Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan
Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank
Bjb Syariah Kcp Cikarang” Maslahah Vol. 15 No. 2, Desember (2024). DOI: https://doi.org/10.33558/maslahah.v15i2.10222

Vol. 15 No. 2, Desember (2024) P-ISSN: 2086-5678, E-ISSN: 2807-8403
ANALISIS KETEPATAN PRODUK PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS TERHADAP FATWA DSN NO.
PADA BANK BJB SYARIAH KCP CIKARANG
Sultan Ali Rashid1 , Rizal Fahlevi2
1 Fakultas Agama Islam, Universitas Islam 45, E-mail: sultanalirashid2215@gmail.com
2 Fakultas Agama Islam, Universitas Islam 45, E-mail: rizal_bahlawi@yahoo.com
Artikel
Keywords: Financing, gold ownership financing, Fatwa.
Article History
Received: Oct 15, 2024;
Reviewed: Nov 21, 2024; Accepted: Des 5, 2024
DOI: https://doi.org/10.33558/ maslahah.v15i2.10222
Abstract
In contemporary times, the practice of purchasing goods through installmentplanshasbecomeincreasinglycommon,includinginthe case of Murabahah gold transactions. However, the prevalence of gold installment purchases has sparked debate, as the system resembles practices in conventional pawnshops and banks, leading to perceptions that Islamic and conventional banks operate similarly. This study aims to analyze the implementation and procedures of Murabahah contracts for gold ownership financing at Islamic Bank BJB Cikarang. Using a descriptive qualitative approach, the research simplifies data analysis to enhance comprehensibility. Data collection involved interviews, literature reviews, observation, and documentation, followed by qualitative analysis, descriptive evaluation, and conclusion drawing. The findings reveal three key points: first, the Murabahah contract implementation for gold ownership financing aligns with Islamic principles; second, the financing procedures adhere to Fatwa No. 77/DSN-MUI/V/2010; and third, there are differing scholarly opinions regarding the permissibility of non-cashgold transactions. Despite these differences, the study concludes that the financing procedures at Islamic Bank BJB Cikarang comply with the fatwa's provisions, underscoring their adherence to Islamic financial principles, while recognizing the ongoing debate among scholars on the permissibility of non-cash gold transactions.
1. Pendahuluan
Perbankan syariah berperan sebagai lembaga perantara (financial intermediary), yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang mengalami kelebihan dana (surplus) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit) yaitu dalam bentuk fasilitas pembiayaan (financing). Pada dasarnya pembiayaan
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 177
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
pada bank syariah merupakan suatu persetujuan atau kesepakatan antara bank umum syariah dan atau unit usaha syariah dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.1
Pada perbankan syariah terdapat produk cicil emas. Emas merupakan instrument investasi yang biasanya tidak terpengaruh inflasi. Dengan demikian, harga emas cenderung stabil dan jarang mengalami penurunan drastis. Meski mengalami fluktuasi secara harian, harga emas terus mengalami kenaikan jika dilihat dalam jangka panjang. Hal ini lah yang membuat emas menjadi instrument primadona saat ketidakpastian ekonomi terjadi.2 Hal ini lah yang menjadikan berinvestasi emas menjadi investasi yang cerdas dan dapat menghasilkan banyak keuntungan.
Harga emas, menurut goldprice.org pada penutupan 22April 2020 menyentuhRp 862.439pergram.Artinya,dalam20tahunterakhirhargaemaslogammuliadalamrupiah sudah melonjak 1102,5 persen atau naik 12 kali lipat. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu menguatnya harga emas di pasar global dan nilai tukar Dollar AS yang terapresiasi terhadap Rupiah.
Gambar 1.1
Grafik Harga Emas dalam Rupiah per Gram Selama 10 Tahun3

Meski produk ini menguntungkan bank dan nasabah itu sendiri, ada beberapa permasalahan yang muncul mengenai jual beli emas secara tidak tunai atau angsuran. Pasalnya kebanyakanbank konvensional maupun syariah menggunakansistem angsuran, sedangkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat di zaman sekarang melakukan pembayaran dengan cara kredit atau cicilan.
1 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012,) h. 78
2 “Mengapa Emas Jadi Cara Berinvestasi Terbaik Saat Pandemi?”, Kompas.com diakses pada tanggal 18 November 2020.
