Siti Alivia, Suprihatin “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada
Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam
dan Undang-Undang Perkawinan Maslahah Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
DOI: https://doi.org/10.33558/maslahah.v15i2.10218

Vol. 15 No. 2, Desember (2024) P-ISSN: 2086-5678, E-ISSN: 2807-8403
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA HARTA BERSAMA
(Studi Perkara Nomor 1726/Pdt.G/2020/PA.Bks.)
Siti Alivia1 , Suprihatin2
1 Fakultas Agama Islam, Universitas Islam 45, E-mail: nenkalipiya@gmail.com
2 Fakultas Agama Islam, Universitas Islam 45, E-mail: shatin421@gmail.com
Artikel
Keywords: Joint Property, Divorce, Compilation of Islamic Law
Article History
Received: Oct 15, 2024; Reviewed: Nov 21, 2024; Accepted: Des 5, 2024
DOI: https://doi.org/10.33558/ maslahah.v15i2.10218
Abstract
The joint property dispute in case number 1726/Pdt.G/2020/PA.Bks at the Bekasi Religious Court reflects a departure from Article 97 of the Compilation of Islamic Law (KHI), which mandates equal division of joint property. The court allocated 1/3 of the property to the Plaintiff (ex-husband) and 2/3 to the Defendant (ex-wife). This research examines the legal basis for the judges' considerations and the relevance of the decision to the KHI and Marriage Law. Using qualitative methods with a normative juridical approach, this study analyzes statutory and case law, using the court decision as the primary data source. The findings show that the judges’ allocation was based on evidence proving the Defendant contributed more significantly to the joint assets through her income and efforts, while the Plaintiff acknowledged his lower income. The judges prioritized fairness by allocating 1/3 to the Plaintiff and 2/3 to the Defendant, reflecting their contributions rather than adhering strictly to Article 97 of the KHI. This decision aligns with Satjipto Raharjo's progressive legal theory, emphasizing justice tailored to specific circumstances over rigid legal norms, thereby ensuring a fair resolution of the dispute.
1. Pendahuluan
Pernikahan secara umum adalah ikatan lahir batin antara sepasang kekasih laki laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah dan
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 99
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
hidup berketurunan.1 Dalam Islam secara bahasa nikah memiliki arti al-jamu’u atau aldhamu yang artinya kumpul.Pernikahan dapat diartikan juga sebagai aqdu al-tajwiz yang berarti akad nikah. Kata nikah merupakan kata serapan yang asli dari Al-quran yang diterjemahkan kedalam bahasa indonesia dan sampai saat ini dipergunakan oleh umat muslim.2 Pernikahan merupakan ibadah terpanjang bagi umat muslim yang menjadi sunnah Rasullullah SAW yang dilakukan untuk menciptakan keluarga yang tentram dan sejahtera namun, pada realita kehidupan rumah tangga banyak yangtidakmenncapai titik sakinah mawaddah dan warrahmah atau rasa tentram, kasih dan sayang.3 Banyak kehidupan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian yang diakibatkan dengan berbagai masalah yang berbeda beda seperti kurang nya ekonomi, salah paham, kurang mengerti satu sama lain, tidak cocok atau tidak sejalan, dan banyak lagi alasan alasan yang lain.
Setelah putus nya sebuah ikatan suami istri sering kali terjadi perselisihan mengenai pembagian harta bersama. ketika hal itu terjadi maka, penyelesaian nya ialah dapat diajukan ke Pengadilan Agama sebagaimana yang telah di atur dalam Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama maka penyelesaian perselisihan di ajukan kepada pengadilan agama”.4 Harta dalam pernikahan atau harta bersama merupakan harta benda atau aset yang diperoleh bersama antara suami dan istri selama dalam masa perkawinan yang dimaksud perolehan bersama disini adalah perolehan harta benda atau aset atas usaha bersama atau kerja sama antara suami dan istri.5 Usaha bersama ialah usaha suami dan istri berdasar pada perannya masingmasinguntuksalingmembantudanmendukungsatu sama lain dalam rangka menyelenggarakan urusan keluarga dan mencari penghidupan yang layak bagi seluruh anggota keluarga.6
Dalam Putusan No.1726/Pdt.G/2020/PA.Bks dimana Penggugat dalam suratnya tertanggal 22 Juni 2020 mendaftarkan ke Pengadilan Agama Bekasi dan mengemukakan bahwa Penggugat dan Tergugat awalnya merupakan pasangan suami istri yang telah menikah pada tanggal 08 Juni 1991 dan di catat oleh Pegawai Pencatat nikah Kantor Urusan Agama, kemudian beercerai di Pengadilan Agama pada tahun 2019. Dari hasil pernikahannya Penggugat dan Tergugat dikaruniai tiga orang anak dan selama masa
1 Musyaffa Amin Ash Shabah, “Perkawinan Sebagai HAM,” MASLAHAH (Jurnal Hukum Islam dan Perbankan Syariah) 11, no. 2 (March 22, 2021): 25–33.
