JULAK - Jurnal Pembelajaran & Pendidik Volume 1 Nomor 1 September 2021

ISSN 2807 - 5536

JUrnal pembeLAjaran & pendidiK VOLUME 1 NOMOR 1, SEPTEMBER 2021

Penggunaan Kombinasi Model Pembelajaran Inquiri Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Tema Selamatkan Makhluk Hidup pada Siswa Kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin

(Nanik Hendriyani) Penggunaan model Group Investigation Meningkatkan Hasil Belajar Listening siswa pada siswa kelas VIII/A SMP Negeri 4 Marabahan.

( Herma Fauziah, S. Pd.) Penerapan Supervisi Akademik dalam Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Kelas dalam Penyusunan RPP pada SDN Sungai Andai 3 Banjarmasin

( Dra. Sulis, S.Pd, M.Pd ) Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI Tunarungu SLB Negeri 2 Banjarmasin

( Ani Marlina, S.Pd ) Pengaplikasian Hasil Angket Siswa untuk Meningkatkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMK YPT Banjarmasin ( Muhammad Qamaruzzaman, S.Pd, M.Si ) Pembelajaran Blended Learning Menyongsong Pembelajaran Tatap Muka

H.M.Hatta Hs. (Ketua PGRI KALSEL)

YAYASAN FARASEKA BERBAKTI

KEP.MENKUMHAM : AHU-002.468.AH.04 TAHUN 2019

Mengucapkan

Selamat dan Sukses Atas Dilantiknya

H. Sahbirin Noor dan H. Muhidin Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Periode 2021 - 2024

JUrnal pembeLAjaran & pendidiK Volume 1 Nomor 1, September 2021. ISSN 2807 – 5536

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kami ucapkan, karena berkat Kudrat dan Iradat-Nya jualah penerbitan JULAK, jurnal pembelajaran dan pendidik untuk volume 1 nomor 1 September 2021, dapat terealisasi sesuai waktu yang kami jadwalkan.

Penerbitan JULAK ini merupakan salah satu program dari YAYASAN FARASEKA BERBAKTI yang bergerak di bidang pendidikan.

JULAK, merupakan salah satu kosa kata dari bahasa Banjar, dan bila kita membuka kamus Bahasa Banjar Indonesia karangan Prof. Abdul Djebar Hapip pada halaman 70, kata julak berarti panggilan keakraban terhadap saudara ayah / ibu yang tertua; sementara kalau diberi imbuhan pa, menjadi panjulak berarti paling tertua. Bila jurnal ini mengambil kosa kata JULAK, selain ingin melestarikan kosa kata bahasa banjar di kancah ilmiah, namun kami juga ingin nilai budaya lokal Banjar muncul dan memasyarakat, sehingga dengan memberi nama JULAK pada jurnal ini, kami ingin mengakrabkan seluruh insan pendidikan yang ada di bumi Lambung Mangkurat ini, agar saling mengakrabkan diri melalui tulisan dan artikel mereka tentang pendidikan, baik berupa hasil Penelitian Tindakan Kelas, ataupun ulasan pendidikan. Sehingga ide insan pendidik tersebut tidak tenggelam dalam lamunannya, namun tersebar dalam media JULAK ini.

Kami berterima kasih kepada penyumbang artikel yang mengisi edisi perdana ini, begitu pula kepada Pembina, pengarah, dan tim penyunting. Terutama lagi kepada mitra bestari dari beberapa perguruan tinggi, yakni Bapak Syaiful Anuar dari STIEI Banjarmasin, Bapak Dr. H. Abidinsyah, M.Pd, dan H. Muhammad Royani dari STIKIP PGRI Banjarmasin, Ibu Noor Fajriah dari FKIP ULM Banjarmasin, dan tak lupa kepada Bapak Prof Muhammad Yahya, dari Universitas Negeri Makassar yang mau memberikan dorongan sehingga JULAK edisi perdana ini bisa terbit, dan kita berharap JULAK mampu ikut akreditasi jurnal terakreditasi nasional 2 tahun mendatang.

Akhir kata, tidak ada gading yang tak retak, begitu pula pada edisi ini, sehingga masukan dan saran bagi kami amatlah berharga. Semoga JULAK ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Banjarmasin, Awal September 2021 Yayasan Faraseka Berbakti

Dra. Sulis, S.Pd, M.Pd

JUrnal pembeLAjaran & pendidiK Volume 1 Nomor 1, September 2021 ISSN 2807 - 5536

SUSUNAN REDAKSI PEMBINA Dr. H. Eddy Khairuddin, ME PENGARAH Dra. Hj. Rusnailah, M.Pd PENANGGUNG JAWAB Muhammad Qamaruzzaman, S.Pd, M.Si TIM PENYUNTING Muhammad Qamaruzzaman, S.Pd, M.Si Aminsyah, M.Pd H. Sugian Noor M.Pd Mokhamad Sukamto, S.Pd, M.Si

PEER REVIEWER / MITRA BESTARI Prof. Dr. H. Muhammad Yahya, M.Kes. M.Eng. (Universitas Negeri Makassar) Dr. Saifhul Anuar Syahdan, S.E, M.Si Ak, CA (STIE Indonesia Banjarmasin) Dr. H. Muhammad Royani, M.Si (STIKIP PGRI Banjarmasin) Dr. H. Abidinsyah, M.Pd (STIKIP PGRI Banjarmasin) Dr. Hj. Noor Fajriah, M.Si (FKIP ULM Banjarmasin)

PENERBIT YAYASAN FARASEKA BERBAKTI Sekretariat Jalan Sungai Andai Komplek PWI No. 62 Banjarmasin 70122 e-mail : borneozaman@gmail.com HP. 085248590569

JUrnal pembeLAjaran & pendidiK Volume 1 Nomor 1, September 2021 ISSN 2807 -5536

DAFTAR ISI HALAMAN MUKA KATA PENGANTAR SUSUNAN REDAKSI DAFTAR ISI Hal Penggunaan kombinasi Model Pembelajaran Inquiri Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Tema Selamatkan Makhluk Hidup pada Siswa Kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin Nanik Hendriyani

1 – 16

Penggunaan Model Group Investigation untuk Meningkatkan hasil belajar Listening siswa kelas VIII/A SMP Negeri 4 Marabahan.

Herma Fauziah, S. Pd.

17 – 24

Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Kelas dalam Penyusunan RPP Melalui Supervisi Akademik pada SDN Sungai Andai 3 Banjarmasin Dra. Sulis, S.Pd, M.Pd

25 – 34

Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI Tunarungu SLB Negeri 2 Banjarmasin Ani Marlina, S.Pd Pengaplikasian Hasil Angket Siswa Untuk Meningkatkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) M. Qamaruzzaman, S.Pd, M.Si Penggunaan Model Creative Problem Solving (CPS), Means end Analysis dan Pair Check dengan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin.

Hj. Nurhani Penggunaan Discovery Learning Dalam Pembelajaran ‘Dendam Dan Munafik’ Di Kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan.

Julhatriah, S.Ag

35 – 44

45 – 56

57 – 68

69 – 78

JULAK JUrnal pembeLAjaran & pendidiK

Volume 1, Edisi 1, September 2021, ISSN 2807 -5536

DAFTAR ISI Penerapan Model Reciprocal Teaching dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Ideologi Negara pada Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Helliyani, S.Pd

79 – 88

Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 8 Barabai.

Syamsir Kamal, S.Pd, M.Pd

89 – 100

Penerapan Model Picture and Picture dalam Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia, Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Pengaron Nurul Hilal, M.Pd

101 – 110

Penggunaan Think Pair Share untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Luas dan Volume Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala Suwarto, S.Pd

111 – 122

Penerapan Model Discvery Learning pada Materi Ikatan Kimia untuk Meningkatkan Aktifitas dan Prestasi Belajar Peserta Didik di kelas X TP-D SMK Negeri 5 Banjarmasin Budi Harso, S.Pd

123 – 134

Penggunaan Student Teams Achievment Division (STAD) pada Materi Tubuh Tumbuhan dan Fungsinya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 Fitriani, S.Pd, SD Penggunaan Blended Learning Menyongsong Pembelajaran Tatap Muka H.M.Hatta Hs.

135 – 144 145 – 150

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN KOMBINASI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LEARNING (IL), SOMATIC, AUDITORY, VISUALIZATION, INTELECTUALLY (SAVI) DAN TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEMA SELAMATKAN MAKHLUK HIDUP PADA SISWA KELAS VI SDN PEMURUS DALAM 3 BANJARMASIN Nanik Hendriyani, S.Pd (SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin) Abstrak Rendahnya aktivitas belajar siswa yang berdampak pada hasil belajar yang rendah pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin di bawah KKM >70. Hal ini disebabkan siswa kurang aktif dan model pembelajaran yang kurang bervariasi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar menggunakan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI), Team Game Tournament (TGT), Jenis penelitian digunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilaksanakan dengan empat kali pertemuan bertempat di kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin dengan 31 siswa. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan tes. Analisis data persentase aktivitas guru dan siswa, serta tercapainya ketuntasan belajar individual dan klasikal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas guru dari pertemuan 1 cukup baik sampai pertemuan 4 meningkat menjadi sangat baik. Aktivitas siswa pada pertemuan 1 cukup aktif sampai pertemuan 4 meningkat menjadi sangat aktif.

Hasil Belajar siswa secara klasikal pertemuan 4 sudah mencapai KKM yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar dengan menggunakan kombinasi model Inquiry Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT). Disarankan bagi guru sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran, bagi kepala sekolah sebagai bahan masukan serta arahan dalam membina guru dan bagi peneliti lain agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebaik-baikya untuk diaplikasikan dalam pembelajaran.

Kata Kunci: Inquiry Learning , SAVI, TGT, Hasil belajar

1

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

USING COMBINATION INQUIRY LEARNING (IL), SOMATIC, AUDITORY, VISUALIZATION, INTELECTUALLY (SAVI) AND TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) IN IMPROVING LEARNING OUTCOMES ‘SAVE LIFE’ IN CLASS VI SDN PEMURUS DALAM 3 BANJARMASIN Abstract The low level of grade VI students at Pemurus Dalam 3 Elementary School Banjarmasin is below of the KKM >70. This is due to less active students and less varied learning models. The purpose of this study is to describe teacher activities, student activities and learning outcomes using a combination of learning models Inquiry Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI), and Team Game Tournament (TGT), The type of research is Classroom Action Research (CAR), which was carried out with four meetings taking place in class VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin with 31 students. Collecting data using observation and test techniques. Data analysis on the percentage of teacher and student activities, as well as the achievement of individual and classical learning mastery.

The results of this study indicate that the teacher's activity from 1st meeting was good enough until to 4th meeting increased to very good. Student activity at 1st meeting was active enough until 4th meeting increased to be very active. Student learning outcomes classically in 4th meeting have reached the specified KKM. Based on these results, it can be concluded that there is an increase in teacher activity, student activity and learning outcomes using a combination of Inquiry Learning (IL), Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) and Team Game Tournament (TGT) models. It is recommended for teachers to choose a learning model, for school principals is fostering teachers and for other researchers to be able to take advantage of the results of this study as well as possible to be applied in learning.

Keywords: Inquiry Learning, SAVI, TGT, Learning Outcomes ======== * ========== I. PENDAHULUAN Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pendidikan. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan pada jenjang sekolah menengah akan sangat ditentukan oleh pendidikan dasar, khususnya di Sekolah Dasar (SD). Disinilah semuanya berawal, pada jenjang Sekolah Dasar (SD) akan diajarkan semua hal yang nantinya bisa dijadikan bekal pengetahuan untuk menempuh pendidikan selanjutnya. Pembelajaran yang berhasil optimal adalah pembelajaran yang mampu menggerakan seluruh siswa untuk terlibat aktif dalam semua Aktivitas pembelajaran dan terus menerus sepanjang pembelajaran berlangsung (Suriansyah, dkk, 2014: 80).

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Sanjaya, 2012: 22). Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintah dalam memberikan inovasi pada sistem kurikulum nasional adalah dengan penerapan kurikulum 2013 yang menekankan pada kurikulum berbasis kompetensi dan karakter. Terutama pada jenjang pendidikan dasar yang menjadi pondasi utama bagi jenjang pendidikan berikutnya.

Kurikulum 2013 sebetulnya bukanlah kurikulum baru di dunia, kurikulum seperti ini sudah diterapkan di Finlandia, Jerman dan Prancis. Bentuk kurikulum 2013 pada jenjang pendidikan dasar menggunakan sistem tematik integratif dengan menekankan pendekatan scientific dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema (Husamah dan Yanur, 2013:19). Pembelajaran dengan tematik integratif ini sangat menjanjikan. Siswa akan terpacu kreatifitasnya karena dalam pembelajaran ini, siswa mendapatkan ruang untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memunculkan persepsi-persepsi baru.

Juga, pembelajaran tidak akan membosankan karena pembelajaran sangat aktual dan terkait langsung dengan lingkungan yang bisa mereka rasakan kehadirannya.

Suasana demokratis akan terbangun karena siswa mendapatkan ruang yang luas untuk mengemukakan pendapat. Komunikasi berjalan dua arah, dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru (Mulyoto, 2013:119-120).

Di sisi lain, dengan kurikulum 2013, guru dituntut melakukan tiga hal yaitu guide, teach dan explain. Guru diharapkan membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat disekolah sehingga siswa menjadi lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah (Abdullah, 2014:40). Dengan kurikulum 2013 siswa dituntut memiliki sikap ilmiah layaknya seorang ilmuan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dan disajikan dalam proses pembelajaran yang dikenal sebagai pendekatan saintifik (Husamah dan Yanur, 2013:15).

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan di kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin, aktivitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran juga masih melaksanakan metode ceramah dan tanya jawab dan sangat kurang dalam menggunakan model-model pembelajaran yang variatif, hal ini berpengaruh pada aktivitas belajar siswa masih tergolong rendah. Siswa hanya lebih banyak mendengarkan penjelasan guru tanpa mempunyai inisiatif sendiri dalam menentukan solusi dalam setiap permasalah yang di dalam kegiatan pembelajaran dan siswa tidak dibiasakan untuk menganalisis, mengidentifikasi dan menggali permasalahan lebih mendalam dan menyeluruh untuk seluruh siswa sebagaimana pendekatan scientific yang diharapkan dalam kurikulum 2013. Hal seperti ini juga berdampak pada hasil belajar siswa khususnya muatan IPA tema selamatkan makhluk hidup, yang menunjukkan banyak siswa yang

3

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

hasil belajarnya di bawah KKM (KKM=70). Ini terlihat dari data ulangan bulanan tahun 2017/2018 dari 21 siswa sebanyak 46,7% (14 orang) siswa telah mencapai KKM dan 53,3% (16 orang) siswa belum dapat mencapai nilai KKM. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa tersebut disebabkan karena: (1) dalam proses pembelajaran siswa belum terlibat secara langsung, baik ketika penanaman konsep, maupun penugasan; (2) Pembelajaran bersifat abstrak, hal ini terlihat saat pembelajaran masih kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa; (3) metode atau mode pembelajaran yang masih kurang maksimal (4) pembelajaran masih bersifat satu arah atau berpusat pada guru (teacher centered), padahal diharapkan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered); (5) Beberapa siswa mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendapat atau gagasan untuk memecahkan suatu masalah karena kurangnya keterampilan berbicara siswa dengan baik, sehingga mengakibatkan tidakpahamnya siswa terhadap materi.

Salah satu langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran di atas adalah menggunakan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif, kreatif, inovatif, kooperatif dan menyenangkan seperti mengkombinasikan model pembelajaran Inquiry Learning dengan model pembelajaran kooperatif tipe Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT). Dipilihnya kombinasi model pembelajaran tersebut karena pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach) atau siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran (Sanjaya, 2012:197).

Diharapkan dengan kombinasi model pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan berkomunikasi di antara siswa yang lain serta memberikan celah seluas-luasnya bagi siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan budaya berpikir kritis dalam memecahkan masalah, dimulai dari hal terkecil yakni menganalisis masalah ringan hingga sampai pada mengidentifikasi, mencari dan menganalisis permasalahan dan memberikan solusi terbaik untuk suatu permasalahan yang diberikan.

II. METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitiaan tindakan kelas berupaya meningkatkan dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menunaikan tugasnya (Sanjaya, 2012: 67).

Pada proses penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 4 pertemuan yaitu dilandasi dengan proses perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi dan refleksi. Proses tersebut dapat dilihat dari:

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Gambar 1. Tahap Pelaksanaan PTK Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tema Selamatkan Makhluk Hidup di kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin semester II tahun ajaran 2019/2020. Jumlah siswa yaitu 31 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa perempuan.

Mengamati permasalahan di atas, maka ada beberapa faktor yang perlu diteliti, yaitu: 1. Faktor Guru Bagaimana guru melaksanakan proses pembelajaran kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) yang diterapkan seperti membimbing siswa, menyiapkan media pembelajaran, membuat LKS, mengilustrasikan peristiwa yang berkaitan dengan materi pelajaran dengan melibatkan siswa sebagai pelaku utama di dalamnya dan membuat perangkat evaluasi peneilaian observasi dan tes individu.

2. Faktor Siswa Mengamati proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, dalam kerja kelompok ataupun kinerja siswa secara individual apakah terjadi peningkatan atau tidak. Aktivitas siswa yang akan diamati seperti aktivitas siswa berdiskusi dalam kelompok, aktivitas siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi dan aktivitas siswa menjawab pertanyaan (game) yang diberikan di dalam kelompok.

3. Faktor Hasil Belajar

5

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Hasil belajar siswa tersebut diukur dengan kriteria ketuntasan individual apabila memperoleh skor ≥70, dan tuntas secara klasikal apabila memperoleh ≥ 80%.

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dolakukan 4 pertemuan, tiap-tiap pertemuan memuat langkah-langkah sebagai berikut: 1. Perencanaan Guru membuat rencana pengajaran yang berhubungan dengan tema selamatkan mahkluk hidup, mempersiapkan materi pembelajaran dan menerapkan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada proses pengajaran kepada siswa seperti menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi penilaian guru dan siswa, lembar penilaian hasil belajar siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pre test juga post test 2. Pelaksanaan Tindakan Guru membuat penjelasan kepada siswa tentang pelajaran yang akan diajarkan, menerapkan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan pembahasan tema selamatkan makhluk hidup. Pelaksanaan pengajaran ini terdiri dari 4 pertemuan terdiri masing-masing dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.

3. Observasi dan Evaluasi Observasi juga dilaksanakan kepada guru dalam menerapkan RPP oleh observer menggunakan lembar observasi aktivitas guru dalam pembelajaran dengan rubrik yang sudah disiapkan dengan empat kategori penilaian yaitu kurang baik, cukup baik, baik dan sangat baik menyesuaikan hasil skor ketercapaian.

Aktivitas siswa secara individu masing-masing 9 aspek empat kategori penilaian kurang aktif, cukup aktif, aktif, dan sangat aktif dan hasil belajar individu, penilaian dilakukan pada setiap pertemuan pada saat evaluasi.

4. Refleksi Refleksi dalam kegiatan ini mengkaji, melihat dan merenungkan kembali hasil dan dampak dari kegiatan tindakan yang telah dicatat dalam observasi.

Selanjutnya hasilnya dianalisis, diinterpretasikan dan disimpulkan. Tindakan refleksi ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan di masing-masing siklus serta di setiap akhir siklus pelaksanaan penelitian.

Penelitian ini dianggap berhasil jika: 1. Aktivitas guru dalam penerapan langkah-langkah pembelajaran mencapai kualifikasi sangat baik (35 – 44) 2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran mencapai kualifikasi sangat aktif untuk aktivitas klasikal (81 – 100%) dan individual (81 – 100) 3. Hasil belajar siswa mencapai ketuntasan individual yaitu dengan skor ≥70 dan ketuntasan klasikal ≥ 80% dari seluruh siswa yang mencapai skor 70.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan observer dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pertemuan 1, 2, 3, dan 4 terlihat bahwa aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Inquiry

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) mengalami peningkatan setiap pertemuannya. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

No 1.

2.

3.

4.

Tabel 1. Perbandingan Perolehan Skor Aktivitas Guru Kriteria Perolehan Pertemuan Kategori Skor SB B CB KB 1 0 3 8 0 25 (56,8%) Cukup baik 2 2 6 3 0 32 (72,7%) Baik 3 4 5 2 0 35 (79,5%) Baik 4 7 4 0 0 40 (90,9%) Sangat Baik

Adapun untuk melihat perbandingan kecederungan peningkatan dan penurunan pada masing-masing kriteria dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Grafik Kecenderungan Aktivitas Guru tiap Pertemuan Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas guru tersebut menunjukkan bahwa setiap pertemuan guru terus meningkatkan aktivitas belajarnya dengan terus melakukan perbaikan-perbaikan dari setiap aspek yang masih kurang. Sampai pada pertemuan guru memperoleh skor 40 dengan kriteria ”sangat baik”. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas yang menggunakan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) berlangsung dengan optimal dan berhasil mendapatkan hasil yang diharapkan serta telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, yaitu aktivitas guru dalam pembelajaran dikatakan berhasil apabila memperoleh skor 37 – 45 dengan kriteria ”sangat baik”.

Keberhasilan tersebut, guru menjadi faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan itu sendiri, dengan gurulah pembelajaran berjalan dengan baik melalui metode ataupun cara yang ia gunakan. Guru 7

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

merupakan komponen yang sangat menentukan dalam suatu keberhasilan pembelajaran. Keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran tergantung pada kemampuan guru dalam membuat serangkaian perencanaan.

Perencanaan tersebut harus dibuat guru dengan sebaik mungkin, dengan adanya perencanaan yang matang proses pembelajaran menjadi lebih terarah. Pernyataan di atas sependapat dengan Anam (2016:32) yang mengemukakan bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin diaplikasikan.

Hal di atas sejalan dengan pendapat dari Suriansyah (2011: 23) yang mengemukakan bahwa perencanaan (planning) merupakan awal dari suatu pembelajaran. Perencanaan adalah penyusunan langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan (planning) tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan (planning).

Namun, yang lebih utama bahwa perencanaan (planning) yang dibuat harus dapat dilaksankan dengan muda dan tepat sasaran. Dalam merencanakan suatu pembelajaran guru harus memiliki beberapa pertimbangan, salah satunya mempertimbangkan model pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Rusman (2015:132) yang mengatakan bahwa suatu model merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pada pembelajaran IPS ini menggunakan kombinasi model Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) terdapat serangkaian aktivitas yang harus dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2011:144) yang menyatakan guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.

Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar diri siswa.

Menurut Suriansyah (2015 : 67) peran guru adalah menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Bukan memberi informasi atau ceramah kepada siswa. Guru juga harus memfokuskan pada tujuan pembelajaran, yaitu mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpkir kritis siswa. Guru seharusnya memberikan pengalaman nyata kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

Pengalaman nyata dikaitkan dengan khidupan sehari-hari dan di dunia kerja yang terkait dengan peneraoan konsep, kaidah, dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari siswa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dikarenakan, model-model tersebut memiliki

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

keunggulan yang dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Beberapa hasil penelitian yang relevan seperti Alimudin (2014), Aulina Noor Aida Rezeki (2017) dan Noraisyah (2014) dalam kesimpulannya model Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) mampu memperbaiki akitivitas guru.

Hasil observasi terlihat bahwa aktivitas siswa dari setiap pertemuan terus mengalami peningkatan. Hasil observasi aktivitas siswa pada setiap pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No 1.

Tabel 2. Persentase Klasikal Aktivitas Siswa Persentase Klasikal Kriteria Pertemuan Kategori ”Aktif dan SA A CA KA Sangat Aktif” 1 0 9,7% 58,1% 32,2% 9,7%

2.

2

0

25,8% 48,4% 25,8%

3.

3

19,3% 48,4% 32,3%

0

67,7%

4.

4

67,7% 32,3%

0

100%

0

25,8%

Adapun untuk mengetahui kecenderungan peningkatan terhadap aktivitas siswa pada setiap kriteria dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 3. Grafik Kecenderungan Aktivitas Siswa tiap Kriteria Berdasarkan gambar diatas tersebut dapat diketahui bahwa pada setiap pertemuan jumlah siswa yang mencapai kriteria aktif dan sangat aktif cenderung meningkat hingga pertemuan. Sementara jumlah siswa dalam

9

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

kriteria cukup aktif, kurang aktif, dan tidak aktif pada setiap pertemuanya cenderung menurun.

Meningkatnya aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning yang dikombinasikan dengan model Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada pembelajaran tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA di kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin ini tidak terlepas dari kemampuan guru untuk memberikan dorongan (motivasi) dan menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Sardiman (2011:74) mengemukakan bahwa motivitasi itu sebagai sesuatu yang kompleks, motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan. Hal ini didukung oleh pendapat Sanjaya (2012:251) yang menyatakan bahwa motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan.

Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakpuasaan, sehingga terdoromg adanya motivasi. Pada hal ini motivasi juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran.

Pada model Inquiry Learning siswa dituntut bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi atau mengumpulkan data-data secara mandiri sesuai dengan permasalahan kelompoknya. Kerjasama dalam kelompok memegang peranan penting dalam peningkatan aktivitas siswa, siswa akan saling membantu dalam memecahkan sebuah permasalahan. Pernyataan di atas sesuai juga dengan pendapat Susanto (2013:203) yang menyatakan pembelajaran yang dilakukan bersama-sama secara berkelompok dan terstruktur dengan baik, di mana siswa ikut berperan dalam pembelajaran yang dilaksanakan guna mememcahkan masalah. Hal ini senada dengan pernyataan dari Suriansyah, dkk. (2014:219-220), “Peserta didik belajar dengan menghadapkannya pada sesuatu yang nyata atau aktual yang dialaminya dalam kehidupan. Belajar merupakan bagian dari pengalaman hidupnya. Semua aktivitas yang dilalui peserta didik dalam pembelajaran memberikan pengalam hidup bagi dirinya. Pembelajaran aktif selalu berupaya menghubungkan konsep dan prinsip yang dipelajari selalu terhubung dengan pengalaman nyata dan mengalami secara nyata dalam realitas kehidupan siswa di masyarakat”.

Selain melalui pemaparan di atas, hasil peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA ini juga didukung oleh hasil penelitian yang relevan oleh peneliti lainnya, seperti Alimudin (2014) dan Mustipahani (2015) menyimpulkan menggunakan model ini dapat meningkatkan aktivitas siswa dengan kriteria sangat baik.

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Hasil belajar siswa pada setiap pertemuannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Perbandingan Nilai Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Nilai No Pertemuan F Persentase 70 80 90 100 1.

1 7 6 2 1 16 51,6% 2.

2 6 7 7 0 20 64,5% 3.

3 4 9 5 6 24 77,4% 4.

4 1 4 8 17 30 96,8% Kecenderungan frekuensi perolehan nilai belajar siswa dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 4. Grafik Kecenderungan Hasil Belajar tiap Pertemuan Berdasarkan gambar di atas tersebut dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang tuntas pada setiap pertemuan cenderung meningkat. Sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas pada setiap pertemuan cenderung menurun.

Begitu juga dengan nilai 100, 90, dan 80 yang diperoleh siswa pada setiap pertemuan cenderung meningkat. Sedangkan nilai 70 pada setiap pertemuan cenderung menurun.

Peningkatan ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada setiap siklusnya ini tidak terlepas dari usaha guru untuk memaksimalkan cara pengajarannya dengan memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan materi ajar, mengupayakan pemberian penjelasan yang dibantu dengan skema ataupun bagan dan penyampaian penjelasan secara detail dengan menjelaskan secara deduktif-induktif ataupun induktif-deduktif.

Bruner (Susanto, 2013:124) mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif guru memberikan kesempatan kepada 11

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupanya. Sehingga peserta didik akan mudah memahami pembelajaran”. Hal tersebut juga sependapat dengan Hamalik (2013:103) yang menyatakan bahwa guru perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar siswa yang telah diperoleh sebelumnnya.

Dan hal-hal yang perlu diketahui juga ialah penguasaan pelajaran, keterampilan-keterampilan belajar dan bekerja.

Tercapainya indikator keberhasilan hasil belajar siswa juga tidak terlepas dari ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan kombinasi model Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA terhadap siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin.

Konsep pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model ini, mengandung unsur belajar kelompok dan disertai dengan model penyajian materi dan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menarik dan tidak membosankan. Dimana hal ini juga sesuai dengan karakteristik anak usia SD yang senang bekerja dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Susanto (2013:17), “Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian materi.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan menggunakan model Inquiry Learning yang dikombinasikan dengan model Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin.

Secara keseluruhan dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai penggunaan menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjamasin dapat dilihat dari grafik kecenderungan baik hasil aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajarnya sebagai berikut:

Gambar 5. Grafik Kecenderungan Aktivitas Guru, Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar pada tiap Pertemuan

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Berdasarkan grafik di atas menunjukkan hubungan yang saling berkaitan antara aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran, selain itu peningkatan aktivitas guru ini juga mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa. Jadi dari hasil penelitian ini maka hipotesis penelitian dapat diterima, yaitu: Jika kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) diterapkan dalam pembelajaran tema selamatkan makhluk hidup muatan IPA pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin, maka aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat dan hipotesis dapat diterima.

IV. PENUTUP Berdasarkan refleksi hasil tindakan pertemuan 1, 2, 3, dan 4 dalam penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Aktivitas guru dalam pembelajaran tema selamatkan makhluk hidup menggunakan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu dengan kriteria sangat baik.

2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran tema selamatkan makhluk hidup menggunakan kombinasi model pembelajaran Inquiry Learning, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada siswa kelas VI SDN Pemurus Dalam 3 Banjarmasin sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu dengan kriteria sangat aktif baik klasikal maupun individual.

3. Pembelajaran tema selamatkan makhluk hidup dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Learning dikombinasikan dengan model Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada tema selamatkan makhluk hidup dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa secara keseluruhan sudah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan yaitu >81% siswa yang tuntas Berdasarkan refleksi hasil tindakan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Bagi guru sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menentukan atau memilih model pembelajaran dalam upaya peningkatan pelaksanaan pembelajaran di kelas.

2. Bagi kepala sekolah sebagai salah satu alternatif untuk dijadikan sebagai bahan masukan serta arahan dalam membina guru dalam

13

Volume 1 Nomor 1, September 2021

3.

ISSN 2807-5536

upaya menggunakan model yang variatif dalam pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.

Bagi peneliti lain agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebaikbaiknya sehingga hasil temuan yang diperoleh dapat diterapkan dan dikembangkan untuk kepentingan pendidikan dalam upaya peningkatan kualitas dalam pengajaran di sekolah

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, RS. 2014. Pendekatan Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013 Jakarta: PT Bumi Aksara Alimudin, A. 2012. Penggunaan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT) Pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Seberang Mesjid 1 Banjarmasin. Banjarmasin : FKIP (PGSD) Universitas Lambung Mangkurat (tidak dipublikasi).

Anam, K. 2016. Pembelajaran Berbasis Inkuiri Metode dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aulina Noor Aida Rezeki. (2017). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Tema Ekosistem dengan Muatan IPA menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran Inquiry Learning (IL), Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan Team Game Tournament (TGT) pada Siswa Kelas 5B SDN Sungai Miai 7 Banjarmasin. Jurnal Paradigma, Volume 10, Nomor 1 Januari 2015 Hammalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Husamah dan Yanur. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Jaya Karli, H. 2017. Implementasi KTSP dalam Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Generasi Info Media Mulyoto. 2013. Strategi Pembelajaran di Era Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Mustipahani. 2015. Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Sistem Hidrolik Melalui Metode Inquiry Learning Pada Siswa Kelas X TKR 1 SMK Muhammadiyah Karangmojo Kabupaten Gunungkidul”. Jurnal Taman Vokasi 3 Nomor 32 Noraisyah. 2014. Pengaruh Pendekatan SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intelectual) dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Dasar pada Materi Pengolahan Data. Jurnal Pena Ilmiah. Vol. 1 No. 1 Issn 223-226 Rusman. 2015. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sanjaya, W. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sardiman. A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Rajagrafindo: Jakarta

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Suriansyah, A, Aslamiah, Sulaiman dan Noorhapizah. 2014. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers Suriansyah, Ahmad. 2011. Landasan Pendidikan. Banjarmasin: Comdes.

Suriansyah, Ahmad. 2015. Profesi Kependidikan "Persfektif Guru Profesional".

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

15

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

PENGGUNAAN MODEL GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LISTENING SISWA KELAS VIII/A SMP NEGERI 4 MARABAHAN Herma Fauziah, S.Pd (Guru SMP Negeri 4 Marabahan) Abstrak Penelitian ini tentang pembelajaran mendengarkan berbahasa Inggris. dengan menggunakan model pembelajaran Group investigation. Subyek penelitian adalah 20 siswa kelas VIII/a SMP Negeri 4 Marabahan semester 1 tahun ajaran 2017/2018.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 siklus. Dengan salah satu siklus, siswa bekerja dalam kelompok dan yang lain tanpa kelompok. Pada siklus pertama siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan pembelajaran dilaksanakan dengan model pembelajaran Group Investigation, sementara pada siklus ke dua pembelajaran dilaksanakan tanpa menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Pengumpulan data dilaksanakan bersamaan dengan pengamatan selama tindakan, sementara analisis data dilaksanakan bersamaan pada saat refleksi tindakan. Dari hasil analisis/refleksi bisa diketahui apakah tindakan akan dihentikan (apabila telah mencapai target) atau dilanjutkan untuk mencapai target.

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran mendengar berbahasa Inggris ketika menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Dari keadaan semula hanya 5 siswa (25%) yang berhasil mendapatkan nilai di atas KKM, pada tindakan siklus pertama ada 18 siswa (90%) yang berhasil mendapatkan nilai di atas KKM. Selain itu, siswa bersemangat dalam belajar mendengarkan berbahasa Inggris, karena k eberhasilan siswa dalam mencapai KKM merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka.

Kata Kunci: Keterampilan mendengar, Group Investigation.

USING THE GROUP INVESTIGATION MODEL TO IMPROVE STUDENT LISTENING OUTCOMES IN CLASS VIII/A SMP NEGERI 4 MARABAHAN This research is learning about listening English, by using the Group Investigation learning model. The research subjects were 20 students of class VIII/a of SMP Negeri 4 Marabahan in semester 1 of the 2017/2018 academic year. This research was conducted for 2 cycles. With one cycle, students work in groups and the other without groups. In the first cycle students were divided into several groups and learn using the Group Investigation model, while in the second cycle the learning was carried out without using the Group Investigation. Data collection is carried out simultaneously with observations during the action, while data analysis is carried out at the same time as the reflection of the action.

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

The results of the study show that listening English is used when using the Group Investigation. From the original situation, only 5 students (25%) managed to get a score above the KKM, in the first cycle there were 18 students (90%) who managed to get a score above the KKM. In addition, students are enthusiastic in learning to listen English, because the success of students in achieving KKM is a special satisfaction for them.

Keywords: Listening skill, Group Investigation =========== * ============== I. PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang paling signifikan di dalam komunikasi. Komunikasi bisa dilakukan dengan berbicara, menulis dan lain sebagainya. Dengan bahasa kita bisa mengungkapkan perasaan, ide-ide, dan pikiran kita kepada seseorang secara langsung, dengan selembar kertas surat dengan gerakan tubuh. Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Bahasa itu sangat penting untuk semua orang di dunia ini, dengan bahasa mereka mampu menjalin hubungan dengan orang lain yang berasal dari latar belakang bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Inggris.

Bahasa Inggris adalah sebuah bahasa internasional, di mana bahasa ini digunakan sebagai alat komunikasi dalam forum-forum internasional.

Sekarang ini, banyak Negara di dunia ini menggunakannya sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu bahasa Inggris menjada mata pelajaran yang sangat penting yang harus diajarkan sejak dini sampai dengan perguruan tinggi seperti SD, SMP, SMA dan Universitas.

Kompetensi Dasar pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs adalah “Merespon makna yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat’ Ketika kita mempelajari bahasa Inggris, kita mengenal empat komponen bahasa seperti: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, dimana keempat komponen ini menjadi factor utama dalam mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Komponen-komponen ini akan mengembangkan kemampuan komunikasi siswa baik secara lisan atau tulisan.

Listening skill, salah satu kemampuan menerima, adalah sebuah tehnik komunikasi di mana pendengar bisa mengerti, menginterpretasikan dan mengevaluasi apa yang mereka dengar. Kemampuan untuk mendengarkan secara aktif dapat meningkatkan hubungan pribadi dengan mengurangi konflik, memperkuat kerjasama, mengembangkan pemahaman. Listening adalah salah satu komponen bahasa yang masih menjadi kendala bagi siswa untuk dipelajari.

Kita bisa mengetahui dari pencapaian nilai siswa. Komunikasi akan berjalan lebih baik jika pendengar bisa merespon apa yang pembicara bicarakan. Namun, kebanyakan siswa masih memiliki kesulitan dalam mendengar karena adanya perbedaan dialek. Perbedaan tersebut tidak hanya dari segi pengucapan tetapi juga dari kebudayaan. Secara gramatikal juga bisa mengakibatkan 17

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

misunderstanding atara pembicara dan pendengar.

Rendahnya kemampuan menyimak siswa dalam bahasa inggris dipengaruhi oleh sebagai faktor antara lain: minimnya pengetahuan bahasa inggris siswa, masih minimnya pembendaharaan kosakata siswa, kurangnya latihan komunikasi berbahasa Inggris siswa dalam kehidupan sehari-hari, rendahnya aktifitas memahami bahasa Inggris siswa, rendahnya kualitas tugas-tugas siswa, dan kurang tepatnya tehnik yang digunakan guru.

Di antara sekian faktor penyebab rendahnya keterampilan siswa memahami dalam bahasa Inggris, teknik pembelajaran yang kurang tepat merupakan faktor yang paling dominan. Guru secara terus menerus memperkenalkan pola-pola dan ungkapan bahasa Inggris tanpa melalui konteks atau situasi yang tepat, da tidak diikuti oleh latihan dan penerapan atau praktek mendengarkan. Kegiatan interaksi antar siswa sangat kurang. Oleh karena itu peningkatan kererampilan berbicara dalam bahasa Inggris tidak optimal.

Di dalam mengatasi masalah tersebut, para guru harus tetap berusaha mencari cara agar bagaimana masalah itu bisa teratasi. Guru harus mampu menggunakan beberapa model pembelajaran khususnya dalam mengajarkan listening. Dan salah satu tehnik yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kemampuan mendengar siswa adalah dengan model Group Investigation. Group Investigation adalah model yang sangat menarik dalam proses pembelajaran, oleh karena itu model ini bertujuan agar pelajar atau siswa mampu memahami target bahasa, berbicara dengan pengucapan yang dapat diterima dan benar secara gramatikal, dan mampu memahami materi yang dipresentasikan.

II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Marabahan tepatnya di kelas VIII/a. hal ini dikarenakan peneliti , Penelitian ini dilakukan selama ± 3 bulan yaitu terhitung mulai dari tanggal 1 Agustus 2017 sampai dengan 31 Oktober 2017 pada semester 1 (ganjil) tahun ajaran 2017-2018. Kegiatan ini dilakukan dalam kurun waktu tersebut di atas karena peneliti menyesuaikan dengan program tahunan dan program semester, silabus, RPP dan distribusi alokasi waktu sesuai dengan Perangkat Pembelajaran yang sudah peneliti susun dan sudah disetujui Kepala Sekolah.

Sebagai subyek dalam penelitian adalah siswa kelas VIII/a di SMP Negeri 4 Marabahan Kabupaten Barito Kuala pada semester 1 tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 20 orang yang terdiri dari 14 orang laki-laki dan 6 orang perempuan. Rata-rata mereka berumur 13-14 tahun berasal dari suku Banjar dan Jawa. Mereka semua beragama Islam. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga petani, namun ada juga orang tuanya yang bekerja sebagai pedagang atau wiraswasta. Tingkat kecerdasan mereka juga sangat jauh berbeda atau heterogen. Data dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif yaitu: 1. Data kualitatif adalah data tentang aktivitas belajar siswa dalam melaksanakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation.2. Data Kuantitatif adalah data tentang hasil belajar siswa.