3 Goldprice.org diakses pada tanggal 26 Oktober 2022.
178 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
Jual beli emas secara tidak tunai ini menjadi masalah dikarenakan emas adalah salah satu barang ribawi. Jumlah barang ribawi ada enam jenis sesuai hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
“Jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum bur dengan gandum bur, gandum sya’ir dengan gandum sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, harus sama berat, sama timbangan dan tunai. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka itu termasuk riba.” (HR. Bukhari No. 2.134 dan Muslim No. 1584).
Hadits diatas mengenai emas yang dibeli dengan emas atau perak yang dibeli dengan perak. Akan tetapi bila emas dibeli dengan perak atau komoditi lainnya maka Rasulullah pun memberikan penjelasan dari hadits beliau:
“Apabila jenisnya berbeda, silahkan jual beli sesuka kalian.” (HR. Muslim No. 1587).
Dari hadits di atas kita memeahami bahwa ada enam jenis yang termasuk barang ribawi, yaitu: emas, perak, gandum jenis bur, gandum jenis sya’ir, kurma dan garam. Maka emas tidak dapat diperjual belikan kecuai dengan nilai yang sama dan dibayar secara tunai untuk menghindari terjadinya riba nasiah.4 Dan jual beli emas secara kredit atau yang belum ada barangnya dalam hal ini ghaib tidaklah diperbolehkan.
Dengan adanya masalah tersebut, masyarakat beramsumsi bahwa jual beli emas secara tidak tunai di bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional yang masih terdapat unsur riba di dalamnya.
Menanggapi hal tersebut, Dewan Syariah Nasional bertindak cepat dengan mengeluarkan Fatwa No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai. Isi kandungan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 bahwa jual beli emas secara tidak tunai diperbolehkan dengan berbagai pedapat, yaitu: bahwa emas pada saat ini bukanlah barangribawi dengan illat sebagai alat tukar (tsaman) tapi sudah berupa komoditas. Sehingga pertukaran antara barang yang bukan termasuk barang ribawi dengan barang yang termasuk ribawi adalah boleh dengan di angsur.
Praktek jual beli emas yang terjadi pada masa sekarang khususnya di perbankan syariah, sebagian berpendapat jual beli tersebut mengandung unsur ketidaktahuan atau kesamaran terhadap obyek yang telah diperjual belikan, baik penjual maupun pembeli tidak dapat memastikanwujuddari obyekyang telahdiperjual belikanberdasarkantujuan
4 Riba nasiah adalahribayang muncul karnaadanyapertukaran barang atau jual beli barang ribawi yang tidak sejenis dan dilakukan secara hutang atau tempo. Dimana adanya penangguhan waktu transaksi dan penambahan nilai).
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 179
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
akad, yakni jual beli emas dengan sistem murabahah atau yang lebih dikenal dengan investasi emas.5 Seperti hal nya gharar atau ketidakjelasan barang emas saat di investasikan, apakah benar barang tersebut ada atau hanya berupa surat atau kwitansi bahwa telah berinvestasi emas.Selain ituadanya unsur maysir atauspekulasi yangberupa apakah ketika kita menjual dengan selisih harga beli dengan harga jual atau yang biasa disebut dengan capital gain.
Dalam fatwa jual beli emas secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional nomor 77/DSN-MUI/V/2010 terdapat penjelasan bahwa pembiayaan menggunakan akad murabahah (jual beli). Pengikatan agunan menggunakan akad rahn (gadai). Sebagai perjanjian jual beli emas secara cicil, maka objek pembiayaan tersebut akan dijadikan sebagai jaminan selama proses pembiayaan dalam masa angsuran.