2 M. Harwansyah Putra Sinaga Sari Nellareta Pratiwi, dan Ika Purnama, Buku Saku (Wajib) Persiapan Pernikahan Islami (Elex Media Komputindo, 2021), 2.
3 Madnur et al., “Contestation and Actualization of Ijma’ in the Formation of Law in Indonesia,” Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam 13, no. 2 (October 1, 2023): 307–333.
4 Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, 1991.
5 Musyaffa Amin Ash-Shabah, Nahrowi Nahrowi, and Masyrofah Masyrofah, “Dowry Amount in Aceh-Indonesia and Selangor-Malaysia: Between State Regulations and Customs,” AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah 21, no. 2 (December 30, 2021), accessed July 1, 2024, https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/19673.
6 Asnawi M. Natsir, Hukum Harta Bersama: Kajian Perbandingan Hukum, Telaah Norma Yurisprudensi, Dan PembaruanHukum, Edisi Pertama, cetakan ke-1. (Rawamangun, Jakarta: Kencana, 2020).
100 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
perkawinan nya memperoleh harta bersama meliputi tanah dengan bangunan rumah diatasnya dan juga 1 unit mobil. Setelah perceraian, Penggugat dan Tergugat membuat kesepakatan, dimana isi dari kesepakatan tersebut ialah menyatakanbahwa harta bersama tersebut tidak akan dibagi. Melainkan akan dijadikan harta keluarga untuk anak-anak Penggugat dan Tergugat ketika keduanya telah meninggal dunia. Namun, Penggugat mengaku hanya memiliki rumah tersebut sebagai tempat tinggal, dan mengaku bahwa ia sedang kekurangan ekonomi karna covid. Penggugat menyuruh Tergugat untuk menjual rumah tersebut akan tetapi Tergugat menolak oleh karna itu, Penggugat bermaksud menyelesaikan perkara ini ke Pengadilan Agama Bekasi karna Penggugat merasa memiliki hak atas harta bersama tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 menyebutkan bahwa herta bersama bagi janda duda dibagi ½ bagi masing-masing pihak atau 50:50.7 Namun pada kenyataan nya pada putusan hakim para perkara harta bersama No.1726/Pdt.G/2020/PA.Bks hakim memutuskan membagi harta bersama antara mantan suami dan mantan istri ialah 1/3bagi mantan suami dan 2/3 bagi mantan istri. Hal ini justru sangat bertentangan dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Penelitian berupaya untuk menganalisis lebih dalam mengenai apa yang menjadi dasar hukum pertimbangan hakim dalam memutus perkara No.1726/Pdt.G/2020/PA.Bks. dan relevansinya putusan No.1726/Pdt.G/2020/PA.Bks dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang berfokus pada konsepsi hukum, asas hukum, dan kaidah hukum yang relevan dalam perkara harta bersama akibat perceraian. Fokus penelitian ini adalah menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam putusan Perkara Nomor 1726/Pdt.G/2020/PA.Bks. dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan putusan hakim. Pendekatan ini dirancang untuk memahami bagaimana norma hukum diterapkan dalam penyelesaian perkara tersebut serta mengevaluasi kesesuaiannya dengan prinsip keadilan.
Pendekatan perundang-undangan digunakan dengan mengkaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Analisis ini bertujuan untuk memahami prinsip-prinsip hukum yang mengatur tentang harta bersama dalam perkawinan, termasuk ketentuan mengenai pembagian harta bersama akibat perceraian. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana peraturan tersebut memberikan kerangka hukum bagi hakim dalam mengambil keputusan, serta relevansi pasal-pasalnya terhadap kasus yang diteliti.
Pendekatan putusan hakim dilakukan dengan menganalisis dokumen putusan Perkara Nomor 1726/Pdt.G/2020/PA.Bks. Dalam pendekatan ini, peneliti menelaah proses pengadilan, termasuk fakta-fakta yang diungkapkan, dalil-dalil yang disampaikan para pihak, serta pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim. Analisis ini tidak
7 Andi Syamsul Bahri, “Analisis Kedudukan Harta Bersama Dalam Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam,” Al-Risalah: Jurnal Hukum Keluarga Islam (Ahwal Al-Syakhsiyah) 3, no. 1 (June 16, 2022): 62–81.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 101
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
hanya bertujuan untuk memahami dasar hukum dalam kasus tersebut tetapi juga untuk mengevaluasi bagaimana hakim menerapkan prinsip keadilan dalam memutus perkara harta bersama.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa dokumen hukum, termasuk peraturan perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam, dan salinan putusan pengadilan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan sistematis, dimulai dari identifikasi isu hukum, interpretasi norma hukum, hingga sintesis antara kerangka hukum dan pertimbangandalamputusanhakim.Penelitianini diharapkandapat memberikan kontribusi dalam mengevaluasi penerapan hukum keluarga Islam di Indonesia, khususnya dalam konteks pembagian harta bersama akibat perceraian.