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variable independen yaitu medel pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, sementara variable dependen adalah aktivitas dan hasil belajar Bahasa Inggris siswa. Sedangkan instrumen Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrument tes yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan realibel. Instrument penelitian untuk mengukur hasil belajar adalah soal pilihan ganda dan uraian baik berupa pertanyaan essay ataupun berbentuk karangan teks deskriptif yang dirancang oleh peneliti dan mengacu dari beberapa buku paket Bahasa Inggris di sekolah yang relevan dan diperuntukkan bagi siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Marabahan Kabupaten Barito Kuala di mana peneliti mengajar. Sementara untuk memperoleh data aktivitas guru dan aktivitas belajar siswa menerapkan model kooperatif tipe Group Investigation digunakan lembar observasi. Berikutnya untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe ini digunakan kuesioner.

III. SKENARIO TINDAKAN Ada beberapa langkah dalam penelitian ini, yang pertama adalah Persiapan Tindakan (Perencanaan). Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut: a) Membuat RPP mata pelajaran Bahasa Inggris pada siswa kelas VIII/a di SMP Negeri 4 Marabahan Kabupaten Bariko Kuala semester 1 tahun ajaran 2017/2018. b) Membuat lembar observasi untuk mengamati proses pembelajaran serta observasi siswa untuk mengamati aktivitas belajar melalui tahapan model kooperatif tipe Group Investigation.c) Mempersiapkan alat kerja siswa berupa lembar peraga dan media pembelajaran yang releavan. d) Menyusun alat evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa berupa tes tertulis pada akhir pembelajaran. e) Menetapkan observer teman sejawat dan menyusun jadwal pelaksanaan tindakan kelas.

Pada tahap pelaksanaan kegiatan mengikuti acuan 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan (4 x 40 menit) dengan kegiatan pembelajaran sesuai standar proses (Permen Diknas No. 41 Tahun 2007) Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebagai berikut: a) Kegiatan Pendahuluan, b) Kegiatan inti, pada kegiatan ini penulis mulai dengan kegiatan, Exsplorasi (menggali), Elaborasi penulis laksanakan sesuai dengan variabel penindak yang telah ditetapkan.

Konfirmasi, setelah pembelajaran terlaksana penulis memberikan penguatan terhadap hasil belajar siswa, baik yang sudah tuntas maupun yang masih perlu mendapat perbaikan. Sedangkan c) Kegiatan Penutup penulis lakukan penyimpulan-penyimpulan hasil belajar siswa sesuai dengan konfirmasi, dengan memberikan Memberikan pesan-pesan moral kepada siswa.

Setelah proses pembelajaran, peniliti kemudian melakuka Pemantauan dan Evaluasi, yakni peneliti observasi terhadap tahapan mengajar guru dan observasi aktivitas belajar siswa menyelesaikan tugas Bahasa Inggris dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Pada tahapan ini ditetapkan observer dari teman sejawat selaku pengamat aktivitas belajarmengajar. Sedangkan evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengukur pemahaman siswa melalui tes tertulis pada setiap pertemuan dan tes formatif pada akhir siklus.

19

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Barulah dilanjutkan dengan kegiatan Refleksi, umpan balik sebagai cerminan pada kegiiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan pembelajaran, maupun aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran..

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tindakan dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus, tindakan dilakukan dengan metode yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana penggunaan model Group Investigation bisa meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII/a SMP Negeri 4 Marabahan pada semester 1 tahun ajaran 2017/2018 dalam keterampilan mendengarkan berbahasa Inggris. Seperti telah disampaikan sebelumnya, tindakan siklus pertama akan menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation, siswa menjawab pertanyaan berdasarkan rekaman dialog dengan dapat dipercaya (trustworthiness) dan siswa menjawab secara lisan dengan rasa hormat dan perhatian (respect). Tindakan ke dua sama seperti sebelumnya, hanya objek yang berbeda dan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif Group Investigation. Pada bagian ini tidak lagi dibahas mengenai Perencanaan Tindakan, namun hanya dibahas hasil Pelaksanaan, Pengamatan dan Refleksi.

Pada Siklus I, Penampilan secara umum, peneliti berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang santun, menuntun siswa semaksimal mungkin dengan penggunaan metode pembelajaran Group Investigation. Peneliti mengupayakan strategi agar mudah mengamati siswa yang sedang belajar. Setelah pembelajaran selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan guru yang mengawasi proses pembelajaran untuk mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan.

Dari diskusi dengan guru, terungkap bahwa, a) Pembelajaran yang dilakukan menjadi maksimal, karena peneliti menggunakan metode kooperatif dan menyenangkan untuk dilakukan siswa.b) Siswa-siswa memang aktif menerima pelajaran dan memberi tanggapan, ini sesuai dengan tujuan metode Group Investigation. c) Peneliti mengusulkan agar guru yang mengamati mau kembali dan bersedia mengamati kembali pada kesempatan di siklus II. d) Untuk sementara, peneliti belum yakin bahwa pelaksanaan metode ini akan membantu meningkatkan kemampuan siswa, tetapi menurut pemikiran pengamat, cara yang dilakukan peneliti cukup mampu mendorong meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar. e) Penyampaian pengamat pada peneliti dapat disampaikan sebagai berikut: Perlu pengelolaan ruangan, waktu, dan fasilitas belajar yang lebih baik.

Dari hasil pengamatan tindakan pada siklus I, didapatkan data bahwa dengan menggunakan metode Group investigation kemampuan mendengarkan siswa dalam bahasa inggris mengalami peningkatan. Dimana mayoritas siswa dapat menjawab pertanyaan berdasarkan rekaman dialog dengan dapat dipercaya (trustworthiness) dan siswa menjawab secara lisan dengan rasa hormat. Selama pembelajaran, seluruh siswa berhasil belajar. Tidak banyak siswa yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Ada 18 siswa (± 90%) berhasil belajar aktif. Masih ada siswa yang kurang berhasil belajar Siswa saling

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

memberikan kontribusi dalam kelompoknya masing- masing.

Berdasarkan refleksi pembelajaran yang dilakukan sesuai kegiatan, didapat keterangan bahwa siswa lebih menikmati kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan keterampilan mendengarkan dalam bahasa inggris. Berdasarkan hal tersebut juga dapat diketahui bahwa hasil belajar mendengarkan siswa dalam bahasa inggris mengalami kemajuan karena menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Untuk memastikan apakah peningkatan hasil belajar siswa dalam keterampilan mendengar bahasa Inggris disebabkan adanya penggunaan metode Group Investigation maka dilakukan tindakan pada siklus ke dua.

Pada Siklus II, Seperti pada tindakan siklus I, tindakan pada siklus ini juga dilaksanakan dalam beberapa tahap akan tetapi tanpa menggunakan model pembelajaran Group Investigation, Penampilan secara umum, peneliti berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang santun, menuntun siswa semaksimal mungkin tanpa penggunaan metode pembelajaran Group Investigation. Setelah pembelajaran selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan guru yang mengawasi proses pembelajaran untuk mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan.

Dari diskusi dengan guru, terungkap bahwa a) Pembelajaran yang dilakukan menjadi kembali tidak maksimal, karena peneliti kembali menggunakan metode pasif dan membosankan bagi siswa. b) Siswa- siswa memang tidak aktif menerima pelajaran dan memberi tanggapan, ini terlihat jelas dari banyaknya siswa yang mengantuk dan tidak memperhatikan jalannya pembelajaran. Berdasarkan pengamatan pada siklus ini, strategi diubah, Siswa tidak lagi bekerja secara berkelompok dani kali ini tanpa menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Selama pembelajaran, kebanyakan siswa kerang mampu belajar. Banyak siswa yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Hanya ada 9 siswa (± 45%) belajar dengan aktif dan terlihat mengikuti dengan baik jalannya pembelajaran.

Berdasarkan refleksi pembelajaran yang dilakukan sesuai kegiatan, didapat keterangan bahwa kurang menyukai dan tidak tertarik dengan pembelajaran pasif dimana mereka hanya dituntut untuk memperhatikan serangkaian penjelasan guru. Berdasarkan hal tersebut juga dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dalam kemampuan mendengarkan siswa berbahasa Inggris dengan tanpa menggunakan metode pembelajaran Group Investigation jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa tanpa menggunakan metode pembelajaran Group Investigation. Ini membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran Group Investigation dalam keterampilan mendengarkan siswa berbahasa Inggris berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII/a SMP Negeri 4 Marabahan, peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada grafik berikut ini.

21

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

PERSENTASE 100%

90%

80% 60% 45% 40% 25% 20% 0% SEBELUM

SIKLUS I

SEIKLUS II

PERSENTASE

Grafik hasil Penelitian Pada saat sebelum diadakan tindakan, hanya 5 siswa (25%) bisa berhasil belajar dalam pembelajaran. Setelah diadakan tindakan yakni pada siklus I, dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation terjadi peningkatan jumlah siswa yang berhasil belajar. 18 siswa (90%) berhasil belajar dalam kegiatan dimaksud dan pada siklus II, tanpa menggunakan model pembelajaran Group Investigation jumlah siswa yang berhasil belajar kembali menurun, hanya 9 siswa (45%) berhasil memperoleh nilai di atas KKM dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian hipotesis terbukti.

V. PENUTUP Berdasarkan penelitian, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil, : 1) ada perubahan signifikan hasil belajar siswa kelas VIII/a SMP Negeri 4 Marabahan semester 1 tahun ajaran 2017/2018 dalam keterampilan mendengar berbahasa inggris ketika digunakan model pembelajaran Group Investigation. 2) Sabelum diadakan tindakan, hanya 5 siswa (25%) berhasil memperoleh nilai di atas KKM dalam meningkatkan keterampilan mendengarkan berbahasa Inggris. Ketika diadakan wawancara, diperoleh jawaban penyebab siswa kurang bisa mengikuti pembelajaran mendengarkan berbahasa Inggris, diantaranya siswa hanya memiliki sedikit kosakata, dan siswa bosan dengan tehnik yang terkesan monoton.

Setelah diadakan tindakan pada siklus I, didapatkan data bahwa dengan menggunakan metode Group investigation kemampuan mendengarkan siswa dalam bahasa inggris mengalami peningkatan.

Dimana mayoritas siswa dapat menjawab pertanyaan berdasarkan rekaman

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

dialog dengan dapat dipercaya (trustworthiness) dan siswa menjawab secara lisan dengan rasa hormat. Selama pembelajaran, seluruh siswa berhasil belajar. Tidak banyak siswa yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Ada 18 siswa (± 90%) yang berhasil mendapatkan nilai di atas KKM dan belajar aktif. Masih ada siswa yang kurang berhasil. Siswa saling memberikan kontribusi dalam kelompoknya masing-masing.

Pada siklus II, model pembelajaran diubah. Siswa tidak lagi bekerja secara berkelompok dan kali ini tanpa menggunakan model pembelajaran Group Investigation. Selama pembelajaran, kebanyakan siswa kurang mampu belajar. Banyak siswa yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Hanya 9 siswa (± 45%) belajar dengan aktif dan terlihat mengikuti dengan baik jalannya pembelajaran Bisa disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Group Investigation dalam keterampilan mendengarkan siswa berbahasa Inggris berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII/a SMP negeri 4 Marabahan.

Kelebihan dari penggunaan model pembelajaran Group Investigation adalah siswa menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran mendengarkan berbahasa Inggris karena mereka merasa lebih aktif dan terlibat di dalam pelajaran. Selain itu dengan dibentuknya kelompok membuat siswa lebih tertantang untuk bersaing secara kelompok dan berlomba untuk memberi kontribusi kepada kelompoknya masing-masing. Sementara kekurangan dari penggunaan model pembelajaran Group Investigation adalah mungkin metode ini hanya bisa meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII/a semester 1 tahun ajaran 2017/2018, karena setiap siswa mengalami masalah yang berbeda dan memiliki cara yang berbeda pula dalam belajar.

Implikasi pedagogis dari penelitian ini adalah siswa merasa bersemangat dalam belajar mendengarkan berbahasa Inggris, karena dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning ini mereka dibagi menjadi berkelompok untuk mempelajari pelajaran yang akan mereka pelajari. Keberhasilan siswa dalam mencapai KKM merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka.

Beberapa saran bagi peneliti berikutnya adalah agar guru mencoba menerapkan model pembelajaran Group Investigation dalam meningkatkan keterampilan mendengar berbahasa Inggris dengan baik.

Selain itu, hendaknya guru mengembangkan penelitian tindakan kelas pada aspek yang lain dengan metode yang berbeda agar segala kekurangan selama proses belajar mengajar bisa diketahui kendalanya.

DAFTAR PUSTAKA Carr, W. & Kemmis, S. (1986) Becoming Critical: education, knowledge and action research. Lewes: Falmer.

Cohen, L ; Manion, L & Morrison, K (2000) Research Methods in Education (5th edition). London,:Routledge Falmer.

23

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Corey, S. (1953) Action Research to Improve School Practices. New York: Columbia University, Teachers College Press.

Denzin & Y. Lincoln (Eds.) Handbook of Qualitative Research 2nd Development.

In M. Huberman, & J. M. Backus (Eds.), Advances in Development.

London: Heinemann.

Dep.dik.nas, (2003) Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta.

Ebbutt, D. (1985) Educational Action research: some general concerns and specific quibbles, in: Burgess, R. (ed.) Issues in Educational Research: qualitative methods. Lewes: Falmer.

Elliott, J. (1981) Action research: a framework for self-evaluation in schools.

TIQL working paper no.1. Cambridge: Cambridge Institute of Education.

Fischer, J. (2001). Action Research Rationale and Planning: Developing a Framework for Teacher Inquiry. In G. Burnaford, J. Fischer & D. Fueyo, V. & Koorland, M. A. (1997). Teacher as researcher: A synonym for professionalism. Journal of Teacher Education, 48(5), 336-338.

Gibson, R. (1985) Critical times for action research. Cambridge Journal of Education, 15 (1): 59-64.

Hammond, J., et. al. (1992). English for Social Purposes: a Handbook for teachers of Adult Literacy. Sydney: NCELTER. Harmer, J. 1998. How to Teach English. England: Longman.

Hollingsworth, S. (ed.) (1997) International Action Research: a casebook for educational reform. London: Falmer Hollingsworth, S., Noffke, S.E., Walker, M. & Winter, R. (1997) Epilogue: What have we learned from these case on action research and educational reform? in: Hollingsworth, S. (ed.) International Action Research: a casebook for educational reform. London: Falmer.

Hopkins, D. (1993) A Teacher’s Guide to Classroom Research, 2nd edition. Milton Keynes: Open University Press.

Hustler, D., Cassidy, A. & Cuff, E. (eds.) (1986) Action Research in Classrooms and Schools. London, Allen and Unwin.

Jennings, L. & Graham, A. (1996) Postmodern perspectives and action research: reflecting on the possibilities. Educational Action Research, 4 (2): 267-278.

Kemmis, S. & McTaggart, R. (1982) The Action Research Planner.

Victoria, Deakin University P

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN SUPERVISI AKADEMIK DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU KELAS DALAM PENYUSUNAN RPP PADA SDN SUNGAI ANDAI 3 BANJARMASIN Dra. Sulis, S.Pd, M.Pd ( Kepala SDN Sungai Andai 3 Banjarmasin) Abstrak Guru yang professional harus memiliki 5 (lima) kompetensi yang salah satunya adalah kompetensi penyusunan rencana pembelajaran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kesulitan dalam menyusunnya 1) Guru tidak memiliki dasar pendidikan yang linier sehingga tidak dibekali dengan pengetahuan tentang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. 2) Guru belum pernah mengikuti pelatihan penyusunan RPP sehingga mereka hanya copy paste pada temannya, padahal seringkali RPP hasil copy paste tidak relevan dengan situasi dan kondisi di sekolahnya sehingga RPP yang ada tidak bisa dijadikan acuan dalam proses pembelajaran. 3) Guru sudah pernah mengikuti pelatihan, tapi belum mampu menerapkannya di sekolah. Salah satu program yang dapat diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan guru adalah supervisi akademik (supervisi akademik).

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi dan refleksi, dan dilakukan minimal dalam dua siklus. Penelitian ditujukan kepada guru guru semua mata pelajaran yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang linier berjumlah 20 orang yaitu : Guru kelas 16 orang, Guru Olah Raga 2 orang, dan Guru PAI 2 orang. Pada siklus I, Penelitian melibatkan 5 orang guru mata pelajaran yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan, yang ada di sekolah ini. Penelitian diawali dengan cara menyerahkan rencana pembelajaran yang disusun sendiri sesuai dengan mata pelajaran dan standar kompetensi masing masing kepada supervisor . Berdasarkan data tersebut supervisor melakukan pembinaan kepada guru sesuai dengan kesulitan masing masing guru. Pada Siklus kedua, Kegiatan Perencanaan berdasarkan pada refleksi dari siklus 1, sementara untuk langkah-langkah kegiatan tindakan dan pengamatan sama dengan siklus 1 dengan memperhatikan prioritas permasalahan yang disimpulkan pada siklus 1 dan dilanjutkan dengan kegiatan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan, Pada komponen Perumusan indikator tujuan pembelajaran, meningkat dari 40 % pada awal, menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat menjadi 70% pada akhir kegiatan. Pada Komponen Penentuan bahan dan materi pembelajaran, meningkat dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan menguat menjadi 80%. Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda pembelajaran, ada peningkatan signifikan dari 40% menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 75% setelah siklus 2. Pada pemilihan Media dan alat pembelajaran juga terdapat adanya peningkatan dari 60% pada awal kegiatan dan setelah siklus 1, menjadi 80% setelah siklus 2. Sedangkan dalam segi perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40% pada awal kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70% pada akhir siklus 2.

Kata Kunci : Supervisi Akademik, Kemampuan Peadagogik 25

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

THE USE OF ACADEMIC SUPERVISION IN IMPROVING PEDAGOGICAL COMPETENCE OF TEACHER CLASS IN THE PREPARATION OF LESSON PLANS AT SDN SUNGAI ANDAI 3 BANJARMASIN Abstract Professional teachers must have 5 (five) competencies, one of which is the competence of preparing lesson plans. There are several factors that cause teachers to have difficulty in compiling it 1) Teachers do not have a linear educational basis so they are not equipped with knowledge about planning and implementing learning. 2) Teachers have never attended training on RPP preparation so they only copy and paste from their friends, even though, they are not relevant to the situation and conditions in their school so that the existing RPP cannot be used as a reference in the learning process. 3) Teachers have attended training, but have not been able to apply it in schools. One of the programs that can be held in the context of teacher empowerment is academic supervision (academic supervision).

This research was conducted in three stages, namely preparation, implementation and evaluation/reflection, and carried out at least in two cycles.

This research is aimed at teachers of all subjects who do not have a linear teacher education background totaling 20 people, namely: 16 class teachers, 2 sports teachers, and 2 PAI teachers. In cycle I, this action research involved 5 subject teachers who did not have a teacher education background, who were in this school.

The research begins by submitting a self-made lesson plan according to the subjects and competency standards of each to the supervisor. Based on these data, supervisors provide guidance to teachers according to the difficulties of each teacher. In the second cycle, planning activities are based on reflection from cycle 1, while the steps for action and observation activities are the same as in cycle 1 by paying attention to the priority problems concluded in cycle 1 and followed by reflection activities.

The results showed, in the components of the formulation of learning objectives indicators, there was an increase from 40% in the initial ability, to 60% in cycle 1 and increased to 70% at the end of the activity. In the Determination Component of learning materials and there is an increase in ability from 65% to 70% after cycle 1 and is stronger to 80%. In the Component Selection of Strategies and learning methods, there was a significant increase from the original 40% to 60% in cycle 1 and increased again to 75% after cycle 2. In the selection of media and learning tools there was also an increase from 60% at the beginning activities and after cycle 1, it becomes 80% after cycle 2. While in terms of planning evaluation of learning. From the original only 40% at the beginning of the activity, to 60% at the end of cycle 1 and managed to reach 70% at the end of cycle 2.

Keywords: Academic Supervision, Pedagogic Competency

26

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

I. PENDAHULUAN Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti. Banyak agenda reformasi yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Reformasi pendidikan adalah restrukturisasi pendidikan, yakni memperbaiki pola hubungan sekolah dengan lingkungannya dan dengan pemerintah, pola pengembangan perencanaan, serta pola pengembangan manajerialnya, pemberdayaan guru dan restrukturisasi model model pembelajaran.

Reformasi pendidikan tidak cukup hanya dengan perubahan dalam sektor kurikulum, baik struktur maupun prosedur penulisannya. Pembaharuan kurikulum akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan praktik pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Keberhasilan implementasi kurikulum sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru yang akan menerapkan dan mengaktualisasikan kurikulum tersebut. Tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guru dalam memahami tugas tugas yang harus dilaksanakannya.

Hal itu berarti bahwa guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran menjadi kunci atas keterlaksanaan kurikulum di sekolah.

Upaya perwujudan perencanaan pembelajaran yang implementatif memerlukan kemampuan yang komprehensif. Kemampuan itulah yang dapat mengantarkan guru menjadi tenaga yang professional. Guru yang professional harus memiliki 5 (lima) kompetensi yang salah satunya adalah kompetensi penyusunan rencana pembelajaran. Namun dalam kenyataannya masih banyak guru yang belum mampu menyusun rencana pembelajaran sehingga hal ini secara otomatis berimbas pada kualitas out put yang dihasilkan dalam proses pembelajaran.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kesulitan dalam menyusun rencana pembelajaran, diantaranya : 1) Guru tidak memiliki dasar pendidikan yang linier sehingga tidak dibekali dengan pengetahuan tentang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. 2) Guru belum pernah mengikuti pelatihan penyusunan RPP sehingga mereka hanya copy paste pada temannya, padahal seringkali RPP hasil copy paste tidak relevan dengan situasi dan kondisi di sekolahnya sehingga RPP yang ada tidak bisa dijadikan acuan dalam proses pembelajaran. 3) Guru sudah pernah mengikuti pelatihan, tapi belum mampu menerapkannya di sekolah.

Kondisi tersebut tentu tidak bisa dibiarkan terus menerus, tetapi harus ada solusi dan tindakan nyata dari kepala sekolah sebagai penanggungjawab keberhasilan pendidikan di sekolahnya. Para guru tersebut harus mendapatkan pembinaan agar mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyusun rencana pembelajaran, terutama bagi guru-guru yang memang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan, sebelum mereka menempuh pendidikan tambahan agar memiliki akta IV sebagai bukti kewenangan mengajar. Kepala sekolah perlu melakukan suatu tindakan melalui supervisi akademik untuk membantu meningkatkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

27

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Di antara keseluruhan komponen dalam pembelajaran guru merupakan komponen organik yang sangat menentukan. Tidak ada kualitas pembelajaran tanpa kualitas guru. Apapun yang telah dilakukan oleh Pemerintah, namun yang pasti adalah peningkatan kualitas pembelajaran tidak mungkin ada tanpa kualitas kinerja guru,sehingga peningkatan kualitas pembelajaran, juga tidaklah mungkin ada tanpa peningkatan kualitas para gurunya. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah dan banyak menentukan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, menyebutkan ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru , yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Menurut Glickman (1981) ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran. Prototipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment). guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar. RPP ini merupakan satuan atau unit program pembelajaran terkecil untuk jangka waktu mingguan atau harian yang berisi rencana penyampaian suatu pokok atau satuan bahasan tertentu atau satu tema yang akan dibahas.

Komponen-komponen RPP ini lebih rinci dan lebih spesifik dibandingkan dengan komponen-komponen dalam silabus. Bentuk RPP yang dikembangkan pada berbagai daerah atau sekolah mungkin berbeda-beda, tetapi isi dan prinsipnya seharusnya sama. Komponen minimal yang ada dalam RPP adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, penilaian hasil belajar.

Terdapat beberapa pendapat berkenaan dengan perencanaan pembelajaran ini, di antaranya: a. Secara garis besar perencanaan pengajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pengajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi/bahan apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan (Ibrahim 1993: 2). b. Untuk mempermudah proses belajar-mengajar diperlukan perencanaan pengajaran. Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pengembangan instruksional sebagai sistem yang terintegrasi dan terdiri dari beberapa unsur yang saling berinteraksi (Toeti Soekamto1993: 9). c. Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pedoman mengajar bagi guru dan pedoman belajar bagi siswa. Melalui perencanaan pengajaran dapat 28

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

diidentifikasi apakah pembelajaran yang dikembangkan/dilaksanakan sudah menerapkan konsep belajar siswa aktif atau mengembangkan pendekatan keterampilan proses. d. Gambaran aktivitas siswa akan terlihat pada rencana kegiatan atau dalam rumusan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang terdapat dalam perencanaan pengajaran. Kegiatan belajar dan mengajar yang dirumuskan oleh guru harus mengacu pada tujuan pembelajaran. Sehingga perencanaan pengajaran merupakan acuan yang jelas, operasional, sistematis sebagai acuan guru dan siswa berdasarkan kurikulum yang berlaku.Istilah pengajaran yang digunakan dalam pengertian di atas sebaiknya diubah dengan pembelajaran, untuk memberi tekanan pada aktivitas belajar yang dilakukan siswa.

Salah satu program yang dapat diselenggarakan dalam rangka pemberdayaan guru adalah supervisi akademik (supervisi akademik).Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan akademik. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan akademik. Dengan demikian, berarti, esensial supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Mengembangkan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen(commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat.

Salah satu tugas Kepala Sekolah adalah melaksanakan supervisi akademik.Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al; 2007).Oleh sebab itu, setiap Kepala Sekolah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip prinsip,dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik.

Supervisi akademik sama sekali bukan penilaian unjuk kerja guru.

Apalagi bila tujuan utama penilaiannya semata-mata hanya dalam arti sempit, yaitu mengkalkulasi kualitas keberadaan guru dalam memenuhi kepentingan akreditasi guru belaka. Hal ini sangat berbeda dengan konsep supervisi akademik. Secara konseptual, supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

29

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi dan refleksi, dan dilakukan minimal dalam dua siklus. Pada tahap persiapan dibuat dibuat skenario kegiatan, jadwal waktu, tempat serta sarana pendukung lainnya seperti lembar observasi, serta angket. Sedangkan Penelitian dilakukan di SDN SUNGAI ANDAI 3 sejak bulan Oktober sampai bulan November. Penelitian ini ditujukan kepada guru guru semua mata pelajaran yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang linier berjumlah 20 orang yaitu : Guru kelas 16 orang, Guru Olah Raga 2 orang, dan Guru PAI 2 orang Pada siklus I, Penelitian tindakan ini melibatkan 5 orang guru mata pelajaran yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan, yang ada di sekolah ini. Hal ini perlu dilakukan karena mereka tidak pernah dibekali dengan pengetahuan tentang pengelolaan pembelajaran sehingga mengalami kesulitan dalam menyusun perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.Kegiatan ini dilakukan selama 2 bulan yaitu sejak bulan Oktober sampai November,dan dilakukan di sekolah dengan pengaturan waktu yang lebih fleksibel sehingga tidak mengganggu jadwal kegiatan pembelajaran. Sarana yang digunakan dalam kegiatan ini adalah silabus yang telah disusun bersama oleh setiap kelompok guru mata pelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun sendiri oleh guru yang bersangkutan sesuai dengan Standar kompetensi dan Kompetensi dasar pada masing-masing mata pelajaran. RPP inilah yang menjadi bahan acuan untuk menentukan materi pembinaan terhadap masing-masing guru, dan sekaligus menjadi alat ukur keberhasilan penelitian. Kegiatan ini dilakukan dalam dua siklus hingga guru dinilai memiliki kemampuan untuk menyusun perencanaan pembelajaran yang baik. Dalam setiap siklus supervisor melakukan observasi dan penilaian terhadap perkembangan kemampuan setiap guru.

Penelitian diawali dengan cara menyerahkan rencana pembelajaran yang disusun sendiri sesuai dengan mata pelajaran dan standar kompetensi masing masing kepada supervisor . Berdasarkan data tersebut supervisor melakukan pembinaan kepada guru sesuai dengan kesulitan masing masing guru. Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus dimuat Tujuan Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Dalam penyusunan RPP guru harus mengikuti langkan penyusunan RPP yakni, Mencantumkan identitas, Mencantumkan Tujuan Pembelajaran, Mencantumkan Materi Pembelajaran, Mencantumkan Metode Pembelajaran, Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran, Mencantumkan Sumber Belajar dan Mencantumkan Penilaian.

Selama proses penyusunan RPP, guru berdiskusi dengan supervisor/Pembina bila menemukan masalah/kendala dalam kegiatannya. Hasil dari kegiatan ini akan dinilai oleh Pembina /supervisor dengan menggunakan lembar observasi penilaian untruk memperoleh data tentang perkembangan

30

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

kemampuan guru. Pembina/supervisor bersama dengan guru guru melakukan diskusi tentang unsur-unsur RPP dan langkah langkah kegiatan penyusunan dan pengembangannya.Dalam kegiatan ini juga dibicarakan berbagai permasalahan yang dirasakan oleh para guru termasuk kendala serta manfaat yang dirasakan terhadap perubahan kemampuan mereka dalam penyusunan RPP. Hasil yang diperoleh dari kegiatan refleksi ini akan dijadikan sebagai bahan perencanaan dan tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya.

Pada Siklus kedua, Kegiatan Perencanaan berdasarkan pada refleksi dari siklus 1. Apabila hasil refleksi pada siklus 2 sudah menunjukan adanya peningkatan kemampuan guru secara signifikan, maka kegiatan penelitian dianggap berhasil, tetapi sebaliknya akan dilanjutkan dengan siklus berikutnya dengan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada siklus 2 ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan dalam 2 siklus ini, dilakukan sejak bulan oktober sampai bulan November dengan menitikberatkan pada penyusunan RPP. Dari dari awal yang diperoleh pada kegiatan penelitian, terlihat bahwa 60% guru masih memiliki kesulitan dalam merumuskan indikator tujuan pembelajaran yang efektif sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar masing-masing mata pelajaran. Selain itu guru juga masih menemukan kesulitan dalam memilih Strategi dan metode pembelajaran, serta menentukan teknik dan metode penilaian yang bisa mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Sementara untuk penentuan bahan belajar/ materi pembelajaran sudah dikuasai hingga 65 % dan media yang direncanakan sudah 60 % sesuai. Namun dalam penentuan kegiatan pembelajaran belum terinci langkah-langkah dan alokasi waktu yang dibutuhkan.

Di bawah ini dapat kita lihat pada grafik kemampuan guru pada awal kegiatan : 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1

2

3

4

5

Grafik 1 Kemampuan Guru dalam Penyusunan RPP Berdasarkan pada data tersebut, maka dilakukan tindakan pada siklus 1 dengan titik berat pada kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dengan cara

31

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

memberikan penjelasan contoh-contoh yang relevan. Pada akhir kegiatan siklus 1 diperoleh peningkatan kemampuan guru sebagai berikut: Pada perumusan indikator tujuan pembelajaran sudah ada peningkatan hingga mencapai 60%, Penentuan materi pelajaran tetap pada 70%,Kemampuan menentukan Strategi Pembelajaran yang relevan meningkat menjadi 60 %, Perencanaan penggunaan media pembelajaran pada level 60 % tetapi ada peningkatan pada variasi media yang digunakan, dan dalam penentuan rencana evaluasi pembelajaran juga mengalami peningkatan hingga 60%. Berikut ini grafik peningkatan hasil setelah siklus 1: 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1

Grafik 2

2

3

4

5

Kemampuan Perencanaan Pembelajaran Setelah Siklus 1

Melihat hasil yang diperoleh pada refleksi kegiatan siklus 1, maka dilakukan tindakan penelitian pada siklus 2 dengan menggunakan hasil tindakan siklus 1 sebagai bahan masukan dalam perencanaan kegiatan siklus ini dengan tujuan untuk lebih meningkatkan dan menguatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) hingga bisa mencapai hasil minimal 70 %.

Pada akhir kegiatan siklus diperoleh hasil yang cukup menggembirakan yang memberikan indikasi tercapainya tujuan penelitian tindakan ini. Hasil yang diperoleh dapat kita lihat sebagai berikut: Perumusan tujuan pembelajaran hasil rata-rata menunjukkan angka 70%. Pada penentuan bahan ajar diperoleh hasil 80%,Penentuan strategi/metode pembelajaran ia dan alat mencapai 75% dengan variasi yang semakin beragam. Pada penentuan media dan alat pembelajaran ada peningkatan hingga 80%, dan Perencanaan kegiatan evaluasi bisa mencapai 70% dan sudah mencantumkan, bentuk, jenis dan bahkan soal yang digunakan beserta kunci jawaban atau pedoman penilaiannya, serta mencantumkan alokasi waktu yang dibutuhkan.

Dari data yang dikumpulkan sebelum dan selama proses penelitian tindakan, kita dapat melihat adanya peningkatan kemampuan guru pada masing-masing komponen perencanaan pembelajaran, sebagai berikut: a. Pada komponen Perumusan indikator tujuan pembelajaran, terlihat peningkatan dari 40 % pada kemampuan awal, menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat menjadi 70% pada akhir kegiatan.

32

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

b. Pada Komponen Penentuan bahan dan materi pembelajaran, terdapat peningkatan kemampuan dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan lebih menguat menjadi 80% setelah siklus 2 c. Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda pembelajaran, yang didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dan penentuan alokasi waktu yang digunakan,terlihat adanya peningkatan yang signifikan dari yang semula hanya 40% menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 75% setelah siklus 2. Gambarannya dapat kita lihat pada grafik berikut ini: d. Meskipun tidak terlihat adanya peningkatan yang cukup tajam, dalam komponen pemilihan Media dan alat pembelajaran juga terdapat adanya peningkatan dari 60% pada awal kegiatan dan setelah siklus 1, menjadi 80% setelah siklus 2. e. Peningkatan yang cukup signifikan juga dapat kita lihat pada komponen perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40% pada awal kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70% pada akhir siklus 2. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambarannya dalam grafik berikut ini: f. Melihat data perolehan hasil penelitian dalam kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap 5 orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan tersebut, berhasil meningkatkan kompetensi pedagogik mereka dalam menyusun Perencanaan Pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena adanya kerja sama yang baik antara kepala sekolah sebagai supervisor dengan para guru tersebut, yang didukung oleh adanya motivasi dan bimbingan dari kepala sekolah sehingga para guru memiliki antusiasme yang besar untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka masing-masing dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang efektif.

IV. Kesimpulan Dari Proses Penelitian Tindakan sekolah yang di lakukan di SDN Sungai Andai 3 Banjarmasin yang berjudul Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Kelas dalan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui Supervisi Akademik Kepala sekolah dapat disimpulkan bahwa : 1) Pada komponen Perumusan indikator tujuan pembelajaran, terlihat peningkatan dari 40 % pada kemampuan awal, menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat menjadi 70% pada akhir kegiatan. 2) Pada Komponen Penentuan bahan dan materi pembelajaran, terdapat peningkatan kemampuan dari 65% menjadi 70% setelah siklus 1 dan lebih menguat menjadi 80% 3) Dalam Komponen Pemilihan Strategi dan metoda pembelajaran, yang didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dan penentuan alokasi waktu yang digunakan,terlihat adanya peningkatan yang signifikan dari yang semula hanya 40% menjadi 60% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 75% setelah siklus 2. 4)Meskipun tidak terlihat adanya peningkatan yang cukup tajam, dalam komponen pemilihan Media dan alat pembelajaran juga terdapat adanya 33

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

peningkatan dari 60% pada awal kegiatan dan setelah siklus 1, menjadi 80% setelah siklus 2. 5)Peningkatan yang cukup signifikan juga dapat kita lihat pada komponen perencanaan evaluasi pembelajaran. Dari yang semula hanya 40% pada awal kegiatan, menjadi 60% pada akhir siklus 1 dan berhasil mencapai 70% pada akhir siklus 2. 6) Melihat data perolehan hasil penelitian dalam kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap 5 orang guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan tersebut, berhasil meningkatkan kompetensi pedagogik mereka dalam menyusun Perencanaan Pembelajaran.

Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa saran yang dikemukakan sebagai berikut : 1) Kegiatan supervisi akademik sangat baik dilakukan untuk membina guru meningkatkan kompetensinya. Sebaiknya kegiatan ini dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. 2) Sebaiknya pembinaan ini dilanjutkan dengan supervisi akademik dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengukur kemampuan guru dalam mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusunnya. 3) Sebaiknya supervisi juga dilakukan terhadap semua guru secara bergilir dan menyangkut seluruh aspek kemampuan/ kompetensi guru seperti yang disyaratkan dalam permendiknas no 16 tahun 2007.

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. ______. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru.Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. ______. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Hubungan antar Pribadi.Buku III. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. ______. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Prosedur Mengajar. Buku II. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

Suhardjono, A. Azis Hoesein, dkk (1995). Pedoman penyusunan KTI di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Digutentis, Jakarta : Diknas Suhardjono. 2005. Laporan Penelitian Eksperimen dan Penelitian Tindakan Kelas sebagai KTI, makalah pada Pelatihan Peningkatan Mutu Guru di LPMP Makasar, Maret 2005 Suhardjono. 2009. Tanya jawab tentang PTK dan PTS, naskah buku.

Suharsimi, Arikunto. 2002. Penelitian Tindakan Kelas, Makalah pada Pendidikan dan Pelatihan (TOT) Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsionla Guru, 11-20 Juli 2002 di Balai penataran Guru (BPG) Semarang.

Suharsimi, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Bumi Aksara Supardi. 2005. Penyusunan Usulan, dan Laporan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas, Makalah disampaikan pada “Diklat Pengembangan Profesi Widyaiswara”, Ditektorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

34

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI KELAS XI TUNARUNGU SLB NEGERI 2 BANJARMASIN ANI MARLINA, S.Pd (Guru SLB Negeri 2 Banjarmasin) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan, pertama, bagaimana penggunaan Model Contextual Teaching and Learning dan kaitannya dalam meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa Kelas XI Tunarungu SLB Negeri 2 Banjarmasin. Melalui pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), pembelajaran menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata dalam masalah ini adalah adalah Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Kota Banjarmasin di sikulu I, dan Pemilihan ketua kelas di siklus II. Nilai rataan nilai Pemahaman Visi Misi calon pemimpin pada Siklus I sebesar 3,67 sementara pada Siklus II sebesar 3,83 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,16. Sedangkan untuk pemahaman perolehan hasil suara, untuk Siklus I rataan nilainya sebesar 3,50 sedangkan pada Siklus II sebesar 4,00 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,50. Nilai Rataan hasil tes pada siklus I sebesaar 71,67 sedangkan pada siklus II rataan nilai hasil tes juga 73,33 berarti ada peningkatan sebesar 1,66. Sedangkan untuk prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 66,67%. Namun pada Siklus II prosentase ketuntasan mencapai 100% bisa dikatakan tuntas secara klasikal, karena lebih dari 80%, dan ada peningkatan 33,33%.

Kata kunci: contextual teaching learning. Pendidikan Kewarganegaraan.

THE USE OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING MODELS IN INCREASING CIVIC EDUCATION ACTIVITIES AND LEARNING OUTCOMES IN CLASS XI OF TUNARUNGGU IN SLB NEGERI 2 BANJARMASIN Abstract The purpose of this study is to answer the problems, first, how to use the Contextual Teaching and Learning Model and its relation to increase Activities and Learning Outcomes of Civic Education of student of Class XI of Tunarungu in SLB Negeri 2 Banjarmasin students. Through Contextual Teaching and Learning (CTL) learning, emphasizes the process of full student involvement to be able to find the material learned and relate it to real-life situations in this problem, namely the Mayor Election (PILKADA) of Banjarmasin in cycle I, and the Election of head of class in cycle II. The average value of the understanding of the vision and mission of the prospective leader in Cycle I was 3.67 while in Cycle II it was 3.83, which 35

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

means there was an increase of 0.16. As for understanding the acquisition of votes, for Cycle I the average value is 3.50 while in Cycle II it is 4.00, this means that there is an increase of 0.50. The average value of the test results in cycle I was 71.67 while in the cycle II, the average test score was 73.33, there was an increase of 1.66.