Dalam prakteknya ketika akad Murabahah terjadi, emas yang dibeli nasabah secara dicicil masih berada ditangan supplier dengan status emas tersebut belum dibeli secara sah oleh bank,kemudianemastersebut langsungdijadikanjaminanatasutangcicil emasnasabahdimana jaminannya tersebutdiikat denganakadRahn.Hal ini terjadi dalam pembiayaan cicil emas dimana emas yang menjadi objek pembiayaan belum menjadi milik nasabah. Karna dalam pembiayaan jual-beli, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dengan kata lain, nasabah menggadaikan barang yang digadaikan adalah objek pembiayaan antara bank dan nasabah. Terlepas dari mekanisme pembiayaan kepemilikan emas yang ada pada Bank Syariah, polemik diperbolehkan atau tidak diperbolehkannya jual beli emas secara tidak tunai menjadi hal yang sering diperbincangkan. Munculnya fatwa tersebut mengundang beberapa perbedaanpendapat di kalanganulama.Dalam fatwa tersebut juga dicantumkan dan dipaparkan beberapa hasil keputusan Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Kamis, tanggal 20 Jumadil Akhir 1431 H/03 Juni 2010 M, antara lain:
“Jumhur ulama berpendapat bahwa ketentuan atau hukum dalam transaksi sebagaimana dikemukakan dalam hadits Nabi tentang larangan jual beli emas tidak tunai merupakan ahkam mu’amalah (hukum yang memiliki ‘illat); dan illat nya adalah tsamaniyah, maksudnya bahwa emas dan perak pada masa wurud hadits merupakan tsaman (harga, alat pembayaran ataupertukaran,uang)” “Saat ini,masyarakat dunia tidak lagi memperlakukan emas atau perak sebagai uang. Tetapi memperlakukannya sebagai barang (sil’ah).6
Terdapat tiga alasan yang menjadi pertimbangan dalam fatwa ini, yaitu ditujukan untuk transaksi jual beli emas yang dilakukan masyarakat yang sudah berlangsung, perbedaan pendapat dikalangan umat dan pertimbangan DSN-MUI yang merasa perlu menetapkan fatwa atas praktek tersebut. Jual beli emas secara tidak tunai dalam fatwa DSN-MUI dihukumi mubah (diperbolehkan) dengan menggunakan akad mueabahah berdasarkan pertimbangan dua imam besar taitu Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang
5 H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (bag 1, Cet 1, Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h.40
6 Dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Jual Beli Emas Tidak Tunai. (Jakarta: Dewan Syariah Nasional, 2010), http://www.mui.or.id, diakses pada tanggal 22 April 2021, pukul 16:05 WIB.
180 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
dalam pendapat mereka membolehkan jual beli emas secara tidak tunai dengan syarat emas tidak sebagai tsaman (harga, alat pembayaran, uang) tetapi sebagai sil’ah (barang) yaitu emas/perak sudah dibentuk menjadi barang berupa perhiasan.
Kegiatan jual beli emas tidak tunai di bank syariah masih berjalan sampai saat ini danmemilikibanyakminatdarinasabah.Munculnyainvestasiemasyangdidasaridengan fatwa ini telah mengundang banyak perbedaan pendapat di kalangan pakar ekonomi syariah danulama fiqihkarena terdapat unsur maysir (spekulasi), gharar (ketidakpastian) dan riba. Disamping itu, proses operasionalnya, dalil-dalilnya maupun fatwa DSN itu sendiri dianggap bermasalah oleh kalangan tertentu.
Dengan adanya permasalahan ini, kiranya penelitian ini menjadi penting dan menarikuntuk diangkat.Berdasarkanilustrasi diatas,makapenulistertarikuntukmeneliti sekaligus menganalisa penelitian ini dengan judul “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan kepemilikan Emas Terhadap Fatwa DSN NO. 77/DSN-MUI/V/2010 Pada Bank BJB Syariah KCP Cikarang” agar dapat menemukan solusi berdasarkan petunjuk ilmiah dalam mengungkapkan ketepatan mekanisme produk terhadap fatwa.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif7 untuk memahami fenomena secara holistik dan mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata pada konteks yang alami. Jenis pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, 8 dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata dari hasil pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen. 9 Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancaradenganBapakAngga Saputra,analisemasdiBankBJBSyariah KCP Cikarang. 10 Data sekunder berupa sumber tambahan seperti buku, dokumen, foto, dan statistik yang berfungsi sebagai pelengkap atau pengganti jika data primer tidak tersedia. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, studi kepustakaan, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan narasumber terkait, 11 sedangkan studi kepustakaan menggali teori-teori relevan untuk memperluas orientasi penelitian. Observasi mencatat fenomena secara sistematis, dan dokumentasi melengkapi data berupa sumber tertulis, foto, atau karya monumental. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dimulai dengan menginventarisasi prinsip-prinsip terkait perbankan syariah dan menyesuaikannya dengan fatwa DSN mengenai jual beli emas secara tidak tunai. Analisis deskriptif mendalam dilakukan dengan menghubungkan data primer dan sekunder untuk mendapatkan gambaran fenomena secara rinci. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui perbandingan dan sintesis data untuk menjawab masalah penelitian.
7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 6
8 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013).
9 Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa (Cakra Books, 2014).