3. Pembahasan dan Hasil Penelitian
3.1. Deskripsi Data
a. Posisi Kasus
Pokok persoalan dalam kasus ini adalah perkara mengenai harta bersama yang diajukan oleh Penggugat, yang merupakan mantan suami, terhadap Tergugat, mantan istri. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Agama Kota Bekasi. Penggugat, melalui surat gugatannya tertanggal 22 Juni 2020, telahmendaftarkan perkara tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Agama dengan Nomor Perkara 1726/Pdt.G/2020/PA.Bks. Dalam surat gugatan tersebut, Penggugat menjelaskan bahwa ia dan Tergugat awalnya merupakan pasangan suami istri yang menikah pada 8 Juli 1991, dengan pencatatan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama KecamatanCibinong. Namun, pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian yang disahkan oleh Pengadilan Agama Bekasi, sebagaimana tercatat dalam akta cerai tertanggal 18 September yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama Bekasi.8
Selama masa pernikahan, Penggugat dan Tergugat telah memperoleh harta bersama, yang mencakup sebidang tanah dengan bangunan rumah di atasnya yang terdaftar atas nama Penggugat, serta sebuah mobil yang terdaftar atas nama Tergugat. Namun, setelah perceraian, pembagian harta bersama tersebut belum diselesaikan. Atas dasar itu, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Bekasi untuk menyelesaikan permasalahan pembagian harta bersama tersebut. Penggugat merasa memiliki hak atas harta tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan fakta-fakta yang diajukan, gugatan Penggugat dianggap telah memenuhi dasar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yang mengatur tentang pembagian harta bersama setelah perceraian.
Dalam proses persidangan, pada hari yang telah ditetapkan, baik Penggugat maupun Tergugat hadir untuk mengikuti jalannya persidangan. Majelis hakim berupaya mendamaikan kedua belahpihakagarpembagianharta bersama dapat diselesaikansecara damai dan kekeluargaan. Upaya tersebut dilakukan sesuai ketentuan Pasal 130 HIR, jo. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun
8 Mahkamah Agung, Putusan Nomor1726/Pdt.G/PA.Bks (2020).
102 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sebagai langkahlebihlanjut, ketua majelis menunjuk mediator dari luar pengadilan untuk mengupayakan perdamaian antara Penggugat dan Tergugat. Meskipun mediator telah melaksanakan tugasnya dengan optimal, proses mediasi tetap tidak berhasil mencapai kesepakatan. Akibatnya, persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh Penggugat, yang isinya tetap dipertahankan oleh pihak Penggugat.
b. Pertimbangan dan Putusan Hakim
Dalam memutuskan perkara harta bersama ini, Majelis Hakim Pengadilan Agama Bekasi mengabulkansebagiangugatan Penggugat dengansejumlahpertimbanganhukum yang mendalam. Pertama, hakim mempertimbangkan bahwa pokok masalah dalam perkara ini adalah tuntutan Penggugat untuk mendapatkan setengah dari harta bersama berupa sebidang tanah beserta bangunan rumah di atasnya serta satu unit mobil. Penggugat berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, ia berhak atas separuh dari harta bersama tersebut. 9
Namun, Tergugat menolak tuntutan tersebut dengan alasan adanya kesepakatan sebelumnya antara kedua belah pihak. Kesepakatan itu, yang dibuat pada 9 Januari 2020, menyatakan bahwa kedua obyek harta bersama tersebut rumah dan mobil akan menjadi milik anak-anak mereka setelah Penggugat dan Tergugat meninggal dunia, dan selama itu, rumah tersebut hanya boleh ditempati oleh keluarga inti, yakni Penggugat, Tergugat, dan ketiga anak mereka. Tergugat menegaskan bahwa rumah tersebut adalah rumah keluarga yang tidak boleh dijual, dan kesepakatan ini dilanggar oleh Penggugat dengan membawa istri barunya tinggal di rumah tersebut.