As for the percentage of completeness in the cycle I is 66.67%. However, in Cycle II the percentage 100%, it can be said to be classically complete, because it is more than 80%, and there is an increase of 33.33%.

Keywords: contextual teaching learning. Civic education.

I.

PENDAHULUAN Manusia memiliki tiga sifat penting sifat atau tritunggal yaitu mampu mendengar, mampu berfikir sebagai manusia, dan mampu bercakap-cakap.

Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Fungsi pendengaran tergolong yang paling tua dan mempengaruhi fungsi berfikir, sedangkan fungsi berfikir itu sendiri melatih dan mempergunakan fungsi berbicara sebagai alat untuk menyatakan kepada dunia luar apa yang tersembunyi dalam alam pikirannya.Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan atau parsial saja dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara dan memahami bahasa. Bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial. Anak belajar untuk berkomunikasi dengan meniru suara yang mereka dengar. Jika mereka memiliki gangguan pendengaran yang tidak diketahui sebelumnya dan tidak ditangani, informasi untuk perkembangan bahasa dari lingkungan mereka akan terbuang sia-sia. Hal ini akan mengakibatkan lambatnya perkembangan kemampuan verbal serta menimbulkan masalah sosial dan akademik.

Tuna rungu wicara biasanya terjadi yang diawali dengan tuna rungu (gangguan pendengaran) pada awal anak tersebut lahir, baik dapatan ataupun kongenital. Selanjutnya tuna rungu ini, anak dengan tuna rungu ini disertai dengan gangguan keterbelakangan mental, gangguan emosional, gangguan bahasa atau bicara (tuna wicara). Gangguan pendengaran dibedakan antara tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli total (deaf). Tuli sebagian (hearing impaired) adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar, sedangkan tuli total (deaf) adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi (amplikasi). Ketunarunguan yang berdampak kepada kemiskinan bahasa dan hambatan dalam berkomunikasi, dianggap menyulitkan orang lain termasuk dalam layanan pendidikannya. Hal ini dapat dibuktikan terutama di Indonesia, hingga kini layanan pendidikan bagi anak tunarungu sebagian besar bersifat segregatif, yaitu pelayanan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus yang terpisah dari satuan pendidikan pada umumnya. Wujud dari pendidikan segregatif ini adalah yang lazim dikenal 36

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Sekolah Khusus (SKh). Sistem segregatif ini baik, jika hanya untuk kepentingan pembelajaran, namun jika sampai kepada layanan pendidikan, segregatif tentu saja akan merugikan anak. Mereka akan kehilangan haknya untuk belajar, bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya yang mendengar. Sistem pendidikan segregatif (SKh) sangat tidak membantu perkembangan sosialitas peserta didik. Sehingga tetap sulit bagi anak khusus, khususnya anak tunarungu yang sudah tamat dari SKh untuk dapat diterima sebagai anggota masyarakat. Hal ini merupakan akibat dari adanya penyederhanaan strategi pembelajaran yang tidak memperhitungkan bahwa pergaulan antar peserta didik dalam komunitasnya merupakan bentuk proses pembelajaran natural yang seharusnya tidak boleh diabaikan.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, maka peranan guru sangatlah menentukan keberhasilannya. Adapun peranan guru adalah bagaimana seorang guru menyampaikan pesan dan isi kurikulum kepada anak didiknya, serta bagaimana pula seorang guru berusaha melakukan perbaikan terhadap prestasi belajar siswa yang rendah.

Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar dan menyesuaikan dalam aturan hidup di masyarakat, guru perlu mengenal bebagai proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaktif edukatif antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan lingkungan sekolah. Guru adalah salah satu unsur penting dalam proses pembelajaran. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan, di dalam proses belajar-mengajar guru mempunyai tugas yang besar untuk mendorong siswa agar mampu memahami pada saat proses pembelajaran.

Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Secara terperinci tugas guru berpusat kepada mendidik dengan titik berat memberikan arahan dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, memberikan fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai, dan membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti : sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri. Dari uraian di atas, jelas bahwa guru merupakan salah satu yang sangat berperan dalam meningkatkan hasil belajar siswa-siswanya. Guru dapat melaksanakannya melalui dua hal yaitu, suasana belajar dan proses pembelajaran. Penggunaan model dan media pembelajaran haruslah diterapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar, agar tercipta pembelajaran yang menyenangkan.

37

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Pembelajaran tematik pada anak yang berkebutuhan khusus menuntut guru agar memberikan pembelajaran yang menyenangkan dengan mengikutsertakan mereka dalam pembelajaran berhubungan dengan kontekstual kehidupan sehari-hari sehingga mereka mudah untuk menerimanya. Sebaliknya bila interaksi dikelas kurang mengikutsertakan mereka, dan kelas dikuasai oleh guru, dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pun menjadi berkurang. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh guru berdasarkan pada tahun-tahun sebelumnya, ditemukan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) di kelas XI SLB Negeri 2 Banjarmasin untuk siswa tunarungu nilai evaluasinya belum mencapai KKM yang ditentukan sebesar 70, ini disebabkan selain kemampuan diri siswa itu sendiri, seperti kurangnya hasrat untuk berhasil dalam belajar.

Kurangnya semangat, keinginan, dan kebutuhan siswa dalam belajar, Siswa belum menyadari pentingnya materi yang disampaikan oleh guru, dan kemungkinan terakhir lingkungan untuk belajar kurang kondusif., atau proses pembelajaran yang tidak mendukung. Berdasarkan alasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul.

“Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI Tunarungu SLB Negeri 2 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2019/2020.”

II. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang dirancang untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut. PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Kunandar, 2009). Subyek penelitian adalah siswa kelas XI Tunarungu SLB Negeri 2 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2020/2021 sebanyak 6 orang. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ada dua yakni Angket, dan Tes Tertulis. Angket digunakan untuk melihat aktivitas belajar siswa dengan perangkat observasi seperti pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1.

No

FORMAT OBSERVASI DALAM PEMBELAJARAN Skor Penilaian Kemampuan Kemampuan Kemampuan siswa Siswa dalam siswa dalam dalam mencatat memahami Visi memahami segala Nama siswa dan Misi Calon proses pengamatannya Pemimpin perhitungan selama proses suara pemilihan pembelajaran. pemimpin

1 2 38

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Keterangan skor 4 (Sangat Baik ) 3 ( baik ) 2 (cukup) 1 (perlu bimbingan)

: Menuliskan pengamatan sesuai data yang benar : menuliskan pengamatan tetapi tidak semua sesuai data. : Menuliskan pengamatan tetapi tidak sesuai dengan data. : Tidak menuliskan pengamatan.

Sementara, untuk data yang diambil untuk menilai hasil belajar siswa berupa data ulangan per Kompetensi Dasar (Per-KD), disusun berdasarkan validitas content (isi), artinya tes yang diberikan kepada siswa adalah tes yang akan mengukur kemampuan siswa sesuai dengan bahan materi yang telah diajarkan.

Untuk analisis angket dilakukan dengan menghitung prosentase dari hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran dengan format yang sudah disediakan sebelumnya oleh guru, sehingga ketika pelaksanaan pembelajaran format tersebut bisa diisi untuk dianalisis. Sementara untuk penganilisisan angket ini individu persiswa, karena siswa yang menjadi obyek penelitian ini jumlahnya hanya 6 orang. Untuk analisis tes didasarkan ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumusan sebagai berikut : Ketuntasan individual

:

𝑥 100

Persentase ketuntasan klasikal :

𝑥 100%

III. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan aktivitas pembelajaran pada siklus I, dapat dibagi menjadi 3 bagian penting, yang pertama kemampuan siswa untuk memahami visi dan misi pasangan-pasangan calon walikota dan wakil wali kota, yang kedua kemampuan siswa utnuk mendapatkan rekapitulasi hasil perolehan suara calon pasangan walikota dan wakil walikota tersebut, dan ketiga adalah kemampuan siswa dalam melaku pencatatan terhadap pengamatan yang dilakukan mereka. Untuk hal pertama, yakni kemampuan siswa untuk memahami visi dan misi pasangan calon walikota dan wakil walikota, Banjarmasin pada tahun 2015, maka dari 6 peserta didik, 4 siswa mendapatkan skor 4, termasuk katagori yang sangat baik, artinya mampu mencari data sesuai dengan kenyataannya, sedangkan 2 siswa yang mendapatkan skor 3, ini berarti termasuk dalam katagori baik, yakni mampu mencari data namun tidak semua sesuai dengan yang diinginkan.

Sementara skor rataaan adalah 3,67 berarti sudah mengarah kearah yang sangat baik.

Sementara itu untuk pengamatan kedua, yakni kemampuan siswa utnuk mendapatkan hasil perolehan suara calon pasangan walikota dan wakil walikota tersebut melalui media internet, dari 6 peserta didik, 3 orang mendapatkan skor 4, berarti termasuk dalam katagori sangat baik, berarti mampu mendapatakan data perolahen suara pemilihan walikota dengan 39

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

benar semua, sesuai dengan posisi dan urutan dari hasil pemilihan walikota tersebut. Sementara itu, ada 3 orang peserta didik yang mendapatkan skor 3, berarti mampu mendapatkan data tentang hasil tersebut namun masih ada yang kurang, atau tidak sesuai. Sedangkan untuk nilai rataan berkisar 3,50 berarti sudah akan mencapai 4,00.

Dapat diartikan bahwa untuk masalah ini sudah mengarah ke arah sangat baik. Hasil pengamatan ketiga, kemampuan siswa dalam melakukan pencatatan terhadap pengamatan yang dilakukan mereka, terdapat 5 siswa yang mendapatkan nilai atau skor 4 yang berarti skor sangat baik, berarti mereka melakukan pencatatan secara keseluruhan dari obyek yang diamatinya. Sementara 1 orang, mendapatkan skor 3 berarti termasuk dalam katagori yang baik, dapat diinterpretasikan anak tersebut mencatat sebagaian hal yang diamatinya. Sementara skor rata-rata dari tabel ini sebesar 3,83. Sedangkan hasil tes dinilai dari tes secara perorangan, dengan cara mencocokan visi misi calon walikota, angka-angka hasil rekapitulasi pemenang pertama, kedua, ketiga dari calon wali kota Banjarmasin tahun pemilihan 2015, dan memasangkan gambar pasangan-pasangan calon tersebut. Nilai maksimal yang berikan sebesar 100.

Hasil tes memperlihatkan 2 orang siswa memperoleh nilai sebesar 60, sementara itu 2 orang lainnya mendapatkan nilai 70, dan 2 orang lainnya lagi mendapatkan mendapatkan angka 80, sedangkan rata-ratanya sebesar 71,67 ini berarti melebihi nilai KKM nya, namun untuk persentase kelulusan sebesar 66,67%. Ini berarti untuk ketuntasan klasikal masih belum tercapai.

Sementara pada siklus II, hasil pengamatan aktivitas pembelajaran juga dibagi menjadi 3 bagian penting, yang pertama kemampuan siswa untuk memahami visi dan misi calon ketua kelas, kedua, kemampuan siswa untuk mendapatkan rekapitulasi hasil perolehan pemilihan suara calon ketua kelas, dan ketiga adalah kemampuan siswa dalam melaku pencatatan terhadap pengamatan yang dilakukan mereka. Untuk hal pertama, yakni kemampuan siswa untuk memahami visi dan misi calon ketua kelas dari 6 peserta didik, 5 siswa mendapatkan skor 4, berarti termasuk dalam katagori yang sangat baik, artinya mampu memahami visi dan misi mereka sesuai dengan kenyataannya, sedangkan 1 siswa yang mendapatkan skor 3, ini berarti termasuk dalam katagori baik, yakni mampu memahami visi misi calon ketua kelas, namun masih tidak menyeluruh. Sementara skor rataaan dari Tabel ini adalah 3,83 beararti sudah mengarah kearah yang sangat baik.

Sementara itu untuk pengamatan kedua, yakni kemampuan siswa utnuk mendapatkan hasil perolehan suara calon ketua kelas, seluruh peserta didik sebanyak 6 orang sudah mendapatkan skor 4, artinya termasuk dalam katagori sangat baik, berarti mampu mendapatakan dan memahami data perolahen suara ketua kelas, sesuai dengan posisi dan urutan dari hasil pemilihan ketua kelas tersebut. Sedangkan untuk nilai rataan dari tabel ini, adalah 4,00 berarti amat baik. Hasil pengamatan ketiga, kemampuan siswa dalam melakukan pencatatan terhadap pengamatan yang dilakukan mereka, terdapat 6 siswa yang mendapatkan nilai atau skor 4 yang berarti skor sangat 40

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

baik, berarti mereka semua melakukan pencatatan secara keseluruhan dari obyek yang diamatinya. Sementara skor rata-rata dari tabel ini sebesar 4,00 berarti termasuk dalam katagori sangat baik.

Sedangkan tes belajar merupakan tugas perorangan untuk mencocokan visi misi calon ketua kelas, angka-angka hasil rekapitulasi ketua kelas dengan pilihan terbanyak dan seterusnya, proses pemilihan.

Nilai maksimal yang berikan sebesar 100. Dari 6 siswa, 2 orang siswa memperoleh nilai sebesar 80, sementara itu sisanya mendapatkan nilai 70, sedangkan rata-ratanya sebesar 73,33 ini berarti melebihi nilai KKM nya, namun untuk persentase kelulusan sebesar 100%. Ini berarti untuk ketuntasan klasikal masih belum tercapai.

IV. PEMBAHASAN HASIL SIKLUS I DAN SIKLUS II Pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini berdasarkan atas hasil observasi yang dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi dan juga refleksi. Berdasarkan proses pembelajaran yang berlangsung selama dua siklus ini apakah setiap siklus terlihat mengalami peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I pembelajaran dengan contextual teaching and learning masih belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang belum mencapai indikator keberhasilan penelitian. Terdapat beberapa catatan yang menjadi kekurangan dalam proses pembelajaran pada siklus I. Namun pada siklus II hal tersebut sudah diperbaiki, dan mulai terlihat ada kenaikan sikap dan hasil prestasi siswa dalam proses pembelajaran. Hasil pengamatan pembelajaran dengan menggunakan contextual teaching and learning antara siklus I dan Siklus II, bedasarkan tabel-tabel sebelumnya digabung agar terlihat secar jelas perbedaannya. Ini bisa dilihat pada gambar 1 berikut ini

Gambar 1. Perbandingan Aktivitas Pembelajaran Siklus I dan Siklus II 41

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Dari gambar 1 tersebut, terlihat pada rataan nilai kepada Siklus pemahaman visi dan misi sebesar 3,67 sementara pada Siklus II sebesar 3,83 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,16. Sedangkan untuk pemahaman perolehan hasil suara, untuk Siklus I rataan nilainya sebesar 3,50 sedangkan pada Siklus II sebesar 4,00 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,50. Pada bagian akhir yakni pencatatan selama pengamatan, pada siklus I nilai rataannya sebesar 3,83 sedangkan untuk siklus II sebesar 4,00 berarti ada peningkatan sebesar 0,17. Sedangkan hasil tes teori pada siklus I dan pada Siklus II dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Perbandingan Hasil Tes Teori pada Siklus I dan Siklus II Hasil tes pada siklus I rataannya 71,67 sedangkan pada siklus II rataan nilai hasil tes sebessar 73,33 berarti ada peningkatan sebesar 1,66.

Sedangkan untuk prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 66,67% belum bisa dikatakan tuntas secara klasikal karena masih kurang dari 80%. Namun pada Siklus II prosentase ketuntasan mencapai 100% berarti bisa dikatakan tuntas secara klasikal, karena sudah mencapai 80%, dan bila dibandingkan antara hasil di Siklus II dengan Siklus I ada peningkatan sebesar 33,33%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini ada beberapa kesimpulan yang dapat ditaraik, pertama, Penggunaan model pembelajaran contextual teaching and learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) siswa kelas XI Tunarungu di SLB Negeri 2 Banjarmasin. Kedua, penggunaan model pembelajaran contextual teaching and learning mencoba mendekatkan siswa dengan alam sekitarnya, atau kejadian yang berada di sekitar diri mereka, sehingga siswa merasa terlibat dengan proses pembelajaran tersebut. Ketiga, penggunaan model pembelajaaran contextual teaching and learning dapat memperjelas dan menerangkan kepada siswa secara tidak langsung dan langsung proses demokrasi di Indonesia seperti pemiihan walikota, dan secara langsung mempraktekan masalah demokrasi dalam pemilhan ketua kelas. Keempat, Perbandingan pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II dengan model 42

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

pembelajaran contextual teaching and learning menunjukkan adanya peningkatan dalam aktivitas dan hasil pembelajaran.

Nilai rataan nilai Pemahaman Visi Misi calon pemimpin pada Siklus I sebesar 3,67 sementara pada Siklus II sebesar 3,83 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,16. Sedangkan untuk pemahaman perolehan hasil suara, untuk Siklus I rataan nilainya sebesar 3,50 sedangkan pada Siklus II sebesar 4,00 ini berarti ada peningkatan sebesar 0,50. Pada bagian akhir yakni pencatatan selama pengamatan, pada siklus I nilai rataannya sebesar 3,83 sedangkan untuk siklus II sebesar 4,00 berarti ada peningkatan sebesar 0,17. Nilai Rataan hasil tes pada siklus I sebesaar 71,67 sedangkan pada siklus II rataan nilai hasil tes juga 73,33 berarti ada peningkatan sebesar 1,66. Sedangkan untuk prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 66,67% belum bisa dikatakan tuntas secara klasikal. Namun pada Siklus II prosentase ketuntasan mencapai 100% berarti bisa dikatakan tuntas secara klasikal, karena sudah mencapai 80%, dan bila dibandingkan antara hasil di Siklus II dengan Siklus I ada peningkatan sebesar 33,33%.

DAFTAR KEPUSTAKAAN http://eprints.uny.ac.id/7879/3/bab2%20-%2007103241035.pdf diakses online pada 1 Mei 2017 http://www.news-medical.net/health/Symptoms-and-diagnosis-of-hearingloss.aspx diakses online pada 26 April 2017 http://nahwah-speduuns.blogspot.co.id/2013/06/sistem-pembelajaran-bagitunarungu.html diakses online pada 2 Mei 2017 Abdul Majid. 2007. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anas Sudijono. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Danuri. 2008. Implementasi Metode Pembelajaran Group To Group Dengan Pendekatan Contextual Teaching And Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Tempel.

Daryanto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah Berserta Contoh-Contohnya. Yogyakarta: Gava Media.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djaali dan Pudji Mulyono. 2008. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan, Jakarta: PT Grasindo.

Dwi Siswoyo, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Elaine B. Johnson. 2010. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar mengasyikkan dan Bermakna.

Bandung: Kaifa.

Hamzah B. Uno. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Hendayana S.. 2006. Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Guru (Pengalaman JUSTEP-JICA). Bandung: UPI Press 43

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Jimmy B. Oentoro. 2010. Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Beda.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kadir. 2010. Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program SPSS. Jakarta: rosemata Sempurna.

Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mohammad Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.

Jakarta: PT. Bumi Aksara Nana Sudjana. 2011. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Ngalim Purwanto. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nur, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Parmin dan Siti Aminah. 2008. Menerapkan Lesson Study Dalam Pembelajaran di MI Madariful Huda Pati. Laporan Penelitian Dosen Muda. FMIPA: Universitas Negeri Semarang.

Reni Akbar dan Hawadi. 2011. Akselerasi A-Z Informasi Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.

S. Nasution. 1996. Azas-azas Kurikulum. Bandung: Jemars.

Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, & Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Sutarjo Adisusilo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers.

Thursan Hakim. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Udin S Winatapura. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wina Sanjaya. M.Pd. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Winastwan Gora, ST, MT & Sunarto, S.Pd., M.Pd.. 2010. Pakematik Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Widhiartha, Putu Ashintya. Dwi Sudarmanto. Nining Ratnasingsih. 2008.

Lesson Study Sebuah Upaya Peningkatan Mutu Pendidik Pendidikan Non Formal. Surabaya: Prima Printing.

Yatim Riyanto, M.Pd.. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implemetasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

44

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGAPLIKASIAN HASIL ANGKET SISWA UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) Muhammad Qamaruzzaman, S.Pd, M.Si ( Guru SMK Negeri 5 Banjarmasin) ( Kepala SMK YPT Banjarmasin Periode 2016 – 2020 ) Abstrak Strategi promosi merupakan bagian dari strategi pemasaran. Kaitannya dengan dunia pendidikan, promosi dilakukan untuk memperkenalkan produkproduk dari lembaga pendidikan atau bahkan lembaga pendidikan itu sendiri kepada masyarakat luas agar mereka mengetahui manfaat, kelebihan/kualitas pendidikan (sekolah), visi dan misi sekolah, program-program pendidikan yang dilaksanakannya dan banyak lagi yang lainnya. Untuk itu, sekolah dituntut untuk melakukan strategi jitu dalam menghadapi persaingan dengan sekolah lainnya, dengan tujuan agar calon konsumen (masyarakat) yakin dan berminat untuk memilih lembaga pendidikan yang ditawarkan.

Penelitian ini dilakukan dengan maksud ingin mengetahui bagaimana strategi promosi SMK YPT Banjarmasin dilaksanakan berdasarkan masukan dari angket siswa baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif analisis. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penulis menyebarkan angket yang ditujukan kepada siswa/i kelas X. Setelah dilakukan penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa hasil angket yang disebarkan kepada siswa sangat mempengaruhi strategi promosi yang dilakukan oleh SMK YPT Banjarmasin, dan diharapkan langkah ini sudah optimal.

Kata Kunci : Strategi Promosi, Bauran Promosi, Angket Tertutup

APLICATION STUDENT QUESTIONNAIRE TO INCREASE THE NUMBER OF NEW STUDENTS IN PPDB Abstract Promotion strategy is part of marketing strategy. In relation to the world of education, promotions are carried out to introduce products from educational institutions or even educational institutions themselves to the wider community so that they know the benefits, advantages/quality of schools, the school's vision and mission, the educational programs it carries out and many other things. For this reason, schools are required to carry out accurate strategies in facing competition with other schools, with the aim that prospective consumers (the public) are confident and interested in choosing the school.

This research was conducted with the intention of knowing how the promotion strategy of SMK YPT Banjarmasin was carried out based on input from new student questionnaires. The method used in this research is descriptive analysis. To obtain the required data, the authors distributed a questionnaire addressed to the class X students/ new students.

45

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

The research concluded that the results of the questionnaire distributed to students greatly influenced the promotion strategy carried out by SMK YPT Banjarmasin, and it was hoped that this step would be optimal.

Keywords: Promotion Strategy, Promotion Mix, Closed Questionnaire =============== * =================== I. PENDAHULUAN Pendidikan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sifatnya mutlak bagi kehidupan baik dalam kehidupan perseorangan maupun kehidupan bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu. Mengingat sangat pentingnya bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

Saat ini, dunia pendidikan harus diperlakukan dan dikelola secara professional, karena semakin ketatnya persaingan, lembaga pendidikan akan ditinggalkan konsumen atau masyarakat jika dikelola seadanya. Setiap lembaga pendidikan mengetahui bahwa proses pembelajaran disekolah tidak akan pernah statis, akan tetapi senantiasa dinamis mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang pesat. Untuk itu, sekolah dituntut lebih meningkatkan kualitas pendidikan dari segala sisi.

Pemasaran atau promosi menjadi sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan oleh sekolah, selain ditujukan untuk memperkenalkan, fungsi pemasaran di lembaga pendidikan adalah untuk membentuk citra baik terhadap lembaga dan menarik minat sejumlah calon siswa (Muhaimin, 2009. 101) .

Untuk itu, lembaga pendidikan (sekolah) dituntut untuk melakukan strategi promosi guna mempertahankan dan meningkatkan kuantitas siswa yang ada.

Tujuan dari strategi promosi tentunya agar masyarakat umum tertarik terhadap citra baik sekolah tersebut sehingga tertanam nilai-nilai kepercayaan dalam benak setiap konsumen yang pada akhirnya akan bermuara pada bertambahnya jumlah siswa di lembaga tersebut.

Strategi promosi adalah salah satu kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran. Strategi promosi yang dimaksud disini adalah setiap langkah yang diambil oleh sekolah untuk berkomunikasi dengan masyarakat dengan tujuan dapat mencapai target atau sasaran yang sudah ditetapkan sekolah.

Dalam hal ini, promosi akan menjelaskan mengenai kegiatan lembaga pendidikan memperkenalkan produknya, apakah melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan atau publikasi.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Pendidikan Teknologi (YPT) Banjarmasin merupakan salah satu lembaga pendidikan swasta yang cukup diminati masyarakat dan memiliki guru-guru yang professional yang sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang tiap tahun ajaran baru menerima ± 180 siswa baru. Berlokasi di wilayah ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, yakni Banjarmasin yang ketat akan persaingan, tepatnya di Jalan Rawasari Ujung No. 1 RT 61 Banjarmasin. sekolah ini tetap mampu mendapatkan minat konsumen di atas rata-rata sekolah swasta lainnya. Bahkan yang lebih menarik adalah bahwa peminatnya bukan 46

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

hanya berasal dari wilayah dimana sekolah tersebut berdiri, melainkan juga berasal dari wilayah diluar kota Banjarmasin, Seperti Kecamatan Anjir Barito Kuala, Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar dan sekitarnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Istilah strategi berasal dari kata Yunani, “strategeia (stratos = militer; dan ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang yang dipandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu di waktu perang dan damai; ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh diperang dalam kondisi yang menguntungkan; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Promosi merupakan rangkaian kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk memperkenalkan produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen melalui jalinan komunikasi dengan maksud mempengaruhi dan mendorong konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Kegiatan promosi dapat dilakukan dengan cara langsung bertatap muka dengan calon konsumen (personal selling) atau dengan menggunakan media yang ada seperti media massa maupun elektronik atau dengan melakukan promosi penjualan.

Adapun langkah proses penyusunan strategi adalah sebagai 1) Penentuan Misi dan Tujuan, Pada tahap ini, misi dan tujuan berupa “pernyataan yang menegaskan tujuan perusahaan dan apa yang ingin dicapai perusahaan dalam lingkungan yang lebih luas. Perumusan misi dan tujuan merupakan tanggung jawab kunci bagi manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa manajer. Nilai-nilai ini bisa mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti luas perusahaan, macam produk atau jasa yang akan diproduksi. 2) Pengembangan Profil, Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan-tujuan dan strategi-strategi yang ada sekarang.

Profil perusahaan adalah hasil analisa internal perusahaan untuk mengidentifikasikan tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya-sumber daya perusahaan yang tersedia.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan dari penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk mengetahui penentua strategi Promosi dari SMK YPT Banjarmasin dalam menjaring siswa baru melalui angket. Penelitian ini dilaksanakan di SMK YPT Banjarmasin yang berlokasi di jalan Rawasari Ujung No. 1 RT 61 Banjarmasin. Ada pun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2017, dan Agustus 2018, dengan penyebaran angket kepada siswa baru angkatan tahun 2017/2018, dan siswa baru angkatan tahun 2018/2019. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari seputar promosi berdasarkan hasil 47

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

angket yang digunakan oleh SMK YPT Banjarmasin. Dalam menggunakan metode deskripti ini penulis melakukan serangkaian prosedur pemecahan masalah dengan memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.

Data dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah siswa baru di tahun pelajaran 2017/2018 sebanyak 130 orang, dan siswa baru di tahun pelajaran 2018/2019 sebanyak 158 orang. Hasil angket ini juga digunakan untuk mengentahui efektifitas media promosi yang telah digunakan, dan hasil responden tersebut digunakan untuk dipertimbangkan dalam penggunaan media informasi pada tahun berikutnya. Adapun pertanyaan yang diajukan dalam angket tersebut adalah : 1) Kenapa anda memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin. 2) Sebelum memasuki SMK YPT Banjarmasin, dari mana anak anak mengetahui tentang SMK YPT? Apakah dari media sosial, teman, keluarga, website SMK YPT Banjarmasin, surat kabar, televise, atau guru di SMP/MTS kalian? 3) Apa yang anda sukai dari SMK YPT Banjarmasin?

Kenapa? 4) Apa yang tidak sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Angket Tahun 2017 Angket yang disebarkan kepada siswa SMK YPT Banjarmasin untuk menjaring masukan agar promosi kepada siswa baru lebih baik dilaksanakan yang pertama pada bulan Agustus 2017. Adapun angket bersifat pertanyaan terbuka diberikan kepada 130 siswa kelas X dari semua jurusan. Jawaban sengaja tidak dibatasi sehingga dapat diketahui factor apa saja yang menyebabkan mereka tertarik ke SMK YPT Banjarmasin. Angket disebarkan kepada 130 siswa kelas X, padan bulan Agustus 2017, yakni sekitar 2 bulan setelah mereka masuk dan diterima di SMK YPT Banjarmasin, sehingga mereka bisa menganalisa langsung keberadaan dan kemampuan dari SMK YPT Banjarmasin. Adapun hasil dari angket tersebut dapat dilihat pada tabeltabel berikut ini: Tabel 1.

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO.1 Kenapa Anda memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin Jawaban Siswa Jumlah Persentase Pilihan Sendiri 35 26,92 Karena Teman 13 10,00 Pilihan Orang Tua 7 5,38 Tidak Diterima di Sekolah Negeri 42 32,31 Dekat dengan tempat tinggal 20 15,38 Pindah dari sekolah lain 2 1,54 Lain-lain 4 3,08 Tidak menjawab 7 5,38 Jumlah 130 100 Dari tabel 1 terdahulu dapat dilihat, bah wa 3 persentase terbesar 48

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

mengapa siswa memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin pertama, mereka tidak diterima di sekolah negeri (32,31%). Alasan kedua adalah merupakan pilihan mereka sendiri, artinya mereka memilih SMK YPT sebagai pilihan mereka, ini ditunjukkan dengan jawaban sebesar (26,92%), jawaban terbesar ketiga adalah, dekat dengan rumah mereka, ditujukan dengan jawaban sebesar 15,38%. Untuk hasil jawaban terhadap angket kedua, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2.

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO.2

Sebelum memasuki SMK YPT Banjarmasin, dari mana anda mengetahui tentang SMK YPT Banjarmasin? Apakah dari media sosial, teman, keluarga, Website SMK YPT Banjarmasin, surat kabar, Televisi, atau guru di SMP/ MTs Jawaban Siswa Jumlah Persentase Media Sosial 3 2,31 Teman 70 53,85 Keluarga 43 33,08 Sosialisasi di sekolah 1 0,77 Guru di SMP/MTs 1 0,77 Lain-lain 3 2,31 Tidak menjawab 9 6,92 Jumlah 130 100 Dari tabel 3 tersebut dapat kita lihat terhadap 3 jawaban terbesar, jawaban terbanyak dinyatakan dari informasi berasal dari teman (53,85%). Sedangkan jawaban terbanyak kedua informasi berasal dari keluarga (33,08%). Jawaban ketiga adalah tidak menjawab sebesar 6,92%, ini tidak bisa diambil patokan untuk penelitian, maka akan diambl nantinya yang lebih rendah dari itu yakni dari media sosial sebesar 2,31%. untuk hasil angket nomor 3 dapat dilihat tabel 3 berikut ini : Tabel 3.

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 3 Apa yang anda sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Pembelajaran 18 13,85 Disiplin 11 8,46 Pulang lebih awal 7 5,38 Ekstrakurikuler 24 18,46 Tidak ada / biasa saja 12 9,23 Dekat dengan Rumah 3 2,31 Gurunya 13 10,00 Lingkungannya 7 5,38 Fasilitas 7 5,38 Lain-lain 10 7,69 Tidak menjawab 18 13,85 Jumlah 130 100 49

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Dari Tabel 4 di atas dapat kita ketahui, Jawaban pertama yang terbanyak menyatakan menyukai SMK YPT karena ekstrakurikuler yang diberikan oleh SMK YPT (18,46%), jawaban kedua adalah proses pembelajarannya yakni sebesar 13,85% dan prosentase terbesar ketiga yakni sebesar 10,00% siswa tertarik dengan SMK YPT disebabkan karena guru-guru yang ada di sekolah ini. Sedangkan untuk angket nomor 4, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini : Tabel 4.

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 4 Apa yang anda tidak sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Pembelajaran 8 6,15 Disiplin 9 6,92 Jam belajar 6 4,62 SPP 4 3,08 Tidak ada 17 13,08 Gurunya 2 1,54 Fasilitas Lapangan / Parkir 18 13,85 Fasilitas Belajar 26 20,00 Lain lain 10 7,69 Pramuka 27 20,77 Tidak menjawab 3 2,31 Jumlah 130 100

Dari Tabel 4 di atas dapat kita ketahui, jawaban terbanyak, pertama yang tidak disenangi siswa adalah kegiatan Pramuka di SMK YPT Banjarmasin (20,77%). Hal kedua yang tidak disenangi oleh siswa di SMK YPT adalah fasilitas belajar (20,00%), dan faktor ketiga yang tidak disenangi siswa adalah fasilitas lapangan atau parker yang kurang baik (13,85%).

Berdasarkan hasil angket dari nomor 1 sampai nomor 4, dapat diambil kesimpulan bahwa promosi SMK YPT hendaknya : a. Promosi SMK YPT harus ikut / mendompleng di SMK-SMK Negeri yang ada di kota Banjarmasin, dengan harapan ketika anak-anak dan orang tua mereka mengetahui bahwa anaknya tidak diterima di SMK Negeri, maka secara langsung mereka akan mendaftarkan diri ke SMK YPT Banjarmasin, karena langsung buka loket pendaftaran di lokasi SMK Negeri tersebut. b. Turut ikut dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online, meskipun alternative pilihan sekolah berada paling bawah dari SMK Negeri lainnya, dan ini sudah dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018 dengan mengikuti PPDB online, dan mendapatkan porsi piihan yang cukup menggembirakan di atas kertas. c. Agar siswa selalu ingat keberadaan SMK YPT, maka kegiatan sosialisasi SMK YPT ke sekolah-sekolah tetap harus dilaksakanan, walaupun ada kenyataan pada angket nomor 2, ternyata siswa mengetahui keberadaan SMK

50

ISSN 2807 – 5536

d.

e.

f.

g.

Volume 1 Nomor 1, September 2021

YPT dari sosialisai kecil porsentasenya yakni sebesar 0,77%. Namun tidak berarti kegiatan sosialisasi harus dikurangi.

Pada angket nomor 2, siswa mengenal SMK YPT Banjarmasin ternyata lebih banyak dari teman, kita dapat menyimpulkan teman terdekat dan keluarga mempunyai pengaruh penting bagi siswa untuk memilih SMK YPT sebagai sekolah lanjutan mereka setelah menamatkan SMP/MTs. Hal ini dijawab dengan langkah promosi yang kita berikan kepada mereka secara terus menerus, dan promosi yang bisa terus menerus sampai ujung tahun adalah promosi melalui kalender. Untuk inilah kalender yang bergambar tentang kegiatan sekolah mulai agustus 2017 tersebut, diberikan ke seluruh siswa dan siswa diperintahkan untuk memasang kalender tersebut di rumah mereka Promosi melalui kalender juga tidak hanya ditujukan kepada siswa siswa semata, namun juga ditujukan kepada masyarakat dengan memberikan kalender secara gratis ke sekolah-sekolah, warung-warung, maupun masyarakat terdekat.

Pada angket tentang ekstra kuler, terlihat siswa menyenangi sekolah ini.

Walaupun kita mengetahui ekstra kurikuler yang ada di sekolah sekolah hampir sama, namun di SMK YPT memiliki ekstra kurikuler yang berbeda dengan sekolah lain, yakni adanya Rumah Belajar Samsung (RBS) atau yang sekarang ini dikembangkan menjadi Samsung Tech Institute (STI), maka keberadaan ini harus dijelaskan kepada calon-calon siswa baru, dalam langkah penjelasan ini dimasukkan ketika sosialisai ke sekolah-sekolah maupun melalui brosur yang ada (contoh brosur bisa dilihat dilampiran). Selain tentang RBS atau STI, ada juga satu ekstrakurikule yang cukup menarik di SMK YPT adalah kursus menyetir mobil gratis yang diberikan kepada siswa-siswa SMK YPT Banjarmasin semua jurusan, dan diharapkan mereka setalah lulus dari sekolah ini sudah bisa mengemudi mobil dengan aman.

Pada angket nomor 3, disinggung apa yang disukai dari SMK YPT Banjarmasin adalah pembelajaran dan guru-guru yang mengajar. Maka hal ini juga hendaknya dipromosikan ketika sosialisasi di sekolah dan masyarakat bahwa pembelajaran di SMK YPT yang tergolong sekolah swasta, bukanlah pembelajaran yang tidak serius, karena proses pembelajaran diperhatikan dan guru-guru yang ada cukup perhatian kepada siswa-siswa mereka yang memiliki gangguan dalam proses pembelajarannya.

2. Hasil Angket Tahun 2018 Adapun hasil dari angket tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini: Tabel 5.

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 1 Kenapa anda memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin ?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Pilihan Sendiri 55 34,81 Tidak Lulus di SMK Negeri 40 25,32 Piihan Orang Tua 6 3,80 Dekat dengan tempat tinggal 26 16,46 Sekolahnya bagus dan Disiplin 12 7,59 51

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Kenapa anda memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin ?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Ingin Meraih Prestasi 3 1,90 Ingin Mendapatkan Pengalaman 3 1,90 Tidak Full day 4 2,53 Tidak menggunakan NEM 2 1,27 Terlambat mendaftar di sekolah lain 1 0,63 Cepat dapat kerja 3 1,90 Lain-lain 3 1,90 Jumlah 158 100 Berdasarkan Tabel 5 di atas, terlihat jawaban terbanyak atas pertanyaan mengapa memilih bersekolah di SMK YPT Banjarmasin, yang pertama menyatakan merupakan pilihan sendiri sebanyak 34,81%. Sedangkan siswa yang menyatakan bahwa memilih sekolah ini karena tidak lulus di SMK Negeri mencapai 25,32%. Sedangkan urutan ketiga disebabkan sekolah ini berdekatan dengan sekolah mereka. Namun ada yang menyatakan mengapa siswa memiih sekolah ini karena sekolahnya bagus dan berdisiplin (7,59%).