10 Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).
11 Sukandarrumidi, Metodologi penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012).
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
181
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
Hasil penelitian disusun secara deduktif dan induktif agar mudah dipahami dan memberikan gambaran yang komprehensif tentang implementasi pembiayaan kepemilikan emas di Bank BJB Syariah.
3. Tinjuan Pustaka
3.1. Pembiayaan Kepemilikan Emas Pembiayaankepemilikan emasmerupakansalahsatu produk murabahah yangada pada Bank BJB Syariah. Pada dasarnya pembiayaan (financing) merupakan istilah yang digunakan oleh bank syariah, sebagaimana dalam bank konvensional disebut dengan kredit (lending). Pembiayaan cicil emas adalah pembiayaan kepemilikan emas dengan akad murabahah yangmengguanakanemas sebagai jaminannya yang di ikat denganakad rahn.
3.2. Fatwa DSN No. 77/DSN-MUI/V/2010
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 mengatur hukum jual beli emassecaratidaktunaidenganbeberapaketentuan.Fatwainimenetapkanbahwa jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui transaksi biasa maupun murabahah, diperbolehkan (mubah atau ja’iz) selama emas tidak berfungsi sebagai alat tukar resmi atau uang. Ketentuan lebih lanjut mencakup tiga hal utama. Pertama, harga jual (tsaman) yang telah disepakati dalam perjanjian tidak boleh mengalami perubahan, meskipun terdapat perpanjangan waktu pembayaran setelah jatuh tempo. Kedua, emas yang dibeli secara tidak tunai dapat dijadikan jaminan (rahn) dalam akad tertentu. Ketiga, emas yang telah dijadikan jaminan tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan objek akad lain yang dapat menyebabkan perpindahan kepemilikan selama masa perjanjian berlangsung. Fatwa ini memberikan pedoman penting untuk memastikan transaksi jual beli emas tetap sesuai dengan prinsip syariah, melindungi hak-hak pihak yang terlibat, dan menghindari praktik yang dapat merugikan atau bertentangan dengan ketentuan agama. 12
3.3. Pandangan Ulama Fiqih Tentang Murabahah Emas
A. Pendapat yang Membolehkan13
Fatwa Dewan Syariah nasional ini merujuk kepada pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim yang membolehkan menukar emas perhiasan dengan dinar (uang emas) dengan cara tidak sama beratnya dan tidaktunai karena emas adalah perhiasan dan bukan mata uang, dengan demikian emas perhiasan telah keluar dari illat uang emas dinar, yaitu tsamaniyah. Maka emas perhiasan tak ubahnya barang dagangan yang boleh ditukar dengan mata uang emas (dinar) dengan cara tidak tunai dan ditukar sama beratnya.14 Al Ba’ly dalam Erwandi Tarmidzi mengemukakan bahwa Ibnu Taimiyah berkata, “Emas dan perak dalam bentuk perhiasan yang ada unsur buatan manusia tidak disyaratkan menjualnya dengan yang sejenis (dinar/dirham) sama beratnya, karena nilai tambah
12 Dewan SyariahNasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.
13 Erwandi Tarmidzi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor. Berkat Mulia Insani, 2013), h. 482
14 Ibid, h. 482
182 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
pembuatan emas perhiasan. Jual beli boleh dilakukan tunai ataupun tidak tunai, selama perhiasan emas dan perak tersebut tidak dimasukkan sebagai tsaman (harga, uang)”. 15 Dalam I’laam Al-Muwaqqi’in, Ibnu Qayyim memperkuat pendapat tersebut dengan memberikan argumen bahwa perhiasan emas dan perak telah keluar dari fungsi emas dinar dan perak dirham sebgai alat tukar menjadi barang dagangan biasa.16
B. Pendapat yang Tidak Membolehkan
Menurut Ibnu Juzay dalam buku nya yang berjudul Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah dalam Erwandi Tarmidzi mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa haram hukumnya menukar emas dengan perak, atau emas dengan emas, atau perak dengan perak, baik berbentuk bahan baku ataupun telah diubah menjadi perhiasan dengan cara tidak tunai. Akan tetapi serah terima kedua barang wajib dilakukan tunai”. Oleh karna pendapat jual beli emas tidak tunai terlalu lemah sehingga Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) tidak menganggap pendapat ini dalam muktamar di Abu Dhabi pada tahun 1995 dengan keputusan yang berbunyi, “Menekankan Kembali pendapat seluruh para ahli fikih yang melarang menukar emas perhiasan dengan yang tidak perhiasan dengan ukuran yang tidak sama”. 17 Fatwa Dewan Syariah nasional yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai bertentangan dengan panduan perbankan syariah internasional yang dibuat oleh AAOIFI yang menyatakan dalam Bab: Al Murabahah lil Amir Bisysyira’: No. 2/2/6, yang berbunyi: “Jual beli murabahah tidak tunai tidak boleh dilakukan pada emas, atau perak atau mata uang”.