Majelis hakim juga menimbang bukti-bukti yang diajukan oleh Tergugat, yang menunjukkan bahwa Tergugat memiliki kontribusi finansial yang lebih besar dalam kepemilikan harta bersama. Hal ini mencakup pelunasan kredit rumah, biaya renovasi, dan cicilan mobil hingga lunas. Selain itu, Tergugat juga membuktikan kontribusi yang lebih besar dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka. Bahkan, Penggugat sendiri mengakuibahwa penghasilanTergugat lebihbesardibandingkandenganpenghasilannya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan menetapkan bahwa tanah beserta bangunan rumah di atasnya dan mobil yang menjadi objek sengketa adalah harta bersama. Namun, pembagiannya dilakukan secara proporsional, yaitu Penggugat mendapatkan 1/3 bagian, sementara Tergugat mendapatkan 2/3 bagian dari nilai kedua obyek tersebut. Majelis hakim juga memerintahkan Penggugat untuk menyerahkan 2/3 bagian nilai rumah kepada Tergugat dan Tergugat untuk menyerahkan 1/3 bagian nilai mobil kepada Penggugat.
Selain itu, Majelis Hakim menolak permohonan sita material yang diajukan oleh Tergugat serta menolak gugatan Penggugat untuk bagian selebihnya. Penggugat juga dibebankan untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 1.476.000,00. Dengan putusan
9 Ibid.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 103
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
ini, Majelis Hakim mencoba menyeimbangkan hak dan kewajiban kedua belah pihak berdasarkan kontribusi masing-masing dalam harta bersama tersebut.
3.2. Temuan Penelitian
Masalah harta perkawinan merupakan masalah yang besar pengaruhnya dalam kehidupansuami istri,utamanya apabila mereka bercerai.10 Maka hal inidijelaskandalam pasal 35 UU Perkawinan yang menentukan bahwa : (1) Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan menjadi harta bersama. Pada ayat selanjutnya (2) menyatakan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh masingmasing sebagaihadiahatauhadiahatauwarisan,ialahdibawahkekuasaanmasing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain.11 Ketentuan dalam pasal ini menegaskan tentang hak milik pribadi sebagai hak asasi dan hak miliki bersama. Hal ini diatur secara tegas agar tidak terjadi kerancuan dan benturan hak miliki antara keduanya. 12
Menurut Pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh, baik sendirisendiri atau bersama-sama antara suami istri selama ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Pasal ini menjelaskan bahwa harta bersam merupakan harta yang diperoleh dalam masa perkawinan baik dihasilkan sendiri-sendiri atau bersama-sama antara suami istri dan tanpa mementingkan atas nama siapapun harta tersebut terdaftar.
Sedangkan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan bahwa janda duda masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Serta menurut KHI Pasal 116 (d) dan (f),13 telah diatur yang dimana perkawinan yang berujung perceraian dapat terjadi yang diakibatkan KDRT dapat disebabkan oleh alasan “Kekejaman/penganiayaan oleh suatu pihak yang kategorinya berat bagi yang menjadi korban, terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara pasangan, dan tidak ada harapan untuk hidup harmonis lagi di keluarga.
Menggunakan KHI Pasal 116 (d) dan (f),14 sebagai dasar hukum dalam memutuskan apakah perkawinan berhak diputus atau tidak, adalah pilihan yang baik. Karena berkat adanya pasal tersebut para korban KDRT yang tidak dapat melanjutkan perkawinannya, berhak mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Kedua dasar hukum tentang Kekerasan dalam rumah tangga tersebut, di buat untuk melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, yang dimana kebanyakan korban nya adalah
10 Yusriana Yusriana, “Analisis Hukum Terhadap Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam,” Juripol (Jurnal Institusi Politeknik Ganesha Medan) 5, no. 2 (August 18, 2022): 68–78.
11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 1974, 14, http://peraturan.bpk.go.id/Details/47406/uu-no-1-tahun-1974.
12 Evi Djuniarti, “Hukum Harta Bersama Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan Dan Kuh Perdata” 17, no. 740 (n.d.): 446.
13 Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
14 Ibid.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
Perempuan dan anak-anak. Adanya dasar hukum tersebut membuat para korban dari kekerasan rumah tangga, berani untuk membuat pilihan agar dirinya tidak lagi ada dalam situasi yang tidak menguntungkan atau tidak lagi menjadi korbankekerasan dalam rumah tangga.
