EDISI 4 | April 2016
Koreksi Data BMI Dipenjara, Salah Siapa? Oleh Biyanca Kenlim
Layanan perbaikan data paspor yang dilakukan KJRI Hong Kong sebagai bentuk kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia, kini menuai kisruh. Pasalnya saat ini, ada dua Buruh Migran Indonesia (BMI) yang dipenjara dan dua lainnya masih dalam tahap sidang, akibat proses koreksi data yang mereka lakukan di KJRI berujung pada tuduhan pemasuan data diri oleh Imigrasi Hong Kong.
S
ejak diberlakukannya Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) untuk pelayanan penerbitan paspor agar data dari terhubung atau terkoneksi dengan sistem di Imigrasi pusat di Jakarta, KJRI Hong Kong sejak tahun 2015 sudah menerbitkan 23.825 paspor. Dari jumlah itu, terdapat 25 paspor yang terindikasi ada perbedaan data, antara data diri di paspor dengan data kependudukan yang merujuk akta kelahiran. Perbedaan data itu meliputi, nama yang tidak sesuai dengan nama asli, perbedaan tahun lahir, entah dituakan atau dimudakan. Beda tanggal lahir atau justru keduanya, tidak sesuai nama dan tahun lahir. Dari 25 paspor yang telah dilakukan
pembenaran data oleh KJRI tersebut, pihak Imigrasi Hong Kong hanya memberikan visa baru bagi 14 pemegang paspor yang mengajukan perubahan data. Dari 11 sisanya justru ada empat BMI yang dituntut pidana di pengadilan Hong Kong dengan tuduhan pemalsuan data diri, bahkan salah satunya, BMI atas nama Slamet Riyani telah dijatuhi hukuman pidana 18 bulan. Kasus ini menuai protes keras dari kalangan organisasi BMI. Mereka menuntut agar proses koreksi data ditangguhkan sebelum adanya Memorandum of Agreement (MoA) atau kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Hong kong. Agar para BMI yang datanya tidak sesuai dan mau melakukan perubahan atau koreksi data terlindungi dan tidak dikriminalisasi, dideportasi atau
malah masuk penjara dan dilarang masuk Hong Kong (black list), karena pemalsuan data itu bukan murni kesalahan BMI sendiri. “Yang harus jadi catatan pemerintah, bahwa pemalsuan data diri BMI dilakukan oleh PJTKI atau PPTKIS demi kepentingan menempatkan TKI, dan faktanya kantor imigrasi di daerah tidak melakukan veriďŹ kasi dan tetap menerbitkan paspor dengan data diri yang sudah dipalsu oleh PPTKIS. Dalam hal ini, upaya koreksi data yang dilakukan pemerintah harus memperhatikan aspek perlindungan BMI, jangan malah membiarkan BMI jadi korban kriminalisasi oleh Imigrasi di negara tujuan.â€? ungkap Fathulloh, pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM), Infest Yogyakarta.