4. Hasil dan Pembahasan
a. Gambaran Umum Objek Pembiayaan Kepemilikan Emas Bank BJB Syariah KCP Cikarang
Bank BJB Syariahmengeluarkan sebuah produk yang diberi nama dengan produk pembiayaan kepemilikan emas iB maslahah. Pembiayaan kepemilikan emas iB maslahah merupakan pembiayaan kepada nasabah individu (perorangan) dengan tujuan membantu masyarakat dalam kepemilikan emas dengan menggunakan akad murabahah dengan angsuran tetap yang dibayarkan setiap bulannya sampai jangka waktu sesusai dengan kesepakatan.
Fitur Produk
Adapun mengenai beberapa fitur produk pembiayaan kepemilikan emas yang ada di bank BJB Syariah KCP Cikarang sebagai berikut:
a. Nama Produk : Pembiayaan Kepemilikan Emas iB Maslahah
15 Ibid, h. 482
16 Ibid, h. 483
17 Madnur et al., “Contestation and Actualization of Ijma’ in the Formation of Law in Indonesia,” Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam 13, no. 2 (October 1, 2023): 307–333.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 183
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
b. Jaminan : (1) Jaminan adalah barang yang menjadi objek pembiayaan (emas).
(2) Pengikatan jaminan dilakukan selama masa pembiayaan
(3)Jaminan tidak dapat ditukar dengan agunan lain.
a. Jenis Emas yang Dibiayai : (1) Emas lantakan dan emas perhiasan minimal 5 gram.
a. Plafond Pembiayaan : Maksimum 80% untuk emas lantakan dan perhiasan.
b. Jangka Waktu : Jangka waktu pembiayaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
c. Jumlah Pembiayaan : Jumlah pembiayaan kepemilikan emas maksimal sebesar Rp 250.000.000,(Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dan minimal pembiayaan kepemilikan emas sebesar Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).
d. Uang Muka : Minimal 20% dari harga emas.
e. Margin : Margin yang ditetapkan oleh bank sebesar 12,5% per tahun.
f. Cara Pembayaran : pembayaran dilakukan dengan cara angsuran dalam nominal yang sama setiap bulan nya.
g. Supplier emas : PT Antam Persero, Toko Emas atau perorangan yang telah memiliki kerjasama dengan bank.
Simulasi Pembiayaan Kepemilikan Emas iB Maslahah
Untuk nasabah Pembiayaan Kepemilikan Emas, angsuran dilakukan tiap bulan dan besarnya harga jual adalah dari harga pokok ditambah margin telah ditambah margin telah dihitung di awal akad dan besarnya angsuran/cicilan tetap hingga waktu pelunasan. Misalnya seorang nasabah datang ke Bank BJB Syariah untuk mengajukan pembiayaan kepemilikan emas, jenis emas Batangan seberat 10 gram. Harga jual emas yang sedang berlaku yaitu Rp. 900.000/gram. Nasabah akan mengangsur selama 2 tahun (24 bulan) dengan margin 12,5%. Maka besar margin dan angsuran yang harus di bayar nasabah adalah sebagai berikut:
Biaya yang harus dipersiapkan di awal:
1. Biaya uang muka 20% dari harga barang
2. Biaya administrasi 1% dari plafond pembiayaan
3. Biaya materai 6 lembar (Rp. 36.000)
184
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
Simulasi perhitungan:
Harga barang Rp. 900.000 x 10 gram = Rp. 9.000.000
Uang muka 20% x Rp. 9.000.000 = Rp. 1.800.000
Jangka waktu 2 tahun (24 bulan)
Pembiayaan 80% x Rp. 9.000.000 = Rp. 7.200.000
Pokok angsuran Rp. 7.200.000/24 bulan = Rp. 300.000
Margin Bank Rp. 7.200.000 x 12,5% = Rp. 900.000 x 2 tahun = Rp. 1.800.000/24 = Rp. 75.000/bulan
Total pembiayaan Rp. 7.200.000 + Rp. 1.800.000 = Rp. 9.000.000
Angsuran perbulan Rp. 9.000.000/24 = Rp. 375.000
Produk pembiayaan kepemilikan emas di Bank BJB Syariah juga sama dengan bank lain menggunakan akad murabahah dan rahn. Akad murabahah merupakan akad transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu bankdan nasabah. Akad murabahah ini merupakan akad yang digunakan untuk pembiayaan kepemilikan emas karena bertujuan untuk jual beli emas antara nasabah dan bank BJB Syariah. Sementara akad rahn juga digunakan, akad rahn merupakan akad yang dilakukan untuk menahan barang dan dijadikan sebagai jaminan atas utang yang diberikan. Dalam hal ini bank menjadikan emas yang merupakan objek transaksi sebagai barang jaminan selama proses angsuran yang dilakukan oleh nasabah. Emas yang akan dibiayai oleh bank secara prinsip harus terlebih dahulu dimiliki oleh bank sebelum dijual ke nasabah. Akad rahn digunakan oleh Bank BJB Syariah sebagai akad pengikat di agunan emas bagi nasabah.