Sedangkan jawaban siswa terhadap angket nomor 2, dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini : Tabel 6 DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 2 Sebelum memasuki SMK YPT Banjarmasin, darimana anda mengetahui tentang SMK YPT Banjarmasin? Apakah dari guru SMK YPT yang dating sosialisasi ke sekolah anda, media sosial, teman, keluarga, website SMK YPT Banjarmasin, surat kabar, Televisi atau guru SMP/MTs Jawaban Siswa Jumlah Persentase Sosialisasi ke Sekolah 73 46,20 Media sosial 4 2,53 Teman 31 19,62 Keluarga 28 17,72 Pendaftaran di SMK Negeri 3 1,90 Website 5 3,16 Lain-lain 14 8,86 Jumlah 158 100 Terlihat bahwa siswa mengetahui keberadaan SMK YPT Banjarmasin lebih dominan melalui sosialisasi ke sekolah mereka di SMP/MTs yakni sebesar 46%, sementara jawaban terbanyak kedua, siswa mengetahui sekolah ini dari teman sebanyak 19,62%. Dan jawaban ketiga, siswa mengetahui keberadaan SMK YPT ini berasal dari keluarga siswa sendiri, jawaban siswa sebanyak 17,72% Sementara itu, jawaban siswa terhadap angket nomor 3, dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

52

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Tabel 7

DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 3 Apa yang anda sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Gurunya 18 11,39 Sekolahnya bagus 13 8,23 Tidak Fullday 2 1,27 Ekstrakurikuler 28 17,72 Prestasi 3 1,90 Disiplin 15 9,49 Jurusannya 28 17.72 Tidak ada 5 3,16 Fasilitasnya 21 13,29 Senang saja 1 0,63 Siswinya 1 0,63 Mudah cari kerja 3 1,90 Kebersihannya 3 1,90 Religius 4 2,53 Kegiatan bakti sosial 1 0,63 Cara belajarnya 3 1,90 Kakak kelas 1 0,63 Lain-lain 8 5,06 Jumlah 158 100

Dari tabel 8 tersebut di atas, ada yang disukai dari SMK YPT Banjarmasin. Pertama karena jurusan yang dibuka di sekolah ini (17,72%), dan urutan kedua menyatakan karena ekstrakurikulernya (17,772%), sedangkan yang ketiga siswa tertarik karena gurunya yakni sebesar (11,39%). Sedangkan untuk jawaban siswa terhadap angket nomor 4, distribusinya dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 DISTRIBUSI JAWABAN TERHADAP ANGKET NO. 4 Apa yang anda tidak sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Lahannya kurang luas 2 1,27 Ruangan kelas yang panas 12 7,59 Kakak kelasnya 16 10,13 Tidak ada 60 37,97 Muridnya nakal 3 1,90 Tidak setuju pramuka hari kamis 12 7,59 Parkir kecil 21 13,29 Parkiran dan kantin 6 3,80 Banyak sampah 2 1,27 Fasilitas kurang 13 8,23 Pelajarannya 1 0,63 Aturan memakai sepatu 1 0,63 Bunyi sepeda motor siswa 1 0,63 53

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Apa yang anda tidak sukai dari SMK YPT Banjarmasin? Kenapa?

Jawaban Siswa Jumlah Persentase Masuk terlalu pagi 1 0,63 Istrahatnya 2 1,27 Sabtu tidak libur 3 1,90 Toilet kurang bersih 2 1,27 Jumlah 158 100 Jawaban mayoritas siswa menyatakan tidak ada yang tidak disukai siswa, sebanyak 37,97%. Namun jawaban ini kita anggap tidak sah, karena yang inginkan adalah penjaringan jawaban siswa terhadap kekurangan dari SMK YPT Banjarmasin. Bila maka jawaban kedua dianggap mejadi jawaban yang pertama, begitu seterusnya maka presentase terbesar yang tidak disenangi siswa atas SMK YPT Banjarmasin adalah lahan parkir yang sempit (13,29%), kedua adalah kakak kelasnya (10,13%) dan ketiga adalah ruangan kelas yang panas (7,59%).

Berdasarkan hasil angket dari nomor 1 sampai nomor 4, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Siswa yang memilih SMK YPT berdasarkan pilihannya sendiri, pada tahun 2018 ini banyak merupakan piihan mereka sendiri (34,81%). Ini menujukkan bahwa siswa atau calon siswa sudah mengetahui keberadaan dari SMK YPT Banjarmasin, sehingga mereka memutuskan untuk mendaftar di sekolah ini.

Hal ini dapat disimpulkan, bahwa target siswa baru harus banyak disampaikan informasi tentang SMK YPT, dan menunjukkan sosialisasi ke sekolah harus tetap dipertahankan. b. Pilihan SMK YPT juga disebabkan tidak lulus di SMK Negeri, ini bisa diterjemahkan ketika siswa melihat papan pengumuman mereka tidak diterima di SMK Negeri, mereka akan mencari sekolah swasta untuk menampung mereka, dan inilah saat yang tepat bagi SMK YPT Banjarmasin untuk melaksanakan promosi di saat / waktu kelulusan atau saat pendaftaran online.

Artinya, untuk kegiatan PPDB online maka SMK YPT wajib untuk ikut. c. Siswa SMK YPT di tahun 2018 juga mengetahui keberadaan SMK ini dari teman dan saudara mereka, untuk ini sosialisasi yang cocok digunakan adalah pemberian kalender sekolah kepada seluruh siswa SMK YPT Banjarmasin, dan mengharapkan mereka memasangnya di rumah siswa, sehingga keluarga atau teman mereka akan melihat keberadaan sekolah ini melalui kalender tahunan tersebut. d. Bila mencermati kesukaan siswa terhadap SMK YPT Banjarmasin, yakni masih ada dua hal yang sama, pertama tentang jurusannya (17,72%), dan yang kedua tentang ekstrakurikulernya (17,72%). Hal ini dapat diartikan bahwa pembukaan jurusan baru yang dilakukan oleh SMK YPT Banjarmasin pada tahun pelajaran 2018/2019 mendapat tanggapan dari masyarakat khususnya calon siswa baru. e. Hal yang sama pada kegian ekstra kurikuler di SMK YPT Banjarmasin, masih menjadi bagian yang disenangi oleh siswa SMK YPT Banjarmasin, ini berarti ekstra kurikuler yang sudah ada hendaknya dimaksimalkan seperti ekstrakurikuler rumah belajar Samsung atau Samsung Tec. Institute.

54

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Termasuk di dalamnya ekstrakurikuler belajar mengemudi bagi seluruh siswa.

Ketertarikan siswa terhadap sekolah juga ditunjang oleh guru-guru SMK YPT Banjarmasin yang profesional dalam pembelajaran dan pendidikan, ini berimplikasi bahwa peningkatan keprofesian guru-guru yang ada di SMK YPT Banjarmasin hendaknya dapat ditingkatkan lebih lagi.

f.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

Penentuan strategi promosi SMK YPT Banjarmasin dari tahun ke tahun dilakukan berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada setiap siswa baru di sekolah tersebut.

2.

Hasil angket yang dianalisa menggambarkan kecendrungan siswa baru mendaftarkan diri mereka ke SMK YPT Banjarmasin.

3.

Hasil angket dari tahun ke tahun bersifat dinamis, ini mengakibatkan strategi promosi juga harus ditingkatkan berdasarkan perubahan tersebut, tanpa meninggalkan strategi promosi yang telah di laksanakan pada tahun sebelumnya.

4.

Keberadaan ekstrakurikuler di SMK YPT Banjarmasin merupakan salah satu daya tarik bagi siswa baru tersebut.

5.

Penambahan jurusan baru di SMK YPT Banjarmasin menambah minat siswa untuk mendaftarkan diri di sekolah ini.

6.

Keterbatasan lahan di SMK YPT Banjarmasin menjadi faktor utama ketidakpuasan siswa, karena keterbatasan lahan menyebabkan lahan parkir yang terbatas dan daya tamping kantin yang tidak kondusif.

1.

2.

3.

Dari pembahasan sebelumnya di sarankan sebagai berikut : Penggunaan angket untuk melihat ketertarikan siswa terhadap SMK YPT harus dipertahankan, karena bisa dijadiakan alat evaluasi terhadap kegiatan promosi sekolah.

SMK YPT hendaknya memperbanyak jurusan yang ada, sehingga siswa lebih banyak pilihannya untuk bersekolah di sekolah ini.

Pengembangan lahan SMK YPT sudah sangat mendesak untuk dipindahkan ke lahan yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA A. Shimp, Terence, Periklanan Promosi; Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, edisi ke-5, Jakarta: Erlangga, 2000.

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Pustaka Setia, 2003.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bina Aksara, 1990.

Driyarkara, Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Forsyth, Patrick, Manajemen Penjualan, Jakarta: Elekmedia Komputindo, 1993.

Kotler, Philip, Dasar-dasar Pemasaran, edisi II, Jakarta: Intermedia, 1983.

55

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Kotler, Philip, Marketing Insight from A to Z, Jakarta: Erlangga, 2003.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong Dasar-dasar Pemasaran, Jakarta: Prenhallindo, 1996.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong, Dasar-dasar Pemasaan, Jilid 2, Jakarta: Prenhallindo, 1998.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, edisi kedelapan , jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2001.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, edisi delapan, Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2001.

Kountur, Ronny, Metodologi Penelitian, Jakarta: PPM, 2005.

Kuncoro, Mudrajad, Strategi; Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Erlangga, 2007.

Lee, Monle dan Carla Johnson, Prinsip-prinsip Pokok Periklanan dalam Perspektif Global, Jakarta : Kencana, 2007.

Moore, H. Frazier, Humas; Membangun Citra dengan Komunikasi, .Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Muhaimin, dkk., Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta: Kencana, 2009.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Munandar, M., Budgeting; Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja, Yogyakarta: BPFE, 1998.

Noviyanti, Strategi Promosi Lembaga Pendidikan Islam dalam Upaya Meningkatkan Jumlah Siswa, Jakarta: Jurusan KI-Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Rusyan, A. Tabani, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992.

Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Cet.ke-10, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Swastha DH, Basu, Azas-azas Marketing, edisi III, Yogyakarta: Liberty, 1984.

Tjiptono, Fandy, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi, 1998.

Winardi, Promosi dan Reklame, Bandung: Mandar Maju, 1992.

56

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS), MEANS END ANALYSIS DAN PAIR CHECK DENGAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN ALALAK TENGAH 2 BANJARMASIN Hj. Nurhani (Guru SD Negeri Alalak Tengah 2 Banjarmasin) ABSTRAK Penelitian tindakan kelas (PTK) ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan Pair Checks dengan Media Gambar pada siswa kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin Kota Banjarmasin.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilaksanakan dengan empat kali pertemuan.

Subjek penelitian adalah siswa kelas IV semester genap SDN Alalak Tengah 2 tahun pelajaran 2018/2019 sebanyak 27 siswa. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif melalui observasi aktivitas guru dan siswa dan data kuantitatif dengan tes tertulis secara individu. Analisis data dihitung berdasarkan skala persentase dan indikator ketuntasan belajar yang ditetapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas guru mencapai kriteria sangat baik. Aktivitas siswa mencapai kriteria sangat aktif. Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa mencapai 100%.

Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi model Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan Pair Checks THE USE OF CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS), MEANS END ANALYSIS AND PAIR CHECK WITH IMAGES IN IMPROVING MATHEMATICS LEARNING RESULTS OF CLASS IV STUDENTS OF SDN ALALAK TENGAH 2 BANJARMASIN ABSTRACT This classroom action research (CAR) aims to determine teacher activities, student activities, and learning outcomes of mathematics using the Creative Problem Solving (CPS) learning model, Means-Ends Analysis and Pair Checks with Picture Media in fourth grade students of SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin City Banjarmasin.

This study uses a qualitative research approach with the type of Classroom Action Research (CAR), which was carried out in four meetings. The research subjects were the fourth grade tudents of SDN Alalak Tengah 2 for the 2018/2019,

57

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

as many as 27 students. The type of data in this study is qualitative data through observation of teacher and student activities and quantitative data with individual written tests. Data analysis is calculated based on the percentage scale and indicators of learning completeness that are set. The results of this study indicate that the teacher's activities reach the very good criteria. Student activity reached the very active criteria. The classical completeness of student learning outcomes reaches 100%.

Based on this research, it can be concluded that the combination of Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, and variations with Pair Checks and Picture Media models can increase the learning activities of fourth grade students at SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin.

Keywords: Learning Achievement, Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis and Pair Checks ======== * ========= I. PENDAHULUAN Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pendidikan. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan pada jenjang sekolah menengah akan sangat ditentukan oleh pendidikan dasar, khususnya di Sekolah Dasar (SD). Akan diajarkan berbagai mata pelajaran yang diharapkan dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan yang baik bagi peserta didik. Pembelajaran yang berhasil optimal adalah pembelajaran yang mampu menggerakan seluruh siswa untuk terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran dan terus menerus sepanjang pembelajaran berlangsung (Suriansyah, 2014:80).

Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan inovasi pada sistem kurikulum nasional adalah dengan penerapan kurikulum 2013 yang menekankan pada kurikulum berbasis kompetensi dan karakter. Terutama pada jenjang pendidikan dasar yang menjadi pondasi utama bagi jenjang pendidikan berikutnya.

Cara belajar siswa di dalam kurikulum 2013 juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Siswa dituntut lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah (Kurniasih dan Berlin, 2014:40). Terlihat secara nyata bahwa siswa tidak lagi hanya berkutat pada sistem kooperatif yang menekankan pada karakter musyawarah dan tutor sebaya.

Tetapi lebih kompleks lagi, siswa dituntut memiliki sikap ilmiah layaknya seorang ilmuan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dan disajikan dalam proses pembelajaran yang dikenal sebagai pendekatan saintifik.

Di sisi lain, di dalam kurikulum 2013, guru dituntut mandiri dan aktif menciptakan bahan. Guru dituntut melakukan tiga hal yaitu guide, teach dan explain. Guru diharapkan membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru 58

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat disekolah (Husamah dan Yanur, 2013:15).

Salah satu tema yang terdapat dalam pembelajaran kelas 4 adalah tema Daerah Tempat Tinggalku. Tema ini mengupas mengenai lingkungan tempat tinggal, keunikan daerah tempat tinggal dan kebanggaan terhadap daerah tempat tinggal. Pembelajaran ini didominasi oleh muatan Matematika.

Dari sub tema ini, maka terlihat jelas keterampilan yang harus dipakai oleh siswa sepenuhnya menerapkan pendekatan scientific, yakni dimulai dari mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar dan mencipta.

Keterampilan ini akan dimiliki oleh siswa jika dalam proses pembelajaran siswa bersedia untuk aktif menggali informasi sebanyak-banyaknya. Untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, tentunya harus dilaksanakan pembelajaran yang kreatif, menarik dan menyenangkan.

Berdasarkan pengamatan awal dikelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin, pembelajaran dilakukan tanpa menggunakan model pembelajaran veriatif yang dapat meningkatkan partisipasi hanya model ceramah, hal ini berdampak pada jumlah siswa yang aktif dapat ditaksir hanya sekitar 30% dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas. Permasalahan tersebut berdampak pada hasil belajar siswa pada muatan Matematika, yang menunjukkan bahwa perolehan nilai ulangan matematika tahun ajaran 2017/2018, hasil belajar siswa kelas IV di SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin kurang memuaskan, yaitu nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 55 atau 88,23% tidak memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan hanya 21,77% siswa yang tuntas.

Beberapa penyebab rendahnya nilai ulangan bagi siswa sebagian besar siswa belum mempunyai antusias untuk menggali informasi sebanyakbanyaknya, siswa cenderung menunggu teman yang memiliki kemampuan lebih, sebagian besar siswa masih kurang aktif dalam proses pembelajaran yang berdampak pada siswa yang kurang memahami langkah demi langkah pemecahan setiap permasalahan yang tersedia (Mulyasa, 2014:26).

Pemecahan permasalahan yang dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan penerapan kombinasi dari beberapa model pengajaran seperti Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan Pair Checks dengan Media Gambar. Diharapkan dengan kombinasi model pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan berkomunikasi di antara siswa yang lain serta memberikan celah seluas-luasnya bagi siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan budaya berpikir kritis dalam memecahkan masalah, dimulai dari hal terkecil yakni menganalisis masalah ringan hingga sampai pada mengidentifikasi, mencari dan menganalisis permasalahan dan memberikan solusi terbaik untuk suatu permasalahan yang diberikan.

Dengan demikan, peneliti mencoba memecahkan permasalahan tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Kombinasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan Pair Checks dengan Media Gambar Siswa Kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Kota Banjarmasin”.

II. METODOLOGI PENELITIAN

59

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitiaan tindakan kelas berupaya meningkatkan dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menunaikan tugasnya (Salahudin, 2011: 227).

PTK ini dilakukan sejak dilaksanakannya perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Kemmis & Mc Taggart (Suharsimi, 2010: 137) mengemukakan adanya empat langkah yang disajikan dalam melaksanan PTK yaitu berikut ini:

Gambar 1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran Matermatika di kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin semester II tahun ajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 35 orang yang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 21 orang siswa perempuan.

Faktor yang ingin diteliti dalam PTK ini meliputi: 1. Faktor Guru, dilihat bagaimana materi pelajaran dipersiapkan dan dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving, Means-Ends Analysis dan Divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar yang diterapkan guru, sehingga dalam pembelajaran anak dapat aktif dan berpartisipasi penuh dalam proses pembelajaran berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan 2. Faktor Siswa, melihat dan mengamati proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, dalam kerja kelompok ataupun kinerja siswa secara individual pada saat melaksanakan pembelajaran 3. Faktor Hasil Belajar, mengetahui peningkatan hasil belajar menulis karangan siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan kombinasi

60

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

model pembelajaran Creative Porblem Solving, Means-Ends Alanysis dan divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar.

III. SKENARIO TINDAKAN Pada tahap Perencanaan Guru membuat rencana pengajaran yang berhubungan dengan tema Daerah Tempat Tinggaku dengan menggunakan Sub Tema Lingkungan Tempat Tinggalku seperti; menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar observasi penilaian guru, menyiapkan lembar observasi penilaian aktivitas siswa, menyiapkan lembar penilaian hasil belajar siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen free test dan post test pada tahap pelaksanaan, yakni Melaksanakan pengajaran kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving, Means-Ends Analysis dan divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan pembahasan tema Tempat Tinggalku. Pelaksanaan pengajaran ini terdiri dari 4 pertemuan terdiri masing-masing dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.

Pada tahap Observasi dan Evaluasi. selama proses pelaksanaan pengajaran di kelas IV dalam tema Tempat Tinggalku menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving, Meands-Ends Analysis dan Pair Checks dengan Media Gambar. Observasi juga dilaksanakan kepada guru dalam menerapkan RPP yang telah direncanakan sebelumnya oleh observer Pada tahap Refleksi, dalam kegiatan ini mengkaji, melihat dan merenungkan kembali hasil dan dampak dari kegiatan tindakan yang telah dicatat dalam observasi. Selanjutnya hasilnya dianalisis, diinterpretasikan dan disimpulkan. Kesimpulkan merupakan dasar untuk merevisi rencana pada tindakan berikutnya. Dan tindakan refleksi ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan di masing-masing siklus serta di setiap akhir siklus pelaksanaan penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Aktifitas Guru Berdasarkan hasil pengamatan pada pertemuan 1 sampai 4 dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar yang terdiri dari 4 kali pertemuan dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru terus mengalami peningkatan dan berhasil mencapai kriteria sangat baik.. Hasil penilaian keaktifan guru termuat pada tabel berikut: Tabel 1 Rangkuman Kegiatan Pengajaran Pertemuan Nilai Katagori 1 46 Sangat Baik 2 50 Sangat Baik 3 52 Sangat Baik 4 53 Sangat Baik Berdasarkan hasil pengamatan pada pertemuan 1 sampai 4 dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar yang terdiri dari 4 kali pertemuan dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru 61

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

terus mengalami peningkatan dan berhasil mencapai kriteria sangat baik. Hasil peningkatan keaktifan guru termuat pada grafik berikut:

54

52

52

53

50

50 48

46

46 44 42 Pert.1 Pert.2 Pert.3 Pert.4

Gambar 2. Grafik Aktivitas Guru Aktivitas yang dilakukan oleh guru telah menerapkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013. Dimulai dengan aspek menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi pelajaran serta menginstruksikan para siswa untuk mengamati berbagai hal yang ada di dalam gambar. Hal ini menunjukkan bahwa guru memberikan pembelajaran yang menarik antusias siswa dengan gambar-gambar yang menarik sehingga menggugah semangat belajar para siswa.

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Husamah dan Yanur (2013:15) guru dituntut melakukan tiga hal yaitu guide, teach dan explain. Guru diharapkan dapat membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan berbagai kegiatan yang dilakukan sehingga tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.

Peningkatan aktivitas guru dalam kegiatan ini juga didasarkan pada pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dan berorientasi pada peserta didik dan materi apa yang akan disampaikan serta bagaimana penggunaan media pembelajaran yang tepat.

Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa keberhasilan proses pembelajaran utamanya berasal dari tindakan-tindakan yang dilakukan guru secara tepat. Tindakan tersebut tergambar secara nyata dari kesungguhan guru ketika menyajikan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar. Hal tersebut juga didasari dengan tekad, keyakinan dan perilaku guru pada saat melaksanakan pembelajaran sehingga di setiap proses pembelajaran terjadi peningkatan aktivitas guru yang signifikan.

Tugas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model Creative Problem Solving adalah yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan

62

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa berpikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir. (Shoimin, 2014:56).

Tugas guru lainnya pada model pembelajaran MEA. Proses pembelajaran dengan model MEA memotivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. Siswa mengelaborasi masalah menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memberi kemudahan bagi siswa.

Pembelajaran dilengkapi pula dengan pasangan mengecek yang mana meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajran dengan saling membantu dalam mengerjakan soal. Hal ini sejalan dengan pendapat Herdian (2014:24) bahwa pair check .merupakan model pembelajaran dimana siswa saling berpasangan dan menyelesaikan persoalan yang diberikan.

Selain model pembelajaran, peneliti juga menggunakan media gambar sebagai media atau sarana untuk memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah melalui pengamatan dengan media gambar. Hal imi sejalan dengan pendapat Ahmad Rohani sendiri bahwasanya media adalah segala sesuatu yang dapat di indera yang berfungsi sebagai perantara atau sarana atau alat untuk proses komunikasi proses belajar mengajar.

Observasi aktivitas guru ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu : Hariawan (2014) dan Denmaz (2014) penelitiannya menyimpulkan bahwa model pembelajaran model Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dapat meningkatkan aktifitas guru, siswa dan hasil belajar.

Pada aspek Aktifitas Siswa, Berdasarkan hasil pengamatan pada pertemuan 1 sampai 4 dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar yang terdiri dari 4 kali pertemuan diperoleh informasi bahwa aktivitas sisw ameningkat disetiap pertemuannya dan berhasil mencapai indikator keberhasilan yakni ≥ 80% siswa mencapai kriteria sangat aktif.

Hasil penilaian keaktifan siswa termuat pada tabel berikut: Tabel 2. Rangkuman Aktifitas Siswa Secaras Klasikal Pertemuan 1 2 3 4

Kriteria Sangat Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif

F 10 18 20 23

% 37 66,6 74 85,18

Pada kegiatan belajar pertemuan 1 terlihat frekuensi aktifitas terdapat 10 siswa termasuk sangat aktif, kegiatan belajar pertemuan 2 mendapat hasil 18 temasuk sangat aktif, selanjutnya kegiatan belajar pertemuan 3 memperoleh 20 siswa termasuk sangat aktif dan kegiatan belajar pertemuan 4 memperoleh 23 siswa termasuk sangat aktif.

Peningkatan aktifitas siswa ini sesuai dengan harapan, karena kembali sesuai dengan kriteria yang ditetapkan guru yaitu≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Hasil ini kembali tercapai dikarenakan sebagian besar siswa meningkatkan semangatnya dan berlomba-lomba untuk kembali menjadi yang terbaik.

Peningkatan aktifitas siswa ini dapat dilihat dalam bentuk grafik berikut: 63

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

100% 50%

66.60% 74.00%

85.18%

37.00%

0% 1

2

3

4

Gambar 3. Grafik Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa pada pertemuan 1 sampai 4 dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative roblem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar yang setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan diperoleh informasi bahwa aktivitas siswameningkat disetiap pertemuannya dan berhasil mencapai indikator keberhasilan yakni ≥ 80% siswa mencapai kriteria sangat aktif.

Peningkatan aktivitas siswa ini tidak luput dari strategi yang dilakukan guru untuk memancing para siswa agar lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran ini terbukti mampu memaksimalkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi dengan penggunaan model pembelajaran inkuiri sebagai salah satu model pembelajaran saintifik di dalam kurikulum 2013 yang memberikan pancingan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Hal inilah yang diterapkan oleh peneliti guna memancing partisipasi maksimal dari siswa disertai dengan pemilihan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar.

Pemilihan tersebut diyakini peneliti sebagai salah satu model pembelajaran yang bisa disebut paket komplit karena terdiri atas model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah melalui studi kasus dan literatur, kerjasama tim, pelibatan gerak fisik dan penglihatan serta mencoba sendiri apa yang sedang dipelajari dan tentunya ditambah dengan game dan kompetisi di akhir rangkaian kegiatan ini yang menambah kemeriahan proses pembelajaran dan membangkitkan gairah belajar siswa dengan kelengkapan predikat dan penghargaan untuk kelompok terbaik di akhir pembelajaran.

Suriansyah, Aslamiah, Sulaiman dan Norhafizah (2014,64) menjelaskan mengenai prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran seperti pembelajaran harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa, pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis, pembelajaran harus memperhatikan perbedaan setiap siswa, kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan dalam

64

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

proses pembelajaran, tujuan pengajaran harus diketahui siswa dan proses pembelajaran harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi tentang belajar.

Pada aspek Hasil Belajar Siswa nilai tes akhir atau post test belajar siswa pada pertemuan 1 sampai pertemuan 4 menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative roblem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar, Keseluruhan hasil evaluasi belajar siswa adalah sebagai berikut: Tabel 3. Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pertemuan 1 2 3 4

F 12 16 23 27

% 44,4 59,3 85,2 100

Keterangan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas

Dilihat dari nilai keberhasilan secara keseluruhan (clasical) dalam tiap tahap pertemuan pembelajaran terdapat peningkatan secara persentasenya dari pertemuan 1 cuma sebesar 44,4% terdapat peningkatan pada pertemuan 2 menjadi 59,3%, pertemuan 3 yaitu 85,2%, dan pertemuan 4 yaitu 100%. Keberhasilan secara keseluruhan atau klasikal bisa dianggap tercapai seandainya perolehan nilai murid yang hasil evaluasinya diatas nilai 70 terdapat ≥80%.

Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari peran guru yang memberikan presentasi informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan konsep tertentu dari ilustrasi yang diberikan, sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa dengan guru. Disamping itu, penggunaan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan dan Pair Checks dengan Media Gambar ternyata efektif untuk memicu keterlibatan siswa yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena model yang digunakan dapat dikatakan mencakup berbagai daya tarik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak sekolah dasar.

Hal ini sesuai dengan pendapat Suriansyah, Aslamiah, Sulaiman dan Norhafizah (2014:219) yang menjelaskan bahwa pembelajaran berlangsung dengan lebih menekankan peserta didik belajar melalui proses (learning by process), bukan belajar berdasarkan hasil/produk (learning by product). Belajar melalui proses dapat emungkinkan tercapainya tujuan belajar pada semua aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (keterampilan).

Disamping itu, proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas disertai dengan berbagai kegiatan yang menekankan kepada pemecahan masalah dengan melakukan berbagai eksplorasi dan studi kasus melalui bimbingan guru secara maksimal. Hal ini ternyata berdampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa yang terus mengalami peningkatan. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru ini dapat pula dikatakan sebagai pembelajaran bermakna. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar bermakna yang dikemukakan David Ausembel Trianto (2010:38) yang menerangkan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannyainformasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam 65

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

struktur kognitif seseorang. Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa..

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan adanya perbaikan nilai prestasi anak didik dengan melalui penerapan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan dan Pair Checks dengan Media Gambar. Hasil belajar anak didik, terlihat setiap pertemuan mengalami perbaikan dan peningkatan nilai belajar siswa dan ketercapaian nilai belajar siswa baik secara perorangan maupun keseluruhan. Hasil ini tidak terlepas dari kegiatan belajar yang tepat dan terarah yang dilakukan guru dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan dan Pair Checks dengan Media Gambar. Peningkatan hasil belajar siswa termuat dalam grafik berikut:

100% 80% 60% 40% 20% 0% Pert.1

Pert.2

Pert.3

Pert.4

Gambar 4. Grafik Persentase Hasil Belajar Grafik di atas, menunjukkan penguasaan siswa terhadap materi pelajar an sudah memuaskan dan sangat baik, ini juga sebagai perkembangan dari penerapan model pembelajaran yang sudah mulai terbiasa mereka laksanakan pada saat pertemuan 1 sampai dengan pertemuan 4. Bahkan siswa yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam menyerap materi, telah mencapai nilai lebih dari 80 sebagaimana kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan.

Dengan meningkatnya ke tuntasan individu yang dicapai maka ketuntasan klasikal siswa pun akan naik, maka ketercapaian secara klasikal dari hasil pengajaran dan pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat dilihat dari Grafik kecenderungan berikut ini;

66

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Gambar 5. Grafik Kecenderungan Seluruh Aspek

Berdasarkan gambar diatas maka dapat kita lihat kenaikan dari semua aspek seperti aspek aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. Pada grafik kecenderungan tersebut terlihat bahwa setiap pertemuan aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa semakin meningkat. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya hubungan antara ketiga aspek tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang telah dilakukan sesuai pendapat para ahli dan peneliti terdahulu sehingga sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu “Dengan menggunakan kombinasi model Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis dan divariasi dengan Pair Checks dan Media Gambar pada muatan Matematika Tema Daerah Tempat Tinggalku Sub Tema Lingkungan Tempat Tinggalku maka aktivitas belajar siswa kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin meningkat”. Dengan demikian hipotesis dapat diterima.

V. PENUTUP Atas dasar dari hasil pengamatan dan analisis yang telah dipaparkan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Aktivitas guru menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar dalam pembelajaran tema daerah tempat tinggalku sub tema lingkungan tempat tinggalku dengan muatan Matematika pada siswa kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin telah terlaksana sesuai dengan harapan, dengan kriteria sangat baik.

2. Aktivitas siswa pada saat melaksanaan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), MeansEnds Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar dalam tema daerah tempat tinggalku sub tema lingkungan tempat tinggalku dengan muatan Matematika pada siswa kelas IV SDN Alalak Tengah 2 Banjarmasin mengalami peningkatan, hingga mencapai kriteria sangat aktif.

3. Penggunaan kombinasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), Means-Ends Analysis, dan Pair Checks dengan Media Gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam tema daerah tempat tinggalku sub tema lingkungan tempat tinggalku dengan muatan Matematika dan mencapai ketuntasan hasil belajar yang diinginkan.

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

67

Volume 1 Nomor 1, September 2021

1.

2.

3.

4.

ISSN 2807-5536

Kepada peneliti hendaknya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dengan sebaik-baiknya dan dapat menerapkan hasil temuan yang diperoleh untuk kepentingan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Kepada guru kelas hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik. Model pembelajaran tersebut selain dapat meningkatkan aktivitas siswa juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Kepada siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasama antar kelompok serta lebih meningkatkan partisipasi aktifnya di dalam memecahkan masalah bersama dalam kelompoknya.

Kepada kepala sekolah hendaknya dapat membantu guru dalam meningkatkan kualitas belajar siswa dengan memberikan bimbingan dan pembinaan dalam menerapkan model pembelajaran yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA Denmaz, Azis. (2014). Perbandingan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan Means Ends Analysis (MEA) pada Siswa Kelas IV MI Al-Hamid Banjarmasin. Skripsi. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Banjarmasin: Universitas Islam Negeri Antasari Hariawan, Andri. (2011). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) Siswa Kelas VII SDN 14 Bandung. Skripsi FMIPA Pendidikan Matematika UPI: Tidak Diterbitkan.

Herdian. (2014). Model Pembelajaran Matematika. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Husamah dan Yanur. (2013). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Utama.

Kurniasih dan Berlin. (2014). Kurikulum 2013. Jakarta : Rajawali Pers Mudjiono dan Dimyati. (2011). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mulyasa, E. (2014). Praktik Penelitian Tindakan Kelas: Menciptakan Perbaikan Berkesinambungan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Salahudin, Sobry. (2011). Belajar Dan Pembelajaran. Lombok: Holistica Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Suharsimi, Arikunto, S. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Suriansyah, Ahmad (2014), Strategi Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers,2014.

Suriansyah, Ahmad, Aslamiah, Sulaiman dan Norhafizah. (2014). Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers Trianto. (2010). Model-Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Univercity Press

68

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATERI ‘DENDAM DAN MUNAFIK’ DI KELAS VII SMP NEGERI 4 MARABAHAN Julhatriah, S.Ag (Guru SMP Negeri 4 Marabahan) Abstrak Penelitian ini untuk mencari jawaban, pertama apakah melalui pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning aktivitas belajar siswa akan pemahaman pada kompetensi dasar dendam dan munafik di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Kab. Barito Kuala dapat ditingkatkan ?. kedua, Apakah melalui pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning aktivitas mengajar guru pada kompetensi dasar dendam dan munafik di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Kab. Barito Kuala dapat ditingkatkan ?. ketiga, Apakah melalui pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning hasil belajar siswa pada kompetensi dasar dendam dan munafik di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Kab. Barito Kuala dapat ditingkatkan ?.

Berdasarkan hasil penelitian hasil observasi aktivitas siswa siklus I, pertemuan 1 (50%, cukup aktif) , pertemuan 2 (61 %, aktif) dan siklus II, pertemuan 1( 61%, aktif) dan pertemuan 2 (68%, sangat aktif). Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning , mempunyai pengaruh positif, dalam meningkatkan aktivitas guru yaitu dalam kegiatan proses belajar mengajar yang di lakukan oleh guru. Ini terlihat dari hasil siklus I pertemuan 1(56,25%, cukup baik), petemuan 2 (62,5%, baik) dan siklus II pertemuan 1(75%, baik), dan pertemuan 2 (87,5%, sangat baik).

USE OF DISCOVERY LEARNING IN LEARNING MATERIALS 'REVENGE AND HYPOKE' IN CLASS VII SMP NEGERI 4 MARABAHAN Abstract This research is to answer, first whether through a cooperative learning approach with the Discovery Learning method, student learning activities will understand the basic competencies of revenge and hypocrisy in class VIII SMP Negeri 4 Marabahan can be improved?. second, whether through a cooperative learning approach with the Discovery Learning method, the teacher's teaching activities on the basic competencies of revenge and hypocrisy in class VIII of SMP Negeri 4 Marabahan can be improved?. third, whether through a cooperative learning approach with the Discovery Learning method, student learning outcomes on the basic competencies of revenge and hypocrisy in class VIII of SMP Negeri 4 Marabahan can be improved?.

Based on the results of the observation of student activity in cycle I, meeting 1 (50%, moderately active), meeting 2 (61%, active) and cycle II, meeting 1 (61%, active) and meeting 2 (68%, very active) . The application of the cooperative learning approach with the Discovery Learning method has a positive

69

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

influence in increasing teacher activity, namely in the teaching and learning process activities carried out by the teacher. This can be seen from the results of the first cycle of meeting 1 (56.25%, quite good), meeting 2 (62.5%, good) and cycle II meeting 1 (75%, good), and meeting 2 (87.5%, very good). good). ============== * =============== I. PENDAHULUAN Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan siswa dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang - kurangnya melalui mata pelajaran / kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. (pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan). Dalam pasal 5 ayat (7) disebutkan bahwa pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses. Lebih lanjut, dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan inti, pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Pada umumnya, siswa mengalami kesulitan dalam menguasai kompetensi dasar tentang dendam dan munafik. Hal ini nampak pada belum maksimalnya kemampuan dalam menjelaskan pengertian dan dasar hukum dari dendam dan munafik serta ciri - ciri dendam dan munafik. Berdasarkan , hasil pengamatan terhadap kondisi siswa pada saat proses pembelajaran dan hasil ulangan PAI pada kelas VIII di SMPN 4 Marabahan, pada tahun pelajaran 2017/2018 masih belum optimal , ini terlihat data hasil ulangan harian siswa pada kelas VIII masih banyak yang nilainya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan yakni 71, yaitu sebanyak 70% . Di sisi lain, pembelajaran yang berpusat pada guru, suasana kelas yang kaku, media pembelajaran yang kurang mendukung, pengorganisasian siswa yang belum optimal dan penggunaan mono methode merupakan faktor-faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Untuk itu diperlukan adanya usaha yang dilakukan guru PAI untuk memperbaiki mutu proses pembelajaran melalui Discovery Learning. Metode ini menyajikan materi pembelajaran dengan mencari dan menggali serta menemukan masalah dan memecahkan masalah.

Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasikan sendiri sebagaimana pendapat Bruner, bahwa :”Discovery Learning can be defined as the learning

70

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

that takes place when the student is not presented subject matter in the final form,but rather is required so organize it him self (Lefarincois dalam Emetembun,1986:103 dalam Depdikbud 2014).” Dasar ide Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar dikelas. Bruner memakai metode yang disebutnya discovery learning, dimana siswa mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.

Metode discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Menurut Hanafiah Cucu suhana (Bandung Refika Aditoma,2009:43) Discovery Learning dalam suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,kritis,logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan,sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.

Langkah-langkah model pembelajaran Discovery Learning sebagai berikut 1) Guru memberikan rangsangan (stimolution) pada siswa, 2) Guru membentuk kelompok siswa menjadi beberapa kelompok kecil 3). Siswa membuat Pernyataan/identifikasi masalah, 4) Siswa Pengumpulan data (data collection), 5) Siswa dibimbing guru dalam Pengolahan data (data processing) 6).Siswa menyampaikan Pembuktian (verification) dari hasil temuan 7).Refleksi dan kesimpulan/generilisasi (generalization) II. METODE PENELITIAN Tempat penelitian tindakan kelas ini adalah SMP Negeri 4 Marabahan, Kab. Barito Kuala. Adapun subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII (berjumlah 18) , yang berjumlah 18 orang siswa, laki - laki 10 orang dan 8 orang siswa perempuan. Waktu penelitian selama 3 (tiga) bulan, yaitu dari bulan Februari sampai dengan bulan April, 2018 semester genap tahun pelajaran 2017/2018.

Tindakan dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Masing- masing siklus sebanyak 4 jam pelajaran atau 2 (dua) kali pertemuan atau tatap muka, pertemuan pertama dan kedua selama 80 menit (2 jam pelajaran). Pada pertemuan kedua masing - masing siklus, 1 jam pelajaran terakhir digunakan untuk pelaksanaan evaluasi. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI, khususnya kompetensi dasar dendam dan munafik. Adapun faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah, Faktor aktivitas siswa, yaitu berupa aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif menggunakan metode Discovery Learning pada kompetensi dasar dendam dan munafik. Adapun aspek yang akan diteliti adalah: a) Perhatian siswa dalam proses pembelajaran. b) Keaktifan siswa dalam berkelompok. c)Kerja sama siswa dalam kelompok, d) Keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan, e) Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas.

Sedangkan untuk Faktor aktivitas guru, Yaitu berupa aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif metode Discovery Learning pada kompetensi dasar dendam dan munafik. Adapun aspek yang dinilai adalah a) Dalam kegiatan awal, b) Dalam 71

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

kegiatan inti , dan c) dalam kegiatan akhir.

Sedangkan faktor hasil belajar, yang diamati adalah hasil belajar siswa, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar setelah melakukan proses belajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif menggunakan metode Discovery Learning yang dilakukan melalui tes tertulis yang dibuat oleh guru dalam bentuk objektif (pilihan ganda).

Kegiatan dilaksanakan dalam 2 siklus, Sikluas pertama berisikan a) Menyusun rencana pembelajaran kompetensi dasar tentang dendam dan munafik (RPP). b) Membuat format observasi untuk pengamatan kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas latihan baik secara individu maupun kelompok. c) Menyusun LKS dengan tugas-tugas yang relevan dengan materi pelajaran baik secara individu maupun kelompok, d) Menyusun alat evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa berupa tes tertulis pada akhir pembelajaran. Pada Siklus II, dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dimana dalam tiap pertemuan dilakukan beberapa tahap hampir sama dengan siklus I Setiap selesai siklus, maka akan dilaksanakan observasi dan evaluasi, yakni observasi tentang aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran tentang komptensi dasar dendam dan munafik, tugas LKS,baik yang dikerjakan sendiri maupun berkelompok. Sedangkan evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengukur pemahaman siswa melalui test tertulis. Setelah itu, dilaksanakan refleksi tindakan yakni guru merefleksi hasil observasi. Data yang terekam pada instrumen observasi dievaluasi dan diambil kesimpulan pelaksanaan berhasil atau tidak . Apabila hasil yang telah dicapai sesuai dengan yang diharapkan, maka siklus atau langkah berikutnya tidak dilanjutkan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah test , observasi (pengamatan) dan angket. Tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan dilaksanakan pada pertemuan kedua (40 menit terakhir) setiap siklus. Evaluasi dilaksanakan secara tertulis dengan bentuk tes objektif. Sedangkan Observasi (pengamatan) yaitu mengumpulkan data dengan cara mengamati langsung terhadap objek yang akan diteliti. Lembar observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas / kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning dan lembar aktivitas siswa selama pembelajaran. Lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan lembar observasi aktivitas siswa diberikan kepada pengamat yaitu guru sejawat untuk diisi sesuai dengan keadaan yang diamati dilapangan.

Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap perangkat pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif menggunakan metode Discovery Learning, dan angket diberikan setelah selesai kegiatan pembelajaran.

Untuk mengukur aktivitas siswa, data yang diperoleh melalui lembar observasi kemudian di masukkan dalam tabel kerja masing – masing dengan kualifikasi sebagai berikut :

72

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Tabel 1 kualifikasi keaktifan siswa Kualifikasi Nilai Persentasi % Kurang Aktif Cukup aktif Baik Sangat Aktif

<40 56 - 69 70 – 84 85 – 100

(25%) (50 %) ( 75 %) (100 %)

Untuk mengukur aktivitas guru , data yang diperoleh melalui lembar observasi kemudian di masukkan dalam tabel kerja masing-masing, dengan kualifikasi sebagai berikut Tabel 2 kualifikasi aktivitas guru Kualifikasi Nilai Kurang baik 16 - 27 Cukup baik 28 - 39 Baik 40 - 51 Sangat baik 52 - 64

Presentasi 25 % 50 % 75 % 100 %

Sedangkan untuk menghitung ketuntasan belajar atau keberhasilan siswa digunakan rumus Jika nilai siswa ≥ KKM (71) yang sudah ditentukan pada KD mata pelajaran tersebut maka siswa dianggap telah tuntas.

Penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika memenuhi indikator keberhasilan sebagai berikut 1) ktivitas belajar siswa yang diperoleh dari hasil kegiatan observasi 75 % dengan kategori “Aktif”. 2) aktivitas guru dikatakan berhasil apabila mencapai kategori “Baik”. 3) Hasil belajar siswa secara individual yaitu minimal 71 (mencapai KKM yang ditetapkan pada KD dendam dan munafik di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Kab. Barito Kuala Tahun 2018. Secara klasikal (ketuntasan klasikal) yaitu minimal 85% siswa mencapai nilai KKM ≥ 71 III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Siklus I Dari hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuan 1 siklus 1, hanya mencapai kualifikasi 50,00 % atau cukup aktif yakni 9 orang dari 18 orang siswa dan dalam pembelajaran secara keseluruhan masih sangat dominan dilakukan oleh siswa-siswa tertentu, sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan kurang kreatif. Sedangkan untuk pertemuan II pada siklus I Aktivitas siswa dalam pembelajaran secara keseluruhan sudah mulai baik dibandingkan pada pertemuan 1,dengan presentasi 61% dari 18 orang siswa, meskipun kualifikasinya masih tetap cukup. Data tersebut dapat terlihat pada gambar berikut ini :

73

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

pertemuan 1

pertemuan 2 61.00 %

50.00% 22.00 %

39.00 % 28.00%

0.00 %

00

Kurang aktif aktif

Cukup

Aktif

Sangat aktif

Gambar 1: Grafik aktifitas siswa pada siklus I

Pada Aktivitas guru yang dilakukan berdasarkan observasi ketika proses pembelajaran, pada pertemuan 1, Secara kualitas keterlaksanaan aktivitas guru pada saat kegiatan pembelajaran hanya mencapai skor 36 atau 56,25% dan dalam kualifikasi cukup baik. Pada pertemuan 2 siklus I aktivitas guru mengalami peningkatan skor mencapai 40 atau 62,5% dengan kualifikasi baik. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini. pertemuan 1

56.25%

0 Cukup Baik

pertemuan 2

62.50%

0 Baik

Gambar 2: Grafik aktivitas guru pada siklus I Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 dengan rata-rata 64,16 menjadi 67. Akan tetapi meskipun ratarata kelas mengalami sedikit peningkatan namun dari indikator ketuntasan kelas masih belum mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan, pada pertemuan 1 siswa yang tuntas hanya 55,5 % meningkat menjadi 61%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :

74

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

70 % 60 % pertemuan 1

50 %

pertemuan 2 Column1

40 10 % Tunt

Tidak

Gambar 3: Grafik ketuntasan hasil belajar siswa b. Siklus II Aktivitas siswa dalam pembelajaran pertemuan 1 siklus II secara keseluruhan sudah baik dibandingkan pada siklus 1, dan mencapai kualifikasi aktif yakni 55,5 % atau 10 orang dari 18 orang siswa Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II pertemuan 2 telah mengalami peningkatan kearah yang lebih baik, yakni kualifikasi presentasi mencapai skor 67 %, hal ini dapat dilihat gambar di bawah ini.

Gambar 4: Grafik aktivitas siswa siklus II pertemuan 1 dan 2 Sementara itu, untuk Aktivitas guru pada pertemuan pertama Siklus II, Berdasarkan pengamatan observer melalui lembar observasi, skor yang didapatkan adalah 48 atau 75%, ini bisa dikatagorikan baik. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus II skor yang didapatkan skornya 55,5 atau 87,5% ini termasuk dalam kreteria sangat baik. Ini bisa dilihat pada grafik berikut ini..

75

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Pertemuan 1 Pertemuan 2 75.00 %

87.50 % 0 0

Bai k

Sang at Baik

Gambar 5: Grafik aktivitas guru siklus II pertemuan 1 dan 2 Sedangkan untuk hasil evaluasi pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 masih belum mencapai kreteria ketuntasan atau indikator keberhasilan pembelajaran. Pada siklus ini telah mencapai nilai rata-rata 72 atau 83 %, namun secara klasikal, kreteria ketuntasan yang telah ditentukan belum dicapai. Sedangkan Nilai evaluasi pada siklus II pertemuan 2 telah mengalami peningkatan ini terlihat dari nilai rata-rata kelas 78,00 dan presentasi siswa yang tuntas mencapai 1 00 %.

Iini dapat dilihat pada grafik berikut

100 % 80% 60% 40% 20% 0%

pertemuan 1 pertemuan

Gam Tuntas Tida k

Gambar 6. Grafik ketuntasan belajar siswa siklus II c. Pembahasan Untuk aktivitas siswa, pada Pada pertemuan 1 siklus 1, peresentasi aktivitas siswa hanya 50% dengan kualifikasi cukup aktif, hal ini disebabkan siswa lebih banyak diam dan bekerja sendiri serta kurang bekerja sama dalam kelompoknya. Pada pertemuan 2 siklus 1 keaktifan siswa, peresentasinya meningkat menjadi 61%, dengan kualifikasi tetap cukup aktif. Aktivitas siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II terus

76

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

mengalami peningkatan yang signifikan, dimana siswa terlihat berperan aktif pada saat kegiatan pembelajaran baik secara individu maupun dalam kelompok. Pada siklus II pertemuan 1, kualifikasi aktivitas siswa mengalami perubahan yakni aktif dengan presentasi 61% , dibandingkan pada siklus I. Sedangkan pada siklus II pertemuan 2 perolehan aktivitas siswa mencapai 68 % dengan kualifikasi sangat aktif.

Untuk aktivitas guru Aktivitas guru pada siklus I, pertemuan 1 dan 2mengalami peningkatan kearah yang lebih baik, terlihat dari hasil observasi pada pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor 36 atau (56,25%) dengan kualifikasi cukup baik. Sedangkan pada pertemuan 2 aktivitas guru memperoleh skor 40 atau (62,5%) dengan kualifikasi baik.

Aktivitas guru pada siklus II, dari pertemuan 1 dan 2 mengalami peningkatan kearah yang lebih baik, terlihat pada hasil observasi pada pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor 48 atau (75,00%) dengan kualifikasi baik. Sedangkan pada pertemuan 2 aktivitas guru memperoleh skor 55,5 atau (87,5%) dengan kualifikasi sangat baik. Dengan demikian aktivitas guru pada siklus II sudah terjadi peningkatan yang sangat signifikan.

Untuk hasil evaluasi siswa, siklus I pertemuan 1, siswa yang tuntas ada 10 orang ( 55,5 %) dan yang tidak tuntas 8 orang (44,5 %), dengan nilai rata- rata 64,16 Pada pertemuan 2, ketuntasan belajar meningkat menjadi 13 orang (72 %) dan yang tidak tuntas ada 5 orang (28 %) dengan nilai rata- rata 72. Pada siklus II pertemuan 1, siswa yang tuntas ada 13 orang (72%) dan yang tidak tuntas 5 orang ( 28%) dengan nilai rata-rata 72. Pada pertemuan 2 siswa yang tuntas 18 orang (100%) dan yang tidak tuntas 0 orang (0%) dengan nilai rata-rata 78. Hal ini membuktikan telah terjadi peningkatan rata-rata nilai dan presentasi pencapaian keberhasilan belajar siswa pada siklus II pertemuan 1 dan pertemuan 2, dan mencapai kreteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan.

IV.

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama dua siklus empat kali pertemuan, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning, aktivitas siswa dapat meningkat, terutama menjadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan baik secara individu maupun kelompok. Ini ditandai dengan hasil observasi aktivitas siswa siklus I, pertemuan 1 (50%, cukup aktif) , pertemuan 2 (61 %, aktif) dan siklus II, pertemuan 1( 61%, aktif) dan pertemuan 2 (68%, sangat aktif). 2) Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning , mempunyai pengaruh positif, dalam meningkatkan aktivitas guru yaitu dalam kegiatan proses belajar mengajar yang di lakukan oleh guru. Ini terlihat dari hasil siklus I pertemuan 1(56,25%, cukup baik), petemuan 2 (62,5%, baik) dan siklus II pertemuan 1(75%, baik), dan pertemuan 2 (87,5%, sangat baik). 3) Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning, memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I , pertemuan 1(56 %) dan pertemuan 2 (61

77

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

%) siklus II, pertemuan 1 (83 %) dan pertemuan 2 (100 %).

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran 1) Untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode Discovery Learning, memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model ini, dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.2) Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode atau model pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA Awalluddin. et al. (2008). Statistika Pendidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

D Sudjana. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production Gagne, Robert M. & Briggs, Laslie J. (1978). Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart rn Winston.

Kilbane, Clare R & Milman, Natalie B. (2014). Teaching models designing instruction for 21st century learners. Boston: Pearson.

Kunandar. (2012). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai pengembagan profesi guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

McKernan, J. (1991). Curriculum Action Research. A Handbook of Methods and Resources for the Reflective Practitioner London: Kogan Page.

Mulyono Abdurrahman. (2003). Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Pardjono. (2002). Menggambar Mesin. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. R Inggar D. (1984). Menggambar Mistar. Surabaya: PT. Bina Ilmu Ratna dan Dany. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan discovery learning. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sato, G. T., dan N S Hartanto. (2010). Menggambar Mesin Menurut Standar ISO. Jakarta: Pradnya Paramita.

SB Djamarah & Aswan Zain. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Renika Cipta S Nasution. (2010). Didaktik asas asas mengajar. Jakarta: Bumi angkasa. Stenhouse, L. (1975). An Introduction to Curriculum Research and Development, London: Heinemann.

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama. (2012). Mengenal penelitian tindakan kelas. Jakarta: Indeks. Wina Sanjaya. (2008). Strategi pembelajaran: berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

78

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENERAPAN MODEL RECIPROCAL TEACHING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IDEOLOGI NEGARA PADA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII SMP NEGERI 4 MARABAHAN Helliyani, S.Pd, ( Guru SMP Negeri 4 Marabahan) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan, Pertama, bagaimana penerapan Model Reciprocal Teaching dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Ideologi Negara pada Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Tahun Pelajaran 2017/2018. Kedua, apakah Penerapan Model Reciprocal Teaching dapat Meningkatkan Aktivitas Belajar Ideologi Negara pada Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Tahun Pelajaran 2017/2018. Ketiga, apakah Penerapan Model Reciprocal Teaching dapat Meningkatkan Hasil Belajar Ideologi Negara pada Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Tahun Pelajaran 2017/2018.

Hasil pengamatan kemampuan kerja siswa dalam diskusi kelompok pada rataan nilai kesesuaian materi dengan tugas pada siklus I rataannya 30,75 sedangkan pada siklus II rataannya 32,75 berarti ada peningkatan sebesar 2,00 poin. Pada sesi komentar diskusi terhadap materi pembelajaran pada siklus I rataannya 29,75 sedangkan pada siklus II rataannya 33,20 berarti ada peningkatan sebesar 3,45 poin. Pada asepk kerapian atau penampilan, rataaan nilainya pada Siklus I sebesar 16,75 sedangkan pada siklus II rataannya 18,75 berarti ada peningkatan sebesar 2,00. Rataan nilai hasil tes siswa untuk Siklus I rataannya sebesar 71,50 sementara pada Siklus II sebesar 72,75 berarti ada kenaikan sebesar 1,25. Sedangkan untuk prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 75,00% Namun pada Siklus II prosentase ketuntasan mencapai 85,00% ada peningkatan ketuntasan sebesar 10,00%.

Kata kunci: Reciprocal Teaching, Ideologi Negara, PKn APPLICATION OF THE RECIPROCAL TEACHING MODEL IN IMPROVING LEARNING ACTIVITIES AND OUTCOMES STATE IDEOLOGY IN CITIZENSHIP EDUCATION OF CLASS VIII SMP NEGERI 4 MARABAHAN Abstract The purpose of this study is to answer the problems, First, how to apply the Reciprocal Teaching Model in Improving Activities and Learning Outcomes of State Ideology in Citizenship Education Lessons for Class VIII SMP Negeri 4 Marabahan in the 2017/2018 Academic Year. Second, whether the application of the Reciprocal Teaching Model can Improve the Learning Activities of State Ideology in Citizenship Education Lessons for Class VIII SMP Negeri 4 Marabahan 79

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

in the 2017/2018 Academic Year. Third, whether the application of the Reciprocal Teaching Model can Improve the Learning Outcomes of State Ideology in Citizenship Education Lessons for Class VIII SMP Negeri 4 Marabahan in the 2017/2018 Academic Year.

The results of observations of student work abilities in group discussions on the average value of the suitability of the material with the task in the first cycle the average is 30.75 while in the second cycle the average is 32.75, which means there is an increase of 2.00 points. In the discussion commentary session on learning materials in the first cycle the average was 29.75 while in the second cycle the average was 33.20, meaning there was an increase of 3.45 points. In terms of neatness or appearance, the average value in Cycle I was 16.75, while in Cycle II the average was 18.75, which means there was an increase of 2.00. The average score of student test results for Cycle I was 71.50 while in Cycle II it was 72.75, meaning there was an increase of 1.25. Meanwhile, the percentage of completeness in the first cycle was 75.00%. However, in the second cycle, the percentage of completeness reached 85.00%, there was an increase in completeness of 10.00%.

Keywords: Reciprocal Teaching, State Ideology, Civics ================ * =============== I. PENDAHULUAN Bidang pendidikan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melaksanakan amanat pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan, Indonesia berusaha untuk mencapai derajat yang sejajar dengan bangsa besar lain di dunia. Dan seperti yang kita sadari, penggerak utama pembangunan itu adalah Sumber Daya Manusia (SDM).

Berawal dari SDM, jelaslah bahwa baik kualitas maupun kuantitas bangsa Indonesia adalah sangat menentukan untuk pembangunan dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera. Dalam menciptakan manusia Indonesia kalau dilihat dari Tripusat Pendidikan merupakan kesatuan yang utuh dari tiga lembaga yaitu pemerintah, masyarakat dan keluarga.

Sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap terealisasinya tujuan pendidikan yang fundamental, maka harus secara sungguh-sungguh memberikan pelayanan secara optimal. Pelayanan optimal tersebut pada hakikatnya dapat melaksanakan tiga usaha pokok, yaitu : 1) Pemupukan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai melalui penyajian berbagai mata pelajaran secara relevan, efektif dan efisien. 2)Penyelenggaraan administrasi sekolah yang memadai dan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang optimal. 3)Pelayanan bantuan khusus dalam mengetahui minat dan bakat peserta didik.

Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga pendidik serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri dalam memilih dan mengambil keputusan demi mencapai cita-citanya.

80

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Pendidikan, yang tidak lain adalah proses belajar merupakan kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor ( Saiful : 2011). Dari pengertian ini, dapat dibahasakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dari suatu aktivitas yang dilakukan manusia secara kompleks yaitu dari berpikir sampai dengan pengaplikasiannya. Belajar berhubungan erat dengan lingkungan baik itu sekolah maupun rumah.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia di berbagai bidang. Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.

Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi pelajaran saja tetapi lebih menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan siap untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

Melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diberikan secara formal kepada generasi muda Indonesia atau peserta didik maka akan terbentuk manusia yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan perilaku pada peserta didik juga dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan negara sehingga menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, dan siswa menyukai pelajaran itu, guru hendaknya memilih model pembelajaran yang pas sesuai kondisi, situasi dan materi yang akan disampaikan. Dalam pembelajaran PKn yang sekarang memakai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menutut metode yang digunakan guru juga harus bervariatif yang dapat merangsang cara berpikir peserta didik menjadi lebih kritis, kreatif dan inovatif. Ketepatan seorang guru dalam memilih metode pembelajaran yang efektif dalam suatu pembelajaran akan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Sebaliknya jika metode pembelajaran yang digunakan tidak tepat hasilnya pun tidak maksimal.

Dalam rangka mengembangkan iklim pembelajaran seperti menumbuhkan rasa percaya diri, sikap, dan perilaku yang inovatif dan kreatif, sangat diperlukan adanya keterkaitan antar komponen-komponen pendidikan.

Komponen-komponen pendidikan yang meliputi guru, peserta didik, kurikulum, alat (media pembelajaran) dan sumber belajar, materi, metode maupun alat evaluasi saling bekerjasama untuk mewujudkan proses belajar yang kondusif. Konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi 81

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Kurikulum menghendaki situasi belajar yang alamiah, yaitu siswa belajar dengan sungguh-sungguh dengan cara mengalami dan menemukan sendiri pengalaman belajarnya dan secara bersama-sama dengan teman-teamnnya, atau dibantu oleh temannya yang lebih pandai dibandingkan siswa lainnya. Oleh karena itu, perlu ada perbaikan proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar dari peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang ditawarkan oleh peneliti yaitu model pembelajaran reciprocal teaching.

Model pembelajaran reciprocal teaching merupakan prosedur pengajaran yang dirancang dengan strategi-strategi kognitif serta dapat membantu peserta didik dalam memahami bacaan dengan baik. Model pembelajaran reciprocal teaching merupakan pengajaran yang menuntut semua peserta didik aktif selama proses pembelajaran. Pelaksanaan model pembelajaran reciprocal teaching yaitu peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok kemudian dalam kelompok tersebut peserta didik melaksanakan empat strategi kognitif meliputi: membuat ikhtisar/rangkuman tentang informasi penting dari materi bacaan (summarizing), membuat pertanyaan yang dapat diajukan dari materi dan membuat jawabannya (questioning), mengklarifikasi bahan bacaan dari istilah-istilah yang kurang dikenal (clarifying) dan berdiskusi untuk memprediksi materi yang sulit dipahami (predicting). Setelah melaksanakan keempat strategi tersebut, perwakilan peserta didik pada setiap kelompok menggantikan peran guru untuk menjelaskan materi pelajaran.

II. METODE PENELITIAN Pelaksanaan tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Tahun Pelajaran 2017/2018, sekolah ini beralamat Jalan Anjir Talaran Baru Km. 7, Tlp (0511) 479558 Marabahan 70511 Kabupaten Barito Kuala (Batola), pada saat ini SMP Negeri 4 Marabahan dipimpin oleh Bapak Wahyu, M.Pd. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian tindakan kelas (PTK), yang dirancang untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut. PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Kunandar, 2009).

Penelitian tindakan merupakan pengkajian perilaku yang sedang diteliti itu. Lebih lanjut dikatakan, penelitian tindakan merupakan pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan konstektual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang paling tepat dalam rangka pemecahan masalah 82

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

yang dihadapi atau memperbaiki sesuatu dan pada umumnya dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dan subyek yang diteliti. Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian kualitatif meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata.

Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan Tahun Pelajaran 2017/2018 dengan jumlah sebanyak 20 orang. Sementara sampel penelitian diambil sampel total, sementara distribusi nama siswa dapat dilihat pada lampiran 1, halaman belakang.

Sedangkan obyek mata pelajaran adalah Pendidikan Kewarnageraan (PPKn), materi pelajaran Ideologi Negara, dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut : a. menjelaskan pentingnya ideologi bagi suatu bangsa dan negara; b. menguraikan proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara; c. menuliskan rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta; d. menuliskan rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945. e. menjelaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang, f. menguraikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila Pertama; g. menguraikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila kedua; h. menguraikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila ketiga; i. menguraikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila keempat; dan j. menguraikan nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam sila kelima Waktu pelaksanaan penelitian digelar pada bulan Agustus dan September 2017, dengan jumlah keseluruhan pertemuan sebanyak 4 kali dengan di dalamnya terdapat dua kali evaluasi pada siklus I dan siklus II. Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan dua siklus, secara garis besar siklus I dan II tidak ada perbedaan dan prinsip, yang mana setiap siklus mempunyai empat tahapan yaitu : perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, yang menjadikan perbedaan adalah perbedaan materi yang diajarkan, bahwa materi diajarkan di siklus II merupakan kelanjutan dari materi dari siklus I. Pada akhir siklus I dilakukan refleksi terhadap seluruh jalannya kegiatan mulai dari perencanaan hingga berakhirnya siklus I dianalisis. Kelemahankelemahan yang mungkin masih dijumpai pada siklus I dicatat dan direkomendasikan untuk perbaikan pada siklus II. Hal-hal yang telah direkomendasikan pada siklus I dijadikan acuan dalam pelaksanaan siklus II. Pelaksanaan siklus II ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan yang ditemui pada siklus I. Diharapkan setelah adanya penyempurnaan pada siklus II hasilnya akan lebih baik dibanding pada siklus I. Peneliti mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilakukan selama siklus pertama. Hasil pemantauan siklus I tersebut dijadikan bahan petimbangan guna pelaksanaan perbaikan pada siklus II. Acuannya adalah hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui instrumen tes dan hasil praktek. Jika dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dijumpai adanya ketidaksesuaian ataupun 83

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

penyimpangan yang tidak selaras dengan indikator-indikator keberhasilan penelitian, maka menjadi bahan masukan untuk perbaikan di siklus berikutnya.

Untuk pengambilan data Aktivitas belajar dapat disimpulkan adanya perubahan sikap dan perubahan dan ini dijadikan acuan penilaian dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2007 tanggal 11 Juni 2007, tentang standar penilaian pendidikan yang menerapkan penilaian autentik, yakni sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Ini berarti, kurikulum KTSP membagi penilaian menjadi dua bagian yang tidak terpisahkan yakni aktivitas belajar diwakili oleh aspek sikap dan ketrampilan.

Tabel 1. Format Penilaian Aktivitas Belajar

No

Partisipasi dalam Berpendapat KA A SA

Nama Siswa

Pemahaman/ Materi KP

P

SP

Kerja Sama KB

B

SB

1.

2.

3.

Persentase Keterangan : KA = Kurang Aktif KP = Kurang Paham KB = Kurang Baik

No

Nama Siswa

A P B

= Aktif = Paham = Baik

SA = Sangat Aktif SP = Sangat Paham SB = Sangat Baik

Tabel 2. Format Penilaian Hasil Kerja Kesesuaian Komentar materi Kerapian/ terhadap dengan Penampilan Jumlah Materi Tugas (maks.20) (maks. 40) ( maks. 40)

1 Dst. Rata-rata Dengan ketentuan Untuk kesesuaian materi dan komentar terhadap materi KB = Kurang Baik dengan nilai berkisar 10 - 20 B = Baik dengan nilai berkisar 21 - 35 SB = Sangat Baik dengan nilai berikisar 36 - 40 84

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Untuk kerapian / penampilan KB = Kurang Baik dengan nilai berkisar 0 - 10 B = Baik dengan nilai berkisar 11 - 15 SB = Sangat Baik dengan nilai berkisar 16 - 20 Data yang diambil untuk menilai hasil belajar siswa berupa data ulangan per Kompetensi Dasar (Per-KD), disusun berdasarkan validitas content (isi), artinya tes yang diberikan kepada siswa adalah tes yang akan mengukur kemampuan siswa sesuai dengan bahan materi yang telah diajarkan.

III. PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN a. Siklus I Pada Siklus I, Aspek pertama, yakni dalam partisipasi dalam berpendapat, memperlihatkan lebih dari setengah siswa yakni 55,00% sudah masuk dalam katagori aktif berpartisipasi dalam berpendapat, sedangkan 30,00% atau hampir setengahnya siswa termasuk dalam katagori kurang aktif dalam berpartisipasi, sedangkan sebagian kecilnya yakni sebesar 15,00% sudah termasuk dalam katagori sangat aktif.

Aspek kedua, yakni pemahaman siswa dalam materi yang dibahas memperlihatkan bahwa lebih dari setengah siswa atau 70,00% sudah termasuk dalam katagori memahami materi yang dibahas, sementara 20,00% atau sebagian kecil siswa masih terdapat kurang paham, dan sisanya sebagian kecilnya, yakni sebesar 10,00% memiliki pemahaman materi yang sangat baik.

Aspek ketiga tentang kerja sama antara kelompok dan kerja sama dengan siswa lainnya. Pada tabel ini memperlihatkan lebih setengahnya atau 70,00% siswa sudah masuk dalam katagori bekerja sama dengan baik, sementara sebagian kecil yakni 15,00% termasuk dalam katagori kurang baik kerja samanya, dan sisanya yakni sebesar 15,00% atau sebagian kecil termasuk sangat baik kerja samanya.

Untuk hasil tes pada siklus I nilai rataan yang diraih siswa sebesar 71,50 ini lebih besar dari nilai ketuntasan yang dipatok KKM sebesar 70, artinya rata-rata siswa sudah dapat menjawab tes yang diberikan pada siklus I. Namun bila kita lihat pada persentase ketuntasannya ternyata masih 75,00% artinya meski sudah sebagian besar siswa bisa dinyatakan tuntas, dan namun bila dibandingkan dengan ketuntasan klasikal sebesar 80%, b. Siklus II pada Aspek partisipasi dalam berpendapat memperlihatkan lebih dari setengah siswa yakni 65,00% sudah masuk dalam katagori aktif berpartisipasi dalam berpendapat, sedangkan 10,00% atau sebagian kecil siswa termasuk dalam katagori kurang aktif dalam berpartisipasi, sedangkan sebagian kecilnya lagi yakni sebesar 25,00% sudah termasuk dalam katagori sangat aktif. Aspek kedua, yakni pemahaman siswa dalam materi yang dibahas, lebih dari setengah siswa atau 75,00% sudah termasuk dalam katagori memahami materi yang dibahas, sementara 20,00% atau sebagian 85

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

kecil siswa tergolong sangat paham, dan sisanya hampir tidak ada siswa atau 5,00% siswa tergolong kurang paham. Aspek ketiga dalam aktivitas siswa tentang kerja sama antara kelompok dan kerja sama dengan siswa lainnya. lebih setengahnya atau 70,00% siswa sudah masuk dalam katagori bekerja sama dengan baik, sementara hampir setengahnya atau 30% termasuk dalam katagori sangat baik kerja samanya, dan tidak ada siswa atau 0% yang termasuk dalam katagori kurang baik kerja samanya.

Sementara pada hasil tes Hasil tes akhir pada siklus II dapat dilihat pada tabel 8 pada halaman 71, berdasarkan tabel tersebut memperlihatkan nilai rataan yang diraih siswa sebesar 72,20 ini lebih besar dari nilai ketuntasan yang dipatok KKM sebesar 70, artinya rata-rata siswa sudah dapat menjawab tes yang diberikan pada siklus II. Bila kita lihat pada persentase ketuntasannya sebesar 85.00% bisa dinyatakan tuntas, karena lebih besar dari ketuntasan klasikal sebesar 80%.

Dari paparan itu dapat dilihat bahwa pada siklus I pembelajaran dengan belajar melalui reciprocal teaching sebagian belum berjalan secara optimal. Namun pada siklus II hal tersebut sudah diperbaiki. Ini bisa dilihat pada hasil pengamatan keaktifan siswa berupa partisipasi, pemahaman materi dan kerja sama terlihat adanya peningkatan prosentase pada hal yang baik, bila dibandingkan antara Siklus I dan Siklus II, ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pembelajaran dari siklus I ke siklus II. Sementara, hasil pengamatan kemampuan kerja siswa dalam diskusi kelompok mereka dapat dilhat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar 1.

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KERJA SIKLUS I DAN SIKLUS II

Dari gambar 1 tersebut, terlihat pada rataan nilai kesesuaian materi dengan tugas pada siklus I rataannya 30,75 sedangkan pada siklus II rataannya 32,75 berarti ada peningkatan sebesar 2,00 poin. Sedangkan untuk komentar diskusi terhadap materi pembelajaran pada siklus I 86

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

rataannya 29,75 sedangkan pada siklus II rataannya 33,20 berarti ada peningkatan sebesar 3,45 poin. Pada asepk kerapian atau penampilan, rataaan nilainya pada Siklus I sebesar 16,75 sedangkan pada siklus II rataannya 18,75 berarti ada peningkatan sebesar 2,00.

Untuk perbandingan hasil tes dalam penelitian ini antara siklus I dan siklus II, dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :

GAMBAR 2.

PERBANDINGAN HASIL TES PADA SIKLUS I DAN SIKLUS II

Bila diperhatikan pada gambar 2 terlihat, rataan nilai hasil tes siswa untuk Siklus I rataannya sebesar 71,50 sementara untuk rataan hasil tes siswa pada Siklus II sebesar 72,75 berarti ada kenaikan sebesar 1,25.

Sedangkan untuk prosentase ketuntasan pada siklus I sebesar 75,00% belum bisa dikatakan tuntas secara klasikal karena masih kurang dari 80%. Namun pada Siklus II prosentase ketuntasan mencapai 85,00% berarti bisa dikatakan tuntas secara klasikal, dan ada peningkatan ketuntasan sebesar 10,00%.

IV. PENUTUP Dari pembahasan bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penerapan reciprocal teaching dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran ideologi negara pada pelajaran pendidikan kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 4 Marabahan. 2)Metode reciprocal teaching memacu siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri dan bersama-sama dengan kelompoknya sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. 3) Peningkatan aktivitas pembelajaran terlihat perbandingan antara Siklus I dan II. Pada Siklus I belum mencapai indikator keberhasilan penelitian. Namun pada siklus II hal tersebut sudah diperbaiki. Ini bisa dilihat pada hasil pengamatan keaktifan siswa 87

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

berupa partisipasi, pemahaman materi dan kerja sama terlihat adanya peningkatan prosentase pada hal yang lebih baik, dan pengurangan pada hal yang kurang baik.

Berdasarkan uraian simpulan di atas untuk pengembangan lanjutan, peneliti menyarankan sebagai berikut : 1) Penggunaan model pembelajaran reciprocal teaching disarankan diterapkan guru-guru lainnya, dalam proses pembelajaran. Karena dapat memotivasi peserta didik untuk aktif dan bertanggung jawab selama proses pembelajaran yang akhirnya akan berpengaruh pada prestasi belajarnya. 2) Model pembelajaran reciprocal teaching, disarankan untuk dilaksanakan pada materi pembelajaran lainnya selain Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga bisa diharapkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran. 3) Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru lebih berinteraksi dengan peserta didik sehingga peserta didik dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak segan untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahaminya.

DAFTAR PUSTAKA ------------------. 2013. Permendikbud 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ------------------. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2007 tanggal 11 Juni 2007, tentang standar penilaian pendidikan Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Aris, Shoimin. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Aqib Zainal. 2010. Pendidikan Karakter. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Allen, L. (1973). An Examination of the Ability of Third Grade Children from the Science Curriculum Improvement Study to Identify Experimental Variables and to Recognize Change.Science Education, 57, 123-151.

Dahar, RW., 1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Safari Amri, dkk. 2011. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pustaka Ilmu.

Jakarta.

Aris, Shoimin. (2016). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurukulum 2013.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Sudarwan. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran.

Pusbangprodik.

Sudarwan. 2013. Penilaian Otentik . Pusbangprodik. Jakarta Sudrajat Ahmad. 2011. Pendidikan Karakter Bangsa. Rineka Cipta. Jakarta Sugihartono dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

88

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA SMA NEGERI 8 BARABAI Syamsir Kamal, S.Pd, M.Pd ( Guru SMA Negeri 8 Barabai ) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ativitas dan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIPA Tahun Pelajaran 2022/2022. Penelitian ini menggunakan pembelajaran berdiferensiasi dengan melibatkan tiga unsur yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dibagi menjadi dua siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, obeservasi, evaluasi, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas XI MIPA 1 semester ganjil di SMA Negeri 8 Barabai Tahun Pelajaran 2021/2022. Adapun hasil penelitian yang dilaksanakan pada 29 orang siswa, pada kegiatan Pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar dari pembelajaran yang diterapkan sebelumnya, dengan rata-rata aktivitas belajar siswa yaitu 9,92 sedangkan skor rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus II adalah 16,80. Sedangkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, pada siklus I jumlah siswa yang tuntas 15 siswa (51,72%) sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 14 siswa (48,28%) dengan nilai rata-rata 66,55. Kemudian pada siklus II ini mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan siklus sebelumnya yaitu siswa yang sudah mencapai KKM berjumlah 28 siswa (96,55%), sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 1 siswa (3,45%) dengan nilai rata-rata 80.

Penelitian ini menunjukan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIPA di SMA Negeri 8 Barabai Tahun Pelajaran 2021/2022.

Kata Kunci: pembelajaran berdiferensiasi; aktivtas dan hasil belajar IMPLEMENTATION OF IFFERENTIATED LEARNING TO INCREASE ACTIVITIES AND MATHEMATICS LEARNING RESULTS OF STUDENTS OF CLASS XI MIPA SMA NEGERI 8 BARABAI Abstract This study aims to improve the learning activities and mathematics learning outcomes of students in class XI MIPA in the 2022/2022. This study uses differentiated learning by involving three elements, namely visual, auditory, and kinesthetic. This research is a classroom action research which is divided into two cycles. Each cycle consists of planning, implementing actions, observing, evaluating, and reflecting. The research was carried out on students of class XI MIPA 1 at SMA Negeri 8 Barabai in the 2021/2022.

89

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

The results of the research carried out on 29 students, the activities in the first cycle showed an increase in learning activities from the previously applied learning, with an average student learning activity of 9.92 while the average score of student learning activities in the second cycle was 16 ,80. While student learning outcomes have increased from cycle I to cycle II, in the first cycle the number of students who completed 15 students (51.72%) while students who had not completed were 14 students (48.28%) with an average score of 66.55 . Then in the second cycle, there was a very high increase compared to the previous cycle, namely students who had reached the KKM totaled 28 students (96.55%), while students who had not completed was 1 student (3.45%) with an average score of 80. .

This study shows that the application of differentiated learning can improve the activities and learning outcomes of mathematics students in class XI MIPA at SMA Negeri 8 Barabai in 2021/2022.

Keywords: differentiated learning; activities and learning outcomes ============ * ============ I. PENDAHULUAN Salah satu usaha meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas adalah dengan meningkatkan peran guru menentukan keberasilan suatu pembelajaran.

Berbagai metode, model dan strategi sudah digunakan guru dalam mengajar, namun pada kenyataannya masih banyak siswa yang kurang mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh gurunya. Disinilah guru tidak boleh putus asa dalam memberikan penjelasan kepada siswa, Karena tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dalam menerima pelajaran dari gurunya. Begitu juga siswa sulit menerima penjelasan dari guru, karena gurunya kurang tepat untuk menggunakan metode atau strategi dalam menyampaikan pembelajaran di kelas.

Guru Penggerak adalah salah satu program pemerintah dalam hal ini Kemdikbud dalam upaya meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid. Hal ini sesuai dengan paparan mekanisme Pelaksanaan PGP (Pendidikan Guru Penggerak) angkatan 2 Tahun 2021. Pendidikan yang berpusat pada murid, lebih menekankan aspek proses bagaimana siswa belajar dan efek dari proses belajar tersebut bagi perkembangan siswa itu sendiri. Guru penggerak adalah guru yang mempunyai sikap keteladanan dan keikhlasan terlebih dahulu, baru kemudian sebagai fasilitator dalam mengajarkan yang kreatif, efektif, dan menyenangkan. Artinya menjadi guru penggerak harus menjadi teladan bagi siswa, menjadi orang tua yang selalu membimbing anaknya, menjadi problem solver dalam setiap sumbatan pengetahuan dan wacana bagi orang-orang di sekitarnya (Kemdikbud, 2020) Salah satu pelajaran yang wajib dipelajari di SMA adalah Matematika dipelajari untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, kritis, praktis, bersikap positif dan berjiwa kreatif. Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa mampu bertahan dan berkembang mengikuti keadaan yang selalu berubah dengan memanfaatkan informasi yang diperoleh. Juga berfungsi untuk 90

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

mengembangkan kemampuan bernalar, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, dan diagram dalam menjelaskan gagasan. Banyak ditemui di lapangan siswa mendapat nilai rendah pada mata pelajaran ini, siswa malas menyelesaikan tugas-tugas matematika dengan alasan tidak mengerti dan sulit dipahami ataupun disaat proses pembelajaran keluar masuk kelas serta melaksanakan aktivitas yang tidak mendukung proses pembelajaran matematika.

Dari pengalaman mengajar di SMA menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kendala dalam pembelajaran matematika yang disampaikan guru, sehingga guru perlu menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Siswa lebih cenderung menghafal materi dari pada memahami konsep. Siswa menghapal pengalaman baru yang dialami dan tidak dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah dimiliki siswa sebagai akibat pengalaman terdahulu. Siswa yang belajar dengan cara menghapal pada pembelajaran matematika itu sebenarnya tidak sedang mempelajari matematika, sebab siswa tidak menyadari bahwa pengetahuan yang terkumpul tidak dapat membentuk suatu pemahaman konsep yang teratur.

Pembelajaran Matematika perlu melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental dan berfokus pada siswa, yang berdasarkan pada pengalaman keseharian. Selama belajar siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang bermakna sehingga pada tahap ini siswa mampu mengembangkan nilai-nilai dari pembelajaran matematika. Sebagai Calon Guru Penggerak yang tengan menjalani pendidikan guru penggerak (PGP) sebagai calon guru penggerak (CGP) Angkatan ke-2 di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, penulis merasa tertantang untuk ikut mewujudkan pendidikan yang berpusat pada siswa sesuai dengan visi misi guru penggerak. Belajar yang terpusat pada siswa sangat efektif diterpakan pada lingkungan belajar siswa (Sutarto & Syarifuddin, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang penulis identifikasi adalah sebagai berikut : 1) Guru belum menerapkan metode yang memungkinkan siswa untuk mengolah, mengembangkan produk sesuai dengan gaya atau minat dari masing-masing siswa. 2) Aktifitas fisik rendah selama proses pembelajaran. 3) Hasil belajar siswa yang masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal Berdasarkan uraian itu dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran matematika mempunyai nilai yang sangat strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, cerdas dan mampu menghadapi persaingan global untuk itu di perlukan kegiatan pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa. Dalam proses pembelajaran ternyata memiliki keunikan yang berbeda beda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang cepat dalam menangkap pelajaran dan dapat menyelesaikan kegiatan pembelajaran lebih cepat dari yang di perkirakan dan ada juga siswa yang lambat dalam belajar sehingga sering tertinggal pelajaran 91

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

dan memerlukan waktu yang lebih lama dari waktu yang diperkirakan untuk siswa normal.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka penulis menggunakan model pembelajaran berdiferensiasi. Menurut modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi dalam Program Guru Penggerak (PGP): Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses atau filosofi untuk pengajaran efektif dengan memberikan beragam cara untuk memahami informasi baru untuk semua siswa dalam komunitas ruang kelasnya yang beraneka ragam, termasuk cara untuk: mendapatkan konten; mengolah, membangun, atau menalar gagasan; dan mengembangkan produk pembelajaran dan ukuran penilaian sehingga semua siswa di dalam suatu ruang kelas yang memiliki latar belakang kemampuan beragam bisa belajar dengan efektif. Proses mendiferensiasikan pelajaran dilakukan untuk menjawab kebutuhan, gaya, atau minat belajar dari masingmasing siswa.

