Padahal anggota perorangannya mencapai satu juta orang baik dari kalangan mahasiswa, pemuda dan santri. Itu kekuatan besar untuk membangun gerakan progresif di akar rumput dan nasional.

Dalam berbagai variasi agenda demokrasi ekonomi itu, Koperasi Pemuda Indonesia yang 11 Juni lalu ulang tahun, tak terdengar banyak sumbangsih pemikirannya. Paling sering terdengar koperasi ini menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan. Alhasil Kopindo sebagai organisasi nasional tak punya cara pandang makroskopik masalah-masalah keindonesiaan. Kopindo menjadi tak ubahnya dengan pusat pelatihan dari remah-remah kue proyek pemerintah.

VISI KEBANGSAAN Absennya Kopindo dalam berbagai isu publik khususnya masalahmasalah bangsa ini, menandakan Kopindo tak punya visi kebangsaan. Kopindo tak lebih sebagai kelompok kepentingan (interest group) yang melulu bicara untuk dan atas nama kelompoknya sendiri. Anehnya, mereka adalah koperasi yang seharusnya menjadi anak kandung pemikiran-pemikiran kebangsaan Bung Hatta.

KADERISASI GAGAL Rendahnya visi kebangsaan itu tak bisa kita katakan sebagai kegagalan Pengurus. Melainkan cermin dari masalah yang sistemik, kaderisasi yang gagal. Sehingga siapapun pengurusnya, seringkali berasal dari koperasi mahasiswa, pasti mengulangi kesalahan yang sama; Tak dapat memposisikan Kopindo sebagai organisasi

FOOTNOTE: * / Direktur Kopkun Institute dan Inisiator #futuresstudiesID serta FutureBanyumas.ID. HC kepanjangan dari Homo Cooperativus atawa Insan Koperasi. Kontak: 082134921369 | www,firdausputra.com 1 / Cara paling sederhana, gunakan mesin pencari google. Ketik “Kopindo” atau “Koperasi Pemuda Indonesia”, sedikit sekali berita atau publikasi yang merujuk pada organisasi Kopindo. Beberapa berita justru merujuk pada Kopindo Perwakilan (Bandung via pikiran-rakyat.com dan Sulsel via fajar.co.id, diakses tanggal 24 Juni 2015). Ada rujukan ke Kopindo Pusat, namun publikasi tahun 2009 di Kompas.com . Minimalnya di era 2,0 ini eksistensi lembaga bisa dikenali melalui pemberitaan-pemberitaan di media massa cetak maupun digital.


JURNAL KOPKUN INSTITUTE | ARTIKEL VOL. I No.003/2015

HAL 2

Pengurus Kopindo Periode 2014-2017 selepas audiensi dengan Menteri Koperasi & UKM RI, AA Gede Ngurah Puspayoga

pemuda tingkat nasional dengan visi kebangsaan. Kaderisasi yang gagal itu bisa kita lacak dari pola kaderisasi pada koperasi primernya. Kaderisasi di Kopma-kopma seringnya fokus hanya pada masalah kewirausahaan dan bisnis semata. Jadilah kader-kader Kopma tak berbeda dengan lulusan sekolah-sekolah bisnis. Selain soal kewirausahaan, Kopma banyak membuat pelatihan pengembangan diri (soft skill). Tidak salah, memang. Namun tidak tepat jika hanya seperti itu saja [2]. Proses ideologisasi di Kopma terbilang rendah. Mereka bukan aktivis gerakan yang punya militansi besar untuk misalnya demonstrasi turun ke jalan. Selain hal itu bukan pilihan cara yang pantas menurut mereka, sebab lainnya adalah mereka tak punya kerangka analisa ekonomipolitik makro. Sehingga program atau arah kebijakan ekonomi pemerintah tak masuk dalam menu diskusi. Sejauh-jauhnya Kopma adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tempat berlatih bisnis dan kewirausahaan. Bila dengan cara seperti itu kader-kader Kopma dibesarkan, masuk akal jika Kopindo sebagai puncak organisasi nasionalnya punya karakter yang sama. Bedanya yang satu lokal, satunya nasional. Yang satu kecil, satunya besar. Yang satu dalam kampus, satunya luar kampus. Yang satu monolitik, satunya plural. Perbedaan itu terletak hanya pada skala ruang permainan, sayangnya tidak pada visinya. DUA RESOLUSI UNTUK BANDUNG Rapat Anggota Tahunan ke-34 di Bandung harusnya menjadi momentum besar bagi Koperasi Pemuda Indonesia untuk berbenah. Umpama kapal, Kopindo saat ini sedang sesat arah. Maka Kopindo perlu melakukan reorientasi dan strategi. Bila tidak, visi Kopindo “Menjadi koperasi pemuda yang unggul, mandiri sebagai lembaga kader dan pilar pembangunan koperasi Indonesia”, hanya pepesan kosong. Visi Kopindo sebagai lembaga kader dan pilar pembangunan koperasi Indonesia harus diterjemah ulang dengan menjangkarkan diri pada visi kebangsaan. Reinterpretasi terhadap visi tersebut dapat diturunkan pada misi baru: 1). Menyikapi masalah-masalah perekonomian dan koperasi nasional secara aktif untuk demokrasi ekonomi Indonesia; 2). Membangun kerjasama strategis dengan berbagai elemen yang memperjuangkan demokrasi ekonomi Indonesia; 3). Membangun basis kader koperasi yang handal dan progresif yang bersendikan idealisme demokrasi ekonomi Indonesia; 4). Membangun daya dukung bagi anggota pada bidang-bidang strategis (kaderisasi, usaha dan advokasi).