Pelaksanaan Pembiayaan Kepemilikan Emas Bank BJB Syariah KCP Cikarang
Produk pembiayaan kepemilikan emas juga telah diatur dalam fatwa DSN MUI sebagai landasan syariah. Fatwa jual beli emas secara tidak tunai telah tercantum dalam fatwa nomor 77/DSN-MUI/V/2010 menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah hukumya boleh selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi. Emas saat ini sudah menjadi komoditas alternatif untuk berinvestasi, bukan lagi sebagai alat tukar pembayaran. Fatwa tersebut memberi batasan bahwa yang pertama harga jual tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo. Dalam produk kepemilikan emas di Bank BJB Syariah juga ditetapkan nominal angsuran yang tetap selama pembiayaan berlangsung. Hal ini sesuai dengan fatwa tersebut.
Batasan kedua yang ditetapkan adalahemas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan sebagai jaminan. Produk kepemilikan emas di Bank BJB Syariah menjadikan emas selain sebagai objek transaksi juga sebagai agunan yang akan ditahan bank selama proses pelunasan pembiayaan nasabah. Batasan ketiga menyebutkan bahwa emas yang dijadikan jaminan tidak boleh dijadikan objek akad lain atau diperjualbelikan
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 185
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
yang menyebabkan perpindahan kepemilikan. Dalam produk kepemilikan emas di Bank BJB Syariah tidak diperbolehkan menggunakan agunan emas sebagai agunan untuk transaksi lainnya dan sesuai dengan batasan pada fatwa DSN MUI tersebut.
Produk kepemilikan emaspada BankBJBSyariahmenggunakanakadmurabahah dan rahn. Akad murabahah telah diatur dalam fatwa DSN MUI no 04/DSNMUI/IV/2000. Fatwa tersebut memberikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
b. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
c. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
d. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
e. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
f. Secara prinsip, penyelsaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
g. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelsaikan utangnya sesuai kesepakatan awal.
h. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.
i. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
j. Uang mukayang ditentukandalam produkpembiayaankepemilikanemasdi Bank BJB Syariah minimal 20% dari perolehanharga mengacupadahargastandaremas pada pembiayaan emas lantakan maupun perhiasan.
k. Produk kepemilikan emas di Bank BJB Syariah juga menggunakan akad rahn. Akad rahn sendiri telah difatwakan oleh DSN MUI dengan nomor fatwa 25/DSNMUI/III/2002. Produk kepemilikan emas Bank BJB Syariah telah menerapkan akad rahn dengan menggunakan emas yang merupakan objek transaksi sebagai agunan.Agunanini tidakdikenakanbiayatitipandantidakbolehdigunakanuntuk menjamin lebih dari satu transaksi selain transaksi kepemilikan emas tersebut.
b. Analisis Fatwa DSN No. 77/DSN-MUI/V/2010 Tentang Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai
Jual beli emas secara tidak tunai atau kredit adalah cara menjual atau membeli barang dengan pembayaran tidak secara tunai (pembayaran ditangguhkan atau
186 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
diangsur).18 Menurut istilah perbankan yang dimaksud dengan tidak tunai atau kredit, yaitumenukar harta tunai denganharta tidaktunai.19 Telahdisepakati oleh sebagianbesar ulama (ijma’), dalam jual beli emas dan perak dikategorikan sebagai barang ribawi dikarenakan illat-nya sama yaitu sebagai patokan harga dan merupakan alat pembayaran, yang sama fungsinya seperti mata uang modern. Dan karna sebab ituemas dan perakbisa dijadikan mata uang, sehingga para ulama hadits memahami uang berasal dari emas sebagai mata uang sejenis yaitu emas dengan istilah dan ukuran yang berbeda.