Pembelajaran berdiferensiasi dilatar belakangi akan kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda, sesuai dengan filosofi Kihajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”. Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran diferensiasi berarti mencampurkan semua perbedaan untuk mendapatkan suatu informasi, membuat ide dan mengekspresikan apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain bahwa pembelajaran diferensiasi adalah menciptakan suatu kelas yang beragam dengan memberikan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil setiap murid, sehingga murid-murid akan bisa lebih belajar dengan efektif.

Pada LMS Modul 2.1 PGP (2021), Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan: 1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ siswa untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap siswa di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar siswanya.

Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

3. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang 92

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar siswa dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Dengan demikian, guru perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar siswa-siswanya.

Tomlinson (2001) menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar siswa, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: 1. Kesiapan belajar (readiness) siswa.

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan siswa akan membawa siswa keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.

2. Minat siswa Siswa juga memiliki minat sendiri. Ada siswa yang minat nya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi siswa untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.

Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat siswa dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: a) membantu siswa menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar; b) menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran; c) menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi siswa sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan; 4) meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

3. Profil belajar siswa Profil belajar siswa terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar siswa berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan: a.Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator). b. Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik). Dan c.

Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

4.

93

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Menurut Andini (2016) pembelajaran diferensiasi menggunakan berbagai pendekatan (multiple approach) dalam konten, proses dan produk.

Dalam kelas diferensiasi, guru akan memperhatikan 3 elemen penting dalam pembelajaran diferensiasi di kelas yaitu (1) Content (input) yaitu mengenai apa yang murid pelajari, (2) Proses yaitu bagaimana murid akan mendapatkan informasi dan membuat ide mengenai hal yang dipelajarinya, (3) product (output), bagaimana murid akan mendemonstrasikan apa yang sudah mereka pelajari. Ketiga elemen tersebut di atas akan dilakukan modifikasi dan adaptasi berdasarkan asesmen yang dilakukan sesuai dengan tingkat kesiapan murid, ketertarikan (interes) dan learning profile.

Terdapat 3 elemen penting yang dilakukan diferensiasi, antara lain: 1. Content, konten berhubungan dengan apa yang akan murid-muird ketahui, pahami dan yang akan dipelajari. Dalam hal ini guru akan memodifikasi bagaimana setiap murid akan mempelajari suatu topik pembelajaran. Misalnya, guru akan mengajarkan matematikan yang mana tujuan objektifnya adalah murid-murid bisa membaca waktu. Dari murid-muridnya di kelas, mungkin guru akan menemukan anak yang belum mengerti mengenai konsep angka, ada juga yang belum mengertai mengenai konsep waktu dan mungkin beberapa murid- murid di kelasnya sudah memahami dan bisa membaca waktu dengan baik. Bagi anakanak yang tingkat kesiapannya sudah siap dan mengerti akan konten yang akan dipelajarinya, hal ini tidak menjadikan masalah bagi murid untuk belajar hal yang sama sesuai dengan konten yang sudah ditentukan. Bagi tingkat kesiapannya belum memahami mengenai konten tersebut, guru perlu melakukan modifikasi dan adaptasi berdasarkan tingkat kesiapan murid tersebut.

2. Process, Proses merupakan cara murid mendapatkan informasi atau bagaimana ia belajar. Dalam arti lain adalah aktivitas murid dalam mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan berdasarkan konten yang akan dipelajari. Aktivitas akan dikatakan efektif apabila berdasarkan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan murid. Murid akan bisa mengerjakan dengan sendirinya dan berguna bagi diri mereka sendiri.

3. Product, produk merupakan bukti apa yang sudah mereka pelajari dan pahami.

Murid-murid akan mendemostrasikan atau mengaplikasikan mengenai apa yang sudah mereka pahami. Produk akan merubah murid dari “consumers of knowledge to producer with knowledge”.

II. METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah awal dalam penyusunan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdapat empat tahap yaitu perencanaan, acting (pelaksanaan), observasi (pengamatan), dan refleksi. Rancangan penelitian tindakan yang akan dilaksanakan setiap siklusnya terdiri dari: 1) Perencanaan, Langkah pertama adalah melakukan perencanaan secara matang dan teliti. Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga kegiatan dasar, yaitu identifikasi masalah, merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan, terdapat subsub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya 94

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

tahap perencanaan. 2) Pelaksanaan, Pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. 3) Pengamatan, Alat untuk mendata seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini, penelitian harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulkan, dan alat atau instrumen pengumpulan data (tes, angket/observasi, dan lain-lain). 4). Refleksi, Kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penelitian seolah memantulkan pengalamannya ke cermin, sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya (Suyadi, 2015).

Sementara untuk teknik pengumpulan data, 1) Observasi, yakni teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan tehnik wawancara. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian”. Observasi yang digunakan digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengamati aktivitasaktivitas siswa dalam proses pembelajaran secara langsung, guna untuk melengkapi data-data kuantitatif dengan melalui pencatatan- pencatatan lembar observasi. 2) Tes Hasil Belajar, adalah ”suatu tes yang mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang sebagai hasil proses belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, keterapilan, sikap dan nilai”. Tes hasil belajar ini digunakan peneliti untuk mengukur hasil belajar matematika siswa kelas XI MIPA 1 dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika, yaitu 70. Tes yang diberikan berupa posttes.

Sedangkan untuk analisis terhadap data aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran dilakukan secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas disusun berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi).

(Nurkancana, 1992), untuk Metode analisis data yang digunakan terhadap hasil belajar siswa melalui data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui tes hasil belajar, sedangkan data kualitatif diperoleh dari observasi.

Setelah data diperoleh maka dilakukan analisis melalui proses reduksi data kemudian paparan data dan yang terahir dilakukan penarikan kesimpulan.

Untuk analisis kuantitaif, dihitung dengan menggunakan rumus statistik sederhana untuk mengetahui hasil belajar siswa seperti berikut:Untuk menghitung nilai rata-rata digunakan rumus:

Keterangan: a. X = Rata-rata nilai ∑ x = Jumlah semua nilai n = Jumlah Data

95

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

untuk analisis kualitatif dilakukan untuk menarik kesimpulan melalui lembar observasi.Hasil observasi dicatat dalam instrument lembar observasi. Data yang terkumpul dari lembar observasi dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan induktif. Aktivitas-aktivitas belajar siswa tersebut dapat diprosentasikan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : P = Angka Prosentase F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Jumlah frekuensi atau banyaknya individu III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN a. Hasil Siklus I Analisis terhadap data aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran dilakukan secara deskriptif. Kriteria penggolongan aktivitas disusun berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi).

Tabel 1. Kriteria keaktifan belajar siswa

Observasi aktivitas belajar siswa yang dilakukan pada siklus I yang terdiri dari dua kali kegiatan pembelajaran (2 x pertemuan). pada pertemuan pertama jumlah siswa hadir 29 orang, pertemuan kedua jumlah siswa hadir juga 29 orang. Sehingga rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada siklus I adalah 9,92 Dikaitkan dengan kriteria yang ditetapkan, maka tingkat aktivitas belajar siswa pada siklus I tergolong cukup aktif.

Sementara data hasil belajar siswa, disajikan pada tabel 2 berikut : No 1 2 3 4 5 6 7

Tabel 2. Data Perolehan Hasil Belajar Siswa Siklus I Aspek Deskripsi Jumlah Siswa yang ikut Tes 29 Orang Jumlah Siswa yang Tuntas 15 Orang (51,72%) Jumlah Siswa yang tidak Tuntas 14 Orang (48, 28%) Jumlah Nilai 1930 Nilai Tertinggi 90 Nilai Terendah 50 Rata-Rata 66,55 96

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90 dan nilai terendah 50. Nilai rata-rata yang dicapai adalah 66,55. Dari 29 siswa yang telah tuntas sebanyak 15 siswa (51,72 % ) dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 14 (48,28 %.) b. Hasil Siklus II Data observasi Pada pertemuan pertama jumlah siswa yang hadir 29 orang dan pada pertemuan kedua juga dihadiri oleh 29 orang siswa.

Sehingga rata-rata skor aktivitas belajar siswa pada siklus II adalah 16,8 maka tingkat aktivitas belajar siswa pada siklus II tergolong aktif.

Sedangkan data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut No 1 2 3 4 5 6 7

Tabel 3. Data Perolehan Hasil Belajar Siswa Siklus II Aspek Deskripsi Jumlah Siswa yang ikut Tes 29 Orang Jumlah Siswa yang Tuntas 28 Orang (96,55%) Jumlah Siswa yang tidak Tuntas 1 Orang (3,45%) Jumlah Nilai 2320 Nilai Tertinggi 100 Nilai Terendah 50 Rata-Rata 80

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100 dan nilai terendah 50. Nilai rata-rata yang dicapai adalah 80. siswa yang telah tuntas sebanyak 28 siswa dengan presentase ketuntasan 96,55 % dan siswa yang belum tuntas sebanyak 1 siswa dengan presentase 3,45 %. c. Pembahasan hasil penelitian Berdasarkan hasil analisis pengumpulan data maka diperoleh kesimpulan data aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Rekapitulasi aktivitas dan hasil belajar siswa per siklus melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 4. Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa Siswa Aktif Aktvitas Belajar Siswa Keterangan 𝑀 Siklus I 9,92 Cukup Aktif Siklus II 16,8 Aktif 97

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Penerapan rancangan tindakan pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar dari pembelajaran yang diterapkan sebelumnya, namun hasil yang ditunjukkan belum sesuai dengan yang diharapkan, karena skor rata-rata aktivitas belajar siswa yaitu 9,92 termasuk cukup aktif sehingga masih perlu ditingkatkan. Pada siklus II yang merupakan perbaikan tindakan pada siklus I, telah memberikan hasil yang lebih optimal. Skor rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 16,80 mengalami peningkatan sebesar 6,88 dibandingkan dengan skor rata-rata aktivitas belajar peserta didik pada siklus I yang mana siklus I sebesar 9,92.

Uraian Siklus I Siklus II

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Siswa Tuntas Siswa Tidak Tuntas Rata-rata Frekuensi % Frekuensi % 15 51,72 14 48,28 66,55 28 96,55 1 3,45 80

Pada siklus I siswa yang telah tuntas sebanyak 15 siswa dengan presentase 51,72% dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 14 siswa dengan presentase 48,28% , dan siklus II yang telah tuntas sebanyak 28 siswa dengan presentase 96,55% dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 1 siswa dengan presentase 3,45.

Dari penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensuiasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya pada induksi matematika. Hasil evaluasi belajar menunjukkan adanya peningkatan pada siklus I dari 51,72% dan pada siklus II menjadi 96,55%.

Cara penyajian materi dengan penerapan pembelajaran berdiferensisasi mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari peningkatan hasil rata-rata setiap siklusnya. Pada siklus I nilai rata-ratanya yaitu 66,55. Kemudian pada siklus II nilai rata-rata yaitu 80. Jadi berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan siklus I ke siklus II mengalami kenaikan yang baik dari awal pembelajaran pada saat penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada mata pelajaran matematika, dalam pelaksanaan hasil siklus II dengan hasil yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan hasil siklus I. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 8 Barabai Tahun Pelajaran 2021/2022. Peningkatan aktivitas belajar ditunjukan dari peningkatan skor rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus II adalah 16,80 mengalami peningkatan sebesar 6,88 dibandingkan dengan skor rata-rata aktivitas belajar peserta didik pada siklus I yaitu sebesar 9,92 dan hasil belajar pada siklus I dan siklus II dengan jumlah siswa sejumlah 29 siswa dengan KKM penetapan 98

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

sekolah yaitu 70. Pada siklus I hasil belajar mengalami peningkatan jumlah siswa yang tuntas 15 siswa (51,72%) sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 14 siswa (48,28%) dengan nilai rata-rata 66,55.

Kemudian pada siklus II ini mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan siklus sebelumnya yaitu siswa yang sudah mencapai KKM berjumlah 28 siswa (96,55%), sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 1 siswa (3,45%) dengan nilai rata-rata 80.

Beberapa saran yang dapat diungkapkan terkait dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Dengan berhasilnya penelitian ini, diharapkan kepada rekan-rekan guru matematika SMA untuk mempertimbangkan penerapan i pembelajaran dalam pembelajaran di kelas lain dan materi yang berbeda. 2) Diharapkan dengan diterapkannya metode pembelajaran berdiferensiasi dalam pembelajaran matematika ini dapat memberikan suatu alternatif yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Jadi tidak monoton seperti yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Daftar Pustaka Andini, D. W. 2016. “Differentiated Instruction”: Solusi Pembelajaran dalam Keberagaman Siswa di Kelas Inklusif. Trihayu, 2(3), 259034.

Arikunto, Suharmini. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Yogyakarta: PT Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Forsten, C., Grant, J., and Hollas, B. .2002. Differentiated Instruction.

Different Strategies for Different Learners.

Peterborough: Crystal Springs Books Hockett, J,A. 2018. Differentiation Strategies and Examples: Grades 6-12.

Tennese Departement of Education. Alexandria, VA: ASCD (Modul 2.1 PGP, 2021) Kemdikbud 2021, LMS Modul 2.1 Program Guru Penggerak. https://bantuan.simpkb.id/books/simlms-pgp-instruktur/ch01/1-1-caraakses-lms.html Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Sampurna, K. 2009. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Cipta Karya Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Amelia, Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rhineka Cipta.

Sutarto & Syarifuddin. 2013. Desain Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Samudra Biru.

99

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Suyadi, S. 2015. Desain Kurikulum Perguruan Tinggi Mengacu Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. PT. Remaja Arikunto, Suharsimi. (2009).

Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara) Tomlinson, C. A. 2000. Differentiation of Instruction in the Elementary Grades.

ERIC Digest. ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Chilhood Education (Modul 2.1 PGP, 2021) Tomlinson, C. A. 2001. How to differentiate instruction in mixed-ability classrooms. ASCD. Tomlinson. (Modul 2.1 PGP, 2021) Tomlinson, C. A. 2014. The Differentiated Clasroom Responding to the Needs of All Learner. 2nd Edition. Alexandria, VA: ASCD (Modul 2.1 PGP, 2021) Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta : Bumi Aksara.

100

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA SISWA KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 1 PENGARON. NURUL HILAL, M.Pd ( Guru SMA Negeri 1 Pengaron) Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan memahami sistem peredaran darah manusia menggunakan metode picture and picture pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron tahun pelajaran 2020/2021.

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan tahapan-tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, siklus pertama dan siklus kedua. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil adanya peningkatan penyampaian guru dalam pembuatan video pembelajaran bagi siswa selama wabah virus Covid-19 ini dalam setiap siklus. Pada siklus I diket ahui video mas ih te rk esan m embosanka n dan sa ngat kaku dan meningkat pada siklus II video pembelajaran sudah mulai baik dalam penyampaian materinya.

Kesimpulan bahwa melalui metode picture and picture diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa memahami sistem peredaran darah manusia di kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Pengaron tahun pelajaran 2020/2021.

Kata kunci: Sistem Peredaran Darah Manusia, Model Picture and picture.

APPLICATION OF PICTURE AND PICTURE MODEL IN IMPROVING STUDENT LEARNING OUTCOMES ON HUMAN BLOOD CIRCULATION SYSTEM OF CLASS XI MIPA 1 SMA NEGERI 1 PENGARON. Abstract The purpose of this study was to increase the ability of understanding of human circulatory system using the picture and picture model in class of XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron, 2020/2021.The research was carried out using the stages in Classroom Action Research (CAR), namely planning, implementation, observation, and reflection. The research was carried out in two cycles, the first cycle and the second cycle. Based on the description of the research it was found that there was an increase in the delivery of teachers in making learning videos for students during the Covid-19 virus outbreak in each cycle. In the first cycle, it was known that the video still seemed boring and very stiff and increased in the second cycle, the learning video had started well in delivering the material.

The conclusion is that the picture and picture model is expected to improve students' ability to understand the human circulation system in class of XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Pengaron in 2020/2021.

Keywords: Human Circulatory System, Model Picture and picture.

101

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

I. PENDAHULUAN Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan dari suatu pembelajaran.

Hal ini merupakan hal utama yang diperhatikan oleh berbagai pihak dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Masalah yang dihadapi dalam kenyataan adalah adanya hasil pembelajaran, khususnya mata pelajaran Biologi di kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Pengaron belum mencapai nilai yang maksimal. Hal ini bisa dilihat dari dari nilai ulangan harian yang masih di bawah KKM.Yaitu KKM 73, sebanyak 62% siswa nilai ulangan hariannya di bawah KKM. Masalah ini disebabkan guru dalam menggunakan metode yang kurang sesuai. Kebiasaan guru hanya menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Kemampuan guru dalam menggunakan metode lain (picture and picture) masih kurang. Sehingga dalam proses pembelajaran terkesan monoton dan kurang menarik. Di samping penggunakan metode yang kurang sesuai, juga karena alat peraga yang digunakan masih terbatas. Hal ini bisa dilihat dalam proses pembelajaran alat peraga yang digunakan seadanya. Guru tidak menyiapkan alat peraga secara matang. Dengan melihat keadaan seperti ini, otomatis siswa tidak tertarik dalam mengikuti pelajaran. Sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran. Ada siswa yang bercanda, ada yang berlarian ke sana ke mari, ada yang bermain sendiri dan sebagainya.

Karakteristik Biologi sebagai sebuah keilmuan dan kesulitan siswa untuk memahaminya merupakan tantangan tersendiri bagi guru untuk menciptakan jembatan penghubung diantara keduanya. Jembatan tersebut diharapkan mampu menciptakan model dan metode pembelajaran Biologi yang menarik, mudah dipahami siswa, menggugah semangat, menantang terlibat, dan pada akhirnya membuat siswa cerdas.

Tingkat penguasaan terhadap mata pelajaran Biologi di SMA, khususnya di kelas XI akan semakin sulit mengingat faktor pembatas berupa waktu belajar yang semakin singkat karena durasi belajar mereka yang banyak terpotong rangkaian ujian diantaranya Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional. Namun, guru yang kreatif akan melihat semua permasalahan ini sebagai tantangan yang harus dipecahkan dengan solusi yang tepat karena mereka punya kewajiban menghantarkan anak didik menuju kesuksesannya di jenjang pendidikan dasarnya.

Salah satu materi mata pelajaran Biologi di kelas XI yang tidak sedikit siswa mengalami kesulitan adalah materi sistem peredaran darah manusia. Dari data nilai harian ditemukan informasi hanya ada 38% siswa dari 28 siswa yang menguasai materi tersebut yang berarti hanya ada 10 orang siswa yang menguasainya, sisanya sebanyak 62% harus mengulang dikarenakan nilainya tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Coba kita tarik ke belakang, apa yang menjadi sebab rendahnya ketercapaian siswa dalam materi ini? Dari pengalaman pendidik didapatkan fakta pembelajaran Biologi sering disampaikan dengan metode ceramah. Metode ceramah notabene kurang pas digunakan dalam penyampaian materi Biologi. Padahal Biologi meniscayakan keterlibatan siswa secara langsung. Akhirnya pembelajaran dirasa kurang menarik sehingga siswa menjadi bosan, cenderung pasif, dan tidak semangat dalam belajar.

102

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Padahal dalam pembelajaran menurut Winkel (1989) (dalam Kurnia, 2008:3) sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang diperoleh perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada kemajuan yang progresif.

Proses pembelajaran dikatakan efektif bila peserta didik secara aktif ikut terlibat langsung dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan), sehingga mereka tidak hanya menerima secara pasif pengetahuan yang diberikan oleh guru. Dalam proses belajar mengajar tugas guru adalah mengembangkan dan menyediakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Menurut Nasution (2000:89), aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak berpikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berpikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.

Saat pembelajaran belangsung siswa mampu memberikan umpan balik terhadap guru. Sardiman (2006: 100) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar keduanya saling berkaitan. Oemar Hamalik (2009: 179) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Sedangkan hasil dari aktivitas belajar, adalah hasil belajar yang menurut Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Untuk meningkatkan hasil belajar, guru harus memahami model pembelajaran yang dipergunakan, menurut Arends (dalam Suprijono, 2013: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Menurut Joice& Weil (dalam Isjoni, 2013: 50) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.

Sedangkan Istarani (2011: 1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang, dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar.

Salah satu model pembelajaran yang bisa dipergunakan adalah model picture and picture, menurut Suprijono (dalam huda 2014: 236), mengemukakan: 103

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

“Picture And Picture merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. strategi ini mirip dengan Example NonExample, dimana gambar yang diberikan pada siswa harus dipasangkan atau diurutkan secara logis. Gambar-gambar ini menjadi perangkat utama dalam proses pembelajaran”. Model pembelajaran Picture and Picture sebagai metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, berhitung, mendengarkan, ataupun berbicara.

Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu agama, bahasa, matematika, pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial. Metode mengajar ini cocok untuk semua kelas/tingkatan.

Dalam menerapkan model pembelajaran picture and picture ini tidak hanya sekedar menerapkan akan tetapi ada langkah–langkah yang harus diperhatikan. Menurut Suprijono (dalam huda 2014: 236-238) adapun langkah – langkah pembelajarannya sebagai berikut: a. Penyampaian Kompetensi, Pada tahap ini, guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa dapat mengukur sampai sejauh mana kompetensi yang harus mreka kuasai. Di samping itu, guru harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi tersebut untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapainya. b. Presentasi Materi, Pada tahap penyajian materi, guru telah menciptakan momen awal pembelajaran,. Keberhasilan pembelajaran dapat dimulai dari sini. Pada tahap inilah, guru harus berhasil memberikan motovasi pada beberapa siswa yang kemungkinan masih belum siap. c. Penyajian Gambar, Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditujukkan. Dengan gambar, pengajar akan lebih hemat energi, dan siswa juga akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam pengemmbangan selanjutnya, guru dapat memodifikaasi gambar atau menggantinya dengan video atau demonstrasi kegiatan tertentu. d. Pemasangan Gambar, Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk memasangkan gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa cenderung merasa tertekan. Salah satu caranya adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan. e. Penjajakan, Pada Tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang alasan/dasar pemikiran dibalik urutan gambar yang disusunnya.

Setelah itu, siswa bisa diajak ntuk menemukan rumus,tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai.

Guru juga bisa mengajak sebanyakmungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi menjadi semakin menarik. f. Penyajian Kompetensi, Berdasarkan komentar data penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru bisa memulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Selama proses ini, guru harus memberikan 104

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

penekanan pada ketercapaian kompetensi tersebut. Di sini, guru bisa mengulangi, menuliskan atau menjelaskan gambar-gambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah ditetapkan. g. Penutup, diakhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat materi dan kompetensi dalam ingatan siswa.

II. METODOLOGI PENELITIAN Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron Tahun Pelajaran 2020/2021 Jumlah siswa yang menjadi objek penelitian ada 28 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki, dan 20 siswa perempuan.

Tempat penelitian direncanakan di kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron. Waktu pelaksanaan penelitian pada semester I Tahun Pelajaran 2020/2021, selama 3 minggu, dengan rincian siklus 1 tanggal 1 Oktober 2020 dan siklus 2 tanggal 8 Oktober 2020. Kegiatan penelitian tersebut meliputi persiapan penelitian, koordinasi persiapan tindakan, pelaksanaan (perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi), serta penyusunan laporan dan pengiriman laporan. Kegiatan penelitian ini sedianya berjalan semestinya di kelas. Namun, terjadinya wabah virus Covid-19 yang menjelma menjadi sebuah pandemi di seluruh dunia menyebabkan semua kegiatan harus dilakukan melalui rumah termasuk kegiatan belajar mengajar.

Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK bertujuan untuk meneliti dan menelusuri akar persoalan yang muncul di kelas. Setelah itu mencari solusi dan jalan keluar terbaik yang bisa dilakukan untuk menyelesaikannya (Muliawan, 2010).

Menurut Arikunto (2014:16) secara garis besar terdapat empat tahapan yang dilalui dalam melaksanakan penelitian tindakan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh guru untuk menyelesaikan masalah.

Tindakan dilakukan sesuai program pembelajaran tanpa adanya rekayasa untuk kepentingan penelitian (Sanjaya, 2013: 79).

Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan. Melalui pengumpulan informasi, pengamat dapat mencatat berbagai kelemahan dan kekuatan yang dilakukan guru dalam melaksanakan tindakan, sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan ketika guru melakukan refleksi untuk penyusunan rencana siklus berikutnya (Sanjaya, 2013: 79-80).

Sedangkan refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yang dilaksanakan guru selama tindakan melalui diskusi dengan pengamat.

Sehingga guru dapat mengetahui berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki dan dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana ulang (Sanjaya, 2013: 80).

105

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Untuk data yang dikaji adalah Data siswa kelas XI MIPA SMA N 1 Pengaron TP. 2020/2021, Peristiwa yang terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar, Dokumen berupa daftar nilai hasil belajar siswa dan Lembar pengamatan.

Sedangkan jenis data ada 2 yakni, a. Data Kuantitatif, berupa hasil belajar Biologi materi system peredaran darah manusia. Data tersebut diperoleh dari jawaban siswa Ketika mendapatkan soal dari guru melalui BDR. b. Data kualitatif berupa hasil observasi terhadap keterampilan guru, aktivitas siswa dan catatan lapangan dalam pembelajaran matematika dengan materi operasi hitung campuran pada bilangan cacah melalui video pembelajaran.

Sementara itu, Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini yaitu: a. Pengamatan, Pengamatan yang dilakukan adalah mengamati hasil video pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 apakah dapat mencapai hasil peningkatan hasil belajar siswa. b. Non tes dalam penelitian ini berupa observasi aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran melalui video pembelajaran berlangsung.

Untuk analisis data, untuk data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan mean dan ketuntasan belajar secara individual maupun klasikal dan ditampilkan dalam bentuk persentase. Analisis tingkat keberhasilan atau ketuntasan belajar siswa setelah pembelajaran berlangsung (melalui video pembelajaran) pada setiap siklusnya (siklus I dan II). Sedangkan untuk data kualitatif berupa data hasil observasi proses pembelajaran, catatan lapangan, dan angket dalam pembelajaran. Data kualitatif dalam penelitian berupa data hasil observasi keterampilan guru dan aktivitas diorganisasikan ke dalam kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang sesuai dengan skor yang telah ditetapkan.

Penelitian dikatakan berhasil dan ada peningkatan apabila keterampilan guru dalam pembelajaran dapat meningkat serta hasil belajar siswa dalam pembelajaran Biologi mencapai ketuntasan 80% dengan nilai KKM 75. Jadi apabila dalam kelas tersebut hasil yang diperoleh belum mencapai angka tersebut, penelitian akan terus dilakukan sampai hasil tersebut dicapai.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN a. Siklus I Siklus I dilaksanakan pada Kamis 1 Oktober 2020 di kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron. Pemilihan lokasi syuting video pembelajaran ini sengaja dipilih di sekolah bertujuan agar dapat mengobati rindu siswa terhadap sekolah mereka terlebih dengan kelasnya. Pokok bahasan pada video pembelajatan siklus 1 yaitu mengenai penjelasan tentang system peredaran darah besar dan kecil dengan alokasi waktu 4 menit. Durasi pengambilan video pembelajaran memang singkat hanya menyertakan kegiatan inti yaitu menyampaikan materi dan menitikberatkan pada urutan peredaran darah kecil dan urutan peredaran darah besar, yang disampaikan secara singkat dengan harapan dapat dengan mudah diingat oleh siswa.

106

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Kegiatan awal dibuka dengan mengucapkan salam dan mengajak siswa berdoa. Dilanjutkan dengan menanyakan keadaan siswa selama menjalani program BDR, apakah tetap bersemangat dalam mengikuti pembelajaran walaupun hanya melalui video. Masuk ke kegiatan inti yaitu menerangkan materi. Kegiatan akhir dari video pembelajaran tersebut adalah guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan penguatan materi penting.

Gambar 1. Pembelajaran Melalui zoom meeting.

Pada tahan refleksi, peneliti bekerja sama dengan teman sejawat berkonsultasi pada pembimbing untuk mencatat semua temuan dalam perbaikan pembelajaran, yang meliputi kelebihan dan kelemahan pada perbaikan siklus 1. Tujuan dari refleksi penelitian tindakan adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada siklus 2 agar pembelajaran berikutnya yang disampaikan melalui video pembelajaran semakin baik.

Adapun kelebihan pada siklus 1 adalah pertama, untuk keberhasilan terjadi meningkatnya motivasi dan minat belajar siswa, dan secara keseluruhan guru telah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik dalam proses perbaikan pembelajaran melalui video pembelajaran. Sedangkan kekurangan dari siklus I ini, Durasi video terlalu singkat, sehingga tidak memuat secara utuh proses pembelajaran, Video pembelajaran tidak memuat variasi suara atau tampilan yang menarik sehingga terkesan membosankan bagi siswa, maka guru tidak dapat mengukur ketercapaian siswa dalam memahami materi. Dan sifat video pembelajaran yang satu arah membuat guru kesulitan dalam membimbing siswa secara langsung.

Berdasarkan refleksi yang telah diuraikan tersebut, maka perlu adanya perbaikan baik dari guru maupun siswa pada seluruh aspek penilaian siklus 1 untuk tahap pelaksanaan pada siklus 2 yakni, a) Pada awal pembelajaran, guru perlu memberikan motivasi pada siswa agar siap dan fokus dalam mengikuti pembelajaran. b) Dalam menjelaskan manfaat 107

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

materi, guru seharusnya menyebutkan manfaat materi secara keseluruhan tidak hanya terfokus pada materi tertentu. c) Penyampaian tujuan pembelajaran seharusnya disampaikan dengan jelas sehingga siswa mengetahui kegiatan pembelajaran dan batasan materi pada hari tersebut. d) Guru perlu menciptakan kondisi “kelas” yang baik dalam pembelajaran walaupun hanya melalui video. e) Guru seharusnya membuat tampilan video yang menarik minat siswa dalam menyimak pembelajaran.

Misalkan dengan menyertakan suara dan gambar-gambar yang lucu, f) Guru seharusnya memberikan soal. g) Pada akhir pembelajaran guru perlu menyimpulkan dan merefleksi kegiatan pembalajaran pada hari tersebut dan mengajak siswa untuk berdoa. b. Siklus II Siklus II dilaksanakan pada Kamis, 8 Oktober 2020 di kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Pengaron. Pokok bahasan pada siklus 2 masih sama yaitu mengenai masalah yang berkaitan dengan materi system peredaran darah manusia dengan alokasi waktu 2x45 menit. Pelaksanaan siklus ini merupakan penerapan dari picture and picture serta penggunaan media pembelajaran berupa gambar yang mencocokan urutan peredaran darah. yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Titik tekan pada pelaksanaan siklus 2 ini adalah melaksanakan poin-poin perbaikan yang menjadi catatan di siklus 1.

Dalam melaksanakan pengamatan peneliti menggunakan format lembar pengamatan. Pengamatan lebih ditekankan pada kegiatan guru dalam menyampaikan pembelajaran melalui video yang dibuat. Adapun hasil pengamatannya sebagai berikut: a) Video pembelajaran kedua sudah menampakkan perbaikan dari video yang pertama. Diantara perbaikannya, guru mulai luwes di hadapan kamera b) Pemaparan materi oleh guru tidak jauh berbeda pada video kedua dengan video yang pertama c) Letak perbedaannya lebih pada bervariasinya gambar yang diberikan guru. Gambar-gambar di video kedua menampilkan dua (2) gambar yang menunjukkan peredaran darah kecil dan gambar yang menunjukkan peredaran darah besar. Sehingga siswa dapat melihat dan menemukan perbedaan antara system peredaran darah besar dan system peredaran darah kecil.

Data yang diperoleh pada penelitian siklus II berupa keterampilan guru dalam membuat video pembelajaran. Bagaimana guru mampu mengemas video yang menarik minat siswa saat menyaksikannya.

Berdasarkan hasil refleksi tersebut, maka pembelajaran Biologi kompetensi dasar sistem peredaran darah manusia diharapkan mampu meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa.

108

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

c. Perbandingan Siklus I dan II Keterampilan guru pada pembelajaran pada siklus I dan II mengalami peningkatan setiap siklusnya. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya perbaikan pelaksanaan tindakan pada siklus sebelumnya. Guru melakukan apersepsi dapat menarik perhatian siswa, guru menunjukkan penguasaan materi sehingga dapat mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan dan realita kehidupan sehari-hari, penyampaian materi cukup jelas sesuai dengan hirarki belajar dan karakteristik siswa.

Aktivitas guru yang tidak baik atau masih mendominasi kegiatan pembelajaran yaitu pada parameter membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi, mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru, dan membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran.

Implikasi hasil penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu implikasi teoretis, implikasi praktis, dan implikasi pedagogis. Implikasi teoritis penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sehingga dapat mendorong dan memotivasi para guru untuk melakukan penelitian sejenis sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalisme seorang guru. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi para guru untuk mengembangkan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

Implikasi praktis penelitian ini yaitu adanya temuan-temuan positif yang mengarah pada perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran Biologi kedepannya. Implikasi pedagogis hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan kualitas pembelajaran Biologi yang meliputi: keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran melalui video pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Pengaron.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh kesimpulan, pertama, Penerapan pembelajaran metode kooperatif model picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar Biologi materi sistem peredaran darah manusia di SMA N 1 Pengaron TP. 2020/2021 karena sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari 2 siklus, yang menunjukkan adanya peningkatan penguasaan guru dalam kemampuannya meningkatkan pengelolaan pembelajaran Daring (online).

Kedua, Cara meningkatkan hasil belajar murid kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Pengaron pada pembelajaran Biologi materi sistem peredaran darah manusia adalah dengan penerapan pembelajaran kooperatif model picture and picture. Secara keseluruhan guru telah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik dalam proses perbaikan pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian dalam pembelajaran, maka peneliti dapat memberikan saran bagi guru untuk menggunakan metode 109

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran Biologi yang akan disampaikan. Metode Kooperatif Model picture and picture ini bisa menjadi salah satu model pembelajaran yang pas diterapkan pada mata pelajaran Biologi. Terutama pada pembelajaran Daring (online) pada masa pandemi Covid 19 ini. Selain itu, guru perlu meningkatkan keterampilan dasar mengajarnya sehingga dapat membantu siswa untuk mencapai tingkat perkembangannya secara optimal serta mengembangkan model pembelajaran inovatif yang dipadukan dengan media yang menarik sesuai karakteristik siswa juga karakteristik keadaan atau kondisi yang melingkupinya ketika belajar daring dari rumah masing-masing.

Kedua, kepada siswa harus mengembangkan rasa percaya dirinya dalam bertanya, menjawab, maupun memberi tanggapan pada saat pembelajaran dan guru lah yang dapat membantu mereka. Selain itu, siswa harus lebih memperhatikan materi yang disampaikan guru termasuk gambar-gambar yang disajikan. Sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.

Ketiga, kepada sekolah, hasil penelitian dengan metode pembelajaran kooperatif model picture and picture dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah sehingga kualitas pembelajaran tersebut dapat dipertahankan secara terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Herrhyanto, Nar dan Akib Hamid. (2011). Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Huda, Miftahul. (2011). Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamdayama, Jumananta. (2014). Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution, (2006). Berbagai pendekatan dalam proses belajar & mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003).

Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudjana, Nana. (2009). Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta Wardani, IGAK dkk. (2013). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

110

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LUAS DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DI KELAS IX A SMP NEGERI 1 WANARAYA KABUPATEN BARITO KUALA Suwarto, S.Pd (Guru SMP Negeri 1 Wanaraya) ABSTRAK Materi tentang luas dan volume bangun ruang sisi lengkung termasuk materi pelajaran geometri . Kenyataan yang ditemui bahwa, hasil belajar siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala pada mata pelajaran Matematika masih rendah. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa mencapai 59.

Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan >70. Minimal 80 % siswa mendapat nilai >70 pada mata pelajaran Matematika. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi tersebut, dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru dalam pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran Think Pair Share dan hasil belajar siswa dalam materi luas dan volume bangun ruang sisi lengkung.

Penelitian dilaksanakan sesuai prosedur Penelitian Tindakan Kelas dimulai perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan tes dan observasi terhadap siswa kelas IX A yang berjumlah 22 orang pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Siklus I terdiri atas 2 pertemuan. Siklus II terdiri atas 2 pertemuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share dapat meningkatkan aktivitas siswa, guru, dan hasil belajar siswa. Pada siklus I aktivitas siswa diperoleh 85,5 %, aktivitas guru diperoleh 89,6 %, Hasil belajar siswa berdasarkan ketuntasan klasikalnya 95,5 % dan respon siswa terhadap pembelajaran diperoleh 94,2 %. Pada Siklus II aktivitas siswa diperoleh 82,1 %, aktivitas guru diperoleh 89,6 %, Hasil belajar siswa berdasarkan ketuntasan klasikalnya 90,9 % dan respon siswa terhadap pembelajaran diperoleh 95,1 % Kata kunci : Think Pair Share, Luas Dan Volume Bangun Ruang USING THINK PAIR SHARE MODEL TO INCREASE STUDENT LEARNING OUTCOMES ON AREA AND VOLUME OBJECT IN CLASS IX A OF SMP NEGERI 1 WANARAYA, BARITO KUALA ABSTRACT The material the area and volume of curved space includes geometry subject matter. The fact found that the learning outcomes of class IX A students of SMP Negeri 1 Wanaraya, Barito Kuala in Mathematics are still low. The average score obtained by students is 59. While the Minimum Completeness Criteria (KKM) is set >70. At least 80% of students scored >70 in Mathematics. To improve student learning outcomes on the material, classroom action research was carried out by 111

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

applying the Think Pair Share learning model. This study aims to increase student activity, teacher activity in learning, student responses to Think Pair Share learning and student learning outcomes in terms of area and volume of curved spaces.

The research was carried out according to the Classroom Action Research procedure, starting with planning, action, observation, and reflection. Data collection was carried out with tests and observations of 22 class IX A students in the odd semester of the 2018/2019. This research was conducted in 2 cycles. Cycle I consisted of 2 meetings. Cycle II consisted of 2 meetings.

The results showed that the Think Pair Share learning model could improve student activities, teachers, and student learning outcomes. In the first cycle of student activity obtained 85.5%, teacher activity obtained 89.6%, student learning outcomes based on classical completeness 95.5% and student responses to learning obtained 94.2%. In Cycle II student activity was obtained 82.1%, teacher activity obtained 89.6%, student learning outcomes based on classical completeness 90.9% and student responses to learning obtained 95.1% Keywords: Think Pair Share, Area and Volume Space ============= * ============= I. PENDAHULUAN Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 mengisyaratkan adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa agar mereka lebih berilmu, cakap, kreatif dan bertanggung jawab. Pada era globalisasi yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan yang berat, karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Pembelajaran konvensional yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan kreatif harus segera diganti dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Kusuma, 2012) Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dengan tuntutan pendidikan pada saat ini mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan salah satunya adalah standar proses. Berdasarkan Permendiknas N0.