Dalam putusan Nomor 0803/Pdt.G/2020/PA.Bks, pernikahan antara Penggugat dan Tergugat yang telah berlangsung selama 27 tahun harus berakhir karena berbagai permasalahan serius dalam rumah tangga mereka. Persoalan utama bermula dari perilaku Tergugat yang diketahui sering berselingkuh dengan perempuan lain. Ketika Penggugat mencoba menasihati Tergugat agar menghentikan perbuatannya, Tergugat justru tidak menerima nasihat tersebut. Sebaliknya, Tergugat melakukan tindak kekerasan, baik verbal maupun fisik, seperti berkata kasar, membanting atau melempar barang, serta sering memukul dan menendang Penggugat. Kekerasan ini tidak hanya melukai fisik Penggugat, tetapi juga menyakitinya secara emosional. Kondisi ini akhirnya mendorong Penggugat untuk mengambil keputusan mengajukan gugatan cerai kepada Tergugat. Dalam persidangan, Hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan cerai yang diajukan oleh Penggugat dan menjatuhkan talak satu Ba'in Shugra kepada Tergugat. Talak Ba'in Shugra merupakan talak yang menghilangkan hak rujuk dari mantan suami terhadap mantan istrinya, tetapi tetap memungkinkan keduanya untuk menikah kembali melalui akad baru apabila disepakati. Jenis talak ini memberikan kejelasan hukum dan status bagi kedua belah pihak, sekaligus mencerminkan pertimbangan Hakim untuk memberikan solusi terbaik atas konflik yang terjadi.15
Selain itu, penelitian terhadap hasil putusan ini juga mengungkap faktor lain yang turut mempengaruhi keretakan rumah tangga mereka, yaitu rendahnya latar belakang pendidikan Penggugat dan Tergugat. Pendidikan dianggap sebagai elemen mendasar namun sangat penting dalam sebuah pernikahan. Penulis berpendapat bahwa sebelum menikah,setiapcalon suami danistri perlumemahamiilmutentangpernikahan,termasuk hak dan kewajiban masing-masing pasangan. Pemahaman ini dapat menjadi bekal dalam membangunkehidupan rumah tangga yangharmonisdanberlandaskansalingpengertian. Tidak hanya itu, kualitas ekonomi dan mentalitas calon pasangan juga harus dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini penting agar pasangan suami istri memiliki pondasi yang kokoh dalam menghadapi berbagai dinamika dan tantangan pernikahan. Kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban suami istri, ditambah dengan minimnya kesiapan ekonomi dan mental, sering kali menjadi pemicu konflik rumah tangga yang berujung pada perceraian. Dalam kasus ini, apabila kedua belah pihak memiliki bekal pendidikan yang cukup serta pemahaman yang baik tentang pernikahan, besar kemungkinan konflik dapat diselesaikan secara bijaksana tanpa harus berakhir di pengadilan. Dengan demikian, putusan ini tidak hanya menjadi penyelesaian hukum bagi kedua belah pihak, tetapi juga menjadi refleksi penting tentang pentingnya pendidikan,
15 Imamul Muttaqin, “Jumlah Talak Akibat Jatuhnya Bain Sughra Menurut Fikih Dan Kompilasi Hukum Islam,” El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam 1, no. 1 (July 6, 2020): 48–67.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 105
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
kesiapan ekonomi, dan mentalitas dalam membangun rumah tangga yang stabil dan harmonis.
3.3. Analisis Penelitian
Hakim menggunakan 2 dasar hukum dalam mempertimbangkan perkara nomor 0803/pdt.G/2020.PA.Bks yang mana perkara tersebut berisi tentang gugatan cerai yang disebabkan oleh KDRT. Diantara 2 dasar hukum tersebut, yakni:
1. Qaul Ulama dalam kitab Ghoyatul Maram yang diambil alih sebagai pendapat Majelis Hakim bahwa “ jika telah memuncak kebencian seorang isteri terhadap suaminya, maka hakim dapat menjatuhkan talaq suaminya dengan talak satu dan qaidah fiqh yang termuat di dalam Kitab “Al-Asybah wa al-Nadloir”, halaman 60 bahwa ” menolak mafsadah (pengaruh yang bersifat merusak) harus didahulukan dari pada mengharapkan datangnya maslahat (pengaruh yang membawa manfaat/kebaikan);”
KDRT adalah suatu tindakan yang membawa pengaruh buruk terhadap korbannya,dimana kebanyakankorbannyaadalahperempuan.Hal tersebut sesuai dengan apa yang terdapat dalam kitab Ghoyatul Maram halaman 60 yang isi nya adalah jika ada sesuatu yang dapat menyebabkan pengaruh buruk yang bersifat merusak, maka ia harus menghindarinya, daripada mengharap adanya manfaat/kebaikan dari tindakan tersebut. Suatu perbuatan dapat dikatakan kekerasan fisik jika perbuatan tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat bagi korbannya. Ini menandakan bahwa kekerasan fisik tersebut berdampak melukai atau mencederai korban pada anggota tubuhnya, sehingga korban menimbulkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.16
Pada dasarnya istilah kekerasan fisik tidak ditemukan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) secara terperinci, yang ada adalah istilah penganiayaan yang secara substansi dapat memberikan pemahaman mengenai kekerasan fisik yang diakibatkan karena suatu tindak pidana penganiayaan. Kekerasan fisik dalam tindak penganiayaan seperti diuraikan dalam pasal-pasal KUHP adalah bertujuan merugikan pihak korban secara fisik dan jasmani. Pengertian penganiayaan menurut yurisprudensi adalah adanya tujuanyang patut yanghendak di capai oleh suatu perbuatan yang di sadari (terpaksa) menimbulkan rasa sakit atau luka. Dalam ilmu hukum, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka (letsel) pada tubuh orang lain. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui tentang unsure-unsur penganiayaan, yaitu adanya kesengajaan, adanya perbuatan dan adanya akibat perbuatan yang dituju.17
16 Agil Fatkhurohmah, Muhamad Yunus, and Amrullah Hayatudin, “Perlindungan Hukum Bagi PerempuanKorban KDRTPadaPerkaraCerai Gugat,” Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam (July30, 2023): 52–55.