Syarat yang diberikan oleh Islam dalam jual beli emas berdasarkan hadits berikut:
“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar ditukar dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka jumlah (takaran dan timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no 1.584)
Sehingga syarat jual beli emas ada 2 yaitu:
1. Jika emas ditukar dengan emas maka syarat yang harus dipenuhi adalah (1) yadan bi yadin (harus tunai), dan (2) mitslan bi mitslin (timbangannya sama meskipun beda kualitas.
2. Jika emas ditukar dengan uang, maka syarat yang harus dipenuhi adalah yadan bi yadin (harus tunai), meskipun beda timbangan (nominal).
c. Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Menurut Ulama Kontemporer Menurut Syekh Ali jumu’ah yang dikutip dalam fatwa, emas dalam hadits ini mengandung illat yaitu bahwaemasdanperak merupakanmedia pertukarandantransaksi di masyarakat dahulu.20 Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut. Ini dikaitkan dengan kaidah ushul: “Hukum itu berputar (berlaku) bersama ada atau tidak adanya illat.”Ketika saat ini kondisi telah berubah, maka tiada pula hukum tersebut. karna hukum berputar (berlaku) bersama dengan illat-nya, baik ada maupun tiada. Atas dasar itu, maka tidak ada larangan syara’ untuk menjualbelikan emas yang telah dibuat atau disiapkan untuk dibuat dengan angsuran.21
18 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008) h. 760.
19 Syuhada Abu Syakir, Ilmu Bisnis & Perbankan Perspektif Ulama Salafi, h. 124.
20 Musyaffa Amin Ash Shabah Shabah, “Systematic Literature Review (SLR): The Tradition of Dowry in Marriage in Southeast Asia,” KRTHA BHAYANGKARA 18, no. 3 (December 23, 2024): 622–648; Musyaffa Amin Ash-Shabah, Nahrowi Nahrowi, and Masyrofah Masyrofah, “Dowry Amount in Aceh-Indonesia and Selangor-Malaysia: Between State Regulations and Customs,” AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah 21, no. 2 (December 30, 2021), accessed July 1, 2024, https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/19673.
21 Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, h, 4.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 187
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
Selanjutnya dalam fatwa DSN-MUI mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah yaitu, “Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tesebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).22
Selanjutnya kutipan dari Ibnu Qayyim lebih lanjut menjelaskan, “Perhiasan (dari emas atau perak) yang diperbolehkan, karna pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis harga (uang). Oleh karna itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran ataujual beli)antara harga (uang)denganbaranglainnya,meskipunbukandari jenisyang sama. Hal itu karna dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas)tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidaklagi menjadi uang) dan bahkan telah dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karna itu, tidak ada larangan untuk memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama.23
Jadi menurut ulama kontemporer emas sudah berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis mata uang, maka boleh dilakukan jual beli terhadapnya baik jual beli itu dengan pembayaran tunai aupun dengan pembayaran tangguh atau dicicil, selama emas tersebut tidak dimaksudkan sebagai mata uang.
d. Hukum Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Menurut Ulama Empat Madzhab
Para ulama yang mengharamkan jual beli emas secara tidak tunai adalah para Imam Mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal), dinyatakan dalam hadits Ubadan bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda yang artinya: “Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’ir (ssalah satu jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma dan garam ditukar dengan garam maka jumlah (takaran dan timbangan) harus sama dan kontan (tunai).”
Benda-benda ribawi menurut ijma’ ada enam, yaitu: emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam. Akan tetapi illat emas dan perak berbeda dengan yang lainnya. Menurut Imam Malikdan Imam Syafi’i illat emasdanperakkarna menjadi patokanharga dan yangbisadisamakan denganuang.24 Sedangkanulama Hanafiyahberpendapat bahwa illat keharaman menjual emas dengan emas dan perak dengan perak secara tidak tunai, ialah benda-benda itu adalah benda-benda yang ditimbang, di samping kesamaan jenisnya, dan haram terhadap empat jenis barang lainnya pula karna benda-benda yang
22 Ibid hal. 7
23 Ibid
24 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 340-343
188 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
disukat dan sama hukumnya.25 Jadi menurut jumhur ulama khususnya empat Imam Mazhab, bahwa emas dan perak memiliki kesamaan illat, sedangkan kurma, gandum, sya’irdangaramjugamemiliki illat tersebidir,danhukumnyaharamjikadiperjualbelikan secara kredit.