41 Th. 2007 Ttg. Standar Proses, yang mencakup Silabus,Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Prinsip-prinsip Penyusunan RPP. Pembelajaran matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambanglambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya (Suriasumantri, 2003: 190). Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan ditemukan selama pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa kurang aktif, mereka akan aktif apabila diberikan tugas, respon siswa terhadap penyampaian materi oleh guru masih rendah sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru, banyak siswa yang tidak selesai dalam mengerjakan soal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Siswa juga tampak tidak bermotivasi pada pelajaran matematika. Sehingga guru perlu selalu berupaya menumbuhkan motivasi belajar siswa pada pelajaran matematika.

Motivasi belajar adalah salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran (Mulyasa, 2005:112).

112

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Selain tumbuhnya motivasi, guru juga harus membangkitkan motivasi yang ada dalam diri siswa agar terangsang untuk mempelajari materi serta ingin memahami pelajaran lebih lanjut. Melalui demonstrasi penggunaan berbagai bentuk metode pengajaran, siswa merasa ingin tahu lebih jauh tentang konsep yang dipelajarinya dan akan terus berusaha untuk menelaah dan mengetahui konsep tersebut lebih mendalam.

Kenyataan yang ditemui bahwa, hasil belajar siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala pada mata pelajaran Matematika masih rendah. Berdasarkan hasil ulangan harian, diketahui hanya 27,3 % siswa di kelas itu tuntas materi luas dan volume bangun ruang sisi lengkung. Nilai ratarata yang diperoleh siswa mencapai 59. Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Matematika kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala ditetapkan >70. Minimal 80 % siswa kelas IX A SMP Negeri1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala mendapat nilai >70 pada mata pelajaran Matematika.

Berdasarkan nilai ketuntasan yang masih kecil tersebut dapat dinyatakan kemampuan siswa menguasai materi tentang luas dan volume bangun ruang sisi lengkung masih belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar siswa mengalami kesulitan karena belum paham konsep dan fakta materi tersebut.

Rendahnya kemampuan siswa ini berdampak terhadap pencapaian nilai hasil belajar siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala tahun 2018/2019. Berdasarkan masalah diatas, untuk meningkatkan aktifitas mengajar guru, aktifitas belajar siswa, hasil belajar siswa serta respon siswa terhadap pembelajaran materi luas dan volume bangun ruang sisi lengkung di kelas IX A pada SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala, peneliti merencanakan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share .

Hal ini selaras dengan teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Piaget yang menyatakan pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif tempat terjadinya proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus – menerus.

Konstruksi berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba – tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidahyang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Thobroni & Mustofa, 2013: 107 – 108).

Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.

Kontruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu 113

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

yang given dari alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri, yang kita pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. Belajar, dengan demikian semata – mata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi pengalaman – pengalaman baru (Suyono & Hariyanto, 2014: 105).

Sedangkan, belajar dalam pandangan konstruktivisme betul – betul menjadi usaha individu dalam mengkonstruksi makna tentang sesuatu yang dipelajari. Konstruktivisme merupakan jalur alami perkembangan kognitif.

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa siswa datang ke ruang kelas dengan membawa ide – ide, keyakinan, dan pandangan yang perlu diubah atau dimodifikasi oleh seorang guru yang memfasilitasi perubahan ini, dengan merancang tugas dan pertanyaan yang menantang seperti membuat dilema untuk diselesaikan oleh peserta didik (Yaumi & Hum, 2013: 42).

Berlandaskan paham ini, maka munculah model-model pembelajaran kooperatif sebagai turunan dari filosofi konstuktivisme ini, menurut Solihatin dan Raharjo dalam Iskandar (2015, h. 38) model pembelajaran kooperatif adalah suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara lain pelaksanaan pembelajaran kooperatif di dasarkan pada kebersamaan belajar.

Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dengan aturan tertentu dan memberi tugas untuk di pelajari. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran kelompok lain yang di lakukan secara asal-asalan. Penerapan pembelajaran sesuai prosedur model kooperatif dalam membuat kelas terkelola dengan baik. Keberhasilan dalam pengelolaan kelas akan membuat pembelajaran kooperatif lebih efektif sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu, untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar terutama untuk mengatasi permasalahan yang yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adlah model pembelajaran Think-Pair-Share yang didkembangkan oleh Frank Lyman. Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif. Metode Think-Pair-Share (TPS) tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif,metode Think-Pair-Share (TPS) dapat juga disebut sebagai metode belajar mengajar berpasangan (slavin, 2009 : 257).

Model ini memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan siswa lain dan meningkatkan partisipasi siswa dikelas, sehingga lebih unggul dibandingkan pembelajaran ceramah yang menggunakan metode hafalan dasar.

114

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Lebih lanjut Anita Lie (2004 : 58) menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share sebagai berikut : 1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. 2)Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

3) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. 4) Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat.

Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.

Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Metode ini memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Wanaraya berada di Jl Sidomulyo RT 12 Kec Wanaraya mulai bulan Agustus 2018 sampai bulan Oktober 2018 yang melibatkan dua orang guru matematika (seorang guru menjadi pengajar dan satu orang lainnya menjadi observer). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-A berjumlah 23 orang siswa yang terdiri 12 orang laki-laki dan 10 orang perempuan . Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Di SMP Negeri 1 Wanaraya menggunakan kurikulum K-13 bagi kelas 7 dan 8 sedangkan kelas IX masih menggunakan Kurikulum 2006. Mata pelajaran dalam penelitian ini adalah matematika pada materi Luas dan Volume bangun ruang sisi lengkung Rancangan atau desain dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart dalam Suharsimi Arikunto (2011 : 16). Tahap-tahap dalam penelitian ini ada empat komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi Pada tahap perencanaan ada beberapa langkah yakni 1) Merencanakan proses pelaksanaan cooperative learning dengan metode TPS (Think-Pair-Share) pada mata pelajaran Matematika materi Luas dan Volume bangun tabung. 2) Mengembangkan skenario model pembelajaran dengan membuat RPP, 3) Menyusun LOS (Lembar Observasi Siswa, guru) dan 4) Menyusun test belajar Untuk data penelitian berasal dari Aktivitas Mengajar Guru, Aktivitas Belajar Siswa, respon siswa dan Hasil Belajar Siswa, pada SMP Negeri 1 Wanaraya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito di Kelas IX A Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019. Jumlah siswa 24 orang yang terdiri dari siswa laki -laki sebanyak 12 orang dan siswa perempuan sebanyak 10 orang. Sedangkan teknik pengambilan data dengan cara mengambil data dari hasil observasi oleh observer dengan mengisi lembar oservasi yang telah disediakan oleh peneliti, yang sesuai dengan model pembelajaran Think Pair Share. Observasi ini dilakukan pada setiap kali pertemuan, baik pada siklus I maupun siklus II. Data tentang Respon Siswa dalam mengikuti 115

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

pembelajaran diambil dari hasil kuesioner (angket) yang telah disediakan oleh peneliti, yang sesuai dengan model pembelajaran Think Pair Share. Observasi ini dilakukan pada setiap akhir siklus. Data tentang Hasil Belajar Siswa diambil dari hasil tes yang dilakukan oleh peneliti pada akhir kegiatan belajar mengajar di setiap pertemuan, baik pada siklus I maupun siklus II. Untuk penganalisaan data untuk menyusun dan mengolah data yang terkumpul, sehingga dapat menghasilikan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jenis data yang diperoleh ada dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data ini diperoleh dari: 1) Secara kualitatif a) Persentase aktifitas guru = 𝑥 100% Nilai akhir aktivitas guru setiap siklus dapat diinterprestasikan dengan menggunakan kriteria pada tabel berikut : Persentase 76 % - 100% 51 % - 100% 26 % - 50 % <= 25%

Kategori Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

Teknik penskoran aktivitas guru menggunakan skala Guttman, yaitu dengan rentang skor antara 1 sampai 4. Skor aktiftas siswa untuk checklist Tidak Aktif = 1, Kurang Aktif = 2, Aktif = 3, Sangat Aktif = 4. Ketentuan dalam memberi checklist pada setiap butir soal yang terdapat dalam lembar observasi aktivitas guru b) Persentasi aktifitas siswa = 𝑥 100% Nilai akhir aktivitas siswa setiap siklus dapat diinterprestasikan dengan menggunakan kriteria pada tabel berikut : Persentase

Kategori

76 % - 100% 51 % - 100% 26 % - 50 % <= 25%

Tidak Aktif Kurang Aktif Aktif Sangat Aktif

Teknik penskoran aktivitas siswa menggunakan skala Guttman, yaitu dengan rentang skor antara 1 sampai 4. Skor aktiftas siswa untuk checklist Tidak Aktif = 1, Kurang Aktif = 2, Aktif = 3, Sangat Aktif = 4. Ketentuan dalam memberi checklist pada setiap butir soal yang terdapat dalam lembar observasi aktivitas siswa. c) Persentasi Respon Siswa juga mengacu pada kedua variabel tersebut diatas. Nilai akhir respon siswa setiap siklus dapat diinterprestasikan dengan menggunakan kriteria pada tabel berikut ini.

116

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Persentase

Kategori

76 % - 100% 51 % - 100% 26 % - 50 % <= 25%

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Penilaian Respon siswa terhadap model pembelajran Think Pair Share, menggunakan skala Tidak Setuju = 1, Kurang setuju = 2, Setuju = 3 dan Sangat Setuju = 4. Ketentuan dalam memberi checklist pada setiap butir soal yang terdapat dalam lembar observasi respon siswa.

Indikator keberhasilan penelitian adalah 1) Aktivitas kegiatan mengajar guru dapat mencapai = 80% dengan kategori Sangat Baik. 2) Aktivitas belajar siswa dikatakan berhasil apabila mencapai minimal = 80% dengan kategori Sangat Aktif. 3) Respon Siswa dikatakan berhasil apabila mencapai minimal = 80% dengan kategori Puas/Sangat Senang terhadap Model pembelajaran Think Pair Share(TPS) pada Materi Luas dan Volume Bangun Ruang Sisi Lengkung. Ddan 4) Hasil belajar minimal 80% siswa mencapai KKM yaitu mendapat nilai ≥70 III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan hasil observasi mengajar guru pada siklus I pertemuan pertama diperoleh prosentasi 81,3 % yang berarti sangat baik sedangkan pada pertemuan kedua diperoleh 89,6 % yang berarti sangat baik. Sedangkan pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh prosentasi 89,6 % yang termasuk kategori sangat baik dari keterangan silus I dan siklus II, dibawah ini dapat dilihat dengan tabel berikut : Hasil Observasi aktivitas mengajar guru siklus I dan SiklusII PERSENTASE Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV 81,3 %

89,6 %

89,6 %

85,4 %

Dari Hasil observasi aktivitas mengajar guru sudah berhasil yaitu minimal mengajar guru = 80 % dengan kategori sangat Baik. Berdasarkan tabel aktivitas mengajar guru siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

117

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Sementara itu, berdasarkan hasil observasi terhadap belajar Siswa pada siklus I pertemuan I diperoleh prosentasi 84,2 % yang berarti sangat aktif sedangkan pada pertemuan II diperoleh 85,5 % yang berarti sangat aktif. Sedangkan pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh prosentasi 83,7 % dan pertemuan keempat diperoleh prosentase 82,1% yang termasuk kategori sangat aktif dari keterangan siklus I dan siklus II, dibawah ini dapat dilihat dengan tabel berikut : Hasil Observasi aktivitas Belajar Siswa siklus I dan SiklusII PERSENTASE Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV 84,2 % 85,5 % 83,7 % 82,1 % Dari Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada pertemuan I,.pertemuan II, pertemuan III dan pertemuan IV kategori sanagat aktif berarti secara keseluruhan aktivitas belajar siswa sudah berhasil yaitu minimal aktivitas belajar siswa = 80 % dengan kategori sangat aktif. Berdasarkan tabel aktivitas Belajar Siswa guru siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini :

118

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Berdasarkan hasil Belajar Siswa yang dilakukan pada siklus I pertemuan pertama diperoleh prosentasi ketuntasan klasikal 86,4 % sedangkan pada pertemuan kedua diperoleh ketuntasan klasikal 95,5%.

Sedangkan pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh prosentasi ketuntasan klasikal 90,9 % sedangkan pertemuan keempat diperoleh prosentasi ketuntasan klasikal 90,9 %.dari keterangan silus I dan siklus II, dibawah ini dapat dilihat dengan tabel berikut : Prosentase Klasikal

Hasil Belajar Siswa siklus I dan Siklus II PERSENTASE Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III 86,4 % 90,9 % 81,8 %

Pertemuan IV 90,9 %

Dari Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama diperoleh ketuntasan klasikal prosentase 86,4 % pertemuan kedua adalah 95,5 % pertemuan III adalah90,9 % pertemuan IV adalah 90,9 % berarti secara keseluruhan hasil belajar sudah berhasil dari indicator ketuntasan klasikal yaitu ≥ 80 %. Berdasarkan tabel hasil Belajar Siswa guru siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini

Sementara itu, untuk repspon siswa terhadap pembelajaran, dapat dilihat pada hasil observasi baik di siklus I pertemuan kedua, dan Siklus II pada pertemuan keempat, hasil respon dapat dilihat pada tabel berikut :

119

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Hasil Jawaban Angket respon Siswa RESPON SISWA SIKLUS I SIKLUS II Sangat Tidak Senang 1,1 % 0% Tidak Senang 1,1 % 1,1 % Senang 17,6 % 17,5 % Sangat Senang 80,2 % 81,4 % JUMLAH 100 % 100 % Berdasarkan tabel diatas tentang Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Think Pair Share pada Siklus I dan Siklus II dapat disajikan grafik sebagai berikut :

Gambar 4.10

Gambar Respon Siswa Terhadap Model TPS IV. PENUTUP Berdasarkan hasil observasi aktivitas mengajar guru pada siklus I pertemuan pertama diperoleh 81,3 % pertemuan kedua diperoleh 89,6 %pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh 89,6 % pertemuan keempat diperoleh 85,4 % bearti secara keseluruhan aktivitas mengajar guru sudah kategori Sangat Baik berarti bahwa penelitian kami sudah mencapai atau melampau Indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu minimal = 80 % dan sesuai dengan hipotesis tindakan Sedangkan aktivitas Siswa pada siklus I pertemuan pertama diperoleh 84,2 % pertemuan kedua diperoleh 85,5 % pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh 83,7 % pertemuan keempat diperoleh 82,1 % berarti secara keseluruhan aktivitas Belajar Siswa sudah kategori Sangat Aktif berarti bahwa penelitian sudah mencapai atau melampau Indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu minimal = 80 % dan sesuai dengan hipotesis tindakan Berdasarkan Hasil Belajar Siswa pada siklus I pertemuan pertama prosentase klasikal diperoleh 86,4 % pertemuan kedua diperoleh 95,5 % pada siklus II pertemuan ketiga diperoleh 90,9 % pertemuan keempat diperoleh 90,9 120

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

% berarti secara keseluruhan Hasil Belajar Siswa Hasil belajar minimal 80% siswa mencapai KKM yang telah ditetapkan guru sebelumnya yaitu mendapat nilai ditetapkan guru sebelumnya yaitu mendapat nilai ≥70, berarti penelitian kami sudah mencapai atau melampai indicator keberhassilan yang sudah ditetapkan baik individual atau klasikal dan sesuai hipotesis tindakan.

Sementara untuk respon siswa, berdasarkan jawaban angket Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Think Pair Share(TPS) pada Siklus I pertemuan kedua adalah STS = 1,1 %, TS = 1,1 %, S = 17,6 % SS = 80,2% dan Siklus II pertemuan keempat adalah STS = 0 %, TS = 1,1 %, S = 17,5 % SS = 81,4 % jadi secara keseluruhan prosentasenya dengan kategori Puas/Sangat Senang terhadap Model pembelajaran Think Pair Share(TPS) pada Materi Luas dan Volume Bangun Ruang Sisi Lengkung Dengan hasil yang demikian dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Think Pair Share(TPS) dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar matematika,pada siswa kelas IX A SMP Negeri 1 Wanaraya Kabupaten Barito Kuala Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka peneliti menyarankan 1) Bagi peserta didik hendaknya meningkatkan kesadaran untuk selalu brepartispasi aktif dalam setiap kegiatan belajar mengajar, Berusaha menyenangi pembelajaran matematika karena mengetahui pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak, dan selalu melatih kekompakan antar siswa, kemampuan berkomunikasi dan saling menghargai.

2) Bagi Guru matematika disarankan menggunakan langkah-langkah yang terbimbing dalam memberikan tugas kepada siswa sehingga mampu memperbaiki dan meningkatkan pemahaman siswa secara maksimal, 3) Bagi sekolah, hendaknya selalu mendorong para guru yang berusaha menggunakan strategi pembelajaran yang bersifat inovatif dan kreatif dengan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA http://digilib.uimsby.ac,diakses 27 Agustus 2018, Proses BelajarMengajar, Oemar Hamalik. http://digilib.unila.ac.id(diakses 27 Agustus 2018, Pengertian Respon, Susanto. http:// digilib.unila.ac.id(diakses 27 Agustus 2018), Definisi respon, Ahmadi. http://digilib.unila.ac.id(diakses 27 Agustus 2018), Pengelompokkan respon Walgito http://digilib.unila.ac.id(diakses 27 Agustus 2018), prinsip atau hukum mengenai hubungan stimulus dan respon, Sudirman. http://digilib.unila.ac.id, diakses 29 Agustus 2018, Pengertian Aktivitas Belajar, Mulyono. http://digilib.unila.ac.id. Diakses 27 Agustus 2018 Kamus Sosiologi, Soekanto.

121

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

http://digilib.unila.ac.id. Diakses 29 Agustus 2018, Macam-macam aktivitas siswa, , Sanjaya. http://eprins.uny.ac.id, diakses 27 Agustus 2018, Pengertian Pembelajaran, Wina Sanjaya. http://eprints.uny.ac.id/ unduh30 Agustus 2018 , Teori - Belajar, Suparno. http://eprints.uny.ac.id/2018/30. Teori - Belajar, Suyono & Hariyanto. http://eprints.uny.ac.id/unduh 03 September 2018. Pembelajaran-Think-PairShare, Anita Lie. http://eprints.uny.ac.id/unduh 3 September 2018. Kelebihan-Kekurangan-Metode pembelajaran, Ibrahim. http://eprints.uny.ac.id/unduh 30 Agustus 2018 . Teori - Belajar, Yaumi & Hum Mulyasa. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Bandung :Remaja Rosdakarya http://prepository.unpas.ac.id/unduh 29 Agustus 2018. Cooperative-Learning Isjoni. http://prepository.unpas.ac.id/unduh 29 Agustus 2018. Model –PembelajaranKooperatif, Lie. http://prepository.unpas.ac.id/unduh 29 Agustus 2018. Pengertian –PembelajaranKooperatif, Iskandar. http://prepository.unpas.ac.id/unduh 29 Agustus 2018. Pengertian-Think-PairShare, Slavin. http://ppjp.ulm.ac.id/journal, unduh 29 Agustus 2018,Pendekatan Model Pembelajaran,Kusuma. http://prepository.unpas.ac.id/unduh 29 Agustus 2018. Sintak Model Pembelajaran Kooperatif, Suprijono. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id(diakses 03 September 2018 ) Karakteristik Siswa SMP dan Bilangan, Scherer. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id(diakses 03-9-2018) Karakteristi siswa SMP ,Hurlock. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id(diakses 03-9-2018) Karakteristik Siswa SMP dan Bilangan .Jakarta:Direktorat Jendral Guru dan Tendik Santrock. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id,unduh 03 September 2018 .

Perkembangan social siswa, Bruno. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/ diakses 03 September 2018 .

Karakteristik --Siswa -SMP -dan Bilangan , Bruno. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/ Unduh 03 September 2018 Perkembangan -emosi -siswa. Scherer. http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/unduh 3 September 2018.

Karakteristik --Siswa -SMP -dan Bilangan, Childhood and Society.

Sudijono. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suharsimi Arikunto.2011.Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi VI. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Suriasumantri. 2003. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan.

122

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI IKATAN KIMIA DI KELAS X TP-D SMK NEGERI 5 BANJARMASIN Budi Harso, S.Pd, M.M ( Guru SMK Negeri 5 Banjarmasin) Abstrak Penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan, pertama bagaimana aktifitas peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning. Kedua, bagamaina cara guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning untuk meningkatkan prestasi peserta didik. Dan ketiga, apakah model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik Kelas X TP-D SMK Negeri 5 Banjarmasin.

Pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuantemuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan 2 kali pertemuan dilaokasikan untuk proses pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk pertemuan akhir siklus. Hasil penelitian menunjukkan pada Siklus I skor aktivitas belajar 36,84 % Model discovery learning sudah berkreteria baik dan sangat baik. Dan hasil belajar peserta didik yang memiliki nilai kategori baik dan sangat baik ada 4 orang (21,05%) sedangkan dari kreteria ketuntasan minimal ada 12 orang yang memiliki nilai < 70 (63,16%). Sedangkan pada Siiklus 2, skor aktivitas belajar meningkat menjadi 85,2% termasuk kreteria sangat baik. Sedangkan hasil belajar peserta didik yang memiliki nilai kategori baik dan sangat baik ada 15 orang (73,68%) sedangkan dari kreteria ketuntasan minimal ada 17 orang yang memiliki nilai > 70 (89,50%).

USING DISCOVERY LEARNING MODEL TO IMPROVE ACTIVITY AND STUDENTS LEARNING OUTCOMES ON CHEMICAL BONDING MATERIALS IN CLASS X TP-D SMK NEGERI 5 BANJARMASIN Abstract This study aims to answer the problem, first how the activities of students in following the learning process using the discovery learning, Second, how do teachers apply the cooperative learning model type discovery learning to improve student achievement. And third, whether the discovery learning model can improve student achievement in Class X TP-D of SMK Negeri 5 Banjarmasin.

Discovery learning emphasizes the discovery of previously unknown concepts or principles, problems faced by students, such as problems engineered by

123

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

the teacher. Whereas in inquiry the problem is not the result of engineering, so students must exert all their minds and skills to get findings in the problem through the research process.

This research is Classroom Action Research (CAR) carried out in 2 cycles, each cycle consists of 3 meetings, 2 meetings are allocated for the learning process and 1 meeting for the final meeting of the cycle. The results showed that in Cycle I, the learning activity score was 36.84%. The discovery learning model had good and very good criteria. And the learning outcomes of students who have good and very good category scores are 4 people (21.05%) while from the minimum completeness criteria there are 12 people who have a value of <70 (63.16%). While in Cycle 2, the score of learning activities increased to 85.2%, including very good criteria. While the learning outcomes of students who have good and very good category scores are 15 people (73.68%) while from the minimum completeness criteria there are 17 people who have a value of > 70 (89.50%). ======== * ========== I.

PENDAHULUHAN Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga pendidik serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri dalam memilih dan mengambil keputusan demi mencapai citacitanya.

Sementara itu, pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibagi dalam beberapa kelompok yaitu kelompok keagamanan dan social, kelompok kejuruan dan kelompok sains teknologi. Kelompok sains teknologi terdiri dari 3 mata pelajaran yaitu Matematika, fisika, dan kimia. Mata pelajaran ini cendrung dianggap sulit dan masih menjadi momok bagi sebagaian besar Peserta didik. Berikut hasil evaluasi prestasi belajar kimia terutama dasar-dasar perhitungan yang dilakukan peneliti selama sebulan sebelum pelaksanaan penelitian. Hal ini bisa dilihat pada tabel 1 berikut : No 1 2 3 4

Tabel 1. Nilai Evaluasi Belajar Kimia Kelas X TP-D Nilai Kategori peserta didik Persentase 90 – 100 A 0 0 75 – 89 B 2 10,00 56 – 74 C 8 40,00 0 – 55 D 9 50,00

Dari tabel terlihat yang sudah memiliki predikat B dan sudah tuntas belajar hanya 2 orang (10 %), sedangkan sisanya 90 % memiliki predikat nilai C dan D artinya belum tuntas belajar. Ini merupakan tugas guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang inovatif dalam rangka mengatasi permasalahan pembelajaran di kelas.

124

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Realisasi terhadap harapan ini, diimplementasikan melalui kurikulum, dan kurikulum yang berlaku sekarang adalah kurikulum 2013. Dalam kurikulum ini siswa kelas X SMK diharapkan dapat mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Kurikulum 2013 memiliki kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Kompetensi ini, tidak akan bisa diraih bila cara penyampaian materi ajar yang dilakukan oleh guru yang masih menggunakan metode ceramah dan penugasan. Agar mendapatkan hasil yang maksimal perlu model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, seperti penggunaan model pembelajaran discovery learning.

Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.

Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).

Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli kimia. Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut: a). Perencanaan Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

- Menentukan tujuan pembelajaran - Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) - Memilih materi pelajaran.

- Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) - Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik - Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik - Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik b). Pelaksanaan Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.

125

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) 3) Data collection (pengumpulan data) Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

4) Data processing (pengolahan data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

5) Verification (pembuktian) Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsipprinsip yang mendasari generalisasi.

Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian pengetahuan, maka dalam model

126

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

pembelajaran discovery dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian sikap seperti yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil belajar pada materi berikutnya.

Prestasi belajar dalam lingkungan sekolah dipahami sebagai hasil nilai atau angka yang diberikan oleh guru pada Peserta didik berdasarkan penguasaan, atau keterampilan yang dimiliki Peserta didik melalui evaluasi belajar yang dilakukan. Kimia sebagai salah satu pelajaran yang diberikan berdasarkan kurikulum yang telah dicapai menuntut banyak potensi dan usaha Peserta didik di dalamnya agar mampu mencapai prestasi atau hasil yang optimal.

Prestasi belajar kimia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian yang diberikan oleh guru kepada Peserta didik untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang telah dicapai oleh Peserta didik selama mengikuti kegiatan belajar mengajar kimia dalam kurun waktu yang telah ditentukan yang dinyatakan dalam angka atau simbol.

II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 5 Banjarmasin. Penerapan kurikulum 2013 menuntut peserta didik untuk menguasai aspek pengetahuan dan keterampilan, untuk itu perlu peningkatan prestasi belajar peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning. Langkahlangkah umum yang dilakukan peneliti adalah 1) Merancang pembelajaran kimia yang menarik, efektif, dan menyenagkan, 2) Membuat pembelajaran dengan lebih memfokuskan kepada kegiatan peserta didik melaluli model kooperatif tipe discovery learning. 3) Mengamati peningkatan prestasi belajar pada peserta didik dalam proses pembelajaran. 4) Menggambarkan pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas X TP-D. Subjek Penelitian peserta didik Kelas X TP-D SMKN 5 Banjarmsin Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 19 Orang. Yang menjadi Objek Penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar peserta didik X TP-D SMKN 5 Banjarmasin tahun pelajaran 2016/2017 melalui model discovery learning kimia. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di ruang 8 SMK Negeri 5 Banjarmasin. Waktu penelitian ini diperkirakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Agustus 2016 sampai bulan Desember 2016. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan 2 kali pertemuan dilaokasikan untuk proses pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk pertemuan akhir siklus.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah yakni angket, angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penngunaan model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning dan peningkatan karakter peserta didik. Jenis angket yang digunakan menngunakan skala Likert. Angket

127

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

ini terdiri dari 20 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban yaitu : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Data kedua yang digunakan adalah dokumentasi, data ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa foto kegiatan PTK dan daftar hadir pelaksanaan PTK (lampiran). Data ketiga adalah soal evaluasi hasil belajar peserta didik, Berupa soal pilihan ganda yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran untuk mengukur prestasi belajar peserta didik.

Sementara itu metode analisis data, yaitu menggunakan analisis statistik diskriptif tabel silang, analisis diskriptif menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Strages dengan tahapan sebagai berikut : 1. Menentukan skor maksimal Ideal (SMaksI), dihitung dari skor tertinggi setiap item dikalikan jumlah item, 2. Menentukan skor minimal ideal (SMinI), dihitung dari skor terendah setiap item dikalikan jumlah item; 3. Menentukan range (R), dengan cara SMaks – SMins.

4. Menentukan jumlah kategori (rendah, sedang, tinggi) 5. Menentukan interval dihitung dari range dibagi jumlah kategori.

Sementara indikator keberhasilan dalam penelitian, Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dari angket peserta didik jika 80% nilai aktifitas belajar peserta didik dalam predikat baik atau sangat baik. Sementara untuk data hasil evaluasi indikatornya jika lebih 75% peserta didik sudah memperoleh nilai lebih dari Kreteria ketuntasan minimal yaitu nilai 70 pada evaluasi kompetnsi dasar.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksankan di SMK negeri 5 Banjarmasin yang beralamat di Jl. Mayjend Soetoyo S. No. 330 Telp. (0511) 4368705 Banjarmasin 70118, Kompetensi keahlihan yang ada di SMK Negeri 5 Banjarmasin sebanyak 9 teknik kompetensi, terdapat 88 Rombongan Belajar dengan jumlah peserta didik 2.367.

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri selaku guru mata pelajaran kimia kelas X TPD SMK Negeri 5 Banjarmasin dan dibantu oleh teman sejawat guru kimia lain yaitu Lisnawati, S. Pd dan Dewi Kapti MR, S. Pd sebagai pengamat selama berlangsungnya tindakan.Penelitian ini berlangsung dalam 2 siklus yang pada setiap siklus terbagi atas 4 tahap yaitu rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Pelaksanaan tindakan dilakukan pada sebanyak 3 kali pertemuan yaitu pertemuan 1 tanggal 7 Oktober 2016 dengan menyajikan materi pelajaran kimia sesuai dengan RPP yang telah dibuat menggunakan model discovery learning. Dipilih discovery learning karena model ini lebih mudah untuk mengembangkan aktifitas belajar dan prestasi belajar sesuai kurikulum 2013.

Langkah-langkah pelaksanaan tindakan, meliputi Pendahuluan, Kegiatan inti, dan terakhir adalah kegiatan Penutup.

128

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

a. Siklus I Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan yaitu pertemuan 1 tanggal 7 Oktober 2016, kedua tanggal 14 Oktober 2016, dan ketiga tanggal 21 Oktober 2016 dengan menyajikan materi pelajaran kimia sesuai dengan RPP yang telah dibuat menggunakan model discovery learning.

Untuk Variabel Aktifitas Belajar dengan Model discovery learning, Variabel aktifitas belajar dengan model discovery learning butir instrument sebanyak 8 butir pertanyaan dengan 5 pilihan. Adapun secara rinci deskripsi aktivitas belajar dengan model discovery learning berdasarkan kriteria mutlak yang telah ditetapkan dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2.

No 1 2 3 4 5

Interval 35 – 40 29 – 34 23 – 28 15 – 22 8 – 14

Deskripsi Aktifitas Belajar Kriteria Frekuensi Sangat Baik 2 Baik 5 Cukup Baik 12 Kurang Baik 0 Tidak Baik 0 Jumlah 19

Persentase 10,52 26,32 63,16 0 0 100

Dari data hasil observasi pada siklus 1 didapatkan bahwa 36,84% Model discovery learning sudah berkreteria baik dan sangat baik. Peserta didik merasakan belajar yang dilakukan dengan berkelompok lebih mudah.

Guru sudah aktif dalam memberikan pertanyaan yang menantang. Dengan modul dan teknologi informasi peserta didik aktif menjawab pertanyaan dan mampu merumuskan hipotesis dari materi ikatan kimia. Untuk menyelesaikan masalah peserta didik aktif berdiskusi dan mampu mempresentasikan didepan kelas. Kegiatan pembelajarn dengan model descovery learning diakhiri dengan pemecahan masalah dari materi ikatan kimia sesuai dengan hipotesis. Pembelajaran dengan model descovery learning dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Gambar. 1

Pelaksanaan Pembelajaran

129

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Untuk variabel prestasi belajar kimia dilakukan tes pada akhir pertemuan siklus 1 dan didapat data sebagai berikut ini.

Tabel 3 No 1 2 3 4

Nilai Evaluasi Belajar Kimia Kelas X TP-D Nilai Kategori peserta didik (%) 90 - 100 A 1 05,26 75 – 89 B 3 15,79 56 – 74 C 11 57,90 0 – 55 D 4 21,05 Jumlah 19 100%

Pada siklus 1 ini terlihat hasil belajar peserta didik yang memiliki nilai kategori baik dan sangat baik ada 4 orang (21,05%) sedangkan dari kreteria ketuntasan minimal ada 12 orang yang memiliki nilai < 70 (63,16%).

Dari observasi pada siklus 1 dapat direfleksikan bahwa aktifitas belajar dengan model discovery learning kimia belum berjalan dengan baik ditunjukan dengan aktivitas peserta didik secara belum aktif dan antusias mengikuti diskusi kelompok dan berusaha untuk meyelesaikan masalah dengan berbagai sudut pandang anggota kelompoknya. Ketika proses presentasi juga belum terjadi interaksi yang baik antar peserta didik melalui tanggapan yang diberikan oleh kelompok lain baik berupa pertanyaan maupun saran.

Selama pelaksanaan siklus I terlihat bahwa hasil belajar kimia peserta didik kelas X TPD masih dalam kategori cukup dan belum mencapai kreteria ketuntasan minimal klasikal yaitu nilai yang sudah tuntas > 70 ada 7 orang (36,84%) sedangkan yang belum tuntas ada 12 orang (63,16%).

Pada siklus 1 aktifitas pembelajaran dengan model discovery learning belum berjalan dengan baik terlihat baru 36,84% peserta didik berketeria baik dan sangat baik. Sedangkan hasil belajar peserta didik belum mencapai kreteria kentutasan klasikal baru 36,84% dari 75,00% yang akan dicapai sehingga perlu dilanjutkan pada siklus 2. b. Siklus 2 Pelaksanaan tindakan dilakukan pada sebanyak 3 kali pertemuan yaitu pertemuan 1 tanggal 7 November 2016, pertemuan 2 tanggal 14 November 2016, dan pertemuan ketiga tanggal 21 November 2016, dengan menyajikan materi pelajaran kimia sesuai dengan RPP yang telah dibuat menggunakan model Discovery Learning. Hasil Observasi dari siklus 2 ditunjukan dengan tabel berikut, yakni variabel aktivitas belajar dengan Model discovery learning.

Variabel model discovery learning butir instrument sebanyak 8 butir pertanyaan dengan 5 pilihan. Adapun secara rinci deskripsi model discovery learning berdasarkan kriteria mutlak yang telah ditetapkan dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut : 130

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Tabel 4 No 1 2 3 4 5

Interval 35 – 40 29 – 34 23 – 28 15 – 22 8 – 14

Aktifitas Belajar Pada Siklus II Kriteria Frekuensi Sangat Baik 5 Baik 10 Cukup Baik 4 Kurang Baik 0 Tidak Baik 0 Jumlah 19

Persentase 18,5 66,7 14,8 0 0 100

Dari data hasil observasi pada siklus 1 didapatkan bahwa 85,2 % Model discovery learning kimia sudah berkreteria baik dan sangat baik.

Untuk mengetahui prestasi belajar kimia maka dilakukan tes pada akhir pertemuan siklus I 1 dan didapat data sebagai berikut ini.

Tabel. 5. Nilai Evaluasi Belajar Kimia Kelas X TP-D No Nilai Kategori (peserta didik) 1 90 - 100 A 3 2 75 - 89 B 11 3 56 - 74 C 5 4 0 - 55 D Jumlah 19

(%) 06,58 57,90 26,32

Pada siklus 2 ini terlihat hasil belajar peserta didik yang memiliki nilai kategori baik dan sangat baik ada 15 orang (73,68%) sedangkan dari kreteria ketuntasan minimal ada 17 orang yang memiliki nilai > 70 (89,50%).

Dari observasi pada siklus 2 dapat direfleksikan bahwa model discovery learning kimia sudah berjalan dengan baik ditunjukan dengan aktivitas peserta didik secara aktif dan antusias mengikuti diskusi kelompok dan berusaha untuk meyelesaikan masalah dengan berbagai sudut pandang anggota kelompoknya. Ketika proses presentasi juga terjadi interaksi yang baik antar peserta didik melalui tanggapan yang diberikan oleh kelompok lain baik berupa pertanyaan maupun saran.

Selama pelaksanaan siklus 2 terlihat bahwa lebih dari 14 peserta didik memiliki nilai berpredikat baik dan sangat baik, dan 17 orang sudah mencapai kreteria ketuntasan minimal artinya secara indikator pencapaian penelitian sudah tercapai. c. Perbandingan Siklus 1 dan 2 Perbandingan Aktivitas Belajar dengan Model Pembelajaran Discovery Learning dan Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Siklus 1 dan Siklus 2, digambarkan pada gambar 2

131

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Gambar 2. Perbandingan Hasil Siklus 1 dan 2 70

66.7

63.16

57.9

60

57.9

50 40 30

26.32 18.5

20 10

26.32

10.52

15.79

14.8 5.26

6.58

0 AKTIVITAS BELAJAR SANGAT BAIK SANGAT BAIK2

BAIK BAIK2

PRESTASI BELAJAR CUKU BAIK CUKUP BAIK2

IV. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan terhadap pengaruh model discovery learning kimia terhadap peningkatan karakter peserta didik dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan aktifitas belaja peserta didik kelas X TP-D SMK Negeri 5 Banjarmasin.

2. Model pembelajaran discovery learning memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar peserta didik kelas X TPD SMK Negeri 5 Banjarmasin. Hal ini ditunjukan dengan lebih dari 80% mencapai nilai diatas kreteria kentuntasan minimal 3. Guru menerapkan model pembelajaran discovery learning sesuai langkah-langkah pembelajaran dalam RPP, dan mampu meningkatkan aktifitas belajar peserta didik serta prestasi belajar peserta didik.

Untuk lebih meningkatkan aktifitas belajar dan prestasi belajar peserta didik perlu dilakukan : 1.

Penelitian sejenis terhadap model pembelajaran yang lain.

2.

Pengembangan model pembelajaran discovery learning pada materi kimia yang sifatnya memerlukan banyak hitungan matematis sehingga aktifitas belajar dan prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan.

3.

Perlu penelitian lanjutan terhadap variabel lain misalnya motivasi peserta didik terhadap prestasi belajar peserta didik.

132

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

DAFTAR PUSTAKA _________, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. _________, 2013. Permendikbud 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan _________,2013. Permendikbud 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Allen, L. (1973). An Examination of the Ability of Third Grade Children from the Science Curriculum Improvement Study to Identify Experimental Variables and to Recognize Change.Science Education, 57, 123-151.

Dahar, RW., 1991. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dewi, Rosmala. 2012. Pengaruh Model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning dalam meningkatkan karakter peserta didik di SDN Kota Medan.

Jurnal Ilmu Pendidikan Jilid 18. Halaman 150 – 156.

Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menegah. 2013. Model Penilaian Peserta Didik SMA. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 64tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 69 tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 71 tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran Dan Buku Panduan Guru Untuk Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2013. Permendikbud 81Atahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Mc Colum . 2009. A scientific approach to teaching. http://kamccollum.wordpress.com/2009/08/01/a-scientific-approach-toteaching/last update Januari 2013 Nuryani_Rustaman. 2013. Assessment pendidikan IPA. http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311 979032-NURYANI_RUSTAMAN/Asesmen_pendidikan_IPA.pdflast update Januari 2013

133

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985).The Development and Validation of the Test of Basic Process Skills. Paper Presented at the Annual meeting of the National Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN. Poppy. K. Devi. 2010. Keterampilan Proses pada Pembelajaran IPA. Modul Program BERMUTU. Bandung:P4TK IPA Problem Based Learning Cases for High School Sciences; http://msid.ca/umedia/ AgBioPBLCases.pdf Problem Based Learning and Examples of Science Lesson Ideas; http://stem.browardschools.com/science/science_general/pbl/ Sudarwan. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran.