17 Eti Kartini, “Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga Menurut KUHP Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun2004TetantangPenghapusanKekerasanDalam RumahTangga,” JurnalKepastianHukumdanKeadilan 5No.1 (2023).
106
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan pengaturan khusus mengenai perbuatan pidana yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam KUHP hanya mengatur tentang tindak pidana atau delik- delik tentang penganiayaan Kata aniaya berarti perbuatan bengis/jahat seperti perbuatan penyiksaan atau penindasan. Menganiaya artinya memperlakukan sewenang-wenang dengan mempersakiti, atau menyiksa dan sebagainya. Penganiayaan artinya perlakuan yang sewenang-wenang dengan penyiksaan, penindasan dan sebagainya terhadap teraniaya. Penganiayaan itu merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkanrasa sakit atauluka kepada oranglain,yangsemata-mata merupakantujuan dari perbuatan tersebut. Jika diamati pengaturan pasal-pasal tentang kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351 sampai 358 KUHP.18
2. KHI Pasal 116 (d) dan (f) telah diatur perkawinan yang berujung perceraian dapat terjadi yang diakibatkan kekerasan dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh alasan “Kekejaman/penganiayaan oleh suatu pihak yang kategorinya berat bagi yang menjadi korban, terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara pasangan, dan tidak ada harapan untuk hidup harmonis lagi di keluarga.19
Dalam kompilasi hukum islam pun telah diatur jika terdapat suatu kekejaman/penganiayaan dalam suatu rumah tangga yang menyebabkan luka berat pada korban dan tidak lagi ditemukan keharmonisan dalam rumah tangganya, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk seseorang memutuskan ikatan perkawinannya. Adanya KHI Pasal 116 (d) dan (f) dapat membuat para korban KDRT berhak melindungi dirinya sendiri, yakni dengan cara mengajukan gugatan perceraian.20
Peningkatan Kekerasan dalam rumah tangga terus terus terjadi seiiring berjalannya waktu, baik kekerasan fisik, seksual, psikis, maupun penelantaran rumah tangga. Salah satu factor yang menjadi alasan meningkatnya KDRT adalah kental nya pola pikir budaya patriarki yang tertanam dalam kebanyakan Masyarakat. Pandangan patriarki ini berarti mengagungkan kekuatan seorang laki-laki (suami) sebagai kepala rumah tangga yang memiliki otoritas penuh di dalam sebuah keluarga.
Majlis hakim tidak menggunakan Undang-undangNo.23 Tahun 2004 sebagai dasar hukum memutuskan perkara tersebut karena, gugatan yang diajukan penggugat bertujuan untuk memutuskan ikatan perkawinan dengan tergugat yaitu dengan cara bercerai. Sedangkan Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004 bukan untuk meminta memutus suatu hubungan pernikahan. Karena putusan ini berada di bawah naungan pengadilan agama, dan hanya dapat di gunakan oleh Masyarakat yang beragama islam saja. Dan juga Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004, termasuk ke dalam Peradilan
18 Mahkamah Agung, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Jakarta, 2021), https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/kitab-undang-undang-hukum-pidana/detail.
19 Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
20 Wirda Garizahaq, “Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Ditinjau Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,” Jurnal Pilar Keadilan 1, no. 2 (November 4, 2022): 1–14.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 107
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
Umum yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan pengadilan agama dalam memutuskan suatu hubungan pernikahan.