5. Kesimpulan
Mekanisme dan penerapan akad pada produk pembiayaan kepemilikan emas di Bank BJB Syariah KCP Cikarang secara umum yaitu melibatkan pihak ketiga sebagai supplier yangmenyediakanbarangberupaemasyangmenjadiobjektransaksi.Akadyang digunakan dalam produk ini adalah akad Murabahah dan Rahn. Akad Murabahah pada produk pembiayaan kepemilikan emas di Bank BJB Syariah KCP Cikarang yaitu untuk jual beli emas antar nasabah dan Bank BJB Syariah dengan perjanjian dan margin yang telah disepakati. Sedangkan akad Rahn untuk penyimpanan emas sampai waktu yang telah ditentukan.
Kesesuaian mekanisme dan penerapan akad pada produk pembiayaan kepemilikanemasdi BankBJBSyariah KCPCikarangsecara umum sudahsesuai dengan pedomanfatwaDSNMUI sebagailandasansyariahhadirnyaprodukpembiayaantersebut ke dalam bisnis perbankan syariah. Fatwa jual beli emas secara tidak tunai tercantum dalam fatwa nomor 77/DSN-MUI/V/2010 menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah hukumnya boleh selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi.
Dalam hukum bolehnya jual beli emas secara tidak tunai terdapat perbedaan pendapat antara DSN-MUI dengan empat Imam Mazhab, dimana DSN-MUI mengambil rujukan dari pendapat ulama kontemporer seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim dan SyaikhAliJum’ahyangberpendapatbahwaemasdanperakyangsudahdibentukmenjadi perhiasan adalah barang (sil’ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa dan bukan merupakan tsaman (harga, alat pembayaran, uang), sedangkan pendapat empat Imam Mazhab sepakat bahwa emas dan perak dalam jual belinya disyaratkan tunai, karna emas dan perak termasuk kedalam barang ribawi.
Referensi
Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai. Erwandi Tarmidzi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor. Berkat Mulia Insani, 2013)
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa (Cakra Books, 2014). Goldprice.org diakses pada tanggal 26 Oktober 2022. H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (bag 1, Cet 1, Jakarta: Balai Pustaka, 1997)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 2012)
25 Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadis 5, Jilid V, (Semarang: Pustaka RizkiPutra, 2003), h. 262.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 189
Sultan Ali Rashid and Rizal Fahlevi. “Analisis Ketepatan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Terhadap Fatwa Dsn No. 77/Dsn-Mui/V/2010 Pada Bank Bjb Syariah Kcp Cikarang”
“Mengapa Emas Jadi Cara Berinvestasi Terbaik Saat Pandemi?”, Kompas.com diakses pada tanggal 18 November 2020.
Natalina Nilamsari, Memahami Studi Dokumentasi Dalam Penelitian Kualitatif, Jurnal Wacana 13, No. 2, 2014
Sukandarrumidi, Metodologi penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012).
Syuhada Abu Syakir, Ilmu Bisnis & Perbankan Perspektif Ulama Salafi, h. 124.
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013).
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012,)
Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).
Ash-Shabah, Musyaffa Amin, Nahrowi Nahrowi, and Masyrofah Masyrofah. “Dowry Amount in Aceh-Indonesia and Selangor-Malaysia: Between State Regulations and Customs.” AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah 21, no. 2 (December 30, 2021). Accessed July 1, 2024. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/19673.
Madnur, Musyaffa Amin Ash Shabah, Sofyan Munawar, and Imam Addaruqutni. “Contestation and Actualization of Ijma’ in the Formation of Law in Indonesia.” Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam 13, no. 2 (October 1, 2023): 307–333.
Shabah, Musyaffa Amin Ash Shabah. “Systematic Literature Review (SLR): The Traditionof Dowry in Marriage inSoutheast Asia.” KRTHA BHAYANGKARA 18, no. 3 (December 23, 2024): 622–648.
190 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)