Pusbangprodik.

Sudarwan. 2013. Penilaian Otentik . Pusbangprodik. Jakarta Suharsimi Arikunto. 1996. Model discovery learning, Sebuah Pendekatan Evaluatip. Rajaprindo Persada. Jakarta.

Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sudarwan. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran.

Pusbangprodik Sudarwan. 2103. Penilaian otentik . Pusbangprodik Tim Pengembang. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Mata Pelajaran IPA. Pusbangprodik.

134

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA MATERI TUBUH TUMBUHAN DAN FUNGSINYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III SDN TAMBAN BANGUN BARU 1 Fitriani, S.Pd, SD ( Guru SD Tamban Bangun Baru 1, Barito Kuala ) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, pertama apakah penerapan metode STAD dapat meningkatkan aktivitas guru pada pembelajaran IPA materi bagian tubuh tumbuhan dan fungsinya dikelas III SDN Tamban Bangun Baru 1?

Kedua, apakah penerapan metode STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 pada pembelajaran IPA materi bagian tubuh tumbuhan dan fungsinya? Dan ketiga, bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 pada materi bagian tubuh tumbuhan dan fungsinya melalui metode STAD? Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus yang dilaksanakan secara berulang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Aktivitas guru menggunakan penerapan metode STAD meningkat dengan persentase 86%. Aktivitas siswa meningkat dengan skor akhir 80% dengan kriteria amat baik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nilai hasil tes pada akhir siklus dengan nilai rata-rata kelas 91% ketuntasan belajar peserta didik baik individu sebesar 80% dengan nilai ≥ 65 yang telah dilaksanakan masing-masing siswa dan juga terdapat peningkatan persentase jumlah siswa yang memenuhi KKM. Kata Kunci : Students Teams Achievement Division, Bagian Tumbuhan.

THE USE OF STUDENTS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) ON PLANT BODY MATERIALS AND ITS FUNCTIONS TO IMPROVE LEARNING RESULTS OF CLASS III STUDENTS OF SDN TAMBAN BANGUN BARU 1 Abstract This study aims to determine, first whether the application of the STAD method can increase teacher activity in science learning material on plant body parts and functions in class III of SDN Tamban Bangun Baru 1? Second, can the application of the STAD method increase the activity of third graders at SDN Tamban Bangun Baru 1 in learning science about plant body parts and functions?

And third, how to improve the learning outcomes of third-grade students at SDN Tamban Bangun Baru 1 on body parts and plants through the STAD method?

The research was carried out in two cycles that were carried out repeatedly with the research subjects being third grade students of SDN Tamban Bangun Baru

135

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

1, Tamban District, Barito Kuala Regency. The results showed an increase from cycle I to cycle II. The activity of teachers using the STAD method increased by 86%. Student activity increased with a final score of 80% with very good criteria.

This increase can be seen from the test scores at the end of the cycle with a class average of 91% learning completeness of both individual students by 80% with a value of 65 that has been carried out by each student and also an increase in the percentage of students who meet the KKM. Keywords: Student Team Achievement Division, Body Parts of Plant ========= * ======= I. PENDAHULUAN Semua guru atau siswa pasti mengharapkan agar setiap proses belajar mengajar dapat merncapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Guru mengharapkan siswa dapat memahami setiap materi yang diajarkan, menampuang setiap informasi dan menguasai setiap keterampilan yang diberikan. Siswa pun mengharapkan agar guru dapat menyampaikan atau menjelaskan pelajaran dengan baik, mentransfer ilmu dan keterampilan sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Namun banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran. Apabila guru mampu mengenali dan menemukan penyebab timbulnya masalah yang dialami oleh siswa, maka guru tersebut akan dapat melakukan penanganan-penanganan yang tepat dalam memacahkan masalah pembelajarannya, karena penyakit akan hanya sembuh apabila diberikan obat yang tepat.

Beberapa masalah yang sering muncul dalam pembelajaran misalnya banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan gurunya dengan baik, mereka malah asik dengan kegiatan sendiri, misalnya memandang keluar kelas, melamun, mencoba mainan yang baru dibeli, mengganggu teman disamping.

Ada pula siswa yang merasa kesulitan memahami penjelasan guru, tidak bisa menjawaban pertanyaan yang diajukan gurunya, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya.

Sejujurnya proses pembelajaran IPA di SD masih banyak yang hanya mengandalkan konsep dan teori yang terdapat dalam buku. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan hanya terbatas pada ceramah dan terkadang diselangi dengan sedikit tanya jawab. Penggunaan media dalam pembelajaran IPA di SD masih jarang bahkan hampir tidak pernah dilakukan oleh guru-guru SD. Akhirnya jadilah IPA sebagai mata pelajaran konsep yang hanya terpaku pada kagiatan catat-mencatat dan menghapal kata-kata ilmiah.

IPA adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta, tentunya akan lebih menarik jika diproses pembelajarannya tidak hanya dilaksanakan didalam kelas. Lingkungan sekitar merupakan sumber ilmu pengatahuan yang tidak ada batasnya. Kita bisa menggali bebagai macam hal dari lingkungan.banyak hal yang bisa dipelajari dan diamati dari lingkungan.

Berdasarkan kenyataan yang terjadi dilapangan, hasil belajar siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 pada mata pelajaran IPA tentang bagian Tubuh Tumbuhan dan fungsinya pada materi akar perlu diadakan upaya perbaikan di

136

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

dalam proses pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas, karena hasil dari evaluasi yang diberikan, hanya ( 30% ) dari jumlah siswa yang nilainya diatas KKM ( 60 ). Adapun masalah-masalahnya yang menyebabkan rendahnya hasil belajar tersebut di antaranya yaitu : a. Banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. b. Banyak siswa yang membicaran hal-hal di luar materi pembelajaran. c. Seringnya siswa keluar masuk kelas pada saat kegiatan belajar berlangsung. d. Siswa kurang memahami isi materi. e. Siswa cepat merasa bosan ketika mempelajari isi materi. f. Siswa kurang berani menjawab pertanyaan yang di ajukan guru. g. Beberapa siswa masih bertanya tentang tugas yang harus dikerjakan. h. Banyak siswa yang menjawab soal asal-asalan. i. Sebagian siswa masih menyontek hasil pekerjaan temannya.

Setelah masalah-masalah yang teridentifikasi dianalisis, maka hasilnya menunjukkan bahwa penyebab munculnya masalah-masalah tersebut antara lain: a. Kurangnya pemusatan perhatian yang dilakukan oleh guru terhadap siswa. b. Guru tidak menjelaskan secara rinci isi materi dan terlalu cepat. c. Kurangnya aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. d. Strategi dan metode mengajar yang dilaksanakan guru menonton dan membosankan. e. Kurangnya media pembelajaran dalam menyampaikan konsep/materi.

Berbagai tindakan yang dipilih untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi yaitu meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dan menggunakan strategi dan metode yang bervariasi.

Ativitas belajar adalah integrasi dari proses dan produk. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang baik akan berdampak baik pula pada produk atau hasil dari pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran tidak terlepas dari peran pendidik dan perseta didik. Komunikasi yang lancar antar keduanya akan membuat pembelajaran lebih hidup. Salah satu hal yang berpengaruh pada proses pembelajaran bagi peserta didik.

Menurut Nasution (2000:89), aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas. Proses pembelajaran dikatakan efektif bila peserta didik secara aktif ikut terlibat langsung dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan), sehingga mereka tidak hanya menerima secara pasif pengetahuan yang diberikan oleh guru. Dalam proses belajar mengajar tugas guru adalah mengembangkan dan menyediakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya.

Sementara itu, hasil belajar berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Perubahan tingkah laku dalam hal ini seperti tingkah laku yang diakibatkan oleh proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dipandang sebagai proses belajar. Hasil (product) merupakan suatu perolehan

137

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan. Hasil belajar berasal dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Perubahan tingkah laku dalam hal ini seperti tingkah laku yang diakibatkan oleh proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dipandang sebagai proses belajar.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata hasil belajar merupakan realisasi potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarata: PT Raja Grafindo, 2007), seseorang dapat dilihat dari prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik. Menurut Gagne dan Briggs (Asep Jihad, 2010) hasil belajar adalah sebagai kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Menurut Asep Jihad hasil belajar adalah perubahan tingkh laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar. Menurut Winkel (Hamalik, 2008) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Mengajar dan belajar suatu proses yang tidak dapat dipisahkan, suatu pengajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang harmonis antara guru dan siswa, siswa dan siswa. Seorang ahli IPA Jhon S. Richardson (1957) dari Universitas Ohio dalam bukunya Science Teaching in Secondary Schools menyarankan digunakannya tujuh prinsip dalam proses belajar mengajar agar suatu pengajaran IPA dapat berhasil. Ketujuh prinsip itu adalah : 1. Prinsip keterlibatan secara aktif yakni dalam pembelajaran IPA sering dilupakan bahwa keterlibatan siswa secara aktif ini merupakan bagian yang esensial dari suatu proses belajar mengajar dalam pembelajaran IPA, yang dimaksud dengan keterlibatan siswa secara aktif menurut ikut berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang mereka cari.

2. Prinsip belajar kesinambungan, yakni proses belajar yang selalu dimulai dari apa-apa yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam hal ini pengembangan yang telah dimiliki oleh siswa itu seolah-olah merupakan jembatan yang sangat esensial bagi siswa untuk dapat meraih pengetahuan yang baru. Untuk melaksanakan prinsip ini tentu saja harus mengetahui sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswanya.

3. Prinsip motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seorang mau berbuat sesuatu. Dalam proses pembelajaran IPA tentunya motivasi yang dimaksudkan sebagai dorongan untuk mau belajar IPA, dorongan ini dapat bersumber dari kebutuhan yang hakiki dari manusia yang disebut sebagai motivasi intrinsik. Motivasi ini juga dapat timbuk dari pengaruh yang datang dari luar dirinya, misalnya hadiah yang akan diberikan kepada siswa yang jadi juara di kelasnya. Motivasi semacam ini dapat disebut

138

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

sebagai motivasi ekstrinsik.

4. Prinsip multi saluran, ini berarti proses pembelajaran IPA ada siswa yang mudah belajar melalui membaca, ada siswa yang mudah mengerti apa bila diberi ceramah oleh guru, ada pula yang baru mengerti kalau ia ikut aktif dalam melakukan percobaan. Oleh karena itu penggunaan multi saluran dalam proses belajar IPA sangat diperlukan agar semua siswa dengan berbagai kemampuan daya tangkap dapat menerima pembelajaran dengan baik.

5. Prinsip penemuan, yakni untuk memahami sesuatu konsep atau simbolsimbol, siswa tidak diberi tahu oleh guru, tetapi guru member peluang agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian itu melalui pengalamannya. Misalnya untuk mengetahui hokum boyle, siswa tidak langsung bdiberi tahu oleh guru, tetapi guru member kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan yang kesimpulannya adalah hokum boyle.

6. Prinsip totalitas bertolak dari suatu paham bahwa siswa belajar dari segenap kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu panca indranya, perasaan satu pikirannya, dalam proses belajar siswa tidak hanya memperhatikan materi pelajaran (misalnya IPA) tetapi meliputi bagaimana cara guru mengajar,lingkungan sekitar, teman-temannya, dan semua hal-hal yang berkenaan dengan jiwa raganya. Itu semua merupakan bagian penentu keberhasilan belajar siswa. Yang dimaksud hasil belajar tidak hanya berupa pengetahuan intelektual, tetapi juga meliputi bidang sikap dan kepribadian siswa.

7. Prinsip perbedaan individu, ini tidak dimaksudkan untuk membeda-bedakan siswa, tetapi bertolak pada suatu kenyataan bahwa setiap siswa memiliki perbedaan yang satu terhadap yang lain. Perbedaan individu ini terutama ditunjukan kepada adanya perbedaan kemampuan (termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar) dan perbedaan minat termasuk motivasi belajar. Prinsip perbedaan individu ini dimaksudkan agar siswa mendapatkan kesempatan belajar sesuai dengan kapasitas dan minatnya.

Sedangkan Model pembelajaran Student Team Achievement Division ( STAD ) merupakan pendekatan yang paling sederhana dan paling mudah dipahami. Menurut slavin (dalam Eggen dan Don, 2012:144) mengatakan sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang memberi suatu tim berkembang majemuk latihan untuk mempelajari konsep dan keahlian. Guru yang menggunakan model STAD menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu atau secara reguler, baik melalui presentasi verbal atau teks. Siswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim belajar. Dari kedua gender ( laki – laki dan perempuan ) dari berbagai rasial atau etnis dan dengan prestasi rendah, rata – rata dan tinggi.

Anggota tim menggunakan alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis atau melaksanakan diskusi tim, secara individual, siswa diberi kuis mingguan atau minggu tentang berbagai materi akademis. Kuis – kuis diskor dan masing – masing individu diberi skor kemajuan untuk mengetahui perkembangan siswa.

139

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memiliki ciri utama yaitu memotivasi siswa dalam satu kelompok untuk saling memberi semangat, saling bekerja sama dan saling membantu untuk menuntaskan informasi atau keterampilan yang sedang dipelajari. Kuis individu pembelajaran kooperatif ini juga menekankan adanya sebuah penghargaan sehingga siswa lebih termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar.

II. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (Mulyasa, 2012:81). Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan, yaitu menggambarkan dan mengungkap. Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori. Tujuan lainnya adalah memberikan eksplanasi (kejelasan) tentang hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi partisipan (Aunurrahman dkk, 2009: 30).

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( Classroom Action Research ). Menurut Hopkins yang dikutip oleh Mansur Mustich (2011: 8) “Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan ini bertempat di kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 semester II tahun ajaran 2016/2017. Sementara yang diteliti adalah 1) Faktor guru, yaitu mengamati aktivitas guru dalam proses pembelajaran. 2) Faktor siswa, yaitu mengamati aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. dan 3) Faktor hasil belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa Peneliti tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Tiap siklus terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, oservasi/pengamatan, dan refleksi. Dari tiap siklus ini diamati kualitas proses pembelajaran yang terdiri dari aktivitas guru dan siswa, serta hasil belajar siswa diukur dari tes pada akhir pembelajaran. Tahapan dalam pelaksanaan PTK ini Tahap Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Observasi dan Evaluasi Tindakan, serta tahapan yang terakhir adalah releksi.

Sedangkan analisis data penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan klasikal dan ketuntasan individual dengan rumus sebagai berikut : Ketuntasan individual = x 100 Ketuntasan klasikal =

x 100 %

140

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh dari LKS menggunakan kategori yakni baik (76-100%), cukup baik (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%). Analisis dan hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis.

Sedangkan indikator keberhasilannya, 1) Keterlaksanaan aktivitas pembelajaran guru dikatakan berhasil apabila mencapai 80% yang diukur dengan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode STAD pada siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru. 2) Adanya peningkatan aktivitas siswa dalam proses belajar melalui metode STAD yang diukur dengan lembar observasi siswa dengan ketercapaian 80% untuk kriteria kategori baik. 3) Ketuntasan individual yang dilihat dari hasil belajar siswa kelas III SDN Tamban Bangun Baru 1 semester II Tahun Ajaran 2016/2017 melalui metode STAD mendapatkan nilai 65 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. Dan 4) Ketentuan klasikal yang dilihat dari soal mencapai nilai < 65 sebagai kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk kelas III semester II di SDN Tamban Bangun Baru 1 Tahun Ajaran 2016/2017 mencapai 80% dari keseluruhan jumlah siswa.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN a. Siklus II Berdasarkan hasil observasi penerapan pembelajaran aktivitas guru pada siklus I pertemuan 1 berlangsung sama 2 x 35 menit. Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran dilakukan oleh guru dari 16 item kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, mendapatkan skor 4 sebanyak 1 kali, skor 3 sebanyak 9 kali,, dan skor 2 sebanyak 6 kali. Dengan total skor sebanyak 50, dan rata-rata persentase sebesar 78% atau termasuk dalam katagori cukup. Sedangkan untuk Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1, untuk mengetahui sampai sejauh mana aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar ( KBM ) dari 36 siswa, 15 orang termasuk aktif (42%), 12 orang (33%) termasuk cukup aktif, dan 9 orang (25%) termasuk kurang aktif. Sementara itu, untuk hasil belajar pada Siklus I Pertemuan 1, terdapat 20 orang yang tuntas, dan 16 orang yang tidak tuntas dengan kentuntasan klasikal sebesar 55%.

Berdasarkan observasi penerapan pembelajaran pada siklus I pertemuan 2 berlangsung selama 2 x 35 menit, dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, mendapatkan skor 4 sebanyak 1 kali, skor 3 sebanyak 9 kali dan skor 2 sebanyak 6 kali dengan total nilai 50 atau 78% termasuk dalam katagori cukup baik. Sedangkan aktivitas siswa pada kegiatan ini dari 36 siswa, 15 orang termasuk aktif, 13 orang termasuk cukup aktif, dan 8 orang termasuk kurang aktif. Untuk hasil belajar, dari 16 siswa terdapat 22 orang yang tuntas, dan 14 orang yang belum tuntas, sehingga ketuntasan klasikalnya sebesar 61%.

Dalam refleksi ditemukan beberapa kegagalan yakni, 1) Kurangnya apersepsi dan motivasi diawal pembelajaran. 2) Kurang memfasilitasi siswa ketika berdiskusi / kerja kelompok, dan 3) Kurang memperhatikan siswa

141

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

yang kurang aktif dalam diskusi / kerja kelompok. Serta 4) Pengelolaan waktu yang kurang baik. b. Siklus II Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru pada siklus II pertemuan 1, dari 16 item kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, mendapatkan skor 4 tidak ada, skor 3 sebanyak 13 kali, dan skor 2 sebanyak 3 kali. Dengan total skor sebanyak 56, dan rata-rata persentase sebesar 78%.

Sedangkan untuk Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1, untuk mengetahui sampai sejauh mana aktivitas siswa dalam mengikuti KBM dari 36 siswa, 16 orang termasuk aktif (44%), 13 orang (36%) termasuk cukup aktif, dan 7 orang (19%) termasuk kurang aktif. Sementara itu, untuk hasil belajar pada Siklus I Pertemuan 2, dari 36 siswa terdapat 26 orang yang tuntas, dan 9 orang yang tidak tuntas dengan kentuntasan klasikal sebesar 75%.

Sedangkan pada siklus II pertemuan 2 dalam proses pembelajaran yang dilakukan pada pengamatan aktivitas guru, mendapatkan skor 4 sebanyak 9 kali, skor 3 sebanyak 7 kali dan skor 2 tidak ada, dengan total nilai 57 atau 89%. Sedangkan aktivitas siswa pada kegiatan ini dari 36 siswa, 33 orang termasuk aktif, tidak ada siswa yang termasuk cukup aktif, dn 3 orang siswa yang termasuk kurang aktif. Untuk hasil belajar, dari 16 siswa terdapat 32 orang yang tuntas, dan 4 orang yang belum tuntas, sehingga ketuntasan klasikalnya sebesar 89%.

Setelah KBM pada kegiatan Siklus II telah selesai dilaksanakan maka selanjutnya guru melakukan refleksi dari hasil tersebut, disini guru telah dapat memperbaiki kekurangan yang terdapat pada siklus I. Ini dapat dikatakan berhasil karena dilihat dari aktivitas guru, siswa dan hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan.

Dari paparan tersebut, hasil siklus I dan II dapat diperbandingkan sebagai berikut : 86.67%

90% 66.67% 60%

30%

0% SIKLUS I

SIKLUS II DATA HASIL BELAJAR

Grafik 1 Perbandingan Hasil Belajar Siklus I dan II

142

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Berikut ini adalah perbandingan observasi keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Dapat dilihat dari grafik dibawah ini : Perbandingan Penerapan Pembelajaran Siklus I dan II

100 %

Siklus II ; 80 ,36%

Siklus I ; 71 ,43%

80 % 60 % 40 % 20 % 0% Siklus I

Siklus II

Perbandingan Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I dan II

Grafik 2. Perbandingan Siklus I dan II Dari grafik diatas terlihat bahwa pembelajaran yang dilakukan sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat dilihat perubahan hasil belajar dari siklus I ke siklus II, perubahan keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I ke siklus II dan respon positif siswa terhadap model pembelajaran STAD. Berdasarkan data, hasil kegiatan aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam 2 siklus yaitu pada siklus I sebesar 78% sedangkan pada siklus II meningkat sebesar 91%.

Berdasarkan hasil tersebut, maka pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikatakan berhasil.

Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar, penerapan pembelajaran dan akivitas siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran STAD ini semakin membaik dengan meningkatnya hasil belajar, penerapan pembelajaran disetiap siklus, sehingga guru dapat menjadi fasilitator dalam pembelajaran menggunakan pendekatan STAD. Selanjutnya hasil belajar siswa siklus I dari 36 orang siswa hanya 17 orang siswa yang tuntas atau sebesar 78% dan pada siklus II siswa yang tuntas meningkat menjadi 33 orang atau sebesar 91%. Penggunaan pendekatan STAD seperti yang dilakukan pada penelitian tindakan kelas di SDN Tamban Bangun Baru 1 ini memiliki efek yang semakin positif dan semakin baik dalam peningkatan hasil belajar siswa.

Dilihat dari nilai ketuntasan individual siswa tampak adanya peningkatan hasil belajar siswa. Bila diukur dari nilai KKM, nilai tersebut terjadi pada pertemuan siklus II yaitu sudah melewati batas minimal nilai > 65.

143

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan 1) Penerapan metode STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, memotivasi siswa untuk belajar dan membantu siswa memecahkan masalah dalam pembelajaran. 2) Siswa lebih mudah menguasai dan memahami konsepkonsep materi pembelajaran dengan menggunakan metode STAD. 3) Aktifitas guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA dengan penerapan metode STAD mengalami peningkatan.

Sedangkan saran yang diajukan adalah 1)Guru harus memahami Penelitian Tindakan Kelas supaya mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam kelas. 2) Guru disarankan agar dapat menerapkan metode STAD dalam pembelajaran IPA karena akan menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. 3) Pihak sekolah harus menyebarkan hasil dari proses penelitian ini kepada guru yang lainnya, sehingga penelitian bisa lebih bermanfaat untuk kemajuan di dunia pendidikan khususnya dalam bidang mengajar, dan 4) Kepada Kepala Sekolah disarankan sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan supervisi pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas dan proses hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA Ali, Abdullah. (1991). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Barlia, Lily. (2006). Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Cenei. (1986). Tujuan Penerapan Metode Demonstrasi. Boston: Allyn & Bacon Darmodjo, Hendro, dkk. (1991). Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2TK Hermawan, H. (2006). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra Praya Juliansyah, T. (2010). Kiat-Kiat Terbaik untuk Guru. Bandung: PT Setia Purna Inves Miarso, Yusufhadi. (2004). Menyemai benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pustekkom Diknas bekerjasama dengan Kencana Mujiono. (1986). Keterampilan Dasar Mengajar Matematika. Jakarta: Intan Pariwara Reuseffendi. (1990). Macam-Macam Metode. Jakarta: Bina Aksara Rosalin, E. (2008). Gagasan Merancang Pembelajaran Kontektual. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada Wardani, I.G.A.K. (2014). Materi Pokok Pemantapan Kemampuan Profesional.

Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka Winarno. (1980). Pengertian Metode Demonstrasi. Jakarta: Rineka Cipta Yulianto, E. (2002). Pendekatan Lingkungan pada Pembelajaran Fisika. Jakarta: Pelangi Pendidikan Zaidin, M.H. (2000). Sekolah Masa Depan, Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar. Jakarta: Pelangi Pendidikan.

144

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

PENGGUNAAN BLENDED LEARNING MENYONGSONG PEMBELAJARAN TATAP MUKA H.M.Hatta Hs. (Ketua PGRI Provinsi Kalimantan Selatan) I. PENDAHULUAN Dahulu mungkin kita berfikir bahwa belajar itu dilakukan di sekolah, berada dalam ruang kelas, dan bertatap muka langsung dengan guru atau siswa di kelas. Tetapi proses belajar kini saat pandemik covid-19 menjadi fleksibel karena muncul pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi komunikasi atau digital. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 kita mengenal empat kompetensi yakni kompetensi pribadi, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional, akan tetapi setelah wabah covid-19 dan daerah yang memiliki zona oranye, kuning apalagi merah dilarang melakukan pembelajaran dalam bentuk bertatap muka, karena dikhawatirkan akan penularan wabah covid -19 dan akan dapat membentuk kluster baru.

Melihat kondisi di beberapa daerah yang zona tidak sama atau berbedabeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan dalam menanggapi rencana membuka kembali pembelajaran bertatap muka, ada daerah kabupaten/kota yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka kemudian melihat kondisi wabah yang semakin meningkat maka mencabut kembali keputusan yang sudah dilaksanakan selanjutnya pembelajaran diterapkan seperti pembelajaran dari rumah atau pembelajaran daring.

Tentunya kita sepakat, pendidikan tidak boleh terhenti lantaran covid-19 apalagi anak-anak kita sudah hampir empat semester tidak bertemu dengan teman-temannya di sekolah, tentu rindu dan menginginkan untuk turun ke sekolah. Menanggapi hal ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sudah dua kali melakukan rapat pertemuan dan minta pertimbangan dari berbagai pihak menyikapi Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, yakni Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Riset, Menteri Kesehatan, Kementerian Agama dan Menteri Dalam Negeri RI untuk mendengar pertimbangan dalam membuat keputusan dan kebijakan tentang pembelajaran tatap muka yang akan dilaksanakan pada bulan Juli 2021.

Berdasarkan data yang diperoleh pada rapat tanggal 24 Juli 2021 PGRI mempunyai pendapat 1. Dari segi zona (SMA/SMK) terdapat zona oranye 11 buah sekolah, kuning terdapat 9 buah sekolah, merah 18 buah sekolah dan hijau ada 24 buah sekolah.

2. Mengamati keadaan guru yang baru divaksinasi (SMA/SMK) hanya berjumlah 44% dari jumlah guru SMA/AMK sedangkan dari jumlah guru Pendidikan Paud dan Taman Kanak Kanak serta guru Sekolah Dasar belum terhitung karena berada di bawah binaan Kabupaten/kota dan Kementerian agama.

145

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

3. Mengamati jumlah orang tua siswa di tingkat SMA/SMK yang setuju dilaksanakan pembelajaran tatap muka pada bulan Juli 2021 berjumlah 51.935 orang sedangkan yang tidak setuju orang tua siswa kalau pembelajaran dilaksanakan bulan Juli 2021 berjumlah 6.481 orang.

Dari pertimbangan data di atas menganjurkan bahwa pembelajaran yang rencana dilaksanakan pada bulan Juli 2021 ditunda sampai ada pertimbangan lebih aman dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka dan mengusulkan alternatif pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk system blended learning atau pembelajaran campuran. Tentunya ini akan selaras bila dikembangkannya kompetensi digital dalam bentuk system blended learning tujuannya adalah untuk memperluas kesempatan belajar mengajar pada saat pendemik covid-19 agar pembelajaran tidak terhenti sementara menunggu pembelajaran tatap muka belum bisa dilaksanakan.

Komposisi pembelajaran system blended learning dengan pembelajaran tatap muka (konvensional) bisa dibuat tersendiri sebagai berikut : No 1.

2.

3.

Blended Learning 50% 75% 25%

(Tatap Muka) 50% 25% 75%

Keterangan 100% 100% 100%

Pembelajaran Digital Prof.Dr.Munir, M.IT 2017 :64

Pembagian jadwal tatap muka dengan pembelajaran digital (blended learning) tergantung pada hasil analisis materi atau komponen yang ingin disampaikan. Pertimbangannya pokok bahasan dalam kurikulum pembelajaran mana yang dilakukan dengan tatap muka dan mana yang harus dilaksanakan dengan system daring. Mana materinya yang bersifat pengetahuan, mana pula yang materi bersifat pemecahan masalah, penugasan tentu saja memerlukan pemikiran untuk memilih kompetensi penyampaian pembelajaran, ini tergantung guru dalam melihatnya.

Peristiwa ini mengingatkan kepada kita seperti tahun 1942 ketika Jepang datang ke Indonesia membantu mengusir Belanda, bangsa Indonesia himung ( bahagia sekali) sampai memberi gelar dengan sebutan “saudara tua”, ternyata dibalik itu semua Jepang ingin berkuasa lebih lama, sehingga menancapkan strateginya melalui “pembodohan dan pemiskinan” yaitu sekolah-sekolah ditutup dan dilarang memberikan pembelajaran kecuali anak-anak orang Jepang sendiri dan organisasi dilarang melaksanakan aktivitasnya termasuk PGRI II. BLENDED LEARNING Istilah blended learning ada juga yang menyebut dengan hybrid learning, pada prinsipnya keduanya memiliki kesamaan, yaitu campuran hanya saja dari sisi mana memandang, kalau blended learning memandang dari segi strategi teknik kemampuan menggunakan medianya, sedangkan hybrid learning dari segi teknik mengolah materinya. Dalam tulisan ini saya meminjam istilah blended learning yang dipakai dalam buku Pembelajaran Digital oleh Prof.Dr.Munir, M.IT.

146

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

Blended adalah ‘campuran’ learning adalah ‘ belajar atau pembelajaran’ jadi blended learning berarti ‘pembelajaran yang dilakukan dengan campuran’.

Yang dimaksud campuran itu apa? Maksudnya adalah campuran antar pembelajaran daring dengan luring dilakukan secara berganti untuk menghindari kejenuhan dan berfungsi meningkatkan motivasi anak didik agar mereka tetap tumbuh minatnya untuk belajar selama masa musim pandemi covid-ini, kita khawatir bahwa pembelajaran pada masa pandemic covid-19 akan terhenti lantaran dilakukan secara daring saja.

Memasuki pembelajaran era digital ini pengajar sebagai sumber belajar utama dirasakan tidak cukup lagi (masa pandemik covid-19) tentunya kita perlu melengkapi dengan sumber belajar lainnya lebih-lebih saat ini yang dirasakan dengan sistem daring juga ditemukan banyak hambatan.

Ada dua hal hambatan yang dirasakan saat ini terutama daerah yang termasuk 3T, karena pandemik ini datang secara tiba-tiba kita mengakui belum ada persiapan secara matang menghadapinya dan jika kita menunggu selesainya covid-19 ini sekolah kita tidak melakukan pembelajaran yang kita khawatirkan tadi adalah ‘pembodohan dan pemiskinan’ dan yang lebih mengerikan adalah terputusnya generasi kita. Hambatannya tadi adalah (1) pembangunan struktur pembelajaran digital seperti listrik sepenuhnya belum bisa menjangkau daerah 3T, wifi, komputer, jaringan internet yang belum memasuki sampai ke desadesa/ perkampungan sehingga pembelajaran dengan menggunakan jarak jauh terkendala. (2) kompetensi/keterampilan guru-guru menggunakan media digital belum sepenuhnya bisa sehingga sekalipun strukturnya siap namum SDM gurunya- belum siap tidak terjadi pembelajaran dengan baik dan lancer. Jadi merupakan kewajiban Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan turunannya serta Kementerian Agama bersama-sama untuk menyelenggarakan pelatihan pembelajaran daring bagi guru-guru di daerah 3T agar pembelajaran tidak terputus.

PGRI mengusulkan pada saat rapat dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal, 18 Juni 2021 di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan salah satu alternatif sementara melihat kondisi kalau tidak bisa juga kita melakukan Pembelajaran Tatap Muka pada bulan Juli 2021 kita harus menggalakkan pembelajaran Sistem Blended Learning untuk mengatasi kondisi covid-19 yang sulit dipredeksi saat ini.

Ketika ditemukan mesin cetak maka pembelajaran memanfaatkan mesin cetak, pada saat ditemukan media video visual maka sumber belajar dalam pembelajaran mengkombinasikan antar pengajaran media cetak dengan media visual. Istilah blended learning muncul setelah perkembangan teknologi informasi , sehingga sumber belajar dapat diakses oleh pembelajar secara offline maupun online. Saat ini pembelajaran berbasis blended learning dilakukan dengan menggunakan tatap muka, teknologi pembelajaran blended learning cetak, teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi computer dan teknologi moble learning (Prof.Dr.Munir, M.IT 2017 : 62).

Dikembangkannya kompetensi ini tujuannya adalah untuk memperluas kesempatan belajar mengajar pada saat pandemik covid-19 agar pembelajaran tidak terhenti sementera sambil menunggu pembelajaran tatap muka belum bisa

147

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

dilaksanakan. Komposisi jadwal pembelajaran blended learning dapat dilakukan dan diatur tersendiri seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

III. KOMPONEN PEMBELAJARAN BLENDED LEARNING Pembelajaran Blended Learning memiliki empat komponen yang dapat dikembangkan di antaranya adalah : 1. Pembelajaran tatap muka Pembelajaran tatap muka dilakukan antar pengajar dengan pembelajar (guru dan siswa) di mana pengajar sebagai sumber belajar utama. Pembelajaran tatap muka sudah dilakukan sebelum ditemukan teknologi cetak, audio visual dan komputer, pengajar menyampaikan materi pembelajaran melakukan tanya jawab, diskusi, memberikan tugas, memberikan bimbingan dan ujian.

2. Pembelajaran mandiri, Pembelajaran mandiri memiliki tujuan untuk mengakomodasi perbedaan individu siswa agar siswa yang berlainan karakteristik, kecerdasan belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya. Pengajar memberikan tugas belajar mandiri, misal dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai sumber belajar yang digunakan memerlukan dua atau lebih buku teks. Pengajar harus banyak mengakses sumber belajar tidak tebatas pada sumber belajar yang dimiliki pengajar.

Pendidik yang profesional dan komputen tentu dapat merancang sumber belajar yang dapat diakses untuk mengkombinasikan dengan buku, multi media dan sumber belajar lainnya.

3. Pembelajaran berbasis masalah Pembelajaran yang berbasis konvensional pada tahap awal biasanya diawali dengan sajian konsep, prinsip dan prosedur yang diakhiri dengan menyajikan masalah. Namun dalam pembelajaran berbasis masalah berlaku sebaliknya, pengajar akan memberikan masalah yang harus dipecahkan, kemudian melacak konsep, prinsip dan prosedur yang akan diakses untuk memecahkan masalah tersebut.

Pembelajaran akan aktif mendefenisikan masalah dan mencari berbagai alternatif pemecahan.

4. Pembelajaran tutorial Pada kegiatan tutorial pembelajar menyampaikan masalah yang dihadapi dan pengajar berperan sebagai tutor yang membimbing. Bahan sudah ada yang menggunakan sebagai pembelajar interaktif computer, namun peran pengajar masih diperlukan sebagai tutor meskipun sudah menggunakan teknologi (komputer) untuk meningkatkan keterlibatan pembelajar dalam belajar.

5. Pembelajaran Kolaborasi Keterampilan kolaborasi atau Kerjasama harus menjadi bagian penting dalam blended learning, kolaborasi merupakan salah satu ciri penting pembelajaran masa depan yang lebih banyak mengedepankan kemampuan individu.

148

ISSN 2807 – 5536

Volume 1 Nomor 1, September 2021

6. Evaluasi pembelajaran Evaluasi pembelajaran didasarkan pada penilaian proses dan penilaian hasil yang dapat dilakukan melalui penilaian evaluasi kinerja berdasarkan portofolio. Evaluasi perlu melibatkan bukan hanya otoritas pengajar, namum ada penilaian diri pembelajar sendiri maupun pembelajar lainnya.

IV. LANGKAH-LANGKAM MEMBANGUN BLENDED LEARNING 1. Persiapan membuat materi, target, strategi dan metode. a. Tentukan alasan membuat materi pembelajaran b. Tentukan target pembelajaran; c. Tentukan strategi pembelajaran, dan d. Tentukan pula metode pembeajaran 2. Mengumpulkan Bahan ( teks, gambar, audio, video) a. kumpulkan semua bahan yang diperlukan untuk pembelajaran termasuk buku, catatan, dokumen lainnya, gambar-gambar, audio visual slide. b. Juga tugas soal atau bahan untuk assesment; c. Internet adalah sumber bahan belajar yang sangat besar. Sebagian besar bahan sudah ada di internet asal kita tahu cara mencarinya dengan benar; d. Agar mudah kumpulkan bahan untuk satu pembelajaran dalam satu folder sehingga mudah dicari kalau diperlukan.

3. Membuat Skrip (merencanakan pembelajaran dengan metode assesment) a. Membuat skenario dari proses pembelajaran dalam bentuk insruksional, design yang melibatkan semua indra; b. Perhatikan taxsonomi bloom dalam merancang skrip; c. Juga perhatikan hukum-hukum pembelajaran; d. Perhatikan secara khusus antar aktivitas dan aktrivitas proses pembelajaran; e. Adopsi pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kereatif, Efektif dan Menyenangkan) 4. Merancang Visual ( look and feel, interaksi) a. Tentukan elemen-elemen penampakan dari pembelajaran mulai dari warna, jenis font, gambar-gambar, audio visual. b. Terlalu banyak animasi tidak bagus demikian juga terlalu sedikit, gunakan animasi seperlunya sebagai ilustrasi yang memperjelas c. Perhatikan psikologi warna 5. Membuat materi (editing materi) a. Lakukan penyuntingan terhadap bahan-bahan teks, gambar, audio, video, slide, bank soal dan lain-lain. b. Gunakan software yang gratis atau open source, umumnya sudah sangat memadai untuk kegiatan ini. Salah satu sumber informasi adalah “http://www.edgepontlearning.com/blog/how-to-create-your-costomelearning-course-with-25-fee-tools/

149

Volume 1 Nomor 1, September 2021

ISSN 2807-5536

c.

Lakukan perekaman suara atau video tambahan jika diperlukan : http://www.edgeppointlearning.com /blog /how-to create -you-costomelearning- course-with-25 free-tools/ 6. Menggabungkan (gabungkan semua menjadi satu) a. Gabungkan semua menjadi satu untuk itu kita perlu outhoring software. b. Microsoft power point bisa digunakan, namum karena tidak dirancang khusus untuk itu. c. Authoring software gratis atau open source seperti courselab dan lainlain banyak tersedia. d. Salah satu sumber informasi adalah : https://www.hrtechrologist.com/ articles/learning-development/4-freeauthoringtool fot alearning/ 7. Menggabungkan (gabungkan semua menjadi satu) a. Selain itu juga banyak produk komersial misalnya lektora, kamtasia dan lain-lain b. Pilih produk yang mendukung format standar yaitu scorm agar bahan pembelajaran kita dapat diintegrasikan dengan learning management system (LMS) DAFTAR PUSTAKA _____, Keputusan Bersama, Empat Menteri (2020) Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 Dan Tahun Akademik 2020/2021 Di Masa Pandemik Corona Virus Diserse-19 A.Hasibuan, Zainal, Prof, Ph.D. , Mobile Learning Untuk Belajar Mengajar (di mana jasa , kapan saja bagaimana saja) Wibenar dan Workshop Berseri PB.PGRI tanggal, 2 s.d. 20 Mei 2020 Cahyani, Anisa, (2020) Menerapkan Blended Learning Di Kelas, Edukasi 30 September 2020.

Indadjid, Richardus Iko, Prof. Dr (2020) Panduan Indonesia Digital Learning, Wibenar dan Wokrshop Berseri, PB.PGRI tanggal 2 s.d. 20 Mei 2020. (2020) Munir, Prof.Dr, M.I.T (2017) , Pembelajaran Digital, Penerbit Alfabete, CV WWW Cvalfabeta. Com ISBN 978-602-289-347-9. Bandung.

Prayetno, Wendhie, S.Kom.M.T (2021) Implementasi Blended Learning dalam pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Widyaiswara LPMP, D.I Yogyakarta.

Wahyu Kisworo, Marsudi,Prof. Ir (2020), Pembelajaran Berbasis e Learning Wibenar dan Workshop Berseri PB.PGRI tanggal, 2 s.d. 20 Mei 2020.

150