Dengan menyandarkan diri pada visi kebangsaan tersebut, maka Kopindo harus senantiasa berpikir besar (untuk Indonesia), bergerak strategis (antar wilayah) dan populis (bagi jutaan pemuda). Sehingga menjadi pantas dan penuh wibawa manakala Kopindo kita sebut sebagai koperasi pemudanya Indonesia [3]. Hal itu adalah resolusi pertama Bandung. Lantas resolusi kedua, Kopindo harus membuat Rencana Strategis 10 tahun guna menerjemahkan visi besar tersebut. Rencana strategis itu atau kita sebut dengan Manifesto Kopindo 2025 merupakan target-target konkret dengan peta jalan (road map) untuk mewujudkannya. Manifesto Kopindo 2025 harus menjadi Ketetapan RAT yang dilaksanakan oleh pengurus periode-periode selanjutnya. Dengan cara seperti ini, Kopindo akan disiplin dalam berpikir dan bertindak [4]. Manifesto Kopindo 2025 bisa dimulai dengan mimpi seperti: 1). Reformulasi dan penguatan kaderisasi anggota; 2). Membangun produk unggulan anggota di beberapa wilayah dengan skala tertentu; 3). Pembangunan koperasi produksi (pangan, perikanan, kerajinan, dll); 4). Membangun jaringan pemasaran domestik dan eskpor; 5). Membangun jaringan retail di seluruh anggota dengan skala tertentu. Rencana Strategis 10 tahun tersebut tentu harus besar agar menjadi inspirasi dan energi yang menggerakkan seluruh unsur organisasi. Tentu bagi organisasi nasional seperti Kopindo beberapa mimpi di atas dapat diperpanjang. Apa yang harus dipahami bersama adalah pertanyaan kunci, “Ke arah mana dan apa prioritas Kopindo lima tahun mendatang?”. KETOK PALU “Pekerjaan apa yang paling sia-sia?”, tanya orang. Adalah mengendarai mobil yang sesat arah. Waktu terbuang percuma, bensin mubazir, tambah polusi dan yang pasti membuat penumpang menggerutu. Semua sumber daya akan terbuang percuma bila organisasi mengalami sesat arah. Sebelum makin tersesat, tahun 2015 ini adalah momentum besar bagi Kopindo untuk balik/ belok arah. Asep Palahudin, Ketua Umum, harus berani ketok palu: Pertama, reorientasi Kopindo sebagai koperasi pemuda tingkat nasional yang bervisi kebangsaan; Dan kedua, membuat rencana strategis atau Manifesto Kopindo 2025 beserta road map-nya. Beranikah? []

FOOTNOTE: 2 / Tokoh dan aktivis koperasi nasional, Suroto, HC. di berbagai forum mengkritik Koperasi Mahasiswa (Kopma) dengan kalimat, “Kopma sebagai lembaga aktualisasi diri untuk belajar kewirausahaan dan mengabdi di sektor kapitalis kemudian ( http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/berita_mahasiswa/kopma-gerakan-alternatif-bangun-kembali-budaya-koperasi, 12 Februari 2013). 3 / Sebenarnya Kopindo pernah berjaya di masa-masa awal. Pernah sampai mengegolkan proyek pembangunan dan pengelolaan asrama mahasiswa di beberapa kampus di Indonesia; Pengusahaan Wartel (Warung Telpon) di koperasi-koperasi anggota ketika Wartel sedang booming tahun 1990an dan seterusnya. 4 / Rencana strategis harus dikunci agar tidak berubah-rubah setiap pergantian kepengurusan. Ditambah iklim politik Kopindo lima tahun sangat dinamis. Tanpa kedisiplinan, tak akan lahir karya besar.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.