Relevansi antara KHI dan Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004 terhadap putusan Nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks, adalah tidak sesuai atau bisa di bilang majlis hakim tidak menggunakan Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004 sebagai dasar hukum yang digunakan dalam memutuskan perkara tersebut. Hasil pertimbangan hakim pada perkara Nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks hanya ditinjau melalui fiqh islam pada
Qaul ulama dalam kitab Ghoyatul Maram yang diambil alih sebagai pendapat majlis hakim, bahwa “jika telah memuncak kebencian seorang istri terhadap suaminya, maka hakim dapatmenjatuhkantalaksuaminyadengantalaksatu” dandalam qaidahfiqhdalam kitab “Al-Asybah wa al-nadlor” halaman 60 bahwa “menolak (pengaruh yang bersifat merusak) harus di dahulukan dari mengharapkan datangnya manfaat/kebaikan”, dan KHI nomor 116 (f) dan (d), dan Undang-undang/PP yang terkait dengan perceraian di dalam pengadilan agama. Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004 di gunakan untuk meminta perlindungan Negara terhadap korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik, jiwa, maupun penelataran rumah tangga, bukan untuk meminta memutus suatu hubungan pernikahan.21
Hakim pengadilan agama Bekasi kelas 1 dalam putusan perkara No.0803/pdt.G/2020/PA.Bks menerangkan bahwa alasan-alasan yang diatur dalam pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1974 jo. Dan pasal 116 kompilasi hukum islam sudah cukup sesuai untuk sebuah konsideran putusn. Sehingga dicantumkan atau tidaknya Undang-undang PKDRT No.23 tahun 2004 dalam sebuah putusan tidak mempunyai nilai yang berarti. Karena pada dasarnya isi dari Undang-undang PKDRT No.23 tahun 2004 hanya berisi tentang penghapusan/hukuman KDRT terhadap pelaku nya dan masuk ke dalam kategori kejahatan tindak pidana. Yang berarti Undang-undang PKDRT tidak mempunyai relevansi dalam perkara perceraian yang masuk ke dalam hukum perdata. Yang mana Hakim Pengadilan Agama bertugas untuk memutus sebuah ikatan perkawinan bukan untuk memberikan hukuman terhadap pelaku Kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam putusan nomor 0803/Pdt.G/2020/PA.Bks, Peradilan Agama tidak memasukkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai domain Peradilan Agama. Dikarenakan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini merupakan domain Peradilan Umum, yang masuk ke dalam permasalahan pidana, dan Peradilan Agama tidak mempunyai kompetensi apapun apabila terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang ini. Namun jika majlis hakim ingin memasukan Undangundang PKDRT ke dalam pertimbangannya dalam memutuskan sebuah perkara perceraian itu maka boleh saja. Tetapi Undang-undang PKDRT hanya dapat dijadikan
21 Aldi Nur Fadil Auliya, “Penanggulangan Pelanggaran Hukum Perkawinan Dan Tindakan KDRT Di Kota Malang,” Sakina: Journal of Family Studies 3, no. 4 (December 29, 2019), accessed December 30, 2024, http://urj.uin-malang.ac.id/index.php/jfs/article/view/337.
108 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
sebagai alat bukti yang dapat memperkuat alasan penggugat dalam menggugat cerai suaminya.
Jika pun terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang PKDRT, yang kemudian dijadikan alasanpenyebabperceraian,Hakim peradilanagama hanya menjadikanSalinan putusan peradilan umum sebagai alat bukti yang menguatkan dalil-dalil yang membuktikan bahwa telah terjadi sebuah penganiayaan. Artinya putusan yang dikeluarkan oleh peradilan umum, hanya dijadikan sebagai alat bukti bagi peradilan agama. Pada putusan Nomor 0803/Pdt.G/2020/PA.Bks majlis hakim telah sesuai dalam mempertimbangkan segala sesuatunya, mulai dari syarat formil, bukti-bukti, menghadirkan saksi, pelaksanaan mediasi, dasar hukum yang digunakan dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat putusan ini menjadi kuat dan sah di mata Pengadilan Agama. Maka peneliti berpendapat bahwa putusan nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks sudah sesuai dan tidak memiliki celah untuk tidak di kabulkan oleh majlis hakim.
4. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks adalah meninjau dari fiqh islam sebagaimana Qaul Ulama dalam kitab Ghoyatul Maram “bahwa jika telah memuncak kebencian seorang isteri terhadap suaminya, maka hakim dapat menjatuhkan talaq suaminya dengan talak satu dan qaidah fiqh yang termuat di dalam Kitab “Al-Asybah wa al-Nadloir”, halaman 60 bahwa menolak mafsadah (pengaruh yangbersifat merusak) harusdidahulukan daripada mengharapkan datangnya maslahat (pengaruh yang membawa manfaat/kebaikan). Serta menimbang dari segi KHIPasal 116(d) dan(f) yangtelahdiaturtentangperkawinanyang berujung perceraian, dapat terjadi yang diakibatkan KDRT dapat disebabkan oleh alasan “Kekejaman/penganiayaan oleh suatu pihak yang kategorinya berat bagi yang menjadi korban, terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antara pasangan, dan tidak ada harapan untuk hidup harmonis lagi di keluarga.
Sedangkan ada atau tidaknya relevansi antara KHI dan Undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004 terhadap putusan Nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks, jawabannya adalah tidak ada. Karna hasil putusan pertimbangan hakim pada perkara Nomor 0803/pdt.G/2020/PA.Bks hanya ditinjaumelalui fiqhislam pada Qaul Ulama dalam kitab Ghoyatul Maram, KHI nomor 116 (f) dan (d), dan Undang-undang /PP terkait dengan perceraian di dalam pengadilan agama.
Referensi
Amin Ash Shabah, Musyaffa. “PerkawinanSebagaiHAM.” MASLAHAH(Jurnal Hukum Islam dan Perbankan Syariah) 11, no. 2 (March 22, 2021): 25–33. Ash-Shabah, Musyaffa Amin, Nahrowi Nahrowi, and Masyrofah Masyrofah. “Dowry Amount in Aceh-Indonesia and Selangor-Malaysia: Between State Regulations and Customs.” AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah 21, no. 2 (December 30, 2021). Accessed July 1, 2024. https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/19673.
Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024) 109
Siti Alivia, Suprihatin, “Analisis Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim pada Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian Ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan”
Auliya, Aldi Nur Fadil. “Penanggulangan Pelanggaran Hukum Perkawinan Dan Tindakan KDRT Di Kota Malang.” Sakina: Journal of Family Studies 3, no. 4 (December 29, 2019). Accessed December 30, 2024. http://urj.uinmalang.ac.id/index.php/jfs/article/view/337.
Bahri, Andi Syamsul. “Analisis Kedudukan Harta Bersama Dalam Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam.” Al-Risalah: Jurnal Hukum Keluarga Islam (Ahwal AlSyakhsiyah) 3, no. 1 (June 16, 2022): 62–81.
Djuniarti, Evi. “HUKUM HARTA BERSAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KUH PERDATA” 17, no. 740 (n.d.).
Fatkhurohmah, Agil, Muhamad Yunus, and Amrullah Hayatudin. “Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban KDRT Pada Perkara Cerai Gugat.” Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam (July 30, 2023): 52–55.
Garizahaq, Wirda. “Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Ditinjau Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.”
Jurnal Pilar Keadilan 1, no. 2 (November 4, 2022): 1–14.
Kartini, Eti. “Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga Menurut KUHP Dan UndangUndang Nomor 23 Tahun2004TetantangPenghapusan Kekerasan DalamRumah Tangga.” Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan 5 No.1 (2023).
M. Natsir, Asnawi. HukumHarta Bersama: KajianPerbandinganHukum, TelaahNorma Yurisprudensi, Dan Pembaruan Hukum. Edisi Pertama, Cetakan ke-1. Rawamangun, Jakarta: Kencana, 2020.
Madnur, Musyaffa Amin Ash Shabah, Sofyan Munawar, and Imam Addaruqutni. “Contestation and Actualization of Ijma’ in the Formation of Law in Indonesia.”
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam 13, no. 2 (October 1, 2023): 307–333.
Mahkamah Agung. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta, 2021. https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/kitab-undang-undang-hukumpidana/detail.
. Putusan Nomor 1726/Pdt.G/PA.Bks (2020).
Muttaqin, Imamul. “Jumlah Talak Akibat Jatuhnya Bain Sughra Menurut Fikih Dan Kompilasi Hukum Islam.” El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam 1, no. 1 (July 6, 2020): 48–67.
Republik Indonesia. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, 1991.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 1974. http://peraturan.bpk.go.id/Details/47406/uu-no-1-tahun-1974.
Sari, M. Harwansyah Putra Sinaga, Nellareta Pratiwi, dan Ika Purnama. Buku Saku (Wajib) Persiapan Pernikahan Islami. Elex Media Komputindo, 2021.
Yusriana, Yusriana. “Analisis Hukum Terhadap Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Menurut Kompilasi Hukum Islam.” Juripol (Jurnal Institusi Politeknik Ganesha Medan) 5, no. 2 (August 18, 2022): 68–78.
110 Maslahah ◼ Vol. 15 No. 2, Desember (2024)